Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

HAKIKAT PESERTA DIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Dosen Pengampu: Mohammad Wahyudin, M.Pd.I

Disusun Oleh :

1. Akrom Satria Wicaksono

2. Femi Khotami

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM BHAKTI NEGARA TEGAL

2023
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah, merupakan satu kata yang sangat pantas penulis ucakan kepada
Allah swt karena bimbingannyalah maka penulis bisa menyelesaikan sebuah Makalah
berjudul “Hakikat Peserta Didik Dalam Agama Islam”.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penelitian ini,
khususnya kepada : MOHAMMAD WAHYUDIN, M.Pd.I selaku dosen mata kuliah Filsafat
Pendidikan Islam yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam pelaksanaan
bimbingan, pengarahan, dorongan dalam rangka penyelesaian penyusunan makalah ini.

Saya menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar pada
makalah ini. Oleh karena itu saya mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan saran
yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini.

Terima kasih, dan semoga makalah ini bisa memberikan sumbangsih positif bagi kita
semua.

Tegal, 20 November 2023

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan sebuah keharusan dalam kehidupan manu sia, education as a necessity of
life,' demikian menurut filsuf progresivisme John Dewey. Ini berarti bahwa pendidikan merupakan
kebutuhan hakiki manusia, karena manusia tidak akan bisa dipisahkan atau bahkan tidak akan bisa
hidup secara wajar tanpa adanya sebuah proses pendidikan.

Memang manusia dilahirkan dalam keadaan yang belum terspesiali sasi. la dilahirkan dalam
keadaan belum dapat menolong dirinya sendiri, juga dalam hal-hal yang sangat vital bagi
kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, pada saat tersebut, dan masih lama setelah itu hidup masih
perlu dibantu. Dan bantuan harus datang dari pihak lain, terutama orang tua atau orang dewasa
lainnya. Keadaan perlu bantuan dari si anak me ngukuhkan kedudukan orangtua sebagai orangtua, dan
sebaliknya ke sediaan dan ketulusan orangtua untuk membimbing dan memberikan bantuan
kepadanya berupa pendidikan dan perawatan itu memungkin kan anak hidup sebagai anak yang
sedang mempersiapkan diri untuk me raih kedewasaan kelak.

Pendidikan dalam pengertiannya yang luas menurut Dewey adalah "social continuity of
life", sedangkan yang lainnya memberikan batasan yang lebih sempit bahwa pendidikan
sebagai transmisi keterampilan,seni, dan ilmu pengetahuan dari seseorang kepada yang
lainnya. Menu rut pengertian yang dikemukakan oleh Dewey, pendidikan merupakan proses
pembaruan keseluruhan struktur budaya, dan pengertian kedua memberikan suatu kejelasan
bahwa pendidikan adalah proses yang man keterampilan, seni, dan ilmu pengetahuan
dipelihara dan dikembang kan. Pada umumnya, pendidikan diartikan sebagai pemberian
bantu an orang dewasa kepada yang belum dewasa, melalui pergaulan, dalam bentuk
pemberian pengaruh, dengan tujuan agar yang dipengaruhi kelas dapat melaksanakan hidup
dan tugas hidupnya sebagai manusia secara mandiri dan bertanggung jawab.1

Di atas telah diuraikan tentang pendidikan dari sudut pandang para pemikir pada
umumnya, yang lebih bercorakkan oksidentalistik, selanjut nya akan penulis paparkan
tentang hakikat pendidikan. Menurut Hasan Langgulung, pendidikan dapat dilihat dari tiga
segi. Pertama, dari sudut individu, kedua, dari segi masyarakat, dan ketiga, dari segi individu
dan masyarakat sekaligus, atau sebagai interaksi antara individu dan masya rakat."

