Anda di halaman 1dari 171

KATA PENGANTAR

Inspektorat Utama mempunyai tugas melaksanakan pengawasan fungsional terhadap pelaksanaan tugas di lingkungan BPS. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Inspektorat Utama menyelenggarakan fungsi; (i) perumusan kebijakan pengawasan fungsional di lingkungan BPS; (ii) pelaksanaan pengawasan kinerja, keuangan, dan pengawasan untuk tujuan tertentu atas petunjuk kepala badan; dan (iii) penyusunan laporan hasil pengawasan. Salah satu upaya mewujudkan tujuan fungsi pengawasan tersebut yaitu Inspektorat Utama perlu melakukan pembinaan pengelolaan administrasi keuangan dan barang (PPAKB). Kegiatan pembinaan ini memerlukan partisipasi penuh seluruh satker di BPS. Tuntutan partisipasi penuh seluruh satker ini dilandasi dengan semangat untuk tetap mempertahan opini WTP. Buku Pedoman Pengelolaan Administrasi Keuangan dan Barang merupakan kompilasi berbagai materi yang menjelaskan pengelolaan administrasi keuangan seperti; pejabat perbendaharaan negara, revisi anggaran, SKPA, kerja sama, PNBP, rumah dinas, pajak, perjalanan dinas, dan pengadaan barang/jasa pemerintah. Sedangkan materi terkait barang yaitu barang milik negara (BMN) ditinjau dari pengelolaan BMN dan persediaan. Buku pedoman ini masih bersifat sementara dan masih perlu perbaikan untuk disempurnakan. Kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan sampai penerbitan buku pedoman ini kami ucapkan terima kasih. Kritik dan saran untuk perbaikan pedoman ini di masa datang sangat kami hargai.

Jakarta, Oktober 2013 Inspektur Utama, BPS RI

DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR......................................................................................... i DAFTAR ISI....................................................................................................... ii BAB I PEJABAT PERBENDAHARAAN NEGARA............................ 1 A. Kuasa Pengguna Anggaran .................................... .............. 1 B. Pejabat Pembuat Komitmen..................................................... 1 C. Pejabat Penandatangan SPM.................................................... 3 D. Bendahara Pengeluaran............................................................ 3 E. Bendahara Pengeluaran Pembantu........................................... 4 F. Bendahara Penerimaan............................................................. 4 G. BPP Kerjasama......................................................................... 4 H. Pejabat Pengelola Administrasi Belanja Pegawai.................... 5 BAB II BAB III BAGAN AKUN STANDAR......................................................... 7 REVISI ANGGARAN................................................................. 14 A. Peraturan Terkait Revisi Anggaran ........................ .............. 16 B. Ruang Lingkup Revisi Anggaran........................................... 16 C. Batasan Revisi Anggaran........................................................ 16 D. Dokumen Terkait Revisi Anggaran........................................ 17 E. Revisi DIPA dan POK............................................................ 17 BAB IV SKPA........................................................................................... 18 A. Prinsip Dasar ......................................................... .............. 18 B. Penerbitan dan Penatausahaan SKPA..................................... 18 C. Pencairan Dana SKPA............................................................ 19 D. Pelaporan Keuangan dan Rekonsiliasi.................................... 19 E. Pelaporan Pelaksanaan Pekerjaan............................................ 19

ii

BAB V

KERJASAMA............................................................................. 20 A. Hibah .................................................................... .............. 20 B. PNBP...................................................................................... 25 C. Swakelola................................................................................ 26

BAB VI

PNBP DAN RUMAH DINAS..................................................... 28 A. Penggolongan PNBP ............................................. .............. 28 B. Jenis dan Tarif PNBP di BPS................................................. 28 C. Pemungutan dan Penyetoran PNBP........................................ 30 D. Pengelola PNBP...................................................................... 32 E. Rekonsiliasi............................................................................ 32 F. Input Data PNBP ke dalam SAI.............................. .............. 33 G. Pelaporan PNBP..................................................................... 33 H. Rumah Dinas........................................................................... 33

BAB VII

PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN PAJAK....................... 28 A. Dasar Hukum ........................................................ .............. 39 B. Kewajiban Perpajakan Untuk Bendahara............................... 39 C. Jenis Pajak............................................................................... 40

BAB VIII

RAPAT DAN KEGIATAN SEJENIS......................................... 50 A. Definisi dan Istilah ................................................ .............. 50 B. Syarat dan Ketentuan.............................................................. 51

BAB IX

PERJALANAN DINAS............................................................... 56 A. Pengertian ............................................................. .............. 56 B. Tujuan Perjalanan Dinas Jabatan............................................ 56 C. Prosedur Perjalan Dinas Jabatan.............................................. 57 D. Komponen Biaya Perjanan Dinas............................................ 57 E. Pembatalan Perjalanan Dinas.................................................. 58 F. Ketentuan Pertanggungjawaban Perjalanan Dinas ... ............... 59

iii

BAB X BAB XI

PENGEDAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH............ 61 PENATAUSAHAAN KAS DAN PENYUSUNAN LPJ............ 72 A. Pembukuan Bendahara Pengeluaran dan Penerimaan.......... 72 B. Pemeriksaan Kas dan Rekonsiliasi......................................... 72 C. Laporan Pertanggungjawaban Bendahara............................... 73

BAB XII

BUKTI PENGELUARAN........................................................... 74 A. Bentuk dan Jenis Bukti Pengeluaran ...................... .............. 74 B. Kelengkapan Bukti Pengeluaran............................................ 74

BAB XIII

LAPORAN KEUANGAN........................................................... 78 A. Gambaran Umum .................................................. .............. 78 B. Tahapan Penyusunan LK........................................................ 78 C. Penyusunan LK........................................................................ 80 D. Sistematika Isi LK.................................................................... 81

LAMPIRAN

iv

BAB 1 PEJABAT PERBENDAHARAAN NEGARA


A. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan. Berdasarkan PMK No. 190 tahun 2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, berikut ini akan diuraikan tugas dan kewenangan KPA, adalah : 1. Menyusun DIPA; 2. Menetapkan PPK untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara; 3. Menetapkan PPSPM untuk melakukan pengujian tagihan kepada negara dan menerbitkan SPM atas beban anggaran belanja Negara; 4. Menetapkan panitia/pejabat yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan dan pengelolaan anggaran/keuangan; 5. Menetapkan rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana; 6. Memberikan supervisi dan konsultasi dalam pelaksanaan kegiatan dan penarikan dana; 7. Mengawasi penatausahaan dokumen dan transaksi yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan dan anggaran; 8. Menyusun laporan keuangan dan kinerja atas pelaksanaan anggaran sesuai dengan peraturan perundang-undangan; 9. Melakukan pemeriksaan kas secara berkala dan sewaktu-waktu sesuai dengan peraturan yang berlaku. (Perdirjen Pb No. 47 tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah no.45 tahun 2013. KPA adalah Kepala Satuan Kerja. KPA mendapatkan delegasi dari Pengguna Anggaran (PA) untuk menunjuk dan menetapkan: 1. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK); 2. Pejabat Penguji/Penerbit SPM (PPSPM); B. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN. Tugas dan wewenang PPK adalah: 1. Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana berdasarkan DIPA; 2. Menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;

3. Membuat, menandatangani dan melaksanakan perjanjian/kontrak dengan Penyedia Barang/Jasa; 4. Melaksanakan kegiatan swakelola; 5. Memberitahukan kepada Kuasa BUN atas perjanjian/kontrak yang dilakukannya; 6. Mengendalikan pelaksanaan perjanjian/kontrak; 7. Menguji dan menandatangani surat bukti mengenai hak tagih kepada negara; 8. Membuat dan menandatangani Surat Permintaan Pembayaran (SPP); 9. Melaporkan pelaksanaan/penyelesaian kegiatan kepada KPA (paling kurang memuat perjanjian/kontrak dengan penyedia barang/jasa yang telah ditandatangani, tagihan yang belum dan telah disampaikan penyedia barang/jasa, tagihan yang belum dan telah diterbitkan SPPnya, dan jangka waktu penyelesaian tagihan) ; 10. Menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada KPA dengan Berita Acara Penyerahan; 11. Menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan; 12. Melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang berkaitan dengan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam pelaksanaan tugas dan wewenang, PPK menguji: 1. Kelengkapan dokumen tagihan; 2. Kebenaran perhitungan tagihan; 3. Kebenaran data pihak yang berhak menerima pembayaran atas beban APBN; 4. Kesesuaian spesifikasi teknis dan volume barang/jasa sebagaimana yang tercantum dalam perjanjian/kontrak dengan barang/jasa yang diserahkan oleh penyedia barang/jasa; 5. kesesuaian spesifikasi teknis dan volume barang/jasa sebagaimana yang tercantum pada dokumen serah terima barang/jasa dengan dokumen perjanjian/kontrak; 6. kebenaran, keabsahan serta akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti mengenai hak tagih kepada negara; dan 7. ketepatan jangka waktu penyelesaian pekerjaan sebagaimana yang tercantum pada dokumen serah terima barang/jasa dengan dokumen perjanjian/kontrak. PPK harus sudah mempunyai Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang dan Jasa. Apabila pada satker berkenaan belum ada yang memiliki sertifikat tersebut, maka tugas dan tanggungjawab PPK dirangkap oleh KPA.

C. Pejabat Penandatangan SPM (PPSPM) PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk melakukan pengujian atas pemintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran. Tugas dan wewenang PPSPM, antara lain: 1. Menguji kebenaran SPP beserta dokumen pendukung; 2. Menolak dan mengembalikan SPP, apabila SPP tidak memenuhi persyaratan untuk dibayarkan; 3. Membebankan tagihan pada mata anggaran yang telah disediakan; 4. Menerbitkan SPM (mencatat pagu, realisasi belanja, sisa pagu, dana UP/TUP, dan sisa dana UP/TUP pada kartu pengawasan DIPA; menandatangani SPM; memasukkan PIN PPSPM); 5. Menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen hak tagih; 6. Melaporkan pelaksanaan pengujian dan perintah pembayaran kepada KPA; 7. Melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan pengujian dan perintah pembayaran; Dalam pelaksanaan tugas dan wewenang, PPSM bertanggungjawab atas: 1. Kebenaran, kelengkapan, dan keabsahan administrasi terhadap dokumen hak tagih pembayaran yang menjadi dasar penerbitan SPM dan akibat yang timbul dari pengujian yang dilakukannya; 2. Ketepatan jangka waktu penerbitan dan penyampaian SPM kepada KPPN. Di BPS Provinsi, KPA dapat menunujuk Kepala Bagian Tata Usaha sebagai PPSPM, sedangkan di BPS Kabupaten/Kota adalah Kepala Subbagian Tata Usaha. PPK tidak dapat merangkap sebagai PPSPM. D. Bendahara Pengeluaran Bendahara adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk Belanja Negara dalam pelaksanaan APBN pada Kantor/Satker Kementerian Negara/Lembaga. Tugas Bendahara Pengeluaran, adalah : 1. Menerima, menyimpan, menatausahakan, dan membukukan uang/surat berharga dalam pengelolaannya; 2. Melakukan pengujian dan pembayaran berdasarkan perintah PPK; 3. Menolak perintah pembayaran apabila tidak memenuhi persyaratan untuk dibayarkan; 4. Melakukan pemotongan/pemungutan penerimaan negara dari pembayaran yang dilakukannya; 5. Menyetorkan pemotongan/pemungutan kewajiban kepada negara ke kas negara;

6. Mengelola rekening tempat penyimpanan UP; 7. Menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) kepada Kepala KPPN selaku Kuasa BUN; Bendahara pengeluaran tidak dapat dirangkap oleh KPA, PPK, atau PPSPM. E. Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) BPP adalah orang yang ditunjuk untuk membantu Bendahara Pengeluaran untuk melaksanakan pembayarankepada yang berhak guna kelancaran pelaksanaan kegiatan tertentu. Tugas BPP adalah: 1. Menerima dan menyimpan UP; 2. Melakukan pengujian dan pembayaran atas tagihan yang dananya bersumber dari UP; 3. Melakukan pembayaran yang dananya bersumber dari UP berdasarkan perintah PPK; 4. Menolak perintah pembayaran apabila tidak memenuhi persyaratan untuk dibayarkan; 5. Melakukan pemotongan/pemungutan penerimaan negara dari pembayaran yang dilakukannya; 6. Menyetorkan pemotongan/pemungutan kewajiban kepada negara ke kas negara; 7. Menatausahakan transaksi UP; 8. Menyelenggarakan pembukuan transaksi UP; 9. Mengelola rekening tempat penyimpanan UP; F. Bendahara Penerimaan (BPEN) Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2013 Bendahara Penerimaan adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan dan mempertanggungjawabkan uang Pendapatan Negara dalam rangka pelaksanaan APBN pada satuan kerja. Bendahara Penerimaan bertugas: 1. Menerima dan menyimpan uang Pendapatan Negara 2. Menyetorkan uang Pendapatan Negara ke rekening Kas Negara secara periodik sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan 3. Menatausahakan transaksi uang Pendapatan negara di Satker 4. Menyelenggarakan pembukuan transaksi uang Pendapatan Negara 5. Mengelola rekening tempat penyimpanan uang pendapatan negara 6. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban bendahara penerimaan kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan Kuasa BUN. G. BPP Kerjasama

Bendahara Kerjasama adalah Bendahara Pengeluaran Pembantu yang bertugas mengelola administrasi keuangan kerjasama hibah. BPP Kerjasama ditunjuk pada saat adanya kerjasama. Tugas BPP Kerjasama yaitu: 1. Menerima dan menyimpan dana kerjasama; 2. Melakukan pengujian dan pembayaran atas tagihan yang dananya bersumber dari dana kerjasama; 3. Melakukan pembayaran yang dananya bersumber dari dana kerjasama berdasarkan perintah PPK; 4. Menolak pembayaran apabila tidak memenuhi persyaratan untuk dibayarkan; 5. Melakukan pemotongan/pemungutan penerimaan negara dari pembayaran yang dilakukannya; 6. Menyetorkan pemotongan/pemungutan kewajiban kepada negara ke kas negara; 7. Menatausahakan transaksi dana kerjasama; 8. Menyelenggarakan pembukuan transaksi dana kerjasama; 9. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban belanja dana kerjasama; 10. Mengelola rekening tempat penyimpanan dana kerjasama; H. Pejabat Pengelola Administrasi Belanja Pegawai (PPABP) PPABP adalah pembantu KPA yang diberi tugas dan tanggung jawab untuk mengelola pelaksanaan belanja pegawai. Tugas PPABP adalah : 1. Melakukan pencatatan data kepegawaian secara elektronik dan/atau manual yang berhubungan dengan belanja pegawai secara tertib, teratur, dan berkesinambungan; 2. Melakukan penatausahaan dokumen terkait keputusan kepegawaian dan dokumen pendukung lainnya dalam dosir setiap pegawai pada Satker yang bersangkutan secara tertib dan teratur; 3. Memproses pembuatan Daftar Gaji induk, Gaji Susulan, Kekurangan Gaji, Uang Duka Wafat/Tewas, Terusan Penghasilan/Gaji, Uang Muka Gaji, Uang Lembur, Uang Makan, Honorarium, Vakasi, dan pembuatan Daftar Permintaan Perhitungan Belanja Pegawai lainnya; 4. Memproses pembuatan Surat Keterangan Penghentian Pembayaran (SKPP); 5. Memproses perubahan data yang tercantum pada Surat Keterangan Untuk Mendapatkan Tunjangan Keluarga setiap awal tahun anggaran atau setiap terjadi perubahan susunan keluarga; 6. Menyampaikan Daftar Permintaan Belanja Pegawai, ADK Perubahan Data Pegawai, ADK Belanja Pegawai, Daftar Perubahan Data Pegawai, dan dokumen pendukungnya kepada PPK; 7. Mencetak Kartu Pengawasan Belanja Pegawai Perorangan setiap awal tahun dan/atau apabila diperlukan; dan

8. Melaksanakan tugas-tugas lain yang berhubungan dengan penggunaan anggaran belanja pegawai. Catatan : 1. Para pejabat perbendaharaan negara ditetapkan dengan Surat Keputusan. 2. KPA ditetapkan oleh PA. 3. Berdasarkan SK pelimpahan wewenang dari PA, KPA menetapkan PPK, PPSPM. 4. Berdasarkan SK pendelegasian kewenangan dari Kepala BPS, maka Kepala BPS Provinsi dan Kepala BPS Kabupaten/Kota menetapkan Bendahara Pengeluaran, Bendahara Penerimaan, BPP, PPABP, dan BPP Kerjasama. 5. Dalam hal tidak terdapat perubahan pejabat yang ditetapkan sebagai PPK dan/atau PPSPM pada saat pergantian periode tahun anggaran, penetapan PPK dan/atau PPSPM tahun yang lalu masih tetap berlaku.

BAB II BAGAN AKUN STANDAR


Berdasarkan PMK No. 91/PMK.06/2007 BAS adalah daftar perkiraan buku besar yang ditetapkan dan disusun secara sistematis untuk memudahkan perencanaan dan pelaksanaan anggaran, serta pertanggunjawaban dan pelaporan keuangan pemerintah pusat. Pengertian ini menitikberatkan BAS dari sisi klasifikasi ekonomi atau jenis belanja. A. Penjelasan Penggunaan Kode Akun 1. Pendapatan Pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah yang berasal dari pajak dan bukan pajak (PP No. 71 Tahun 2010). Pada BPS pendapatan hanya berasal dari bukan pejabat (PNBP), antara lain: a. Pendapatan Penjualan Hasil Produksi/ Sitaan (42311) 1. Pendapatan Penjualan Informasi, Penerbitan, Film, Survey, Pemetaan dan Hasil Cetakan Lainnya (423116) Digunakan untuk mencatat penjualan informasi dan publikasi dalam bentuk buku publikasi, softcopy data, raw data, dll. 2. Pendapatan Penjualan Dokumen-Dokumen Pelelangan (423117) Digunakan untuk mencatat penjualan dokumen-dokumen lelang. 3. Pendapatan Penjualan Lainnya (423119) Digunakan untuk mencatat penjualan yang tidak termasuk penjualanpenjualan di atas. b. Pendapatan dari Pemindahtanganan BMN (42312) 1. Pendapatan dari Penjualan Tanah, Gedung, dan Bangunan (423121) Digunakan untuk mencatat pendapatan dari penjualan Tanah, Gedung, dan Bangunan, tidak termasuk penjualan sewa beli rumah dinas, 2. Pendapatan dari Penjualan Peralatan dan Mesin (423122) Digunakan untuk mencatat pendapatan dari penjualan Peralatan dan Mesin. 3. Pendapatan dari Pemindahtanganan BMN Lainnya (423129) Digunakan untuk mencatat pendapatan dari pemindahtanganan BMN lainnya c. Pendapatan dari Pemanfaatan BMN (42314) 1. Pendapatan Sewa Tanah, Gedung, dan Bangunan (423141) Digunakan untuk mencatat penerimaan umum berupa pendapatan sewa rumah dinas. 2. Pendapatan dari Pemanfaatan BMN Lainnya (423149) 7

Digunakan untuk mencatat pendapatan dari pemanfaatan BMN lainnya. d. Pendapatan Jasa II (42322) Pendapatan Jasa Lembaga Keuangan/ Jasa Giro (423221) Digunakan untuk mencatat pendapatan yang berasal dari bunga rekening giro pemerintah. e. Pendapatan dari Penerimaan Kembali Tahun Anggaran Yang Lalu (42391) 1. Penerimaan Kembali Belanja Pegawai Pusat TAYL (423911) 2. Penerimaan Kembali Belanja Lainnya TAYL (423913) 2. Belanja Belanja adalah pengeluaran oleh Bendahara Umum Negara/Bendahara Umum Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah. a. Belanja Pegawai 1. Belanja Gaji PNS (51111) a) Belanja Gaji Pokok PNS (511111) Pengeluaran untuk pembayaran gaji pokok Pegawai Negeri Sipil b) Belanja Pembulatan Gaji PNS (511119) Pengeluaran untuk pembayaran pembulatan gaji pokok Pegawai Negeri Sipil. 2. Belanja Tunjangan I PNS (51112) a) Belanja Tunj. Suami/Istri PNS (511121) Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan suami/istri PNS b) Belanja Tunj. Anak PNS (511122) Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan anak PNS. c) Belanja Tunj. Struktural PNS (511123) Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan struktural PNS. d) Belanja Tunj. Fungsional PNS (511124) Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan fungsional PNS. e) Belanja Tunj. PPh PNS (511125) Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan PPh PNS f) Belanja Tunj. Beras PNS (511126) Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan beras berbentuk uang maupun natura. g) Belanja Uang Makan PNS (511129) Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan uang makan PNS. 3. Belanja Tunjangan-Tunjangan II PNS (51113) a) Belanja Tunj. Daerah Terpencil/Sangat Terpencil PNS (511135) Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan daerah terpencil/sangat terpencil PNS. 8

b) Belanja Tunjangan Khusus Papua PNS (511138) Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan khusus PNS Papua. 4. Belanja Tunjangan-Tunjangan III Pegawai Negeri/Staff di Luar Negeri (51114) Belanja Tunj. Lain-lain termasuk uang duka PNS Dalam dan Luar Negeri (511147) Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan Lain lain termasuk uang duka PNS dalam dan Luar Negeri. 5. Belanja Tunjangan-Tunjangan IV PNS (51115) Belanja Tunjangan Umum PNS (511151) Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan umum/tambahan tunjangan umum PNS, termasuk PNS TNI/Polri sesuai Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2006 6. Belanja Lembur (51221) Belanja Uang Lembur (512211) Pengeluaran untuk pembayaran uang lembur termasuk uang makan yang dibayarkan dalam rangka lembur. 7. Belanja Vakasi (51231) Belanja Vakasi (512311) Pengeluaran untuk pembayaran imbalan untuk penguji atau pemeriksa kertas/ jawaban ujian. b. Belanja Barang 1. Belanja Barang Operasional (52111) terdiri dari: a) Belanja Keperluan Perkantoran (521111) Pengeluaran untuk membiayai keperluan sehari-hari perkantoran yang secara langsung menunjang kegiatan operasional kementerian negara/ lembaga terdiri dari : 1) Satuan biaya yang dikaitkan dengan jumlah pegawai yaitu pengadaan barang yang habis dipakai antara lain pembelian alatalat tulis, barang cetak, alat-alat rumah tangga, langganan surat kabar/berita/majalah, biaya minum/makanan kecil untuk rapat, biaya penerimaan tamu. 2) Satuan biaya yang tidak dikaitkan dengan jumlah pegawai antara lain biaya satpam/pengaman kantor, cleaning service, sopir, tenaga lepas (yang dipekerjakan secara kontraktual), telex, internet, komunikasi khusus diplomat, pengurusan penggantian sertifikat tanah yang hilang, pembayaran PBB. 3) Pengeluaran untuk membiayai pengadaan/ penggantian inventaris yang berhubungan dengan penyelenggaraan administrasi kantor/satker di bawah nilai kapitalisasi. 9

4) Pembelian buku cek/buku giro bilyet. 5) Pembelian meterai. b) Belanja Pengadaan Bahan Makanan (521112) Pengeluaran untuk pengadaan bahan makanan. c) Belanja Penambah Daya Tahan Tubuh (521113) Pengeluaran untuk membiayai pengadaan bahan makanan / minuman / obat-obatan yang diperlukan dalam menunjang pelaksanaan kegiatan operasional kepada pegawai. d) BelanjaPengiriman Surat Dinas Pos Pusat (521114) Pengeluaran untuk membiayai Pengiriman surat menyurat dalam rangka kedinasan yang dibayarkan oleh Kementerian Negara/lembaga. e) Belanja Honor Operasional Satuan Kerja (521115) Honor Operasional Satuan Kerja merupakan honor yang menunjang kegiatan operasional yang bersangkutan dan pembayaran honornya dilakukan secara terus menerus dari awal sampai dengan akhir tahun anggaran. Honor tidak tetap yang digunakan untuk kegiatan yang terkait dengan operasional kegiatan satuan kerja seperti: 1) Honor Pejabat Kuasa Pengguna Anggaran, Honor Pejabat Pembuat Komitmen, Honor Pejabat Penguji SPP dan Penanda Tangan SPM, Honor Bendahara Pengeluaran/Pemegang Uang Muka, Honor Staf Pengelola Keuangan. 2) Honor Pengelola PNBP (honor atasan langsung. bendahara dan sekretariat) 3) Honor Pengelola Satuan Kerja (yang mengelola gaji pada Kementerian Pertahanan) 4) Honor Tim SAI (Pengelola SAK dan SIMAK BMN) f) Belanja Barang Operasional Lainnya (521119) Pengeluaran untuk membiayai pengadaan barang yang tidak dapat ditampung dalam mata anggaran 521111, 521112, 521113, 521114, dan 521115 dalam rangka kegiatan operasional. Belanja Barang Operasional Lainnya dapat digunakan untuk belanja bantuan transport dalam kota. Dalam rangka kegiatan operasional satker. 2. Belanja Barang Non Operasional (52121) Terdiri dari: a) Belanja Bahan (521211) Pengeluaran yang digunakan untuk pembayaran biaya bahan pendukung kegiatan (yang habis dipakai) seperti alat tulis kantor (ATK), konsumsi/bahan makanan, bahan cetakan, dokumentasi, spanduk, biaya fotokopi yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan non operasional seperti dies natalis, pameran, seminar, sosialisasi, 10

rapat, diseminasi dan lain lain yang terkait langsung dengan output suatu kegiatan. b) BelanjaHonor Output Kegiatan (521213) Honor tidak tetap yang dibayarkan kepada pegawai yang melaksanakan kegiatan dan terkait dengan output seperti: 1) Honor untuk Pelaksana Kegiatan Penelitian. 2) Honor penyuluh non PNS. 3) Honor Tim Pelaksana Kegiatan (pengarah, penanggung jawab, koordinator, ketua, sekretaris, anggota dan staf sekretariat). 4) Honor Pejabat Pengadaan Barang/Jasa, Honor Panitia Pengadaan Barang/Jasa, Honor Panitia Pemeriksa Penerima Barang/Jasa, untuk pengadaan yang tidak menghasilkan Aset Tetap/Aset Lainnya. Honor Output Kegiatan dapat digunakan untuk biaya honor yang timbul sehubungan dengan/dalam rangka penyerahan barang kepada masyarakat Honor Output Kegiatan merupakan honor yang dibayarkan atas pelaksanaan kegiatan yang insidentil dan dapat dibayarkan tidak terus menerus dalam satu tahun. c) Belanja Barang Non Operasional Lainnya (521219) Digunakan untuk pengeluaran yang tidak dapat ditampung dalam akun 521211 dan 521213. Belanja Barang Non Operasional Lainnya dapat digunakan untuk: 1) Belanja bantuan transport dalam kota dalam rangka kegiatan non operasional satker 2) Belanja Barang Non Operasional Lainnya dapat digunakan untuk biaya-biaya Crash Program. 3) Belanja Barang Non Operasional Lainnya dapat digunakan untuk pemberian beasiswa kepada pegawai dilingkup K/L atau di luar lingkup satker. 3. Belanja Langganan Daya dan Jasa (52211) a) Belanja Langganan Listrik (522111) Belanja langganan listrik, termasuk belanja apabila terjadi denda atas keterlambatan pembayaran tagihan langganan listrik. b) Belanja Langganan Telepon (522112) Belanja langganan telepon, termasuk belanja apabila terjadi denda atas keterlambatan pembayaran tagihan langganan telepon. c) Belanja Langganan Air (522113) Belanja langganan air, termasuk belanja apabila terjadi denda atas keterlambatan pembayaran tagihan langganan air.

11

4.

5.

6.

7.

