Anda di halaman 1dari 129

MEMPELAJARI RASIONALITAS PENETAPAN NISBAH BAGI HASIL PRODUK PEMBIAYAAN MUDHARABAH (Studi Kasus PT.

Bank Muamalat Indonesia, Tbk Cabang Bogor)

Oleh MOCH. RIDLO DARAJAT H24102105

DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

ABSTRAK Moch. Ridlo Darajat. H24102105. Mempelajari Rasionalitas Penetapan Nisbah Bagi Hasil Produk Pembiayaan Mudharabah (Studi Kasus PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk Cabang Bogor). Di bawah bimbingan Pramono D.Fewidarto dan M.Abduh Khalid M. Produk pembiayaan mudharabah sebagai core product bank syariah merupakan tulang punggung bank syariah dalam melaksanakan fungsi intermediasinya. Produk pembiayaan mudharabah memiliki ciri pokok yang berbeda dengan produk kredit bank konvensional, yaitu dalam hal pemberian imbalan kepada mudharib (debitur) berupa nisbah bagi hasil yang disepakati kedua belah pihak. Nisbah bagi hasil dikatakan rasional bagi kedua belah pihak jika pertimbangan mudharib mengakomodasi pertimbangan bank (kreditur) dalam penetapan besarnya nisbah bagi hasil. Penelitian yang dilakukan di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk (BMI) cabang Bogor ini bertujuan untuk: (1) Mempelajari kriteria atau pertimbangan yang digunakan BMI dalam menetapkan nisbah bagi hasil produk pembiayaan mudharabah, (2) Menganalisis tingkat signifikansi perbedaan pertimbangan bank dan mudharib dalam menetapkan besarnya nisbah bagi hasil produk pembiayaan mudharabah berdasarkan kriteria yang tersedia, (3) Mengidentifikasi karakteristik mudharib dikaitkan dengan kriteria atau pertimbangan yang digunakannya dalam menetapkan nisbah bagi hasil. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada mudharib, kru (staf) BMI cabang Bogor, serta kru BMI yang berada di kantor pusat. Data sekunder diperoleh dari beberapa literatur, penelitian terdahulu, artikel pada beberapa publikasi elektronik, serta data perusahaan yang dipublikasikan. Fokus dari penelitian ini ialah menganalisis perbedaan pertimbangan yang digunakan oleh pihak bank dan mudharib dalam menentukan besaran nisbah bagi hasil pembiayaan mudharabah. Metode yang digunakan di dalamnya adalah Pairwise Comparison, Bayes, dan Uji Mann-Whitney. Variabel analisis yang akan digunakan merupakan kriteria umum bank syariah dalam menetapkan besarnya nisbah bagi hasil produk pembiyaan mudharabah yang terdiri dari: (1) Tingkat marjin bagi hasil perbankan syariah, (2) Tingkat suku bunga perbankan konvensional, (3) Bagi hasil yang diharapkan untuk investor atau penabung, (4) Perkiraan marjin keuntungan usaha mudharib, (5) Jangka waktu pembiayaan. Hasil analisis yang diperoleh menyimpulkan bahwa: (1) BMI menggunakan kriteria penetapan nisbah bagi hasil yang sesuai dengan variabel analisis. (2) Tidak terdapat perbedaan pertimbangan yang signifikan antara mudharib dengan pihak bank dalam hal menentukan besarnya nisbah bagi hasil pembiayaan mudharabah. Hal ini berarti bahwa mudharib menerima pertimbangan bank dalam menetapkan besarnya nisbah bagi hasil. (3) Sebagian besar mudharib memiliki karakter rasional. Artinya, mudharib masih memperhitungkan fluktuasi suku bunga bank konvensional di samping tingkat marjin bagi hasil bank syariah.

MEMPELAJARI RASIONALITAS PENETAPAN NISBAH BAGI HASIL PRODUK PEMBIAYAAN MUDHARABAH (Studi Kasus PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk Cabang Bogor)

SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

Oleh MOCH. RIDLO DARAJAT H24102105

DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN

MEMPELAJARI RASIONALITAS PENETAPAN NISBAH BAGI HASIL PRODUK PEMBIAYAAN MUDHARABAH (Studi Kasus PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk Cabang Bogor)

SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

Oleh MOCH. RIDLO DARAJAT H24102105 Menyetujui, Januari 2007

Ir. Pramono D. Fewidarto, MS Dosen Pembimbing I

Drs. M. Abduh Khalid M, M.Si Dosen Pembimbing II Mengetahui,

Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc Ketua Departemen

Tanggal Ujian : 8 Januari 2007

Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP Penulis yang merupakan anak sulung dari tiga bersaudara pasangan D.Sudrajat, SE dengan Tintin Nuraeni dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 7 Januari 1985. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) di TK Arrahmah Bogor pada tahun 1990. Lalu penulis melanjutkan pendidikan dasarnya di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Pengadilan V Bogor. Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya pada tahun 1996, penulis melanjutkan pendidikannya di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Insan Kamil Bogor. Kemudian penulis melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah Umum (SMU) Insan Kamil Bogor segera setelah penulis menyelesaikan pendidikan SLTP pada tahun 1999. Penulis menyelesaikan pendidikan SMU program IPA pada tahun 2002 dan pada tahun itu pula penulis diterima di Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM), Departemen Manajemen, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selain menempuh pendidikan formal, penulis pun telah menjalani pendidikan non-formal berupa pendidikan pesantren pada tahun 1996 sampai dengan tahun 2005 di Majelis Al-Ihya Bogor. Selama menjalani pendidikannya, penulis pernah dipercaya sebagai Ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) SLTP Insan Kamil Bogor masa bakti 1997-1998. Selain itu, penulis juga pernah menjabat sebagai Ketua Divisi Pendidikan OSIS SMU Insan Kamil Bogor masa bakti 2001-2002. Di lingkungan Majelis Al-Ihya Bogor, penulis juga dipercaya sebagai Ketua Pelaksana Harian Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) pada masa bakti 2004-2005. Selama menjalani perkuliahan di IPB, penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan Himpunan Profesi (Himpro) Depertemen Manajemen, Centre of Management (Com@), sebagai Staf Eksekutif Direktorat Information and Technologi (IT) masa bakti 2004-2005.

iii

KATA PENGANTAR Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah pada suri tauladan manusia, Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Salah satu trend perekonomian yang sedang muncul ke permukaan saat ini adalah tumbuh suburnya penerapan sistem ekonomi Islam di masyarakat Indonesia. Salah satu elemen yang paling dominan dalam implementasi sistem ekonomi Islam adalah perbankan syariah. Tumbuhnya perbankan syariah secara fantastis di tanah air menyita banyak perhatian para peneliti akademis, praktisi, masyarakat umum, pemerintah, dan juga dunia internasional. Oleh karena itu, skripsi dengan judul Mempelajari Rasionalitas Penetapan Nisbah Bagi Hasil Produk Pembiayaan Mudharabah (Studi Kasus PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk Cabang Bogor) merupakan usaha penulis dalam menggali informasi lebih dalam berkenaan dengan perkembangan perbankan syariah di tanah air. Tiada kata yang layak penulis haturkan selain mengucap rasa syukur kehadirat Allah SWT atas segala kesempatan dan kemudahan yang diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsinya. Tidak lupa penulis haturkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Bapak Ir. Pramono D. Fewidarto, MS yang telah meluangkan waktunya dengan penuh kesabaran untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam menyusun skripsi ini. 2. Bapak Drs. M. Abduh Khalid M, M.Si yang telah sudi untuk membantu penulis dalam menjelaskan permasalahan-permasalahan seputar perbankan syariah di sela-sela kesibukannya sebagai praktisi perbankan syariah. 3. Ibunda, ayahanda, dan adik-adik yang selalu memberikan motivasi dan curahan kasih sayang yang tak terhingga. Tanpa kehadiran mereka, semua ini tidak ada artinya bagi diri penulis secara pribadi. 4. Kerabat-kerabat penulis yang selalu mengharapkan kebaikan dan keberkahan bagi penulis. 5. Sahabat karib yang selalu setia mambantu menyingkap keluh kesah yang dirasakan peneliti, sabar dalam memberikan motivasi yang tak kunjung habis, serta selalu optimis akan apapun yang akan terjadi di masa depan.

iv

6. Kru Bank Muamalat Indonesia Cabang Bogor (Bpk. Ishak Herdiman, Ibu Leni, Ibu Dina, Ibu Titi, Ibu Dani, Ibu Yuda, Bpk. Reza, Mas Buntoro, Bpk. Risdianto, Bpk. Ade Kostia, Bpk. Wir, Ibu Dewi, Ibu Neni, Riski, Bang Irvan, Bang Umar, Pak Heri, serta kru lainnya) yang telah meluangkan waktu di selasela kesibukannya masing-masing untuk memberikan informasi yang dibutuhkan peneliti. 7. Semua teman-teman seperjuangan, yang telah bersama-sama merasakan suka duka selama + 4 tahun, khususnya untuk: Joko, Dadan, Fachri, Hananto, Husnul, Dilla, Arya, Ferdi, dan yang lainnya yang bersedia membantu penulis dalam memecahkan masalah-masalah tertentu. 8. Bapak Iwan Setiawan (Mang Iwan) yang dengan cuma-cuma, hanya mengharapkan keridhoan-Nya, memberikan beberapa referensi yang dibutuhkan penulis. 9. Seluruh asatidz-asatidzah dari Majelis Al-Ihya Bogor, khusushan untuk KH Muhammad Husni Thamrin (Abi), KH. Chaerul Shaleh, dan Ust. Abd. Qodir Nur Hasan yang telah mendidik dengan sebenar-benar pendidikan serta mendoakan penulis atas semua kebaikan dan keberkahan yang telah, sedang, atau akan diraih penulis. 10. Para santri dan teman-teman seperjuangan di Majelis Al-Ihya Bogor yang selalu mendapatkan suka duka bersama dengan penulis selama berada di pondok pesantren. Tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik konstruktif serta saran dari berbagai kalangan guna mendorong penulis dalam menghasilkan karya yang lebih baik lagi. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kemashlahatan umat dan bernilai positif di hadapan Allah SWT. Amiin Bogor, Januari 2007 Penulis

DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... iii KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv DAFTAR ISI ..................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ ix DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... x I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1.2. Rumusan Masalah ................................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................... 1.4. Kegunaan Penelitian ............................................................................... 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................... 1 1 4 4 4 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 6 2.1. Bank ........................................................................................................ 6 2.1.1. Definisi dan Fungsi Bank ........................................................... 6 2.1.2. Jenis Jenis Bank ........................................................................ 6 2.2. Bank Syariah ........................................................................................... 8 2.2.1. Definisi dan Fungsi Bank Syariah .............................................. 8 2.2.2. Falsafah Operasional Bank Syariah ........................................... 9 2.2.3. Produk-Produk Bank Syariah ..................................................... 9 2.3. Sistem Bagi Hasil (Profit and Loss Sharing) .......................................... 14 2.3.1. Faktor yang Mempengaruhi Bagi Hasil ..................................... 15 2.4. Konsep Mudharabah ............................................................................... 16 2.4.1. Definisi Mudharabah .................................................................. 16 2.4.2. Persyaratan Dalam Akad Mudharabah ....................................... 17 2.4.3. Rasionalitas Dalam Kontrak Mudharabah ................................. 19 2.5. Nisbah Bagi Hasil ................................................................................... 19 2.5.1. Karakteristik Nisbah Bagi Hasil ................................................. 20 2.5.2. Kriteria Penetapan Nisbah Bagi Hasil ........................................ 21 2.5.3. Penentuan Nisbah Bagi Hasil ..................................................... 23 2.6. Multi Criteria Decision Making (MCDM) ............................................. 25 2.6.1. Metode Bayes ............................................................................. 26 2.6.2. Pairwise Comparison ................................................................. 26 2.7. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ...................................... 29 2.8. Metode Statistik Non-Parametrik ............................................................ 29 III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................. 31 3.1. Kerangka Pemikiran ............................................................................... 31 3.2. Lokasi dan Waktu ................................................................................... 32 3.3. Metode Pengumpulan Data...................................................................... 32

vi

3.4. Metode Pengambilan Sampel ................................................................. 34 3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................................... 36 3.5.1. Uji Reliabilitas Kuesioner .......................................................... 37 3.5.2. Uji Validitas Kuesioner .............................................................. 38 3.5.3. Pembobotan Kriteria dan Atribut ............................................... 39 3.5.4. Perhitungan Nilai keputusan ....................................................... 39 3.5.5. Uji Mann-Whitney ...................................................................... 40 3.6. Tahapan Penelitian .................................................................................. 42 IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN .................................................... 43 4.1. PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk (BMI) ............................................ 43 4.1.1. Sejarah Singkat ........................................................................... 43 4.1.2. Visi, Misi, dan Strategi ................................................................ 45 4.1.3. Produk dan Jasa ........................................................................... 46 4.1.4. Prosedur Pemberian Pembiayaan Mudharabah .......................... 46 4.1.5. Prosedur Penanganan Pembiayaan Mudharabah ....................... 47 4.1.6. Perhitungan Distribusi Bagi Hasil .............................................. 48 V. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 49 5.1. Kriteria Penetapan Nisbah Bagi Hasil BMI ............................................. 49 5.2. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner .............................................................. 52 5.3. Hasil Uji Validitas Kuesioner ................................................................. 53 5.4. Hasil Pembobotan Kriteria dan Atribut ................................................... 54 5.4.1. Mudharib BMI Cabang Bogor .................................................... 54 5.4.2. Kru BMI Cabang Bogor ............................................................. 60 5.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Kriteria dan Atribut ................... 65 5.5.1. Mudharib BMI Cabang Bogor .................................................... 65 5.5.2. Kru BMI Cabang Bogor ............................................................. 73 5.5.3. Rata-Rata Responden .................................................................. 82 5.6. Nilai Keputusan Responden .................................................................... 84 5.6.1. Nilai Keputusan Mudharib ......................................................... 85 5.6.2. Nilai Keputusan Kru BMI .......................................................... 85 5.7. Hasil Uji Mann-Whitney ......................................................................... 86 5.8. Karakter Mudharib .................................................................................. 87 5.8.1. Karakter Mudharib pada Organisasi Pemerintah ....................... 89 5.8.2. Karakter Mudharib pada Organisasi Swasta .............................. 89 5.8.3. Karakter Rata-Rata Mudharib .................................................... 90 KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 91 1. Kesimpulan .................................................................................................... 91 2. Saran ............................................................................................................... 92 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 93 LAMPIRAN......................................................................................................... 96

vii

DAFTAR TABEL No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Halaman

Pangsa Perbankan Syariah Terhadap Total Bank (Posisi Mei 2006).............. 1 Komposisi Pembiayaan yang Disalurkan (Posisi Desember 2005) ............... 2 Perbedaan Bank Syariah Dengan Bank Konvensional ..................................10 Perbedaan Sistem Bunga Dengan Sistem Bagi Hasil ....................................15 Skala Saaty dalam Pairwise Comparison ......................................................27 Matriks Kerangka Penelitian ..........................................................................33 Jumlah Responden dalam Penelitian ..............................................................36 Klasifikasi Nilai Alpha ...................................................................................38 Komponen Kriteria Penetapan Nisbah Bagi Hasil Pembiayaan Mudharabah ...................................................................................................51 10. Hasil Uji Validitas Kuesioner ........................................................................53 11. Penyebaran Responden Mudharib yang Telah Memberikan Bobot pada Kriteria dan Atribut Penetapan Nisbah Bagi Hasil ........................................56 12. Bobot Kriteria Berdasarkan Gabungan Pendapat Mudharib Pada Organisasi Pemerintah ...........................................................................57 13. Bobot Kriteria Berdasarkan Gabungan Pendapat Mudharib Pada Organisasi Swasta .................................................................................58 14. Bobot Kriteria Berdasarkan Gabungan Pendapat Kru Di Kantor Cabang Bogor ..............................................................................................................62 15. Bobot Kriteria Berdasarkan Gabungan Pendapat Kru Di Kantor Pusat ........64 16. Bobot Atribut TBBS Berdasarkan Gabungan Pendapat selruruh Mudharib .........................................................................................................66 17. Bobot Atribut TBBK Berdasarkan Gabungan Pendapat selruruh Mudharib ........................................................................................................68 18. Bobot Atribut PMKU Berdasarkan Gabungan Pendapat selruruh Mudharib ........................................................................................................69 19. Bobot Atribut JWP Berdasarkan Gabungan Pendapat selruruh Mudharib ........................................................................................................71 20. Bobot Atribut BHI Berdasarkan Gabungan Pendapat selruruh Mudharib ........................................................................................................73 21. Bobot Atribut TBBS Berdasarkan Gabungan Pendapat selruruh Kru BMI .........................................................................................................74 22. Bobot Atribut TBBK Berdasarkan Gabungan Pendapat selruruh Kru BMI ..........................................................................................................76 23. Bobot Atribut PMKU Berdasarkan Gabungan Pendapat selruruh Kru BMI .........................................................................................................77 24. Bobot Atribut JWP Berdasarkan Gabungan Pendapat selruruh Kru BMI .........................................................................................................79 25. Bobot Atribut BHI Berdasarkan Gabungan Pendapat selruruh Kru BMI .........................................................................................................81 26. Bobot Kriteria Gabungan Pendapat Responden..............................................83 27. Nilai Keputusan Mudharib..............................................................................85 28. Nilai Keputusan Kru BMI...............................................................................85 29. Peringkat Data Nilai Keputusan Responden ..................................................86

viii

DAFTAR GAMBAR No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Halaman Skema Pembiayaan Mudharabah ................................................................ 17 Penentuan Nisbah Bagi Hasil Keuntungan ................................................... 23 Penentuan Nisbah Bagi Hasil Pendapatan ................................................... 24 Penentuan Nisbah Bagi Hasil Penjualan ...................................................... 24 Grafik Permintaan dan Penawaran Nisbah Bagi Hasil Antara Bank Dengan Mudharib ........................................................................................ 25 Kerangka Pemikiran ..................................................................................... 34 Diagram Alir Tahap Penelitian .................................................................... 42 Alur Kepentingan Kru Di Cabang Bogor .................................................... 61 Alur Kepentingan Kru FSG dan Kru Treasury ............................................. 61

ix

DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman

1. Kuesioner Penelitian .................................................................................... 97 2. Bobot Kriteria dan Atribut dari Gabungan Pendapat Mudharib .................. 109 3. Bobot Kriteria dan Atribut dari Gabungan Pendapat Kru BMI ................... 110 4. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner .................................................................. 111 5. Hasil Uji Validitas Parsial Kuesioner .......................................................... 112 6. Hasil Perhitungan Bayes Untuk Kru BMI ................................................... 113 7. Hasil Perhitungan Bayes Untuk Mudharib .................................................. 114 8. Produk-Produk PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk ................................... 115 9. Elemen Penetapan Nisbah Bagi Hasil Pembiayaan Mudharabah ............... 116 10. Perhitungan Bagi Hasil Sisi Pembiayaan Dengan Sistem Rata-Rata ........... 117

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Industri perbankan syariah di Indonesia berkembang sangat pesat dimulai dengan beroperasinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tanggal 27 Syawal 1412 H atau 1 Mei 1992. Pertumbuhan volume usaha perbankan syariah dalam kurun waktu lima tahun secara rata-rata mencapai lebih dari 60 persen per tahun (Bank Indonesia, 2005). Sampai dengan bulan Juni 2006, total aset perbankan syariah nasional mencapai Rp 21,9 triliun, yaitu sekitar 1,45 persen dari total aset perbankan nasional (Tabel 1). Tabel 1. Pangsa Perbankan Syariah Terhadap Total Bank (Posisi Mei 2006)
Islamic Banks Nominal Share (triliun) 21,90 1,45% 15,83 1,36% 17,37 2,46% 109,68% 4,19% Total Banks (triliun) 1514,92 1160,61 705,11 60,75% 8,1%

Total Assets Deposit Fund Credit/Financing Extended LDR/FDR * NPL

* LDR (Credit Extended per Deposit Fund)


FDR (Financing Extended per Deposit Fund) Sumber : Bank Indonesia (BI), 2006

Perbankan syariah telah menampilkan kinerja pembiayaan yang cukup baik sebagai lembaga yang memiliki fungsi intermediasi. Hal itu dibuktikan dengan kegiatan penyaluran dana melalui pembiayaan pada tahun 2005 yang menunjukkan peningkatan sebesar Rp 3,7 triliun (32,6 %) dari tahun sebelumnya menjadi Rp 15,2 triliun. Peningkatan tersebut terutama dialami pada kelompok pembiayaan berbasis bagi hasil yang terdiri atas pembiayaan mudharabah dan musyarakah yaitu masing-masing sebesar Rp 1,1 triliun (51,5 %) dan Rp 600 juta (49,4 %). Peningkatan kelompok pembiayaan tersebut melebihi peningkatan kelompok pembiayaan berbasis jual beli dan piutang seperti murabahah, istishna dan qard sehingga pangsa pembiayaan

berbasis bagi hasil meningkat dari 29 persen pada tahun 2004 menjadi 33 persen pada akhir tahun 2005 (Tabel 2). Tabel 2. Komposisi Pembiayaan yang Diberikan (Posisi Desember 2005)
Jenis Pembiayaan Musyarakah Mudharabah Piutang Murabahah Piutang Istishna Qard Ijarah TOTAL Outstanding (juta) 2004 1.270.868 2.062.202 7.640.299 312.962 98.928 104.674 11.489.933 2005 1.898.389 3.123.759 9.487.318 281.676 124.862 315.938 15.231.942 Pertumbuhan (y-o-y)* (%) 2004 2005 315,3% 49,4% 159,6% 51,5% 93,1% 5,7% Na Na 95,09% 24,2% -10% 26,2% 201,8% 32,6% Pangsa (%) 2004 11,1% 17,9% 66,5% 2,7% 0,9% 0,9% 100% 2005 12,5% 20,5% 62,3% 1,8% 0,8% 2,1% 100%

* Year on Year Sumber: Bank Indonesia (BI), 2005.