1
Mahfud, Paradigma Baru Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:Prenada Media Group, 2017), hal. 98-100.
Pendidikan dari sudut pandang individu, beranggapan bahwa many sia di atas dunia ini
mempunyai sejumlah atau seberkas kemampuan (abi lities) yang sifatnya umum pada setiap
manusia sama umumnya dengan kemampuan melihat dan mendengar, tetapi berbeda dalam
derajat me nurut masing-masing seperti halnya dengan pancaindra juga. Ada orang yang
penglihatannya kuat, tetapi pendengarannya lemah, begitu juga se baliknya. Tetapi ada
kedua-duanya kuat, indra lainnya lemah dan begi tulah seterusnya. Dalam pengertian ini,
pendidikan didefinisikan sebagai proses menemukan dan mengembangkan kemampuan-
kemampuan ini. Jadi, pendidikan adalah proses menampakkan (manifest) yang tersembu nyi
(latent) pada anak-anak itu. Aspek-aspek seperti kecerdasan, pribadi, dan kreativitas,
termasuklah aspek-aspek yang tersembunyi, yang pendi dikan berusaha menampakkan dan
mengangkatnya ke permukaan.

Dari segi pandangan masyarakat, diakui bahwa manusia itu memiliki kemampuan-
kemampuan asal, tetapi tidak dapat menerima bahwa ka nak-kanak itu memiliki benih-benih
bagi segala yang telah tercapai dan dapat dicapai oleh manusia. Ia menekankan pada
kemampuan manusia memperoleh pengetahuan dengan mencarinya pada alam di luar manu
sia. Di sini, mencari itu lebih merupakan proses memasukkan yang wujud di luar seorang
pelajar (learner) dan bukanlah proses mengeluarkan apa yang wujud dalam pelajar itu.jadi,
dalam hal ini, dengan sendirinya pendidikan merupakan proses pemindahan kesimpulan
penyelidikan yang seorang tidak dapat atau tidak perlu melakukannya sendiri

Pendekatan ketiga memandang, pendidikan sebagai suatu transaksi, yaitu proses memberi
dan mengambil, antara manusia dan lingkungan nya. la adalah proses di mana dengan itu
manusia mengembangkan dan menciptakan keterampilan-keterampilan yang diperlukan
untuk mengu bah dan memperbaiki kondisi-kondisi kemanusiaan dan lingkungannya, begitu
juga pembentukan sikap yang membimbing usaha dalam membi na kembali sifat-sifat
kemanusiaan dan jasmaniahnya.2

Dikalangan ilmuan pendidikan Islam setidaknya ada istilah yang digunakan untuk
menandai konsep pendidikan, yaitu : tarbiyah, ta’lim dan ta’bid. Kata tarbiyah menurut
Abdurrahman al-Nahlawi yang berarti pendidikan yang diartikan sebagai usaha, memelihara
fitrah anak, menumbuhkan seluruh bakat dan kesiapannya, mengarahkan fitrah dan seluruh
bakat agar menjadi baik dan sempurna, serta bertahab dalam prosesnya. Adapun kata ta’lim
oleh penggunanya dipahami sebagai proses pembelajaran secara terus menerus sejak manusia
lahir melalui pengembangan fungsi – fungsi pendengaran, penglihatan dan hati. Proses ta’lim
tidak berhenti pada pencapaian pengetahuan dalam wilayah kognisi semata, tetapi terus
menjangkau wilayah psikomotorik dan afektif.Sedangkan kata ta’dib dapat diartikan
mendidik yang secara sempit mendidik budi pekerti dan secara luas meningkatkan peradaban.

Secara sederhana pendidikan Islam dapat dipahami sebagai suatu usaha untuk memelihara
dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya manusia yang ada padanya menuju
terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam. Hakekat
pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertakwa secara sadar
2
Mahfud, Paradigma Baru Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:Prenada Media Group, 2017), hal. 104.
mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar)
anak didik melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya.
Pendidikan secara teoritis mengandung pengertian memberi makan kepada jiwa anak didik
sehingga mendapatkan kepuhasan rohaniah, juga sering diartikan dengan menumbuhkan
kemampuan dasar manusia. Dengan membaca uraian tentang pendidikan di atas, dapat
dipahami bahwa obyek atau peserta didik merupakan satu unsur penting dalam kegiatan dan
proses pendidikan Islam, karena adalaha tidak mungkin jika pelaksanaan pendidikan Islam
tidak bersentuhan dengan manusia – manusia yang berkedudukan sebagai obyek atau peserta
pendidikan. Manusia sebagai peserta didik menempati posisi yang menentukan dalam sebuah
interaksi pembelajaran. Guru tidak mempunyai arti apa – apa tanpa kehadiran peserta didik
sebagai subjek pendidikan, dengan demikian dapat dikatakan bahwa peserta didik adalah
kunci yang menentukan untuk terjadinya interaksi edukatif.Hal inilah yang menyebabkan
kajian tentang peserta didik masih menarik dan dianggap perlu dilakukan, terutama yang
berkaitan dengan hakekat peserta didik, sifat – sifat ideal peserta didik, tugas dan tanggung
jawab peserta didik dan etika penuntut ilmu dalam pendidikan Islam dan makalah ini
diupayakan akan memberi wawasan bagi pembaca khususnya yang tertarik terhadap topik /
kajian dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah hakekat peserta didik dan pengertian peserta didik itu ?

