1
KONSEP-KONSEP PERILAKU ASERTIF
2
asertif adalah perilaku yang mengarah langsung
kepada tujuan, jujur, terbuka, penuh percaya diri,
dan teguh pendiriannya. Sedangkan menurut
Mulvani (1989) perilaku asertif adalah perilaku
pribadi menyangkut emosi yang tepat, jujur,
relatif terus terang, tanpa perasaan cemas pada
orang lain.
Taubmaa (Retaaningsih, 1992) mengartikan
assertiveness sebagai ekspresi dari
perasaan-perasaan keinginan-keinginan, dan
kebutuhan-kebutuhan, belajar bertindak atas
dasar perasaan, keinginan, dan kebutuhan
tersebut dan menghormati perasaan, keinginan,
dan kebutuhan orang lain.
Menurut Calhoun (1990) asertivitas berarti
bertahan pada hak-hak pribadi dan
mengekspresikan pikiran - pikiran, perasaan -
perasaan, dan keyakinan secara langsung, lujur,
dan tepat. Weaver (Susanto, 1997) mengartikan
asertivitas sebagai kemampuan untuk
mengungkapkan apa yang ada dalam pikiran dan
perasaan dengan yakin dan manipu. Perilaku
asertif seseorang pada hakekatnya mencakup
tiga klasifikasi umum perilaku, yaitu tepat dalam
cara menolak permintaan orang lain, ekspresi
yang tepat dari pikiran-pikiran dan
perasaan-perasaan seria ekspresi yang tepat dari
keinginan-keinginan yang dimiliki (Wood dan
Mallinekrodt dalam Prabana, 1997). Kelley
(Prabana, 1997) mengatakan bahwa asertif
adalah sikap seseorang dalam mengekspresikan
3
dirinya dengan landasan hak pribadinya sendiri
ianpa menyakiti atau menyinggung hak pribadi
orang lain Perilaku asertif merupakan ekspresi
yang tepat dari beberapa emosi selain kecemasan
kepada orang lain (Wolpe dalam Yogaryjantono,
1991).
Menurut Rathus (Retaaningsih, 1992)
menggambarkan perilaku asertif sebagai perilaku
yang mengandung keberanian dalam
mengekspresikan perasaan yang sesungguhnya,
berani membela hak –hak asasi serta berani
menolak permintaan-permintaan yang tidak
beralasan keinginan, dan kebutuhan individu
pada orang lain serta untuk mendapatkan
penghargaan lebih khusus lagi, Kanfer dan
Goldstein (Syarani, 1995) menyatakan bahwa
orang yang asertif akan dapat membela diri
ketika diperlakukan secara tidak adil, memberi
tanggapan terhadap masalah yang
mempengaruhi menu kehidupannya, dan mampu
menyatakan cintanya terhadap orang yang
berarti dalam kehidupannya.
Kanfer dan Goldstein (Syarani, 1995)
menyatakan bahwa orang yang asertif akan dapat
membela diri ketika diperlakukan secara tidak
adil, memberi tanggapan terhadap masalah yang
mempengaruhi kehidupannya, dan mampu
menyatakan cintanya terhadap orang yang
berarti dalam kehidupannya.
4
Menurut Rimm dan Master (Susanto, 1997)
perilaku asertif yaitu suatu perilaku interpersonal
yang berupa pernyataan perasaan yang bersifat
jujur dan relatif langsung. Asertivitas seseorang
secara tidak langsung akan membuat orang lain
merasa dituntut untuk menghargai atau tidak
meremehkan keberadaannya. Orang yang asertif
tidak mengabaikan hak-haknya dan tidak
membiarkan orang lain melanggar hak-haknya
tersebut Dengan sikap asertif seseorang
memandang keinginan, kebutuhan, dan hak–
haknya sama dengan keinginan, kebutuhan, dan
hak-hak orang lain (Lloyd dalam Syarani, 1991).
Orang yang asertif akan memberikan respon
yang lebih bersifat terbuka, jujur, penuh
penghargaan serta pertimbangan terhadap orang
lain (Agustin dalam Syarani, 1993) karena
respon asertif lebih bersifat akomodatif daripada
respon pasif maupun respon agresif di dalam
menghadapi situasi-situasi tertentu. Alberti dan
Emmons, dkk (Retnaningsih, 1992) menyatakan
bahwa orang asertif diasumsikan memiliki
konsep diri yang positif yaitu salah satu cirinya
adalah harga diri mereka tinggi. Bloom, dkk
(Yogaryjantono, 1991) mengemukakan bahwa
perilaku asertif merupakan tengah-tengah antara
perilaku agresif di salah satu sisi dan perilaku
pasif di sisi lain. Maksud perilaku asertif adalah
perilaku untuk berkomunikasi secara langsung
dan terbuka, sedangkan perilaku agresif adalah
untuk rnendominasi, untuk mendapatkan apa
5
yang diinginkannya dengan mengorbankan
orang lain. Sedangkan perilaku pasif merupakan
perilaku yang tidak menyatakan perasaan,
gagasan, dan kebutuhannya dengan tepat serta
mengabaikan hak-haknya sendiri. Perilaku pasif
ini biasanya bersifat emosional, tidak jujur dan
tidak langsung, terhambat dan menolak diri
sendiri. Individu yang pasif akan membiarkan
orang lain menentukan apa yang harus
dilakukannya dengan sering berakhir dengan
perasaan cemas, kecewa terhadap diri sendiri,
bahkan kemungkinan akan berakhir dengan
kemarahan dan perasaan tersinggung. Sedangkan
asertivitas menurut Graham, Rees, dan Townend
(Reputrawati, 1996) adalah perilaku kontinum
yang berada di antara perilaku agresif dan
perilaku pasif Perilaku agresif merupakan
perilaku yang ekspresif tetapi umumnya bersifat
defensive,merusak diri dan orang lain yang
sering berakhir dengan rasa frustasi dan kesepian
Sementara itu perilaku pasif adalah perilaku atau
sikap menghargai konflik dengan orang lain
dengan cara mendapatkan keinginan -
keinginannya sendiri di bawah keinginan -
keinginan orang lain atau lebih mendahulukan
keinginan dan kebutuhan orang lain serta
mengorbankan keinginan sendiri karena takut
dan kurang percaya diri. Selain diwujudkan
dengan komunikasi langsung, asertivitas juga
dapat diwujudkan dengan komunikasi non verbal
atau body language yang rneliputi mimik, gerak
tubuh, postur, nada, dan tekanan suara, (Bloom
6
dkk dalam Retnaningsih, 1998). Kontak mata
langsung yang menunujukkan ekspresi
sungguh-sungguh, postur tubuh yang tegap dan
menghadap lawan bicara akan menambah
pengaruh pesan yang disampaikan, gerakan
isyarat yang tepat, ekspresi wajah serta tekanan
dan volume suara yang dimodulasi yang akan
rnenimbulkan kesan yang meyakinkan, semua
itu contoh dari asertivitas non verbal. Kelley
(Syarani, 1993) menyatakan bahwa orang yang
asertif mampu mengekspresikan emosi secara
tepat tanpa adanya kecemasan terhadap orang
lain. Orang yang asertif sebagai orang yang
dapat mewujudkan perasaannya yang asli,
menegakkan hak-hak pribadi masing-masing,
dan menolak permintaan-permintaan dari orang
lain yang tidak tnasuk akal dengan cara yang
tidak menghina, tidak mengancam, dan tidak
meremehkan orang lain (Rathus dalam
Reputrawati, 1996).