8.

d) Belanja Langganan Daya dan Jasa Lainnya (522119) Belanja langganan daya dan jasa lainnya, termasuk belanja apabila terjadi denda atas keterlambatan pembayaran tagihan langganan daya dan jasa lainnya. Belanja Jasa Pos dan Giro (52212) Belanja Jasa Pos dan Giro (522121) Digunakan untuk pembayaran jasa perbendaharaan yang telah dilaksanakan oleh kantor pos diseluruh Indonesia. Belanja Jasa Konsultan (52213) BelanjaJasa Konsultan (522131) Digunakan untuk pembayaran jasa konsultan secara kontraktual termasuk jasa pengacara yang outputnya tidak menghasilkan aset lainnya. Belanja Jasa Sewa (52214) Belanja Jasa Sewa (522141) Digunakan untuk pembayaran sewa (misalnya sewa kantor/gedung/ruangan, atau sewa lainnya). Belanja Jasa Profesi (52215) Belanja Jasa Profesi (522151) Belanja untuk pembayaran honorarium narasumber yang diberikan kepada pegawai negeri/non-pegawai negeri sebagai narasumber, pembicara, praktisi, pakar yang memberikan informasi/pengetahuan kepada pegawai negeri lainnya/masyarakat. Honorarium narasumber pegawai negeri dapat diberikan dengan ketentuan: a) Berasal dari luar lingkup unit eselon I penyelenggara; b) Berasal dari lingkup unit eselon I penyelenggara sepanjang peserta yang menjadi sasaran utama kegiatan berasal dari luar lingkup unit eselon I berkenaan/masyarakat Belanja Pemeliharaan (52311) a) Belanja Biaya Pemeliharaan Gedung dan Bangunan (523111) Pengeluaran pemeliharaan/perbaikan yang dilaksanakan sesuai dengan Standar Biaya Umum. Dalam rangka mempertahankan gedung dan bangunan kantor dengan tingkat kerusakan kurang dari atau sampai dengan 2%; dan pemeliharaan/perawatan halaman/taman gedung/kantor agar berada dalam kondisi normal (tidak memenuhi syarat kapitalisasi aset tetap gedung dan bangunan). b) Belanja Biaya Pemeliharaan Peralatan dan Mesin (523121) Pengeluaran untuk pemeliharaan/perbaikan untuk mempertahankan peralatan dan mesin agar berada dalam kondisi normal yang tidak memenuhi syarat kriteria kapitalisasi aset tetap peralatan dan mesin.

12

9. Belanja Perjalanan Dalam Negeri (52411) a) Belanja Perjalanan Biasa (524111) b) Pengeluaran untuk perjalanan dinas melewati batas kota/kabupaten, perjalanan dinas dalam kota/kabupaten lebih dari 8 jam dan perjalanan dinas pindah sesuai dengan PMK yang mengatur mengenai perjalanan dinas dalam negeri bagi pejabat negara, pegawai negeri, dan pegawai tidak tetap. c) Belanja Perjalanan Dinas Dalam Kota (524113) d) Pengeluaran untuk perjalanan dinas yang dilaksanakan di dalam kota sampai dengan 8 jam sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenaiperjalanan dinas dalam negeri bagi pejabat negara, pegawai negeri danpegawai tidak tetap. e) Belanja Perjalanan Dinas Paket Meeting Dalam Kota (524114) f) Pengeluaran untuk perjalanan dinas dalam rangka kegiatan rapat, seminar, dan sejenisnya yang dilaksanakan di dalam kota satker penyelenggara dan dibiayai seluruhnya oleh satker penyelenggara, serta yang dilaksanakan di dalam kota satker peserta dengan biaya perjalanan dinas yang ditanggung oleh satker peserta. g) Biaya Perjalanan Dinas Paket Meeting Luar Kota (524119) h) Pengeluaran untuk perjalanan dinas dalam rangka kegiatan rapat, seminar, dan sejenisnya yang dilaksanakan di luar kota satker penyelenggara dan dibiayai seluruhnya oleh satker penyelenggara, serta yang dilaksanakan di luar kota satker peserta dengan biaya perjalanan dinas yang ditanggung oleh satker peserta. c. Belanja Modal 1. Belanja Modal Tanah (53111) a) Belanja Modal Tanah (531111) Seluruh pengeluaran yang dilakukan untuk pengadaan/ pembelian/ pembebasan penyelesaian, balik nama, pengosongan, penimbunan, perataan, pematangan tanah, pembualan sertifikat tanah serta pengeluaran - pengeluaran lain yang bersifat administratif sehubungan dengan perolehan hak dan kewajiban atas tanah pada saat pembebasan/pembayaran ganti rugi sampai tanah tersebut siap digunakan/ pakai (swakelola/kontraktual). b) Belanja Modal Pembayaran Honor Tim Tanah (531113) Pengeluaran untuk pembayaran upah tenaga kerja dan honor pengelola teknis pada saat pengadaan/pembelian tanah secara swakelola sampai dengan tanah tersebut siap digunakan/dipakai (swakelola).

13

2.

3.

4.

5.

c) Belanja Modal Pembuatan Sertifikat Tanah (531114) Pengeluaran yang dilakukan untuk pembuatan sertifikat tanah pada saat pengadaan/pembelian tanah secara swakelola sampai dengan tanah tersebut siap digunakan/dipakai (swakelola). d) Belanja Modal Pengurukan dan Pematangan Tanah (531115) Pengeluaran yang dilakukan untuk pengurukan/penimbunan, perataan dan pematangan tanah pada saat pengadaan/pembelian tanah secara swakelola sampai dengan tanah tersebut siap digunakan/dipakai (swakelola). Belanja Modal Peralatan dan Mesin (53211) Belanja Modal Peralatan dan Mesin (532111) Pengeluaran unluk pengadaan peralatan dan mesin yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan antara lain biaya pembelian, biaya pengangkutan, biaya instalasi, serta biaya langsung lainnya untuk memperoleh dan mempersiapkan sampai peralatan dan mesin tersebut siap digunakan. Belanja Modal Gedung dan Bangunan (53311) Belanja Modal Gedung dan Bangunan (533111) Pengeluaran untuk memperoleh gedung dan bangunan secara kontraktual sampai dengan gedung dan bangunan siap digunakan meliputi biaya pembelian atau biaya kontruksi. termasuk biaya pengurusan IMB, notaris dan pajak (kontraktual). Belanja Modal Jaringan (53413) Belanja Modal Jaringan (534131) Pengeluaran untuk memperoleh jaringan sampai siap pakai meliputi biaya perolehan atau biaya kontruksi dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan sampai jaringan tersebut siap pakai. Belanja Modal Lainnya (53611) Belanja Modal Lainnya (536111) a) Pengeluaran untuk memperoleh Aset Tetap Lainnya dan Aset Lainnya yang tidak dapat diklasifikasikan dalam belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan. b) Pengeluaran untuk memperoleh Aset Tetap Lainnya dan Aset Lainnya sampai dengan siap digunakan. c) Belanja Modal Lainnya dapat digunakan untuk pengadaan software, pengembangan website, pengadaan lisensi yang memberikan manfaat lebih dari satu tahun baik secara swakelola maupun dikontrakkan kepada Pihak Ketiga d) Belanja Modal Lainnya dapat digunakan untuk pembangunan aset tetap renovasi yang akan diserahkan kepada entitas lain dan masih di lingkungan pernerintah pusat. Untuk Aset Tetap Renovasi yang

14

nantinya akan diserahkan kepada entitas lain berupa Gedung dan Bangunan mengikuti ketentuan batasan minimal kapitalisasi. e) Termasuk dalam belanja modal lainnya: pengadaan/pembelian barangbarang kesenian, dan koleksi perpustakaan.

15

BAB III REVISI ANGGARAN


A. Peraturan terkait Revisi Anggaran Peraturan yang digunakan terkait pelaksanaan Revisi Anggaran meliputi: 1. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 32/PMK.02/2013 Tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2013 2. Peraturan Direktur Jendral Perbendaharaan Nomor PER-12/PB/2013 Tentang Petunjuk Teknis Revisi Anggaran Yang Menjadi Bidang Tugas Direktorat Jendral Perbendaharaan Tahun Anggaran 2013 Peraturan ini tetap berlaku sepanjang belum diterbitkannya peraturan baru yang mengatur tatacara revisi anggaran Tahun Anggaran 2013. Peraturan mengenai revisi anggaran ini mengalami perubahan setiap tahun anggaran. B. Ruang Lingkup Revisi Anggaran Revisi Anggaran terdiri atas: 1. Perubahan rincian anggaran yang disebabkan penambahan atau pengurangan pagu anggaran belanja termasuk pergeseran rincian anggaran belanjanya; 2. Perubahan atau pergeseran rincian anggaran dalam hal pagu anggaran tetap dan/atau 3. Perubahan/ralat karena kesalahan administrasi, yang meliputi: a. Ralat kode akun sesuai kaidah akuntansi sepanjang dalam peruntukan dan sasaran yang sama; b. Ralat kode KPPN; c. perubahan nomenklatur bagian anggaran dan/atau Satker sepanjang kode tetap; d. Ralat kode nomor register PI-ILN/PHDN e. Ralat kode kewenangan f. Ralat kode lokasi; dan/atau g. Ralat cara penarikan PHLN/PHDN C. Batasan Revisi Anggaran Revisi Anggaran dapat dilakukan sepanjang tidak mengakibatkan pengurangan alokasi anggaran terhadap: 1. Kebutuhan Biaya Operasional Satker kecuali untuk memenuhi Biaya Operasional pada Satker lain dan dalam peruntukan yang sarna; 2. Pembayaran berbagai tunggakan (tercantum dalam Lembar IV DIPA); 3. Rupiah Murni Pendamping (RMP) sepanjang paket pekerjaan masih berlanjut (on-going); dan/atau

16

4. Paket pekerjaan yang telah dikontrakkan dan/atau direalisasikan dananya sehingga menjadi minus. D. Dokumen terkait Revisi Anggaran Kuasa Pengguna Anggaran menyampaikan usulan Revisi Anggaran kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan dilengkapi dokumen pendukung berupa: 1. Surat Usulan Revisi Anggaran yang dilampiri matriks perubahan (semulamenjadi); 2. SPTJM yang ditandatangani oleh Kuasa Pengguna Anggaran dan bermeterai; dan 3. ADK RKA-K/L DIPA Revisi. E. Revisi DIPA dan Revisi POK 1. Revisi DIPA Merupakan kewenangan Kementerian Keuangan melalui Kanwil DJPB. Revisi DIPA dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Kanwil DJPB setempat. Setelah mendapatkan persetujuan Revisi DIPA, KPA menerbitkan revisi POK sesuai persetujuan revisi DIPA tersebut. Revisi DIPA yang diajukan ke Kanwil DJPB harus diusulkan oleh KPA masingmasing Satker. 2. Revisi POK Merupakan kewenangan KPA masing-masing Satker. Revisi POK dapat dilakukan sepanjang tidak berakibat pada perubahan POK (volume keluaran, total biaya per output/kegiatan, total biaya menurut kategori belanja barang dan belanja modal). Revisi POK diajukan oleh Penanggungjawab Kegiatan kepada KPA. Selanjutnya KPA membuat persetujuan/penolakan usulan revisi tersebut. Jika usulan revisi POK disetujui maka ADK RKAKL harus disesuaikan, dan dikirimkan ke KPPN setempat sebagai acuan penerbitan SP2D. Khusus BPS Kabupaten/Kota, sebelum menyetujui usulan revisi POK dari penanggungjawab kegiatan, diminta agar melakukan konsultasi terlebih dahulu ke BPS Provinsi, hal ini untuk menghindari adanya perbedaan aktivitas dari setiap BPS Kabupaten/Kota.

17

BAB IV SURAT KUASA PENGGUNA ANGGARAN (SKPA)


SKPA adalah dokumen pemberian kuasa dari Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) tertentu kepada KPA lainnya untuk menggunakan sebagian kredit anggaran dalam rangka melaksanakan sebagian/seluruh paket pekerjaan yang telah ditentukan. Peraturan terkait SKPA yaitu Perdirjen Nomor PER-20/PB/2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan Anggaran Melalui Pemberian Kuasa Antar Kuasa Pengguna Anggaran dan Surat Edaran Dirjen Perbendaharaan Nomor SE- 41/ PB/ 2011 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan, Dan Konsolidasi Laporan Keuangan Atas Realisasi Dana Surat Kuasa Pengguna Anggaran. A. Prinsip dasar 1. SKPA diterbitkan dalam rangka efisiensi dan efektivitas pelaksanaan pembayaran antar wilayah dan dilakukan untuk menunjang pencapaian keluaran ( output) KPA penerbit. 2. Output SKPA penerima harus sesuai dengan rencana output penerbit. 3. SKPA diterbitkan oleh KPA unit eselon yang lebih tinggi kepada KPA unit eselon yang lebih rendah dalam satu unit eselon 1 yang sama pada suatu Kementerian Negara/Lembaga. 4. KPA Penerima tidak dapat menerbitkan SKPA lagi kepada KPA Penerima lainnya atas SKPA yang diterimanya. 5. KPA Penerbit bertanggungjawab atas Indeks Kinerja Kegiatan dan keluaran (output) dari pekerjaan yang diterbitkan SKPA-nya. 6. KPA Penerima bertanggungjawab atas pencapaian paket pekerjaan dan penggunaan anggaran yang diterbitkan SKPA-nya 7. Penerbitan SKPA tidak berakibat pada pemindahan pagu DIPA/dari KPA penerbit kepada KPA penerima. B. Penerbitan dan Penatausahaan SKPA 1. SKPA diterbitkan sesuai fungsi, subfungsi, program, kegiatan, output, akun sebagaimana tercantum dalam DIPA KPA penerbit. 2. SKPA diterbitkan dengan kode satuan kerja KPA penerbit, kode lokasi KPA penerbit dan kode kantor bayar KPPN penerima. 3. SKPA diterbitkan per jenis belanja dan berlaku untuk 1 (satu) tahun anggaran. 4. KPA penerbit menerbitkan SKPA untuk digunakan sebagai dasar penggunaan anggaran oleh KPA penerima. 5. SKPA diterbitkan melalui aplikasi SPM dengan format sebagaimana telah diatur dalam peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

18

6. SKPA disampaikan kepada KPPN penerbit rangkap 8 (delapan) dengan dilampiri ADK SKPA untuk mendapatkan pengesahan. 7. Jika terdapat revisi POK, KPA penerbit juga harus menyampaikan ADK revisi POK kepada KPPN penerbit. 8. KPPN penerbit akan melakukan pengujian SKPA sebelum disahkan. 9. KPA penerbit mengirimkan SKPA yang telah disahkan kepada KPA penerima rangkap 2 (dua) dengan disertai ADK SKPA untuk dijadikan sebagai dasar penggunaan anggaran, dan menyimpan 1 lembar untuk pertinggal. C. Pencairan dana SKPA 1. KPA penerima menyampaikan 1 lembar SKPA kepada KPPN penerima sebelum pengajuan SPM pertama kali. 2. KPPN penerima akan menguji SKPA yang telah diserahkan KPA penerima dengan data SKPA dari KPPN penerbit. 3. KPA penerima membukukan pengeluaran yang berasal dari SKPA secara terpisah dengan dana yang berasal dari DIPA. D. Pelaporan Keuangan dan Rekonsiliasi. 1. KPA penerima menyelenggarakan akuntansi dan penyusunan Laporan Keuangan (LK) atas pelaksanaan SKPA secara terpisah dengan penyelenggaraan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan atas dana DIPA yang dikelolanya. 2. KPA penerima melakukan rekonsiliasi atas realisasi dana SKPA dengan KPPN penerima setiap bulan, dan menyusun LK atas realisasi dana SKPA setiap triwulan 3. LK SKPA yang dibuat oleh KPA penerima, disampaikan kepada KPA penerbit disertai dengan ADK beserta copy Berita Acara Rekonsiliasi paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum penyampaian LK oleh KPA penerbit SKPA. 4. KPA penerbit melakukan konsolidasi atas LK SKPA yang diterima dari KPA penerima dengan LK atas dana DIPA. E. Pelaporan pelaksanaan pekerjaan 1. Setelah pelaksanaan pembayaran berakhir atau berakhirnya tahun anggaran, KPA penerima wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pekerjaan kepada KPA penerbit. 2. Laporan pelaksanaan pekerjaan tersebut menggunakan format yang telah ditentukan dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan No. 20 Tahun 2011. 3. Jika dalam pelaksanaan pekerjaan SKPA menghasilkan BMN maka KPA 4. 5. penerbit melakukan pemindahtanganan BMN kepada KPA penerima. 6. KPA penerima BMN mencatat BMN tersebut kedalam SIMAK-BMN. 19

BAB V KERJASAMA
Kerja sama pada BPS adalah kesepakatan antara unit kerja pada BPS dan mitra kerja sama dari dalam maupun dari luar negeri untuk kegiatan statistik, teknologi informasi, dan/atau pengembangan sumber daya manusia dimana masing-masing pihak mempunyai hak, kewajiban, dan tanggung jawab yang jelas berdasarkan kesepakatan bersama yang dituangkan dalam perjanjian tertulis dalam kerangka Sistem Statistik Nasional. (Perka BPS No. 37 Tahun 2012). Jenis Kerjasama di BPS terdiri dari: A. Hibah B. PNBP C. Swakelola Semua jenis kerjasama yang dilakukan oleh satker harus diungkapan ke dalam Laporan Keuangan (CaLK). A. Hibah Hibah adalah pendapatan/belanja pemerintah pusat yang berasal dari/untuk badan/lembaga dalam negeri atau perseorangan, pemerintah negara asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional baik dalam bentuk devisa, rupiah maupun barang dan atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar/diterima kembali, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus (PMK No. 191 Tahun 2011). Hibah Daerah adalah pemberian dengan pengalihan hak atas sesuatu dari Pemerintah atau pihak lain kepada Pemerintah Daerah atau sebaliknya yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya dan dilakukan melalui perjanjian. Hibah Luar Negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, maupun dalam bentuk barang dan/atau jasa yang diperoleh dari pemberi hibah luar negeri yang tidak perlu dibayar kembali. Berdasarkan mekanisme pencairannya hibah dibagi menjadi: 1. Hibah Terencana 2. Hibah Tidak Terencana Berdasarkan sumbernya hibah dibagi menjadi: 1. Bersumber dari dalam negeri 2. Bersumber dari luar negeri Berdasarkan bentuknya hibah dibagi menjadi: 1. Barang/Jasa 2. Uang a. Uang tunai b. Uang untuk membiayai kegiatan 20

3. Surat Berharga Mekanisme Pelaksanaan Hibah Langsung 1. Penandatanganan MOU atau dokumen yang dipersamakan a. Pemberi hibah dan penerima hibah membuat ikatan kerjasama atau perjanjian tentang hibah. b. Berdasarkan naskah perjanjian hibah tersebut penerima hibah bersama-sama pemberi hibah membuat Disbursement Plan, dan Grant Summary dan mengirim ke Biro Keuangan sebagai dasar pembuatan surat permintaan nomor register ke Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) Kementerian Keuangan. 2. Registrasi a. Mengajukan Surat Permohonan Nomor Register Hibah ke DJPU yang ditandatangani oleh Sekretaris Utama (Sestama) dengan melampirkan: 1) Naskah Perjanjian Hibah atau dokumen yang dipersamakan. 2) Surat Pernyataan Telah Menerima Hibah Langsung yang dibuat oleh subject matter/ satker penerima hibah. 3) Surat Permohonan nomor register kepada Sestama dari subject matter satker penerima hibah. 4) Ringkasan Perjanjian Hibah (Grant Summary) 5) Rencana Penarikan Dana (Disbursement Plan) b. DJPU akan mengeluarkan nomor register dan dikirim ke Sestama cq. Biro Keuangan. c. Biro Keuangan akan menerima nomor register dan kemudian menyampaikan ke subject matter/ satker penerima hibah, sebagai dasar untuk revisi DIPA. 3. Pembukaan rekening a. Mengajukan izin pembukaan rekening lainnya ke Direktorat Jenderal Perbendaharan (DJPB) yang ditandatangani oleh Sestama dengan melampirkan: 1) Naskah Perjanjian Hibah atau dokumen yang dipersamakan 2) Grant Summary 3) Disbursement Plan 4) Nomor Register Hibah b. DJPB mengeluarkan surat persetujuan pembukaan rekening c. Dengan Surat Persetujuan tersebut subject matter Penerima Hibah dapat membuka rekeningnya pada bank yang ditunjuk d. Donor dapat mentransfer dana hibah ke rekening lainnya. e. Atas dasar nomor rekening bank yang diterima, subject matter membuat surat laporan pembukuan rekening ditujukan ke Sestama.

21

f. Sestama menandatangani surat pernyataan penggunaan rekening beserta penyampaian nomor rekening yang telah dibuka dan surat tersebut ditujukan ke DJPB. Dana hibah dapat ditampung sementara dalam rekening Bendahara Pengeluaran sebelum persetujuan pembukaan rekening hibah disahkan, hal ini merujuk pada Surat Edaran DJPBN Nomor SE-2/PB/2012 tentang Petunjuk Lebih Lanjut Pengelolaan Hibah Langsung Baik Dalam Bentuk Uang Maupun Barang/Jasa/Surat Berharga Tahun 2011, Huruf E Romawi II nomor 3 dan 4. 4. Revisi Daftar Isian Pelaksana Anggaran (DIPA) a. Untuk Satker Sestama subject matter mengajukan revisi DIPA ke Biro Bina Program. b. Untuk Satker BPS Propinsi/Kabupaten/Kota mengajukan revisi DIPA ke Kantor Wilayah (Kanwil) DJPB setempat. c. Pengajukan revisi DIPA dilampiri dengan: 1) MOU 2) Grant Summary 3) Disbursement Plan 4) Nomor Register dari DJPU 5) Surat pernyataan pengalokasian dana dalam DIPA d. Biro Bina Program mengajukan surat permohonan ijin revisi DIPA ke DJA melalui Sestama. Sestama mengajukan surat ijin Revisi DIPA ke DJA. Untuk Satker BPS Propinsi/Kabupaten/Kota mengajukan revisi DIPA ke Kanwil DJPB setempat. e. Penyesuaian pagu belanja dilakukan melalui revisi DIPA yang diajukan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan/Kepala Kanwil DJPB untuk disahkan sesuai Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara revisi anggaran. f. Penyesuaian pagu belanja sebagaimana dimaksud adalah sebesar yang direncanakan akan dilaksanakan sampai dengan akhir tahun anggaran berjalan, paling tinggi sebesar perjanjian hibah atau dokumen yang dipersamakan. g. Subject matter/ satker dapat langsung menggunakan uang yang berasal dari hibah langsung tanpa menunggu terbitnya revisi DIPA (hibah dalam bentuk uang tunai). 5. Pengesahan Hibah Langsung a. PA/KPA mengajukan Surat Perintah Pengesahan Hibah Langsung (SP2HL) atas seluruh Pendapatan Hibah Langsung yang bersumber dari dalam negeri dalam bentuk uang sebesar yang telah diterima dan belanja yang bersumber

22

b.

c. d. e.

f.

dari hibah langsung yang bersumber dari dalam negeri sebesar yang telah dibelanjakan pada tahun anggaran berjalan kepada KPPN mitra kerjanya. Atas Pendapatan Hibah Langsung bentuk uang dan/atau belanja yang bersumber dari hibah langsung, PA/KPA membuat dan menyampaikan SP2HL ke KPPN dengan dilampiri: 1) copy Rekening atas Rekening Hibah; 2) Surat Pernyataan Telah Menerima Hibah Langsung (SPTMHL); 3) SPTJM; dan 4) Copy surat persetujuan pembukaan rekening untuk pengajuan SP2HL pertama kali. Atas dasar SP2HL, KPPN membukukan Pendapatan Hibah Langsung dan belanja yang bersumber dari hibah langsung serta saldo kas di K/L dari hibah. Atas dasar SPHL yang diterima dari KPPN, DJPU membukukan Pendapatan Hibah Langsung. Atas dasar SPHL yang diterima dari KPPN, PA/KPA membukukan belanja yang bersumber dari hibah langsung dan saldo kas di K/L dari hibah ke dalam Sistem Akuntansi Instansi (SAI). Setiap bulan PA/KPA melakukan rekonsiliasi dengan KPPN dan kedua belah pihak menandatangani Berita Acara Rekonsiliasi.

6. Pengesahan Pengembalian Pendapatan Hibah Langsung Bentuk Uang (Jika Ada Pengembalian). a. Sisa uang yang bersumber dari hibah langsung dalam bentuk uang, dapat dikembalikan melalui mekanisme disetor ke kas negara/ daerah atau dikembalikan langsung ke rekening Pemberi Hibah sesuai perjanjian hibah atau dokumen yang dipersamakan. b. Atas pengembalian pendapatan hibah langsung PA/KPA mengajukan Surat Perintah Pengesahan Pengembalian Pendapatan Hibah Langsung (SP4HL) kepada KPPN mitra kerjanya dalam hal hibah berasal dari dalam negeri. c. Atas pengembalian Pendapatan Hibah Langsung bentuk uang, PA/KPA membuat dan menyampaikan Surat Pengesahan Pengembalian Pendapatan Hibah Langsung (SP4HL) ke KPPN dengan dilampiri: 1) copy rekening atas Rekening Hibah; 2) copy bukti pengiriman/transfer kepada Pemberi Hibah; 3) SPTJM. d. Atas dasar SP4HL, KPPN menerbitkan SP3HL dalam rangkap 3 (tiga) dengan e. Atas dasar SP3HL, KPPN membukukan pengembalian Pendapatan Hibah Langsung dan mengurangi saldo kas di K/L dari hibah. f. Atas dasar SP3HL yang diterima dari KPPN untuk pendapatan hibah tahun berjalan, DJPU membukukan pengembalian Pendapatan Hibah Langsung sebagai pengurang realisasi pendapatan hibah. 23

g. Atas dasar SP3HL yang diterima dari KPPN untuk pendapatan hibah tahun yang lalu, DJPU tidak melakukan pencatatan, namun diungkapkan dalam CaLK. h. Atas dasar SP3HL yang diterima dari KPPN, PA/KPA membukukan pengurangan saldo kas di K/L dari hibah. i. Saldo kas di K/L dari hibah tidak boleh bernilai negatif. 7. Penutupan Rekening a. Sebelum batas akhir penarikan dana subject matter/ satker dapat melakukan perpanjangan atau penutupan rekening. b. Jika subject matter/ satker memperpanjang penggunaan rekening hibah, maka Biro Keuangan akan membuat surat pelaporan penggunaan rekening hibah yang ditandatangani oleh Sestama dan kemudian mengirim ke DJPB c. Jika subject matter/ satker akan melakukan penutupan rekening, Biro Keuangan membuat surat pemberitahuan penutupan rekening yang ditandatangani oleh Sestama dan mengirim ke DJPB dengan dilampiri: 1) Surat permohonan penutupan rekening hibah 2) Grant Summary 3) Disbursement Plan 4) Rekening Koran 8. Pertanggungjawaban Penerima Hibah (Permendagri No.32 Tahun 2011 Pasal 19 yang mengacu pada PP No 10 Tahun 2011). Penerima hibah bertanggungjawab secara formal dan material atas penggunaan hibah yang diterimanya. Pertanggungjawaban penerima hibah meliputi: a. Laporan penggunaan hibah; b. Surat pernyataan tanggung jawab yang menyatakan bahwa hibah yang diterima telah digunakan sesuai Dokumen Perjanjian Hibah; dan c. Bukti-bukti pengeluaran yang lengkap dan sah sesuai peraturan perundangundangan bagi penerima hibah berupa uang atau salinan bukti serah terima barang/jasa bagi penerima hibah berupa barang/jasa. d. Bukti Pertanggungjawaban disimpan dan dipergunakan oleh penerima hibah selaku obyek pemeriksaan.

24

Mekanisme Pelaksanaan Hibah Tidak Langsung Proses yang membedakan antara hibah langsung dan tidak langsung adalah pembukaan rekening khusus, penerbitan peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan dan proses pembayaran dana hibah. Mekanisme ini terdapat pada BPS Pusat.

B. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) PNBP adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan (Perka BPS No. 37 Tahun 2012). Mekanisme Pelaksanaan PNBP 1. Mitra kerja sama dan satker membuat perjanjian kerja sama. 2. Naskah perjanjian kerja sama yang sudah ditandatangani oleh kedua belah pihak dikirim ke Biro Keuangan dan Biro Bina Program untuk dilakukan revisi POK. Untuk satker yang belum memiliki PAGU anggaran penerimaan maka terlebih dahulu mengajukan usulan revisi DIPA ke BPS Pusat (Biro Bina Program). 3. Satker menginformasikan nama dan nomor rekening bendahara penerimaan ke mitra kerja sama. 4. Mitra kerja sama mentransfer sejumlah dana terkait dengan penjualan jasa ke rekening atas nama bendahara penerimaan. 5. Bendahara penerimaan menyetor dana PNBP ke Kas Negara. 6. Subject matter/satker sudah bisa menggunakan pagu PNBP dengan izin penggunaan PNBP berdasarkan kontrak kerja sama dengan pihak lain paling tinggi sebesar 98,26%, sehingga terjadi perbedaan antara nilai Mou dengan RAB.

25

7. Subject matter/satker harus membukukan seluruh penerimaan dan pengeluaran PNBP berdasarkan bukti pungutan dan setoran. 8. Setiap orang dan/atau badan yang menguasai dokumen yang berkaitan dengan perbendaharaan negara wajib menatausahakan dan memelihara dokumen tersebut dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

C. Swakelola Swakelola adalah pelaksanaan pekerjaan yang direncanakan, dikerjakan dan diawasi sendiri. Mekanisme Pelaksanaan Swakelola 1. Mitra kerja sama dan satker membuat perjanjian kerjasama swakelola. 2. Naskah perjanjian kerjasama swakelola yang sudah ditandatangani oleh kedua belah pihak beserta POK nya dikirim ke Biro Keuangan.