2. Apakah tugas dan tanggung jawab peserta didik ?

3. Apa kriteria yang harus di miliki peserta didik?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui hakekat peserta didik itu

2. Untuk mengetahui kriteria peserta didik

3. Untuk mengetahui tugas dan tanggung jawab peserta didik


BAB II

PEMBAHASAN
A. Hakikat dan Pengertian Peserta Didik
Peserta didik salah satu komponen dalam sistem pendidikan Islam. Peserta didik
merupakan raw material (bahan mentah) di dalam proses transformasi yang disebut
pendidikan. Berbeda dengan komponen-komponen lain dalam sistem pendidikan karena kita
menerima “materiil” ini sudah setengah jadi, sedangkan komponen-komponen lain dapat
dirumuskan dan sesuai dengan keadaan fasilitas dan kebutuhan yang ada. Peserta didik secara
formal adalah orang yang sedang berada dalam fase pertumbuhan dan perkembangan baik
secara fisik, maupun psikis, pertumbuhan dan perkembangan merupakan ciri seorang
pendidik yang perlu bimbingan dari seorang pendidik. Pertumbuhan menyangkut fisik,
perkembangan menyangkut psikis.3

Kata murid dalam bahasa Indonesia memiliki persamaan dengan kata siswa, anak
didik, peserta didik, dididik, dan pelajar serta mahasiswa. Da lam bahasa Indonesia, kata
murid berarti orang (anak) yang sedang ber guru (belajar, bersekolah)." Secara etimologis,
istilah murid sebenarnya berasal dari bahasa Arab: 'arada, yuridu, iradatan, muridan yang
berarti orang yang menginginkan, dan menjadi salah satu sifat Allah yang berarti Maha
Menghendaki. Pengertian seperti ini menurut Abuddin Nata bisa dimengerti karena seorang
murid adalah orang yang selalu menghendaki agar mendapatkan ilmu pengetahuan,
keterampilan, pengalaman, dan ke pribadian yang baik untuk bekal hidupnya agar dapat
meraih kebahagia an di dunia dan di akhirat dengan jalan belajar yang sungguh-sungguh."

Kata murid juga digunakan dalam dunia tasawuf, di mana murid adalah seseorang
yang sedang belajar mendalami ilmu tasawuf kepada seorang guru yang dinamai syekh."
Murid yang dimaksudkan di sini adalah s orang individu yang berusaha mengembangkan
potensi dirinya melalui proses pendidikan di mana pun dan kapan pun.

Dalam pendidikan Islam, setiap anak atau murid itu dilahirkan dengan membawa
fitrah, yakni suatu kecenderungan bawaan alamiah ter. hadap yang baik, dan ketundukan
pada Tuhan Yang Maha Esa." Fitrah juga dipahami sebagai suatu kemampuan dasar
berkembang manusia Menurut teori fitrah, di dalam diri manusia itu terkandung berbagai
kom ponen psikologis yang satu sama lain saling berkaitan dan saling thenyempumakan bagi
hidup manusia. Komponen-komponen itu meliput bakat, insting, nafsu dan dorongan-
dorongan, karakter atau watak, here ditas, dan intuisi." Berdasarkan pandangan tersebut,
keberadaan murid tidak sekadar anak didik yang dianggap sedang tumbuh dan berkembang
melainkan anak yang aktif dan kreatif mencari jati dirinya, menggali dan mengembangkan
potensi dan kemampuannya. Jadi, murid memiliki hak atas potensinya untuk tumbuh dan
berkembang, ia berhak mendapatkan kasih sayang, berhak dihargai atas segala bekal dan
kekhasan yang dimi- likinya, berhak memperoleh bimbingan untuk mengembangkan watak