Atkinson (1997) menyatakan bahwa
menjadi asertif mensyaratkan apa hak-hak anda,
atau apa yang diinginkan dari suatu situasi dan
mempertahankannya sekaligus tidak melanggar
hak orang lain. Keasertifan adalah keadaan
pikiran-pikiran juga mempunyai keterampilan
komunikasi verbal dan non verbal tertentu.
Keasertifan juga tentang mempunyai pikiran,
dan menjalankan pikiran itu. Keasertifan adalah
mampu menyatakan bahwa anda tidak memilih
untuk mengklain hak anda di dalam semua
7
situasi, karena anda tahu jika anda mau atau
perlu melakukannya, anda dapat melakukannya.
Menurut Lazarus (dalam Fensterheim & Baer)
perilaku asertif adalah:
Perilaku yang penuh ketegasan yang timbul
karena adanya kebebasan emosi dari setiap usaha
untuk membela hak-haknya serta adanya
keadaan efektif yang mendukung meliputi:
1) mengetahui hak pribadi,
2) berbuat sesuatu untuk mendapatkan hak-hak
tersebut dan melakukan hal itu sebagai
usaha untuk mencapai kebebasan emosi.
8
FAKTOR FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PERILAKU ASERTIF
9
stereotip yang ada. Berdasar uraian tersebut
dapat diduga bahwa laki-laki lebih asertif
daripada perempuan.
b. Harga diri
Alberti dan Emmons (Hidayati, 1987)
mengatakan bahwa orang-orang yang asertif
diasumsikan memiliki konsep diri yang
positif. Orang yang memiliki konsep diri
positif dengan sifat-sifat penerimaan diri,
evaluasi cfiri yang positif dan harga din
yang tinggi, akan merabuat mereka merasa
aman dan memiliki rasa percaya diri yang
tinggi dalam kancah sosial. Konsep diri
berkorelasi positif dengan perilaku asertif,
karena harga diri merupakan bagian dari
konsep diri artinya seseorang yang harga
dirinya rendah maka konsep dirinya rendah
(Retnaningsih, 1992).
Rasa percaya diri pada orang yang
memiliki konsep diri positif akan
memherikan kebevanian untuk
menyampaikan pikiran dan perasaan yang
sebenamya kepada orang lain tanpa disertai
kecemasan, mampu rnenerima pikiran dan
perasaan orang lainBloom, dkk
(Retnaningsih, 1992) mengemukakan bahwa
antara harga diri dengan asertivitas
mempunyai hubungan yang sangat erat dan
saling terkait. Individu yang mempunyai
harga diri tinggi akan mampu berperilaku
asertif dan kemampuannya dalam
10
berperilaku asertif akan meningkatkan pula
harga dirinya. Jadi orang yang konsep
dirinya positif biasanya lebih berani
mengekspresikan dirinya sendiri, berani
menyatakan pendapat tanpa takut dicela
sedangkan orang yang konsep dirinya
rendah akan cenderung merasa tidak arnan,
tertekan, dan kurang percaya diri sehingga ia
akan cemas. Keadaan tersebut akan
membuat seseorang menjadi sulit dalam
menyampaikan ide, perasaan -perasaan, dan
pikiran-pikiran kepada orang lain, yang
akibatnya ia tidak memiliki keberanian
untuk menyampaikan pikiran dan perasaan
yang sebenarnya kepada orang lain, ini yang
menjadikan seseorang itu menjadi tidak
asertif.
c. Pola asuh orang tua dan lingkungan
Kualitas perilaku asertif seseorang
sangat dipengarahi pengalaman masa anak–
anaknya (Andu, 1993). Pengalaman tersebut,
yang kebanyakan berupa interaksi dengan
orang tua maupun anggota keluarga lainnya,
sangat menentukan pola respon seseorang
dalam mengliadapi berbagai masalah setelah
ia menjadi dewasa kelak. Seorang anak yang
selalu mendapat larangan setiap kali
melakukan sesuatu, rnaka akan membuatnya
takut untuk mencoba bertindak atau berbuat
lainnya. Adanya larangan yang
terus-menerus akan menjadikan seorang
anak terlalu berhati-hati dan tidak spontan
11
dalam mengemukakan perasaannya
Sehingga anak terbiasa untuk berperilaku
tidak asertif.
Sedangkan menurut Rathus dan
Domikus (Prabana, 1997) tingkah laku
asertif berkembang secara bertahap sebagai
hasil mteraksi antara anak dan orang tua
serta orang–orang dewasa lain disekitarnya
karena semenjak anak-anak, peran
pendidikan perempuan dan laki-laki telali
dibedakan oleh masyarakat artinya sejak
kecil anak laki-laki dibiasakan tegas dan
kompetitif Hasil penelitian Sari (1989)
dibuktikan bahwa anak laki –laki lebih tegas,
mandiri, tidak begitu tergantung pada
kelompok bermainnya maupun pada
bantuan orang dewasa, dan mereka lebih
berani menghadapi situasi-situasi yang
menakutkan daripada anak perempuan.