26

3. Berdasarkan perjanjian kerjasama tersebut, Satker membuat surat permohonan pembukaan rekening penampung dana swakelola yang ditandatangani oleh Sestama dan dikirim ke DJPB. 4. Setelah mendapat persetujuan dari DJPB, Satker membuat rekening penampung dana swakelola. 5. Satker menyampaikan informasi nomor rekening atas nama proyek swakelola ke mitra kerja sama dan subject matter. 6. Subject matter melakukan pekerjaan sesuai kontrak kerjasama. 7. Mitra kerja sama mentransfer sejumlah dana untuk keperluan operasional proyek. 8. Subject matter secara berkala menyampaikan laporan pelaksanaan pekerjaan dan penggunaan uang ke mitra kerja sama. 9. Setiap orang dan/atau badan yang menguasai dokumen yang berkaitan dengan perbendaharaan negara wajib menatausahakan dan memelihara dokumen tersebut dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

27

BAB VI PNBP DAN RUMAH DINAS


PNBP adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan pajak (UU No. 20 Tahun 1997 pasal 1, PMK No.190/PMK.05/2012 pasal 1). A. Penggolongan PNBP: 1. Penerimaan Umum: Pendapatan yang biasa dilakukan oleh seluruh instansi pemerintah dan tidak bisa ditarik/digunakan. 2. Penerimaan Fungsional: Pendapatan yang berasal dari instansi yang bersangkutan karena menjalankan tupoksinya dan bisa ditarik/digunakan kembali. B. Jenis dan Tarif PNBP di BPS Penerimaan umum di BPS meliputi: 1. Penjualan dokumen pelelangan, 2. Penjualan lainnya, 3. Penjualan kendaraan bermotor, 4. Penjualan asset yang berlebih/dihapus, 5. Sewa rumah dinas/negeri, 6. Pendapatan jasa lembaga keuangan (jasa giro bendaharawan), 7. Denda keterlambatan pekerjaan, 8. Penerimaan kembali belanja pegawai pusat tahun anggaran yang lalu, 9. Penerimaan kembali belanja lainnya RM tahun anggaran yang lalu, 10. Penerimaan kembali/ganti rugi yang diderita oleh Negara. Penerimaan fungsional Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.54 Tahun 2009 dijelaskan bahwa jenis PNBP yang berlaku pada Badan Pusat Statistik meliputi penerimaan dari : 1. Penjualan publikasi cetakan; 2. Penjualan publikasi elektronik/softcopy; 3. Penjualan data mentah; 4. Penjualan peta digital wilayah; 5. Penyeleksian calon mahasiswa baru Sekolah Tinggi Ilmu Statistik 6. Jasa pendidikan pada Sekolah Tinggi Ilmu Statistik bagi pegawai tugas belajar non-Badan Pusat Statistik; 7. Jasa penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan teknis dan fungsional; 8. Jasa sewa sarana dan prasarana Badan Pusat Statistik;

28

9. Jasa pelayanan kegiatan statistik dan teknologi informasi berdasarkan kontrak kerja sama dengan pihak lain. Penetapan tarif untuk masing-masing jenis PNBP tersebut sebagai berikut: 1. Tarif atas jenis PNBP no.1-8 dalam Lampiran Peraturan Pemerintah No.54 Tahun 2009 dalam bentuk satuan rupiah. 2. Tarif untuk jenis PNBP no.9 adalah sebesar nilai nominal yang tercantum dalam kontrak kerjasama dan dalam bentuk satuan rupiah, dollar Amerika, yen, atau euro. 3. Tarif atas jenis PNBP no.1-4 tidak termasuk biaya pengiriman dan jasa perbankan. Biaya pengiriman dan jasa perbankan dibebankan kepada Wajib Bayar. 4. Tarif atas jenis PNBP no. 5 tidak termasuk biaya tes kesehatan, konsumsi, transportasi, dan/atau akomodasi. Biaya tes kesehatan, konsumsi, transportasi, dan/atau akomodasi dibebankan kepada Wajib Bayar. 5. Tarif atas jenis PNBP no. 6 tidak termasuk biaya buku, literature, seragam, atribut, masa integrasi pendidikan kampus, asuransi, konsumsi, transportasi, dan/atau akomodasi. Biaya buku, literature, seragam, atribut, masa integrasi pendidikan kampus, asuransi, konsumsi, transportasi, dan/atau akomodasi dibebankan kepada Wajib Bayar. 6. Tarif atas jenis PNBP no. 7 tidak termasuk biaya konsumsi, transportasi, dan/atau akomodasi. Biaya konsumsi, transportasi, dan/atau akomodasi dibebankan kepada Wajib Bayar. 7. Terhadap pihak tertentu, untuk penjualan atas jenis PNBP no.1-4 dapat dikenakan tarif sebesar Rp.0,00 (nol rupiah). Pihak tertentu tersebut terdiri atas: a. Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah, b. Lembaga Negara, c. Perwakilan Negara Asing, d. Lembaga Internasional. Pengenaan tarif sebesar Rp0,00 (nol rupiah) terhadap pihak tertentu diberikan untuk layanan sebagai berikut: a. Publikasi cetakan sebanyak 1 (satu) eksemplar publikasi cetakan, b. Publikasi elektronik/softcopy sebanyak 1 (satu) keping publikasi elektronik, c. Data mentah sampai dengan 5 MB (lima Mega Bytes), d. Peta digital wilayah sebanyak 1 (satu) peta. Catatan: a. Instansi pemerintah pusat dan daerah serta lembaga negara yang melaksanakan kegiatan terkait tugas perencanaan pembangunan, pengelolaan keuangan negara, pengawasan dan pemeriksaan keuangan dan pembangunan, dan/atau penanggulangan bencana yang bersifat nasional dan lintas sektor

29

dapat diberikan publikasi cetakan, publikasi elektronik/ softcopy, data mentah, dan/atau peta digital wilayah lebih banyak dari satuan yang ditetapkan di atas. b. Khusus untuk kegiatan pendidikan dan penelitian nonkomersial di lingkungan institusi pendidikan, dapat diberikan pengenaan tarif sebesar Rp0,00 (Nol Rupiah) dimana pelaksanaan pengenaan tarif Rp0,00 (Nol Rupiah) tersebut dilakukan melalui nota kesepahaman (Memorandum of Understanding) antara Badan Pusat Statistik dengan instansi pemerintah yang berwenang di bidang pendidikan. C. Pemungutan dan Penyetoran PNBP 1. Pemungutan a. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan APBN dan PMK No. 3 Tahun 2012 mengenai Tata Cara penyetoran PNBP menyatakan bahwa: 1) Orang atau badan yang melakukan pemungutan atau penerimaan uang negara wajib menyetor seluruh penerimaan pada akhir hari kerja melalui Bank Umum atau badan lainnya yang ditunjuk oleh Kementerian Keuangan. 2) Penyetoran PNBP oleh Bendahara Penerimaan pada hari kerja berikutnya setelah PNBP diterima dapat dilakukan dalam hal: a) PNBP diterima pada hari libur/yang diliburkan b) Layanan Bank/Pos Persepsi yang sekota dengan tempat kedudukan Bendahara Penerimaan tidak tersedia c) Dalam hal tidak tersedia layanan Bank/Pos persepsi yang sekota dengan tempat kedudukan bendahara penerimaan, sepanjang memenuhi kondisi: Kondisi geografis satker yang tidak memungkinkan melakukan penyetoran setiap hari; Jarak tempuh antara lokasi Bank/Pos Persepsi dengan tempat kedudukan bendahara melampaui waktu 2 jam, dan/atau; Biaya yang dibutuhkan untuk penyetoran PNBP lebih besar daripada penerimaan yang diperoleh. 3) Penyetoran penerimaan negara yang dilakukan melampaui waktu yang ditetapkan akan dikenakan sanksi adminstrasi berupa denda. Pengenaan denda tidak berlaku terhadap keterlambatan penyetoran yang diakibatkan oleh keadaan kahar. 4) Bendahara penerimaan dilarang menyimpan uang dalam penguasaannya pada rekening pribadi.

30

b. Berdasarkan Peraturan Kepala BPS No. 28 Tahun 2012, dinyatakan bahwa: 1) Setiap surat perjanjian kerjasama atau dokumen PNBP lainnya yang dibuat unit kerja harus difotokopi dan disampaikan kepada Bendahara Penerimaan. 2) Penerimaan setoran uang tunai PNBP: a) Bendahara Penerimaan menerima uang tunai dari wajib bayar dan/atau kasir/petugas layanan perpustakaan dan membuat kuitansi tanda terima. Uang tunai dari kasir/petugas layanan disertai kuitansi prenumbered lembar kedua. b) Bendahara Penerimaan melakukan pemeriksaan silang (crosscheck) dengan dokumen PNBP dari unit kerja yang bersangkutan. c) Bendahara Penerimaan membukukan uang tunai yang diterima. 3) Penerimaan setoran melalui transfer: a) Bendahara Penerimaan menerima bukti transfer beserta kuitansi prenumbered dari kasir untuk penjualan publikasi, data mentah, dan peta digital wilayah. b) Bendahara Penerimaan menerima bukti transfer dari unit kerja pengelola kerjasama. c) Bendahara Penerimaan melakukan pengecekan ke bank persepsi setiap kali menerima bukti transfer baik dari kasir maupun dari unit kerja. d) Bendahara Penerimaan membukukan dana yang diterima melalui transfer bank. e) Bendahara Penerimaan membuat rekapitulasi setoran yang sejenis (misal Penyeleksian Calon Mahasiswa Baru STIS). 2. Penyetoran ke Kas Negara a. Setoran tunai ke Kas Negara Tugas Bendahara Penerimaan: 1) Menelaah kode MAP PNBP 2) Melakukan penomoran SSBP 3) Membuat/mengetik setoran dengan SSBP 4) Membayar setoran penerimaan ke kantor pos 5) Menyampaikan tembusan SSBP (7 lembar) yang sudah mendapat NTPN ke WB/subject matter dan unit terkait. b. Setoran dari rekening Bendahara Penerimaan Tugas Bendahara Penerimaan: 1) Menelaah kode MAP PNBP 2) Melakukan penomoran SSBP 3) Membuat/mengetik setoran dengan SSBP 4) Melakukan konfirmasi ke bank persepsi untuk pemblokiran jumlah PNBP yang akan disetor.

31

5) Meminta Pejabat Pemungut PNBP menandatangani cek atas dana PNBP yang masuk ke rekening. 6) Menyetorkan cek atas dana PNBP tersebut ke bank persepsi (proses pemindahbukuan) 7) Menyampaikan tembusan SSBP (7 lembar) yang sudah mendapat NTPN ke wajib bayar dan unit kerja terkait. D. Pengelola PNBP 1. Pengelola PNBP di BPS Provinsi dan BPS Kabupaten/Kota adalah Kepala Satker dan Bendahara Penerimaan. Bendahara Penerimaan ditetapkan dengan SK KPA (Kepala Satker). Selain itu, yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan PNBP, adalah: a. Kepala Bidang BPS Provinsi/Kepala Seksi BPS Kabupaten/Kota b. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). c. Kabag Tata Usaha/Kasubag Tata Usaha. d. Bendahara Pengeluaran/BP Pembantu. e. Kasir/Petugas Layanan Perpustakaan. 2. Unit Kerja Pengelola PNBP di BPS Provinsi/ Kabupaten/ Kota adalah sebagai berikut: a. Penjualan publikasi cetakan, publikasi elektronik/softcopy, data mentah, dan peta digital wilayah dilaksanakan oleh Bidang Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik (IPDS) di BPS Provinsi, dan Seksi IPDS di BPS Kabupaten/Kota. b. Jasa pelayanan kegiatan statistik dan teknologi informasi berdasarkan kontrak kerja sama dengan pihak lain oleh BPS Provinsi, dan BPS Kabupaten/Kota. E. Rekonsiliasi Dalam Perka BPS No. 28 Tahun 2012 disebutkan: Penerimaan: 1. Bendahara Penerimaan wajib melakukan rekonsiliasi tiap bulan dengan unit kerja penghasil PNBP (misalnya Subdit Layanan dan Promosi Statistik atau Bidang IPDS) dan mambuat Berita Acara Rekonsiliasi (BAR) internal. 2. Rekonsiliasi dengan staf pengelola keuangan untuk input SAI dan membuat BAR internal. 3. Rekonsiliasi Pengelola SAI dengan KPPN setempat di BPS Provinsi atau BPS Kabupaten/Kota yang dituangkan dalam BAR. Penggunaan: Unit kerja penghasil kegiatan PNBP wajib: 1. Menyampaikan realisasi fisik kegiatan PNBP bulan sebelumnya ke Biro Keuangan. 32

2. Melakukan rekonsiliasi dengan Bagian Perbendaharaan, Biro Keuangan atas daya serap anggaran kegiatan tersebut (realisasi keuangan). 3. Mengajukan rencana penggunaan dana PNBP bulan berikutnya. F. Input data PNBP ke dalam SAI SAI Kabupaten/Kota dikompilasi menjadi SAI Wilayah dan kemudian dikompilasi menjadi SAI Pusat + Daerah. SAI Kabupaten/Kota > SAI Wilayah > SAI Pusat + Daerah Penerimaan umum PNBP diinput ke dalam SAI di masing-masing satker sedangkan penerimaan fungsional diinput ke dalam SAI di BPS Pusat. Satker hanya mengirimkan bukti setor ke Bendahara penerima di BPS Pusat. G. Pelaporan PNBP 1. Bendahara penerimaan wajib membuat laporan PNBP secara berkala baik bulanan maupun triwulanan. 2. Laporan dikirim ke BPS Pusat u.p Bagian Akuntansi selambat-lambatnya tanggal 7 bulan berjalan. 3. Laporan PNBP Propinsi (wilayah) merupakan akumulasi dari seluruh PNBP Prop + Kabupaten + Kota dari Propinsi ybs. Alur pelaporan PNBP: Laporan Realisasi PNBP BPS tingkat Kabupaten/Kota > Laporan Realisasi PNBP BPS tingkat Wilayah (Prop + Kab + Kota) > Laporan Realisasi PNBP BPS tingkat Pusat > DJ PNBP H. Rumah Dinas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. menyatakan bahwa Kegiatan pengintensifan penerimaan Negara termasuk melakukan pemungutan Sewa atas pemanfaatan BMN. Besarnya tarif dan prosedur pemungutan ditetapkan oleh Menteri Keuangan. 1. Pejabat/pegawai yang menempati rumah dinas agar diterbitkan surat keputusan penunjukan penempatan rumah dinas. 2. Sewa rumah dinas tersebut agar dipungut atau dipotong melalui gaji yang bersangkutan. 3. Biaya langganan daya dan jasa rumah dinas yang ditempati pejabat/pegawai tidak dapat dibebankan pada APBN. 4. Biaya pemeliharaan rumah dinas yang ditempati pejabat/pegawai tidak dapat dibebankan pada APBN.

33

Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 082 Tahun 2002 tentang Pemberian Kuasa Penetapan Penghunian dan Pencabutan Penghunian Rumah Negara Golongan I (Rumah Jabatan) Milik Badan Pusat Statistik dinyatakan bahwa untuk kelancaran tugas Penunjukan dan Pencabutan Hak Penghunian Rumah Negara milik BPS, maka pihak yang diberikan kuasa untuk menerbitkan Surat Izin Penghunian dan Pencabutan Hak Penghunian Rumah Negara Golongan I (Rumah Jabatan) adalah: 1. Sekretaris Utama Sekretariat Utama diberikan kuasa untuk Menerbitkan Surat Izin Penghunian dan Pencabutan Hak Penghunian Rumah Negara di BPS yang dihuni oleh Kepala BPS Provinsi, dan Rumah Negara yang berlokasi di Jakarta, kecuali Rumah Negara milik BPS Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 2. Kepala BPS Provinsi diberikan kuasa untuk Menerbitkan Surat Izin Penghunian dan Pencabutan Hak Penghunian Rumah Negara yang dihuni oleh Pejabat Struktural di bawahnya, yang berada di wilayahnya masing-masing. Berdasarkan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.373/KPTS/2001 tentang Sewa Rumah Negara pasal 3, dinyatakan bahwa: 1. Perhitungan sewa Rumah Negara Golongan I dan Rumah Negara Golongan II dilakukan oleh Bendaharawan Gaji pada Kantor/Satuan Kerja penghuni Rumah Negara yang bersangkutan. 2. Perhitungan sewa Rumah Negara Golongan III dilakukan oleh: a. Direktur Jenderal Perumahan dan Permukiman, atau pejabat yang ditunjuk olehnya untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, wilayah yang berbatasan Kabupaten Bogor, Tangerang dan Bekasi. b. Kepala Dinas yang membidangi urusan Rumah Negara Propinsi/Dinas yang membidangi urusan Rumah Negara Kabupaten/Kota untuk daerah lainnya. Berdasarkan Surat Edaran No. 22/A/2002: 1. Rumus perhitungan sewa rumah negara Gol. I/II merujuk kepada lampiran Surat Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah No.373/KPTS/M/2001yang dituangkan dalam Surat Ijin Penghunian (SIP) yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang menerbitkan SIP masing-masing Kantor/Satuan Kerja. 2. Pelaksanaan pemungutan sewa rumah negara Gol. I/II dilakukan oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) dengan menerbitkan Surat Penagihan (SPn) berdasarkan SIP yang diterbitkan oleh Kantor/Satuan Kerja, dan dipungut langsung dari gaji masing-masing Kantor/Satuan Kerja. Pelaksanaan pemungutan sewa rumah negara gol.III disetor ke rekening kas negara oleh masing-masing wajib bayar dan ditatausahakan oleh KPPN sebagai PNBP). 3. Pengawasan atas pelaksanaan pemungutan sewa rumah negara Gol. I/II dilakukan oleh Pembina Barang Inventaris Instansi bersangkutan bersama-sama Direktorat Jenderal Anggaran, dalam hal ini di daerah yang dilakukan oleh Kantor Wilayah 34

Departemen/Lembaga dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran. Pengawasan atas pelaksanaan pemungutam sewa rumah negara Gol. III dilakukan oleh Direktorat Jenderal Anggaran bersama-sama Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman atau pejabat yang ditunjuk untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta wilayah yang berbatasan Kabupaten Bogor, Tangerang, dan Bekasi, dan dalam hal ini di daerah dilakukan oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran dan Dinas yang membidangi urusan rumah negara Propinsi/Kabupaten/Kota. 4. Perhitungan Sewa Rumah Negara: Rumus Sewa: Sb = 2,75% x [(Lb x Hs x Ns) x Fkb] x Fk Sb : Sewa bangunan per bulan 2,75% : Prosentase sewa terhadap nilai bangunan Lb. : Luas bangunana dalam meter persegi Hs. : Harga satuan bangungan per meter persegi Ns : Nilai sisa bangunan/layak huni (60%) Fkb : Faktor klasifikasi tanah/kelas bumi (%) Fk : Faktor keringanan sewa untuk PNS (5%) Keterangan: a. Prosentase Sewa Prosentase sewa terhdapa nilai bangunan 2,75% b. Luas Bangunan (Lb) Luas bangunan dalam meter persegi dihitung dari as ke as c. Harga Satuan (Hs) 1) Harga satuan bangunan sesuai klasifikasi dalam keadaan baru berdasarkan Peraturan Pemerintah Daerah Setempat (Kabupaten/Koya) pada tahun yang berjalan. 2) Harga satuan bangunan, dengan: a) Luas bangunan 36-95 m mengikuti harga satuan tipe C,D, E. b) Luas bangunan 96 185 m mengikuti harga satuan tipe B. c) Luas bangunan 186 m ke atas mengikuti harga satuan tipe A. 3) Harga satuan bangunan semi permanen (dinding bagian bawah batu/batako dan bagian atas papan/anyaman bambu) 50% x Hs. d. Nilai Sisa Bangunan (Ns) Nilai sisa bangunan ditetapkan 60% sebagai bangunan layak huni (Nilai sisa bangunan antara 20% s/d 100% dengan rata-rata 60%) e. Faktor Klasifikasi Tanah (Fkb)

35

Faktor klasifikasi tanah adalah besar prosentase sewa terhdapa klasifikasi tanah/kelas bumi sebagaimna tercantun dalam SPPT Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), sebagai berikut: Klasifikasi Kelas Bumi tanah A1 s.d A11 s.d A21 s.d A31 s.d A41 s.d Penggunaan A10 A20 A30 A40 A50 Bangunan (%) (%) (%) (%) (%) Rumah 80 70 60 50 40

f. Faktor Keringanan (Fk) Faktor keringanan sewa untuk PNS (5%). g. Sewa Rumah Negara Dengan Luas Tanah Melebihi Standar Standar luas tanah Rumah Negra sesuai Tipe: Tipe Luas Bangunan Luas Tanah A B C D E 250 m 120 m 70 m 50 m 36 m 600 m 350 m 200 m 120 m 100 m

Rumah Negara yang berdiri di atas persil dengan luas tanah melebihi luas standar lebih dari 20% dikenakan sewa tambahan atas kelebihan luas tanaha sebagai berikut: St = 2% x [(Lt x NJOP) x Fk]/tahun St : Sewa kelebihan tanah per tahun 2% : porsentase sewa terhadap nilai tanah Lt : Luas kelebihan tanah dari standar dalam meter persegi NJOP : Nilai Jual Objek Pajak sesuai SPPT Fk : Faktor keringanan sewa untuk PNS (5%) CONTOH PERHITUNGAN SEWA Rumus Sewa: Sb = 2,75 % x [(Lb x Hs x Ns) x Fkb] x Fk Contoh Perhitungan Sewa Untuk Lokasi DKI Jakarla: Kelas bumi: (A9), Fkb = 80%

36

Eselon I = 2,75% x [250 m2 x Rp 864.000,-x 60%x80%] x 5% /bln Eselon II = 2,75% x [120 m2 x Rp 779.000,-x 60%x80%] 61.696,-/bln Eselon III = 2,75% x [ 70m2 x Rp 755.000,- x 60%x80%] 34.881,-/bln Eselon IV = 2,75% x [ 50m2 x Rp 755.000,- x 60%x 80%] 24.915,-/bln Staf = 2,75% x [ 36m2 x Rp 755.000,- x 60% x 80%] x 5 % = Rp

= Rp 142.560,x 5 % = Rp

x 5 % = Rp x 5 % = Rp 17.938,-/bln

CONTOH PENGHITUNGAN SEWA RUMAH NEGARA Rumah negara di Kurao Pagang Nanggalo Kelurahan Kurao Pagang Kec. Nanggalo Kodya Padang, luas tanah 200 m, luas bangunan 50 m. Dari table Harga Satuan Pokok Bangunan Gedung Negara (HSPBGN) tahun 2001, Kota Padang untuk Rumah Dinas Tipe 36/50/70 tertulis Rp815.030,-. Perhitungan Sewa Bangunan per bulan Sb = 2,75% x [(Lb x Hs x Ns) x Fkb] x Fk = 2,75% x [(50 x Rp815.030,- x 60%) x 80%] x 5% Perhitungan Sewa Tanah per tahun Luas tanah Rumah Negara = 200 m Standar Luas tanah tipe C = 200 m Sehingga tidak ada kelebihan luas tanah yang harus dibayar sewanya. Perhitungan Sewa Rumah Negara Sewa Rumah Negara per bulan = Sewa Bangunan + Sewa tanah / 12 = Rp26.895,99 + 0 = Rp26.895,99 Keterangan: 1. Formula Sewa Bangunan per bulan Sb = 2,75% x [(Lb x Hs x Ns) x Fkb] x Fk Sb = Sewa Bangunan Lb = Luas Bangunan dalam m Hs = Harga Satuan Bagunan m diperoleh dari tabel HSPBGN yang setiap tahun diterbitkan bersama oleh Kanwil DJA dengan BAPPEDA Ns = Nilai Sisa Layak Huni (60%) Fkb = Faktor Klasifikasi Tanah ( %) Dapat dilihat di Faktur Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan pada Kelas Bumi. Fk = Faktor Keringanan Sewa (5%)

37

2. Formula Sewa Tanah per tahun St = 2% x [(Lb x NJOP) x Fk] St = Sewa Tanah Lt = Kelebihan Luas Tanah ( luas tanah standar luas tanah menurut tipe rumah) Fk = Faktor Keringanan Sewa (5%) Tabel standar luas tanah untuk rumah negara menurut tipe dan faktur klasifikasi bumi dapat diperoleh dari instansi KIMPRASWIL. 3. Formula Sewa BMN a) Sewa tanah kosong: (3,33% x Lt x Nilai tanah) Keterangan 3,33% = Prosentase sewa terhadap nilai tanah Lt = Luas tanah yang disewa Nilai tanah = Nilai wajar tanah per meter persegi b) Sewa tanah dan bangunan: (3,33% x Lt x Nilai tanah) + ( 6,64% x Lb x Hs x Nsb) Keterangan 6,64% = Prosentase sewa terhadap nilai bangunan Lb = Luas bangunan yang disewa Hs = Harga satuan bangunan per meter per segi Nsb = Nilai sisa bangunan c) Sewa BMN selain tanah dan bangunan 1) Formula sewa berdasarkan hasil kajian pengguna barang 2) Nilai sewa berdasarkan hasil perhitungan pengguna barang

38

BAB VII PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN PAJAK


A. Dasar Hukum Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2013 pasal 23 ayat (2) huruf e Bendahara ditugaskan untuk melakukan pemotongan/pemungutan dari pembayaran yang dilakukan atas kewajiban terhadap Negara. Berdasarkan Keppres No. 72 Tahun 2004 pasal 18 ayat (2) Setiap instansi pemerintah, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, bendaharawan dan badan-badan lain yang melakukan pembayaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)/anggaran BUMN/BUMD, ditetapkan sebagai wajib pungut pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sesuai Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 21 ayat 1 huruf b, disebutkan bahwa: Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, wajib dilakukan oleh Bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan. Dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 pasal 1 angka 27, dinyatakan: Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah BendaharaPemerintah, badan, atau Instansi Pemerintah yang ditunjuk olehMenteri Keuangan untuk memungut, menyetor dan melaporkanpajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahanBarang Kena Pajak dan/ atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepadaBendahara Pemerintah, Badan, atau Instansi Pemerintah tersebut. B. Kewajiban Perpajakan untuk Bendahara 1. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP. Bila terjadi penggantian pejabat Bendahara, NPWP tidak perlu diganti (meminta NPWP baru), tetapi cukup melaporkan penggantian tersebut secara tertulis kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat. 2. Menghitung pajak yang harus dipotong/dipungut. 3. Memotong/memungut pajak yang terutang setiap bulan. 4. Mencatat semua pajak yang dipungut/dipotong ke dalam buku Pembantu Pajak. 5. Menyetorkan pajak yang dipotong/dipungut. 6. Melaporkan pemotongan/pemungutan pajak melalui SPT MASA.

39

C. Jenis Pajak Jenis pajak yang dipotong atau dipungut Bendahara Pengeluaran adalah sebagai berikut: 1. PPh Pasal 21 (PPh 21) Berdasarkan Peraturan DJP No. PER-31/PJ/2012 PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri. Objek Pajak: a. Penghasilan pegawai tetap baik teratur maupun tidak teratur b. Penghasilan penerima pensiun secara teratur c. Uang pesangon, pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya melewati jangka waktu 2 tahun d. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas e. Imbalan kepada bukan pegawai f. Imbalan kepada peserta kegiatan g. Imbalan kepada dewan komisaris/pengawas yang bukan merupakan pegawai tetap pada perusahaan yang sama h. Imbalan kepada mantan pegawai i. Penarikan dana pensiun oleh pegawai Subjek Pajak: Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah orang pribadi yang merupakan: a. Pegawai, (pegawai tetap dan pegawai tidak tetap) b. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya: c. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, seperti pengacara, dokter, penyanyi, peneliti, agen iklan, pengawas proyek dll. d. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, seperti peserta pendidikan dan pelatihan, peserta rapat, peserta dalam suatu kepanitiaan. Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut: a. Penghasilan Kena Pajak, yang berlaku bagi : 1) Pegawai tetap; 2) Penerima pensiun berkala; 3) Pegawai tidak tetap yang penghasilannya di bayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima selama 1 (satu) bulan kalender telah melebihi Rp2.025.000,-; 40

4) Bukan Pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pemberian jasa (pasal 3 huruf c) yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan. b. Jumlah penghasilan yang melebihi Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) sehari, yang berlaku bagi pegawai tidak tetap yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan, atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi Rp2.025.000,c. 50% (Lima Puluh Persen) dari jumlah penghasilan bruto yang berlaku bagi bukan pegawai (pasal 3 huruf c) yang menerima imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan. d. Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain penerima penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, dan c. Penghitungan PPh Pasal 21 dan Tarifnya a. Pegawai Tetap/PNS 1) Golongan IV : 15% x Uang saku/Biaya perdiem/Upah bruto 2) Golongan III : 5% x Uang saku/Biaya perdiem/Upah bruto 3) Golongan II : 0% b. Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas 1) Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang dan Calon Pegawai yang Menerima Upah Harian, Upah Mingguan, Upah Satuan, Upah Borongan, Uang Saku Harian atau Mingguan: a) Jumlah upah/uang saku harian, atau rata-rata upah/uang saku yang diterima atau diperoleh dalam sehari: a. Upah/uang saku mingguan dibagi banyaknya hari bekerja dalam seminggu; b. Upah satuan dikalikan dengan jumlah rata-rata satuan yang dihasilkan dalam sehari; c. Upah borongan dibagi dengan jumlah hari yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan borongan. b) Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang harian belum melebihi Rp200.000,- dan jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalendar yang bersangkutan belum melebihi Rp2.025.000,- maka tidak ada PPh Pasal 21 yang harus dipotong. c) Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang harian telah melebihi Rp200.000,- dan sepanjang jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan belum melebihi Rp2.025.000,- maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian setelah dikurangi Rp200.000 dikalikan 5%.