Produk pembiayaan dengan skema bagi hasil merupakan jenis produk pembiayaan yang cenderung memiliki return (tingkat keuntungan) yang beresiko (Risk-Return Mode). Hal ini disebabkan karena pembiayaan ini diberikan kepada usaha pada sektor riil yang cenderung memiliki return yang bergantung pada kondisi internal (seperti keuntungan atau kerugian bisnis) dan eksternal (seperti kondisi ekonomi dan politik negara) dari usaha atau proyek tersebut. PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk (BMI) merupakan salah satu bank syariah yang memiliki komitmen yang kuat untuk memajukan sektor riil di Indonesia. Komitmen tersebut dibuktikan dengan besarnya pembiayaan yang disalurkan kepada sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) pada tahun 2005 yang mencapai 67,40 persen dari total pembiayaan. Berdasarkan sektor ekonomi (listrik, air, gas, perdagangan, transportasi, pertambangan, sosial, pertanian, dan jasa lainnya), total pembiayaan bagi hasil mudharabah dan musyarakah BMI pada tahun 2005 masing-masing meningkat sebesar 35,2 persen dan 27,8 persen dari tahun sebelumnya (BMI, 2005). Pembiayaan mudharabah merupakan produk pembiayaan yang memiliki peranan penting dalam memajukan sektor riil. Hal itu tercermin

dari prinsipnya yaitu memfasilitasi seluruh kebutuhan modal mudharib (debitur) yang memiliki skill untuk mengelola usaha tertentu dalam rangka memperoleh keuntungan. Artinya, masyarakat diberikan kemudahan untuk berusaha memenuhi kebutuhan perekonomiannya yang selanjutnya akan berimbas pada peningkatan perekonomian negara. Keuntungan hasil usaha yang akan diperoleh bank dan mudharib pada pembiayaan mudharabah tercermin dari besarnya nisbah bagi hasil yang disepakati pada awal kontrak. Kesepakatan ini diperkirakan akan terjadi jika kriteria khusus yang telah ditetapkan bank syariah dalam menentukan besarnya tersebut. Pertimbangan yang digunakan kedua pihak dalam menetapkan besarnya nisbah bagi hasil didasari oleh tingkat informasi yang dimiliki oleh masing-masing pihak. Dengan kata lain, informasi yang simetris (symetric information) dibutuhkan pada proses ijab qabul (serah terima) dalam suatu kontrak. Ketidaksimetrisan informasi (asymetric information) dalam hal ini mengakibatkan kontrak yang dilakukan menjadi berat sebelah, merugikan salah satu pihak pada masa yang akan datang, atau bahkan dapat mengakibatkan batalnya kontrak tersebut secara syariah. Oleh karena itu, kesesuaian pertimbangan antara bank dan mudharib ini diperkirakan akan menghasilkan besaran nisbah bagi hasil yang rasional bagi kedua belah pihak. Besaran nisbah bagi hasil yang rasional hendaknya kompetitif dan ditetapkan secara win-win solution, sehingga manfaatnya dapat dirasakan tidak hanya oleh nasabah pihak ketiga sebagai investor dan bank sebagai mediator tetapi juga para mudharib sebagai pengelola dana. Sehingga, tingkat kepuasan mudharib terhadap produk pembiayaan mudharabah sebagai core product perbankan syariah akan lebih meningkat. nisbah bagi hasil mengakomodasi (bersesuaian dengan) pertimbangan mudharib dalam menentukan besarnya nisbah bagi hasil

1.2. Rumusan Masalah Penetapan nisbah bagi hasil produk pembiayaan berskema mudharabah dengan segala kondisi yang ada di dalamnya menimbulkan sejumlah permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Kriteria apakah yang digunakan PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk dalam menetapkan nisbah bagi hasil produk pembiayaan mudharabah? 2. Apakah terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara pertimbangan bank dan mudharib dalam rangka mencapai kesetaraan pada proses kesepakatan di dalam penetapan nisbah bagi hasil? 3. Bagaimanakah karakter mudharib dikaitkan dengan kriteria yang digunakannya dalam penetapan nisbah bagi hasil?

1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang ada, maka tujuan dari penelitian ini, yaitu: 1. Mempelajari kriteria yang digunakan PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk dalam menetapkan nisbah bagi hasil produk pembiayaan mudharabah. 2. Menganalisis perbedaan pertimbangan antara bank dan mudharib dalam rangka mencapai kesetaraan pada proses kesepakatan di dalam penetapan nisbah bagi hasil. 3. Mengidentifikasi karakter mudharib dikaitkan dengan kriteria yang digunakannya dalam penetapan nisbah bagi hasil.

1.4. Kegunaan Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Bank Syariah Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan rekomendasi atau pertimbangan bank dalam menentukan besaran nisbah bagi hasil pada produk pembiayaan mudharabah.

2. Bagi Masyarakat (Nasabah) Hasil penelitian ini dapat berguna sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan negosiasi penentuan nisbah bagi hasil yang diharapkan dalam transaksi pembiayaan mudharabah. 3. Bagi Penulis Penilitian ini berguna untuk menambah pengalaman dan wawasan penulis. Serta diharapkan agar penulis dapat mengaplikasikannya dalam memasuki dunia kerja di masa yang akan datang.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini difokuskan pada analisis kriteria penetapan nisbah bagi hasil produk pembiayaan mudharabah di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk (BMI) Cabang Bogor dengan melibatkan responden yang terdiri dari nasabah pembiayaan mudharabah (mudharib) yang berdomisili di Kota dan Kabupaten Bogor, kru BMI yang berada di kantor cabang Bogor (Divisi Marketing dan Divisi Legal & Support Pembiayaan), serta kru BMI yang berada di kantor pusat (Divisi Financing & Settlement Group (FSG) dan Divisi Treasury).

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bank 2.1.1. Definisi dan Fungsi Bank Bank secara etimologi berarti meja atau tempat untuk menukarkan uang. Secara lembaga keuangan, bank adalah setiap perusahaan yang bergerak di bidang keuangan di mana kegiatannya baik menghimpun dana, atau hanya menyalurkan dana, atau keduaduanya, menghimpun dan menyalurkan (Kasmir, 2000). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Berdasarkan definisi bank tersebut, maka fungsi bank secara umum adalah mengimpun dana, menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank lainnya kepada masyarakat (Kasmir, 2000). Fungsi bank saat ini telah mengalami banyak perubahan karena adanya kompetisi antar lembaga keuangan dalam rangka memberikan layanan kepada masyarakat. Perubahan fungsi bank tersebut mengakibatkan definisi bank menjadi meluas. Rose dalam Supraptiwiningsih (1999) mendefinisikan bank sebagai salah satu lembaga keuangan yang memberikan pelayanan keuangan dalam skala yang luas, terutama kredit, simpanan, jasa layanan, serta menyediakan fungsi keuangan terbesar dalam berbagai bidang usaha dalam sebuah sistem perekonomian. 2.1.2. Jenis-Jenis Bank Perbedaan jenis bank dapat dilihat dari segi fungsi, kepemilikan, status, dan cara menentukan harga (Kasmir, 2000).

1). Segi Fungsi Berdasarkan Undang-Undang RI nomor 10 tahun 1998 terdapat dua jenis bank berdasarkan fungsinya, yaitu: 1. Bank Umum Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 2). Segi Kepemilikan Berdasarkan kepemilikan, bank terbagi ke dalam: 1. Bank Milik Pemerintah Bank yang akte pendirian maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah. 2. Bank Milik Swasta Nasional Bank yang akte pendirian serta seluruh atau sebagian besarnya dimiliki oleh swasta nasional. 3. Bank Milik Asing Bank yang merupakan cabang dari bank swasta ataupun pemerintah asing yang ada di luar negeri. 4. Bank Milik Campuran Bank yang kepemilikan sahamnya dimiliki oleh pihak asing dan swasta nasional. 3). Segi Status Dilihat dari kemampuan suatu bank dalam melayani masyarakat dalam hal jumlah produk, modal, dan kualitas pelayanannya, bank terbagi menjadi:

1.

Bank Devisa Bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan.

2.

Bank Non Devisa Bank yang tidak dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing.

4). Segi Menentukan Harga Berdasarkan segi menentukan harga, bank terbagi menjadi: 1. Bank Konvensional Bank yang dalam menetapkan harga jual kepada nasabahnya dan harga beli kepada debiturnya berdasarkan tingkat suku bunga tertentu. 2. Bank Syariah Bank yang menetapkan harga dengan cara menerapkan aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak penyimpan maupun pengguna dana. 2.2. Bank Syariah 2.2.1. Definisi dan Fungsi Bank Syariah Menurut Perwataatmadja dan Antonio dalam Muhammad (1997), bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam atau bank yang tata cara beropersinya mengacu pada ketentuan Al-Quran dan Hadits. Bank syariah merupakan suatu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama yaitu menerima simpanan, memberikan pinjaman dan memberikan pelayanan jasa yang berlandaskan pada prinsip syariah Islam (Karim, 2004). Baraba (1999) menambahkan satu fungsi bank syariah, yaitu sebagai pengelola fungsi sosial seperti pengelolaan dana zakat dan penerimaan serta penyaluran dana kebajikan (fungsi optional).

2.2.2. Falasafah Operasional Bank Syariah Menurut Muhammad (2003), hal-hal yang harus dilakukan bank syariah dalam menjalankan operasionalnya adalah dengan cara menjauhkan diri dari praktik-praktik yang memiliki unsur riba serta menerapkan sistem bagi hasil dan perdagangan. Unsur riba tersebut dihindari dengan cara: 1). Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan keberhasilan suatu usaha di muka secara pasti. 2). Menghindari penggunaan sistem persentasi untuk pembebanan biaya terhadap utang atau pemberian imbalan terhadap simpanan yang mengandung unsur melipatgandakan secara otomatis utang atau simpanan tersebut hanya karena berjalannya waktu. 3). Menghindari penggunaan sistem perdagangan atau penyewaan barang ribawi dengan imbalan barang ribawi lainnya dengan memperoleh kelebihan baik kuantitas maupun kualitas. 4). Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan di muka tambahan atas utang yang bukan atas prakarsa yang mempunyai utang secara sukarela. Perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional dapat dilihat dalam Tabel 3. 2.2.3. Produk-Produk Bank Syariah Menurut Antonio (2001), produk-produk bank syariah terdiri dari lima prinsip: (1) Prinsip Simpanan atau Titipan, (2) Prinsip Bagi Hasil, (3) Prinsip Jual Beli, (4) Prinsip Sewa, (5) Prinsip Pengambilan Fee. Muhammad (2003) menambahkan prinsip-prinsip tersebut dengan Prinsip Biaya Administrasi. 1) Prinsip Simpanan atau Titipan Prinsip simpanan dalam fikih Islam dikenal dengan nama Al-Wadiah yang dapat didefinisikan sebagai titipan murni dari satu pihak (muwaddi) ke pihak lain (mustawda), baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki (Antonio, 2001). Produk

10

berdasarkan prinsip ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu: Wadiah Yad Al-Amanah, yaitu titipan murni dari pihak penitip, dan Wadiah Yad Al-Dhomanah yaitu titipan yang dapat dimanfaatkan oleh penerima titipan dengan syarat memeperoleh kembali asetnya kapan pun dibutuhkan. Tabel 3. Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional
Perihal Bank Syariah Uang sebagai alat ukur bukan komoditi. Bunga dalam berbagai bentuknya dilarang. Menggunakan prinsip bagi hasil dan keuntungan atas transaksi riil. Tidak bebas nilai, melainkan berdasarkan Al-Quran dan Hadits. Lembaga intermediari Agen/manajer investasi Investor Penyedia jasa lalu lintas pembayaran Pengelola dana kebajikan Zakat Infak Shadaqah (ZIS) Hubungan dengan nasabah sebagai mitra Dihadapi bersama dengan prinsip keadilan dan kejujuran. Tidak mengenal kemungkinan adanya selisih negatif (negative spread) Bank Konvensional Uang sebagai komoditi yang dipertahankan. Bunga sebagai instrumen imbalan terhadap pemilik uang yang ditetapkan di muka. Bebas nilai (berdasarkan prinsip materialistis) Lembaga intermediari Penghimpun dana dan meminjamkannya kembali kepada masyarakat dengan imbalan berupa bunga. Penyedia jasa lalu lintas pembayaran. Hubungan dengan nasabah adalah hubungan debiturkreditur. Risiko bank tidak terkait langsung dengan debitur, begitu pula sebaliknya. Kemungkinan terdapat selisih negatif antara pendapatan bunga dengan beban bunga. Aspek moralitas seringkali terlanggar karena tidak adanya nilai religius yang mendasari operasional bank.

Landasan Operasional

Fungsi dan Peran

Risiko Usaha

Adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas Sistem untuk memastikan Pengawasan operasional bank tidak menyimpang dari syariah Sumber : Supraptiwiningsih, 2004

11

2) Prinsip Bagi Hasil Antonio (2001) menyatakan bahawa prinsip Bagi Hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu: 1. Al-Mudharabah (Trust Financing/Trust Investment) Akad kerja sama usaha antara dua pihak, dimana pihak pertama (shahibul mal) menyediakan seluruh modal usaha, sedangkan pihak lainnya sebagai pengelola (mudharib). 2. Al-Musyarakah Participation) Akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana atau keahlian. 3. Al-Muzaraah (Harvest-Yield Profit Sharing) Akad kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap di mana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen. 4. Al-Musaqah (Plantation Management Fee Based on Certain Portion of Yield) Bentuk kerja sama pengolahan pertanian di mana si penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. 3) Prinsip Jual Beli/Pengembalian Keuntungan Menurut Antonio (2001), prinsip jual beli terdiri dari Bai Al-Murabahah, Bai As-Salam, dan Bai Al-Istishna. Muhammad (2003) menambahkan Bai Bithaman Ajil, Bai AlMusawamah, Bai At-Tauliah, Bai Al-Muwadhaah, Bai AlMuqayadhah, Bai Al-Mutlaq, dan Bai Ash-Sharf. (Partnership/Project Financing

12

1.

Bai Al-Murabahah (Deferred Payment Sale) Jual beli barang pada harga asal ditambah dengan keuntungan yang disepakati.

2.

Bai As-Salam (In-Front Payment Sale) Pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka.

3.

Bai Al-Istishna (Purchase by Order or Manufacture) Kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang di mana pembuat barang menerima pesanan dari pembeli kemudian pembuat barang berusaha malalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya pada pembeli akhir.

4.

Bai Bithaman Ajil (Letter of Credit) Konsep jual beli dimana penjual menjual dengan harga asal ditambah dengan margin keuntungan yang telah disepakati dan dibayar secara berangsur.

5.

Bai Al-Musawamah Jual beli biasa di mana penjual memasang harga tanpa memberitahu si pembeli tentang margin keuntungan yang diambilnya.

6.

Bai At-Tauliah Menjual dengan harga beli tanpa mengambil keuntungan sedikit pun.

7. 8.

Bai Al-Muwadhaah Menjual dengan harga yang lebih rendah dari harga beli. Bai Al-Muqayadhah Bentuk awal dari transaksi di mana barang ditukar dengan barang (barter).

9.

Bai Al-Mutlaq Bentuk jual-beli biasa di mana barang ditukar dengan uang.

13

10. Bai Ash-Sharf Jual beli valuta asing di mana uang ditukar dengan barang (Money Exchange). Menurut penpadat sebagian ahli, produk ini tidak termasuk ke dalam akad jual-beli melainkan akad tukar menukar. 4) Prinsip Sewa Menurut Antonio (2001), prinsip sewa yang dalam istilah perbankan syariah dikenal sebagai Al-Ijarah (Operational Lease) terdiri dari Al-Ijarah Al-Mutlaqah dan Al-Ijarah Al-Muntahia Bit-Tamlik. Muhammad (2003) menambahkannya dengan Bai At-Tajiri dan Musyarakah Mutanaqisah. Karim (2004) menambahkannya dengan Al-Jualah, sedangkan Muhammad (2003) meletakkan Al-Jualah pada prinsip Pengambilan Fee. 1. Al-Ijarah Al-Mutlaqah (Operational Lease) Akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. 2. Al-Ijarah Al-Muntahia Bit-Tamlik (Financial Lease With Purchase Option) Perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa. 3. 4. 5. Bai At-Tajiri (Hire Purchase) Kontrak sewa yang diakhiri dengan penjualan. Musyarakah Mutanaqisah (Decreasing Participation) Kombinasi antara musyarakah dengan ijarah. Al-Jualah (Special Service) Akad Al-Ijarah yang pembayarannya didasarkan atas kinerja objek yang disewa/diupah. 5) Prinsip Pengmbilan Fee Menurut Antonio (2001), produk-produk perbankan syariah dengan menggunakan prinsip pengambilan fee (FeeBased Service) terdiri dari Al-Wakalah, Al-Kafalah, Al-

14

Hawalah, Ar-Rahn, dan Al-Qardh. Sedangkan Muhammad (2003) memasukkan Al-Qardh pada prinsip Biaya Administrasi. 1. 2. Al-Wakalah (Deputyship) Penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat. Al-Kafalah (Guaranty) Jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. 3. Al-Hawalah (Transfer Service) Pengalihan beban utang dari orang yang berutang (muhil) kepada orang lain yang wajib menanggungnya (muhal alaih). 4. Ar-Rahn (Mortgage) Menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. 6) Prinsip Biaya Administrasi Muhammad (2003) menempatkan produk Al-Qardh dalam prinsip Biaya Administrasi, sedangkan Antonio (2001) menempatkannya pada prinsip Pengambilan Fee. Al-Qardh (Soft and Benevolent Loan) adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Akad ini merupakan akad saling bantu membantu (Aqd-Tathowwuii) bukan akad komersial.

2.3. Sistem Bagi Hasil (Profit and Loss Sharing) Prinsip bagi hasil merupakan landasan operasional utama bagi produkproduk pembiayaan mudharabah dan musyarakah dalam perbankan syariah. Prinsip dasar inilah yang membedakan bank syariah dengan bank konvensional (Tabel 4). Prinsip bagi hasil di Indonesia diterapkan dengan dua metode, yaitu profit sharing dan revenue sharing. Profit sharing menggunakan basis perhitungan berupa laba yang diperoleh mudharib dalam

15

mengelola usahanya, sedangkan revenue sharing menggunakan basis berupa pendapatan yang diperoleh mudharib. Tabel 4. Perbedaan Sistem Bunga dengan Sistem Bagi Hasil
BUNGA BAGI HASIL

a) Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung b) Besarnya persentasi berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang diinginkan c) Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi. d) Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat, sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang booming. e) Eksistensi bunga diragukan oleh semua agama, termasuk Islam Sumber : Antonio, 2001

a)

b) c)

d)

Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil ditetapkan pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh Bagi hasil bergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan. Tidak ada yang meragukan keabsahan sistem bagi hasil.

e)

2.3.1. Faktor yang Mempengaruhi Bagi Hasil Menurut Antonio (2001), faktor yang mempengaruhi bagi hasil terdiri dari faktor langsung dan tidak langsung. Faktor langsung terdiri dari investment rate, jumlah dana yang tersedia, dan nisbah bagi hasil (profit sharing ratio). Adapun faktor tidak langsung terdiri dari penentuan butir-butir pendapatan dan biaya mudharabah serta kebijakan akunting (prinsip dan metode akunting). 1). Faktor Langsung 1. Investment Rate Persentase aktual dana yang diinvestasikan dari total dana.