Keadaan tersebut menurut Berzonsky
(Prabana,1997) lebih disebabkan karena
perbedaan sikap orang tua terhadap anak
perempuan dan anak laki-laki. umumnya
orang tua bersikap lembut terhadap anak
perempuan dalam berbagai segi. Terhadap
kesalahan atau kenakalan biasanya anak
perempuan dihadapi dengan ekspresi wajah
tidak suka atau dimarahisecara verbal
sedangkan pada anak laki–laki lebih banyak
dikenai hukuman fisik. Hal ini
menyebabkan anak perempuan lebih
memperhatikan perasaan orang lain
12
sedangkan anak laki-laki lebih agresif dan
asertif.
Selain itu, dalam kehidupan
bermasyarakat yang menunjukkan bahwa
asertivitas bukan milik semua orang karena
masyarakat mengajarkan asertivitas kurang
sesuai untuk anak perempuan dan adanya
tuntutan masyarakat yang menjadikan
laki-laki lebih agresif mandiri, dan
kompetitif, sehingga anak perempuan lebih
pasif terhadap hal-hal yang kurang berkenan
dihatinya, tergantung, dan
konformis(Yogaryjantono, 1991). Sehingga
lingkungan memang cukup besar
peranannya pada perkembangan individu
(Walgito,1997), terutama pada perilaku
individu. Kimble (Retnaningsih, 1992)
mengemukakan bahwa anak laki-laki lebih
tegas dan dominan daripada anak
perempuan baik verbal maupun non verbal,
hal ini ditunjukkan jika mereka
bersama-sama dalam satu situasi, pada
keadaan heterogen tersebut akan tampak
bahwa anak perempuan lebih tidak asertif
jika dibandingkan anak laki-laki. Anak
perempuan akan asertif jika mereka dalam
satu situasi dengan sesama jenisnya.
Sementara itu Kaplan dan Sedney (Hidayati,
1987) menemukan bahwa untuk laki-laki
cenderung asertif daripada perempuan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
cara pola asuh dan lingkungan berperan
13
dalam menentukan perkembangan perilaku
asertif seseorang.
d. Kebudayaan
Setiap kebudayaan mempunyai aturan
yang berbeda-beda, perbedaan ini dapat
mempengaruhi pembentukan pribadi
masing-masing individu terutama dalam
perilaku asertifnya. Prihatin (1987) hasil
penelitiannya mengemukakan bahwa
mahasiswa Batak lebih asertif dari pada
mahasiswa Jawa. Sue, dkk (Reputrawati,
1996) mengatakan bahwa mahasiswa
Amerika keturunan Asia pada umumnya
lebih introvert., tidak asertif dan pasif jika
dibandingkan dengan mahasiswa Amerika
keturunan Eropa. Arsante dan Gudykunis
(Retnaningsih, 1992) mengemukakan bahwa
dalam negara-negara yang mempunyai
nilai-nilai kebudayaan maskulin seperti
Jepang, Australia, Venezuela, Italia,
Meksiko, Inggris, dan Jerman, kompetisi
dan perilaku asertif lebih dipentingkan,
sebaliknya pada negara-negara yang
mempunyai nilai-nilai feminin seperti
Swedia, Belanda, Denmark, Chile, Portugal,
dan Muangthai lebih mengutamakan
Mnurturance (pemeliliaraan) dan belas
kasihan. Kebudayaan Jawa menganut dua
kaidah atau prinsip yang menentukan pola
pergaulan dalam masyarakat, yaitu prinsip
kerukunan dan prinsip hormat (Suseno,
1985 ).Sikap orang Jawa yang
14
mengutamakan kepentingan umum atau
masyarakat juga ditanamkam rasa malu,
sungkan, dan takut sebagai sikap hormatnya
pada orang lain juga untuk menghindari
pertikaian atau konflik, bila dikaitkan
dengan perilaku asertif, kebudayaan Jawa
tersebut kurang mendukung asertivitas
masyarakatnya. Di samping itu, sejak kecil
anak dididik untuk malu, takut dan sungkan
sehingga dapat membentuk rasa percaya diri
yang rendah, kurang imsiatif tidak spontan,
kurang ekspresif takut untuk
mengemukakan pendapatnya maupun
perasaannya serta ide-idenya sehingga anak
menjadi tidak maju dan kurang berkembang.
Dari uraian kebudayaan Jawa khususnya,
pendidikan dan lingkungan budaya Jawa
terutama Jawa Tengah cenderung
menghasilkan masyarakat yang kurang
asertif Di lingkungan sekolah SMU Negeri I
Kebumen kebanyakan para siswa
kebudayaannya adalah Jawa.
e. Tingkat pendidikan
Caplow (Yogaryiantono, 1991)
mengatakan bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang akan semakin ada
kecenderungan untuk sukses dalam bekerja.
Semakin orang berpendidikan akan semakin
mengenal dirinya secara lebih baik,
termasuk kelebihan dan kekurangannya,
sehingga mereka cenderung mempunyai
rasa percaya diri. Dengan pengalaman
15
pendidikan formal yang dialami individu
akan berakibat besar terhadap sikap,
konsepsi, dan cara berpikir. Dalam
bertingkah laku, lebih fleksibe, lebih terbuka
terhadap pembaharuan, serta ingatan dan
perasaannya lebih luas, ini akan membawa
seseorang menjadi percaya diri yang
orientasi segala perilakunya lebih dititik
beratkan pada keputusannya sendiri
(Yogaryjantono, 1991).
Diperkuat dengan hasil penelitian
Domikus (1988) menyebutkan bahwa orang
yang mempunyai percaya diri yang baik
akan lebih dapat berperilaku asertif. Selain
itu juga didukung oleh Firth dan Snyder
(Prabana 1997) faktor umur dan tingkat
pendidikan memiliki pengaruh terhadap
perkembangan asertivitas.
f. Jenis pekerjaan dan lama kerja
Penelitian Kiecolt dan Mc Grath
(Prabana 1997) menyimpulkan bahwa jenis
pekerjaan berpengaruh terhadap asertivitas
individu artinya jenis pekerjaan yang banyak
melibatkan individu dengan orang lain akan
berpengaruh positif terhadap kemampuan
seseorang dalam berperilaku asertif karena
banyaknya hubungan interpersonal yang
dilakukan. Penelitian tersebut didukung oleh
Koentjoro (1987) yang menyatakan bahwa
beberapa hal yang diduga mempengaruhi
self asertiveness adalah pekerjaan yang
banyak menuntut hubungan interpersonal.