3
Rahmayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), hal. 77.
karakter, kecerdasan dan pengetahuannya, serta dibiarkan kreativitasnya itu muncul dalam
ruang pembelajaran yang bebas dan otonom bagi diri- nya. Murid adalah subjek utama dalam
keseluruhan sistem pendidikan is- lam kapan pun dan di mana pun. Pada dasarnya,
pendidikan itu diadakan dengan tujuan untuk meningkatkan sumber daya manusia, atau mem-
budayakan manusia, atau memanusiakan manusia yang disebut sebagai murid. Jadi, murid
adalah subjek sekaligus objek dari pendidikan.

Murid dalam pandangan psikologi adalah manusia yang memiliki po- tensi, bukan
sebaliknya manusia yang tidak memiliki apa-apa atau tidak tahu apa-apa alias seperti botol
kosong yang siap diisi. Dia memiliki bakat minat, dan kecerdasan. Menurut Daniel Goleman,
manusia itu memiliki kecerdasan emosional (emotionalintelligences), yang mana menurut
nya kecerdasan emosional sangat menentukan keberhasilan seseorang.

Adapun Danah Zohar dan lan Marshal mengemukakan bahwa manusia (murid)
memiliki kecerdasan spiritual (spiritual intelligence. Bahkan menurut Howard Gardner,
manusia (murid) itu memiliki delapan jenis kecerdasan yang disebutnya sebagai
multipleintelligences. Potensi yang beraneka ragam dalam diri murid itu harus dikembangkan
melalui proses pendidikan, yaitu melalui belajar. Jadi, murid adalah organisme yang sedang
berkembang dan sama sekali bukanlah orang dewasa dalam bentuk mini.4

B. Tugas dan Tanggung jawab Peserta Didik


Tujuan dari setiap proses pembelajaran adalah menta'lim, mentarbiyah, atau menta'dibkan
al-ilm ke dalam diri setiap peserta didik. Al-ilm yang akan dita'-lim, ditarbiyah, atau
dita'dibkan tersebut adalah Al-Haqq, yaitu semua kebenaran yang datang dan bersumber dari
Allah Subhanahu wa Ta'ala, baik yang didatangkan-Nya melalui Nabi dan Rasul, (Al-Ayah
Al-Quraniyah), maupun yang dihamparkan-Nya pada seluruh alam semesta, termasuk diri
manusia itu sendiri (Al-Ayah Al-Kauniyah). Al-'ilm tersebut merupakan penunjuk jalan bagi
peserta didik untuk mengenali dan meneguhkan kembali syahadah primordialnya terhadap
Allah Subhanahu wa Ta'ala sehingga ia mampu mengaktualisasikannya dalam kehidupan
keserharian. Karenanya, dalam konteks ini, tugas utama setiap peserta didik adalah
mempelajari al ilm dan mempraktikkan atau mengamalkannya sepanjang kehidupan.

Berkenaan dengan tugas utama yang harus dilakukan peserta didik ini, Rasulullah
Shalalahu 'alaihi wa Salam melalui salah satu hadis menegaskan: "menuntut ilmu merupakan
kewajiban bagi setiap muslim dan muslimat". Proses menuntut atau mempelajari al-'ilm itu
dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti membaca, baik yang tersurat maupun yang
tersirat, mengeksplorasi, meneliti, dan mencermati fenomena diri, alam semesta, dan sejarah
umat manusial berkontemplasi, berpikir, atau menalar, berdialog, berdiskusi atau
bermusyarah, mencontoh atau meneladani, mendengarkan nasehat, bimbingan, pengajaran
dan peringatan, memetik ibrah atau hikmah, melatih atau membiasakan diri, dan masih
banyak lagi aktivitas belajar lainnya yang harus dilakukan setiap peserta didik untuk meraih
al-ilm dan mengamalkannya dalam kehidupan.

