Anda di halaman 1dari 28

TES KEPRIBADIAN

Mata Kuliah : Instrumentasi Tes


Dosen : Yuda Syahputra, M.Pd

Disusun Oleh (Kelompok 10) :

1. Fira Nanda Rahma 201901500688

2. Syifa Fauziah 201901500767

Kelas R4H

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN SOSIAL

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI

i
MEI, 2021

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada ALLAH SWT karena atas rahmat dan keberkahannya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami mmengucapkan terima kasih sebesar-sebesarnya kepada Bapak Yuda Syahputra, M.Pd
selaku dosen pengampu mata kuliah Instrumentasi Tes. Karena beliau sudah memberikan
banyak ilmu dan bimbingan kepada kami.

Kami juga mengucapkan terima kasih sebesar-sebesarnya kepada orang tua kami dan semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Karena dalam pembuatan
makalah, saya banyak mengambil berbagai sumber dan refrensi dan pengarahan dari berbagai
pihak.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kebaikan makalah ini dan diri kami
kedepannya dalam menyusun makalah selanjutnya.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk
semua pihak yang membaca…

           

Jakarta, Mei 2021

Fira Nanda R & Syifa Fauziah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................................1
C. Tujuan....................................................................................................................................1

BAB II
PEMBAHASAN
A. Tes Kepribadian.....................................................................................................................2
B. Inventory Kepribadian Lapor Diri.........................................................................................2
C. Mengukur Minat dan Sikap...................................................................................................6
D. Teknik-Teknik Proyektif.......................................................................................................9
E. Teknik-Teknik Penaksiran Lainnya.....................................................................................13
F. Hipotesis Proyektif...............................................................................................................14
G. Prosedur Apresepsi Alternative...........................................................................................15
H. Prosedur Proyektif Tanpa Gambar......................................................................................16

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN...................................................................................................................21

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................19

ii ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai calon konselor atau guru BK, diperlukan pemahaman mengenai kepribadian
konseli. Manfaat dari mengetahui kepribadian konseli agar konseling berjalan dengan
efektif dan efisien. Serta dari pemahaman kepribadian konseli itu lah konselor menjadi
tahu apa yang dibutuhkan oleh konseli/siswa.

untuk mengetahui kebutuhan individu, maka kita bisa menggali pemahaman dan
pengetahuan mengenai kepribadian individu tersebut melalui Tes Kepribadian.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Tes Kepribadian?

2. Apa yang dimaksud dengan inventory kepribadian lapor diri?

3. Apa yang dimaksud dengan mengukur minat dan sikap?

4. Apa yang dimaksud dengan teknik - teknik proyektif?

5. Apa yang dimaksud dengan teknik-teknik penaksiran lainnya?

6. Apa yang dimaksud dengan hipotesis proyektif?

7. Apa yang dimaksud dengan prosedur aprespsi alternative?

8. Apa yang dimaksud dengan prosedur proyektif tanpa gambar?

C. Tujuan

1. Mampu mengindentifikasikan tes kepribadian

2. Mampu mengindentifikasikan inventory kepribadian lapor diri

3. Mampu mengindentifikasikan mengukur minat dan sikap

4. Mampu mengindentifikasikan teknik - teknik proyektif

5. Mampu mengindentifikasikan teknik-teknik penaksiran lainnya

6. Mampu mengindentifikasikan hipotesis proyektif

1
7. Mampu mengindentifikasikan prosedur aprespsi alternative

8. Mampu mengindentifikasikan prosedur proyektif tanpa gambar

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tes Kepribadian

Perintis awal testing kepribadian diilustrasikan oleh penggunaan kraepelin atas tes
asosiasi bebas dengan pasien-pasien psikiatris. Dalam tes ini peserta ujian diberi kata-
kata stimulus yang dipilih secara khusus dan mereka diminta memberikan respon pada
setiap kata dengan kata pertama yang muncul dalam benak mereka. Kraepelin juga
menggunakan teknik ini untuk mempelajari efek-efek psikologis dari keletihan, lapar dan
obat bius.

Kepribadian menurut allport adalah suatu organisasi yang dinamis yang berada dalam
individu dari sistem psikofisik yang men- ciptakan pola karakteristik individu dalam
berperilaku berpikir dan merasakan. Kepribadian adalah sesuatu yang memberi tata tertib
dan keharmonisan terhadap segala macam tingkah laku berbeda-beda yang dilakukan
oleh individu. Kepribadian mencakup usaha-usaha menyesuaikan diri yang beraneka
ragam namun khas yang dilakukan oleh individu. Kepribadian merupakan istilah untuk
menunjukkan hal-hal khusus tentang individu dan yang membedakannya dari se- mua
orang lain, atau kepribadian merupakan hakekat keadaan ma- nusiawi (hall & lindzey,
1993).

Tes kepribadian merupakan suatu alat ukur yang disusun untuk mengungkap kepribadian
seseorang. Untuk menggunakan suatu alat ukur kepribadian perlu melihat landasan
teoritisnya sehingga dapat menggunakan alat tersebut dengan tepat. Alat tes yang di-
susun untuk mengungkap kepribadian secara garis besar dapat di- kelompokkan berdasar
: Teknik pengungkapannya (proyektif dan non proyektif), bentuk alat (verbal dan non
verbal). Tes kepribadian yang menggunakan teknik proyektif sering disebut tes
proyektif.