16
Selain itu peneiitian Windiatti
(Yogaryjantono, 1991) bahwa ada
perbedaan tingkat asertivitas wanita karier
dengan karakteristik pekerjaan yang berbeda.
Lama kerja juga bisa berpengaruh terhadap
asertivitas seseorang. Masa kerja yang
semakin lama akan menambah pemahaman
tentang pekerjaan, menambah kelancaran
tugas, dan menambali tanggung jawab.
Dengan bertambah kemampuannya tersebut,
akan mempunyai perasaan puas terhadap
pekerjaannya karena menghasilkan
pekerjaan dengan hasil baik dan
mendatangkan sikap positif terhadap
pekerjaannya. Hal itu sejalan dengan
peneiitian yang dilakukan Fensterheim dan
Baer (Susanto, 1997) menyatakan bahwa
semakin seseorang memiliki tingkah laku
asertif dalam hubungannya dengan
pekerjaan dan semakin bersedianya untuk
menunjukkan dirinya, rnakin besar pula
kepuasan yang akan diperoleh.
g. Kondisi sosial ekonomi dan intelegensi
Faktor sosial dan intelegensi seseorang
mempengaruhi tinggi rendahnya asertivitas
seseorang Ditunjukkan oleh hasil peneiitian
Sehartz dan Gottman (Retnaningsih, 1992)
menunjukkan bahwa individu yang memiliki
status sosial ekonomi dan intelegensi yang
tinggi pada umumnya tinggi pula nilai
asertivitasnya. Johandar (1980)
menambahkan bahwa antara intelegensi dan
17
prestasi belajar memiliki korelasi yang
positif artinya jika intelegensi semakin
tinggi semakin tinggi pula prestasi
belajarnya.Ditinjau dari jurusan yang ada di
SMU terutama jurusan IPA dan jurusan IPS
makajurusan berkaitan dengan intelegensi.
Hal itu karena untuk memilih jurusan
disesuaikandengan kemampuan.
Kemampuan seseorang melibatkan
intelegensi dan prestasi belajar.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan
bahwa asertivitas seseorang tidak
munculdengan sendirinya atau sekedar
perilaku yang dialami yang dibawa sejak
lahir. Lloyd (Syarani, 1995) mengatakan
bahwa walaupun bersifat alamiah, teiapi
perilaku asertifbukan sekedar perilaku
alamiah, perilaku asertif dipelajari dan
dikembangkan karena faktor-faktor yang
mempengaruhi asertivitas seseorang.
Faktor-faktor tersebut adalah harga diri pola
asuh dan lingkungan, kebudayaan, tingkat
pendidikan, jenis pekerjaan dan lama kerja,
serta kondisi sosial ekonomi dan intelegen.
18
ASPEK-ASPEK PERILAKU ASERTIF
19
dan meminta seseorang untuk mengubah
perilaku, seperti meminjam uang dan
meminta untuk tidak berisik.
c. Aspek mengungkapkan perasaan suka,
cinta, dan sayang kepada orang
yang disenangi.
d. Aspek memulai dan terlibat percakapan.
Aspek ini diindikasikan oleh frekuensi
senyuman dan gerakan tubuh yang
mencerminkan reaksi perilaku, reson,
kata-kata yang menginformasikan
tentang diri/pribadi, atau bertanya
langsung.
2. Afirmasi diri (self affirmations).
Afirmasi diri terdiri dari tiga perilaku,
yaitu:
a. Mempertahankan hak
Mengekspresikan dan mempertahankan
hak adalah relevan pada macam-macam
situasi dimana hak pribadi diabaikan
atau dilanggar. Misalnya situasi dalam
hubungan teman dimana hakmu dalam
membuat keputusan tidak dihormati.
b. Menolak permintaan
Individu berhak menolak permintaan
yang tidak rasional dan permintaan yang
walaupun rasional, tapi tidak begitu
diminati. Hal ini bisa diungkapkan
dengan mengatakan “tidak” dan akan
membantu kita untuk menghindari
keterlibatan pada situasi yang akan
20
membuat penyesalan atau
ketidaknyamanan karena telah terlibat.
c. Mengungkapkan pendapat
Setiap individu memiliki hak untuk
mengungkapkan pendapatnya baik yang
sepaham maupun yang tidak sepaham
dengan orang lain.
3. Mengungkapkan perasaan negatif
(expressing negative feelings).
Perilaku ini meliputi pengungkapan
perasaan negatif tentang seseorang.
Sedangkan perilaku yang termasuk dalam
kategori ini adalah:
a. Mengungkapkan ketidaksenangan
Terdapat situasi-situasi tertentu
dimana individu merasa jengkel dan
kecewa terhadap pembicaraan atau
perilaku orang lain baik karena tidak
sependapat maupun melanggar haknya
yang menjadikan individu tersebut butuh
mengungkapkan rasa ketidaksenanganya
terhadap orang lain.
b. Mengungkapkan kemarahan
Pada dasarnya individu memiliki
tanggung jawab untuk tidak
merendahkan, mempermalukan, atau
memperlakukan dengan kejam
kepada orang lain, akan tetapi pada
situasi-situasi tertentu individu berhak
untuk mengungkapkan kemarahanya
dengan bahasa yang asertif.
21
22
CIRI-CIRI PERILAKU ASERTIF
23
pendapat atau pilihan tanpa merugikan
diri sendiri atau orang lain.
d. Memperhatikan situasi dan kondisi
Semua jenis komunikasi melibatkan
setidaknya dua orang dan terjadi dalam
konteks tertentu. Dalam bertindak
asertif, seseorang harus dapat
memperhatikan lokasi, waktu, frekuensi,
inrensitas komunikasi dan kualitas
hubungan.
e. Bahasa tubuh
Dalam bertindak asertif yang
terpenting bukanlah apa yang dikatakan
tetapi bagaimana menyatakannya.