4
Mahfud, Paradigma Baru Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:Prenada Media Group, 2017), hal. 113-115.
Seluruh aktivitas pembelajaran sebagaimana dipaparkan di atas wajib ditempuh atau
dilakukan peserta didik dalam proses belajar atau menuntut al-'ilm. Karenanya, peserta didik
tidak boleh mencukupkan aktivitas belajarnya pada suatu aktivitas saja. Dalam berbagai
surah, alquran senantiasa menyeru manusia untuk berpikir, mengingat, membaca, mengambil
pelajaran, memetik hikmah. Bereksplorasi, bertadabbur, dan sebagainya. Semua itu
dimaksudkan agar peserta didik mengembangkan potensi jismiyah dan ruhiyahnya sehingga
mampu diberdayakan dalam rangka aktualisasi diri sebagai makhluk yang bersyahadah
kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, beribadah secara tulus ikhlas hanya kepada-Nya, dan
menjadi khalifah atau pemimpin dan pemakmur kehidupan dibumi.

Berkenaan dengan tanggung jawab, dalam perspektif falsafah pendidikan Islami,


tanggung jawab utama peserta didik adalah memelihara agar semua potensi yang
dianugerahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala kepadanya dapat diberdayakan sebagaimana
mestinya. Dimensi jismiyah wajib dipelihara, agar secara fisikal peserta didik mampu
melakukan aktivitas belajar, meskipun harus melakukan rihlah ke berbagai tempat. Demikian
pula, dimensi ruhiyah juga wajib dipelihara, agar bisa difungsikan sebagai energi atau
kekuatan untuk melakukan aktivitas belajar. Ketika peserta didik tidak mampu memelihara
dimensi jismiyah dan ruhiyahnya, maka energi, daya, atau kemampuan membelajarkan diri
akan terganggu, bahkan bisa menjadi tidak mampu. Karenanya, sebagaimana juga
dikemukakan Nata, agar tetap mampu melakukan aktivitas belajar, setiap peserta didik
memerlukan kesiapan fisik prima, akal yang sehat, pikiran yang jernih, dan jiwa yang tenang.
Untuk itu, perlu adanya upaya pemeliharaan dan perawatan secara sungguh-sungguh semua
potensi yang bisa digunakan untuk belajar atau menuntut ilmu pengetahuan.5

Athiyah al-Abrasyi mengemukakan bahwa kewajiban kewajiban yang harus senantiasa


dilakukan peserta didik adalah:6

1. Sebelum memulai aktivitas pembelajaran, peserta didik harus terlebih dahulu


membersihkan hatinya dari sifat yang buruk, karena belajar mengajar itu merupakan ibadah
dan ibadah harus dilakukan dengan hati yang bersih.

2. Peserta didik belajar harus dengan maksud mengisi jiwanya dengan berbagai keutamaan
untuk mendekatkan diri kepada Allah.

3.Bersedia mencari ilmu ke berbagai tempat yang jauh sekalipun, meskipun harus
meninggalkan Keluarga dan tanah air.

4.Tidak terlalu sering menukar guru, dan hendaklah berpikir panjang sebelum menukar guru
dan Hendaklah menghormati guru, memuliakan dan mengangungkannya karena Allah serta
berupaya menyenangkan hatinya dengan cara yang baik.

5. Jangan merepotkan guru, jangan berjalan dihadapannya, jangan duduk ditempat duduknya,
dan jangan mulai bicara sebelum diizinkan guru.

5
Lilis,Redmon, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : Media Sains Indonesia, 2021), hal. 225-227.

6
Mahfud, Paradigma Baru Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:Prenada Media Group, 2017), hal. 116-117.
6. Jangan membukakan rahasia kepada guru atau meminta guru membukakan rahasia, dan
jangan pula menipunya.

7. Bersungguh-sungguh dan tekun dalam belajar

8. Saling bersaudara dan mencintai antara sesama peserta didik.

9. Peserta didik harus terlebih dahulu memberi salam kepada guru dan mengurangi
percakapan dihadapan gurunya.

10. Peserta didik hendaknya senantiasa mengulangi pelajaran, baik diwaktu senja dan
menjelang subuh atau diantara waktu Isya' dan makan sahur

11. Bertekad untuk belajar seumur hidup.

Tugas dan kewajiban murid tersebut hendaknya dipraktikkan dalam kehidupan


keseharian murid, sehingga keberhasilan belajar akan tercapai dengan baik dan memperoleh
berkah dan manfaat dari ilmu yang dite kuninya. Realitas yang terjadi saat ini, banyak sekali
murid/mahasiswa yang tidak lagi peduli terhadap etika belajar sebagaimana diuraikan ter
sebut, yang seharusnya diterapkan demi keberhasilan dirinya dalam me nempuh pendidikan.