41

d) Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan telah melebihi Rp2.025.000,- dan kurang dari Rp7.000.000,- maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian setelah dikurangi PTKP sehari, dikalikan 5%. e) Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam satu bulan kalender telah melebihi Rp7.000.000,- maka PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah upah bruto dalam satu bulan yang disetahunkan setelah dikurangi PTKP, dan PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar PPh Pasal 21 hasil perhitungan tersebut dibagi 12. 2) Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang, dan Calon Pegawai yang Menerima Upah yang Dibayarkan Secara Bulanan: PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah upah bruto yang disetahunkan setelah dikurangi PTKP, dan PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar PPh Pasal 21 hasil perhitungan tersebut dibagi 12. Tata Cara Penyetoran a. Bendahara menyetor PPh Pasal 21 yang tidak ditanggung Pemerintah dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke Bank Persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal 10 bulan takwin berikutnya. Apabila tanggal 10 jatuh pada hari libur maka penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya. b. Atas PPh Pasal 21 yang terutang bagi pejabat negara, PNS, anggota ABRI yang PPh-nya ditanggung Pemerintah, Bendahara melaporkan penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang dalam daftar gaji kepada KPPN. c. Bendahara melaporkan PPh Pasal 21 yang terutang sekalipun nihil dengan menggunakan SPT Masa paling lama tanggal 20 bulan takwim berikutnya. Apabila tanggal 20 jatuh pada hari libur, pelaporan dilakukan pada hari kerja berikutnya. Contoh Perhitungan PPh Pasal 21 a) Fitri Nurasih mitra statistik mengikuti kegiatan pengolahan ST2013 di BPS Provinsi Lampung dengan sistem kontrak/borongan dengan upah sebesar Rp 2.500.000,- dan jadwal pengolahan selama 1 (satu) bulan. Maka PPh Pasal 21 yang dipungut adalah sbb: Upah sebulan (sesuai jadwal) Rp2.500.000,PTKP sebulan Rp2.025.000,Penghasilan Kena Pajak Rp475.000,-

42

PPh Pasal 21 yang harus dipungut (tanpa NPWP) 6% x Rp. 475.000 = Rp. 28.500,PPh Pasal 21 yang harus dipungut (dengan NPWP) 5% x Rp. 475.000 = Rp. 23.750, b) Pujiono seorang mitra BPS Kabupaten Jayapura mengikuti kegiatan pelatihan petugas pencacahan ST 2013 selama 5 hari. Uang saku pelatihan dibayarkan per harinya sebesar Rp150.000,-. Pujiono telah memiliki NPWP Maka PPh Pasal 21 yang dipungut adalah sebagai berikut: Uang saku pelatihan perhari Rp150.000,Jumlah hari peltihan 5 hari Uang saku selama pelatihan Rp750.000,PPh Pasal 21 yang harus dipungut (dengan NPWP) 5% x Rp750.000,- = Rp37.500,2. PPh Pasal 22 PPh Pasal 22 adalah pajak yang dipungut berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang oleh rekanan yang dibiayai dari APBN. Transaksi/pembayaran atas pembelian barang yang tidak dikenakan PPh Pasal 22 adalah : a. Pembayaran atas penyerahan barang (bukan jumlah yang dipecahpecah) yang meliputi jumlah pembayaran paling banyak Rp2.000.000,00 tidak termasuk nilai PPN dan/atau PPnBM; b. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos; c. Pembayaran yang diterima karena penyerahan barang sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah/PNBP/pinjaman luar negeri; d. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Tarif Tarif untuk PPh Pasal 22 adalah : 1,5% x Harga/Nilai Pembelian Barang. Apabila Wajib Pajak penerima penghasilan (rekanan) tidak memiliki NPWP maka tarifnya 100% lebih tinggi dari tarif sebenarnya atau menjadi 3% atau (1,5% x 200%). Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran a. PPh Pasal 22 dipungut pada setiap pelaksanaan pembayaran langsung (LS) oleh KPPN atau Bendahara atas penyerahan barang oleh Wajib Pajak (Rekanan). 43

b. PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh Bendahara harus disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang yang dibiayai dari belanja negara. c. Penyetoran dilakukan ke Bank Persepsi atau Kantor Pos atau pemungutan langsung (LS) oleh KPPN dengan menggunakan SSP yang telah diisi oleh dan atas nama rekanan serta ditandatangani oleh Pemungut. d. Dalam hal rekanan belum mempunyai NPWP, maka kolom NPWP pada Surat Setoran Pajak (SSP) cukup diisi oleh angka 0 (nol), kecuali untuk 3 (tiga) digit kolom kode KPP Pratama tempat Pemungut terdaftar. Contoh Perhitungan PPh Pasal 22: BPS Kabupaten Tapanuli Selatan membeli sejumlah laptop seharga Rp40.000.000 (harga tersebut sudah termasuk PPN). Maka PPh Pasal 22 yang harus dipungut bendahara adalah : (100/110 x Rp40.000.000) x 1,5% = Rp545.454,3. PPh Pasal 23 PPh Pasal 23 adalah pajak atas penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang bersal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. Penghasilan yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 diantaranya, adalah: a. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, selain sewa atas tanah dan atau bangunan sesuai dengan PP 29 tahun 1996 jo. PP 5 tahun 2002. b. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21. Jenis jasa lain (PMK: 244/PMK.03/2008), diantaranya: a. Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan; b. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi; c. Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel, alat transportasi/kendaraan dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi; d. Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer; e. Jasa pengepakan; f. Jasa kebersihan atau cleaning service; g. Jasa katering atau tata boga. 44

Tarif dan dasar pemotongan Tarif PPh Pasal 23 adalah 2% dari jumlah bruto atas: a. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa atas tanah dan/atau bangunan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh; b. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lainnya. Penyetoran PPh Pasal 23 harus disetorkan oleh Bendahara Pengeluaran paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak. PPh Pasal 23 terutang adalah saat dibayarkan atau saat disediakan untuk dibayarkan atau ketika pembayarannya telah jatuh tempo. Contoh Perhitungan PPh Pasal 23: BPS Provinsi Sulawesi Utara mengadakan rapat koordinasi dengan seluruh Kepala BPS Kabupaten/Kota. Untuk konsumsi rapat menggunakan jasa catering dengan biaya Rp3.000.000,- namun pengusaha jasa catering tidak mempunyai NPWP, maka PPh Pasal 23 yang harus dipungut adalah: Rp3.000.000 x 2% x 200% = Rp3.000.000 x 4% = Rp120.000 4. PPh Pasal 4 ayat 2 PPh Pasal 4 ayat 2 adalah pajak penghasilan dengan tarif khusus yang bersifat final. a. Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan atau Bangunan dan Persewaan Tanah dan Bangunan Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah: 1) Penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain pemerintah; 2) Penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain yang disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus; 3) Penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus. Jumlah bruto nilai penjualan atau pengalihan adalah nilai tertinggi antara nilai berdasarkan akta pengalihan hak termasuk bunga, pungutan dan

45

pembayaran lainnya yang dipenuhi pembeli dibandingkan dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan. Jumlah bruto nilai pengalihan hak kepada pemerintah adalah nilai berdasarkan keputusan pejabat yang bersangkutan; Jumlah bruto nilai pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang adalah nilai menurut risalah lelang; Sewa atas tanah dan atau bangunan adalah sewa berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, portokoan, atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan bangunan industri. Bagian dari gedung perkantoran, pertokoan, atau pertemuan termasuk areal, baik di dalam gedung maupun di luar gedung yang merupakan bagian dari gedung tersebut; Jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh penyewa dengan nama dan bentuk apa pun juga yang berkaitan dengan tanah dan atau bangunan yang disewa termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya fasilitas lainnya dan service charge baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan Objek dan Tarif 1) Penghasilan yang diterima: a) Wajib Pajak yang usaha pokoknya mengalihkan hak atas tanah dan atau bangunan berupa pengalihan hak atas Rumah sederhana dan Rumah susun sederhana wajib membayar PPh Final 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan, yaitu nilai tertinggi antara nilai berdasarkan akta pngalihan hak dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tanah dan atau bangunan; b) Wajib Pajak Orang Pribadi (kecuali orang Pribadi yang memiliki penghasilan setahun dibawah PTKP dan nilai pengalihannya sampai dengan Rp60.000.000,00), yayasan atau organisasi sejenis dan Wajib Pajak Badan, membayar PPh Final 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan yaitu nilai tertinggi antara nilai berdasarkan akta pengalihan hak dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tanah dan atau bangunan. 2) Penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Badan dipotong PPh sebesar 10% dari jumlah bruto dan bersifat final.

46

Tata Cara Pemotongan dan Penyetoran atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan atau Bangunan 1) KPPN atau Bendahara sebagai penyewa wajib memotong PPh pada saat pembayaran atau terutangnya sewa, tergantung peristiwa mana yang terjadi lebih dahulu; 2) KPPN atau Bendahara memberikan Bukti Pemotongan PPh Final kepada orang atau badan yang menyewakan pada saat dilakukannya pemotongan PPh; 3) Bendahara menyetorkan PPh yang telah dipotong dengan menggunakan SSP pada Bank Persepsi atau Kantor Pos, selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa. b. Penghasilan dari Jasa Konstruksi 1) Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konsturksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan konstruksi. 2) Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektur, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain. Objek dan Tarif Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang menerima penghasilan dari jasa konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan sebagai berikut: 1) Memiliki Klasifikasi Usaha a) Pelaksanaan Konstruksi Kecil dengan tarif 2% b) Konstruksi Menengah & Besar dengan tarif 3% c) Perencanaan & Pengawasan Konstruksi Kecil, Menengah & Besar dengann tarif 4% 2) Tidak Memiliki Klasifikasi Usaha a) Pelaksanaan Konstruksi dengan tarif 4% b) Perencanaan & Pengawasan Konstruksi tarif 6% Tata Cara Pemotongan dan Penyetoran atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi 1) KPPN atau Bendahara memotong Pajak Penghasilan yang terutang pada saat pembayaran penghasilan berupa imbalan; 2) KPPN atau Bendahara memberikan bukti pemotongan PPh Final atas Jasa Konstruksi dan bukti pemotongan PPh Final atas hadiah undian;

47

3) Bendahara menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau kantor pos selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran imbalan, dengan menggunakan SSP. Contoh Perhitungan Pajak BPS Kota Medan akan merevitalisasi gedung kantor, sehingga harus menyewa gedung kantor selama pembangunan gedung baru, sewa gedung kantor tersebut sebesar Rp80.000.000 setahun. Maka PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dipungut/disetor Bendahara adalah sebesar : Rp80.000.000 x 10% =Rp8.000.000 5. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang/Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Pemungutan PPN merupakan pelunasan pajak yang dikenakan atas setiap transaksi pembelian barang atau perolehan jasa dari penyedia barang/jasa, misalnya pembelian alat tulis kantor, pembelian perlengkapan petugas, perolehan jasa akomodasi dan konsumsi, dan perolehan barang/jasa lainnya. Tarif PPN adalah 10% dari dasar pengenaan pajak. Tarif ini dapat diubah dengan peraturan pemerintah serendah-rendahnya 5% dan setinggi-tingginya 15% Namun, ada beberapa transaksi pembelian barang dan perolehan jasa dari pihak ketiga yang tidak perlu dipungut PPN oleh bendahara pengeluaran yaitu : a. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah; b. Pembayaran untuk pembebasan tanah; c. Pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku, mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut dan/atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai; d. Pembayaran atas penyerahan Bahan Bakar Minyak dan Bukan Bahan Bakar Minyak oleh PT Pertamina (Persero); e. Pembayaran atas rekening telepon; f. Pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan; g. Pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

48

Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran a. Pemungutan PPN oleh Bendahara dilakukan pada saat pembayaran kepada rekanan Pemerintah dengan cara pemotongan secara langsung dari tagihan Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah. b. Dasar pemungutan PPN adalah jumlah pembayaran, baik dalam bentuk uang muka, pembayaran sebagian, atau pembayaran seluruhnya yang dilakukan oleh Pemungut PPN kepada PKP Rekanan. c. PKP Rekanan wajib menerbitkan Faktur Pajak dan SSP pada saat menyampaikan tagihan kepada Bendahara baik untuk sebagian maupun seluruh pembayaran. d. SSP dibuat oleh PKP Rekanan dengan nama, alamat, dan NPWP dari PKP Rekanan yang bersangkutan. Namun ditandatangani oleh Bendahara selaku pemungut pajak yang bertindak atas nama PKP Rekanan. e. PPN dipungut wajib disetorkan ke Bank Persepsi atau Kantor Pos paling lambat 7 (tujuh) hari setelah berakhirnya bulan terjadinya pembayaran tagihan.Jasa perhotelan dan jasa catering, rumah makan juga tidak dikenakan PPN Contoh Perhitungan PPN Pengadaan Laptop seharga Rp40.000.000 dikenakan PPN sebesar :10/110 x Rp44.000.000 = Rp3.636.400,-

49

BAB VIII RAPAT DAN KEGIATAN SEJENISNYA


A. Definisi dan Istilah Rapat adalah pertemuan dalam situasi formal maupun informal sebagai alat koordinasi antar intern atau antar ekstern untuk membicarakan, merundingkan, dan memutuskan suatu masalah, atau mempersiapakan suatu acara/ kegiatan baik dalam jam kerja maupun di luar jam kerja. Konsinyasi adalah pertemuan di luar kantor yang melibatkan unit eselon II lainnya karena fasilitas di dalam kantor tidak mencukupi untuk penyelenggaraan paket fullboard. Kegiatan sejenis adalah seperti sosialisasi, desiminasi, pelatihan/ kursus, seminar, workshop, rapat koordinasi, rapat kerja/ rapat teknis, konsulatasi nasional/regional/serentak, dan Focus Group Discussion (FGD). Pembiayaan: Akun 524114 (Belanja Perjalanan Dinas Paket Meeting Dalam Kota) adalah pengeluaran untuk perjalanan dinas dalam rangka rapat, seminar, dan kegiatan sejenisnya yang dilaksanakan di dalam kota satker penyelenggara dan biaya seluruhnya oleh satker penyelenggara, serta yang dilaksanakan di dalam kota satker peserta dengan biaya perjalanan dinas yang ditanggung oleh satker peserta, yang meliputi: 1. Biaya transportasi peserta, panitia/moderator, dan/atau narasumber baik yang berasal dari dalam kota maupun dari luar kota; 2. Biaya paket meeting (halfday/fullday/fullboard); 3. Uang saku peserta, panitia/moderator, dan/atau narasumber baik yang berasal dari dalam kota maupun dari luar kota termasuk uang saku rapat di luar jam kerja; dan 4. Uang harian dan / atau biaya penginapan peserta, panitia/moderator, dan/atau narasumber yang mengalami kesulitan transportasi; Akun 524119 (Belanja Perjalanan Dinas Paket Meeting Luar Kota) adalah pengeluaran untuk perjalanan dinas dalam rangka rapat, seminar, dan kegiatan sejenisnya yang dilaksanakan di luar kota satker penyelenggara dan biaya seluruhnya oleh satker penyelenggara, serta yang dilaksanakan di luar kota satker peserta dengan biaya perjalanan dinas yang ditanggung oleh satker peserta, yang meliputi: 1. Biaya transportasi peserta, panitia/moderator, dan/atau narasumber baik yang berasal dari dalam kota maupun dari luar kota; 2. Biaya paket meeting (fullboard); 3. Uang saku peserta, panitia/moderator, dan/atau narasumber baik yang berasal dari dalam kota maupun dari luar kota; dan 4. Uang harian dan / atau biaya penginapan peserta, panitia/moderator, dan/atau narasumber yang mengalami kesulitan transportasi; 50

Rapat, konsinyasi, dan kegiatan sejenisnya harus menghasilkan output berupa: 1. Notulensi rapat; 2. Transkrip hasil rapat; dan/atau 3. Laporan pelaksanaan. B. Syarat dan Ketentuan 1. Syarat dan ketentuan rapat di dalam kantor di luar jam kerja: a. Berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai Standar Biaya b. Dilaksanakan paling sedikit 4 (empat) jam di luar jam kerja dengan ketentuan: Hari senin-kamis : jam 16.00-20.00 Hari Jumat : jam 16.30-20.30 c. Diselenggarakan di dalam kantor di luar jam kerja pada hari kerja satker bersangkutan d. Form permintaan rapat di luar jam kerja diajukan ke KPA paling lambat 3 (tiga) hari sebelum penyelenggaraan dan disetujui oleh PPK e. Peserta harus sudah tercatat hadir di kantor paling lambat pukul 08.00 WIB/WITA/WIT f. Tidak diberikan uang lembur dan uang makan lembur g. Satu orang peserta hanya berhak mendapatkan uang saku rapat satu kali dalam satu hari h. Petugas pendukung rapat berhak mendapat uang saku rapat sebesar 50% dari standar biaya. i. Dokumen pertanggungjawaban administrasi yang dilengkapi di Badan Pusat Statistik Provinsi: 1) Surat undangan ditandatangani oleh Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi atau eselon III penyelenggara 2) Surat tugas dari unit penyelenggara yang ditandatangani oleh Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi 3) Surat pernyataan pelaksanaasn rapat yang ditandatangani oleh penanggungjawab kegiatan (paling rendah pejabat setingkat eselon III), dilengkapi dengan rincian materi yang akan di bahas. 4) Daftar hadir dan print out presensi handkey. Minimal dua orang dari unit eselon III lainnya atau dari instansi lain yang salah satunya minimal pejabat eselon III. Peserta lainnya berasal dari unit eselon III penyelenggara. 5) Notulen dan laporan hasil rapat yang diketahui oleh pejabat eselon III terkait, disampaikan kepada PPK, ditembuskan kepada Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi dan seluruh peserta rapat. 6) Daftar uang saku rapat di luar jam kerja. Peserta dapat diberikan uang saku rapat sebesar Rp200.000,-/bruto 7) Kuitansi pembeliaan konsumsi 51

j. Dokumen pertanggungjawaban administrasi yang dilengkapi di Badan Pusat Statistik Kabupaten/ Kota: 1) Surat undangan ditandatangani oleh Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten/ Kota 2) Surat tugas dari unit penyelenggara yang ditandatangani oleh Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten/ Kota 3) Surat pernyataan pelaksanaan rapat yang ditandatangani oleh penanggung jawab kegiatan (paling rendah pejabat setingkat eselon IV), dilengkapi dengan rincian materi yang akan di bahas. 4) Daftar hadir dan print out presensi handkey. Minimal dua orang dari unit eselon IV lainnya atau dari instansi lain yang salah satunya minimal pejabat eselon IV. Peserta lainnya berasal dari unit eselon IV penyelenggara. 5) Notulen dan laporan hasil rapat yang diketahui oleh pejabat eselon IV terkait, disampaikan kepada PPK, ditembuskan kepada Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten/ Kota dan seluruh peserta rapat. 6) Daftar uang saku rapat di luar jam kerja. Peserta dapat diberikan uang saku rapat sebesar Rp150.000,-/ bruto 7) Kuitansi pembeliaan konsumsi 2. Syarat dan Ketentuan Kegiatan Sosialisasi, Seminar, Workshop, Diseminasi, dan Focus Group Discussion (FGD): a. Berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai Standar Biaya b. Diselenggarakan paket fullday dan halfday c. Form permintaan penyelenggaraan kegiatan diajukan paling lambat: 1) Dalam kota: 7 hari kerja sebelum pelaksanaan kepada KPA. Persetujuan KPA diterbitkan paling lambat 3 hari sejak form permintaan diterima. 2) Luar kota: 22 hari kerja sebelum pelaksanaan kepada KPA. Persetujuan KPA diterbitkan paling lambat 5 hari sejak form permintaan diterima. d. Pernyataan dari PPK bahwa fasilitas di kantor tidak mencukupi, sehingga apabila dilakukan di dalam kantor menjadi tidak efektif dan efisien. e. Surat undangan ditandatangani oleh eselon I/II/III penyelenggara. f. Surat tugas dari masing-masing unit kerja. Khusus pengemudi, surat tugas dari penyelenggara kegiatan. g. Notulen dan laporan hasil sosialisasi, seminar, workshop, diseminasi, diketahui oleh para pejabat eselon II/III terkait, disampaikan kepada PPK, dan ditembuskan kepada pejabat eselon I/II terkait serta KPA. h. Dokumen pertanggungjawaban administrasi keuangan: 1) Form permintaan 2) Surat undangan 3) Surat pernyataan PPK 4) Surat tugas 5) Surat Perjalanan Dinas (SPD) 52

i. j.

k.

l.

6) Daftar hadir 7) Notulen dan laporan hasil 8) Tagihan hotel Tersedia pembiayaan dalam akun 524114 atau akun 524119 Setiap pegawai mendapatkan uang saku paket fullday atau halfday sesuai standar biaya dan transport kegiatan sebesar Rp110.000,-. Pejabat eselon I/II/III tidak diberikan uang transport kegiatan. Pembayaran uang saku fullboard dan transport kegiatan untuk penyelenggaraan dalam kota atau transpor at cost unutk penyelenggaraan di luar kota, dimasukkan ke dalam perincian Perjalanan Dinas. Kegiatan dilakukan di luar kota harus memenuhi syarat: 1) Mendapat persetujuan dari PPK dengan pertiimbangan bahwa penyelenggaraan kegiatan dari segi teknis harus dilaksanakan di luar kota, atau diselenggarakan di lokasi terdekat dengan satker penyelenggara. 2) Melibatkan satker BPS Provinsi atau BPS Kabupaten/Kota 3) Berskala regional/nasional/internasional

3. Syarat dan Ketentuan Rapat Koordinasi, Rapat Kerja/ Rapat Teknis, dan Konsultasi Nasional/Regional/Serentak: a. Berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai Standar Biaya b. Diselenggarakan secara fullboard c. Kegiatan dilakukan minimal 2 hari dan maksimal 4 hari fullboard d. Form permintaan penyelenggaraan kegiatan diajukan paling lambat: 1) Dalam kota: 7 hari kerja sebelum pelaksanaan kepada KPA. Persetujuan KPA diterbitkan paling lambat 3 hari sejak form permintaan diterima. 2) Luar kota: 22 hari kerja sebelum pelaksanaan kepada KPA. Persetujuan KPA diterbitkan paling lambat 5 hari sejak form permintaan diterima. e. Pernyataan dari PPK bahwa fasilitas di kantor tidak mencukupi, sehingga apabila dilakukan di dalam kantor menjadi tidak efektif dan efisien. f. Surat undangan ditandatangani oleh eselon I/II penyelenggara. g. Surat tugas dari masing-masing unit kerja. Khusus pengemudi, surat tugas dari penyelenggara kegiatan h. Notulen dan hasil kegiatan diketahui oleh pejabat eselon II/III terkait, disampaikan kepada PPK, dan ditembuskan kepada pejabat eselon I/II terkait serta KPA. i. Dokumen pertanggungjawaban administrasi keuangan: 1) Form permintaan konsinyasi 2) Surat undangan 3) Surat pernyatan PPK 4) Surat tugas 5) Surat Perjalanan Dinas (SPD). 53

j. k.

l.

m. n.

6) Daftar hadir 7) Notulen dan laporan hasil konsinyasi 8) Tagihan hotel Tersedia pembiayaan dalam akun 524114 atau akun 524119 Setiap pegawai mendapatkan uang saku paket fullboard sesuai standar biaya dan transport kegiatan sebesar Rp110.000,-. Pejabat eselon I/II/III tidak diberikan uang transport kegiatan. Pembayaran uang saku fullboard dan transport kegiatan untuk penyelenggaraan dalam kota atau transpor at cost unutk penyelenggaraan di luar kota, dimasukkan ke dalam perincian Perjalanan Dinas. Rate uang saku fullboard untuk pengemudi sebesar 50% dari uang saku fullboard peserta kegiatan. Kegiatan dilakukan di luar kota harus memenuhi syarat: 1) Mendapat persetujuan dari PPK dengan pertiimbangan bahwa penyelenggaraan kegiatan dari segi teknis harus dilaksanakan di luar kota dan diselenggarakan dilokasi terdekat dengan satker penyelenggara. 2) Melibatkan satker BPS Provinsi atau BPS Kabupaten/Kota 3) Berskala regional/nasional/internasional

4. Syarat dan Ketentuan Kegiatan Pelatihan dan Kursus: a. Berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai Standar Biaya b. Diselenggarakan secara fullday atau fullboard c. Form permintaan penyelenggaraan kegiatan diajukan paling lambat: 1) Dalam kota: 7 hari kerja sebelum pelaksanaan kepada KPA. Persetujuan KPA diterbitkan paling lambat 3 hari sejak form permintaan diterima. 2) Luar kota: 22 hari kerja sebelum pelaksanaan kepada KPA. Persetujuan KPA diterbitkan paling lambat 5 hari sejak form permintaan diterima. d. Pernyataan dari PPK bahwa fasilitas di kantor tidak mencukupi, sehingga apabila dilakukan di dalam kantor menjadi tidak efektif dan efisien. e. Surat undangan ditandatangani oleh eselon I/II/III penyelenggara. f. Surat tugas dari masing-masing unit kerja. Khusus pengemudi, surat tugas dari penyelenggara kegiatan g. Notulen dan hasil kegiatan diketahui oleh pejabat eselon II/III/IV terkait, disampaikan kepada PPK, dan ditembuskan kepada pejabat eselon I/II/III terkait serta KPA h. Dokumen pertanggungjawaban administrasi keuangan: 1) Form permintaan konsinyasi 2) Surat undangan 3) Surat pernyatan PPK 4) Surat tugas 5) Surat Perjalanan Dinas (SPD) 54

i. j.

k.

l. m.

6) Daftar hadir 7) Notulen dan laporan hasil konsinyasi 8) Tagihan hotel Tersedia pembiayaan dalam akun 524114 atau akun 524119 Setiap peserta mendapatkan uang saku paket fullday atau fullboard sesuai standar biaya dan transport kegiatan sebesar Rp110.000,-. Pejabat eselon I/II/III tidak diberikan uang transport kegiatan. Pembayaran uang saku fullday atau fullboard dan transport kegiatan untuk penyelenggaraan dalam kota atau transport at cost untuk penyelenggaraan di luar kota, dimasukkan ke dalam perincian Perjalanan Dinas. Rate uang saku paket fullday atau fullboard untuk pengemudi sebesar 50% dari uang saku paket fullday atau fullboard peserta kegiatan. Kegiatan dilakukan di luar kota harus memenuhi syarat: 1) Mendapat persetujuan dari PPK dengan pertimbangan bahwa penyelenggaraan kegiatan dari segi teknis harus dilaksanakan di luar, diselenggarakan dilokasi terdekat dengan satker penyelenggara. 2) Melibatkan satker BPS Provinsi atau BPS Kabupaten/Kota 3) Berskala regional/nasional/internasional

55

BAB IX PERJALANAN DINAS


A. Pengertian
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 113/PMK.05/2012, Perjalanan Dinas adalah perjalanan ke luar tempat kedudukan yang dilakukan dalam wilayah Republik Indonesia untuk kepentingan negara. Perjalanan Dinas Jabatan adalah perjalanan yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS), Calon PNS, Pegawai Tidak Tetap dan Pihak Lain sesuai Surat Tugas yang diterbitkan Pejabat Eselon I/II yang: 1. Melewati batas Kabupaten/Kota; 2. Dilaksanakan di dalam Kota. a. Dilaksanakan lebih dari 8 (delapan) jam dari tempat kedudukan ke tempat yang dituju sampai kembali ke tempat kedudukan semula; b. Dilaksanakan sampai dengan 8 (delapan) jam dari tempat kedudukan ke tempat yang dituju sampai kembali ke tempat kedudukan semula. B. Tujuan Perjalanan Dinas Jabatan 1. Pelaksanaan tugas dan fungsi yang melekat pada jabatan; 2. Mengikuti rapat, seminar, dan sejenisnya; 3. Pengumandahan (Detasering); 4. Menempuh ujian dinas/ ujian jabatan; 5. Menghadap Majelis Penguji Kesehatan Pegawai Negeri atau menghadap seorang dokter penguji kesehatan yang ditunjuk, untuk mendapatkan surat keterangan dokter tentang kesehatannya guna kepentingan jabatan; 6. Memperoleh pengobatan berdasarkan surat keterangan dokter karena mendapat cedera pada waktu/ karena melakukan tugas; 7. Mendapatkan pengobatan berdasarkan keputusan Majelis Penguji Kesehatan Pegawai Negeri; 8. Mengikuti pendidikan setara Diploma/ S1/S2/S3; 9. Mengikuti pendidikan dan pelatihan; 10. Menjemput/ mengantarkan ke tempat pemakaman jenazah Pejabat Negara/ Pegawai Negeri yang meninggal dunia dalam melakukan perjalanan dinas; atau 11. Menjemput/ mengantarkan ke tempat pemakaman jenazah Pejabat Negara/ Pegawai Negeri yang meninggal dunia dari tempat kedudukan terakhir ke Kota/ Kabupaten tempat pemakaman.