Bahasa tubuh yang menghambat
komunikasi, misalnya: jarang tersenyum,
terlihat kaku, mengerutkan muka,
berbicara kaku, bibir terkatup rapat,
mendominasi pembicaraan, tidak berani
melakukan kontak mata dan nada bicara
tidak tepat.
Sikap asertif merupakan bentuk sikap yang
dipelajari dan sifatnya situasional. Galassi dan
Galassi menyatakan:
“Saying or doing certain things in one
situation might be labeled by observer as
“assertive”. In a different situation the same
behavior might be labeled as foolish or
inappropriate”.
Galassi dan Galassi mengemukakan bahwa
sikap asertif dapat diamati dari aspek-aspek
24
perilaku, yaitu kontak mata, ekspresi wajah,
postur tubuh dan volume serta intonasi suara.
Salah satu aspek yang tidak kalah penting dari
sikap asertif adalah langsung tidaknya suatu
respon positif yang ditunjukkan setelah situasi
sosial terjadi.
Fensterheim dan Baer (A'yuni, 2010)
mengatakan orang yang bersikap asertif
memiliki 4 ciri, yaitu :
1. Merasa bebas untuk mengemukakan
emosi yang dirasakan melalui kata dan
tindakan. Misalnya “inilah diri saya,
inilah yang saya rasakan dan saya
kehendaki”.
2. Dapat berkomunikasi dengan orang lain,
baik dengan orang yang tidak dikenal,
sahabat, dan keluarga dan dalam proses
berkomunikasi relatif terbuka, jujur, dan
sebagaimana mestinya.
3. Mempunyai pandangan yang aktif
tentang hidup, karena orang asertif
cenderung mengejar apa yang
diinginkan dan berusaha agar sesuatu itu
terjadi serta sadar akan dirinya
bahwa ia tidak dapat selalu menang,
maka ia menerima keterbatasanya. Akan
tetapi ia selalu berusaha untuk mencapai
sesuatu dengan usaha yang
sebaik-baiknya dan sebaliknya orang
25
yang tidak asertif selalu menunggu
terjadinya sesuatu.
4. Bertindak dengan cara yang
dihormatinya sendiri. Maksudnya karena
sadar bahwa ia tidak dapat selalu
menang. Ia menerima keterbatasan
namun ia berusaha untuk menutupi
dengan mencoba mengembangkan dan
selalu belajar dari lingkungan.
Sedangkan menurut Rakos (A'yuni, 2010)
seorang remaja yang bersikap asertif akan
mempunyai kemampuan untuk:
a. Berkata tidak
b. Meminta pertolongan
c. Mengekspresikan perasaan-perasaan
yang positif maupun yang negatif secara
wajar
d. Berkomunikasi tentang hal-hal yang
bersifat umum
26
mengambil keputusan antara menolak dan
menerima.
27
DEFINISI OPERASIONAL
28
yang seharusnya dilakukan dan mampu
mengungkapkan apa yang dipikirkannya.
29
PROSES PENGEMBANGAN
INSTRUMEN
30
Salah satu tahapan proses
pengembangan instrumen yang harus
diperhatikan adalah menyusun kajian teori.
Proses menyusun kajian teori merupakan
proses yang sangat menentukan langkah
berikutnya. Proses pemilihan teori yang
relevan dengan topik penelitian merupakan
proses yang memerlukan kecapakan dan
strategi tertentu. Akan mudah menyusun
kajian teori manakala ia paham betul topik
masalah yang hendak ditelitinya, kemudia ia
memiliki kemampuan untuk menemukan
referensi yang dibutuhkanya. Proses kajian
teori dilakukan sejak memikirkan masalah
yang akan diambil, bersamaan dengan
pencarian dan penemuan masalah itulah bisa
mencari dan menemukan referensi yang
relevan dengan topik kajiannya.
Pengkajian teori yang diambil dalam
intrumen ini merupakan kajian yang
komprehensif dimulai dari konsep-konsep
atau pengertian menurut beberapa ahli
tentang perilaku asertif dimana konsep yang
diambil adalah awal teori yang mendukung
untuk instrumen yang akan
dilakukan,faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku asertif, serta indikator (ciri-ciri)
perilaku asertif.
2. Pengembangan Kisi-Kisi dan Instrumen
31
Pada tahap ini variabel yang akan di
ukur akan ditempatkan bersama aspek-aspek
dan indikator dalam bentuk tabel spesifikasi
pada kisi-kisi instrumen yang kemudian
dilanjutkan dengan penulisan pernyataan.
Rumusan pernyataan sangat bergantung
kepada model skala yang digunakan. Dari
setiap pernyataan dicantumkan nomor butir
soal dan jumlah butir sesuai dengan aspek
dan indikator yang akan diukur.
Instrumen dibuat menggunakan
pernyataan yang sudah dibuat dari aspek dan
indikator yang nantinya bisa mengukur
variabel yang akan kita ukur dengan fakta
yang ada di lapangan dan hasil yang sesuai
dengan apa yang responden isi pada
instrumen.
3. Face Validity
Sebelum instrumen dibagikan kepada
seluruh jumlah responden yang ditentukan,
maka harus ada tahap face validity atau
validitas wajah yang merupakan kecocokan
diantara tampilan instrumen dengan
responden yang akan menanggapinya.
Pada tahap ini instrumen dibagikan dan
dibaca oleh beberapa responden yang dipilih
yaitu sebanyak 7 orang siswa kelas V
Sekolah Dasar, kemudian kita bisa melihat
raut wajah yang mereka tunjukan yang
kemungkinan pernyataan dalam instrumen
32
tersebut tidak dimengerti oleh para
responden atau siswa. Biasanya responden
dengan spontan bertanya tentang pernyataan
yang mereka tidak mengerti, dan kita
sebagai peneliti yang akan mengukur
perilaku asertif responden atau siswa
tersebut menandai pernyataan-pertanyaan
yang tidak dimengerti agar bisa mengubah
kata atau kalimat yang mudah dipahami
terutama untuk siswa Sekolah Dasar.