16

2.

Jumlah Dana yang Tersedia Jumlah dana yang berasal dari berbagai sumber dan tersedia untuk diinvestasikan. Dana tersebut dapat dihitung dengan menggunakan metode rata-rata saldo minimum bulanan atau rata-rata total saldo harian.

3.

Nisbah Bagi Hasil (Profit Sharing Ratio) Salah satu ciri dari pembiayaan mudharabah adalah nisbah yang harus ditentukan dan disetujui pada awal perjanjian.

2). Faktor Tidak Langsung 1. Penentuan Butir-Butir Pendapatan dan Biaya Bank dan nasabah melakukan share dalam pendapatan dan biaya. Bagi hasil yang berasal dari pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya disebut dengan Profit Sharing. Sedangkan jika bagi hasil hanya dari pendapatan dan semua biaya ditanggung oleh bank disebut dengan Revenue Sharing. 2. Kebijakan Akunting Bagi hasil tidak secara langsung dipengaruhi oleh prinsip dan metode akunting yang diterapkan oleh bank, terutama yang berhubungan dengan pengakuan pendapatan dan biaya.

2.4. Konsep Mudharabah 2.4.1. Definisi Mudharabah Kata mudharabah secara etimologi berasal dari kata dharb. Dalam bahasa Arab, kata ini termasuk ke dalam kata yang memiliki banyak arti. Namun dibalik keluwesan kata ini, dapat ditarik benang merah yang dapat mencerminkan keragaman makna yang ditimbulkannya, yaitu bergeraknya sesuatu kepada sesuatu yang lain (Muhammad, 2003). Akad mudharabah merupakan akad antara dua pihak di mana satu pihak berperan sebagai pemilik modal (shahibul mal) dan

17

mempercayakan sejumlah modalnya untuk dikelola oleh pihak kedua, yakni pengelola (mudharib), dengan tujuan mendapatkan keuntungan (Karim, 2004). Keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak berupa besarnya nisbah bagi hasil. Kerugian ditanggung oleh shahibul mal selama kerugian itu bukan diakibatkan kelalaian mudharib. Seandainya memang akibat kecurangan atau kelalaian mudharib, maka ia harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
PERJANJIAN BAGI HASIL Keahlian/ Keterampilan Nasabah (Mudharib) PROYEK/ USAHA Modal 100% Bank (Shahibul Mal)

Nisbah (X %)

PEMBAGIAN KEUNTUNGAN

Nisbah (Y %) Pengembalian Modal Pokok

MODAL

Gambar 1. Skema Pembiayaan Mudharabah (Antonio, 2001)

2.4.2. Persyaratan Dalam Akad Mudharabah Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/46/PBI/2005 Bab II Pasal 6, persyaratan pembiayaan mudharabah sekurangkurangnya sebagai berikut: 1) Bank bertindak sebagai shahibul mal yang menyediakan dana secara penuh dan nasabah bertindak sebagai mudharib yang mengelola dana dalam kegiatan usaha. 2) Jangka waktu pembiayaan, pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan bank dan nasabah.

18

3)

Bank tidak ikut serta dalam pengelolaan usaha nasabah tetapi memiliki hak dalam pengawasan dan pembinaan usaha nasabah.

4) 5) 6)

Pembiayaan diberikan dalam bentuk tunai dan atau barang. Dalam hal pembiayaan yang diberikan dalam bentuk tunai harus dinyatakan jumlahnya. Dalam hal pembiayaan yang diberikan dalam bentuk barang, maka barang yang diserahkan harus dinilai berdasarkan harga perolehan atau harga pasar wajar.

7) 8)

Pembagian keuntungan dari pengelolaaan dana dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati. Bank menanggung seluruh risiko kerugian usaha yang dibiayai kecuali jika nasabah melakukan kecurangan, lalai, atau menyalahi perjanjian yang mengakibatkan kerugian usaha.

9)

Nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak dan tidak berlaku surut.

10) Nisbah bagi hasil dapat ditetapkan secara berjenjang (tiering) yang besarnya berbeda-beda berdasarkan kesepakatan pada awal akad. 11) Pembagian keuntungan dilakukan dengan menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing). 12) Pembagian keuntungan berdasarkan hasil usaha dari mudharib sesuai dengan laporan hasil usaha mudharib. 13) Dalam hal nasabah ikut menyertakan modal dalam kegiatan usaha yang dibiayai bank, maka berlaku ketentuan berikut: (i) Nasabah bertindak sebagai mitra usaha dan mudharib. (ii) Atas keuntungan yang dihasilkan dari kegiatan usaha yang dibiayai tersebut, maka nasabah mengambil bagian keuntungan dari porsi modalnya. Sisa keuntungan dibagi sesuai kesepakatan antara bank dan nasabah

19

14) Pengembalian pembiayaan dilakukan pada akhir periode akad untuk pembiayaan dengan jangka waktu sampai dengan satu tahun atau dilakukan secara angsuran berdasarkan aliran kas masuk (cash in flow) usaha nasabah. 15) Bank dapat meminta jaminan atau agunan untuk mengantisipasi risiko apabila nasabah tidak dapat memenuhi kewajiban sebagaimana dimuat dalam akad karena kelalaian dan atau kecurangan. 2.4.3. Rasionalitas dalam Kontrak Mudharabah Kontrak mudharabah pada prinsipnya memberikan keleluasaan bagi mudharib untuk menentukan level optimal usaha yang akan dilakukannya (Muljawan, 2001). Berdasarkan prinsip di atas, maka sesungguhnya mudharib berhak mempertimbangkan keuntungan yang diharapkannya ketika dia menentukan nisbah bagi hasil. Sehingga, menurut Muljawan (2001), rasionalitas kontrak mudharabah terjadi jika bagian profit atau benefit untuk mudharib memenuhi tingkat kepuasan minimum dari shahibul mal dan juga bagian profit atau benefit untuk shahibul mal memenuhi tingkat kepuasan minimum dari mudharib. Keadaan ini mengimplikasikan bahwa kontrak mudharabah akan menjadi rasional jika masing-masing pihak berada dalam suatu kondisi yang memungkinkan mereka untuk mendapatkan akses terhadap informasi secara lengkap (Muljawan, 2001). Dengan kata lain, tingkat kepuasan minimum dalam menerima profit atau benefit dari masing-masing pihak akan terpenuhi jika kedua pihak mendapatkan akses informasi yang dibutuhkannya secara lengkap. 2.5. Nisbah Bagi Hasil Nisbah bagi hasil merupakan persentase keuntungan yang akan diperoleh shahibul mal dan mudharib yang ditentukan berdasarkan kesepakatan antara keduanya. Jika usaha tersebut merugi akibat resiko bisnis, bukan akibat kelalaian mudharib, maka pembagian kerugiannya

20

berdasarkan porsi modal yang disetor oleh masing-masing pihak. Karena seluruh modal yang ditanam dalam usaha mudharib milik shahibul mal, maka kerugian dari usaha tersebut ditanggung sepenuhnya oleh shahibul mal. Oleh karena itu, nisbah bagi hasil disebut juga dengan nisbah keuntungan. 2.5.1. Karakteristik Nisbah Bagi Hasil Menurut Karim (2004), terdapat lima karakteristik nisbah bagi hasil yang terdiri dari: 1. Persentase Nisbah bagi hasil harus dinyatakan dalam persentase (%), bukan dalam nominal uang tertentu (Rp). 2. Bagi Untung dan Bagi Rugi Pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang telah disepakati, sedangkan pembagian kerugian berdasarkan porsi modal masingmasing pihak. 3. Jaminan Jaminan yang akan diminta terkait dengan carachter risk yang dimiliki oleh mudharib karena jika kerugian diakibatkan oleh keburukan karakter mudharib, maka yang menanggungnya adalah mudharib. Akan tetapi, jika kerugian diakibatkan oleh business risk, maka shahibul mal tidak diperbolehkan untuk meminta jaminan pada mudharib. 4. Besaran Nisbah Angka besaran nisbah bagi hasil muncul sebagai hasil tawarmenawar yang dilandasi oleh kata sepakat dari pihak shahibul mal dan mudharib. 5. Cara Menyelesaikan Kerugian Kerugian akan ditanggung dari keuntungan terlebih dahulu karena keuntungan adalah pelindung modal. Jika kerugian melebihi keuntungan, maka akan diambil dari pokok modal.

21

2.5.2. Kriteria Penetapan Nisbah Bagi Hasil Karim (2004) menyatakan bahwa, bank syariah menerapkan nisbah bagi hasil terhadap produk-produk pembiayaan yang berbasis Natural Uncertainty Contracts (NUC), yakni akad bisnis yang tidak memberikan kepastian return seperti mudharabah dan musyarakah, dengan mempertimbangkan dua hal, yaitu referensi marjin keuntungan dan perkiraan keuntungan usaha yang dibiayai bank. 1). Referensi Marjin Keuntungan Referensi tingkat marjin keuntungan adalah penetapan marjin bagi hasil pembiayaan berdasarkan usul, rekomendasi, dan saran dari Tim Asset and Liabilities Committee (ALCO) dengan mempertimbangkan kriteria berikut: 1. Direct Competitor Market Rate (DCMR) Tingkat marjin keuntungan rata-rata perbankan syariah, atau tingkat marjin keuntungan rata-rata beberapa bank syariah yang ditetapkan ALCO sebagai pesaing langsung, atau tingkat marjin keuntungan bank syariah tertentu yang ditetapkan sebagai pesaing langsung terdekat. 2. Indirect Competitor Market Rate (ICMR) Tingkat suku bunga rata-rata perbankan konvensional, atau tingkat suku bunga rata-rata beberapa bank konvensional yang ditetapkan ALCO sebagai pesaing tidak langsung, tingkat suku bunga bank konvensional tertentu yang ditetapkan sebagai pesaing tidak langsung terdekat. 3. Expected Competitive Return for Investor (ECRI) Target bagi hasil kompetitif yang diharapkan dapat diberikan kepada nasabah pihak ketiga (investor). 4. Acquiring Cost Biaya yang dikeluarkan oleh bank dan langsung terkait dengan upaya untuk memperoleh dana pihak ketiga.

22

5. Overhead Cost Biaya yang dikeluarkan oleh bank yang tidak langsung terkait dengan upaya untuk memperoleh dana pihak ketiga. 2). Perkiraan Tingkat Keuntungan Usaha yang Dibiayai Perkiraan tingkat keuntungan usaha dihitung dengan mempertimbangkan kriteria berikut ini: 1. Perkiraan Penjualan Terdiri dari perkiraan volume penjualan setiap bulan atau transaksi, frekuensi penjualan setiap bulan, fluktuasi harga penjualan, rentang harga penjualan yang dapat dinegosiasikan, dan marjin keuntungan setiap transaksi 2. Lama Cash to Cash Cycle Merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan cash kembali atau jumlah hari antara arus kas keluar pertama dengan arus kas masuk berikutnya yang melibatkan antara lain: lamanya persediaan, lamanya proses barang, dan lamanya piutang dagang. Cash to Cash Cycle disebut juga dengan Cash Conversion Cycle. 3. Perkiraan Biaya Langsung Merupakan perkiraan biaya-biaya yang langsung berhubungan dengan kegiatan penjualan, seperti biaya pengangkutan, biaya pengemasan, dan biaya lain yang termasuk ke dalam Cost of Goods Sold (COGS). 4. Perkiraan Biaya Tidak Langsung Merupakan perkiraan biaya-biaya yang tidak langsung berhubungan dengan kegiatan penjualan, seperti biaya sewa kantor, biaya gaji karyawan, dan biaya-biaya lain yang termasuk ke dalam Overhead Cost (OHC). 5. Delayed Factor Delayed factor adalah waktu yang ditambahkan pada cash to cash cycle untuk mengantisipasi timbulnya keterlambatan pembayaran dari mudharib kepada bank.

23

2.5.3. Penentuan Nisbah Bagi Hasil Berdasarkan pertimbangan referensi tingkat marjin keuntungan dan perkiraan usaha mudharib, Karim (2004) membagi metode penentuan nisbah bagi hasil pembiayaan menjadi tiga bagian, yaitu Penentuan Nisbah Bagi Hasil Keuntungan, Penentuan Nisbah Bagi Hasil Pendapatan, dan Penentuan Nisbah Bagi Hasil Penjualan. Selain metode di atas, menurut Siagian (2004), nisbah bagi hasil dapat dihitung berdasarkan pendekatan Tawar-Menawar. 1) Penentuan Nisbah Bagi Hasil Keuntungan Menurut Karim (2004), nisbah bagi hasil pembiayaan untuk bank ditentukan dengan cara membagi perkiraan keuntungan usaha mudharib dengan referensi tingkat marjin keuntungan. Maka, nisbah bagi hasil untuk mudharib adalah seratus persen dikurangi dengan nisbah bagi hasil bagi bank (Gambar 2).
PERKIRAAN PENJUALAN CASH TO CASH CYCLE DELAYED FACTOR PERKIRAAN COGS PERKIRAAN OVERHEAD COST NISBAH BAGI HASIL BANK PERKIRAAN KEUNTUNGAN REFERENSI MARJIN KEUNTUNGAN PERKIRAAN KEUNTUNGAN REFERENSI MARJIN KEUNTUNGAN

NISBAH BAGI HASIL MUDHARIB

= 100% -

NISBAH BAGI HASIL BANK

Gambar 2. Penentuan Nisbah Bagi Hasil Keuntungan (Karim,2004) 2) Penentuan Nisbah Bagi Hasil Pendapatan Menurut Karim (2004), nisbah bagi hasil pembiayaan untuk bank ditentukan dengan cara membagi perkiraan pendapatan (perkiraan tingkat keuntungan tanpa mempertimbangkan biaya overhead) dengan referensi tingkat

24

keuntungan. Maka, nisbah bagi hasil untuk mudharib adalah seratus persen dikurangi dengan nisbah bagi hasil bagi bank (Gambar 3).
PERKIRAAN PENJUALAN CASH TO CASH CYCLE DELAYED FACTOR PERKIRAAN COGS PERKIRAAN PENDAPATAN REFERENSI MARJIN KEUNTUNGAN

NISBAH BAGI HASIL BANK

PERKIRAAN PENDAPATAN REFERENSI MARJIN KEUNTUNGAN

NISBAH BAGI HASIL MUDHARIB

= 100% -

NISBAH BAGI HASIL BANK

Gambar 3. Penentuan Nisbah Bagi Hasil Pendapatan (Karim,2004) 3) Penentuan Nisbah Bagi Hasil Penjualan Menurut Karim (2004), nisbah bagi hasil pembiayaan untuk bank ditentukan dengan cara membagi perkiraan penerimaan penjualan (perkiraan tingkat keuntungan tanpa mempertimbangkan biaya langsung dan biaya overhead) dengan perkiraan pendapatan dan referensi tingkat keuntungan. Maka, nisbah bagi hasil untuk mudharib adalah seratus persen dikurangi dengan nisbah bagi hasil bagi bank (Gambar 4)
PERKIRAAN PENJUALAN CASH TO CASH CYCLE DELAYED FACTOR PERKIRAAN PENJUALAN REFERENSI MARJIN KEUNTUNGAN

NISBAH BAGI HASIL BANK

PERKIRAAN PENERIMAAN PENJUALAN PERKIRAAN PENDAPATAN REFERENSI MARJIN KEUNTUNGAN

NISBAH BAGI HASIL MUDHARIB

= 100% -

NISBAH BAGI HASIL BANK

Gambar 4. Penentuan Nisbah Bagi Hasil Penjualan (Karim, 2004)

25

4) Pendekatan Tawar-Menawar Menurut pendekatan ini, semakin tinggi nisbah bagi hasil yang diisyaratkan oleh bank dan disetujui mudharib, semakin besar kesediaan bank untuk membiayai proyek tersebut. Sebaliknya untuk mudharib, semakin tinggi nisbah bagi hasil yang diisyaratkan oleh bank, semakin sulit kesediaan mudharib untuk menerima dana dari bank, begitu pula sebaliknya (Siagian, 2004) (Gambar 5).
Nisbah (%) Bank Equilibrium/kesepakatan kedua belah pihak

Nbb *

mudharib Kesediaan mudharib/bank

* Nisbah bagi hasil bagi bank

Gambar 5. Grafik Permintaan dan Penawaran Nisbah Bagi Hasil (Siagian, 2004) 2.6. Multi Criteria Decision Making (MCDM) Pengambilan keputusan kriteria majemuk (MCDM) adalah penyelesaian persoalan yang melibatkan kriteria majemuk dan alternatif dengan berbagai karakteristik dan struktur. Masalah yang akan diselesaikan diselaraskan dengan tujuan yang akan dicapai, kemudian pengambil keputusan akan mempertimbangkan kriteria yang telah ditetapkan sehingga alternatif keputusan dapat diambil (Muhimmah, 2003). Komponen-komponen keputusan dalam pemodelan ini mencakup alternatif keputusan, kriteria keputusan, pembobotan kriteria, model penilaian, model perhitungan, dan tipe pengambil keputusan. Langkah yang penting dan kontroversial dalam analisis MCDM adalah konversi informasi tentang alternatif keputusan menjadi data numerik untuk mengekspresikan subjektifitas manusia dalam memandang kualitas alternatif (Lootsma dalam

26

Muhimmah, 1999). Alternatif keputusan tersebut diidentifikasi oleh variabel keputusan yang disebut dengan kriteria keputusan. Setiap kriteria keputusan memiliki bobot tersendiri dan hubungan antara kriteria tersebut direpresentasikan dalam sebuah pemodelan. Model penilaian adalah representasi matematik untuk mendapatkan nilai dari setiap kriteria. Nilai adalah suatu ukuran yang dapat mencerminkan seberapa besar kita menghargai suatu hasil (Mangkusubroto dan Trisnadi, 1987). Model penilaian dalam pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan cara menggunakan nilai numerik (nyata), skala ordinal (skala), preferensi fuzzy, dan nilai perbandingan berpasangan (Pairwise Comparison). 2.6.1. Metode Bayes Metode Bayes merupakan salah satu teknik yang dapat dipergunakan keputusan untuk melakukan dari analisis dalam pengambilan tujuan terbaik sejumlah alternatif dengan

menghasilkan perolehan yang optimal (Marimin, 2004). Menurut Marimin (2004), persamaan Bayes untuk menghitung nilai setiap alternatif keputusan dapat disederhanakan menjadi:
Total Nilai i = Nilai ij (Krit j) ............................. (1)
j =1 m

Di mana: Total Nilai i = total nilai akhir dari alternatif ke-i Nilai ij Krit j i j = nilai alternatif ke-i pada kriteria ke-j = bobot dari kriteria ke-j = 1, 2, 3 ..... n; n = jumlah alternatif = 1, 2, 3 ..... m; m = jumlah kriteria

2.6.2. Pairwise Comparison Pairwise comparison adalah suatu metode pemecahan masalah yang digunakan untuk menentukan prioritas dari sekelompok kriteria tertentu dan sering pula digunakan sebagai bagian dari proses penilaian bobot dari suatu kriteria dalam merancang pengembangan konsep (Salustri, 2005). Metode inipun sering digunakan pada proses

27

pembobotan pada setiap level dalam metode Analitical Hierarchy Process (AHP). Bobot, prioritas, atau intensitas suatu kriteria diidentifikasi dengan menggunakan teknik komparasi berpasangan angka-angka komparasi berdasarkan pada suatu skala kepentingan yang mencerminkan Prioritas (VP). Tabel 5. Skala Saaty dalam Pairwise Comparison
Tingkat Kepentingan 1 3 5 7 9 2,4,6,8 Reciprocal Definisi Sama pentingnya dibanding dengan yang lain Moderat pentingnya dibanding dengan yang lain Kuat pentingnya dibanding dengan yang lain Sangat kuat pentingnya dibanding dengan yang lain Ekstrim pentingnya dibanding dengan yang lain Nilai di antara dua penilaian yang berdekatan Jika atribut i memiliki salah satu angka di atas dibanding atribut j, maka j memiliki nilai kebalikannya ketika dibandingkan dengan atribut i.

judgment

responden

(Tabel

5).