B. Invetori Kepribadian Lapor Diri

1. Pengertian Invetori kepribadian

Menurut Abu Ahmadi dan Widodo (2005: 67) inventori adalah sejenis kuesioner
atau daftar beberapa item pertanyaan yang harus dijawab oleh responden secara

3
singkat. Item pertanyaan dapat berupa kalimat tanya atau kalimat berita”.
Sedangkan menurut Chaplin (2000: 26) “ inventori adalah satu alat untuk menaksir
dan menilai ada atau tidak adanya tingkah laku, sikap tertentu, dan seterusnya “.
Inventori merupakan salah satu metode yang tergolong metode laporan diri
(personal report) atau deskriptif diri ( self description).

Inventori kepribadian adalah instrumen untuk mengukur ciri-ciri emosi, motivasi,


antar pribadi dan sikap yang dibedakan dari kemampuan (Anastasi, 2007: 384).

Teknik self report personality berasumsi bahwa individulah orang yang paling tahu
tentang dirinya sendiri. Biasanya tes ini berbentuk kuesioner berisi pernyataan-
pernyataan yang meminta tanggapan/ respon dari testee.

Tes inventori adalah tes-tes yang terutama menggunakan paper dan pencil. Tes
inventori kepribadian merupakan self report questionnare, untuk menentukan
karakteristik-karakteristik kepribadian, minat (interested), sikap (attitude), dan nilai-
nilai (value). Tes inventori sangat berguna untuk mengetahui karakteristik
kepribadian seperti minat, penyesuaian diri, motivasi, dan prasangka.

2. Macam Inventori Kepribadian


a. MMPI (Minnesota Personality Inventory)
diterbitkan pada tahun 1940, Tes MMPI adalah tes psikologi yang digunakan
untuk proses diagnosa gangguan jiwa oleh psikiater seperti gangguan anti
sosial, gangguan seksual, gangguan depresi, kebohongan dan sebainya. Tes
MMPI ini berupa ratusan pernyataan dengan alternatif pilihan jawaban berupa
setuju (+) dan tidak setuju (+). saat melakukan tes, fisik harus sehat karena
membutuhkan ketahanan dan konsentrasi yang tinggi dalam merespon setiap
pernyataan.
Popularitas MMPI sampai saat ini masih sangat dipercaya, terutama di
Indonesia sebagai alat resmi diagnosa gangguan jiwa oleh psikiater dan di
bidang psikologi tidak kalah populer alat inventroi ini dengan alat-alat tes lain.
Kemungkinan besar karena alat ini dianggap hanya untuk mengukur
kecenderungan gangguan jiwa dan jumlah item yang dirasa cukup banyak
sehingga para psikolog cenderung mengabaikan. Padahal selain penggunaan
secara klinis, alat ini dari dulu sudah diakui untuk mengukur fit dan propertes
oleh psikiater terhadap klien yang menduduki suatu jabatan. Jadi alat ini tidak

4
selamanya digunakan untuk mendiagnosa gangguan klinis saja namun dapat
melihat gambaran kepribadian terutama dinamika psikologis yang terkait
dengan aspek kesehatan jiwa secara umum.
b. CPI (California Psychologycal Inventory)
CPI dikembangkan secara khusus pada populasi orang dewasa. Dalam revisi
terakhir CPI terdiri dari 434 butir soal yang harus dijawab “Benar” atau
“Salah” dan menghasilkan skor pada 20 skala (Gough dan Bradly, 1996). CPI
pada awal diterbitkan tahun 1956. Pada awalnya terdiri dari 480 butir soal,
diturunkan menjadi 462 butir soal dan terakhir 434 butir soal
c. PIC (Personality Inventory for Children)
Dikembangkan melalui 20 tahun riset oleh sekelompok peneliti di Universitas
Minnesota yang secara mendalam terpengaruhi oleh dasar pemikiran dan
penggunaan klinis MMPI. PIC dirancang untuk anak dan remaja usia 3 sampai
16 tahun. PIC awalnya terdiri dari 600 butir soal, yang dikelompokan ke
dalam 3 skala validitas ( skala kebohongan, skala frekuensi, dan skala sikap
defensif) sebuah skala penyaringan umum dan 12 skala klinis. PIC di revisi
menjadi PIC-R dan jumlah soalnya dikurangi dari 600 butir soal menjadi 420.
d. MCMI (Million Clinical Multiaxial Inventory)
Mengikuti tradisi MMPI dan dirancang untuk maksud yang sama. MCMI-III-
Million, Million and Davis, 1994) Diterbitkan pertama kali tahun 1977.
Belakangan dikembangkan menjadi 2 . Salah satunya adalah Million
Adolescent Clinical Inventory (MACI-Million, Million dan Davis, 1993)
digunakan untuk anak usia 13 dan 19 tahun dalam lingkup klinis. Sedangkan
Million Indenx of Personality Styles (MIPS-Million, 1994) untuk orang
dewasa.
e. 16 PF (Sixteen Personality Factor Questionnaire)
16 PF dirancang untuk umur 16 tahun keatas dan menghasilkan 16 skor dalam
ciri-ciri seperti : keberanian sosial, dominasi, kewaspadaan, stabilitas
emosional, dan kesadaran peraturan.
f. EPPS (Edward Personal Preference Schedule)
Dirancangkan untuk menaksir sistem kebutuhan nyata dikemukakan oleh
Murray dan rekan-rekannya di Harvard Psychological Clinic (Murray, et.al.,
1938) Yang akhirnya dibuatlah Edward Personal Preference Schedule (EPPS-
Edward, 1959). Dimulai dari 15 kebutuhan yang berasal dari daftar Murray.