4. Uji Coba Lapangan
Uji coba dilapangan merupakan bagian
dari proses validasi empirik. Melalui uji
coba tersebut, instrumen diberikan kepada
sejumlah responden yang ditentukan yaitu
sebanyak 90 siswa kelas tinggi Sekolah
Dasar sebagai sampel uji coba yang
mempunyai karaketristik sama atau
ekuivalen dengan karakterisik populasi
penelitian. Jawaban atau respon dari sampel
uji coba merupakan data empiris yang akan
dianalisis untuk menguji validitas empiris
atau validitas kriteria yang dikembangkan.
5. Analisis Validitas
Kegunaan adanya analisis data untuk
menyusun data dalam cara yang bermakna
sehingga dapat dipahami, untuk memperoleh
jawaban atas pernyataan peneliti berupa
temuan penelitian.
33
Validitas adalah sejauh mana suatu alat
ukur atau tes melakukan fungsinya atau
mengukur apa yang seharusnya diukur.
Artinya, sejauh mana ketepatan dan
kecermatan suatu alat ukur dalam
melakukan fungsinya atau dengan kata lain
validitas adalah kecocokan antara alat ukur
dengan sasaran ukur.
Analisis validitas adalah proses yang
dilakukan secara sistematis untuk mencari,
menemukan dan mengumpulkan data yang
ada dilapangan agar sesuai dengan ketepatan
tujuan diadakannya pengukuran tersebut.
Instrumen ini dibagikan kepada 90
siswa kelas tinggi Sekolah Dasar di daerah
Kabupaten Bandung dengan 55 butir
pernyataan menyangkut dengan perilaku
asertif. Setelah dilakukan analisis validitas
yang di dapat dari hasil uji coba lapangan
didapat hanya 34 pernyataan dan 70 siswa
yang valid.
6. Analisis Reabilitas
Reabilitas adalah derajat konsistensi
data yang bersangkutan. Reabilitas
berkenaan dengan peryataan, apakah suatu
data dapat dipercaya sesuai dengan kriteria
yang telah ditetapkan. Suatu data dapat
dikatakan reliabel jika selalu memberikan
hasil yang sama jika diujikan pada
kelompok yang sama pada waktu atau
34
kesempatan yang berbeda. Data yang
memiliki reabilitas yang baik adalah lebih
dari 0,75 dan terbukti data yang telah
diujikan adalah reliabel.
7. Pengembangan Norma
Pada tahap ini setiap aspek dengan
pernyataan yang menyangkut perilaku
asertif yang diambil dari kisi-kisi instrumen
yang telah di validasi dan di reabilitas di
buat untuk mengetahui kategori perilaku
asertif rendah, sedang, dan tinggi dan
mengetahui akumulasi siswa yang
mempunyai perilaku asertif rendah, sedang,
dan tinggi.
35
KISI-KISI INSTRUMEN AWAL
36
saingan dalam hal
belajar (+)
4. Saya jarang
memberi ucapan
selamat kepada
teman yang
berprestasi (-)
5. Saya memberikan
pujian kepada teman
yang mendapat nilai
yang bagus (+)
2. Dapat 1. Saya memberi 4
mengungka ucapan selamat Soal
pkan terhadap
penghargaa pernghargaan yang
n pada didapat orang lain
orang lain (+)
37
2. Saya memberikan
selamat kepada
teman yang
mendapat nilai
bagus (+)
3. Saya
mengungkapkan
perasaan apapun
atas keberhasilan
yang di dapat teman
(+)
4. Saya kurang senang
jika orang lain
mendapat
keberhasilan (-)
3. Meminta 1. Saya berani 5
pertolongan meminjam sesuatu Soal
38
yang saya butuhkan,
misalnya buku
catatan (+)
2. Saya malu jika
harus meminta
bantuan teman untuk
mengantar bertemu
guru di
ruangannya(-)
3. Saya meminta
bantuan teman jika
saya kesulitan dalam
belajar (+)
4. Saya ragu untuk
meminjam pulpen
jika yang saya
punya habis (-)
39
5. Jika saya sedang
kesusahan saya tidak
mau untuk meninta
bantuan orang lain
(-)
4.Mengungka 1. Saya akan mengajak 4
pkan untuk berkenalan Soal
perasaan terlebih dahulu
suka, cinta, kepada teman baru
sayang (+)
kepada
orang yang 2. Saya kurang
disenangi menyukai orang
yang terlalu
mengandalkan orang
lain (+)
3. Saya pernah
mengungkapkan
40
perasaan kepada
orang yang saya
sukai (+)
4. Saya kesulitan
untuk
mengungkapkan
suatu hal yang
mengganggu di
dalam pikiran saya
kepada orang lain (-)
5. Memulai 1. Saya sungkan jika 5
percakapan harus bertemu Soal
dengan teman lama
(-)
2. Saya kesulitan
untuk menyapa
teman terlebih
41
dahulu (-)
3. Saya merasa tidak
perlu menyapa
teman terlebih
dahulu (-)
4. Saya malu berbicara
dengan orang yang
baru saya kenal (-)
5. Saya cbertanya
terlebih dahulu
kepada orang yang
baru saya kenal (+)
6. Terlibat 1.Saya cenderung 5
percakapan diam bila ada Soal
sesuatu yang tidak
saya mengerti (-)
42
2. Saya kesulitan bila
berdiskusi dengan
orang lain di dalam
kelompok (-)
3. Saya sangat senang
mengajak teman
untuk berdiskusi (+)
4. Saya sungkan untuk
terlibat percakapan
dengan orang lain
(-)
5. Saya kesulitan
berbicara dengan
banyak orang (-)
2. Perilaku Afirmasi diri 1.Mempertaha 1. Saya akan diam saja 5
Asertif nkan hak ketika buku saya Soal
yang yang dipinjam
43
(+) teman rusak (-)
2. Saya akan meminta
kembali uang saya
yang teman pinjam
(+)
3. Saya akan meminta
uang kembalian saya
yang kurang pada
penjual (+)
4. Saya ragu untuk
meminta kembali
buku saya yang
dipinjam teman (-)
5. Saya kurang senang
jika diperlakukan
tidak adil (+)
44
2. Menolak 1. Saya pernah 5
permintaan mengikuti teman Soal