C. Kriteria peserta didik


Mendiskripsikan enam kriteria peserta didik, yaitu:

1. Peserta didik bukanlah miniatur orang dewasa tetapi memiliki dunianya sendiri. Hal ini
sangat penting untuk dipahami agar perlakuan terhadap mereka dalam proses kependidikan
tidak disamakan dengan pendidikan orang dewasa, baik dalam aspek metode mengajar,
materi yang akan di ajarkan, sumber bahan yang akan digunakan, dan lain sebagainya.

2. Peserta didik memiliki periodisasi perkembangan dan pertumbuhan. Pemahaman ini


cukup perlu untuk diketahui agar aktivitas kependidikan Islam disesuaikan dengan tingkat
pertumbuhan dan perkembangan yang ada pada umumnya dilalui oleh setiap peserta didik.
Hal ini sangat beralasan, karena kadar kemampuan peserta didik ditentukan oleh faktor ussia
dan periode perkembangan atau pertumbuhan potensi yang dimilikinya.

3. Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik yang menyangkut kebutuhan
jasmani maupun rohani yang harus dipenuhi. Diantara kebutuhan tersebut adalah; kebutuhan
biologis, kasih sayang, rasa aman, harga diri, realisasi diri, dan lain sebagainya. Kesemuaan
itu penting dipahami oleh pendidik agar tugas-tugas kependidikannya dapat berjalan secara
baik dan lancer.

4. Peserta didik adalah makhluk Allah yang memilki perbedaan individu baik disebabkan
oleh faktor bawaan maupun lingkungan dimana ia berada. Pemahaman tentang differensiasi
individual peserta didik sangat penting untuk dipahami oleh seorang pendidik. Hal ini
disebabkan karena menyangkut bagaimana pendekatan yang perlu dilakukan pendidik dalam
menghadapi ragam sikap dan perbedaan tersebut dalam suasana yang dinamis, tanpa harus
mengorbankan kepentingan salah satu pihak atau kelompok

5. Peserta didik merupakan dua unsur jasmani dan rohani, unsur jasmani memiliki daya fisik
yang menghendaki latihan dan pembiasaan yang dilakukan melalui proses pendidikan.
Sedangkan unsur rohani memiliki daya akal hati nurani dan daya rasa. Untuk mempertajam
daya akal, maka proses pendidikan hendaknya di arahkan untuk mengasah daya
intelektualitasnya melalui ilmu-ilmu rasional. Adapun untuk mempertajam daya rasa dapat
dilakukan melalui pendidikan akhlak dan ibadah. Konsep ini bermakna bahwa suatu proses
pendidikan Islam hendaknya dilakukan dengan memandang peserta didik secara utuh.

6. Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi fitrah yang dapat dikembangkan dan
berkembang secara dinamis. Di sini tugas pendidik adalah membantu mengembangkan dan
mengarahkan perkembangan tersebut sesuai dengan tujuan pendidikan yang di inginkan,
tanpa melepaskan tugas kemanusiaanya; baik secara vertikal maupun horizontal.