5
Inventori ini terdiri atas 210 pasang pernyataan dimana butir soal dari 12 skala
lainnya.

g. PRF (Personality Research Form)

PRF mencontohkan pendekatan Douglas N Jackson terhadap pengembangan


tes kepribadian. Tersedia dalam lima pilihan berbeda, termasuk dua
rangkaian form parallel (A,B, dan AA,BB) dari 300 dan 400 butir soal.
Teknis analisis lebih canggih menggunakan computer terdiri dari 352 butir
soal dari butir-butir soal terbaik. Seperti insturmen kepribadian lainnya RPF
mengambil teori kepribadian Murray sebagai titik tolak.

h. Jackson Personality Inventory

Dikembangkan oleh PRF melalui prosedur penyusunan skala yang sama


dengan PRF namun lebih sempurna. Jackson menggunakan standar ketat yang
sama pada penyusunan Basic Personality Inventory. BPI sudah tampak
menjanjikan untuk digunakan secara klinis pada bidang kenakalan remaja.

3. Kelemahan Inventori Kepribadian

a. Bisa memunculkan distorsi atau bias pada respon, yaitu testee menjawab
pertanyaan sesuai dengan keinginan nya dan sesuai dengan ideal masyarakat.

b. Sulit digunakan pada populasi anak- anak, karena respon yang digunakan tidak
secara langsung melainkan melalui significant other nya yaitu orang tua nya
atau lingkungan nya.

4. Kelebihan Inventori Kepribadian

Stimulus dan respon yang diharapkan dari peserta tes jelas dan terstruktur, sehingga
Skor yang dihasilkan mudah dan jelas untuk diintepretasi.

5. Manfaat Inventori Kepribadian

a. Mengidentifikasi struktur dan karakteristik kepribadian

b. Memberi insight pada klien

c. Mengidentifikasi psikopatologi

6
d. Membantu menentukan karir

e. Membantu mengidentifikasi masalah tingkah laku, akademik dan kepribadian

6. Ciri - Ciri Tes Inventori Kepribadian

a. Terstandarisasi

b. Umumnya berupa instrumentasi self-report

c. Menggunakan pilihan respon/skala rating

C. Mengukur Minat Dan Sikap

1. Minat

Kecenderungan minat seseorang pada suatu objek atau kegiatan dapat diketahui
dengan mengukur minat dengan menggunakan angket, daftar isian, dan lembar
pengamatan. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk melakukan
pengukuran terhadap minat seseorang, Hurlock (2007) menyatakan bahwa
pengukuran minat dapat dilakukan dengan cara :

a. Observasi
Pengukuran dengan metode observasi ini memiliki keuntungan karena dapat
mengamati minat seseorang dalam kondisi wajar. Observasi dapat dilakukan
dalam setiap situasi, kelemahannya tidak dapat dilakukan terhadap situasi atau
beberapa hasil observasi yang bersifat subjektif.
b. Interview
Interview baik digunakan untuk mengukur minat,sebab biasanya seseorang
gemar memperbincangkan hobinya atau aktivitas lain yang menarik hatinya.
Pelaksanaan interview sebaiknya dilakukan dalam situasi santai, sehingga
percakapan dapat berlangsung secara bebas.
c. Kuesioner/angket
Yaitu mengajukan beberapa pertanyaan secara tertulis. Isi pertanyaan yang
diajukan dalam angket pada prinsipnya tidak berbeda dengan isi pertanyaan
wawancara. Dibandingkan dengan wawancara dan observasi, angket lebih
efesien
d. Inventori

7
Inventori adalah suatu metode untuk mengadakan pengukuran atau penilaian
yang sejenis kuesioner, yaitu sama-sama merupakan daftar pertanyaan secara
tertulis. Perbedaanya ialah dalam kuesioner responden menulis jawaban relative
Panjang sedangkan dalam inventori responden memberikan jawaban dengan
memberi lingkaran, tanda cek, mengisi nomor atau tanda-tanda lain yang berupa
jawaban singkat.

2. Sikap

Skala sikap merupakan suatu alat ukur yang digunakan untuk mengukur sikap, nilai,
karakteristik lain. Dalam skala sikap berisikan nilai-nilai bilangan untuk menilai
subjek, objek, atau perilaku-perilaku untuk maksud mengkualifikasikan atau
mengukur kualitas-kualitas, (Ary at al,.1985; gay,1987 ; Friedenburg, 1995).

Skala sikap sebab tidak seperti halnya hasil tes, hasil dai pengukuran skala sikap
tidak menyatakan kekuatan atau kelemahan, keberhasilan atau kegagalan. Skala
sikap mengukur seberapa jauh individu memiliki karakteristik nilai, keyakinan,
minat, atau pandangan terhadap sesuatu.

Contoh nya adalah skala sikap dapat digunakan untuk mengukur sikap siswa
terhadap ekonomi pada saat ini. Banyak peneliti mendefinisikan sikap sebagai afek
(perasaan) positif atau negative terhadap suatu kelompok, insitusi, konsep, atau
objek sosial tertentu.