Perhitungan

pembobotan tersebut dilakukan dengan menggunakan rumus Vektor

Sumber: Maarif dan Tanjung, 2003

VPi =

VEi

VE
i =1
n

................................................ (2)

VEi = Di mana:

a
j =1

ij

................................................ (3)

VEi = Vektor Eigen yang ada pada baris i. VPi = Bobot pada baris ke-i. VP = Matriks VP berorde i x 1 (satu kolom).

= Jumlah atribut yang terdapat dalam matriks.

aij = Nilai atribut pada baris ke-i kolom ke-j.

28

Skala yang digunakan dalam metode ini adalah skala Saaty. Menurut Fewidarto (1996), Saaty telah membuktikan bahwa nilai skala 1 sampai dengan 9 adalah skala yang terbaik berdasarkan pertimbangan tingginya akurasi yang ditunjukkan dengan nilai Root

Mean Squere (RMS) dan Median Absolute Deviation (MAD) pada


berbagai problema. Konsistensi Pendapat Responden Langkah berikutnya yaitu penentuan Nilai Eigen untuk menggambarkan ukuran konsistensi judgment dalam matriks tersebut. Nilai Eigen dihitung dengan cara membagi Vektor Antara (VA) dengan Vektor Prioritas (VP). Ukuran konsistensi pendapat responden dinyatakan dengan Consistency Ratio (CR) yang dapat dihitung dengan membagi Consistency Index (CI) dengan Random

Indeks (RI). Pendapat responden dikatakan konsisten jika CR 10


persen Akurasi Pendapat Responden Akurasi dalam kasus ini adalah perbandingan antara estimasi yang diperoleh dari suatu eksperimen terhadap jawaban atau pertanyaan sebenarnya yang telah diketahui. Dua teori shahih yang berkenaan dengan kasus ini adalah Deviasi Root Mean Square (RMS) dan Median Absolute Deviation (MAD) (Fewidarto, 1996). Deviasi RMS =
MAD = Di mana: ai, ...., an = set angka hasil eksperimen bi, ...., bn = set angka diketahui 1 n (ai bi ) .................... (4) n i =1
i i i

{(a b ) median(a b )} .............. (5)


i

Penggabungan Pendapat Responden


Penilaian kriteria dan alternatif pada aplikasinya dilakukan oleh lebih dari satu responden. Konsekuensinya, konsistensi dari pendapat

29

beberapa responden tersebut perlu diperiksa satu persatu. Pendapat yang konsisten kemudian digabungkan dengan menggunakan ratarata geometrik.

X G = n n xi ................................................. (6)
Di mana:

X G = rata-rata geometrik n xi
= jumlah responden

= penilaian responden ke-i

2.7. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian


Suatu alat pengukur dikatakan valid jika alat itu mengukur apa yang harus diukur oleh alat itu (Nasution, 2003). Dengan kata lain, hasil penelitian akan valid jika item-item (kriteria atau atribut) yang digunakan dalam instrumen penelitian sesuai dengan karakteristik objek yang sedang diukur. Nilai validitas yang tinggi mencerminkan tingginya kejituan instrumen penelitian untuk mengukur dan menggali fakta yang tersembunyi (Jalil dkk., 1997). Suatu alat ukur dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi apabila alat ukur atau instrumen tersebut selalu memberikan hasil yang sama meskipun digunakan berkali-kali baik oleh peneliti yang sama maupun berbeda (Sudarmanto, 2005). Menurut Supranto (2001), terdapat dua manfaat dalam memiliki skala dengan keandalan tinggi (high reliability) yaitu : 1). Dapat membedakan antara berbagai tingkatan kepuasan lebih baik daripada skala dengan keandalan rendah. 2). Besar kemungkinan bahwa kita akan menemukan hubungan yang signifikan (sangat berarti) antara variabel yang sebenarnya memang terkait satu sama lain (berkorelasi).

2.8. Metode Statistik Nonparametrik


Statistik nonparametrik adalah statistik yang tidak memerlukan pembuatan asumsi tentang bentuk distribusi dan karena itu merupakan statistik yang bebas distribusi (Supranto, 2001). Statistik nonparametrik

30

merupakan alternatif dalam memecahkan masalah seperti pengujian hipotesis atau pengambilan keputusan apabila statistik parametrik tidak dapat digunakan. Metode statistik nonparametrik digunakan dalam situasi sebagai berikut: a. Apabila ukuran sampel sedemikian kecil sehingga distribusi statistik pengambilan sampel tidak mendekati normal dan apabila tidak ada asumsi yang dapat dibuat tentang bentuk distribusi populasi yang menjadi sumber sampel. b. Apabila digunakan data peringkat atau ordinal, yaitu data yang hanya memberikan informasi tentang apakah suatu item lebih tinggi, lebih rendah, atau sama dengan item lainnya dengan tidak menyatakan ukuran perbedaan. c. Apabila digunakan data nominal, yaitu data yang diberikan pada suatu item dengan tidak ada implikasi di dalam sebutan tersebut bahwa item yang satu lebih tinggi atau lebih rendah dari yang lainnya.

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran


PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk (BMI) adalah salah satu bank syariah terbesar di Indonesia yang memiliki concern yang cukup besar dalam memajukan sektor riil. Salah satu produk BMI yang sesuai dengan tujuan tersebut adalah produk pembiayaan

mudharabah.

Melalui

pembiayaan mudharabah, mudharib diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraannya dari hasil keuntungan usaha yang diperolehnya. Besar atau kecilnya keuntungan tersebut ditetapkan oleh bank dan mudharib berdasarkan nisbah bagi hasil. Penetapan besarnya nisbah bagi hasil produk pembiayaan

mudharabah di bank syariah dilandasi oleh kesepakatan antara pihak bank


sebagai pemilik dana dan mudharib sebagai pengelola dana. Pada dasarnya, baik bank maupun mudharib masing-masing memiliki pertimbangan atau kriteria tertentu yang akan digunakannya dalam menyepakati besarnya nisbah bagi hasil. Kriteria yang digunakan peneliti untuk menganalisis pertimbangan responden mudharib dan kru (staf) BMI merupakan kriteria yang ditetapkan bank syariah secara umum dalam menetapkan besarnya nisbah bagi hasil pembiayaan mudharabah. Artinya bagi kru BMI, kriteria tersebut memang merupakan kriteria yang dipertimbangkannya ketika menetapkan besarnya nisbah bagi hasil. Sedangkan bagi mudharib, kriteria tersebut bukanlah mutlak merupakan kriteria yang dipertimbangkannya dalam menetapkan besarnya nisbah bagi hasil. Tujuan menjadikan kriteria tersebut sebagai variabel keputusan

mudharib dalam menentukan besarnya nisbah bagi hasil adalah untuk


mengetahui kesesuaian antara kriteria yang ditetapkan bank syariah dengan pertimbangan mudharib dalam menentukan besarnya nisbah bagi hasil yang diharapkan. Dengan membandingkan pertimbangan mudharib dengan pertimbangan kru BMI sebagai tolak ukurnya, maka akan dapat diketahui

32

rasionalitas dari kriteria penetapan nisbah tersebut dan juga rasionalitas dari besarnya nisbah itu sendiri. Besaran nisbah bagi hasil yang rasional akan berimplikasi pada kontrak pembiayaan mudharabah yang rasional. Kontrak mudharabah yang rasional akan menyebabkan peningkatan pada kepercayaan dan kepuasan

mudharib dalam menggunakan produk mudharabah. Sehingga, pembiayaan mudharabah yang merupakan core product bank syariah diharapkan dapat
menjadi daya ungkit yang besar untuk meningkatkan sektor riil di Indonesia (Gambar 6).

3.2. Lokasi dan Waktu


Penelitian ini dilakukan di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk (BMI) Cabang Bogor yang beralamat di Jl. Raya Pajajaran, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan Juni 2006 sampai dengan September 2006.

3.3. Metode Pengumpulan Data


Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan penyebaran kuesioner kepada setiap responden. Adapun data sekunder diperoleh dari beberapa literatur, penelitian terdahulu, artikel pada beberapa publikasi elektronik, serta data perusahaan yang dipublikasikan (Tabel 6). Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: 1). Studi Literatur Digunakan untuk memperoleh data sekunder berupa perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia, perkembangan pembiayaan

mudharabah di BMI dan perbankan syariah nasional, data keuangan


BMI dan perbankan syariah nasional, serta kriteria penetapan nisbah bagi hasil pembiayaan mudharabah. 2). Kuesioner Digunakan untuk mengetahui penilaian responden terhadap kriteria dan atribut penetapan nisbah bagi hasil yang diukur dengan menggunakan

33

Skala Likert (1 sampai 5). Selain itu, kuesioner juga digunakan untuk mengetahui bobot untuk setiap ktiteria beserta atributnya yang dihitung dengan menggunakan Skala Saaty (1 sampai 9 dan kebalikannya) sebagai angka komparasinya. 3). Wawancara Kegiatan wawancara dilakukan kepada seluruh responden yang terjaring dengan menggunakan metode convenience sampling berkenaan dengan identifikasi preferensi dan penetapan bobot kriteria dan atribut penetapan nisbah bagi hasil. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus yang di dalamnya hanya diambil beberapa elemen yang sering tidak jelas populasinya, kemudian masing-masing elemen diselidiki secara mendalam (Rangkuti, 2003). Adapun elemen data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah preferensi responden terhadap kriteria beserta atribut penetapan nisbah bagi hasil (Lampiran 9). Tabel 6. Matriks Kerangka Penelitian
Tujuan Mempelajari kriteria penetapan nisbah bagi hasil pembiayaan mudharabah yang digunakan BMI cabang Bogor Menganalisis signifikansi perbedaan nilai keputusan mudharib dan bank dalam menentukan besarnya nisbah Identifikasi karakteristik mudharib berdasarkan kriteria penetapan nisbah yang dimilikinya Data yang Dibutuhkan Kriteria penetapan nisbah bagi hasil pembiayaan mudharabah yang ditetapkan oleh ALCO Preferensi setiap responden terhadap kriteria dan atribut penetapan nisbah bagi hasil Kriteria yang dimiliki mudharib dalam menetapkan besaran nisbah. Sumber Data Kru Treasury dan Financing Settlement Group (FSG) kantor pusat dan literatur tentang mudharabah Mudharib, kru marketing lending BMI cab. Bogor, dan kru FSG dan Treasury BMI Mudharib BMI cabang Bogor Metode Pengumpulan Data Studi literatur, kuesioner, dan wawancara Metode Analisis Analisis Kualitatif

Kuesioner dan wawancara

Pairwise Comparison, Bayes, dan Uji U MannWhitney Analisis Kualitatif

Kuesioner dan wawancara

34

Pembiayaan Mudharabah Di BMI Nisbah Bagi Hasil Kriteria Penetapan Nisbah Bagi Hasil Bank Syariah

Kru BMI
Pembobotan Kriteria Kru BMI Pertimbangan Kru BMI

Mudharib
Pembobotan Kriteria Mudharib Pertimbangan Mudharib

Rasional/ Sesuai?
Ya Kontrak Mudharabah Rasional Peningkatan Sektor Riil

Tidak

Gambar 6. Kerangka Pemikiran

3.4. Metode Pengambilan Sampel


Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah non probability

sampling dengan menggunakan metode Convenience Sampling atau

35

Accidental Sampling untuk sampel dari kategori mudharib dan Purposive Sampling untuk sampel dari kategori kru BMI. Accidental sampling adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan
kebetulan. Maksudnya ialah siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti bisa dijadikan sampel bila dianggap cocok sebagai sumber data (Sugiyono, 2004). Sedangkan Purposive Sampling adalah sampel yang dipilih dengan cermat sehingga relevan dengan desain penelitian (Nasution, 2003). Alasan digunakannya metode Accidental sampling pada responden

mudharib ialah karena tingkat kesibukan responden yang tinggi sehingga


menyulitkan peneliti untuk menunjuk responden yang benar-benar sesuai dengan objek penelitian. Sedangkan responden kru BMI dipilih berdasarkan pengetahuan dan keyakinan peneliti bahwa responden tersebut sesuai dengan kualifikasi yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Adapun penentuan jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini didasari oleh pertimbangan berikut ini: 1). Praktis Pengambilan sampel mempertimbangkan biaya, waktu, dan kemampuan peneliti. Selain itu, karena penelitian ini bertujuan untuk menjajaki atau menemukan sesuatu yang masih baru, maka tidak membutuhkan sampel yang terlalu banyak (Usman, 2003). 2). Non-Respone Pertimbangan yaitu kegagalan pencacahan untuk

non-respon

memperoleh informasi dari suatu unit tertentu dalam sampel (Cochran, 1991). Pertimbangan ini berkaitan dengan kesediaan responden untuk menjadi narasumber bagi informasi yang dibutuhkan peneliti. Responden di dalam penelitian ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu responden mudharib dan responden bank. Responden mudharib merupakan nasabah BMI cabang Bogor yang berdomisili di Kota dan Kabupaten Bogor. Adapun responden dari pihak bank merupakan kru BMI di kantor cabang Bogor (Divisi Marketing dan Divisi Legal & Support Pembiayaan) serta kru

36

BMI di kantor pusat (Divisi Financing and Settlement Group (FSG) dan Divisi Treasury). Seluruh responden mudharib pada penelitian ini merupakan nasabah yang mengelola badan usaha berbentuk koperasi yang berafiliasi di dalam lingkungan organisasi tertentu (nasabah kolektif). Total mudharib BMI Cabang Bogor yang berdomisili di Kota dan Kabupaten Bogor berjumlah 23 responden. Sebanyak 12 responden dijadikan sampel dalam penelitian ini. Responden kru BMI yang berasal dari Divisi Marketing BMI Cabang Bogor berjumlah lima orang kru dari totalnya sebanyak delapan orang. Responden dari Divisi Legal & Support Pembiayaan BMI Cabang Bogor berjumlah dua orang kru (sama dengan populasinya). Responden dari Divisi FSG terdiri dari tiga orang kru dari seluruh kru yang berjumlah empat orang. Responden dari Divisi Treasury adalah seorang kru yang menjabat sebagai team leader dari seluruh aktivitas Divisi Treasury (Tabel 7). Tabel 7. Jumlah Responden dalam Penelitian
No. 1 2 3 4 5 Responden Mudharib BMI Cabang Bogor yang berdomisili di Kota dan Kabupaten Bogor Kru Marketing BMI Cabang Bogor Kru Legal & Support Pembiayaan Kru Divisi FSG BMI Pusat Tim Leader Divisi Treasury BMI Pusat JUMLAH Jumlah Populasi 23 8 2 4 1 38 Jumlah Sampel 12 5 2 3 1 23

3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data


Tahapan pengolahan dan analisis data terdiri dari empat tahap berikut ini: 1). Editing Kegiatan penulisan kembali data yang diperoleh serta informasinya. Tujuannya untuk mengevaluasi data dan informasi yang ada serta untuk menghindari dan mengurangi kesalahan yang mungkin terdapat dalam pengumpulan data.

37

2). Tabulasi Kegiatan merumuskan data ke dalam bentuk tabel. Tujuannya adalah menghindari kesimpangsiuran dan memudahkan dalam proses kalkulasi data. 3). Kalkulasi Kegiatan menghitung reliabilitas dan validitas instrumen penelitian (Cronbachs Alpha dan Product Moment Pearson), menghitung data hasil penelitian dengan menggunakan model penilaian (Pairwise Comparison) dan model perhitungan (Metode Bayes), serta menguji hasil perhitungan dengan pendekatan statistik non-parametrik (Uji Mann-Whitney). Tujuannya adalah menghasilkan nilai akhir yang dapat digunakan sebagai dasar interpretasi. 4). Interpretasi Kegiatan yang bertujuan untuk mencari arti yang lebih luas dari hasil penelitian berdasarkan analisis yang telah dilakukan.

3.5.1. Uji Reliabilitas Kuesioner


Pengujian reliabilitas kuesioner dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Cronbachs Alpha. Metode ini menunjukkan seberapa tinggi korelasi butir-butir dalam kuesioner. Perhitungan Cronbachs Alpha biasanya dikerjakan dengan bantuan

statistical package yang sudah dirancang khusus untuk menghitung


reliabilitas (Supranto, 2001). Pada umumnya, rumus untuk metode ini adalah:
2 k si 1 (7) (k 1) st2

ri =
Dimana: k

= mean kuadrat antara subyek


2 i

s
st2

= mean kuadrat kesalahan = varians total

Rumus untuk varians total dan varians item adalah :

38

2 t

x = n

2 t

( x)
i

n2

(8)

si2 =
Dimana:

Jki Jks 2 n n

.(9)

Jki = jumlah kuadrat seluruh skor item Jks = jumlah kuadrat subyek Menurut George (2003) nilai alpha yang dihasilkan dari pengujian reliabilitas suatu instrumen penelitian dapat dibagi berdasarkan beberapa klasifikasi (Tabel 8). Tabel 8. Klasifikasi Nilai Alpha Klasifikasi Nilai Kesimpulan Alpha > 0,9 Sempurna (excellent) > 0,8 Baik (good) > 0,7 Dapat diterima (acceptable) > 0,6 Diragukan (questionable) > 0,5 Lemah (poor) < 0,5 Tidak dapat diterima (unacceptable)
Sumber: George, 2003

3.5.2. Uji Validitas Kuesioner

Validitas dari kuesioner dalam peneletian ini diuji dengan menggunakan teknik Korelasi Product Moment Pearson yang dihitung dengan menggunakan program Microsoft Excel 2003. Rumus umum dari teknik ini adalah sebagai berikut:
rxy = Dimana: rxy = korelasi antara variabel x dengan y x y = ( xi x)
_ _

xy ( x y
2

.......................................................(10) )

= ( yi

y)

atau dengan rumus berikut :

39

rxy =

{n x

n xi yi ( xi )( yi )
2 i

( xi ) 2 n yi2 ( yi ) 2

}{

.........(11)

Dengan: Ho = instrumen dinyatakan tidak valid H1 = instrumen dinyatakan valid Setelah rxy didapatkan, langkah selanjutnya yaitu membandingkannya dengan rtabel dengan taraf kesalahan () tertentu. Jika rhitung lebih besar dari harga rtabel, maka Ho ditolak dan terima H 1.
3.5.3. Pembobotan Kriteria dan Atribut

Metode Pairwise Comparison digunakan untuk memberikan penilaian berupa bobot pada setiap kriteria dan atribut penetapan nisbah bagi hasil. Langkah pertama dari metode ini adalah pemberian score (angka komparasi) pada setiap elemen (kriteria atau atribut) dengan menggunakan skala Saaty sebagai acuannya. Selanjutnya yaitu perhitungan bobot dari masing-masing elemen dengan menghitung Vektor Eigen (VE) dan Vektor Prioritas (VP) dari setiap score yang dimiliki dengan mempertimbangkan konsistensi score antar elemen. Kemudian score setiap elemen yang memiliki nilai Consistency Ratio (CR) > 10 persen akan direvisi dengan menggunakan metode Mean Absolute Deviation (MAD). Langkah terakhir yaitu penggabungan pendapat dari berbagai responden dengan menggunakan metode rata-rata geometrik yang terlebih dahulu dihitung konsistensi score pada setiap elemen dari setiap responden.
3.5.4. Perhitungan Nilai Keputusan

Metode Bayes digunakan untuk menentukan nilai keputusan masing-masing responden terhadap kriteria beserta atribut penetapan nisbah bagi hasil berdasarkan bobot yang dimilikinya. Nilai keputusan dari masing-masing responden diperoleh dengan cara mengalikan bobot setiap atribut setelah dikalikan bobot kriteria (Bj)

40

dengan preferensi responden terhadap masing-masing atribut tersebut (Vi). Adapun angka nilai keputusan yang dihasilkan akan berkisar antara 1 sampai dengan 5.
3.5.5. Uji Mann-Whitney

Pengujian Mann-Whitney dilakukan dalam situasi di mana kita ingin menguji hipotesis nol yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang sesungguhnya antara kedua kelompok data yang diambil dari dua sampel yang tidak saling terkait (Supranto, 2001). Pengujian ini digunakan untuk menguji rata-rata dari dua sampel yang berukuran tidak sama (Hasan, 2003). Pengujian ini sering juga disebut sebagai Pengujian U karena kasus dihitung dengan angka statistik yang disebut U. Prosedur pengujian ini terdiri dari: 1). Penentuan Formulasi Hipotesis H0 = Tidak terdapat perbedaan pertimbangan yang signifikan antara mudharib dengan bank dalam menentukan besaran nisbah bagi hasil produk pembiayaan mudharabah. H1 = Terdapat perbedaan pertimbangan yang signifikan antara mudharib dengan bank dalam menentukan besaran nisbah bagi hasil produk pembiayaan mudharabah. 2). Penentuan Taraf Nyata ( ) Taraf nyata menyatakan probabilitas maksimum di mana kita bersedia untuk menanggung risiko kesalahan jenis I, yaitu penolakan hipotesis padahal seharusnya menerima hipotesis tersebut. Taraf nyata sebesar 0,05 berarti kesempatan kita menolak hipotesis yang padahal seharusnya diterima adalah 5 banding 100. Dengan kata lain, kita yakin 95 persen bahwa kita membuat keputusan yang benar (Spiegel, 1988) 3). Penentuan Arah Pengujian Arah pengujian bisa berupa pengujian satu arah (one-tiled analysis) atau dua arah (two-tiled analysis).