56

C. Prosedur Perjalanan Dinas Jabatan 1. Persiapan a. Perjalanan Dinas Jabatan dilaksanakan sesuai perintah atasan pelaksana SPD (Surat Perjalanan Dinas) yang tertuang dalam Surat Tugas yang diterbitkan dan ditandatangani oleh Kepala BPS/Pejabat Eselon I atau Pejabat Eselon II dan atau Kepala Satuan Kerja. b. Usul perjalanan dinas dibuat oleh Unit Kerja Eselon IV. c. Pejabat Eselon I/II, dan/atau Kepala Satuan Kerja menerbitkan Surat Tugas dengan lampiran Rincian Perkiraan Biaya Perjalanan Dinas yang disampaikan kepada PPK. d. Surat Tugas tersebut menjadi dasar penerbitan SPD dan diterbitkan oleh Pejabat pembuat Komitmen (PPK). e. Dalam menerbitkan SPD, PPK berwenang untuk menetapkan tingkat biaya perjalanan dinas dan alat transport yang akan digunakan untuk melaksanakan perjalanan dinas dengan memperhatikan kepentingan serta tujuan perjalanan dinas. f. Khusus perjalanan dinas jabatan di dalam Kabupaten/Kota yang dilaksanakan sampai dengan 8 (delapan) jam, pembebanan biayanya dicantumkan dalam Surat Tugas. 2. Pelaksanaan Pembayaran a. Pembayaran biaya perjalanan dinas diberikan dalam batas pagu anggaran yang tersedia dalam DIPA satuan kerja berkenaan. b. Pembayaran biaya perjalanan dinas kepada pelaksana SPD paling cepat 5 (lima) hari kerja sebelum perjalanan dinas dilaksanakan. Pada akhir tahun anggaran, pembayaran biaya perjalanan dinas menyesuaikan dengan ketentuan yang mengatur mengenai langkah-langkah menghadapi akhir tahun anggaran dari Kementerian Keuangan. c. Pembayaran biaya perjalanan dinas sebagaimana dimaksud huruf b dapat diberikan apabila daftar nominatif perjalanan dinas sudah diajukan 10 (sepuluh) hari kerja sebelum pelaksanaan perjalanan dinas. D. Komponen Biaya Perjalanan Dinas Jabatan 1. Komponen biaya perjalanan dinas jabatan yang melewati batas kabupaten/kota dan dalam kota yang lebih dari 8 (delapan) jam meliputi: a. Uang harian (mencakup uang makan, uang transport lokal, dan uang saku) b. Biaya transpor, terdiri atas: 1) Biaya perjalanan dari tempat kedudukan sampai ke tempat tujuan keberangkatan dan kepulangan (tiket). 2) Retribusi yang dipungut di terminal bus/stasiun/bandara/pelabuhan keberangkatan dan kepulangan.

57

3) Biaya ke terminal bus/stasiun/bandara/pelabuhan keberangkatan dan kepulangan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai Standar Biaya. Biaya perjalanan dinas dari Ibukota Kabupaten ke Ibukota Provinsi dapat dibayarkan jika telah dilegalisasi dengan SK atau bukti biaya transport dengan melihat kewajaran. c. Biaya penginapan di hotel atau tempat menginap lainnya. Jika pelaksana SPD tidak menggunakan biaya penginapan maka pelaksana SPD diberikan biaya penginapan sebesar 30% dari tarif hotel di Kota/Kabupaten tempat tujuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai Standar Biaya. Biaya penginapan sebesar 30% tidak dapat diberikan jika pelaksana SPD sebagai peserta rateknas dan ratekda. d. Uang representasi diberikan kepada Pejabat Negara, Pejabat Eselon I, dan Pejabat Eselon II selama melakukan perjalanan dinas supervisi. 1) Sewa kendaraan dalam kota untuk keperluan pelaksanaan tugas di tempat tujuan bagi pejabat negara. 2) Biaya bagi penjemput/pengantar, biaya pemetian, dan biaya angkutan jenazah (perjalanan dinas menjemput/mengantar jenazah). 2. Komponen biaya perjalanan dinas jabatan dalam kabupaten/kota sampai dengan 8 (delapan) jam meliputi: a. Transpor lokal; b. Biaya bagi penjemput/pengantar, biaya pemetian, dan biaya angkutan jenazah (perjalanan dinas menjemput/mengantar jenazah). E. Pembatalan Perjalanan Dinas Dalam hal terjadi pembatalan pelaksanaan perjalanan dinas, biaya pembatalan dapat dibebankan pada DIPA satker berkenaan yaitu: 1. Biaya pembatalan tiket transportasi atau penginapan. 2. Sebagian atau seluruh biaya tiket transportasi atau penginapan yang tidak dapat dikembalikan/ refund Dokumen pertanggungjawaban administrasi yang harus disertakan adalah: 1. Surat Pernyataan Pembatalan Tugas dari pemberi tugas; 2. Surat Pernyataan Pembebanan Biaya dari PPK; 3. Surat Pernyataan atau tanda bukti besaran pengembalian biaya transport, biaya penginapan dari perusahaan jasa transportasi/ penginapan yang disahkan oleh PPK. Pembatalan perjalanan dinas dapat dilakukan bila: 1. Menyelesaikan tugas lain yang mendesak. 2. Tugas dan output kinerja yang menjadi target perjalanan dinas telah selesai sebelum tanggal perjalanan dinas berakhir. 3. Tugas dan output kinerja yang menjadi target belum tercapai dan membutuhkan penambahan hari. 58

4. Pelaksana SPD sakit. F. Ketentuan Pertanggungjawaban Perjalanan Dinas: 1. Perjalanan Dinas melewati batas Kabupaten/Kota dan di dalam kabupaten/kota yang lebih dari 8 (delapan) jam : a. SPJ Perjalanan Dinas dilengkapi dengan: 1) Redaksi kuitansi tertulis, Biaya perjalanan.(dst.). 2) Surat Tugas yang ditandatangani oleh atasan pelaksana SPD; 3) Surat Perjalanan Dinas (SPD) yang ditandatangani oleh PPK. 4) Rincian perhitungan perjalanan dinas 5) Tiket, Airport Tax (jika ada) dan kuitansi/tagihan biaya penginapan. 6) Bukti pengeluaran riil untuk biaya yang tidak memiliki bukti riil pengeluaran. b. SPD dilegalisasi oleh pejabat yang dikunjungi dan mencantumkan tanggal tiba di .... dan berangkat dari ..... c. Biaya perjalanan dinas tidak boleh melebihi batas Standar Biaya Umum (SBU) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. 2. Bukti pembayaran biaya perjalanan dinas dalam Kabupaten/Kota sampai dengan 8 (delapan) jam: a. SPJ perjalanan dinas dilengkapi dengan : 1) Redaksi kuitansi tertulis, Transport kegiatan dalam rangka .(dst.). 2) Surat Tugas yang mencantumkan akun pembebanan anggaran ditandatangani oleh atasan pelaksana. b. Surat Tugas didukung dengan bukti kunjungan yang telah dilegalisasi oleh pejabat setempat sebanyak kunjungan. c. Kuitansi pembayaran perjalanan dinas dibuat per nama. Form permintaan perjalanan dinas, Surat Tugas, SPD, kuitansi, rincian belanja perjalanan dinas, surat pernyataan pembatalan tugas, surat pernyataan pembebanan pembatalan perjalanan dinas mengikuti Peraturan Kepala BPS Nomor 67 Tahun 2012 tanggal 26 September 2012 tentang Perjalanan Dinas di Lingkungan Badan Pusat Statistik atau Tata cara pembayaran dan pertanggungjawaban perjalanan dinas mengacu pada : 1. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. 2. Peraturan Menteri Keuangan No. 113/PMK.05/2012 tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap. 3. Peraturan Kepala BPS No. 67 Tahun 2012 tentang Perjalanan Dinas di Lingkungan Badan Pusat Statistik. 4. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER - 22/PB/2013 tentang Ketentuan Lebih Lanjut Pelaksanaan Perjalanan Dinas Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap. 59

60

BAB X PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH


Sesuai dengan Perpres No. 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang diubah dengan Perpres No. 70 tahun 2012, menyatakan: A. Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dilakukan melalui: 1. Swakelola; dan/atau 2. Pemilihan Penyedia Barang/Jasa. B. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah meliputi: 1. Barang; 2. Pekerjaan Konstruksi; 3. Jasa Konsultansi; dan 4. Jasa Lainnya. C. Organisasi Pengadaan Barang/Jasa, untuk Pengadaan melalui Penyedia Barang/ Jasa, sbb: 1. PA/KPA PA/KPA memiliki tugas dan kewenangan, sbb : a. Menetapkan Rencana Umum Pengadaan; b. Mengumumkan secara luas Rencana Umum Pengadaan paling kurang di website K/L/D/I; c. Menetapkan PPK; d. Menetapkan Pejabat Pengadaan; e. Menetapkan Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan; f. Menetapkan: 1) Pemenang pada Pelelangan atau penyedia pada Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai diatas Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); atau 2) Pemenang pada Seleksi atau penyedia pada Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai diatas Rp10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah). g. Mengawasi pelaksanaan anggaran; h. Menyampaikan laporan keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; i. Menyelesaikan perselisihan antara PPK dengan ULP/Pejabat Pengadaan, dalam hal terjadi perbedaan pendapat; j. Mengawasi penyimpanan dan pemeliharaan seluruh Dokumen Pengadaan Barang/Jasa.

61

Atas dasar pertimbangan besaran beban pekerjaan atau rentang kendali organisasi maka PA menetapkan KPA. KPA memiliki kewenangan sesuai pelimpahan PA. 2. PPK PPK merupakan pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. PPK memiliki tugas pokok dan kewenangan, sbb: a. Menetapkan rencana pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa yang meliputi: 1) Spesifikasi teknis Barang/Jasa; 2) Harga PerkiraanSendiri (HPS); dan 3) Rancangan Kontrak. b. Menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa; c. Menyetujui bukti pembelian atau menandatangani Kuitansi/Surat Perintah Kerja (SPK)/surat perjanjian: d. Melaksanakan Kontrak dengan Penyedia Barang/Jasa; e. Mengendalikan pelaksanaan Kontrak; f. Melaporkan pelaksanaan/penyelesaian Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA; g. Menyerahkan hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA dengan Berita Acara Penyerahan; h. Melaporkan kemajuan pekerjaan termasuk penyerapan anggaran dan hambatan pelaksanaan pekerjaan kepada PA/KPA setiap triwulan; dan i. Menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. j. Mengusulkan kepada PA/KPA: 1) Perubahan paket pekerjaan; dan/atau 2) Perubahan jadwal kegiatan pengadaan; k. Menetapkan tim pendukung; l. Menetapkan tim atau tenaga ahli pemberi penjelasan teknis untuk membantu pelaksanaan tugas ULP; dan m. Menetapkan besaran Uang Muka yang akan dibayarkan kepada Penyedia Barang/Jasa. 3. ULP/ Pejabat Pengadaan a. K/L/D/I diwajibkan mempunyai ULP yang dapat memberikan pelayanan/pembinaan dibidang pengadaan Barang/Jasa. b. Dalam hal ULP belum terbentuk maka PA/KPA menetapkan Panitia Pengadaan untuk melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa, dan panitia tersebut memiliki persyaratan keanggotaan, tugas pokok dan kewenangan kelompok kerja ULP. c. Panitia pengadaan wajib dibentuk untuk pengadaan barang/ pekerjaan konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai di atas Rp100.000.000,- (seratus juta 62

rupiah). Dan untuk pengadaan Jasa Konsultasi dengan nilai di atas Rp50.000.000,- ( lima puluh juta rupiah ). d. Panitia/ Anggota Kelompok kerja ULP berjumlah gasal dan paling kurang 3 (tiga) orang dan dapat ditambah sesuai dengan kompleksitas pekerjaan. e. Anggota ULP dilarang merangkap sebagai PPK, Pengelola keuangan, dan APIP (terkecuali menjadi Pejabat Pengadaan/anggota ULP untuk pengadaan Barang/Jasa yang dibutuhkan instansinya). f. Pejabat pengadaan hanya 1 (satu) orang, yang memahami tata cara pengadaan, substansi pekerjaan/kegiatan yang bersangkutan dan bidang lain yang diperlukan, baik dari unsur-unsur dari dalam maupun dari luar instansi yang bersangkutan. Syarat-syarat ULP/Pejabat Pengadaan adalah: a. Memiliki integritas, disiplin dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas; b. Memahami keseluruhan pekerjaan yang akan diadakan; c. Memahami jenis pekerjaan tertentu yang menjadi tugas ULP/kelompok kerja ULP/Pejabat Pengadaan yang bersangkutan; d. Memahami isi dokumen pengadaan/metode dan prosedur pengadaan; e. Memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang /jasa sesuai dengan kompetensi yang dipersyaratkan; f. Menandatangani Pakta Integritas. Tugas pokok dan kewenangan Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan, meliputi sebagai berikut: a. Menyusun rencana pemilihan Penyedia Barang/Jasa; b. Menetapkan dokumen pengadaan; c. Menetapkan besaran nominal Jaminan Penawaran; d. Mengumumkan pelaksanaan pengadaan barang/jasa di website Kementrian/Lembaga dan papan pengumuman resmi untuk masyarakat serta menyampaikan ke LPSE untuk diumumkan dalam Portal Pengadaan Nasional; e. Menilai kualifikasi penyedia melalui pascakualifikasi atau prakualifikasi; f. Melakukan evaluasi administrasi, teknis dan harga terhadap penawaran yang masuk; g. Menjawab sanggahan (khusus ULP); h. Menetapkan Penyedia Barang/Jasa; i. Menyampaikan hasil pemilihan dan salinan dokumen Pemilihan Penyedia Barang/Jasa kepada PPK; j. Menyimpan (khusus ULP) dan menyerahkan dokumen asli pemilihan penyedia Barang/Jasa kepada PA/KPA (khusus pejabat); k. Membuat laporan mengenai proses pengadaan; 63

l. 4.

Memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan pengadaan barang/jasa kepada PA/KPA. Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan a. Ditetapkan oleh PA/KPA b. Tidak menjabat sebagai PPSPM dan bendahara c. Tugas dan tanggungjawab adalah memeriksa dan menerima hasil pekerjaan pengadaan Barang/Jasa dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak melalui pemeriksaan/pengujian serta menandatangani Berita Acara Serah Terima d. Dalam hal pemeriksaan memerlukan keahlian teknis khususm dapat dibentuk tim/tenaga ahli untuk membantu pelaksanaan tugas Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan.

D. Penyedia Barang / Jasa Penyedia Barang/Jasa wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan; 2. Memiliki keahlian, pengalaman, kemampuan teknis dan manajerial untuk menyediakan Barang/Jasa; 3. Memperoleh paling kurang 1 (satu) pekerjaan sebagai Penyedia Barang/Jasa dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir, baik di lingkungan pemerintah maupun swasta, termasuk pengalaman subkontrak, kecuali bagi Penyedia Barang/Jasa yang baru berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun; 4. Memiliki sumber daya manusia, modal, peralatan dan fasilitas lain yang diperlukan dalam Pengadaan Barang/Jasa; 5. Dalam hal Penyedia Barang/Jasa akan melakukan kemitraan, Penyedia Barang/Jasa harus mempunyai perjanjian kerja sama operasi/kemitraan yang memuat persentase kemitraan dan perusahaan yang mewakili kemitraan tersebut; 6. Memiliki kemampuan pada bidang pekerjaan yang sesuai untuk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan koperasi kecil serta kemampuan pada subbidang pekerjaan yang sesuai untuk usaha non-kecil; 7. Memiliki Kemampuan Dasar (KD) untuk usaha nonkecil, kecuali untuk Pengadaan Barang dan Jasa Konsultansi; 8. Khusus untuk Pelelangan dan Pemilihan Langsung Pengadaan Pekerjaan Konstruksi memiliki dukungan keuangan dari bank; 9. Khusus untuk Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Lainnya, harus memperhitungkan Sisa Kemampuan Paket (SKP); 10. Tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak pailit, kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan dan/ atau direksi yang bertindak untuk dan atas nama perusahaan tidak sedang dalam menjalani sanksi pidana, yang dibuktikan dengan surat pernyataan yang ditandatangani Penyedia Barang/Jasa; 64

11. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah memenuhi kewajiban perpajakan tahun terakhir (PPTK Tahunan) serta memiliki laporan bulanan PPh Pasal 21, PPh Pasal 23 (bila ada transaksi), PPh Pasal 25/Pasal 29 dan PPN (bagi Pengusaha Kena Pajak) paling kurang 3 (tiga) bulan terakhir dalam tahun berjalan; 12. Secara hukum mempunyai kapasitas untuk mengikatkan diri pada Kontrak; 13. Tidak masuk dalam Daftar Hitam; 14. Memiliki alamat tetap dan jelas serta dapat dijangkau dengan jasa pengiriman; dan 15. Menandatangani Pakta Integritas. Pegawai K/L/D/I dilarang menjadi Penyedia Barang/Jasa, kecuali yang bersangkutan mengambil cuti diluar tanggungan K/L/D/I. E. Harga Perkiraan Sendiri (HPS) 1. PPK menetapkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) Barang/Jasa, kecuali untuk Kontes/Sayembara dan Pengadaan Langsung yang menggunakan bukti pembelian. 2. Untuk pengadaan langsung yang tidak menggunakan SPK dan Surat Perjanjian tidak diperlukan HPS. 3. Sumber data HPS adalah dari harga pasar setempat yaitu barang/jasa diproduksi/diserahkan/dilaksanakan menjelang dilaksanakannya pengadaan barang/jasa. RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG/JASA Jenis Pengadaan Pengadaan Barang Metode pengadaan Pelelangan umum Pelelangan Terbatas Nilai pengadaan > 200 jt Keterangan

Untuk jumlah penyedia yang terbatas dan pekerjaan kompleks s.d 200 jt ULP s.d 200 jt Pejabat Pengadaan

Pelelangan Sederhana Penunjukan Langsung Pengadaan Langsung

65

Pengadaan Pekerjaan konstruksi

Kontes Pelelangan umum Pelelangan Terbatas Pemilihan Langsung Penunjukan Langsung Pengadaan Langsung Pelelangan umum Pelelangan Sederhana Penunjukan Langsung Pengadaan Langsung Kontes/ Sayembara Seleksi Umum Seleksi Sederhana Penunjukan Langsung Pengadaan Langsung Sayembara

Pejabat Pengadaan

Pengadaan Jasa lainnya

s.d 200 jt

Pejabat Pengadaan

Pengadaan jasa konsultasi

s.d 50 jt

Pejabat Pengadaan

66

Tanda bukti Pembayaran: s.d 10 juta s.d 50 juta s.d 200 juta s.d 50 juta > 200 juta >50 juta Bukti pembelian untuk barang/jasa lainnya Kuitansi untuk barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya SPK untuk barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya SPK untuk jasa konsultansi Surat Perjanjian untuk barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya Surat Perjanjian untuk jasa konsultansi (khusus jasa konsultasi)

F. Standar Bidding Dokumen Pengadaan 1. Pengadaan s.d 10 Juta a. FormulirPermintaan b. Bukti Pekerjaan Barang : SuratJalan Jasa : BeritaAcaraPenyelesaianPekerjaan (BAPP) c. Kwitansi dan Invoice/Faktur 2. Pengadaan s.d 50 Juta a. FormulirPermintaan b. SuratPermintaanMenawarkanHarga c. SuratPenawaranHargadari Perusahaan d. SuratPermintaan e. Bukti Pekerjaan Barang : SuratJalan Jasa : BeritaAcaraPenyelesaianPekerjaan (BAPP) f. Kwitansi dan Invoice/Faktur 3. Pengadaan > 50 Juta s.d 200 Juta a. Form Permintaan b. HPS c. SuratPermintaanMenawarkanHarga Lampiran SPMH d. SuratPenawaranHargadari Perusahaan e. BeritaAcaraNegosiasi Lampiran BAN f. SuratUsulPenerbitan SPK g. SuratPerintahKerja Lampiran SPK h. BeritaAcaraSerahTerimaHasilPekerjaan (BAHSTP) i. Jasa : BAPP dari subject matter 67

4.

5.

6.

Pengadaan Lelang Sederhana/Umum > 200 Juta dengan Pascakualifikasi a. Form Permintaandari Subject matter b. HPS oleh PPK Lampiran c. DokumenPengadaan d. PengumumanLelang e. PendaftaranLelangolehPenyedia f. PemberianPenjelasan/Aanwijzing g. Upload Addendum (apabilaada) h. Upload Penawaran Harga i. PembukaanPenawaranHarga j. EvaluasiPenawaran k. EvaluasiKualifikasi l. PembuktianKualifikasi m. BeritaAcaraHasilLelang n. BeritaAcaraPenetapanPemenang o. PengumumanPemenang p. SuratPemberitahuanPemenangLelang q. SPPBJ r. Kontrak s. SuratPesanan/SPMK t. BAST Penunjukan Langsung a. Form Permintaan b. HPS c. SuratPermintaanPenunjukanlangsungdari PPK d. SuratPermintaanMenawarkanHarga (SPMH) LampiranSPMH e. SuratPenawaranHargadari Perusahaan f. BeritaAcaraNegosiasi (BAN) Lampiran BAN g. SuratUsulPenerbitanSuratPerintahKerja (SPK) h. SuratPerintahKerja (SPK) LampiranSPK i. BeritaAcaraPenyelesaianPekerjaan (BAPP) --- untuk jasa j. BeritaAcaraSerahTerimaHasilPekerjaan (BASTHP) Pengadaan dengan Metode Prakualifikasi a. PengumumanPrakualifikasi b. HPS dan KAK c. Download/PengambilanDokumenPrakualifikasi d. PenjelasanDokumenPrakualifikasi 68

e. f. g. h. i. j. k. l. m. n. o. p. q. r. s. t. u. v. w.

PemasukanDokumenKualifikasi EvaluasiDokumenKualifikasi PembuktianKualifikasi PenetapanHasilKualifikasi PengumumanHasilPrakualifikasi Masa Sanggah prakualifikasi Download/PengambilanDokumenPemilihan PemberianPenjelasan Upload/Pemasukan Dokumen Penawaran Pembukaandanevaluasipenawaran file I : AdministrasidanTeknis PenetapanperingkatteknisPemberitahuan/pengumumanperingkatteknis Pembukaandanevaluasipenawaran file II : HargaPenetapanpemenang Pengumumanpemenang Masa sanggah hasil lelang Klarifikasidannegosiasiteknisdanbiaya Upload beritaacarahasilpelelangan Suratpenunjukanpenyediabarang/jasa Kontrak SPMK/Surat Pesanan BAST

G. Tata cara pengadaan barang/jasa dan prosedur pencairan anggarannya adalah sebagai berikut : 1. Tata Cara Pengadaan Langsung a. Unit kerja mengajukan Form Permintaan (OPS, CTK, dan Lain Lain) sebagai Nota Dinas ditujukan ke KPA dengan tembusan PPK dan Pejabat Pengadaan; b. PPK melakukan survei harga untuk mendapatkan HPS dari barang/jasa dengan spesifikasi sesuai dengan Form Permintaan (OPS, CTK, dan Lain Lain); c. PPK memerintahkan pejabat pengadaan melakukan pengadaan barang/jasa sesuai dengan HPS yang telah ditetapkan; d. Pejabat pengadaan meminta penyedia barang/jasa untuk menyampaikan Surat Permintaan Menawarkan Harga (SPMH); e. Penyedia barang/jasa mengajukan Surat Penawaran Harga disertai dengan Isian Kualifikasi dan Pakta Integritas; f. Pejabat pengadaan melakukan evaluasi Surat Penawaran Harga, Isian Kualifikasi, dan Pakta Integritas; g. Pejabat pengadaan melakukan negosiasi harga apabila Surat Penawaran Harga, Isian Kualifikasi, dan Pakta Integritas tersebut memenuhi kriteria; h. Pejabat pengadaan membuat Berita Acara Evaluasi, Klarifikasi, dan Negosiasi Harga; 69

i.

2.

3.

Pejabat pengadaan menetapkan calon penyedia barang/jasa dan mengusulkan kepada PPK untuk diterbitkan Surat Penetapan Penyedia Barang dan Jasa (SPPBJ); j. PPK menerbitkan SPPBJ; k. PPK dan penyedia barang/jasa membuat Surat Perintah Kerja apabila nilai pengadaan diatas Rp 10.000.000; l. Penyelesaian pekerjaan pengadaan barang/jasa dibuktikan dengan Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan (BAPP). Untuk nilai pengadaan sampai dengan Rp 10.000.000 cukup dibuktikan dengan Kuitansi. Penunjukan Langsung (khusus pengadaan jasa akomodasi/hotel) a. Form Permintaan (OPS, CTK, dan Lain Lain) sebagai Nota Dinas b. Surat Permintaan Pemilihan PBJ dari PPK ke Pejabat Pengadaan dengan Lampiran HPS c. Surat Permintaan Dokumen Kualifikasi d. Berita Acara Penilaian Kualifikasi e. Surat Undangan Menyampaikan Dokumen Pengadaan f. Berita Acara Aanwijzing g. Surat Penawaran Harga (SPH) dari PBJ : Harga, Kualifikasi (Meterai), Pakta Integritas, NPWP, Rekening Bank h. Surat Kuasa dari Direktur (Akta Notaris)bila Penanda tangan Berkas Administrasi Bukan Direktur i. Berita Acara Pembukaan Dokumen Penawaran j. Berita Acara Evaluasi Administrasi , Teknis, dan Harga k. Berita Acara Klarifikasi dan Negosiasi Teknis dan Harga l. Surat Penetapan Penyedia Barang dan Jasa m. Pengumunan Penetapan Penyedia Barang dan Jasa n. Surat Pernyataan Sahnya Penetapan Penyedia Barang dan Jasa (Setelah 5 hari kerja tanggal Pengumuman atau Masa Sanggah) o. Surat Usul Penerbitan SPPBJ p. Surat Perjanjian /Kontrak q. Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan (BAPP) untuk Pengadaan Jasa r. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan (BASTHP) s. Surat Permintaan Pembayaran kepada KPA dari PBJ t. Invoice dan/atau Faktur u. Kuitansi v. Faktur Pajak w. SSP Prosedur Pembayaran Pengadaan Barang/Jasa a. KPA/PPK membuat SPP dengan melampirkan bukti-bukti pendukung pembayaran dan mengajukannya kepada Pejabat Penguji/Penerbit SPM;

70

b.

c.

d. e.

f.

Kelengkapan SPP Belanja Bahan, meliputi ringkasan kontrak, kuitansi/ bukti pembayaran, faktur (invoice), SPTB, Faktur Pajak, dan Surat Setoran Pajak (SSP). Kelengkatan SPP ini disesuaikan dengan nilai pengadaannya; Pejabat Penguji/Penerbit SPM menerbitkan SPM-GUP atau SPM-LS setelah meneliti SPP dan bukti-bukti pendukungnya. Jenis SPM yang diterbitkan disesuaikan dengan nilai pengadaan atau uang persediaan tunai di kas BP; Bendahara menyerahkan SPM kepada KPPN dengan melampirkan SPTB, Faktur Pajak, dan SSP; BP dapat langsung membayar kuitansi tersebut dengan uang persediaan atau tambahan uang persediaan yang ada di Kas bila nilai pengadaan paling tinggi Rp 20.000.000,- termasuk penyetoran pajaknya; KPPN akan menerbitkan SP2D-LS atau SP2D-GUP.