Terdapat beberapa bentuk skala sikap yang dapat digunakan oleh peneliti sebagai
acuan dalam mengembangkan sikap yaitu :

a. Skala Likert
Skala likert mengukur sikap subjek terhadap suatu objek sikap dengan cara
meminta subjek untuk menyatakan apakah ia sangat setuju, setuju, tidak setuju.
Topik atau objek sikap tersebut disajikan melalui pernyataan-pernyataan yang
diekspresikan dalam bentuk kalimat positif dan kalimat negative. Respon subjek
selanjutnya diskor yang diberikan adalah 5,4,3,2 dan 1 untuk pernyataan sangat
setuju, setuju, tidak tahu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Sedangkan untuk
pernyataan negative pemberian skornya dilakukan dengan cara sebaliknya.
b. Skala Thurstone

8
Jika skala likert mengukur sikap dengan cara meminta subjek untuk menyatakan
tingkat kesetujuan terhadap suatu pernyataan, skala Thurstone mengukur sikap
dengan cara menyajikan suatu pernyataan tentang suatu topik yang merentang
dari sangat positif, netral, hingga sangat negative, dan meminta subjek untuk
memilih dari pernyataan-pernyataan tersebut yang sangat sesuai dengan
sikapnya.
c. Skala Guttam
Skala guttam juga disebut sebagai Teknik kumulatif. Skala ini dimaksudkan
untuk mengatasi kelemahan yang ada pada skala likert maupun Thurstone.
Sebagai contoh, skala Thurstone mengukur sikap terhadap perang, tidak
memisahkan pernyataan jika dari pernyataan-pernyataan yang menyangkut
dampak ekonomi yang disebabkan oleh perang, atau merefleksikan
kemungkinan aspek-aspek lain dari sikap terhadap perang.
Oleh karena itu, skala tersebut tampak mengkombinasikan beberapa dimensi
pada satu skala dan memunculkan problem dalam membuat interpretasi yang
tegas dari skor yang diperoleh. Untuk mengatasi problem yang terdapat skala
Likert dan Thurstone, Guttman mengembangkan suatu skala yang menekankan
hanya pada satu dimensi (unidimensional scale), dan dimaksudkan untuk
mengukur sikap subjek terhadap satu dimensi obyek. Suatu sikap dipandang
sebagai unidimensional hanya jika sikap tersebut menghasilkan suatu skala
kumulatif – yakni skala dimana butir-butirnya memiliki hubungan satu satu lain.
Misalnya, jika subjek setuju dengan butir nomor 2, ia juga setuju dengan butir 1;
subjek yang setuju dengan butir 3 juga setuju dengan butir 1 dan 2, dan
seterusnya. Subjek yang menyetujui butir-butir khusus dalam model skala ini
akan memperlihatkan skor tinggi pada total skala dibandingkan subjek yang
tidak menyetujui
d. Skala diferensial semantic
Merupakan pendekatan lain dalam mengukur sikap. model skala ini
dikembangkan oleh Osgood, Suci, dan Tannenbaum (Ary at al., 1985;
Friedenberg, 1995). Skala ini didasarkan pada asumsi bahwa obyek sikap
memiliki dua bentuk makna yang berbeda bagi individu, yakni: denotatif
(makna harfiah dari suatu kata) atau konotatif (makna yang ditunjuk). Dua
makna tersebut dapat dinilai secara bebas (independent). Orang pada umumnya
lebih mudah untuk menyatakan makna denotatif dari suatu obyek alih-alih

9
makna konotatif. Meskipun demikian, menurut Ary at al., (1985), kita dapat
mengukur makna konotatif dari suatu obyek secara tidak langsung dengan cara
meminta individu untuk menilai obyek dengan menggunakan sejumlah kata
sifat bipolar.
Berdasarkan pada studi analitik yang dilakukannya, Osgood at al. menemukan
tiga kluster kata sifat: (1) evaluatif, berisikan beberapa kata sifat seperti baik
atau buruk, berguna atau tak berguna; (2) potensi, meliputi kata-kata sifat seperti
kuat atau lemah, berat atau ringan; dan (3) aktivitas, berkaitan dengan kata sifat
seperti aktif atau pasif, cepat atau lambat. Di antara tiga kluster tersebut, dimensi
evaluatif tampak paling signifikan untuk mengukur sikap.

D. Teknik Teknik Proyektif

1. Pengertian

Proyeksi merupakan suatu proses pelampiasan dorongan, pe- rasaan dan sentimen
seseorang keluar melalui suatu media sebagai suatu mekanisme pertahanan diri,
proses tersebut terjadi tanpa di- sadari oleh yang bersangkutan. Adapun tes proyektif
adalah alat ukur kepribadian yang dalam mengungkap kepribadian menggunakan
media atau materi sebagai tempat untuk memproyeksikan dorong- an, perasaan
ataupun sentimen seseorang.

Ada dua macam tes proyektif yaitu yang berbentuk verbal dan non verbal. Tes
proyektif verbal yaitu tes proyektif yang materinya mau- pun reaksi subyek dan
instruksinya menggunakan bahasa, sehingga dalam tes ini dituntut suatu kemampuan
bahasa (contohnya SSCT dan EPPS). Tes proyektif non verbal yaitu tes proyektif
yang me- makai bahasa hanya instruksinya (contohnya TAT, Rorschach, Tes
Wartegg, Baum, DAM, HTP)

2. Tes Proyektif Verbal

a. SSCT

Test SSCT (Sack’s Sentence Completion Test) merupakan salah satu alat test
kepribadian berbentuk proyeksi yang menggunakan stimulus berupa kalimat –
kalimat yang belum selesai. SSCT membutuhkan kemampuan membaca dan

10
memahami yang baik dari sisi klien atau peserta. SSCT tidak dapat diberikan kepada
mereka yang belum mengenal baca dan juga tulis.

b. EPPS

EPPS merupakan singkatan dari Edward’s Personal Preference Schedule yang


merupakan tes kepribadian rumusan Allen L. Edward.

Tes ini mampu menilai kepribadian seseorang berdasarkan teori kebutuhan yang
dicetuskan oleh Henry Murray pada tahun 1938.

Berdasarkan teori tersebut, Edward memilih 15 kebutuhan yang diuji dalam tes
EPPS.