yang mengajak
bolos (-)
2. Saya kesulitan
untuk tidak
mencontekan
jawaban ulangan
pada teman (+)
3. Saya menolak saat
teman mengajak
untuk berbuat
curang (+)
4. Saya menolak
ajakan teman untuk
keluar pada saat
pelajaran
45
berlangsung karena
gurunya tidak ada
dan hanya memberi
tugas (+)
5. Saya cenderung
menerima apapun
ajakan teman (-)
3.Mengungka 1. Saya akan diam saja 6
pkan walaupun saya tidak Soal
pendapat sependapat dengan
teman saya (-)
2. Saya sangat senang
jika membicarakan
pelajaran di sekolah
(+)
3. Saya aktif berbicara
jika berada dalam
46
sebuah diskusi (+)
4. Saya malu
menanggapi
jawaban teman
ketika sedang
berdiskusi (-)
5. Saya akan
mengikuti apapun
yang dikatakan oleh
teman saya ketika
berdiskusi (-)
6. Saya berani untuk
menolak jawaban
teman (+)
3. Perilaku Mengungkapkan 1.Mengungka 1. Saya akan menegur 5
Asertif perasaan negatif pkan teman jika Soal
ketidaksena mengingkari
47
(+) ngan janjinya (+)
2. Saya selalu diam
ketika disuruh untuk
melakukan hal yang
saya tidak sukai (-)
3. Saya kesulitan
untuk menegur
teman yang
membuat keributan
di kelas (-)
4. Saya akan membela
orang yang sedang
diganggu teman (+)
5. Saya kurang suka
ketika orang lain
tidak menuruti
48
keinginan saya (+)
2.Mengungka 1. Ketika saya 6
pkan tersinggung saya Soal
kemarahan cenderung diam (-)
2. Saya akan kesal jika
dituding melakukan
apa yang tidak
dilakukan (+)
3. Saya berusaha
untuk
menyembunyikan
kemarahan saya (-)
4 . Saya kurang bisa
untuk menahan
kemaharahan saya
(+)
49
5. Saya merasa lega
ketika dapat
mengungkapkan
kemarahan saya (+)
6. Saya senang jika
teman berbuat baik
kepada saya (+)
Jumlah 55
50
KISI-KISI INSTRUMEN AKHIR
51
teman yang
mendapat nilai yang
bagus (+)
2. Dapat 1. Saya memberi 1
mengungk ucapan selamat Soal
apkan terhadap
pengharga pernghargaan yang
an pada didapat orang lain
orang lain (+)
3. Meminta 1. Saya berani 5
pertolonga meminjam sesuatu Soal
n yang saya butuhkan,
misalnya buku
catatan (+)
2. Saya malu jika
harus meminta
bantuan teman
52
untuk mengantar
bertemu guru di
ruangannya(-)
3. Saya meminta
bantuan teman jika
saya kesulitan
dalam belajar (+)
4. Saya ragu untuk
meminjam pulpen
jika yang saya
punya habis (-)
5. Jika saya sedang
kesusahan saya
tidak mau untuk
meninta bantuan
orang lain (-)
53
4.Mengungka 1. Saya akan 3
pkan mengajak untuk Soal
perasaan berkenalan terlebih
suka, cinta, dahulu kepada
sayang teman baru (+)
kepada
orang yang 2. Saya kurang
disenangi menyukai orang
yang terlalu
mengandalkan
orang lain (+)
3. Saya pernah
mengungkapkan
perasaan kepada
orang yang saya
sukai (+)
5. Memulai 1. Saya sungkan jika 4
percakapan harus bertemu Soal
54
dengan teman
lama (-)
2. Saya kesulitan
untuk menyapa
teman terlebih
dahulu (-)
3. Saya merasa tidak
perlu menyapa
teman terlebih
dahulu (-)
4. Saya cbertanya
terlebih dahulu
kepada orang yang
baru saya kenal (+)
6. Terlibat 1.Saya cenderung 4
percakapan diam bila ada Soal
sesuatu yang tidak
55
saya mengerti (-)
2. Saya kesulitan bila
berdiskusi dengan
orang lain di dalam
kelompok (-)
3. Saya sangat senang
mengajak teman
untuk berdiskusil
(+)
4. Saya kesulitan
berbicara dengan
banyak orang (-)
2. Perilaku Afirmasi diri 1.Mempertah 1. Saya akan meminta 3
Asertif ankan uang kembalian Soal
hak saya yang kurang
(+) pada penjual (+)
56
2. Saya ragu untuk
meminta kembali
buku saya yang
dipinjam teman (-)
3. Saya kurang senang
jika diperlakukan
tidak adil (+)
2. Menolak 1. Saya pernah 3
permintaan mengikuti teman Soal
yang mengajak
bolos (-)
2. Saya kesulitan
untuk tidak
mencontekan
jawaban ulangan
pada teman (+)
3. Saya menolak saat
57
teman mengajak
untuk berbuat
curang (+)
3.Mengungka 1. Saya akan diam 3
pkan saja walaupun saya Soal
pendapat tidak sependapat
dengan teman saya
(-)
2. Saya sangat senang
jika membicarakan
pelajaran di sekolah
(+)
3. Saya aktif berbicara
jika berada dalam
sebuah diskusi (+)
3. Perilaku Mengungkapkan 1.Mengungka 1. Saya akan menegur 2
pkan teman jika
58
Asertif perasaan negatif ketidaksena mengingkari Soal
ngan janjinya (+)
(+)
2. Saya akan membela
orang yang sedang
diganggu teman (+)
2.Mengungka 1. Saya akan kesal 3
pkan jika dituding Soal
kemarahan melakukan apa
yang tidak
dilakukan (+)
2. Saya berusaha
untuk
menyembunyikan
kemarahan saya (-)
3. Saya senang jika
teman berbuat baik
59
kepada saya (+)
Jumlah 34
Keterangan:
60
KATEGORI HASIL PENGUKURAN
Keterangan
61
1. Kategori rendah ( X≤ 93 )
Jika dilihat dari hasil, kategori rendah
tidak bisa memunculkan perilaku asertif
dalam kehidupan kesehariannya. Ketiga
aspek yang harusnya ada dalam perilaku
asertif yaitu mengungkapkan perilaku positif
(dapat memberikan pujian, meminta
pertolongan, mengungkapkan perasaan suka,
memulai dan terlibat percakapan), afirmasi
diri (mempertahankan hak, menolak
permintaan, mengungkapkan pendapat),
mengungkapkan perasaan negatif
(mengungkapkan ketidaksenangan,
mengungkapkan kemarahan ).