41

4). Penyusunan Peringkat Data Penyusunan peringkat data ini dilakukan tanpa memperhatikan kategori sampel, semua data diperingkatkan walaupun terdiri dari kategori yang berbeda. 5). Penjumlahan Peringkat Penjumlahan peringkat ini dilakukan berdasarkan kategori sampel. 6). Perhitungan Statistik U Perhitungan statistik U dilakukan dengan rumus berikut:

U = n1n 2 + U = n1n 2 +

n1(n1 + 1) R1 .................................................. (12) 2 n 2(n 2 + 1) R 2 .................................................. (13) 2

Uterkecil = n1 . n2 Uterbesar ................................................. (14) Di mana: n1 n2 R1 R2 = jumlah responden pada kategori 1 = jumlah responden pada kategori 2 = jumlah peringkat pada kategori 1 = jumlah peringkat pada kategori 2

7). Penentuan Nilai Statistik U Kedua rumus tersebut kemungkinan besar akan menghasilkan dua nilai yang berbeda. Nilai yang dipilih untuk U dalam pengujian hipotesis ini adalah nilai yang terkecil dari kedua nilai tersebut. 8). Penentuan Nulai Kritis U pada Tabel (U (n1)(n2)) Penentuan nilai kritis dilakukan dengan menggunakan Tabel Distribusi U yang didasarkan pada nilai n1, n2, , dan arah pengujian. 9). Penarikan Kesimpulan Statistik Penarikan kesimpulan dilakukan dengan membandingkan nilai statistik U dengan nilai kritis U pada tabel (U (n1)(n2)). Aturan

42

pengambilan keputusannya adalah terima H0 jika U U (n1)(n2) atau tolak H0 jika U < U (n1)(n2).
3.6. Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian ini dapat digambarkan dalam suatu bagan seperti terlihat dalam Gambar 7 berikut ini :

Mulai

Penentuan Topik Penelitian Studi Pustaka

Penentuan Teknik Pengumpulan Data Penyebaran dan Pengujian Kuesioner

Penentuan Cara Pengolahan dan Analisis Data Tabulasi data

Tidak

Shahih? Ya

Pengumpulan Data: 1. Kriteria penetapan nisbah bagi hasil mudharabah di BMI 2. Preferensi bank & mudharib terhadap kriteria penetapan nisbah bagi hasil tersebut.

Perhitungan: 1. Bobot untuk kriteria dan atribut penetapan nisbah bagi hasil 2. Nilai Keputusan masingmasing responden 3. Uji signifikansi perbedaan antara dua pertimbagan

Tidak

Akurat?

Ya Tidak Cukup? Ya Interpretasi Kesimpulan dan saran Selesai

Gambar 7. Diagram Alir Tahap Penelitian

IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

4.1. PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk (BMI) 4.1.1. Sejarah Singkat

Berkembangnya bank-bank syariah di negara-negara Islam memiliki pengaruh yang kuat kepada masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai perbankan syariah sebagai pilar ekonomi Islam mulai dilakukan. Para tokoh yang terlibat dalam kajian tersebut adalah Karnaen A. Perwataatmadja, M. Dawam Rahardjo, A.M. Saefuddin, M. Amin Azies, dan lain-lain. Beberapa uji coba pada skala yang relatif terbatas telah diwujudkan. Di antaranya adalah Baitut TamwilSalman, Bandung yang sempat tumbuh mengesankan. Dan juga lembaga yang serupa dalam bentuk koperasi, yaitu Koperasi Ridho Gusti, Jakarta. Prakarsa yang lebih khusus untuk mendirikan bank Islam di Indonesia baru dilaksanakan pada tahun 1990. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan kegiatan loka karya Bunga Bank dan Perbankan yang diselenggarakan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat pada tanggal 18 20 Agustus 1990. Kemudian, hasil loka karya tersebut dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional (Munas) IV MUI pada tanggal 22 25 Agustus 1990 di Hotel Sahid Jaya Jakarta. Berdasarkan amanat Munas tersebut, dibentuklah kelompok kerja untuk mendirikan bank Islam di Indonesia yang disebut Tim Perbankan MUI. Tim inilah yang merintis pendirian bank Islam pertama di Indonesia, yaitu Bank Muamalat Indonesia. BMI didirikan pada tanggal 24 Rabiul Awal 1412 H atau tanggal 1 November 1991 berdasarkan akta pendirian No.1 di hadapan notaris Yudo Paripurno, S.H. di Jakarta. Akte tersebut telah mendapatkan pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No.C2-2413.HT.01.01 tahun 1992 tanggal 21 Maret 1992, telah didaftarkan di Pengadilan Negeri

44

Jakarta Pusat pada tanggal 30 Maret 1992, dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No.34 tanggal 28 April 1992. BMI memulai kegiatan operasionalnya pada tanggal 27 Syawal 1412 H atau tanggal 1 Mei 1992 dengan total komitmen modal disetor awal sebesar Rp 106.126.382.000,00 dan modal dasar BMI sebesar Rp 500 milyar. Pemegang saham pada saat itu terdiri dari 180 perorangan, 31 yayasan, 19 perusahaan, lima organisasi sosial, dan dua koperasi. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.430/KMK.017/1995 tanggal 24 April 1992, BMI beroperasi sebagai Bank Umum. Pada tahun 1993, BMI melakukan penawaran umum saham dan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta (BEJ) sehingga berubah menjadi perusahaan publik dengan nama PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. BMI mulai beroperasi secara resmi sebagai Bank Devisa pada tanggal 27 Oktober 1994 berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 27/76/KEP/DIR. BMI memperoleh status sebagai Bank Persepsi yang mengizinkan perseroan untuk menerima setoran pajak berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No.S106/MK.03/1995 tertanggal 7 Maret 1995. BMI dinyatakan sebagai bank yang beroperasi dengan sistem bagi hasil pada tanggal 30 Maret 1995 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 131/KMK.017/1995. BMI telah mencapai laba sebesar Rp 95,05 Miliar pada periode Juni 2006 dengan aset mencapai Rp 7,64 Triliun (unaudited). Dari segi kualitas pembiayaan, tingkat Non-Performing Financing (NPF) relatif kecil yaitu 1,63 persen (net) dengan Capital Adequacy Ratio (CAR) sebesar 15,25 persen. Dari segi rentabilitas, Return On Asset (ROA) 2,60 persen, Return On Equity (ROE) 21,29 persen, dan Biaya Operasi Pendapatan Operasi (BOPO) 81,37 persen. Adapun Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun adalah Rp 5,83

45

Triliun dan pembiayaan disalurkan mencapai Rp 6,2 Triliun dan Financing to Deposit Ratio (FDR) mencapai 89,08 persen. BMI meraih Indonesian Best Brand Award 2006 untuk kategori Bank Syariah pada tanggal 27 Juli 2006. Di tahun yang sama pula, BMI memperoleh InfoBank Golden Thropy 2006,
Bisnis Indonesia Award 2006 dengan kategori Bank Nasional

Terbaik 2006 Top Five, serta Manggala Bhakti Husada Arutala


2006 dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia sebagai

institusi yang telah berperan aktif dan berkontribusi secara nyata dalam penanggulangan masalah tembakau di Indonesia. BMI juga meraih beberapa penghargaan di tahun-tahun sebelumnya. BMI meraih Islamic Finance News Awards 2005 dari International Islamic Finance News dengan predikat Best Islamic Bank in Indonesia, Internasional Islamic Bank Award (IIBA)
2005 dengan predikat The Most Efficient, Superbrands 2004 & 2005, KLIFF Award (2004) sebagai The Most Outstanding Performance, Innovation Award 2005 dengan predikat Customer Mode of Entry

dari Majalah SWA bekerjasama dengan MARS, BPPT dan Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia, Indonesian
Best Brand 2005 Top Five dari Majalah SWA bekerjasama

dengan MARS, Bank Pelopor KPR Syariah Di Indonesia dari majalah Property & Bank yang, serta Top of Mind (TOM) dari Karim Business Consulting (KBC). Jumlah jaringan BMI sampai bulan Agustus 2006 mencapai 198 outlet yang tersebar di 31 propinsi meliputi 46 Cabang, 9 Cabang Pebantu (Capem), 11 Unit Pelayanan Syariah (UPS), 86 Kantor Kas, dan 46 GERAI. Disamping itu BMI telah menjalin kerjasama dengan PT. Pos Indonesia dengan menghadirkan 1.200 titik layanan Sistem Online Payment Point (SOPP) Kantor Pos di seluruh Nusantara.
4.1.2. Visi, Misi, dan Strategi

Visi BMI adalah menjadi bank syariah utama di Indonesia, dominan di pasar spiritual, dikagumi di pasar rasional. Misi BMI

46

adalah menjadi role model Lembaga Keuangan Syariah dunia dengan penekanan pada semangat kewirausahaan, keunggulan manajemen, dan orientasi investasi yang inovatif untuk memaksimumkan nilai bagi stakeholder. Strategi usaha yang diterapkan BMI adalah: 1). Menaikkan pendapatan melalui ekspansi pembiayaan secara selektif dan prudent (hati-hati) dengan penekanan pada usaha kecil dengan memanfaatkan jaringan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) tanpa mengabaikan pembiayaan kepada usaha menengah dan besar dengan penekanan pada perusahaan-perusahaan yang mendukung pengembangan usaha kecil. 2). Meningkatkan mutu pelayanan dan pengembangan produk andalan. 3). Meningkatkan profesionalitas Sumber Daya Insani (SDI). 4). Menaikkan jumlah kantor pelayanan baru pada daerah-daerah strategis. 5). Mengembangkan teknologi informasi dan teknologi pelayanan. 6). Meningkatkan intensitas pengawasan dan menumbuhkan budaya patuh pada peraturan.
4.1.3. Produk dan Jasa

Produk

BMI

terdiri

dari

produk

penghimpunan

dana,

penanaman dana, produk jasa, dan jasa layanan. Masing-masing produk untuk setiap kategorinya dapat dilihat pada Lampiran 8.
4.1.4. Prosedur Pemberian Pembiayaan Mudharabah

Prosedur pemberian pembiayaan mudharabah di BMI secara umum terdiri dari lima tahap, yaitu: (1) Tahap Aplikasi, (2) Tahap Evaluasi, (3) Tahap Realisasi, (4) Tahap Monitoring, dan (5) Tahap Penutupan. 1). Tahap Aplikasi Pengajuan proposal oleh calon mudharib yang dilengkapi dengan surat permohonan mendapatkan pembiayaan, surat-surat legalitas

47

usaha, laporan keuangan dua tahun terakhir, proyeksi cash flow selama masa pembiayaan, dan data jaminan. 2). Tahap Evaluasi Analisis potensi bisnis mudharib dari aspek keuangan (neraca, rasio-rasio keuangan, cash flow, dll), industri (kekuatan persaingan, lokasi, kapasitas produksi, target pasar, dll), yuridis (validitas dokumen dan data), dan karakter jaminan (kecepatan transaksi dari jaminan, likuiditas jaminan, kekuatan hukum, dll). 3). Tahap Realisasi Penandatanganan kontrak atau akad dan surat notaris kemudian dilanjutkan dengan pencairan dana. 4). Tahap Pembinaan (Monitoring) Bertujuan untuk mengetahui kebenaran penggunaan dana, mengikuti perkembangan usaha, dan memberikan petunjuk untuk kemajuan usaha. 5). Tahap Penutupan Pelunasan dana pembiayaan dan perhitungan bagi hasil.
4.1.5. Prosedur Penanganan Pembiayaan Mudharabah

BMI membentuk sebuah komite pembiayaan yang disebut dengan Asset and Liabilities Committee (ALCO) dalam menangani pembiayaan mudharabah. Komite ini bertugas dan bertanggung jawab untuk menyetujui pemberian, penambahan, dan perpanjangan masa pembiayaan. Komite ini diketuai oleh Direktur Utama (Dirut) dan beranggotakan beberapa direktur dan asisten direktur dari divisi terakit, antara lain Divisi Financing and Sattllement Group (FSG), Divisi Business Development Group (BDG), dan Divisi Treasury. Kewenangan yang dilimpahkan kepada direksi oleh komisaris dilimpahkan kembali kepada para anggota komite pembiayaan sesuai dengan kemampuan masing-masing anggota. Berdasarkan tingkatannya, komite pembiayaan terbagi menjadi: a. Kantor cabang di bawah penanganan Pimpinan Cabang memiliki limit plafon pembiayaan sebesar Rp 350 Juta Rp 400 Juta.

48

b. Kantor pusat di bawah penanganan Kepala Urusan memiliki limit plafon pembiayaan sebesar Rp 500 Juta. c. Komisaris di bawah penanganan Direksi memiliki limit plafon pembiayaan sebesar Rp 1 Milyar.
4.1.6. Perhitungan Distribusi Bagi Hasil Pembiayaan Mudharabah

Secara umum, dalam mendistribusikan bagi hasil kepada mudharib, BMI terlebih dahulu membuat proyeksi pendapatan, aktualisasi pendapatan, pokok pembayaran, marjin keuntungan, dan nisbah bagi hasil. Tabel perhitungan distribusi bagi hasil pembiayaan mudharabah menurut Djabir (2000) dapat dilihat pada Lampiran 10.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Kriteria Penetapan Nisbah Bagi Hasil BMI

Nisbah bagi hasil merupakan porsi atau bagian yang menjadi hak mudharib dan bank pada proses distribusi bagi hasil yang penetapannya disepakati pada awal kontrak. Pihak yang memiliki modal (shahibul mal) biasanya memiliki persentase bagi hasil yang lebih besar dibandingkan dengan pihak yang mengelola modal (mudharib). Alasannya, pihak pemilik modal adalah pihak yang menanggung secara penuh jika terjadi kerugian usaha yang dijalankan oleh mudharib. Akan tetapi, penentuan presentase berdasarkan bilangan tertentu bukanlah suatu keharusan karena pada prinsipnya besaran nisbah bagi hasil ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak pada awal kontrak. Namun demikian, tindakan berupa penentuan bilangan persentase nisbah di awal kontrak lebih baik dilakukan guna menghindari kesalah-pahaman. Berdasarkan metode penetapan nisbah bagi hasil pembiayaan mudharabah yang dinyatakan oleh Karim (2004), metode yang digunakan BMI Cabang Bogor dalam menetapkan nisbah bagi hasil pembiayaan mudharabah adalah metode penetapan nisbah bagi hasil berdasarkan keuntungan (profit sharing) dan pendapatan (revenue sharing). Penggunaan salah satu metode tersebut ditentukan berdasarkan tingkat risiko usaha yang akan dibiayai. Jika risiko usaha besar, maka nisbah bagi hasil ditetapkan berdasarkan perhitungan keuntungan. Sebaliknya, jika risiko usaha kecil, maka nisbah ditetapkan berdasarkan perhitungan pendapatan. Penetapan metode profit sharing pada usaha yang bersiko tinggi merupakan salah satu sifat bank syariah yang menjunjung tinggi nilai keadilan dalam memberikan pembiayaan kepada mudharib. Dengan metode profit sharing, biaya-biaya yang terjadi selama usaha berjalan ditanggung oleh pihak bank. Sehingga, hal ini tidak memberatkan mudharib dalam mengembalikan dana pembiayaan kepada bank. Konsekuensinya, bank

50

syariah berani menetapkan persentase nisbah bagi hasil untuknya yang relatif kecil dibandingkan dengan persentase nisbah untuk mudharib. Adapun dalam menetapkan metode revenue sharing pada usaha yang berisiko rendah, bank lebih mengedepankan sifat prudent (hati-hati) dalam menyalurkan pembiayaan mudharabah. Metode ini ditetapkan oleh bank untuk menghindari biaya-biaya tidak terduga (non-controllable cost) yang tidak dilaporkan mudharib secara transaparan. Dengan demikian, biayabiaya tidak terduga atau seluruh biaya yang terjadi selama usaha berjalan tersebut ditanggung oleh mudharib. Konsekuensinya, bank syariah bisa menetapkan persentase nisbah bagi hasil untuknya yang lebih besar daripada untuk mudharib. Sebagian besar (99%) pembiayaan mudharabah di BMI Cabang Bogor sampai bulan September 2006 disalurkan kepada usaha kecil berupa koperasi pada suatu lingkungan organisasi tertentu (perusahaan, instansi, atau lembaga). Hanya sebesar satu persen pembiayaan mudharabah disalurkan kepada usaha skala mengengah. Usaha koperasi dalam kasus ini memiliki risiko bisnis yang relatif kecil karena sebagian besar koperasi memiliki pemasukan yang tetap dari anggota yang juga merupakan pegawai atau karyawan dalam organisasi tersebut. Pemasukan tetap yang dimaksud berasal dari gaji anggota koperasi yang memiliki kewajiban kepada koperasi berupa pinjaman atau kewajiban lainnya. Sehingga, 99 persen metode yang digunakan BMI Cabang Bogor dalam menetapkan nisbah bagi hasil adalah metode revenue sharing. Kesepakatan dalam menetapkan nisbah bagi hasil terjadi setelah proses tawar-menawar atau negosiasi dilakukan olah kedua pihak. Pada BMI Cabang Bogor, proses tawar menawar dalam menetapkan nisbah bagi hasil selalu dilakukan sebelum kedua pihak melakukan pengikatan (akad atau kontrak) suatu pembiayaan. Besarnya nisbah bagi hasil yang ditawarkan bank ditentukan berdasarkan metode penetapan nisbah bagi hasil yang disesuaikan dengan kondisi usaha mudharib. Sedangkan nisbah bagi hasil mudharib ditentukan berdasarkan pertimbangan tertentu yang dimilikinya.