Berikut adalah 15 kebutuhan EPPS yang diputuskan oleh Edward, dirangkum oleh
George Domino:

1) achievement: kebutuhan sukses atau mencapai sesuatu

2) deference: kebutuhan mengikuti dan melakukan ekspektasi tertentu

3) order: kebutuhan menjadi teratur atau terorganisasi

4) exhibition: kebutuhan menjadi pusat perhatian

5) autonomy: kebutuhan menjadi independen

6) affiliation: keinginan untuk berteman dan kecenderungan loyal

7) intraception: kebutuhan menganalisa diri sendiri dan orang lain

8) succorance: kebutuhan dibantu orang lain

9) dominance: kebutuhan untuk menjadi pemimpin

10) abasement: kecenderungan merasa bersalah dan butuh berkompromi

11) nurturance: kebutuhan menunjukkan kasih sayang dan dukungan

12) change: kebutuhan berubah

13) endurance: kebutuhan tekun untuk menyelesaikan sesuatu

11
14) heterosexuality: kebutuhan untuk bergaul dengan lawan jenis dan mendapat
afeksi dari mereka

15) aggression: kebutuhan agresi tinggi baik verbal maupun secara fisik sehingga
bertentangan dengan orang lain

3. Tes Proyektif Non Verbal

a. TAT (Thematic Apperception Test)

Oleh Henry A. Murray dan pertama kali diterbitkan pada tahun 1935. Materinya
berupa kartu yang bergambar sebanyak 19 kartu dan 1 kartu kosong. Pelaksanaan
tes dapat berupa individual maupun klasikal. Yang diungkap oleh tes ini adalah
inner world seseorang yaitu motif, kesadaran dan ketidaksadarannya. Tes
Rorschach dikembangkan oleh Hermann Rorschach. Ro menggunakan bercak
tinta untuk alat bantu diagnosis kepribadian secara menyeluruh, diterbitkan pada
tahun 1921. Materi terdiri atas 10 kartu, 5 buah diantaranya berwarna dan lainnya
hitam putih. Langkah yang dilakukan untuk interpretasi adalah melalui skoring.
Skoring didasarkan pada pengelompokan jawaban subyek dan di- pilah menjadi 3
kategori utama yaitu : lokasi (bagian bercak mana yang digunakan untuk
membuat jawaban), determinan (bagaimana seseorang melihat bercak) dan
content (apa isi jawabannya).

b. Tes Wartegg

merupakan tes yang disusun oleh Ehrig Wartegg, menggunakan psikologi gestalt.
Pengertian kepribadian diartikan dalam segi praktis yaitu bagaimana kepribadian
itu berfungsi atau bekerja dalam diri individu. Ada 4 fungsi dasar menurut
Wartegg yang dimiliki oleh manusia dengan intensitas yang berbeda-beda.
Keempat fungsi dasar tersebut adalah emosi, imajinasi, intelek dan aktivitas.

c. Tes grafis

Salah satu jenis tes kepribadian dalam psikologi proyektif yang berkembang pada
awal abad ke 20 berupa interpretasi grafologi, yaitu tulisan tangan

d. Tes Baum

12
Tes Baum adalah tes yang dilakukan orang-orang pada saat menjalankan Tes
Psikotest yang dilakukan untuk menggambarkan pohon ddan tujuannya untuk
mendeskripsikan diri. Tujuannya adalah untuk minginterpretasikan diri anda. ada
macam-macam cara penilaian dari Tes Baum. Mulai dari mahkota, Cabang,
Batang, Akar dan lain-lain.

e. Tes DAM

DAP (Draw A Person) atau juga sering disebut DAM (Draw A Man) merupakan
salah satu bentuk alat tes Psikologi yang sering kita jumpai di saat proses
assessment psikologi. Tes DAP atau DAM termasuk tes individual. Pada tahun
1926, Goodenough mengembangkan Draw-A-Man (DAM) Test untuk
memprediksi kemampuan kognitif anak yang direfleksikan dari kualitas hasil
gambarnya. Asumsinya: akurasi dan detail gambar yang dihasilkan menunjukkan
tingkat kematangan intelektual anak. DAM test ini digunakan untuk anak usia 3 –
10 tahun.

f. Teknik Noda Tinta

Teknik noda tinta dibagi lagi menjadi beberapa macam berdasarkan ilmuwan
penggagasnya, antara lain yaitu:

1) Rorschach Test

Rorschach Test dikenal sebagai tes inkblot atau noda tinta dimana subjek
memberi persepsi terhadap sebuah bentuk gambar tinta yang kemudian dicatat
dan dianalisis secara psikologis. Tes ini sering digunakan dalam mendeteksi
adanya gangguan pikiran ketika pasien tidak mau menggambarkan proses berpikir
mereka secara terbuka.

2) Sistem Komprehensif Exner

Disusun oleh John E. Exner, Samuel Beck dan Bruno Klopfer dengan cara


menyaring semua segi yang tidak berguna secara empiris dan bisa dipertahankan
dalam metode inkblot ke dalam satu sistem yang sifatnya tunggal.

3) Aronow

13
Melakukan tes Rohrschach sebagai suatu wawancara berdasar klinis yang
mengikuti standar tertentu dan mengambil sampel operasi dari persepsi seseorang,
lebih memusatkan interpretasi pada isi daripada variabel struktural atau
determinan perseptual.

4) Lerner

Mendasarkan pada psikoanalitik modern yang melihat bahwa tes Rohrschach pada
dasarnya adalah sebuah metode proyektif untuk mendapatkan nilai dari dunia
bagian dalam individu tersebut.