2. Kategori sedang ( 94-105 )
Jika dilihat dari hasil, kategori sedang
belum bisa memaksimalkan perilaku asertif
dalam kehidupannya tetapi ketiga aspek
yang harusnya ada dalam perilaku asertif
yaitu mengungkapkan perilaku positif (dapat
memberikan pujian, meminta pertolongan,
mengungkapkan perasaan suka, memulai
dan terlibat percakapan), afirmasi diri
(mempertahankan hak, menolak permintaan,
mengungkapkan pendapat), mengungkapkan
perasaan negatif (mengungkapkan
ketidaksenangan, mengungkapkan
kemarahan ) sudah muncul meskipun belum
terlalu sering.
3. Kategori tinggi ( X≥106 )
62
Jika dilihat dari hasil, kategori tinggi
sudah bisa bisa memaksimalkan dan
memunculkan perilaku asertif yang ia
terapkan dalam kehidupan kesehariannya. Ia
bisa memunculkan ketiga aspek yang
harusnya ada dalam perilaku asertif yaitu
mengungkapkan perilaku positif (dapat
memberikan pujian, meminta pertolongan,
mengungkapkan perasaan suka, memulai
dan terlibat percakapan), afirmasi diri
(mempertahankan hak, menolak permintaan,
mengungkapkan pendapat), mengungkapkan
perasaan negatif (mengungkapkan
ketidaksenangan, mengungkapkan
kemarahan ). Orang yang mempunya
perilaku asertif yang tinggi bisa menjadi
pemimpin yang baik didalam kelompoknya
ataupun dimasyarakat.
Data ini merupakan hasil dari prosedur
pengembangan instrumen yang telah dilakukan,
sebanyak 70 siswa Sekolah Dasar diukur untuk
mengetahui perilaku asertif yang mereka miliki
yang didapat hasil data sebagai berikut:
1. SDN Girimukti
Kelas V : Sebanyak 34 siswa terdiri
dari 8 laki-laki dan 26
perempuan
2. SDN Cicumanggala
63
Kelas IV : Sebanyak 17 siswa terdiri
dari 7 laki-laki dan 10
perempuan
Kelas V : Sebanyak 9 siswa terdiri
dari laki-laki 5 dan 4
perempuan.
Kelas VI : Sebanyak 10 siswa terdiri
dari 4 laki-laki dan 6
perempuan
FREKUENSI
18%
23%
29%
64
Siswa laki-laki sebanyak 11% dan
perempuan sebanyak 18%.
Rendah : Dari 70 siswa 23% yang
mempunyai perilaku asertif rendah.
Siswa laki-laki sebanyak 9% dan
perempuan sebanyak 14%.
65
PENUTUP
66
DAFTAR PUSTAKA
67
JIAN_TEORI_DALAM_PENELITIAN.
UNY. Diaskes 20 Desember 2017.
Syarani, D. (1995). Perilaku Asertif dan
Kecemasan Komunikasi Interpesonal.
(Skripsi). Yogyakarta: Fakultas
Psikologi Universitas Gadjah Mada.
68
LAMPIRAN
69
Berilah tanda (√) pada pada salah satu kolom
jawaban yang tersedia dengan pilihan S (Setuju),
C (Cukup Setuju), K (Kurang Setuju), TS
(Tidak Setuju).
No Pernyataan S CS KS TS
1 Saya memberi ucapan
selamat terhadap
penghargaan yang
didapat orang lain
2 Saya berani
meminjam sesuatu
yang saya butuhkan,
misalnya buku catatan
3 Saya mengajak untuk
berkenalan terlebih
dahulu kepada teman
baru
4 Saya sungkan jika
harus bertemu dengan
teman lama
5 Saya cenderung diam
bila ada sesuatu yang
tidak saya mengerti
6 Saya pernah
mengikuti teman
70
yang mengajak bolos
7 Saya akan diam
walaupun saya tidak
sependapat dengan
teman saya
8 Saya akan menegur
teman jika
mengingkari janjinya
9 Saya paham akan
kemampuan yang
saya miliki
10 Saya malu jika harus
meminta bantuan
teman untuk
mengantar bertemu
guru di ruangannya
11 Saya kurang
menyukai orang yang
menyuruh orang lain
melakukan sesuatu
yang dinginkannya
12 Saya kesulitan untuk
menyapa teman
terlebih dahulu
13 Saya kesulitan bila
berdiskusi dengan
orang lain di dalam
71
kelompok
14 Saya kesulitan untuk
mencontekan jawaban
ulangan pada teman
15 Saya sangat senang
jika membicarakan
pelajaran di sekolah
16 Saya akan kesal jika
dituduh melakukan
perbuatan yang tidak
dilakukan
17 Saya meminta
bantuan teman jika
saya kesulitan dalam
belajar
18 Saya pernah
mengungkapkan
perasaan kepada
orang yang saya sukai
19 Saya tidak perlu
menyapa teman
terlebih dahulu
20 Saya sangat senang
mengajak teman
untuk berdiskusi
21 Saya akan meminta
uang kembalian saya
72
yang kurang kepada
penjual
22 Saya menolak saat
teman mengajak
untuk berbuat curang
23 Saya aktif berbicara
jika berada dalam
sebuah diskusi
24 Saya berusaha untuk
menyembunyikan
kemarahan saya
25 Saya jarang memberi
ucapan selamat
kepada teman yang
berprestasi
26 Saya ragu untuk
meminjam pulpen
jika yang saya punya
habis
27 Saya ragu untuk
meminta kembali
buku yang dipinjam
teman
28 Saya memberikan
pujian kepada teman
yang mendapat nilai
yang bagus
73
29 Jika saya sedang
kesusahan saya tidak
mau untuk meminta
bantuan orang lain
30 Saya bertanya terlebih
dahulu kepada orang
yang baru saya kenal
31 Saya kesulitan
berbicara dengan
banyak orang
32 Saya kurang senang
jika diperlakukan
tidak adil
33 Saya akan membela
orang yang sedang
diganggu teman
34 Saya senang jika
orang teman berbuat
baik kepada saya
74
75