51

Penetapan persentase nisbah bagi hasil produk pembiayaan mudharabah pada umumnya dilakukan dengan memperhitungkan dua faktor, yaitu referensi marjin keuntungan yang ditetapkan oleh Tim Asset and Liabilities Committe (ALCO) dan perkiraan tingkat keuntungan usaha mudharib yang dibiayai bank syariah tersebut (Tabel 9). Tabel 9. Komponen Kriteria Penetapan Nisbah Bagi Hasil Pembiayaan Mudharabah Perkiraan Keuntungan Usaha Referensi Marjin Keuntungan Mudharib 1. Direct Competitors Market Rate 1. Perkiraan penjualan usaha 2. Perkiraan lama Cash to Cash 2. Indirect Competitors Market Rate Cycle 3. Expected Competitive Return for 3. Perkiraan biaya langsung 4. Perkiraan biaya tidak langsung Investors 5. Perkiraan Delayed Factor 4. Acquiring Cost 5. Overhead Cost
Sumber: Karim, 2004

Kriteria-kriteria tersebut dikelompokkan kembali menjadi lima kriteria dengan atributnya masing-masing berdasarkan pertimbangan peneliti dengan tujuan agar mudah untuk dilakukan analisis. Lima kriteria tersebut adalah sebagai berikut: 1). Tingkat Marjin Bagi Hasil Bank Syariah (TBBS) Kriteria ini merupakan representasi dari kriteria Direct Competitors Market Rate. Atribut yang dimiliki oleh kriteria ini antara lain: a. Tingkat marjin bagi hasil rata-rata perbankan syariah (BRPS) b. Tingkat marjin bagi hasil rata-rata beberapa bank syariah (BRBS) c. Tingkat marjin bagi hasil bank syariah tertentu (BBST) 2). Tingkat Suku Bunga Bank Konvensional (TBBK) Kriteria ini merupakan representasi dari kriteria Indirect Competitors Market Rate. Atribut yang dimiliki oleh kriteria ini antara lain: a. Tingkat suku bunga rata-rata perbankan konvensional (SRPK) b. Tingkat suku bunga rata-rata beberapa bank konvensional (SRBK) c. Tingkat suku bunga bank konvensional tertentu (SBKT)

52

3). Perkiraan Marjin Keuntungan Usaha Mudharib (PMKU) Kriteria ini merupakan representasi dari kriteria Perkiraan Penjualan, Perkiraan Biaya Langsung, dan Perkiraan Biaya Tidak Langsung Usaha Mudharib. Atribut yang juga merupakan unsur pembentuk marjin keuntungan ini antara lain terdiri dari: a. Perkiraan volume penjualan usaha (TVP) b. Perkiraan fluktuasi harga produk (TFH) c. Perkiraan laba bersih usaha (TLB) d. Perkiraan harga pokok penjualan (THPP) 4). Jangka Waktu Pembiayaan (JWP) Kriteria ini merupakan representasi dari kriteria Perkiraan Lama Cash to Cash Cycle dan Perkiraan Delayed Factor. Atribut yang dimiliki oleh kriteria ini antara lain: a. Perkiraan lama proses produksi barang atau jasa (TLPB) b. Perkiraan lama persediaan barang (TLSB) c. Perkiraan lama piutang dagang (TLP) d. Perkiraan Delayed Factor 5). Bagi Hasil yang Diharapkan Investor/Deposan (BHI) Kriteria ini merepresentasikan kriteria Expected Competitive Return for Investors, Acquiring Cost, dan Overhead Cost bagi bank syariah. Atribut dari kriteria ini antara lain: a. Nisbah bagi hasil untuk nasabah investor/deposan (PBHI) b. Biaya langsung untuk mendapatkan dana pihak ketiga (BLD) c. Biaya tidak langsung untuk mendapatkan dana pihak ketiga (BTLD)
5.2. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner

Uji reliabilitas kuesioner dilakukan terhadap tiga responden pertama mudharib dan tiga responden pertama kru BMI Cabang Bogor. Berdasarkan perhitungan metode Cronbachs Alpha yang dihitung dengan menggunakan software SPSS versi 11.5 diperoleh alpha () sebesar 0,8998 dengan tingkat kepercayaan 95 persen (taraf signifikansi sebesar 5 persen). Menurut George (2003), nilai > 0,8 termasuk ke dalam kriteria Good (baik).

53

Dengan demikian, kuesioner penelitian ini termasuk reliable (handal) dan variabel-variabelnya konsisten. Artinya, kriteria yang dirumuskan peneliti dapat dijadikan variabel analisis dalam penelitian sejenis lainnya. Hasil uji reliabilitas tersebut dapat dilihat pada Lampiran 4.

5.3. Hasil Uji Validitas Kuesioner

Uji Validitas dilakukan terhadap tiga responden pertama mudharib dan tiga responden pertama kru BMI Cabang Bogor. Dengan nilai n = 22, dk = 20, = 0,05, serta pengujian two-tiled, maka diperoleh rtabel sebesar 0,360. Berdasarkan metode Korelasi Product Moment Pearson yang dibantu dengan program Microsoft Excel 2003 diperoleh hasil bahwa terdapat tiga butir pertanyaan yang tidak valid (Tabel 10). Tabel 10. Hasil Uji Validitas Kuesioner
Pertanyaan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Koefisien (r) 0,754 0,373 0,878 0,877 0,771 0,849 0,849 0,580 0,151 0,074 0,087 Kesimpulan Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Tidak Valid Tidak Valid Pertanyaan No. 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Koefisien (r) 0,754 0,754 0,785 0,915 0,718 0,718 0,484 0,600 0,583 0,600 0,583 Kesimpulan Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid

Selain menguji validitas seluruh butir pertanyaan, dilakukan pula uji validitas parsial terhadap butir-butir pertanyaan yang dikelompokkan karena memiliki tujuan yang sama. Sebagai contoh, pertanyaan nomor 1 sampai 5 bertujuan untuk menjawab preferensi responden terhadap kriteria penetapan nisbah, nomor 6 sampai 8 untuk menjawab preferensi responden terhadap atribut TBBS, dan seterusnya. Berdasarkan uji validitas parsial diperoleh hasil bahwa seluruh butir pertanyaan yang ada dalam masing-masing

54

kelompok valid (Lampiran 5). Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa kuesioner ini valid secara parsial.

5.4. Hasil Pembobotan Kriteria dan Atribut

Pembobotan terhadap kriteria dan atribut yang dimiliki responden mudharib dan kru BMI Cabang Bogor diperlukan dalam mengidentifikasi pertimbangan yang digunakannya dalam menetapkan besarnya nisbah bagi hasil. Pembobotan merupakan salah satu tahap untuk menghitung nilai keputusan responden yang menjadi representasi dari pertimbangan yang dimilikinya. Pembobotan pun bertujuan untuk mengidentifikasi urutan prioritas kriteria dan atribut yang dimiliki responden. Urutan prioritas kriteria dan atribut dapat digunakan untuk mengidentifikasi alur kepentingan responden dalam menetapkan nisbah bagi hasil.
5.4.1. Mudharib BMI Cabang Bogor

Sebanyak 99 persen mudharib di BMI Cabang Bogor sampai bulan September 2006 merupakan pengurus koperasi (usaha kecil). Hanya sebanyak satu persen mudharib yang berada dalam usaha dengan skala menengah. Jenis pembiayaan yang disalurkan kepada seluruh mudharib pada BMI Cabang Bogor adalah pembiayaan mudharabah modal kerja. Seluruh mudharib yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah mudharib yang bekerja sebagai pengurus koperasi. Koperasi yang dikelola responden mudharib berada dalam lingkungan suatu organisasi tempatnya bekerja. Dengan kata lain, koperasi ini dibentuk oleh golongan fungsional (pegawai negeri, anggota ABRI, karyawan, atau yang lainnya) dari organisasi tersebut. Menurut Susanto dan Firdaus (2004), berdasarkan golongan fungsionalnya, koperasi antara lain terdiri dari Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI), Koperasi Karyawan (Kopkar), Koperasi Angkatan Darat (Kopad), Koperasi Angkatan Udara (Kopau), Koperasi Angkatan Laut (Kopal), Koperasi Angkatan Kepolisian

55

(Koppol), Koperasi Pensiunan (Koppen), Koperasi Sekolah, dan lain-lain. Organisasi tempat responden mudharib bekerja terdiri dari organisasi profit (badan usaha) dan organisasi non-profit (lembaga). Organisasi profit tersebut terdiri dari Perusahaan Daerah, BUMN, dan Perseroan Terbatas (PT). Sedangkan organisasi non-profit terdiri dari lembaga penelitian dan sekolah tinggi. Sehingga, jenis koperasi yang berada pada organisasi tersebut antara lain Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) dan Koperasi Karyawan (Kopkar). Jenis usaha koperasi yang dijalankan seluruh responden mudharib adalah kombinasi dari kegiatan usaha koperasi konsumsi dan koperasi simpan pinjam (kredit). Koperasi konsumsi yaitu koperasi yang anggotanya terdiri dari setiap orang yang mempunyai kepentingan langsung dalam bidang konsumsi. Koperasi simpan pinjam adalah koperasi yang anggotanya memiliki kepentingan langsung di bidang perkreditan (Susanto dan Firdaus, 2004). Pertimbangan yang dimiliki oleh responden mudharib sebagai pengurus koperasi pada dasarnya tidak mutlak berasal dari preferensi yang dimilikinya secara pribadi melainkan dipengaruhi secara langsung ataupun tidak langsung oleh anggota atau pengurus koperasi lainnya. Oleh karena itu, keputusan yang diambil mudharib dalam menetapkan besarnya nisbah bagi hasil pun merupakan representasi dari preferensi anggota koperasi, pengurus koperasi, atau karyawan lainnya. Responden mudharib dikelompokkan menjadi dua kelompok berdasarkan jenis kepemilikan organisasi tempat responden bekerja (organisasi induk), yaitu organisasi pemerintah dan organisasi swasta. Organisasi pemerintah dalam penelitian ini terdiri dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Perusahaan Daerah, dan Lembaga Pemerintah. Adapun organisasi swasta dalam penelitian ini terdiri dari Perseroan Terbatas dan Sekolah Tinggi.

56

Pembagian kelompok mudharib bedasarkan jenis kepemilikan organisasi induk tersebut didasari oleh suatu presumption bahwa terdapat perbedaan karakteristik antara kedua jenis organisasi tersebut mengenai tujuan utama yang hendak dicapai. Organisasi pemerintah dicirikan oleh tujuan utamanya untuk memenuhi hajat hidup orang banyak, sementara organisasi swasta dicirikan oleh tujuan utamanya untuk memaksimalkan kepentingan organisasi secara individu. Tujuan utama organisasi secara langsung ataupun tidak langsung akan mempengaruhi budaya organisasi yang berlaku di dalamnya. Sehingga, walaupun karakteristik koperasi berbeda dengan organisasi induk, tetapi budaya organisasi yang dimiliki organisasi induk dapat mempengaruhi karakter mudharib sebagai pengurus koperasi. Tidak semua responden mudharib memberikan bobot pada kriteria dan atribut yang ditetapkan peneliti. Responden mudharib yang tidak memberikan bobot pada kriteria dan atribut menganggap bahwa setiap kriteria dan atribut tersebut memiliki bobot yang sama (tidak memiliki prioritas) atau tidak termasuk ke dalam pertimbangan mereka dalam menetapkan nisbah bagi hasil. Jumlah responden mudharib yang memberikan bobot pada kriteria dan atribut penetapan nisbah bagi hasil dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Penyebaran Responden Mudharib yang Telah Memberikan Bobot pada Kriteria dan Atribut
Kriteria & Atribut Kriteria Atribut pada kriteria TBBS Atribut pada kriteria TBBK Atribut pada kriteria PMKU Atribut pada kriteria JWP Atribut pada kriteria BHI Jumlah Mudharib 11 8 9 7 6 8

57

1). Mudharib pada Organisasi Pemerintah

Mudharib yang berada dalam kelompok ini berjumlah lima orang responden yang terdiri dari seorang responden yang bekerja pada Perusahaan Daerah, dua orang responden pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan dua orang responden pada Lembaga Pemerintah. Karena seorang responden dalam Lembaga Pemerintah tidak melakukan pembobotan terhadap kriteria penetapan nisbah bagi hasil, maka urutan prioritas kriteria hanya ditetapkan oleh empat responden. Urutan prioritas kriteria ditentukan berdasarkan besarnya bobot yang dihasilkan dari perhitungan gabungan pendapat responden yang bersangkutan. Urutan prioritas kriteria penetapan nisbah bagi hasil pembiayaan mudharabah yang dimiliki mudharib pada organisasi pemerintah terdapat pada Tabel 12. Tabel 12. Bobot Kriteria Berdasarkan Gabungan Pendapat Mudharib Pada Organisasi Pemerintah
Kriteria Tingkat Marjin Bagi Hasil Perbankan Syariah (TBBS) Tingkat Suku Bunga Perbankan Konvensional (TBBK) Bagi Hasil untuk Investor/Deposan/Penabung (BHI) Perkiraan Marjin Keuntungan Usaha Mudharib (PMKU) Jangka Waktu Pembiayaan (JWP) Bobot Prioritas I 0,397 0,117 0,120 0,182 0.183 V IV III II

Mudharib pada organisasi pemerintah memiliki pertimbangan yang sangat kuat terhadap tingkat marjin bagi hasil dan sangat lemah terhadap tingkat dua hal: suku bunga. Keadaan ini mengindikasikan
Pertama,

mudharib

memiliki

keyakinan kuat terhadap perintah agama yang dianutnya untuk meninggalkan segala bentuk transaksi yang dilarang (haram). Salah satu hal yang dilarang tersebut adalah menggunakan suku bunga dalam suatu transaksi. Kedua, mudharib percaya bahwa BMI sudah menjalankan sistem bagi hasil yang sesuai dengan

58

syariat agama. Eksistensi mudharib yang sensitif terhadap masalah keagamaan sebagai nasabah BMI menjadi indikator sesuainya preferensi mudharib dengan bank dalam hal tersebut. Mudharib juga memiliki preferensi yang rendah terhadap bagi hasil untuk investor (penabung atau deposan) selain terhadap suku bunga. Keadaan ini mengindikasikan bahwa mudharib ingin memisahkan antara kepentingannya dengan bank dan kepentingan investor dengan bank. Hal ini diduga karena mudharib membutuhkan dana yang tersedia di bank tanpa memberikan perhatian yang besar terhadap besarnya imbalan yang akan diperoleh investor sebagai pemilik dana tersebut.
2). Mudharib Pada Organisasi Swasta

Mudharib yang berada dalam kelompok ini berjumlah tujuh responden yang terdiri dari empat orang responden pada sekolah tinggi dan tiga orang responden pada Perseroan Terbatas (PT). Urutan prioritas kriteria ditentukan berdasarkan besarnya bobot yang dihasilkan dari perhitungan gabungan pendapat respondenresponden yang bersangkutan. Urutan prioritas kriteria penetapan nisbah bagi hasil pembiayaan mudharabah yang dimiliki mudharib pada organisasi swasta terdapat pada Tabel 13. Tabel 13. Bobot Kriteria Berdasarkan Gabungan Pendapat Mudharib Pada Organisasi Swasta
Kriteria Tingkat Marjin Bagi Hasil Perbankan Syariah (TBBS) Tingkat Suku Bunga Perbankan Konvensional (TBBK) Bagi Hasil untuk Investor/Deposan/Penabung (BHI) Perkiraan Marjin Keuntungan Usaha Mudharib (PMKU) Jangka Waktu Pembiayaan (JWP) Bobot Prioritas II 0.22 0.21 0.08 0.35 0.13 III V I IV

Berbeda dengan mudharib pada organisasi pemerintah yang sangat memprioritaskan marjin bagi hasil untuk bank, mudharib

59

pada

organisasi

swasta

sangat

memprioritaskan

marjin

keuntungan usahanya. Keadaan ini diperkirakan merupakan indikator terhadap rasionalnya pemikiran mudharib dalam menentukan besarnya nisbah bagi hasil. Mudharib beranggapan bahwa hal ini fair baginya mengingat besar atau kecilnya bagi hasil yang akan diperolehnya bergantung pada keuntungan yang dihasilkan dari usahanya. Jika potensi marjin keuntungan usaha mudharib semakin besar, maka semakin besar pula bagi hasil yang akan mudharib dapatkan. Oleh karena itu, pertimbangan terhadap marjin keuntungan usaha menjadi prioritas pertama dalam menetapkan nisbah bagi hasil. Mudharib pada organisasi swasta memiliki pertimbangan yang sangat lemah terhadap imbalan yang akan diperoleh investor. Sama seperti mudharib pada organisasi pemerintah, alasan mudharib pada organisasi swasta melakukan transaksi pembiayaan di BMI adalah semata-mata karena membutuhkan dana yang tersedia pada bank tersebut. Oleh karena itu, mudharib memisahkan pihak yang antara persoalannya dana sebagai kepada pihak bank. yang Sebagai membutuhkan dana kepada bank dan persoalan investor sebagai memberikan konsekuensinya, pertimbangan terhadap imbalan untuk investor pun menjadi prioritas terakhir mudharib dalam menetapkan nisbah bagi hasil. Bagi hasil untuk investor yang semakin besar di lain pihak akan menyebabkan bertambahnya besarnya bagi hasil yang diharapkan bank dari kegiatan pembiayaan. Keadaan ini dapat membebani rasional, bagi hasil. mudharib dalam mengembalikan kriteria ini dana yang disalurkan bank untuk usahanya. Sehingga, jika mudharib bersifat maka seharusnya dapat menjadi pertimbangan yang lebih kuat dalam menetapkan besarnya nisbah

60

5.4.2. Kru BMI Cabang Bogor

BMI memiliki filosofi tersendiri mengenai Sumber Daya Insani (SDI) yang bekerja di dalamnya. Prinsip The Celestial Management diterapkan dengan menjadikan Muamalat Spirit sebagai pilar asasi peningkatan SDI. Prinsip tersebut menekankan pada suatu nilai yang berisi semangat spiritualitas yang tinggi dan berfungsi sebagai motor penggerak aktivitas SDI agar sesuai dengan corporate culture BMI (Amin, 2004). Berdasarkan nilai tersebut, seluruh karyawan BMI dari mulai direksi sampai dengan bagian operasional yang ada di pusat maupun daerah bangga disebut sebagai crew (untuk selanjutnya ditulis kru). Kru lebih mencerminkan kepada suatu tim yang bekerja sama dan bertanggung jawab terhadap kendaraan yang ditungganginya (para pemilik modal), penumpang yang dibawanya (para costumer), dan komunitas yang ada disekitarnya. Lebih dari itu, kru tidak merasa hidup sekedar sebagai pekerja atau buruh, melainkan para mujahid (pejuang) yang memiliki tujuan mendapatkan keridhoan Allah SWT (Amin, 2004). Pembobotan terhadap kriteria dan atribut yang dimiliki kru dilakukan berdasarkan tempat kru bertugas, yaitu kantor cabang (bank pelaksana) dan kantor pusat (bank penentu kebijakan). Pembagian kelompok berdasarkan kriteria tersebut didasari oleh presumption yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan alur pertimbangan antara kru yang ada di kantor cabang dengan kru yang ada di kantor pusat dalam menetapkan besarnya nisbah bagi hasil pembiayaan mudharabah. Pengelompokan ini dilakukan untuk mengidentifikasi perbedaan pertimbangan dari setiap kelompok kru dalam menetapkan besaran nisbah bagi hasil sehingga perbedaan tersebut dapat dianalasis lebih lanjut. Menurut Kru Marketing dan Legal & Support Pembiayaan di kantor cabang Bogor, prospek usaha mudharib merupakan prioritas utama dalam menetapkan nisbah bagi hasil. Selanjutnya adalah

61

kepentingan investor berupa bagi hasil yang diharapkannya, lalu kepentingan bank itu sendiri yang dicerminkan oleh jangka waktu pembiayaan, dan yang terakhir adalah kondisi pasar yang dicirikan dengan pertimbangan terhadap tingkat marjin bagi hasil dan tingkat suku bunga (Gambar 8).
TBBS & TBBK Bank JWP

BHI Investor

Mudharib PMKU

Pasar

Gambar 8. Alur Kepentingan Kru Marketing dan Legal & Pembiayaan di Cabang Bogor Berbeda dengan alur kepentingan yang dimiliki Kru Marketing dan Legal & Support Pembiayaan BMI di kantor Cabang Bogor, Kru Financing and Settlement (FSG) & Treasury BMI di kantor pusat lebih mementingkan kepentingan bank daripada kepentingan investor. Sedangkan untuk prospek usaha mudharib dan kondisi pasar, kedua kelompok mudharib memiliki preferensi yang sama terhadap keduanya (Gambar 9).
TBBS & TBBK Investor BHI

JWP Bank

Mudharib PMKU

Pasar

Gambar 9. Alur Kepentingan Kru Financing and Settlement (FSG) & Treasury di Kantor Pusat

62

Berbeda dengan responden mudharib yang tidak semuanya memberikan bobot pada kriteria dan atribut penetapan nisbah bagi hasil, setiap responden kru BMI memberikan bobot pada kriteria dan atribut tersebut. Artinya, setiap kru menetapkan prioritas tertentu pada masing-masing kriteria beserta atribut penetapan nisbah bagi hasil. Dengan demikian, semua kriteria dan atribut yang dirumuskan oleh peneliti tersebut termasuk ke dalam bahan pertimbangan kru dalam menetapkan besarnya nisbah bagi hasil pada produk pembiayaan mudharabah.
1). Kru BMI Kantor Cabang Bogor