5) Noda Tinta Holtzman (Holtzman Inkbolt Technique / HIT)

Penelitian ini menyediakan dua rangkaian dari 45 kartu yang paralel untuk
memungkinkan adanya reliabilitas antara tiap kartu dan juga kemungkinan studi
tingkat lanjut yang memadai, namun dilakukan pembatasan respon pada setiap
kartu dengan produksi respon yang konstan pada tiap responden.

4. Kelemahan Tes Proyektif

a. Dibutuhkan keahlian khusus dalam menganalisa serta menginterpretasikan hasil


tes

b. Validitas realibilitas tes nya rendah.

c. Cara, sikap dan penampilan penguji dapat berpengaruh pada tes

5. Kelebihan Tes Proyektif

a. Respon peserta dapat mempresentasikan aspek-aspek kepribadian dari kesadaran


mental yang terdalam

b. Respon peserta bersifat individual, subjektif, dan unik

c. Dapat melengkapi kebutuhan, motivasi, dan konflik internal peserta Tidak ada
jawaban yang benar dan salah

d. Kurang rentan terhadap faking

e. cara efektif untuk mencairkan Suasana

14
6. Ciri - Ciri Tes Proyektif

a. Bentuk tugas tidak terstruktur

b. Instruksi diberikan secara umum

c. Stimulus tes biasanya samar-samar atau ambigu

E. TEKNIK TEKNIK PENAKSIRAN LAINNYA

1. Interview

Psikodiagnosa dengan teknik ini mudah dan murah dilakukan. Subjek diberikan stimulus
dan diminta merespon secara langsung. Tester dapat menanyakan atau memverifikasi
apasaja yang dianggap belum jelas. Namun, kelemahan pada teknik ini biasanya
seseorang dapat melakukan faking good agar diberi penilaian yang positif.

2. Observasi

Teknik psikodiagnostik ini biasanya dilakukan dengan memberikan stimulus atau tidak
(stimulus alami) yang kemudian direspon oleh subjek (biasanya) tanpa mengetahui
bahwa ia sedang diperhatikan sikap atau perbuatannya. Teknik ini juga murah dan
mudah namun cenderung hanya mendapatkan sampel perilaku yang terbatas.

3. Tes Situasional

Semacam simulasi dari pekerjaan yang sebenarnya yang dapat menggambarkan


keberhasilan seseorang nantinya di pekerjaan ituSituasi-situasi itu biasanya kompleks
sehingga menimbulkan reaksi perilaku-perilaku yang kompleks pula.

Tes ini penting karena dapat mengukur aspek-aspek yang tidak terukur pada tes
tradisional

4. Bibliografi

Analisis mengenai tulisan tentang diri seseorang baik ditulis oleh orang tersebut maupun
oleh orang yang sangat mengetahui tentang orang tersebut

15
Biasanya psikodiagnosa dalam bentuk ini bersifat pelengkap, karena sulit untuk di cek
kebenarannya secara langsung.

F. Hipotesis Proyektif

Banyak definisi telah dimajukan untuk alasan utama yang mendasari tes pro-jective,
yang dikenal sebagai hipotesis proyektif, dengan kredit untuk analisis paling lengkap
biasanya diberikan kepada L. K. Frank (1939). Hanya dinyatakan, hipotesis ini
mengusulkan bahwa ketika orang berusaha memahami stimulus yang ambigu atau
samar-samar, interpretasi mereka tentang stimulus itu mencerminkan kebutuhan,
perasaan, pengalaman, penghapusan kon-, proses pemikiran sebelumnya, dan
sebagainya. Ketika seorang anak kecil yang ketakutan melihat ke ruangan gelap dan
melihat bayangan besar yang dia tafsirkan sebagai monster, dia memproyeksikan
ketakutannya ke bayangan. Bayangan itu sendiri netral —baik maupun buruk, tidak
menakutkan atau cantik. Apa yang benar-benar dilihat anak adalah cerminan dari
pekerjaan batin pikirannya.

Meskipun apa yang akhirnya dilihat subjek dalam stimulus diasumsikan sebagai
cerminan kualitas atau karakteristik pribadi, beberapa tanggapan mungkin lebih
mengungkapkan daripada yang lain. Jika, misalnya, Anda mengatakan bahwa angka
bulat adalah bola, Anda memberikan interpretasi yang relatif mudah dari stimulus.
Stimulus itu sendiri memiliki sedikit ambigu- ity; itu bulat dan berbentuk seperti bola.
Dalam melihat stimulus ini, persentase tinggi orang mungkin melihat, meskipun belum
tentu melaporkan, bola.

Secara teoritis, bahkan respons sederhana ini, bagaimanapun, dapat mengungkapkan


banyak tentang Anda. Misalnya, respons Anda dapat menunjukkan bahwa Anda secara
akurat merasakan objek sederhana di lingkungan eksternal dan bersedia memberikan
respons konvensional. Misalkan, bagaimanapun, Anda mengatakan bahwa stimulus yang
sama ini tampak seperti pasak persegi di lubang bundar. Dengan asumsi stimulus
sebenarnya bulat dan tidak mengandung garis atau bentuk yang menyerupai pasak
persegi, per- ception stimulus Anda tidak sesuai dengan properti yang sebenarnya
(kebulatan).

16
Dengan demikian, persepsi Anda secara umum mungkin tidak akurat. Tanggapan Anda
juga dapat menunjukkan bahwa Anda tidak bersedia memberikan respons konvensional
yang jelas. Atau mungkin menunjukkan bahwa Anda merasa tidak pada tempatnya,
seperti pasak persegi di lubang bundar.