71

BAB XI PENATAUSAHAAN KAS DAN PENYUSUNAN LPJ


Berdasarkan Perdirjen Perbendaharaan No. 47 Tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Kementerian Negara/Lembaga /Kantor/Satuan Kerja, menyatakan bahwa penatausahaan dan penyusunan LPJ meliputi tata cara pembukuan Bendahara Penerimaan/Bendahara Pengeluaran, pemeriksaan kas dan rekonsiliasi, penyusunan dan penyampaian LPJ, dan verifikasi LPJ. A. Pembukuan Bendahara Pengeluaran dan Penerimaan 1. Bendahara Pengeluaran a. Dalam rangka menyelenggarakan pembukuan, Bendahara Pengeluaran wajib menyelenggarakan pembukuan dalam bentuk Buku Kas Umum, Buku Pembantu, dan Buku Pengawasan Anggaran. b. Pembukuan yang dilakukan oleh Bendahara harus dimulai dari Buku Kas Umum, selanjutnya pada buku-buku pembantu sesuai dengan transaksinya. Buku Pembantu Bendahara Pengeluaran sekurang-kurangnya meliputi: 1) Buku Pembantu Kas Tunai, 2) Buku Pembantu Bank, 3) Buku Pembantu Uang Muka Perjalanan Dinas, 4) Buku Pembantu UP/TUP 5) Buku Pembantu LS Bendahara, 6) Buku Pembantu Pajak 7) Buku Pembantu Lain-lain. c. Bendahara Pengeluaran harus melakukan pembukuan secara terpisah untuk Satker yang menerima SKPA. d. Pada akhir tahun anggaran, BKU, buku-buku pembantu, dan Buku Pengawasan Anggaran wajib ditutup. 2. Bendahara Penerimaan a. Bendahara penerimaan membukukan seluruh penerimaan PNBP, baik yang disetor langsung (ct : sewa rumah dinas), maupun yang dipungutnya. b. Buku Pembantu Bendahara Penerimaan terdiri dari Buku Pembantu Kas dan buku pembantu lainnya sesuai kebutuhan.

72

B. Pemeriksaan Kas dan Rekonsiliasi 1. Kuasa PA wajib melakukan pemeriksaan kas sekurang-kurangnya satu kali dalam satu bulan. Hasil rekonsiliasi dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Kas dan Rekonsiliasi. 2. Kuasa PA wajib melakukan rekonsiliasi interrnal antara pembukuan bendahara dan Laporan Keuangan UAKPA sekurang-kurangnya satu kali dalam satu bulan sebelum dilakukan rekonsiliasi dengan KPPN. 3. PPK wajib melakukan rekonsiliasi interrnal antara pembukuan BPP dan pembukuan BP sekurang-kurangnya satu kali dalam satu bulan. Hasil rekonsiliasi dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Kas dan Rekonsiliasi Internal. 4. Pokok-pokok yang perlu diperhatikan oleh KPA terhadap Bendahara dalam pemeriksaan kas: a) Kesesuaian antara data pembukuan setiap bulan dengan SP2D, uang muka, bukubuku pembantu/ catatan lainnya. Selain itu KPA juga memperhatikan ketertiban penyimpanan arsip/dokumen jeuangan dalam satu berkas tagihan. b) Pemeriksaan fisik uang kas yang dituangkan dalam Register Penutupan Kas dan cara penyimpanan uang agar terjamin dari segi keamanannya. C. Laporan Pertanggungjawaban Bendahara (LPJ) 1. Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Penerimaan wajib menyusun LPJ secara bulanan dan disampaikan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja bulan berikutnya disertai rekening koran. 2. LPJ disusun berdasarkan Buku Kas Umum, buku-buku pembantu, dan Buku Pengawasan Anggaran yang telah diperiksa dan direkonsiliasi oleh KPA. D. Kelemahan yang sering terjadi: 1. Pencatatan BKU terlambat/ tidak dibuat. 2. Pencatatan nomor bukti pada BKU berulang sehingga sulit untuk melakukan pengecekan. 3. Nilai yang dicatat pada BKU adalah nilai netto bukan bruto, sehingga pada umumnya akun pajak pada BKU tidak dicatat. 4. Saldo pada BKU tidak sama dengan saldo di LPJ Bendahara Pengeluaran.

73

BAB XII BUKTI PENGELUARAN


Bukti pengeluaran adalah bukti pembayaran yang memuat keterangan tentang jumlah uang yang dibayar/dikeluarkan, uraian pembayaran, tanggal pembayaran, tanda tangan dan nama yang berhak menerima. A. Bentuk dan Jenis bukti pengeluaran. 1. Bukti pengeluaran berbentuk daftar nominatif dan atau kuitansi/bukti pembayaran. 2. Jenis bukti pengeluaran yaitu daftar nominatif untuk pembayaran LS sedangkan kuitansi/bukti untuk pembayaran UP/TUP dan LS. 3. Bendahara/BPP melakukan pembayaran atas UP/TUP berdasarkan surat perintah bayar (SPBy) yang disetujui dan ditandatangani oleh PPK atas nama KPA, yang dilampiri bukti pengeluaran 4. Bukti pengeluaran atas pembelian barang/jasa harus dari penyedia barang/jasa. Dalam hal penyedia barang/jasa tidak mempunyai kuitansi/bukti pembayaran, maka Bendahara/BPP membuat kuitansi sesuai format yang tercantum dalam lampiran XI PMK No. 190 Tahun 2012. Tidak dibenarkan memakai kuitansi/bukti pembelian berlogo BPS. B. Kelengkapan bukti pengeluaran. 1. Pembayaran Gaji Induk/Gaji Susulan/Kekurangan Gaji dilengkapi dengan Daftar Gaji Induk/Gaji Susulan/Kekurangan Gaji yang telah dilegalisasi oleh PPABP, Bendahara dan KPA/PPK. 2. Apabila PPABP belum ada, maka legalisasi dilakukan oleh pembuat daftar gaji. 3. Pembayaran Uang Makan dilengkapi dengan Daftar penerima/perhitungan uang makan dan rekapitulasi kehadiran. 4. Pembayaran Honorarium (531213) dan vakasi (512311) dilengkapi dengan: a. Surat Keputusan yang terdapat pernyataan bahwa biaya yang timbul akibat penerbitan surat keputusan dimaksud dibebankan pada DIPA (lengkap dengan nomor, tanggal DIPA, dan kode pembebanan). b. Daftar Nominatif penerima yang memuat paling sedikit nama orang, besaran honor dan pemotongan pajak yang dilegalisasi oleh KPA/PPK, Bendahara, dan Pembuat Daftar. 5. Pembayaran Belanja Operasional Perkantoran a. Belanja Keperluan Perkantoran (521111) dilengkapi dengan: 1) SK Kepala BPS/BPS Provinsi atau BPS Kab/Kota untuk 1 (satu) tahun anggaran untuk Pembayaran honor satpam dan petugas kebersihan 2) Kuitansi/Daftar penerima honor

74

b. Belanja Penambahan Daya Tahan Tubuh (521113) dilengkapi dengan: 1) Surat Keputusan penerima daya tahan tubuh 2) Kuitansi pembelian daya tahan tubuh, dilengkapi dengan bukti pemotongan pajak sesuai ketentuan yang berlaku 3) Tanda terima pemberian belanja penambahan daya tahan tubuh. c. Belanja Pengiriman terdiri dari: Pengiriman Surat Dinas (521114) dilengkapi dengan : 1) Kuitansi/Daftar rincian biaya 2) Bukti pengiriman atau resi Pengiriman Barang (521119/521219) dilengkapi dengan : 1) Tanda terima dokumen yang sudah ditanda tangani Tata Usaha BPS atau instansi yang dituju (bila melalui kurir), dilengkapi dengan tanggal penerimaan. 2) Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan (BASTHP) untuk pengiriman yang dilakukan dengan SPK. d. Belanja Langganan Daya dan Jasa dilengkapi dengan Surat tagihan penggunaan daya dan jasa yang sah. e. Belanja Pemeliharaan Kendaraan Dinas/Peralatan dan Mesin (523121) dilengkapi dengan 1) Kuitansi/Nota yang sah. Untuk kendaraan dinas, apabila disekitar wilayah kerja tidak terdapat SPBU maka pembelian bahan bakar dapat dilakukan di pedagang eceran, dan pada tanda bukti harus ditulis secara lengkap dan jelas alamatnya seperti kota/desa, jalan/nomor bangunan tempat usaha.(perlu contoh terlampir) 2) Tanda bukti pemeliharaan kendaraan harus mencantumkan nomor polisi kendaraan yang sesuai dan untuk peralatan kantor lainnnya mencantumkan jenis dan tipe barang yang dipelihara. 3) Peralatan dan mesin yang tercatat dalam SIMAK-BMN dengan kondisi Rusak Berat tidak boleh mendapat biaya pemeliharaan. 4) Setiap kali dilakukan perawatan harus dicatat ke dalam kartu kendali pemeliharaan. f. Belanja pemeliharaan gedung dan halaman Kantor (523111) dilengkapi dengan: 1) Kuitansi/Nota yang sah dilengkapi dengan rincian jenis dan biaya pemeliharaan. 2) Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan (BAPP)/ Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan (BASTHP) untuk pemeliharaan yang dilakukan dengan SPK. 3) Setiap kali dilakukan perawatan harus dicatat ke dalam kartu kendali pemeliharaan.

75

g. Belanja biaya Fotocopy (521211/521219) dilengkapi dengan : Kuitansi/Nota yang sah. Tanda bukti yang berupa bon/faktur dan nilainya relatif kecil dari berbagai subject matter agar dibuatkan rekapitulasinya yang ditandatangani pejabat Tata Usaha. 6. Pembayaran Biaya Pelatihan Petugas/Perjalanan Paket Meeting Dalam Kota (524114) dilengkapi dengan : a. SPJ untuk akomodasi, konsumsi dan ruang kelas 1) Kuitansi apabila nilai pembayaran dibawah Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dilengkapi dengan invoice, faktur pajak (jika dikenakan), BAPP dan BASTHP. 2) Surat Perintah Kerja (SPK) Penunjukan Langsung apabila nilai pembayaran antara Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) s.d Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah). 3) Kontrak Penunjukan Langsung apabila pembayaran diatas Rp200.000.000,(dua ratus juta rupiah). b. SPJ untuk peserta pelatihan terdiri dari Surat Tugas, SPD, Kuitansi, Rincian Perjalanan Dinas dan Pengeluaran Riil. 7. Pembayaran Belanja Perjalanan Dinas (524119) a. Mengacu pada PMK 113 Tahun 2012 dan Perka BPS nomor 31 Tahun 2013 b. Seluruh Perjalanan Dinas (kecuali Perjalanan Dinas dalam kota s.d 8 jam) dipertanggungjawabkan melalui Surat Tugas/Surat Perjalanan Dinas (SPD) dengan komponen SPD yaitu biaya transpor, biaya penginapan, uang harian dan uang representative (khusus pejabat setingkat Menteri, Eselon I, dan II). c. Dalam hal bukti pengeluaran transportasi dan/atau penginapan/hotel tidak diperoleh, pertanggungjawab-an biaya dapat menggunakan Daftar Pengeluaran Riil. d. Perjalanan Dinas dalam kota s.d 8 jam diberikan transport lokal yang dipertanggungjawabkan melalui Surat Tugas dan daftar nominatif penerima. 8. Pembayaran Belanja Pengadaan Barang/Jasa a. Mengacu Perpres 54 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah Perpres 70 Tahun 2012 b. Mengacu pada PMK 190 tahun 2012 Dalam melaksanakan tugas, bendahara/BPP di BPS Provinsi dan BPS Kabupaten/Kota wajib berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu antara lain: 1. Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; 2. Undang-undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; 3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; 4. Keputusan Presiden No. 70 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa; 76

5. Ketentuan yang dikeluarkan Menteri Keuangan/Dirjen Anggaran/ Dirjen Perbendaharaan/Dirjen Pajak dan Instansi Lainnya. 6. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kegiatan dan Pengelolaan Anggaran BPS dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengendalian Kegiatan dan Anggaran BPS di Daerah.

77

BAB XIII LAPORAN KEUANGAN


A. Gambaran Umum
LK merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksitransaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan (Perdirjen Pb No. 55 Tahun 2012). LK juga merupakan produk akhir dari proses akuntansi yang telah dilakukan oleh Kementrian/Lembaga. LK yang disusun harus memenuhi karekteristik kualitatif LK yaitu relevan, andal, dapat dibandingkan dan dapat dipahami. Tujuan umum LK adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas dan kinerja keuangan suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Secara spesifik tujuan LK pemerintah adalah untuk menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Penyusunan LK harus memenuhi prinsip-prinsip akuntansi yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).

B. Tahapan Penyusunan LK BPS


Dalam penyusunan LK, terdapat dua jenis entitas yaitu entitas pelaporan dan entitas akuntansi. Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa LK. Entitas Akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran/pengguna barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun LK untuk digabungkan pada entitas pelaporan. Pada BPS yang menjadi entitas pelaporan adalah instansi BPS itu sendiri (BPS RI) sedangkan yang menjadi entitas akuntansi adalah BPS Provinsi/Kab/Kota dan BPS Pusat. Maka dapat disimpulkan bahwa LK BPS merupakan hasil penggabungan dari LK BPS Provinsi/ Kab/Kota dan LK BPS Pusat. LK wajib disusun oleh BPS Provinsi dan BPS Kabupaten/Kota lalu disampaikan ke Bagian Tata Usaha BPS Provinsi untuk digabungkan menjadi LK Wilayah (UAPPA-W). LK Wilayah dan LK BPS Pusat disampaikan ke Biro Keuangan cq Bagian Akuntansi untuk digabungkan menjadi LK BPS RI. LK BPS RI tersebut disampaikan kepada Kementrian Keuangan cq Dirjen PBN. Dalam penyusunan LK agar memperhatikan jadwal-jadwal penyusunan dan pengiriman yang diatur pada Peraturan Direktur Jendral Perbendaharaan No. PER55/PB/2012 tentang Pedoman Penyusunan LK. Jadwal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini: 78

Laporan Keuangan Semester I Unit Organisasi BPS Provinsi/Kab/Kota Terima Proses & Rekonsiliasi Kirim Waktu Pengiriman

10 Juli 20xx

2 hari

BPS Wilayah 12 Juli 20xx Biro Keuangan c.q Bagian Akuntansi 3 hari 15 Juli 20xx 2 hari

17 Juli 20xx

3 hari

20 Juli 20xx

2 hari

BPS RI 22 Juli 20xx Menkeu cq Dirjen PBN Tanggal 26 Juli 20xx 3 hari 26 Juli 20xx -

Laporan Keuangan Tahunan Unit Organisasi BPS Provinsi/Kab/Kota Terima Proses & Rekonsiliasi Kirim Waktu Pengiriman

20 Januari 20xx

3 hari

BPS Wilayah

23 Januari 20xx

6 hari

29 Januari 20xx

3 hari

79

Biro Keuangan c.q Bagian Akuntansi

2 Februari 20xx

6 hari

8 Februari 20xx

2 hari

BPS RI 10 Februari 20xx Menkeu cq Dirjen PBN Tanggal terakhir Februari 20xx 17 hari

Tanggal terakhir Februari 20xx

C. Penyusunan LK BPS
Pada penyusunan LK BPS, komponen pokok yang harus dipenuhi yaitu: 1. Laporan Realisasi Anggaran (LRA); 2. Neraca; 3. Catatan atas LK Selain ketiga komponen pokok di atas, LK juga wajib menyajikan laporan lain dan/atau elemen informasi akuntansi yang diwajibkan oleh peraturan perundang-perundangan (statutory reports) yaitu lampiran-lampiran pendukungnya yang terdiri dari (disesuaikan dengan Surat Sestama terkait penyusunan LK): 1. Lampiran dari Aplikasi SAKPA a. LRA Pendapatan dan LRA Pengembalian Pendapatan; b. LRA Belanja dan LRA Pengembalian Belanja; c. Neraca percobaan; d. Neraca perbandingan posisi per 30 Juni 20xx dengen posisi per 31 Desember 20xx-1 untuk LK Semester I dan 31 Desember 20xx dengan posisi per 31 Desember 20xx-1 untuk LK Tahunan. 2. Lampiran dari Aplikasi SIMAK BMN a. Laporan Posisi Barang Milik Negara (BMN)/Neraca BMN; b. Laporan Barang Persediaan dan Berita Acara (BA) Stock Opname Barang Persediaan; c. Laporan Barang Pengguna : Intrakomptabel (I), Ekstrakomptabel (E), Gabungan (I) dan (E); d. Barang Bersejarah; e. Aset Tak Berwujud; 80

f. Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP); g. Laporan Kondisi Barang. 3. Surat pernyataan rekening Bendahara Pengeluaran (LK tingkat UAKPA) Provinsi/Kab/Kota) atau Surat pernyataan dan rekapan daftar rekening BPS Provinsi/Kab/Kota (LK tingkat UAPPA-W). 4. Rekap Akrual 5. Tindak lanjut atas temuan BPK (Bila Ada) 6. Daftar SSBP/copy dokumen SSBP untuk penyetoran UP tahun berjalan. 7. Daftar SSBP/copy dokumen SSBP untuk pendapatan yang diterima pada tahun berjalan. 8. Berita Acara Rekonsiliasi (BAR), beserta laporan hasil rekonsiliasi (LHR). 9. Monitoring UP/TUP 10. Rekening Koran 11. Dokumen pendukung terkait hibah, kerja sama dan lain-lain (Bila Ada) 12. LRA Belanja dari SKPA (Bila Ada) 13. Capaian Kinerja untuk LK Tahunan 14. Lampiran lainnya.

D. Sistematika Isi LK
Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca Kementerian Negara/Lembaga disertai dengan Catatan atas LK yang memuat: 1. Kata Pengantar 2. Daftar Isi 3. Daftar Tabel 4. Daftar Grafik 5. Daftar Lampiran 6. Daftar Singkatan 7. Pernyataan Tanggung Jawab (SOR) 8. Ringkasan a. Laporan Realisasi Anggaran b. Neraca c. Catatan Atas LK 9. Laporan Realisasi Anggaran (LRA) 10. Neraca 11. LRA Face Perbandingan 12. Neraca Face Perbandingan 13. CALK a. Penjelasan Umum 1) Dasar Hukum 2) Kebijakan Teknis

81

3) Pendekatan Penyusunan LK 4) Kebijakan Akuntansi b. Penjelasan atas Pos-pos Laporan Realisasi Anggaran 1) Pendapatan Negara dan Hibah 2) Belanja Negara c. Penjelasan atas Pos-pos Neraca 1) Aset Lancar 2) Aset Tetap 3) Aset Lainnya 4) Kewajiban Jangka Pendek 5) Ekuitas Dana Lancar 6) Ekuitas Dana Diinvestasikan d. Pengungkapan Penting Lainnya 1) Kejadian-Kejadian Penting Setelah Tanggal Neraca 2) Temuan dan Tindak Lanjut BPK 3) Informasi Pendapatan dan Belanja Akrual 4) Rekening Pemerintah 5) Pengungkapan Lain-Lain 14. Lampiran dan Daftar

82

Contoh Kasus A. Pejabat Perbendaharaan Negara 1. Pimpinan suatu Satker berstatus bukan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan yang bersangkutan ditunjuk sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Apakah hal ini diperkenankan? Jawab: Sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka

Pelaksanaan APBN pada Pasal 5, diatur bahwa Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran (PA) berwenang menunjuk kepala Satker yang berstatus PNS untuk melaksanakan kegiatan sebagai Kementerian KPA. Dalam Negara/Lembaga hal Satker yang

pimpinannya bukan PNS, PA dapat menunjuk pejabat lain yang berstatus PNS sebagai KPA. Namun demikian, dalam keadaan tertentu PA dapat menunjuk KPA yang bukan PNS dengan mempertimbangkan pelaksanaan dan efektivitas dalam

pertanggungjawaban

anggaran,

pelaksanaan

kegiatan,

dan

pencapaian output/kinerja yang ditetapkan dalam DIPA. Penunjukan KPA yang bukan PNS tersebut dilaksanakan setelah mendapat

persetujuan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan. Demikian juga dalam hal terdapat keterbatasan jumlah pejabat/pegawai yang memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai Pejabat

Perbendaharaan Negara, KPA dimungkinkan merangkap fungsi Pejabat Perbendaharaan Negara sebagai Pejabat Pembuat Komitmen atau Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar dengan memperhatikan pelaksanaan prinsip saling uji (check and balance).

2.

Siapa saja pejabat perbendaharaan negara pada satker? Jawab: Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Penanda Tangan SPM (PPSPM), Bendahara

Pengeluaran,

Bendahara

Pengeluaran

Pembantu (BPP), dan Petugas Pengelolaan Administrasi Apa Tugas Belanja Pegawai (PPABP) Pejabat Negara?

masing-masing

Perbendaharaan

Masing-masing pejabat memiliki wewenang dan tanggung jawab, secara umum sebagai berikut: KPA bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan dan anggaran yang berada dalam penguasaannya Anggaran. PPK melaksanakan kewenangan KPA untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara. PPK menandatangani SPP. PPSPM melaksanakan kewenangan KPA untuk melakukan pengujian atas tagihan dan menerbitkan SPM. Bendahara Pengeluaran dan BPP kepada Pengguna

melaksanakan tugas kebendaharaan atas uang/surat berharga yang berada dalam pengelolaannya.

PPABP membantu PPK dalam mengelola pelaksanaan belanja pegawai. Untuk wewenang dan tugas masingmasing pejabat perbendaharaan negara selengkapnya, lihat di PMK 190/PMK.05/2012. 3. Apakah Pegawai Tidak Tetap dalam sebuah satker boleh menjadi bendahara pengeluaran APBN ?

Jawab: Mengingat tuntutan ganti rugi atas keuangan negara, sesuai UU No. 17 tahun 2003, hanya dapat dikenakan kepada pegawai negeri maka jabatan bendahara hanya boleh dijabat oleh pegawai negeri. 4. Apakah (BPP) Bendahara diperbolehkan Pengeluaran merangkap Pembantu menjadi

panitia pengadaan barang dan jasa? atau panitia yang lain dalam (SK)? apakah ada peraturan yang menjelaskan hal tersebut? mohon

penjelasannya. Terima kasih.

Jawab: Sesuai PMK 190/PMK.05/2012 pasal 22 ayat 5, Bendahara Pengeluaran/BPP tidak dapat

dirangkap oleh KPA, PPK maupun PPSPM. Sedangkan menurut PMK 73/PMK.05/2008 pasal 3, Bendahara Pengeluaran/BPP tidak boleh merangkap sebagai Bendahara

Penerimaan atau sebaliknya. Sehingga apabila diluar itu, tidak ada larangan. Namun yang jelas, semua harus memperhatikan prinsip check and balance. 5. Apakah honor untuk bendahara pengeluaran ada dasar hukum yang mengatur? ataukah hanya berdasarkan instansi. Jawab: Pada prinsipnya pembayaran honorarium untuk bendahara pengeluaran menjadi kewenangan masing-masing Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dengan memperhatikan batas tertinggi kewenangan masing-masing

sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai Standar Biaya Umum. Pada tahun 2013 Standar Biaya Umum diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37/PMK.02/2012 tentang Standar Biaya Umum Tahun 2013. B. Bagan Akun Standar 1. Akun mana yang digunakan untuk Belanja Langganan Internet, 522119 atau 521111? Apakah akun belanja telepon dan Fax sama?

Jawab: Pengeluaran untuk langganan telepon dan fax dibebankan ke dalam akun 522112 (Belanja Langganan Telepon), sedangkan pengeluaran untuk internet dibebankan ke dalam akun 521111 (Belanja Keperluan Perkantoran) atau akun 522119 (Belanja Langganan Daya dan Jasa Lainnya).

2.

Apakah terdapat akun untuk biaya penerimaan tamu serta bagaimana peng SPJ-an konsumsi untuk penerima tamu?

Jawab: Bahwa biaya penerimaan tamu dapat

menggunakan MAK 521111 dengan pola SPJnya dapat berupa konsumsi rapat (notulen, daftar hadir, surat undangan dan bukti pembelian konsumsi), atau jika bukan berupa rapat maka bukti pembelian konsumsi dapat sebagai pertanggungjawaban dengan dilampiri foto kopi surat tugas.

3.

Pembelian materai menggunakan akun belanja apa? dan untuk apa saja pemakaian materai tersebut?

Jawab: Pembelian materai dapat menggunakan belanja 521111, pemakaian materai dapat digunakan

terkait dokumen-dokumen seperti Cek, Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM).

4.

Apakah diperkenankan belanja barang dari belanja pemeliharaan untuk pembelian vertical blind, gordyen atau hard disk yang menambah aset tetap?

Jawab: Sebagaimana telah diatur dalam Perdirjen 33/PB/2008 tentang pedoman penggunaan akun belanja barang dan belanja modal dan Perdirjen Nomor 80/PB/2011 tentang

Penambahan dan Perubahan Akun Pendapatan, Belanja, dan Transfer Pada BAS, bahwa pengeluaran-pengeluaran yang dapat

didistribusikan langsung terhadap pembentukan Aset Tetap/Aset Lainnya di atas batas

kapitalisasi yang disajikan dalam neraca, seluruhnya tidak dibebankan ke dalam akun 52 melainkan menggunakan akun 53. Jika terjadi pembelian belanja modal menggunakan belanja

barang maka untuk pengamanan aset maka dilakukan jurnal koreksi pada SIMAK-BMN dan dijelaskan pada Berita Acara Rekonsiliasi Internal SAKPA-SIMAK BMN.

5.

MAK 521219 itu untuk apa saja. Apakah boleh direvisi untuk belanja bahan?

Jawab: MAK 521219 merupakan digunakan untuk pengeluaran yang tidak dapat ditampung dalam akun 521211, 521212, 521213, MAK 521219 boleh direvisi ke belanja bahan (521211), dan belanja barang transito (521212) honor (521213) melalui

belanja

mekanisme revisi POK namun jika direvisi ke belanja perjalanan (524xxx) maka melalui mekanisme revisi DIPA di kanwil DJPB. Contoh belanja menggunakan akun 521219 adalah belanja dalam rangka diklat, sertifikasi Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) jika penyelenggaraannya menggunakan pola PNBP

namun jika penyelenggaraannya menggunakan paket meeting kontraktual maka menggunakan belanja paket meeting dalam kota (524114) ataupun belanja paket meeting luar kota (524115)

6.

Apakah perjalanan dinas menghadiri undangan instansi lain, workshop, Focus Group

Discussion (FGD) yang biaya perjalanannya ditanggung sendiri apakah diperkenankan dan harus menggunakan akun apa?, terimakasih.

Jawab: Dalam hal instansi saudara diundang untuk menghadiri undangan yang dilaksanakan oleh instansi lain dan biaya maka perjalanannya pengeluarannya

ditanggung

sendiri

dibebankan ke dalam akun 524111 (Belanja Perjalanan Biasa). Sepanjang pengeluaran tersebut tercantum dalam POK maka dapat diperkenankan untuk dibiayai.

7.

Biaya

pengiriman

jenazah

pegawai

yang

meninggal dalam tugas menggunakan akun apa?

Jawab: Biaya pengiriman jenazah menggunakan akun 524111, dimana untuk biaya-biaya pemetian dan pengangkutan jenazah sesuai dengan bukti riil yang dikeluarkan dan dicantumkan dalam bukti pengeluaran riil sesuai dengan PMK 113 Tahun 2012.

8.

Apakah perbedaan dan peruntukan belanja akun 524111 dengan akun 524112. Sedianya kami mempunyai belanja akun 524111 yang dalam rkakl diperuntukan untuk perjalanan ke

provinsi. Tapi pada pelaksanaannya kami juga sering menggunakan belanja akun tersebut untuk perjalanan tetap ke ibu kota kabupaten (daerah kami adalah daerah kepulauan). Yang jadi pertanyaan apakah terhadap tindakan tersebut kami harus merevisi sebagian anggaran

dari akun 524111 ke akun 524112 ? terima kasih atas penjelasannya.

Jawab: Perbedaan akun 524111 dan 524112 adalah tujuan dari kegiatan perjalanan dinas

dimaksud. Akun 524111 digunakan untuk pengeluaran perjalanan dinas bagi

PNS/pegawai tidak tetap yang secara umum melakanakan tupoksi, sedangkan 524112

digunakan untuk pengeluaran perjalanan dinas yang berhubungan langsung dengan pelayanan kepada masyarakat.