Responden yang berada pada kelompok ini berjumlah tujuh orang kru yang terdiri dari lima orang kru pada Divisi Marketing dan dua orang kru pada Divisi Legal & Support Pembiayaan. Urutan prioritas kriteria ditentukan berdasarkan besarnya bobot yang dihasilkan dari perhitungan gabungan pendapat respondenresponden yang bersangkutan. Urutan prioritas beserta bobot kriteria penetapan nisbah bagi hasil pembiayaan mudharabah yang dimiliki Kru BMI di kantor cabang Bogor terdapat pada Tabel 14. Tabel 14. Bobot Kriteria Berdasarkan Gabungan Pendapat Kru BMI Di Kantor Cabang Bogor
Kriteria Tingkat Marjin Bagi Hasil Perbankan Syariah (TBBS) Tingkat Suku Bunga Perbankan Konvensional (TBBK) Bagi Hasil untuk Investor/Deposan/Penabung (BHI) Perkiraan Marjin Keuntungan Usaha Mudharib (PMKU) Jangka Waktu Pembiayaan (JWP) Bobot Prioritas IV 0.11 0.08 0.21 0.47 0.13 V II I III

Kuatnya pertimbangan kru pada kelompok ini terhadap kriteria PMKU mengindikasikan harapan kru yang sangat besar terhadap tercapainya target bagi hasil kru yang telah ditetapkan

63

oleh pihak manajemen. Hal itu disebabkan karena BMI Cabang Bogor memiliki target perolehan bagi hasil yang selanjutnya diamanahkan kepada sejumlah Kru Marketing yang ada. Semakin besar marjin keuntungan usaha mudharib yang ditangani oleh Kru Marketing tertentu, maka semakin besar pula bagi hasil yang akan diterima bank melalui perantara Kru Marketing tersebut. Dengan demikian, target bagi hasil BMI Cabang Bogor pun akan dengan mudah dan cepat tercapai. Kuatnya pertimbangan kru terhadap kriteria PMKU diakibatkan juga oleh sifat prudent kru dalam menyalurkan pembiayaan berskema bagi hasil. Hal ini dilakukan guna menghindari risiko bisnis yang terlampau besar mengingat pembiayaan ini merupakan jenis pembiayaan yang berisiko tinggi (risk return mode). Oleh karena itu, pertimbangan terhadap kriteria PMKU menjadi prioritas utama kru dalam menetapkan nisbah bagi hasil. Pertimbangan yang lemah terhadap kriteria TBBK mengindikasikan perhatian kru yang sangat rendah terhadap besarnya tingkat suku bunga kredit. Keadaan ini didasari oleh suatu prinsip bahwa pada dasarnya tingkat suku bunga kredit tidak ada kaitannya dengan penentuan besarnya nisbah bagi hasil dalam pembiayaan mudharabah. Sehingga, selama nisbah bagi hasil sudah disepakati bersama, maka tidak ada kekhawatiran bagi kru terhadap tidak rasionalnya besarnya nisbah tersbut
2). Kru BMI Kantor Pusat

Responden yang berada dalam kelompok ini berjumlah empat orang kru yang terdiri dari tiga orang kru pada Divisi Financing and Settlement Group (FSG) dan seorang kru pada Divisi Treasury. Urutan prioritas kriteria ditentukan berdasarkan besarnya bobot yang dihasilkan dari perhitungan gabungan pendapat responden-responden yang bersangkutan. Urutan prioritas beserta bobot kriteria penetapan nisbah bagi hasil

64

pembiayaan mudharabah yang dimiliki Kru BMI di kantor pusat terdapat pada Tabel 15. Tabel 15. Bobot Kriteria Berdasarkan Gabungan Pendapat Kru di Kantor Pusat
Kriteria Tingkat Marjin Bagi Hasil Perbankan Syariah (TBBS) Tingkat Suku Bunga Perbankan Konvensional (TBBK) Bagi Hasil untuk Investor/Deposan/Penabung (BHI) Perkiraan Marjin Keuntungan Usaha Mudharib (PMKU) Jangka Waktu Pembiayaan (JWP) Bobot Prioritas IV 0.06 0.04 0.19 0.45 0.26 V III I II

Pertimbangan terhadap marjin keuntungan usaha mudharib (PMKU) merupakan prioritas utama bagi kru tersebut dalam menentukan nisbah bagi hasil. Hal tersebut tidak terlepas dari salah satu tugas Kru FSG sebagai penentu target pendapatan bagi BMI dan tugas Kru Treasury sebagai salah satu penentu besarnya marjin bagi hasil BMI. Karena pendapatan yang diperoleh bank berasal dari keuntungan usaha mudharib yang sesuai dengan besarnya nisbah bagi hasil, maka jika usaha mudharib semakin profitable, pendapatan bank pun semakin tinggi. Pada akhirnya, target pendapatan bank yang telah ditetapkan akan dengan mudah tercapai. Sama seperti seluruh kru yang lainnya, kriteria Tingkat Marjin Bagi Hasil Perbankan Syariah (TBBS) dan Tingkat Suku Bunga Perbankan Konvensional (TBBK) dipertimbangkan secara lemah oleh kru di kantor pusat. Marjin bagi hasil lebih diprioritaskan daripada suku bunga karena instrumen tersebut merupakan salah satu ciri yang membedakan bank syariah dengan bank konvensional dalam memberikan imbalan kepada debitur (mudharib). Sedangkan suku bunga hanya dipertimbangkan sebagai faktor pembanding marjin bagi hasil untuk menghasilkan besaran imbalan yang kompetitif bagi para mudharib.

65

Sistem bunga pada kenyataannya masih menjadi acuan sebagian besar masyarakat dalam melakukan transaksi pembiayaan (kredit). Oleh karena itu, bank syariah pada umumnya berusaha menetapkan marjin bagi hasil yang lebih kompetitif dibandingkan dengan suku bunga kredit. Sehingga, suku bunga seharusnya lebih dipertimbangkan oleh kru BMI dalam menetapkan nisbah bagi hasil untuk berkompetisi dengan bank konvensional dalam memenangkan pangsa pasar perbankan nasional.

5.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Kriteria dan Atribut

Berdasarkan bobot kriteria yang dimiliki responden diketahui bahwa terdapat perbedaan penetapan urutan prioritas kriteria dalam menentukan besarnya nisbah bagi hasil baik pada responden mudharib maupun responden kru BMI. Pada mudharib, terdapat perbedaan urutan prioritas yang cukup signifikan antara mudharib dalam organisasi pemerintah dengan mudharib dalam organisasi swasta. Sedangkan pada responden kru BMI, tidak terdapat perbedaan urutan prioritas yang signifikan antara kru BMI di kantor Cabang Bogor dengan kru BMI di kantor pusat.
5.5.1. Mudharib BMI Cabang Bogor 1). Tingkat Marjin Bagi Hasil Perbankan Syariah (TBBS)

Baik

mudharib

pada

organisasi

pemerintah

maupun

mudharib pada organisasi swasta memiliki preferensi yang kuat terhadap kriteria TBBS. Mudharib pada organisasi pemerintah menetapkan kriteria ini sebagai prioritas pertama dengan bobot sebesar 0,397 dan mudharib pada organisasi swasta menetapkannya pada prioritas kedua dengan bobot sebesar 0,22. Faktor yang membedakan kedua preferensi tersebut diduga terletak pada cara pandang kedua mudharib terhadap sistem bagi hasil. Mudharib yang menetapkan kriteria TBBS sebagai prioritas pertama memandangnya dari sudut pandang agama. Sehingga menurutnya, sistem bagi hasil yang diperintahkan oleh

66

agamanya dapat mendatangkan keuntungan baginya. Sedangkan mudharib yang menetapkan kriteria TBBS sebagai prioritas kedua melihat dari sudut pandang rasio logika. Menurutnya, selama sistem bagi hasil menguntungkan, maka mudharib akan terus menggunakan sistem tersebut dalam usahanya. Terdapat tiga variabel yang menjadi atribut dari kriteria TBBS. Atribut itu terdiri dari Marjin Bagi Hasil Bank Syariah Tertentu (BBST), Marjin Bagi Hasil Rata-Rata Beberapa Bank Syariah (BRBS), dan Marjin Bagi Hasil Rata-Rata Perbankan Syariah (BRPS) (Tabel 16). Tabel 16. Bobot Atribut TBBS Berdasarkan Gabungan Pendapat Seluruh Mudharib
Kriteria Atribut Marjin Bagi Hasil Rata-Rata Perbankan Syariah (BRPS) Marjin Bagi Hasil Rata-Rata Beberapa Bank Syariah (BRBS) Marjin Bagi Hasil Bank Syariah Tertentu (BBST) Bobot 0,10 0,35 0,55

Tingkat Marjin Bagi Hasil Perbankan Syariah (TBBS)

Sebagian besar mudharib memiliki pertimbangan yang kuat terhadap atribut BBST dan BRBS. Alasannya, sebagian besar responden mudharib cukup familiar dengan salah satu ataupun beberapa bank syariah ternama yang menjadi pesaing BMI secara langsung, sehingga mereka dapat dengan mudah mendapatkan informasi mengenai besarnya marjin bagi hasil pembiayaan mudharabah. Konsekuensinya, mudharib selalu membandingkan besarnya marjin bagi hasil BMI dengan besarnya marjin bagi hasil bank-bank tersebut ketika akan melakukan transaksi pembiayaan. Atribut BRPS menempati prioritas terakhir karena atribut tersebut mencerminkan kondisi sebagian responden mudharib yang kurang terbiasa dalam menganalisis atau mengikuti

67

perkembangan tingkat marjin keuntungan perbankan syariah nasional.


2). Tingkat Suku Bunga Perbankan Konvensional (TBBK)

Mudharib

pada

kedua

jenis

organisasi

memiliki

pertimbangan yang berbeda dalam hal menetapkan kriteria TBBK. Mudharib pada organisasi pemerintah menetapkannya sebagai prioritas terakhir dengan bobot sebesar 0,117. Sementara itu, mudharib pada organisasi swasta menetapkannya pada prioritas ketiga dengan bobot sebesar 0,21. Sebagaimana pada kriteria TBBS, perbedaan tersebut diduga timbul akibat perbedaan cara pandang mudharib terhadap sistem bunga. Mudharib yang menetapkan kriteria TBBK pada prioritas ketiga menilai suku bunga lebih realistis dibandingkan mudharib yang menetapkannya sebagai prioritas terakhir. Realistis yang dimaksud adalah mudharib menerima keberadaan suku bunga sebagai suatu bagian dari elemen perbankan yang dapat dipertimbangkan guna mendapatkan imbalan yang menguntungkan. Sementara mudharib lainnya menilai suku bunga sebagai elemen yang seharusya tidak diperhitungkan agar terhindar dari hal-hal yang dilarang oleh agama. Atribut yang dipertimbangkan sebagian besar responden mudharib dalam mempertimbangkan kriteria TBBK adalah Suku Bunga Rata-Rata Beberapa Bank Konvensional (SRBK), Suku Bunga Bank Konvensional Tertentu (SBKT), serta atribut Suku Bunga Rata-Rata Perbankan Konvensional (SRPK) (Tabel 17). Responden mudharib lebih memprioritaskan atribut SRBK karena sebagian besar mudharib pernah menggunakan jasa beberapa bank konvensional tertentu dalam jangka waktu yang relatif lama sebelum menjadi nasabah BMI. Dengan demikian, mudharib diduga masih terbiasa untuk membandingkan imbalan dari BMI dengan imbalan dari beberapa beberapa bank konvensional tersebut.

68

Tabel 17. Bobot Atribut TBBK Berdasarkan Gabungan Pendapat Seluruh Mudharib
Kriteria Atribut Suku Bunga Rata-Rata Perbankan Konvensional (SRPK) Suku Bunga Rata-Rata Beberapa Bank Konvensional (SRBK) Suku Bunga Bank Konvensional Tertentu (SBKT) Bobot 0.24

Tingkat Suku Bunga Perbankan Konvensional (TBBK)

0.46 0.30

Mudharib pun memiliki pertimbangan yang cukup kuat terhadap suku bunga pada bank konvensional tertentu (SBKT) yang dianggap memiliki program atau produk tertentu yang mendukung usaha koperasi dengan suku bunga yang cukup kompetitif. Hal itu disebabkan karena mudharib merupakan pengurus koperasi yang harus memperhatikan perkembangan usaha koperasi yang dikelolanya. Adapun alasan atribut SRPK yang menjadi prioritas terakhir dalam mempertimbangkan kriteria TBBK adalah karena sebagian besar responden tidak terbiasa dalam memperhatikan fluktuasi suku bunga perbankan yang berlaku secara nasional. Mudharib diperkirakan lebih terbiasa dengan mencari informasi tentang besarnya suku bunga pada beberapa bank tertentu yang pernah menjadi krediturnya.
3). Perkiraan Marjin Keuntungan Usaha Mudharib (PMKU)

Perbedaan pertimbangan pun terjadi dalam menetapkan kriteria 0,182. PMKU. Sedangkan Mudharib pada organisasi pemerintah swasta menetapkannya sebagai prioritas ketiga dengan bobot sebesar mudharib pada organisasi menetapkannya pada prioritas pertama dengan bobot sebesar 0,35. Perbedaan ini diduga berhubungan dengan perbedaan karakteristik yang dimiliki kedua jenis organisasi tersebut dalam hal pencapaian tujuan organisasi.

69

Telah diketahui sebelumnya bahwa tujuan utama organisasi pemerintah adalah meningkatkan hajat hidup orang banyak, sehingga keuntungan bukanlah prioritas utama mudharib dalam melakukan transaksi pembiayaan. Sementara itu, organisasi swasta memiliki tujuan organisasi yang cenderung kepada pencapaian keuntungan bagi organisasi itu sendiri. Konsekuensinya, pertimbangan mudharib pada kedua organisasi tersebut terhadap kriteria PMKU akan sesuai dengan karakter dari setiap organisasi tersebut. Mudharib mempertimbangkan elemen-elemen pembentuk marjin keuntungan (profit kriteria margin) PMKU. suatu usaha dalam yang mempertimbangkan Elemen-elemen

menjadi atribut dari kriteria PMKU tersebut terdiri dari Taksiran Volume Penjualan (TVP), Taksiran Fluktuasi Harga Barang (TFH), Taksiran Laba Bersih (TLB), dan Taksiran Harga Pokok Penjualan (THPP) (Tabel 18). Tabel 18. Bobot Atribut PMKU Berdasarkan Gabungan Pendapat Seluruh Mudharib
Kriteria Atribut Taksiran Volume Penjualan Usaha Mudharib (TVP) Taksiran Fluktuasi Harga Barang (TFH) Taksiran Laba Bersih Usaha Mudharib (TLB ) Taksiran Harga Pokok Penjualan (THPP) Bobot 0,40 0,20 0,17 0,23

Perkiraan Marjn Keuntungan Usaha Nasbah (PMKU)

Berdasarkan sudut pandang pengurus koperasi konsumsi, volume penjualan berkaitan dengan sejumlah produk tertentu yang berhasil dijual kepada anggota atau ke pasar. Berdasarkan sudut pandang koperasi simpan pinjam, volume penjualan merupakan sejumlah dana yang dipinjamkan kepada anggota, baik untuk kegiatan produktif ataupun konsumtif. Volume penjualan juga berkaitan erat dengan besarnya pendapatan yang

70

akan diperoleh suatu usaha. Semakin tinggi volume penjualan, dengan pricing yang cukup bersaing, akan semakin banyak pula nominal pendapatan yang masuk ke dalam kas usaha tersebut. Oleh karena itu, atribut ini menjadi prioritas utama dalam mempertimbangkan kriteria PMKU. Kontrak mudharabah yang dilakukan mudharib dengan BMI menggunakan sistem revenue sharing, yaitu pembagian keuntungan berdasarkan perhitungan pendapatan yang dihasilkan mudharib. Oleh karena itu, laba bersih yang dihasilkan koperasi atau yang disebut dengan Sisa Hasil Usaha (SHU) tidak menjadi pertimbangan utama mudharib dalam menetapkan nisbah bagi hasil. Atribut ini hanya dipertimbangkan untuk mengukur kemampuan internal koperasi dalam menjalankan usahanya. Semakin besar SHU yang diterima koperasi, maka semakin besar kemampuan koperasi untuk dapat mengembangkan usahanya.
4). Jangka Waktu Pembiayaan (JWP)

Mudharib di kedua organisasi memiliki pertimbangan yang berbeda dalam menetapkan kriteria JWP. Bagi mudharib di organisasi pemerintah, kriteria ini merupakan kriteria kedua dengan bobot sebesar 0,183. Sementara bagi mudharib di organisasi swasta, kriteria ini ditetapkan sebagai prioritas keempat dengan bobot sebesar 0,13. Perbedaan tersebut diduga sebagai akibat dari perbedaan jenis koperasi yang dikelola mudharib. Sebagian besar mudharib pada organisasi pemerintah menjalankan kegiatan Koperasi Konsumsi dengan volume usaha yang lebih besar daripada kegiatan Koperasi Simpan Pinjam. Sementara itu, mudharib di organisasi swasta memiliki volume usaha pada kegiatan Koperasi Simpan Pinjam yang lebih besar daripada kegiatan Koperasi Konsumsi. Koperasi Konsumsi pada organisasi pemerintah memiliki banyak unit usaha dengan risiko bisnis yang besar. Sehingga, semakin besar risiko usaha maka

71

semakin lama periode cash to cash usaha tersebut. Akibatnya, mudharib akan lebih memperhatikan jangka waktu pembiayaan yang disepakati dalam menetapkan besarnya nisbah bagi hasil. Sementara itu, Koperasi Simpan Pinjam pada organisasi swasta yang kegiatannya memberikan pinjaman dana kepada para anggota memiliki risiko usaha yang rendah. Alasannya, mudharib tidak perlu khawatir atas dana koperasi yang tidak kembali. Jika anggota lalai dalam mengembalikan pinjaman, maka pengurus akan memperolehnya dengan cara mendebet gaji anggota setiap bulan sebesar kewajiban anggota tersebut terhadap koperasi. Dengan demikian, siklus cash to cash usaha koperasi dapat dikontrol. Oleh karena itu, mudharib tidak terlalu mempertimbangkan jangka waktu pembiayaan yang disepakati bersama. Terdapat tiga atribut yang dapat digunakan untuk mempertimbangkan kriteria JWP, yaitu: Taksiran Lama Proses Barang (TLPB), Taksiran Lama Persediaan Barang (TLSB), Taksiran Lama Piutang Dagang (TLP), dan Taksiran Delayed Factor (TDF) (Tabel 19). Tabel 19. Bobot Atribut JWP Berdasarkan Gabungan Pendapat Seluruh Mudharib
Kriteria Atribut Taksiran Lama Proses Barang (TLPB) Taksiran Lama Persediaan Barang (TLSB) Taksiran Lama Piutang Dagang (TLP) Taksiran Delayed Factor (TDF) Bobot 0,16 0,28 0,49 0,06

Jangka Waktu Pembiayaan (JWP)

Taksiran Lama Piutang (TLP) merupakan pertimbangan utama mudharib untuk mempertimbangkan kriteria JWP. Piutang dagang menentukan besarnya pendapatan yang seharusnya diterima mudharib pada waktu tertentu. Semakin lama piutang dagang yang dimiliki mudharib, maka semakin besar risiko

72

piutang tersebut untuk tidak kembali. Jika hal itu terjadi, maka mudharib memiliki kesulitan dalam mengembalikan dana kepada bank. Oleh karena itu, atribut ini membutuhkan pertimbangan yang cukup tinggi bagi mudharib. Delayed Factor adalah toleransi waktu yang diberikan bank untuk menghindari keterlambatan pengembalian setoran setiap bulan atau dana keseluruhan pada akhir periode pembiayaan. Atribut ini menjadi prioritas terakhir dalam mempertimbangkan JWP karena sebagian besar mudharib memiliki kemampuan untuk mengendalikan pengembalian dana kepada bank pada jangka waktu yang telah ditetapkan. Sehingga, sebagian besar mudharib tidak terlalu khawatir terhadap keterlambatan setoran dan pengembalian dana tersebut.
5). Bagi Hasil yang Diharapkan Investor/Deposan (BHI)