Tentu saja, penguji tidak pernah dapat menarik kesimpulan mutlak dan pasti dari setiap
tanggapan tunggal terhadap stimulus yang ambigu. Mereka hanya dapat berhipotesis apa
artinya respons tes. Bahkan respons yang sama terhadap stimulus yang sama mungkin
memiliki beberapa arti yang mungkin, tergantung pada karakteristik orang-orang yang
membuat respons. Masalah dengan semua tes proyektif adalah bahwa banyak faktor
dapat mempengaruhi respons seseorang terhadap mereka. Misalnya, respons dapat
mencerminkan pengalaman baru-baru ini atau pengalaman awal yang telah dilupakan.
Ini mungkin mencerminkan sesuatu yang telah disaksikan (pembunuhan berdarah) atau
sesuatu yang dibayangkan (gagal keluar dari perguruan tinggi) daripada sesuatu yang
sebenarnya dialami seseorang secara langsung.

G. Prosedur Apersepsi Alternative

Menurut pencetus prosedure apersepsi alternative, prosedur yang relatif baru dapat
dinilai secara kuantitatif. Tes ini menghadirkan keseimbangan cerita positif dan negatif
serta variasi kegiatan dan tingkat energi dari pemeran utama. Sebagai perbandingan,
TAT memunculkan cerita yang lebih negatif dan tingkat energi yang rendah (Ritzler dkk,
1980). Penelitian awal dari prosedur baru ini, dikenal sebagai southern mississippi TAT
(atau SM-TAT) cukup menggembirakan.

Hasil dari prosedure apersepsi alternative adalah bahwa SM-TAT menghadirkan banyak
keuntungan dari TAT sembari menghadirkan metodologi yang lebih ketat dan modern.
Tentu saja dibutuhkan lebih banyak penelitian, tetapi usaha ini untuk menjadikan TAT
lebih modern patut diberi tepuk tangan.

Keserbagunaan dan kegunaan dari pendekatan TAT digambarkan tidak hanya oleh usaha
seperti yang dilakukan Ritzler dkk. (1980) untuk memutakhirkan tes, tetapi juga oleh
kehadiran bentuk khusus dari TAT untuk anak-anak dan orangtua. Children’s
Apperception Test (CAT) dibuat untuk memenuhi kebutuhan khusus dari anak-anak usia

17
tiga sampai sepuluh tahun (Bellak,1975) Stimulus CAT lebih berupa figur hewan
dibanding figur manusia seperti di dalam TAT.

Tes apersepsi khusus anak-anak dikembangkan terutama untuk anak-anak latin


(Malgady,Constantino, & Rogler, 1984), Tell me a story (TEMAS) adalah teknik TAT
yang terdiri dari 23 gambar kromatika yang menggambarkan karakter minioritas dan
nonminioritas di lingkungan kota dan keluarga (Constantino,Malgady,Colon-Malgady, &
Bailey, 1992). Penelitian awal menunjukan TEMAS yang menjanjikan sebagai tes
proyektif multibudaya untuk digunakan pada anak-anak kaum minioritas (Constantino &
Malgady, 1999;Constantino, Dana,& Malgady, 2007).

Gerontological Apperception Test menggunakan stimulus yang melibatkan satu atau


lebih individu yang lebih tua di dalam adegan dengan tema yang relevan mengenai orang
tua, seperti kesepian dan konflik keluarga (wolk & wolk, 1971) Senior Apperception
Technique adalah alternatif untuk Gerontological Apperception test dan paralel dalam
isinya (Bellak.1975; Bellak & Bellak,1973).

Semua tes apersepsi alternatif ini cukup menjanjikan sebagai alat ukur klinis (Mark,
1993).

H. Prosedur Proyektif Tanpa Gambar

Tes proyektif yang tidak menggunakan gambar adalah tes royektif non verrbal,salah satu
nya adalah SSCT.

SSCT tidak menggunakan batasan waktu yang standar, itu artinya, peserta atau klien
bolem “take time” atau menggunakan waktu sesuai dengan kebutuhan masing – masing.
Hal in akan membuat klien dan peserta menjadi lebih nyaman dalam menyelesaikan test,
karena tidak dikejar – kejar oleh waktu.

Prinsip utama dari SSCT adalah untuk melihat masalah – masalah yang muncul pada
individu. masalah yang muncul ini dinilai dengan menggunakan rating – rating per
komponen, dimana terdapat 15 komponen yang dirating, yaitu :

1) Sikap terhadap ibu

2) Sikap terhadap ayah

18
3) Sikap terhadap anggota keluarga

4) Sikap terhadap wanita

5) Sikap terhadap heteroseksual

6) Sikap terhadap teman dan kenalan

7) Sikap terhadap atasan

8) Sikap terhadap bawahan

9) Sikap terhadap rekan sejawat

10) Sikap terhadap rasa takut

11) Sikap terhadap perasaan bersalah

12) Sikap terhadap kemampuan diri

13) Sikap terhadap masa lalu

14) Sikap terhadap masa depan

15) Sikap terhadap cita – cita

Ke – 15 sikap dan komponen tersebut diacak dan dibuat ke dalam 60 buah pernyataan
yang belum selesai. Pernyataan – pernyataan tersebut bisa dibilang frontal dan tidak basa
basi, sehingga klien atau peserta akan langsung menuliskan hal apa yang pertama kali
dirasakan atau dipikirkan ketika membaca dan mengisi pernyataan tersebut.

Skoring dan juga interpretasi dari SSCT cenderung subjektif, yaitu berdasarkan
pemahaman dari tester ataupun interpreter. Yang pasti, dalam melakukan skoring, tester,
ataupun psikolog / psikiater . interpereter / assessor, harus mengelompokkan terlebih
dahulu masing – masing pernyataan ke dalam 15 kategori yagn sudah ada, setelah itu
memberikan rating atau penilaian, kepada masing – masing kategori dan juga
pernyataan, dengan menuliskan :

1) Rating 0, apabila tidak terdapat masaah atau gangguan terhadap kategori.