Sesuai dengan PMK Nomor 113/PMK.05/2012 tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, Dan Pegawai Tidak Tetap, pengertian Kota adalah wilayah

Kota/Kabupaten

pembagian

administratif di Indonesia di bawah Provinsi sehingga masih dalam batas wilayah

kota/kabupaten yang sama, dan memperhatikan surat Direktur jenderal Perbendaharaan

Nomor S-4599/PB/2013 Tanggal 3 Juli 2013 maka perjalanan dinas tersebut menggunakan akun 524113 (Belanja Perjalanan Dinas Dalam Kota).

9.

Mengapa terdapat revisi akun perjalanan dinas tahun 2013?

Jawab: Sesuai Surat Menteri Keuangan Nomor S2056/MK.5/2013 tanggal 18 Maret 2013, akun sebagai berikut harus direvisi yaitu: Akun 521119 (Belanja Barang Operasional Lainnya) menjadi 524113. Akun 521219 (Belanja Barang Non

Operasional Lainnya) menjadi 524114. Seluruh satker harus merevisi sebagaimana ketentuan tersebut agar pelaksanaan dan pembebanan biaya perjalanan dinas menjadi lebih tertib dan terkendali. 10. Bagaimana penggunaan akun perjalanan dinas?

Jawab: 524111 Belanja Perjalanan Biasa, yaitu Pengeluaran untuk perjalanan dinas

jabatan melewati batas kota dan perjalanan dinas pindah. 524112 Belanja Perjalanan Tetap, yaitu Pengeluaran untuk perjalanan dinas tetap yang jumlah dihitung pejabat dinas. dengan yang memperhatikan melaksanakan oleh untuk

perjalanan Kementerian

Pengeluaran Lembaga

Negara/

kegiatan pelayanan masyarakat. Contoh: Perjalanan dinas oleh tenaga penyuluh pertanian, juru penerang, penyuluh agama, dan lainnya. 524113 Belanja Perjalanan Dinas Dalam Kota, yaitu Pengeluaran untuk perjalanan dinas yang dilaksanakan di dalam kota. 524114 Belanja Perjalanan Dinas Paket Meeting Dalam Kota, yaitu Pengeluaran untuk perjalanan dinas dalam rangka kegiatan rapat, seminar, dan sejenisnya

yang dilaksanakan di dalam kota satker penyelenggara dan dibiayai seluruhnya oleh satker penyelenggara, serta yang dilaksanakan di dalam kota satker peserta dengan biaya perjalanan dinas yang

ditanggung oleh satker peserta. 524119 Belanja Perjalanan Dinas Paket Meeting Luar Kota, yaitu Pengeluaran untuk perjalanan dinas dalam rangka kegiatan rapat, seminar, dan sejenisnya yang dilaksanakan di luar kota satker penyelenggara dan dibiayai seluruhnya oleh satker penyelenggara, serta yang dilaksanakan di luar kota satker peserta dengan biaya perjalanan dinas yang

ditanggung oleh satker peserta.

11. Apakah akun perjalanan dinas boleh minus? Jawab: Tidak boleh, karena akun perjalanan dinas tercantum dalam halaman IV DIPA.

C. Revisi Anggaran 1. Kekurangan anggaran pada langganan daya dan jasa apakah boleh diambil dari pengadaan pakaian dinas pegawai, dimana sasaran atau output dari pengadaan pakaian dinas pegawai sudah terpenuhi. Apakah ini termasuk revisi POK atau revisi DIPA? Jawab:
Kelebihan alokasi pagu yang sudah tercapai

sasaran outputnya dapat dilakukan revisi untuk membiayai kegiatan lain. Revisi DIPA yang masih dalam satu output, satu jenis belanja dan tidak merubah DIPA merupakan kewenangan KPA (revisi POK). 2. Mengapa tidak bisa mengembalikan pagu awal setelah melakukan transfer pagu revisi DIPA ke- 2 di aplikasi SPM? Jawab: Pagu yang sudah ditransfer sesuai revisi terakhir tidak akan bisa lagi kembali ke pagu

awal, karena secara aturan yang berlaku dan sistem yang ada tidak diperbolehkan 3. Apakah boleh melakukan revisi belanja uang makan PNS (511129) untuk menutupi

kekurangan belanja langganan listrik (522111)? Jawab: Belanja uang makan tidak dapat direvisi (dikurangi) untuk menambah belanja

langganan listrik. Apabila terjadi kekurangan untuk belanja langganan listrik, biaya

langganan listrik dimaksud dapat dibayarkan pada tahun anggaran berikutnya sebagai tunggakan. 4. Apakah akun 521115 boleh di revisi ke akun 524114? Jawab: Akun 521115 (Honor pengelola keuangan) tidak dapat direvisi menambah belanja lain (termasuk belanja perjadin akun 524114),

kecuali

untuk

menambah

belanja

honor

pengelola keuangan satker lain. 5. Apa saja syarat administrasi untuk merevisi nama KPA di DIPA? Jawab: Surat usulan pengesahan revisi diajukan ke Kanwil DJPB, disertai dengan Revisi DIPA yang ditandatangani KPA. 6. Bagaimana cara mengetahui status revisi DIPA yang telah diajukan ke Pusat Layanan DJA? Jawab: Revisi yg diajukan melalui Pusat Layanan DJA akan memperoleh nomor tiket. Untuk

mengetahui status revisinya dapat dicek melalui Sistem Informasi Pusat Layanan DJA dengan entri nomor tiket pada laman tersebut atau dapat menghubungi Call Center/Customer

Service ke nomor yang ada pada laman dimaksud.

7.

Bagaimana cara merubah nama bendahara dan KPA di ADK? Jawab: Ubah data bendahara dan KPA di aplikasi pada menu DIPA - Data KPA. Kemudian sampaikan usulan perubahan dan back up ADK kepada Kanwil DJPB wilayah kerja masingmasing.

8.

Di daerah dituntut untuk mengikuti sertifikasi PBJ namun biayanya tidak dianggarkan padahal kebutuhan pegawai yang memiliki sertifikat PBJ masih terbatas, namun tidak ada anggaran untuk diklat PBJ? Jawab: Diklat PBJ dapat dibiayai asalkan pengeluaran atas kegiatan tersebut tercantum dalam POK, jika belum ada maka KPA dapat melakukan revisi POK.

9.

Apabila terjadi perubahan di Lembar ke IV, misalnya penambahan spd, revisinya

merupakan kewenangan siapa? Jawab: Pergeseran/perubahan anggaran yang

mengakibatkan perubahan pada Halaman (I, II, III, dan/atau IV) DIPA merupakan kewenangan satker, tetapi perlu pengesahan Kanwil DJPB atau DJA. Revisi Lembar IV dimaksud

(termasuk penambahan spd) perlu disahkan oleh Kanwil DJPB atau DJA, tergantung jenis kewenangannya, apabila revisi masih dalam satu satker dan tidak mengurangi volume, cukup disahkan oleh Kanwil DJPB 10. Dana Pagu Belanja Langganan Air (522113) sudah habis, apakah bisa diambil (revisi) dari Belanja Langganan Listrik (522111)? Kalau bisa apakah revisi KPA atau Kanwil DJPBN? Terima Kasih.

Jawab: Bisa, dan merupakan revisi POK yang

ditetapkan oleh KPA. 11. Apakah pagu DIPA boleh minus? Jawab: Nilai yang tercantum pada DIPA merupakan batas tertinggi, baik yang tercantum pada halaman II DIPA ataupun halaman IV DIPA. Pengeluaran tidak boleh dilaksanakan apabila tidak terdapat atau tidak mencukupinya alokasi dana pada DIPA. Pengecualian untuk gaji dan tunjangan yang melekat pada gaji dapat melampaui alokasi pagu DIPA untuk kemudian dilakukan revisi DIPA. 12. Apakah diperbolehkan bila belanja dengan MAK yang sama tapi berbeda kegiatan tanpa melalui mekanisme revisi? Contohnya apakah boleh kekurangan untuk belanja ATK untuk kegiatan sakernas ditambahkan dari belanja ATK untuk kegiatan susenas tanpa melalui mekanisme revisi?

Jawab: Tidak boleh, tetap harus melalui mekanisme revisi POK dan dikoordinasikan dengan BPS Provinsi.

D. SKPA 1. Pada suatu daerah ada dua satker dari satu penerbit SKPA yaitu Kanwil X. Ketika salah satu satker rekon dengan KPPN sedangkan yang satu belum, akan terjadi perbedaan. Bagaimana cara mengatasinya? Jawab: Selama ini untuk rekon satker dengan SKPA memang seperti itu, tidak berubah dari tahun 2012, seharusnya untuk rekonsiliasi SKPA ditunjuk 1 satker sebagai koordinator untuk melakukan rekonsiliasi ke KPPN 2. Mengapa cetakan realisasi belanja untuk 2 satker berbeda menjadi satu?

Jawab: Konsep dari SKPA adalah realisasi dimiliki oleh penerbit SKPA sehingga realisasi

anggaran adalah realisasi satker penerbit, bukan realisasi satker penerima. 3. Bagaimana cara penerbitan SKPA? Jawab: Yang dapat menerbitkan SKPA adalah KPA unit eselon lebih tinggi kepada KPA unit eselon lebih rendah dalam unit eselon I yang sama pada Kementerian Negara/Lembaga. Untuk KPA Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan, dan Urusan Bersama tidak dapat menerbitkan atau menerima SKPA. SKPA diterbitkan melalui aplikasi SPM. KPA Penerbit menyampaikan dokumen SKPA (beserta ADK) ke KPPN Penerbit untuk mendapat pengesahan. 4. Bagaimana Prosedur yang harus dilakukan oleh Satker penerima SKPA ketika SKPA tersebut telah diterima?

Isi Formulir Pendaftaran PIN PPSPM untuk SKPA tersebut dan kirim satu lembar SKPA yang sudah ditandatangani ke KPPN. Selanjutnya input ADK SKPA ke aplikasi SPM dan lakukan pencairan dana sesuai peruntukan dan ketentuan yang berlaku. Lakukan rekonsiliasi realisasi dana SKPA per bulan dengan KPPN Penerima SKPA. Kirim Laporan Keuangan triwulanan

beserta ADK dari aplikasi SAKPA dan dokumen pendukung kepada KPA Penerbit. E. Kerjasama 1. Kenapa tidak diseragamkan untuk kegiatan kerjasama di BPS untuk seluruh provinsi? Jawab: Pola kerjasama di BPS sesuai dengan Perka 37 Tahun 2012 terdapat 3 jenis pola kerjasama di BPS yaitu PNBP, Hibah dan Swakelola. Karena masing-masing mitra kerjasama BPS

menginginkan bentuk kerjasama yang berbedabeda. 2. Apa perbedaan antara satker PNBP yang Maksimum Pencairannya ditetapkan terpusat dan tidak terpusat ?

Jawab: Untuk satker PNBP terpusat: Maksimum pencairan ditetapkan

berdasarkan Surat Edaran atau Peraturan Dirjen Perbendaharaan. Pencairan berdasarkan dana Surat PNBP dilakukan

Edaran/Peraturan

Dirjen Perbendaharaan tanpa melampirkan SSBP ketika pencairan dana Untuk satker PNBP tidak terpusat : Penetapan Maksimum Pencairan ditetapkan berdasarkan SSBP yang telah dikonfirmasi oleh KPPN. Pencairan dana PNBP dilakukan

berdasarkan Daftar Perhitungan Jumlah Maksimum Pencairan

3.

Bagaimana

Cara

Perhitungan

Maksimum

Pencairan Dana Satker?

Jawab: MP =(PPP Keterangan: MP = maksimum pencairan dana. PPP = JS = proporsi pagu pengeluaran terhadap pendapatan. jumlah setoran. jumlah pencairan dana sebelumnya sampai dengan SPM terakhir yang diterbitkan. x JS) JPS

JPS =

4.

Berapa jumlah UP yang dapat diberikan kepada satker PNBP ?

Jawab: Dapat diberikan sebesar 20% dari realisasi PNBP yang dapat digunakan sesuai pagu PNBP maksimal Rp 500 juta. Dapat diberikan sebesar 1/12 dari pagu PNBP di DIPA maksimal Rp 200 juta.

Apabila satker: (a) Belum memperoleh MP, (b) Nilai MP satker belum mencapa 1/12 pagu PNBP, atau (c) Satker terpusat belum memperoleh pagu pencairan berdasarkan SE/Perdirjen Perbendaharaan. Penggantian UP atas pemberian UP dilakukan setelah satker Pengguna PNBP memperoleh Maksimum Pencairan dana PNBP minimal sebesar UP yang diberikan.

5.

Bagaimana

tata

cara

Pengesahan

Hibah

langsung dalam bentuk uang untuk hibah yang bersumber dari dalam negeri ?

Jawab: Tahapannya sebagai berikut: a) Pengajuan permohonan nomor register ke DJPU; b) Pengajuan persetujuan pembukaan

Rekening Hibah ke DJPB;

c) Penyesuaian pagu hibah dalam DIPA; dan d) Pengesahan Pendapatan Hibah Langsung dalam bentuk uang dan belanja yang bersumber dari hibah langsung dengan tahapan sebagai berikut: 1) PA/KPA mengajukan SP2HL seluruh pendapatan hibah sebesar yang telah diterima dan belanja sebesar yang telah dibelanjakan maksimal sebesar alokasi dana yang tercantum pada DIPA, dilampiri dengan copy Rekening atas Rekening Hibah, SPTMHL, SPTJM, dan copy surat persetujuan pembukaan rekening untuk pengajuan SP2HL

pertama kali. 2) Atas dasar SP2HL, KPPN menerbitkan SPHL dalam 3 rangkap. Lembar

pertama disampaikan ke PA/KPA. 3) Atas dasar SPHL, KPPN membukukan Pendapatan Hibah Langsung dan

belanja yang bersumber dari hibah

langsung serta saldo kas di K/L dari hibah. 4) Atas dasar SPHL, PA/KPA

membukukan belanja yang bersumber dari hibah langsung dan saldo kas di K/L dari hibah. e) Apabila terdapat pengembalian

pendapatan hibah langsung dalam bentuk uang maka tahapannya sebagai berikut: 1) Sisa uang dapat dikembalikan kepada Pemberi Hibah sesuai perjanjian hibah atau dokumen yang dipersamakan. Atas pengembalian tersebut, PA/KPA

mengajukan SP4HL kepada KPPN mitra kerjanya sesuai batas waktu yang ditentukan, dengan dilampiri: (a) Copy Hibah, (b) Copy bukti pengiriman/transfer rekening atas Rekening

kepada Pemberi Hibah, dan (c) SPTJM.

2) Atas dasar SP4HL tersebut KPPN menerbitkan SP3HL dalam 3 rangkap. Lembar PA/KPA. 3) Atas dasar SP3HL, KPPN pertama disampaikan ke

membukukan Pendapatan Hibah

pengembalian Langsung dan

mengurangi saldo kas di K/L dari hibah. 4) Atas dasar SP3HL, PA/KPA

membukukan pengurangan saldo kas di K/L dari hibah. 6. Bagaimana langsung berharga? Ketentuan dalam Pengesahan hibah

Bentuk

Barang/jasa/surat

Jawab: Tahapannya sebagai berikut : a) Penandatanganan penatausahaan BAST dokumen dan pendukung

lainnya bersama pemberi hibah.

b) Pengajuan permohonan nomor register ke DJPU. c) Pengesahan Pendapatan Hibah Langsung bentuk barang/jasa/surat berharga ke

DJPU dengan mengajukan SP3HL-BJS. d) Pencatatan hibah bentuk barang/jasa/surat berharga ke KPPN dengan tahapan sebagai berikut: 1) PA/KPA menyampaikan MPHL-BJS ke KPPN bentuk dengan dilampiri SPTMHL berharga,

barang/jasa/surat

SP3HL-BJS yang sudah disetujui DJPU lembar kedua, dan SPTJM. 2) Atas dasar MPHL-BJS, KPPN

menerbitkan Persetujuan MPHL-BJS dalam 3 rangkap. Lembar pertama disampaikan ke PA/KPA. 3) Atas dasar Persetujuan MPHL-BJS, KPPN membukukan belanja barang untuk pencatatan persediaan modal untuk

darihibah/belanja

pencatatan aset tetap atau aset lainnya dari hibah dan Pendapatan Hibah. 4) Atas dasar Persetujuan MPHL-BJS, PA/KPA membukukan belanja barang untuk pencatatan persediaan dari

hibah/belanja modal untuk pencatatan aset tetap atau aset lainnya dari hibah.

7.

Apakah diperkenankan output hasil kerjasama diperjualbelikan sebagai PNBP?

Jawab: Output hasil kerjasama tidak diperkenankan diperjualbelikan sebagai PNBP dikarenakan ouput tersebut adalah milik pemberi dana kerjasama.

8.

Apakah

diperbolehkan

dalam

kerjasama

swakelola tidak membuka rekening dikarenakan nilai kerjasama yang tidak terlalu besar?

Jawab: Kerjasama tidak diperkenankan menggunakan rekening atas nama pribadi, jika dalam pelaksanaan kerjasama tidak

menggunakan/membuka rekening namun dalam bentuk uang tunai diperkenankan namun tetap harus dilaksanakan pembukuannya dengan tertib.

9.

Apakah membiayai

kerjasama

diperkenankan yang

untuk telah

kegiatan-kegiatan

dibiayai APBN?

Jawab: Kerjasama membiayai tidak diperbolehkan yang untuk telah

kegiatan-kegiatan

dibiayai APBN.

10. Apakah diperkenankan kerjasama menggunakan rekening Bendahara Pengeluaran dikarenakan menunggu izin pembukaan rekening dari DJPB?

Jawab: Kerjasama dapat diperkenankan menggunakan rekening Bendahara Pengeluaran namun tetap dicatat pada buku pembantu lainnya, dan jika terdapat perbedaan pada LPJ Bendahara Pengeluaran tersebut. agar dijelaskan pada LPJ

11. Apakah diperkenankan

menggunakan

logo

Pemda pada output hasil kerjasama.

Jawab: Diperkenankan untuk menggunakan logo

Pemda pada output hasil kerjasama karena Pemda sebagai pemberi dana, tidak

diperkenankan menggunakan logo pemda untuk output yang dibiayai oleh APBN.

F. PNBP dan Rumah Dinas 1. Seluruh PNBP wajib disetor langsung

secepatnya ke Kas Negara namun dalam keadaan tertentu, penyetoran PNBP sebagaimana

dimaksud di atas dapat dilakukan melalui Bendahara Penerimaan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan, keadaan tertentu seperti apa? Mohon penjelasannya.

Jawab:
Sesuai dengan PP 45 Tahun 2013 yang dimaksud

dengan

keadaan

tertentu

adalah

suatu

keadaan dimana berdasarkan pertimbangan efisiensi dan efektivitas Wajib Bayar lebih praktis menyetor PNBP melalui Bendahara Penerimaan (tidak langsung ke Kas Negara). Keadaan tertentu yang menyebabkan Wajib Bayar dapat menyetor PNBP melalui Bendahara Penerimaan antara lain: a) Sulitnya kondisi geografis (daerah terpencil) yang menyebabkan tidak terdapat Bank Devisa Persepsi/Bank Persepsi di

kota/wilayah tempat pemenuhan kewajiban pembayaran/penyetoran PNBP.

b) Jumlah PNBP yang disetor tidak sebanding dengan jumlah biaya yang dikeluarkan untuk melakukan penyetoran. c) Jarak tempat Wajib Bayar dengan Bank persepsi relatif jauh.

2. Bagaimana tata cara perhitungan sewa rumah dinas beserta contohnya:

Jawab: Berdasarkan Keputusan Menteri Permukiman Dan Prasarana Wilayah Nomor:

373/Kpts/M/2001 Tentang Sewa Rumah Negara Tata cara perhitungan Perhitungan sewa rumah negara. Rumus Sewa : Sb = 2,75 % x [(Lb x Hs x Ns) x Fkb] x Fk Sb : Sewa bangunan per bulan 2,75% : Prosentase sewa terhadap nilai bangunan Lb : Luas bangunan dalam meter persegi Hs : Harga satuan bangunan per meter persegi

Ns

: Nilai sisa bangunan /layak huni (60 %) : Faktor klasifikasi tanah/kelas bumi ( % ) : Faktor keringanan sewa untuk PNS (5 %)

Fkb Fk

KETERANGAN : 1. Prosentase sewa terhadap nilai bangunan 2,75 %. 2. Luas bangunan (Lb) dalam meter persegi dihitung dari as ke as. 3. Harga Satuan (Hs) a) Harga satuan (Hs) bangunan sesuai klasifikasi berdasarkan Daerah dalam keadaan baru

Peraturan

Pemerintah

Setempat

(Kabupaten/Kota)

pada tahun yang berjalan. b) Harga satuan bangunan, dengan : 1) Luas bangunan 3695 m2

mengikuti harga satuan Tipe C, D, E. 2) Luas bangunan 96185 m2

mengikuti harga satuan Tipe B.

3)

Luas bangunan 186 m2 keatas mengikuti harga satuan Tipe A.

c)

Harga satuan bangunan semi permanen (dinding bagian bawah batu/batako dan bagian atas papan/anyaman bambu) 50 % x Hs.

d)

Nilai Sisa Bangunan (NS) 1) Nilai sisa bangunan ditetapkan 60 % sebagai bangunan layak huni. 2) (Nilai sisa bangunan antara 20 % s/d.100 % dengan rata-rata 60 %).

e)

Faktor Klasifikasi Tanah (Fkb) Faktor klasifikasi tanah adalah besar prosentase sewa terhadap klasifikasi tanah/kelas bumi sebagaimana

tercantum dalam SPPT Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB ) f) Faktor Keringanan (Fk) Faktor

keringanan sewa untuk PNS (5 %) g) Sewa Rumah Negara Dengan Luas Tanah Melebihi Standar

Standar luas tanah Rumah Negara sesuai Tipe : Tipe Luas Bangunan A B C D E 250 m2 120 m2 70 m2 50 m2 36 m2 Luas Tanah 600 m2 350 m2 200 m2 120 m2 100 m2

Rumah Negara yang berdiri diatas persil dengan luas tanah melebihi luas standar lebih dari 20 % dikenakan sewa tambahan atas kelebihan luas tanah sebagai berikut : St = 2 % x [ ( Lt x NJOP ) x Fk ] / tahun St : Sewa kelebihan tanah per tahun 2 % : Prosentase sewa terhadap nilai tanah Lt : Luas kelebihan tanah dari standar, dalam meter persegi NJOP : Nilai Jual Objek Pajak sesuai SPPT Fk : Faktor keringanan sewa untuk PNS (5 %)

Contoh Perhitungan Sewa

Rumus Sewa : Sb = 2,75 % x [(Lb x Hs x Ns) x Fkb] x Fk Contoh Perhitungan Sewa Untuk Lokasi DKI Jakarta : Kelas bumi : (A9), Fkb = 80% Esl 1 = 2,75% (250m2 X Rp864.000,- X60%X80%)X5%
= Rp 142.500/bulan

Esl II = 2,75% (120m2 X Rp779.000,- X60%X80%)X5%


= Rp 61.697/bulan

Esl II1 = 2,75% (70m2 X Rp775.000,- X60%X80%)X5%


= Rp 34.881/bulan

Esl IV = 2,75% (50m2 X Rp775.000,- X60%X80%)X5%


= Rp 24.915/bulan

Esl V = 2,75% (36m2 X Rp775.000,- X60%X80%)X5%


= Rp 17.798/bulan

G. Pajak 1. Apakah terdapat peraturan yang mengatur bahwa bendahara pengeluaran satker tidak boleh memecah kwitansi untuk menghindari

pembayaran pajak Terima kasih

Jawab: Sebagai aparat pemerintah yang mengelola keuangan negara tentu diharapkan

kontribusinya untuk meningkatkan penerimaan negara yang salah satunya adalah pajak. Sehingga tidaklah etis untuk menghindari pembayaran pajak apapun caranya, termasuk memecah kuitansi.

2.

Pajak disetorkan pada hari yang sama, apa maksudnya?

Jawab: Untuk PPh 22 bahwa pada saat menyampaikan SPM ke KPPN pada saat itu PPh 22 disetorkan.

3.

Bagaimana perlakukan PPh pasal 21 nya jika ada mitra dalam setahun itu hanya 5 bulan bekerja? Jawab:

Jika penghasilannya melebihi PTKP maka tetap dipotong pajak PPh 21.

4.

Konsumsi rapat di kantor bagaimana pajaknya?

Jawab: Untuk konsumsi rapat dibebaskan PPN, namun jika pembeliannya lebih dari dua juta maka dikenakan PPh 22.

5.

Dalam PPh 21 apakah ada akun yang menjamin PPh 21 honor dipotong lewat PTKP, sedangkan pada akun 521219 dipotong tidak harus lewat PTKP?

Jawab: Untuk PPh 21 ada yang pemotongannya dikenakan PTKP jika dia diposisikan sebagai pegawai tidak tetap, jika PPh 21 dasar pengenaan pajak adalah penghasilan bruto maka dia diposisikan sebagai peserta kegiatan.

6.

Untuk pembelian ATK dibawah Rp2.000.000,bagaimana cara pemotongan pajaknya?

Jawab: Pembelian ATK dibawah 2 Juta namun di atas 1 juta maka hanya dikenakan PPN saja. Jika pembelian dibawah Rp1.000.000,- maka tidak dikenakan PPN dan PPh 22.

H. Rapat dan Kegiatan Yang Sejenis

1. Kegiatan

rapat, di

seminar, dalam

dan

sejenisnya

dilaksanakan

kota

penyelenggara

kegiatan dengan menggunakan paket meeting fullboard dan seluruh biaya ditanggung rincian

penyelenggara pembiayaannya?

bagaimanakah

Jawab: Rincian pembebanan biayanya sebagai berikut: a. Biaya transportasi seluruh peserta, baik peserta dan panitia dari dalam kota maupun

peserta dari luar kota menggunakan akun 524114. b. Uang harian dibayarkan berupa uang saku paket meeting fullboard sesuai standar biaya, baik peserta dan panitia dari kota maupun peserta dari luar kota menggunakan akun 524114. c. Paket meeting (termasuk biaya penginapan) dibayarkan menggunakan akun 524114.

2. Kegiatan

rapat, di

seminar, dalam

dan

sejenisnya

dilaksanakan

kota

penyelenggara

kegiatan dengan menggunakan paket meeting fullboard. Panitia penyelenggara hanya

menanggung biaya meeting fullboard (termasuk biaya penginapan) dan uang harian, sedangkan biaya transportasi ditanggung oleh masingmasing satker peserta bagaimanakah rincian pembiayaannya?

Jawab: Rincian pembebanan biayanya adalah sebagai berikut: Satker Penyelenggara: Uang harian berupa uang saku paket meeting fullboard sesuai standar biaya, baik peserta dan panitia dari dalam kota maupun peserta dari luar kota menggunakan akun 524114. Paket meeting (termasuk biaya penginapan) dibayarkan menggunakan akun 524114. Masing-masing Satker Peserta: dari dalam kota, biaya transportasi

dibebankan pada akun 524114. dari luar kota, biaya transportasi dibebankan pada akun 524119.

3. Kegiatan

rapat,

seminar,

dan

sejenisnya

dilaksanakan di luar kota penyelenggara kegiatan dengan menggunakan paket meeting fullboard dan seluruh biaya ditanggung penyelenggara. Bagaimanakah rincian pembebanan biayanya? Jawab:

Rincian pembebanan biayanya sebagai berikut: Biaya transportasi seluruh peserta, baik peserta dan panitia dari luar kota maupun peserta dari dalam kota menggunakan akun 524119. Uang harian dibayarkan berupa uang saku paket meeting fullboard sesuai standar biaya, baik peserta dan panitia dari kota maupun peserta dari luar kota menggunakan akun 524119. Paket meeting (termasuk biaya penginapan) dibayarkan menggunakan akun 524119.

4. Apakah

rapat

diluar didalam

jam

kantor

yang apakah

dilaksanakan

kantor

mendapatkan uang transport?

Jawab: Biaya transport untuk peserta rapat diluar jam kantor yang dilaksanakan di dalam kantor tidak diperbolehkan dikarenakan tidak memenuhi

definisi perjalanan dinas sesuai dengan PMK 113 Tahun 2012.