Dalam bahasa Arab dikenal tiga istilah yang digunakan untuk menunjukkan pada
anak didik. Tiga istilah tersebut adalah murid yang secara harfiah adalah berarti orang yang
menginginkan atau membutuhkan sesuatu; tilmidz yang jamaknya talmidz yang berarti
murid, dan thalib al-ilmi yang menuntut ilmu, pelajar, atau mahasiswa. Ketiga istilah tersebut
seluruhnya mengacu kepada seorang yang tengah menempuh pendidikan. Perbedaannya
hanya terletak pada penggunaannya. Pada sekolah yang tingkatannya rendah seperti sekolah
dasar (SD) digunakan istilah murid atau tilmidz sedangkan pada sekolah yang tingkatannya
lebih tinggi seperti SLTP, SLTA, dan perguruan tinggi digunakan istilah thalib al-ilm.
Berdasarkan pengertian diatas dapat dipahami bahwa peserta didik adalah seseorang
memerlukan pengetahun atau ilmu, bimbingan, dan arahan dari pendidik. Dalam pandangan
Islam ilmu berasal dari Allah. Sedangkan dalam proses menerima ilmu adalah melalui proses
transfer dari seorang guru. Karena hakikat ilmu itu dari Allah swt maka sudah seharusnya.
peserta didik mendekatkan diri kepada Allah swt melalui ilmu yang dipelajarinya. Tetapi
dalam proses mencari ilmu, banyak kebutuhan peserta didik yang harus dipenuhi pendidik,
diantaranya:

1. Kebutuhan fisik
Fisik peserta didik mengalami pertumbuhan fisik yang cepat terutama pada masa
pubertas.kebutuhan biologis, yaitu berupa makan, minum, dan istirahat dalam hal ini
menuntut peserta didik untuk memenuhinya. Peserta didik remaja lebih banyak porsi
makannya dibandingkan anak-anak atau oarang dewasa. Dengan adanya kebiasaan hidup
sehat, bersih, dan olahraga secara teratur dapat membantu menjaga kesehatan pertumbuhan
tubuh peserta didik supaya tidak terkena penyakit. Hal ini harus ditangani dengan cepat
karena kesehatan sangat mempengaruhi pertumbuhan fisiknya.

2. Kebutuhan sosial
Kebutuhan sosial yaitu kebutuhan yang behubungan langsung dengan masyarakat
agar peserta didik dapat berinteraksi dengan masyarakat lingkungannya seperti diterima oleh
teman-temannya secara wajar. Begitu juga supaya dapat diterima oleh orang yang lebih
tinggi dari dia seperti orang tuanya, guru-gurunya dan pemimpin-pemimpinnya. Kebutuhan
ini perlu dipenuhi agar peserta didik dapat memperoleh posisi dan berprestasi dalam
masyarakat.

3. Kebutuhan untuk mendapatkan status

Peserta didik terutama pada usia remaja membutuhkan suatu yang menjadikan
dirinya berguna bagi masyarakat. Kebannggaan terhadap diri sendiri, baik dalam lingkungan
keluarga, sekolah, maupun di dalam masyarakat. Peserta didik juga butuh kebanggaan untuk
diterima dan dikenal sebagia individu yang berarti dalam kelompok teman sebayanya, karena
penerimaan dan dibanggakan kelompok sangat penting bagi peserta didik dalam mencari
identitas diri dan kemandirian.

4. Kebutuhan mandiri

Peserta didik dalam usia remaja ingin lepas dari batasan-batasan atau aturan-aturan
orang tuanya dan mencoba untuk mengarahkan dan mendisiplinkan dirinya sendiri. Ia ingin
bebas dari perlakuan orang tuanya yang terkadang terlalu berlebihan dan terkesan sering
mencampuri urusan mereka yang menurut mereka bisa diatasi sendiri. Walaupun satu waktu
mereka masih menginginkan bantuan mereka. Banyak orang tua yang sangat memperhatikan
dan membatasi sikap, perilaku dan tindakan-tindakan remaja. Hal ini membuat remaja tidak
dipercayai dan dihargai oleh orang tua mereka, sehingga muncul sikap menolak dan
terkadang memberontak.

5. Kebutuhan untuk berprestasi

Kebutuhan untuk berprestasi erat kaitannya dengan kebutuhan untuk mendapat status
mandiri. Artinya dengan terpenuhinya kebutuhan untuk memilki status atau penghargaandan
kebutuhan untuk hidup mandiri dapat membuat peserta didik giat mengejar prestasi. Dengan
demikian kemampuan untuk berprestasi terkadang sngat erat dengan perlakuan yang mereka
terima baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun di masyarkat.