2) Rating 1, apabila terdapat masalah pada kategori, namun tidak


membutuhkan intervensi psikologis secara spesifik.

19
3) Rating 2, apabila terdapat masalah, dan gangguan pada kategori, dan
membutuhkan psikoterapi / intervensi, dan penanganan secara psikologis.

Setelah melakukan rating, maka dilakukan interpretasi berdasarkan hasil rating, berupa
komponen atau kategori apa saja yang bermasalah dan membutuhkan intervensi atau
psikoterapi, bagaimana cara klien dan peserta menyelesaikan masalah, serta kondisi
kepribadian dari klien ataupun peserta secara umum. SSCT sendiri merupakan test
proyeksi yang cukup sederhana, simple, dan mudah untuk diinterpretasikan. SSCT
mampu secara gamblang memperlihatkan komponen dan kategori yagn bermasalah pada
individu, dan sangat membantu intervensi psikologis dan penanganan selanjutnya apabila
terlihat kemunculan suatu masalah.

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tes kepribadian merupakan suatu alat ukur yang disusun untuk mengungkap kepribadian
seseorang. Untuk menggunakan suatu alat ukur kepribadian perlu melihat landasan
teoritisnya sehingga dapat menggunakan alat tersebut dengan tepat. Alat tes yang di- susun
untuk mengungkap kepribadian secara garis besar dapat di- kelompokkan berdasar : Teknik
pengungkapannya (proyektif dan non proyektif), bentuk alat (verbal dan non verbal). Tes
kepribadian yang menggunakan teknik proyektif sering disebut tes proyektif. Inventori
kepribadian adalah instrumen untuk mengukur ciri-ciri emosi, motivasi, antar pribadi dan
sikap yang dibedakan dari kemampuan.

Macam Inventori Kepribadian

1. •MMPI (Minnesota Personality Inventory)

2. •CPI (California Psychologycal Inventory)

3. PIC (Personality Inventory for Children)

4. MCMI (Million Clinical Multiaxial Inventory)

5. 16 PF (Sixteen Personality Factor Questionnaire)

6. EPPS (Edward Personal Preference Schedule)

7. PRF (Personality Research Form)

8. Jackson Personality Inventory

Mengukur Minat Dan Sikap Kecenderungan minat seseorang pada suatu objek atau kegiatan
dapat diketahui dengan mengukur minat dengan menggunakan angket, daftar isian, dan
lembar pengamatan. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk melakukan
pengukuran terhadap minat seseorang. Dan juga ada Skala sikap yang merupakan suatu alat
ukur yang digunakan untuk mengukur sikap, nilai, karakteristik lain. Dalam skala sikap
berisikan nilai-nilai bilangan untuk menilai subjek, objek, atau perilaku-perilaku untuk
maksud mengkualifikasikan atau mengukur kualitas-kualitas. Berikutnya ada tes proyektif
adalah alat ukur kepribadian yang dalam mengungkap kepribadian menggunakan media atau

21
materi sebagai tempat untuk memproyeksikan dorong- an, perasaan ataupun sentimen
seseorang. Ada dua macam tes proyektif yaitu yang berbentuk verbal dan non verbal. Ada
beberapa Teknik Teknik Penaksiran Lainya yaitu Observasi, interview,tes situasional dan
bibligrafi. Dalam hipotesis proyektif hipotesis ini mengusulkan bahwa ketika orang berusaha
memahami stimulus yang ambigu atau samar-samar, interpretasi mereka tentang stimulus itu
mencerminkan kebutuhan, perasaan, pengalaman, penghapusan kon-, proses pemikiran
sebelumnya, dan sebagainya. Pada tes kepribadian juga terdapat prosedur apersepsi alternatif
dimana Tes ini menghadirkan keseimbangan cerita positif dan negatif serta variasi kegiatan
dan tingkat energi dari pemeran utama. Sebagai perbandingan, TAT memunculkan cerita
yang lebih negatif dan tingkat energi yang rendah. Dan yang terakhir ada juga prosedur
alternative tanpa gambar yaitu Tes proyektif yang tidak menggunakan gambar adalah tes
royektif non verrbal,salah satu nya adalah SSCT. SSCT tidak menggunakan batasan waktu
yang standar, itu artinya, peserta atau klien bolem “take time” atau menggunakan waktu
sesuai dengan kebutuhan masing – masing. Hal in akan membuat klien dan peserta menjadi
lebih nyaman dalam menyelesaikan test, karena tidak dikejar – kejar oleh waktu.

22
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Annne, Anastasi. 2007. Tes Psikologi. Urbina Susanna. Jakarta: PT. Indeks
Nur’aeni. 2012. TES PSIKOLOGI: Tes Inteligensi dan Tes Bakat.Yogyakarta:
UMPurwokerto Press
Kaplan, Robert M. Dennis P.Saccuzzo. 2009. Psychological Testing, Principles,
Applications, and Issues. USA: Wadsworth cengange learning
Gregory, Robert J. 2013. Tes Psikologi Edisi Keenam jilid 2. Jakarta : Erlanga

http://eprints.uny.ac.id/9794/2/Bab%202%20-%2007104244042.pdf ( diakses pada 5 Feb


2013 )
https://psikologi.fisip-unmul.ac.id/main/wp-content/uploads/2016/06/pdf-modul-inventory-
FIX.pdf (diakses pada Juni 2016

23
24

Anda mungkin juga menyukai