5. Dokumen apa saja yang diperlukan terkait kelengkapan rapat diluar jam kantor?

Jawab: Sesuai dengan Per 22 Pb 2013 dan Perka BPS No 31 Tahun 2013 1) Syarat dan ketentuan rapat di dalam kantor di luar jam kerja: a. Berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai Standar Biaya b. Dilaksanakan paling sedikit 4 (empat) jam di luar jam kerja dengan ketentuan: Hari Senin-Kamis : jam 16.00-20.00 Hari Jumat : jam 16.30-20.30

c. Diselenggarakan di dalam kantor di luar jam kerja pada bersangkutan d. Form permintaan rapat di luar jam kerja diajukan ke KPA paling lambat 3 (tiga) hari kerja satker

hari

sebelum

penyelenggaraan

dan

disetujui oleh PPK e. Peserta harus sudah tercatat hadir di kantor paling WIB/WITA/WIT f. Tidak diberikan uang lembur dan uang makan lembur g. Satu orang peserta hanya berhak lambat pukul 08.00

mendapatkan uang saku rapat satu kali dalam satu hari h. Petugas pendukung rapat berhak

mendapat uang saku rapat sebesar 50% dari standar biaya. i. Dokumen pertanggungjawaban

administrasi yang dilengkapi di Badan Pusat Statistik Provinsi: Surat undangan ditandatangani oleh Kepala Provinsi Badan atau Pusat Statistik III

eselon

penyelenggara

Surat tugas dari unit penyelenggara yang ditandatangani oleh Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Surat pernyataan pelaksanaasn rapat yang ditandatangani oleh

penanggungjawab kegiatan (paling rendah pejabat setingkat eselon III), dilengkapi dengan rincian materi yang akan di bahas. Daftar hadir dan print out presensi handkey. Minimal dua orang dari unit eselon III lainnya atau dari instansi lain yang salah satunya minimal pejabat eselon III. Peserta lainnya berasal dari unit eselon III penyelenggara. Notulen dan laporan hasil rapat yang diketahui oleh pejabat eselon III terkait, disampaikan kepada PPK, ditembuskan kepada Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi dan seluruh peserta rapat.

Daftar uang saku rapat di luar jam kerja. Peserta dapat diberikan uang saku rapat sebesar Rp200.000,-/bruto Kuitansi pembeliaan konsumsi j. Dokumen pertanggungjawaban

administrasi yang dilengkapi di Badan Pusat Statistik Kabupaten/ Kota: Surat undangan ditandatangani oleh Kepala Badan Pusat Statistik

Kabupaten/ Kota Surat tugas dari unit penyelenggara yang ditandatangani oleh Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten/ Kota Surat pernyataan pelaksanaan rapat yang ditandatangani oleh

penanggung jawab kegiatan (paling rendah pejabat setingkat eselon IV), dilengkapi dengan rincian materi yang akan di bahas. Daftar hadir dan print out presensi handkey. Minimal dua orang dari

unit eselon IV lainnya atau dari instansi lain yang salah satunya minimal pejabat eselon IV. Peserta lainnya berasal dari unit eselon IV penyelenggara. Notulen dan laporan hasil rapat yang diketahui oleh pejabat eselon IV terkait, disampaikan kepada PPK, ditembuskan kepada Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten/ Kota dan seluruh peserta rapat. Daftar uang saku rapat di luar jam kerja. Peserta dapat diberikan uang saku bruto Kuitansi pembeliaan konsumsi rapat sebesar Rp150.000,-/

I.

Perjalanan Dinas 1. Tindakan Atasan Pelaksana SPD/Penerbit Surat Tugas dalam menerapkan prinsip-prinsip

perjalanan dinas berupa apa?

Jawab: Melakukan monitoring penerbitan Surat Tugas di lingkup wilayah kerjanya; Dapat membatasi pelaksanaan perjalanan dinas dalam Kota hanya sampai dengan 8 jam, kecuali pelaksanaan perjalanan dinas dimaksud memang sangat diperlukan

penyelesaiannya lebih dari 8 jam. Contoh: Dalam Surat Tugas disebutkan pelaksanaan tugas dalam Kota dimulai tanggal 1 sampai dengan tanggal 10, waktu perjalanan dinas jabatan adalah pukul 09.00 s.d 17.00 WIB (8 jam) setiap hari. Atas pelaksanaan tugas tersebut diberikan biaya perjalanan dinas berupa transpor dalam Kota.

2. Pembayaran uang harian mengacu pada jumlah hari yang tercantum dalam Surat Tugas,

contohnya seperti apa? 3.

Jawab: Contoh: Pelaksana SPD diundang untuk mengikuti rapat koordinasi selama 3 hari (tanggal 5, 6 dan 7) di Jakarta. Atasan Pelaksana SPD menerbitkan Surat Tugas selama 5 hari, dari tanggal 4 sampai dengan tanggal 8 karena Pelaksana SPD dimaksud memerlukan waktu 1 hari untuk tiba di tempat tujuan dan 1 hari untuk kembali ke tempat kedudukan semula. Kepada Pelaksana SPD

dibayarkan uang harian untuk tanggal 4 dan 8, yang dibebankan pada DIPA satuan kerja penyelenggara. Selama rapat koordinasi (tanggal 5, 6, dan 7) diberikan uang harian sebesar uang saku paket fullboard. Atasan Pelaksana SPD harus memperhitungkan apakah keberangkatan 1 hari sebelum dan/atau 1 hari sesudah pelaksanaan rapat koordinasi tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Apabila dalam surat tugas disebutkan Pelaksana SPD berangkat pada tanggal 5 dan kembali pada tanggal 7, maka tidak dibayarkan uang harian untuk tanggal 5 dan tanggal 7, namun hanya

dibayarkan uang saku paket fullboard (tanggal 5, 6, dan 7) sesuai Standar Biaya.

4. Pertanggungjawaban uang harian sesuai dengan jumlah hari riil pelaksanaan perjalanan dinas jabatan contohnya seperti apa? Jawab: Contoh: Pelaksana SPD ditugaskan melakukan perjalanan dinas selama 4 hari dan kepadanya sudah diberikan uang harian selama 4 hari. Ternyata Pelaksana SPD sudah kembali ke tempat tugas (kantor) pada hari ke-3 (sebelum berakhirnya masa tugas). Maka Pelaksana SPD dimaksud

harus mengembalikan kelebihan pembayaran uang harian selama 1 hari.

5. Penugasan yang dilaksanakan lebih dari satu tujuan pelaksanaan perjalanan dinas jabatan dan merupakan satu kesatuan penugasan hanya diberikan sebesar 1 (satu) kali biaya transpor dalam Kota, contohnya seperti apa?

Jawab: Contoh: Dalam satu surat tugas disebutkan bahwa Pelaksana SPD melaksanakan kegiatan

pembinaan kepada kantor di Kecamatan A, B, dan C yang masih dalam satu Kabupaten/Kota. Kepada Pelaksana SPD tersebut hanya diberikan 1 kali biaya transpor dalam Kota secara lumpsum sesuai standar biaya.

6. Biaya transpor dalam Kota lebih dari 8 jam melebihi biaya transpor dalam Kota yang

diberikan secara lumpsum sesuai Standar Biaya, maka kepada Pelaksana SPD diberikan biaya transpor sesuai bukti riil moda transportasi yang digunakan, contohnya seperti apa?

Jawab: Contoh: Pelaksana SPD melakukan perjalanan dinas dalam Kota lebih dari 8 jam menggunakan moda transportasi pesawat udara sehingga biaya yang

diperlukan lebih dari biaya transpor dalam Kota sesuai standar biaya. Kepada Pelaksana SPD diberikan biaya transpor sesuai bukti transportasi pesawat udara. riil

7. Pelaksana SPD diberikan biaya penginapan 30 % karena tidak terdapat hotel atau tempat menginap lainnya, sehingga Pelaksana SPD menginap di tempat menginap yang tidak menyediakan contohnya

kuitansi/bukti seperti apa?

biaya

penginapan,

Jawab: Contoh: Petugas instansi A melakukan pengukuran tanah selama 3 hari di wilayah yang masih dalam satu kabupaten. Dalam melakukan tugasnya, Petugas instansi A tersebut memerlukan menginap. Pada wilayah pengukuran tersebut tidak tersedia hotel atau tempat menginap lainnya, sehingga Petugas instansi A menginap di rumah penduduk. Kepada

Petugas instansi A diberikan biaya penginapan sebesar 30% secara lumpsum selama 2 malam.

8. Pelaksana SPD diberikan biaya penginapan 30 % karena meskipun terdapat hotel atau tempat menginap lainnya, namun Pelaksana SPD tidak menginap di hotel atau tempat menginap lainnya tersebut. Contohnya seperti apa? Jawab: Contoh: Seorang Pelaksana SPD diperintahkan

melaksanakan tugas pembinaan, dan monitoring dan evaluasi ke luar kota selama 3 hari. Dalam melaksanakan tugasnya, Pelaksana SPD

dimaksud tidak menginap di hotel atau tempat menginap lainnya, sehingga Pelaksana SPD dimaksud tidak dapat menyerahkan kuitansi/bukti riil biaya penginapan. Kepada Pelaksana SPD dimaksud diberikan biaya penginapan sebesar 30% secara lumpsum selama 2 malam.

9. Biaya penginapan sebesar 30% tidak diberikan untuk perjalanan dinas seperti apa? Jawab: Perjalanan Dinas Jabatan dalam Kota lebih dari 8 jam yang dilaksanakan pergi dan pulang dalam hari yang sama. Perjalanan Dinas Jabatan untuk mengikuti rapat, seminar, dan sejenisnya paket yang

dilaksanakan fullboard.

dengan

meeting

10. Pelaksana SPD sesuai penugasan melaksanakan perjalanan dinas dalam Kota dari Jakarta Timur ke Jakarta Barat selama 20 hari. Selama melaksanakan perjalanan dinas, Pelaksana SPD dimaksud tidak memerlukan penginapan (pulang ke rumah). Atas pelaksanaan perjalanan dinas dimaksud kepada Pelaksana SPD tidak diberikan biaya penginapan sebesar 30% Berapa besaran transport yang bisa diberikan untuk KSK yang dipanggil dari kecamatan tempatnya bertugas untuk mengikuti refreshing dikantor? Apakah

menggunakan besaran transport dari rumah KSK ybs ke kantor atau transport dari kec. Tempat bertugas dengan asumsi kegiatan dilaksanakan diluar jam kerja pada hari kerja?

Jawab: Besaran transport mengacu pada transport kecamatan ke ibukota kabupaten (kantor BPS setempat). (mengacu SK Transport yang ditetapkan oleh KPA) Jika refreshing dilakukan pada jam kerja tidak mendapat transport. Jika refreshing dilakukan diluar hari kerja mendapat transport dengan besaran

transport dari rumah KSK (kecamatan setempat) menuju kantor BPS (mengacu SK Transport yang ditetapkan oleh KPA).

11. Apakah pegawai pelaksana SPD lebih dari 8 jam tetap wajib absen dikantor? Jawab: Tidak wajib

Pelaksana juga berhak mendapat uang harian sehingga tidak boleh mendapat uang makan.

12. Bagaimana apabila ditemukan perjalanan dinas yang seharusnya dilakukan kurang dari 8 jam namun dilaksanakan lebih dari 8 jam agar mendapat uang harian? Jawab: Hal ini tidak diperkenankan. PPK dan KPA harus membuat matrik SPD lengkap dengan tujuan, beban kerja dan penganggarannya sehingga mampu terlaksana 3 E. Pegawai ybs harus absen dan tidak

mendapat uang harian (tidak mendapat uang harian) 13. Bagaimana konsep 8 jam pada perjalanan dinas apakah pulang pergi saja ataukah sudah termasuk dengan melakukan kegiatan?

Jawab: Berangkat melaksanakan tugas sesuai SPD

pulang ke tempat kedudukan semula.

J. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah 1. Pejabat Pembuat Komitmen dalam menyusun rencana kegiatan akan mengadakan pembelian sebuah mesin seharga Rp 25 juta rupiah dengan Uang Persediaan. Apakah hal tersebut bisa dilaksanakan?

Jawab: Pelaksanaan pembayaran atas suatu tagihan pada prinsipnya adalah dengan pembayaran Langsung (LS) kepada penyedia barang/jasa atau Bendahara Pengeluaran/pihak lainnya. Dalam hal tidak bisa dilaksanakan dengan LS, baru dilakukan melalui Uang Persediaan (UP). Hal ini dengan pertimbangan bahwa UP digunakan untuk keperluan membiayai kegiatan operasional sehari-hari Satker dan membiayai pengeluaran

yang tidak dapat dilakukan melalui mekanisme LS. Pembayaran secara LS atas nilai pembelian sebesar Rp25 juta tersebut juga dengan

pertimbangan keamanan. Apabila pegawai yang ditugaskan melakukan pembelian berangkat ke toko untuk membeli mesin yang sudah

direncanakan tersebut dengan membawa uang sebesar Rp25 juta, dikhawatirkan terjadi tindak kejahatan dalam perjalanan dari kantor satker ke toko yang bersangkutan, misalnya pencopetan, penjambretan, atau perampokan, atas uang tersebut. Sehingga lebih aman jika pembayaran atas pembelian mesin tersebut dilakukan secara LS. Namun demikian, dengan berbagai pertimbangan dan pembelian tetap akan dilakukan dengan UP hal tersebut juga bisa dilaksanakan. Karena Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu dapat melakukan pembayaran UP kepada satu penerima/penyedia barang/jasa

maksimal Rp50 juta dan pengeluaran atas UP

bisa

diberikan

untuk

pengeluaran

belanja

barang, belanja modal, dan belanja lain-lain.

2. Bisakah perjanjian/kontrak dibebankan lebih dari satu tahun anggaran?

Jawab: Perjanjian/kontrak pengadaan barang/jasa hanya dapat dibebankan pada DIPA tahun anggaran berkenaan. Jika lebih dari satu tahun anggaran, harus mendapatkan persetujuan dari pejabat yang berwenang.

3. Apakah Syarat-Syarat Jaminan Uang Muka? Jawab: a) Masa berlaku jaminan uang muka sekurangkurangnya pelaksanaan kontrak. b) Masa klaim jaminan uang muka sekurangkurangnya 30 hari kalender setelah sampai dengan berakhirnya dengan

pekerjaan

sesuai

berakhirnya masa berlaku jaminan uang muka. c) Nilai jaminan uang muka sekurang-

kurangnya sama dengan besarnya uang muka yang dibayarkan kepada penyedia barang/jasa. d) Isi Surat Jaminan Uang Muka memuat: nama dan alamat pengguna barang/jasa, penyedia barang/jasa yang ditunjuk, hak penjamin, nama paket kontrak

nilai jaminan uang muka (dalam angka dan huruf) e) Kewajiban mencairkan pihak-pihak surat penjamin uang untuk muka

jaminan

dengan segera kepada pengguna barang/jasa sesuai ketentuan dalam jaminan uang muka. Masa berlaku jaminan uang muka. Mengacu kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1831 dan 1832. Tanda tangan penjamin Ketentuan bahwa Kepala KPPN yang menerbitkan SP2D uang muka

berdasarkan

surat

kuasa

pemegang

jaminan atau obligee dapat mengajukan tuntutan/klaim penagihan kepada

penjamin sampai dengan berakhirnya masa klaim jaminan uang muka. 4. Bagaimana cara pembayaran pengembalian uang muka?

Jawab: Dibayarkan secara proporsional melalui

potongan SPM sesuai pencapaian pekerjaan dan harus lunas saat pembayaran terakhir pengadaan barang/jasa.

5. Apa kelengkapan SPM berkaitan dengan jaminan uang muka?

Jawab: Asli jaminan uang muka Asli surat kuasa PPK kepada Kepala KPPN yang menerbitkan uang muka untuk

melakukan klaim jaminan uang muka. Surat ini harus memuat hak substitusi. Asli konfirmasi jaminan tertulis uang dari muka pimpinan berisi

penerbit

pernyataan kebenaran telah menerbitkan jaminan uang muka, pernyataan kebenaran klausul tertuang dalam jaminan uang muka, serta pernyataan bahwa jaminan uang muka bersifat mudah dicairkan dan tidak bersyarat (unconditional). Di halaman belakang surat ini dibubuhi stempel "telah disahkan PPSPM di..pada tanggal...", stempel dinas, dan tanda tangan PPSPM. 6. Bagaimana mengatasi kurang memadainya SDM pegawai terkait dengan kompetensi kemampuan teknis pembangunan gedung?

Jawab: Meminta tenaga teknis dari PU untuk menjadi panitia pengadaan.

Untuk

formasi

panitia

pengadaab

yang

melibatkan tenaga teknis dari PU disarankan mengikuti hal berikut: Panitia yang berasal dari BPS diupayakan berjumlah 3 orang dari total 5 orang panitia. Jika point diatas tidak memungkinkan maka panitia dari BPS harus memegang peran sebagai sekretaris.

7. Bagaimana mekanisme lelang sebelum tahun anggaran?

Jawab: Hal ini dapat dilakukan jika telah dipastikan bahwa satker mendapat berikutnya Mekanisme PBJ sama dengan PBJ tahun berjalan. ybs memang benar-benar untuk PBJ tahun

anggaran

8. Bagaimana kiat mempercepat proses PBJ untuk pembangunan gedung agar tidak mepet Tahun Anggaran?

Jawab: Setelah menerima DIPA Definitif segera lakukan lelang kantor lama Satker harus menyiapkan gambaran mengenai pembangunan, misalnya ruang apa saja yang dibutuhkan, bentuknya seperti apa mengacu pada kantor2 BPS yang lain dan Prototype Untuk kontrak konsultan perencana dibawah 50jt boleh dilakukan penunjukan langsung sehingga mempercepat proses menuju

kontrak untuk pelaksanaan.

9. Bagaimana mengatasi perselisihan antara ULP dan PPK?

Jawab: Butuh komitmen kedua belah pihak demi tercapainya tujuan yaitu pelaksanaan PBJ sesuai peraturan 10. Bagaimana jika ditengah pelaksanaan PBJ terjadi mutasi pada PPK, apakah PPK boleh diganti? Jawab: Boleh, asalkan PPK pengganti memenuhi kualifikasi sebagai PPK

K. Pembukuan 1. Bagaimana cara penginputan nomor bukti kas pada pembukuan bendahara, apabila pembayaran UP atas dasar SPBy sesuai PMK 190 Tahun 2012, dengan kasus sebagai berikut: a) SPBy dilampiri kuitansi/nota dari toko, nomor yang diinput pada no.bukti kas pembukuan bendahara yang mana? Apakah nomor nota/kuitansi toko atau nomor SPBy? (nota/kuitansi toko pada umumnya tidak bernomor)

b) Apabila pada point 1 di atas, kuitansi dibuat sendiri sesuai format PMK 190 karena toko tidak memberikan nota/kuitansi, lalu

dibuatkan SPBy, nomor bukti kas yang diinput pada pembukuan bendahara yang mana? Jika yang diinput itu adalah nomor SPBy, untuk apa ada kolom nomor bukti kas pada kuitansi yang dibuat? dan sebaliknya? c) Demikian halnya dengan kuitansi perjalanan dinas yang dibuatkan SPBy, bagaimana penginputan nomor bukti kas pada

pembukuan bendahara? Kuitansi atau SPBy? Jawab: a) SPBy merupakan dokumen yang menjadi bukti adanya perintah dari PPK kepada Bendahara Pengeluaran/BPP untuk

mengeluarkan uangnya dari kas Bendahara. Apabila terdapat kuitansi yang harus

dibayar namun tidak disertai dengan adanya SPBy dari PPK, maka tidak Bendahara diperbolehkan

Pengeluaran/BPP

membayar. Hal itu merupakan bagian dari

tugas Bendahara Pengeluaran/BPP untuk menguji SPBy berdasarkan kuitansi/dokumen pendukung dan juga ketersediaan dana. b) Perlu juga dipahami perbedaan antara nomor bukti dengan nomor dokumen dimana nomor bukti merupakan nomor urutan transaksi pembukuan Bendahara sebagai sarana untuk mengecek kepatuhan dan kebenaran pembukuan Bendahara sehingga terlepas dari nomor pada dokumen berupa SPBy maupun kuitansi. Namun, setiap pembukuan Bendahara harus berdasarkan dokumen sumber. 2. Bendahara Pengeluaran/BPP membukukan

pengeluaran uangnya pada saat pembayaran UP/TUP maupun pemberian uang muka adalah berdasarkan SPBy. Namun, pembebanan pada akun-akun terkait dalam Buku Pengawasan Anggaran adalah sesuai rincian dokumen terkait yang dalam hal ini juga termasuk kuitansi. Bagaimana membukukan transaksi dengan

tanggal nota yang berbeda-beda sebagai contoh

pengiriman dokumen dengan nilai rupiah yang kecil digabungkan menjadi satu kemudian baru dilakukan penagihan pembayaran pada

bendahara. Sedangkan tanggal nota sudah tidak sesuai. Selain itu pembayaran juga telah dilakukan oleh subject matter jadi dalam hal ini tagihan pada bendahara hanya berupa

penggantian?

Jawab: Pembukuan dilakukan untuk tiap transaksi berdasarkan tanggal pada

nota/kuitansi/bukti pembayaran. Sehingga tidak dibenarkan mengumpulan nota menjadi satu nota. Pembayaran pengiriman surat dinas tidak boleh berupa penggantian pada subject matter, melainkan bendahara langsung

membayar pada penyedia jasa pengiriman. Bendahara membentuk kerjasama dengan rekanan /penyedia jasa pengiriman agar

pembayaran bisa dilakukan berkala (lebih teratur).

3.

Terdapat realisasi belanja yang melebihi pagu anggaran pada POK, bagaimana cara

membukukan pada BKU (realisasi transport ST 2013)?

Jawab: Setiap transaksi yang dilakukan bendahara harus dibukukan, sehingga walaupun realisasi belanja melebihi pagu anggaran harus tetap dibukukan. 4. Apa saja yang disampaikan pada saat LPJ?

Jawab:
LPJ

Bendahara

Penerimaan,

LPJ

Bendahara Pengeluaran, LPJ BPP.


disertai dengan salinan rekening koran

bulan berkenaan.

5.

Apa yang harus dilakukan Bendahara dalam membuat LPJ ? Jawab:


Bendahara menyelenggarakan pembukuan

terhadap

seluruh

penerimaan

dan

pengeluaran satker (terdiri dari Buku Kas Umum/BKU, Buku Pembantu dan Buku Pengawasan Anggaran), yang dilakukan berdasarkan dokumen sumber pembukuan bendahara.
Pembukuan dilakukan terlebih dahulu pada

BKU

kemudian

dicatat

pada

Buku

Pembantu.
Cetak Rekening Koran. Lakukan

rekonsiliasi kesesuaian

internal antara

dengan

meneliti

pembukuan

bendahara dan laporan keuangan UAKPA dengan menggunakan data: a) Saldo UP untuk bendahara pengeluaran b) Kuitansi yang belum untuk di-SPMbendahara

GUP/SP2D-kan pengeluaran,

c) SPM LS kepada bendahara yang belum dibayarkan kepada yang berhak, d) penerimaan negara yang belum disetor ke Kas Negara berupa SBS untuk Bendahara Penerimaan, dan e) realisasi anggaran.

6.

Apakah Rekonsiliasi SAKPA dan LPJ bisa disampaikan melalui email ?

Jawab: Bisa

7.

Apa

Sanksi

jika

terlambat

melakukan

rekonsiliasi? Jawab:
Diberikan Surat Peringatan Penyampaian

Laporan Keuangan (SP2LK) apabila setelah 7 hari kerja tidak melakukan rekonsiliasi.

Diterbitkan

Surat

Pemberitahuan

Pengenaan Sanksi (SP2S) apabila 5 hari

kerja setelah SP2LK diterbitkan masih belum melakukan rekonsiliasi.

Penundaan penerbitan SP2D Non Belanja Pegawai

Penundaan penerbitan SP2D-GUP/TUP

L. Bukti Pengeluaran 1. Pada kondisi tertentu subject matter (teknis) diharuskan untuk segera mengirimkan dokumen baik ke BPS Prov maupun BPS Pusat sehingga jika harus menunggu dari Tata Usaha yang mengirimkan pasti akan lama. Untuk itu biasanya subject matter (teknis) akan

mengirimkan dan membayar biaya pengiriman sendiri dan kemudian di klaim pada bendahara. Apakah hal ini dibolehkan?

Jawab: Agar tertib administrasi, semua pengeluaran harus dilakukan oleh bendahara. Hal ini tidak harus terjadi jika satker dalam hal ini tata usaha dan subbag keuangan membina kerjasama dengan jasa pengiriman sehingga

pada kondisi tersebut subject matter (teknis) tetap bisa dengan segera mengirimkan dokumen tanpa harus membayar, karena rekanan akan melakukan penagihan pada bendahara. Untuk mengatasi overload kiriman dan untuk efektifitas pelaksanaan pengiriman, maka dapat dilakukan kerjasama dengan lebih dari 1 jasa pengiriman (untuk satker yang mempunyai intensitas pengiriman tinggi).

2. Apakah boleh kendaraan dinas tidak memakai pertamax dikarenakan didaerah setempat tidak ada SPBU yang menjual pertamax.

Jawab: Boleh, karena memang kondisi tidak ada. Untuk kabupaten yang tidak ada SPBU sama sekali boleh membeli eceran dengan

mencantumkan nama dan alamat penjual.

Untuk perbedaan harga BBM diberbagai daerah, hal ini dibolehkan karena harga BBM tiap daerah memang bervariasi.

3. Apakah biaya administrasi dalam pembayaran biaya langganan daya dan jasa yang dilakukan di kantor pos boleh dimasukkan sebagai bagian dari pembayaran daya dan jasa?

Jawab: Biaya administrasi dalam pembayaran biaya langganan daya dan jasa yang dilakukan di kantor pos boleh dimasukkan sebagai bagian dari pembayaran daya dan jasa.

4. Apakah 1 (satu) SPBy boleh untuk beberapa kuitansi?

Jawab: 1 (satu) SPBy boleh/dapat terdiri dari beberapa kuitansi.

5. Apakah

boleh

Bendahara

Pengeluaran

menandatangani untuk bagian penerima uang pada SPBy karena Bendahara Pengeluaran yang langsung membayarkan pada pihak ketiga misalkan pada saat pembayaran langganan daya dan jasa.

Jawab: SPBy merupakan dokumen/tanda bukti

pembayaran UP dari Bendahara atas perintah PPK. Penerima uang adalah pegawai yang ditunjuk melaksanakan kegiatan dan melakukan pembayaran, dalam hal Saudara misalkan yang melakukan pembayaran ke loket PLN maka di kolom penerima uang diisi nama Saudara namun selaku pegawai yang ditunjuk melakukan pembayaran (UP) kepada pihak ketiga, bukan sebagai Bendahara Pengeluaran.

6. Untuk kwitansi yang disahkan oleh PPK namun dalam kwitansi tidak terdapat ruang untuk

pengesahan terima kasih.

tersebut,

bagaimana

solusinya

Jawab: Pengesahan yang dilakukan oleh PPK dapat dilakukan pada lembar belakang kuitansi.

7. SPBy sebagaimana terdapat pada lampiran XII dalam PMK 190 tentunya merupakan format baku. Selanjutnya, pada bagian/baris/kotak keempat dari atas, tertulis Kepada : Kemudian pada bagian/baris/kotak kelima

ditengah tertulis penerima uang/uang muka kerja. Contoh kasus kami misalnya; jika seorang staf di satker kami membeli ATK di toko ABCD apakah yang ditulis pada bagian kepada: .. adalah Kepada: Toko ABCD atau nama staf kami? berhubung pada bagian penerima

uang/uang muka kerja sudah pasti/harus nama staf kami. Mohon Pencerahan dan Penegasan, Terima Kasih.

Jawab : SPBy dapat dibedakan menjadi 2 yaitu: 1) Yang dibayarkan langsung kepada

rekanan/pihak ke tiga atas pembelian barang/jasa,SPBy dilampiri dengan: a) Kuitansi/bukti pembelian yang telah disahkan PPK beserta faktur pajak dan SSP;dan b) Nota/bukti penerimaan barang/jasa

atau dokumen pendukung lainnya yang diperlukan yang telah disahkan PPK. c) Dalam SPBy Kepada: diisi nama rekanan/pihak barang/jasa. d) Penerima uang/uang muka kerja tidak perlu diisi 2) Yang dibayarkan merupakan uang muka kerja, SPBy dilampiri dengan: a) Rencana kegiatan/pembayaran; b) Rincian kebutuhan dana; dan pelaksanaan ke tiga penyedia

c)

Batas

waktu

pertanggungjawaban muka kerja

penggunaan

dalam SPBy Kepada: nama pegawai yang menerima uang/uang muka kerja Penerima uang/uang muka kerja diisi Nama/NIP pegawai yang menerima uang/uang muka kerja. 8. Bagaimanakah ketentuan pembayaran uang makan?

Jawab: Uang Makan diberikan berdasarkan

kehadiran PNS di kantor pada hari kerja dalam 1 bulan. Uang Makan dibayarkan setiap 1 bulan yang pembayarannya dilakukan pada bulan

berikutnya, kecuali di bulan Desember. Permintaan pembayaran Uang Makan dapat diajukan untuk beberapa bulan sekaligus. Uang Makan tidak diberikan kepada PNS yang tidak hadir kerja, sedang menjalankan perjalanan dinas, cuti, tugas belajar, dan

sebab-sebab lain yang mengakibatkan PNS tidak diberikan Uang Makan.

Anda mungkin juga menyukai