6. Kebutuhan ingin dicintai dan disayangi


Rasa ingin dicintai dan disayangi merupakan kebutuhan yang essensial, karena
dengan terpenuhi ini akan mempengaruhi sikap mental pesrta didik. Banyak anak-anak yang
tidak mendapatkan kasih sayang orang tua, guru dan lainnya yang mengalami prestasi dalam
hidup. Dalam agama cinta kasih yang paling tinggi diharpakan dari Allah Swt. itu sebabnya
setiap orang berusaha mencari kasih sayang dengan mendekatkan diri kepadanya.

7. Kebutuhan untuk curhat

Kebutuhan untuk curhat terutama remaja yang dimaksudkan untuk kebutuhan untuk
dipahami ide-ide dan permaslahn yang dihadapinya. Peserta didik mengharapkan agar apa
yang dialami., dirasakan terutama dalam masa pubertas. Sebaliknya jika mereka tidak dapat
mendapatkan kesempatan untuk mengkomunikasikan permasalahanpermasalahannya
tersebut., apalagi dilecehkan, ditolak, atau dimusuhi, dapat membuat mereka kecewa, marah,
bahkan mereka merasa tidak aman, sehinga muncul taingkah laku yang bersifat negatif dan
perilaku menyimpang.

8. Kebutuhan untuk memiliki filsafat hidup (agama)

Peserta didik pada usia remaja mulai tertarik untuk mengetahui tentang kebenaran dan
nilai-nilai ideal. Mereka mempunyai keinginan untuk mengenal apa tujuan hidup dan
bagamaiana bagian itu diperoleh. Karena itu mereka membutuhkan pengetahuanpengetahuan
yang jelas sebagai filsafat hidup yang memuaskan yang sesuai dengan nilainilai
kemanusiaa,sehingga dapat dijadikan sebagai pedoman dalam mengarungi kehidupan ini.
Kebenaran dan nilai-nilai ideal yang murni hanya ditemukan di dalam agama. Oleh karena
itu peserta didik sangat membutuhkan agama. Dari uaraian diatas dapat dipahami bahwa
peserta didik memiliki berbagai kebutuhan, baik kebutuhan yang bersifat lahiriah maupun
kebutuhan rohaniah. Untuk pengembangn kedua aspek tersebbut diperlukan ilmu dan
pendidik yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik tersebut. Sehingga pengembanagn
potensi yang ada pada diri pendidik dapat tercapai.7

7
Rahmayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), hal. 87-89.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Peserta didik merupakan unsur terpenting bagi terlaksanya kegiatan pendidikan. Sebab ia
merupakan obyek dan sekaligus subyek dan mitra pendidikan, sehingga sehebat dan
selengkap apapun unsur – unsur lainnya, jika peserta didik tidak ada atau tidak dipedulikan,
maka dapat dipastikan kegiatan pendidikan tidak dapat terlaksana dan berjalan dengan baik.

2. Diantara sifat – sifat yang harus dimiliki bagi peserta didik adalah : Bersikap tawadhu’
atau rendah hati, berhias dengan moral dan akhlaq yang baik, bersungguh – sungguh dan
tekun belajar, saling mempererat tali persaudaraan, memiliki sifat tabah, dan wira’.

3. Tugas dan tanggung jawab peserta didik diantaranya : sebelum belajar hendaknya
membersihkan hati dari sifat tercela, bersedia mencari ilmu walaupun meninggalkan
keluarga, tempat jauh, bertekhad mencari ilmu sepanjang hayat, menjaga pikiran dari
pertentangan aliran, mempelajari ilmu terpuji dan mendalam,

4. Peserta didik dalam mencari ilmu harus memiliki etika yang baik diantaranya : niat
karena Allah, sopan – santun pada guru, berakhlaq yang baik terhadap guru maupun
temannya

B. Saran - saran
1. Sebaiknya sebagai seorang murid, niat belajar karena Allah, belajar dengan sungguh –
sungguh dan hormat kepada guru

2. Sebagai guru : sebaiknya mengajar hanya mengharap ridho Allah dan bersifat ikhlas dan
sabar dalam mendidik
DAFTAR PUSTAKA

Lilis,Redmon. 2021. Filsafat Pendidikan Islam.Bandung: Media Sains Indonesia


Mahfud .2017. Paradigma Baru Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Prenada Media Group
Rahmayulis . 2008 . Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia

Anda mungkin juga menyukai