Mudharib

pada

kedua

jenis

organisasi

memiliki

pertimbangan yang sangat lemah terhadap kriteria BHI. Mudharib pada organisasi pemerintah menetapkan kriteria tersebut pada prioritas keempat dengan bobot sebesar 0,12 sementara mudharib pada organisasi swasta menempatkan kriteria ini pada prioritas kelima dengan bobot sebesar 0,08. Keadaan ini mencerminkan kesamaan sikap yang dimiliki mudharib dalam memandang hubungan antara mudharib, bank, dan investor. Mudharib memisahkan antara hubungannya sebagai pihak yang membutuhkan dana kepada bank dengan hubungan investor sebagai pihak pemberi dana kepada bank. Dengan begitu, mudharib hanya akan memperhatikan besarnya imbalan yang akan diperolehnya tanpa harus memperhatikan besarnya imbalan yang akan diperoleh investor. Terdapat tiga variabel yang dapat dijadikan atribut dalam mempertimbangkan kriteria BHI, yaitu: Porsi atau Nisbah Bagi Hasil untuk Invetor (PBHI), Biaya Langsung Untuk Memperoleh

73

DPK (BLD), dan Biaya Tidak Langsung Untuk Memperoleh DPK (BTLD) (Tabel 20). Tabel 20. Bobot Atribut BHI Berdasarkan Gabungan Pendapat Seluruh Mudharib
Kriteria Bagi Hasil yang Diharapkan Investor/Penabung (BHI) Atribut Persentase/Porsi/Nisbah Bagi Hasil untuk Investor/Penabung (PBHI) Biaya Langsung Untuk Memperoleh DPK (BLD) Biaya Tidak Langsung Untuk Memperoleh DPK (BTLD) Bobot 0,56 0,31 0,13

Mudharib memprioritaskan porsi atau nisbah bagi hasil yang akan diterima investor karena nisbah bagi hasil tersebut mencerminkan porsi atau bagian keuntungan yang akan diperoleh investor secara riil dari hasil menanamkan modalnya di bank. Dengan mengetahui besarnya nisbah bagi hasil untuk investor, maka mudharib dapat memperkirakan nisbah bagi hasil yang akan diperolehnya ketika malakukan transaksi pembiayaan. Atribut terakhir dari seluruh pertimbangan mudharib dalam menetapkan nisbah bagi hasil adalah biaya tidak langsung untuk mendapatkan DPK. Atribut ini menjadi prioritas terakhir karena mudharib merasa tidak perlu mempertimbangkan biaya-biaya yang dikeluarkan bank untuk menarik minat investor terhadap produk-produk yang ditawarkan bank. Bank memiliki kebijakan tersendiri dalam mengatur seluruh biaya-biaya tersebut. Oleh karena itu, atribut ini merupakan atribut yang paling lemah untuk dijadikan pertimbangan dalam menetapkan nisbah bagi hasil.
5.5.2. Kru BMI Cabang Bogor 1). Tingkat Marjin Bagi Hasil Perbankan Syariah (TBBS)

Berdasarkan data urutan prioritas kriteria penetapan nisbah bagi hasil seluruh kru BMI, diketahui bahwa seluruh kru BMI memiliki preferensi yang sama dalam hal mempertimbangkan

74

kriteria TBBS. Seluruh kru menempatkan kriteria TBBS pada prioritas keempat dalam menetapkan nisbah bagi hasil. Besarnya tingkat marjin bagi hasil BMI ditetapkan oleh Tim ALCO yang berada di kantor pusat berdasarkan pertimbanganpertimbangan tertentu. Kantor cabang hanya mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan oleh kantor pusat. Akan tetapi, penetapan tingkat marjin bagi hasil BMI dapat dipertimbangkan kembali oleh kantor cabang sesuai dengan kondisi pasar dengan tujuan agar tidak tersaingi oleh besarnya tingkat marjin bagi hasil dari para pesaing langsung, yaitu Bank Umum Syariah (BUS) atau Unit Usaha Syariah (UUS) lainnya. BMI mempertimbangkan atribut Tingkat Marjin Bagi Hasil Rata-Rata Perbankan Syariah (BRPS), Tingkat Marjin Bagi Hasil Bank Syariah Tertentu (BRST), dan Tingkat Marjin Bagi Hasil Rata-Rata Beberapa Bank Syariah (BRBS) dalam mempertimbangkan TBBS (Tabel 21). Tabel 21. Bobot Atribut TBBS Berdasarkan Gabungan Pendapat Seluruh Kru BMI
Kriteria Atribut Marjin Bagi Hasil Rata-Rata Perbankan Syariah (BRPS) Marjin Bagi Hasil Rata-Rata Beberapa Bank Syariah (BRBS) Marjin Bagi Hasil Bank Syariah Tertentu (BBST) Bobot 0,47 0,23 0,30

Tingkat Marjin Bagi Hasil Perbankan Syariah (TBBS)

BMI dapat mengetahui trend yang menggambarkan kondisi pasar perbankan syariah saat itu dengan terlebih dahulu menganalisis tingkat marjin bagi hasil rata-rata perbankan syariah (BRPS). Dengan mengetahui trend tingkat marjin bagi hasil secara keseluruhan, bank dapat memetakan pangsa pasarnya di antara pesaing-pesaing langsung terdekatnya dan pesaingpesaing lainnya. Oleh karena itu, atribut BRPS lebih

75

diprioritaskan oleh bank dalam mempertimbangkan kriteria TBBS. Keadaan BMI yang memprioritaskan marjin bagi hasil ratarata perbankan syariah menyebabkan pertimbangan terhadap tingkat marjin bagi hasil beberapa bank syariah dan bank syariah tertentu berada pada prioritas terakhir dalam mempertimbangkan kriteria TBBS. Hal itu diduga karena sebagian besar lembaga keuangan syariah lainnya yang menjadi pesaing langsung BMI memiliki aset yang relatif jauh lebih kecil dibandingkan dengan aset BMI. Sehingga, sebagai bank umum syariah dengan aset terbesar kedua, BMI tidak terlalu khawatir atas marjin bagi hasil yang ditetapkan bank-bank tersebut.
2). Tingkat Suku Bunga Perbankan Konvensional (TBBK)

Berdasarkan data urutan prioritas kriteria penetapan nisbah bagi hasil seluruh kru BMI, diketahui bahwa kriteria TBBK menempati prioritas terakhir dalam menetapkan besarnya nisbah bagi hasil. Dengan kata lain, seluruh kru BMI memiliki preferensi yang sama dalam hal mempertimbangkan kriteria TBBK. Besarnya tingkat suku bunga dipertimbangkan hanya sematamata sebagai pembanding terhadap besarnya marjin bagi hasil agar dapat menghasilkan nisbah bagi hasil yang kompetitif untuk mudharib. Karena pada prinsipnya, tingkat suku bunga kredit tidak ada kaitannya dengan penentuan besarnya nisbah bagi hasil dalam pembiayaan mudharabah. Sehingga, selama nisbah bagi hasil sudah disepakati bersama, maka tidak ada kekhawatiran bagi kru terhadap tidak rasionalnya besarnya nisbah tersebut Berdasarkan kondisi di atas, maka bank syariah harus mempertimbangkan pula Suku Bunga Rata-Rata Perbankan Konvensional (SRPK), Suku Bunga Rata-Rata Beberapa Bank Konvensional (SRBK), dan Suku Bunga Bank Konvensional Tertentu (SBKT) (Tabel 22).

76

Tabel 22. Bobot Atribut TBBK Berdasarkan Gabungan Pendapat Seluruh Kru BMI
Kriteria Atribut Suku Bunga Rata-Rata Perbankan Konvensional (SRPK) Suku Bunga Rata-Rata Beberapa Bank Konvensional (SRBK) Suku Bunga Bank Konvensional Tertentu (SBKT) Bobot 0,58 0,24

Tingkat Suku Bunga Perbankan Konvensional (TBBK)

0,18

Sebagian besar kru lebih memprioritaskan pertimbangan terhadap tingkat suku bunga rata-rata perbankan konvensional (SRPK). Menurutnya, karena tingkat suku bunga ditetapkan secara sentralisasi oleh Bank Indonesia (BI), maka suku bunga yang berlaku pada saat itu berlaku pula pada bank-bank konvensional lainnya. Dengan demikian, pertimbangan terhadap atribut selain SRPK menjadi lemah. Oleh karena itu, atribut SRBK dan SBKT menjadi prioritas terakhir dalam mempertimbangkan kriteria TBBK.
3). Perkiraan Marjin Keuntungan Usaha Mudharib (PMKU)

Seluruh responden kru BMI dalam penelitian ini menetapkan kriteria PMKU pada prioritas pertama. Keadaan ini mencerminkan perhatian pihak bank yang sangat tinggi terhadap proyeksi usaha mudharib terutama terhadap marjin keuntungan usaha mudharib. Hal ini disebabkan karena semakin besar marjin keuntungan usaha mudharib, maka akan semakin besar pula besarnya bagi hasil yang akan diterima oleh bank. Dengan demikian, target pendapatan bank akan dengan mudah tercapai. Sebagaimana telah diketahui sebelumnya bahwa terdapat komponen-komponen penyusun marjin keuntungan yang menjadi atribut dalam mempertimbangkan kriteria PMKU, seperti: Taksiran Volume Penjualan (TVP), Taksiran Fluktuasi Harga

77

Barang (TFH), Taksiran Laba Bersih (TLB), dan Taksiran Harga Pokok Penjualan (THPP) (Tabel 23). Tabel 23. Bobot Atribut PMKU Berdasarkan Gabungan Pendapat Seluruh Kru BMI
Kriteria Atribut Taksiran Volume Penjualan Usaha Mudharib (TVP) Taksiran Fluktuasi Harga Barang (TFH) Taksiran Laba Bersih Usaha Mudharib (TLB ) Taksiran Harga Pokok Penjualan (THPP) Bobot 0,31 0,19 0,34 0,16

Perkiraan Marjn Keuntungan Usaha Nasbah (PMKU)

Taksiran Laba Bersih (TLB) sangat diprioritaskan dalam hal ini karena laba bersih mencerminkan profitabilitas dari suatu usaha. Semakin profitable suatu usaha, maka semakin besar bagi hasil yang akan diperoleh bank. Oleh karena itu, laba bersih merupakan pertimbangan utama bagi bank dalam melihat kondisi usaha mudharib. Akan tetapi, sistem yang berbasiskan pendapatan (revenue sharing) tetap digunakan BMI dalam memperhitungkan bagi hasil yang akan diperoleh bank dan mudharib. Dengan kata lain, atribut ini digunakan hanya sematamata untuk mengidentifikasi prospek usaha mudharib yang akan dibiayai. Kuantitas volume penjualan mencerminkan respon pasar atas produk atau jasa yang dihasilkan mudharib. Semakin banyak volume produk yang dilempar ke pasar dengan harga bersaing, maka semakin tinggi respon pasar akan produk tersebut. Jika demikian, maka keberlangsungan produk akan terjaga dan marjin keuntungan usaha pun akan semakin bertambah. Artinya, volume penjualan juga merupakan atribut yang tidak kalah pentingya dari atribut TLB dalam mempertimbangkan kriteria PMKU. Taksiran Harga Pokok Penjualan (HPP) merupakan pertimbangan yang paling lemah bagi pihak bank dalam

78

mempertimbangkan kriteria PMKU. Menetapkan HPP seefisien mungkin merupakan pekerjaan utama mudharib sebagai pengusaha dan wakil dari bank agar dapat menghasilkan laba yang optimal. Oleh karena itu, bank menyerahkan kebijakan penetapan HPP kepada mudharib. Namun demikian, proyeksi terhadap biaya.
4). Jangka Waktu Pembiayaan (JWP)

HPP

tetap

dilakukan

oleh

pihak

bank

guna

mengidentifikasi risiko-risiko yang timbul akibat tidak efisiennya

Sama seperti pada penetapan prioritas kriteria BHI, terdapat variasi preferensi kru BMI dalam menentukan prioritas kriteria JWP. Kru FSG dan Kru Treasury yang berada di kantor pusat menetapkan kriteria JWP pada prioritas kedua, sedangkan Kru Marketing dan Kru Legal & Support Pembiayaan yang ada di kantor cabang menetapkan kriteria tersebut pada prioritas ketiga. Bagi kru yang menetapkan kriteria JWP pada prioritas kedua, kriteria ini dianggap sebagai representasi dari salah satu kepentingan internal bank dalam melakukan kegiatan intermediasi. Bank sebagai pihak yang memegang amanah dari pihak ketiga (investor/deposan) memiliki tanggung jawab yang besar dalam mengelola dana yang diamanahkan kepadanya. Lancarnya kolektibilitas pengembalian dana dari masyarakat yang salah satunya dicirikan oleh tepatnya penentuan jangka waktu pembiayaan menyebabkan lancarnya kegiatan operasional bank yang berkaitan dengan investor (funding) dan mudharib (financing). Oleh karena itu, kriteria JWP menjadi prioritas utama kedua bagi kru tersebut dalam menetapkan nisbah bagi hasil. Bagi kru yang menetapkan kriteria ini pada prioritas ketiga, ketersediaan dana dari investor (BHI) lebih penting daripada kecepatan atau ketepatan waktu pengembalian dana dari mudharib (JWP). Bagi mereka, lancarnya kegiatan intermediasi

79

bank

tidak

selalu

mengandalkan

lancarnya

kolektibilitas

pengembalian dana dari mudharib. Bank dapat dengan lancar melakukan kegiatan intermediasi selama rasio pembiayaan terhadap ketersediaan dana/Financing to Deposit Ratio (FDR) sesuai dengan kebijakan bank. Jangka waktu pembiayaan mudharabah ditetapkan dengan mempertimbangakan siklus cash to cash usaha mudharib. Siklus cash to cash diketahui dengan cara memperhitungkan taksiran lama proses produksi barang (TLPB), taksiran lama persediaan bahan mentah untuk diproduksi ataupun persediaan barang jadi untuk dijual (TLSB), dan taksiran lama piutang dagang (TLP). Untuk kebutuhan berjaga-jaga, maka bank biasanya menetapkan tambahan waktu dalam siklus cash to cash guna menghindari keterlambatan pengembalian pembiayaan (Delayed Factor) (TDF) (Tabel 24). Tabel 24. Bobot Atribut JWP Berdasarkan Gabungan Pendapat Seluruh Kru BMI
Kriteria Atribut Taksiran Lama Proses Barang (TLPB) Taksiran Lama Persediaan Barang (TLSB) Taksiran Lama Piutang Dagang (TLP) Taksiran Delayed Factor (TDF) Bobot 0,40 0,28 0,22 0,10

Jangka Waktu Pembiayaan (JWP)

Lama proses barang, bagi pengurus koperasi, dapat diartikan sebagai jangka waktu yang dibutuhkan untuk menyediakan barang dari supplier. Semakin cepat supplier menyediakan barang yang dibutuhkan koperasi, maka semakin tinggi stok barang yang tersedia. Dengan begitu, kebutuhan anggota koperasi akan semakin mudah terpenuhi. Akibatnya, cash flow usaha koperasi akan semakin membaik dan pengurus koperasi (mudharib) dapat dengan mudah mengembalikan dananya kepada

80

bank. Keadaan tersebut merupakan alasan pihak bank untuk menempatkan atribut TLPB pada prioritas pertama dalam mempertimbangkan kriteria JWP. Delayed Factor biasanya dipertimbangkan jika ternyata pada realisasinya usaha mudharib memiliki periode cash to cash yang tidak sesuai dengan perhitungan bank. Jika periode cash to cash mudharib lebih lama, biasanya bank memberikan toleransi berupa tambahan waktu untuk dapat menyelesaikannya. Karena sifatnya yang accidental, maka atribut TDF menjadi prioritas terakhir dalam mempertimbangkan kriteria JWP.
5). Bagi Hasil yang Diharapkan Investor/Deposan (BHI)

Terdapat sedikit perbedaan preferensi kru dalam menentukan prioritas pada kriteria BHI. Kru Marketing dan Legal & Support Pembiayaan yang ada di kantor cabang Bogor menetapkan kriteria BHI pada prioritas kedua. Sedangkan Kru FSG dan Kru Treasury yang ada di kantor pusat menetapkan kriteria BHI pada prioritas ketiga. Menurut kru yang menetapkan kriteria BHI pada prioritas kedua, BHI merupakan faktor yang menjadi daya tarik bank syariah untuk memperoleh Dana Pihak Ketiga (DPK). Menurutnya, bank membutuhkan dana dari investor untuk melakukan fungsi intermediasinya. Jika dana dari investor berkurang, maka target dropping (pelemparan dana) akan berkurang. Akibatnya, target realisasi bagi hasil yang telah ditetapkan bank sulit untuk dicapai. Sedangkan bagi kru yang menetapkan kriteria tersebut pada prioritas ketiga menyatakan bahwa pihak bank sebaiknya mempertimbangkan kepentingannya sendiri terlebih dahulu sebelum mempertimbangkan kepentingan investor. Bagaimanapun juga, bank merupakan lembaga bisnis yang berfungsi untuk membantu investor dalam mengelola dananya dan juga memberikan keuntungan kepadanya. Sehingga,

81

kepentingan bank hendaknya lebih didahulukan daripada kepetingan investor. Terdapat tiga atribut yang digunakan kru dalam mempertimbangkan kriteria BHI, yaitu porsi atau nisbah bagi hasil untuk investor (PBHI), biaya langsung yang dikeluarkan untuk memperoleh DPK (BLD), dan biaya tidak langsung yang dikeluarkan untuk memperoleh DPK (BTLD) (Tabel 25). Tabel 25. Bobot Atribut BHI Berdasarkan Gabungan Pendapat Seluruh Kru BMI
Kriteria Bagi Hasil yang Diharapkan Investor/Penabung (BHI) Atribut Persentase (nisbah) Bagi Hasil untuk Investor (PBHI) Biaya Langsung Untuk Memperoleh DPK (BLD) Biaya Tidak Langsung Untuk Memperoleh DPK (BTLD) Bobot 0,46 0,41 0,14

Kru lebih memberikan perhatian pada besarnya nisbah bagi hasil yang diharapkan investor (PBHI) dan biaya langsung yang dikeluarkan untuk mendapatkan DPK (BLD) dibandingkan dengan biaya tidak langsung yang dikeluarkan bank untuk mendapatkan DPK (BTLD). Pihak bank memiliki kewajiban untuk memberikan imbalan yang sesuai dengan nisbah bagi hasil kepada investor karena telah bersedia menanamkan dananya di bank. Selain itu, berdasarkan besarnya porsi keuntungan investor tersebut bank dapat memperhitungkan besarnya marjin keuntungan usahanya (marjin bagi hasil) untuk kegiatan pembiayaan. Oleh karena itu, agar besarnya imbalan untuk investor dan untuk mudharib sesuai dengan harapan bank, maka bank memberikan perhatian yang besar kepada atribut PBHI. Biaya langsung yang dikeluarkan bank untuk mendapatkan DPK dapat diartikan sebagai biaya bagi hasil yang dikeluarkan bank untuk diberikan kepada nasabah (investor) dengan maksud

82

menarik nasabah tersebut atau calon nasabah lainnya agar selalu menyimpan dananya di bank. Besarnya biaya bagi hasil ini penting untuk dipertimbangkan oleh pihak bank guna memperhitungkan besarnya laba yang akan diperoleh bank. Semakin besar biaya bagi hasil, maka semakin kecil laba yang akan diperoleh bank. Oleh karena itu, atribut BLD menjadi perhatian bank dalam mempertimbangkan kriteria BHI. Adapun biaya tidak langsung (Overhead Cost) bank dalam hal ini adalah biaya promosi atau periklanan yang dikeluarkan bank untuk menarik minat masyarakat terhadap produk-produk bank. Biaya ini tidak secara langsung berkaitan dengan upaya untuk memperoleh dana pihak ketiga dan juga memiliki porsi yang lebih kecil dari biaya bagi hasil. Oleh karena itu, bank memiliki pertimbangan yang lemah terhadap atribut BTLD dalam mempertimbangkan kriteria BHI.
5.5.3. Rata-Rata Responden

Berdasarkan bobot kriteria yang dimiliki setiap responden, maka akan dilakukan gabungan pendapat responden pada masing-masing kelompok (mudharib dan kru BMI) dengan menggunakan metode Pairwise Comparison. Penggabungan tersebut bertujuan untuk menentukan bobot rata-rata dari kriteria yang dimiliki rata-rata responden mudharib dan kru BMI dalam menetapkan besarnya nisbah bagi hasil. Berdasarkan bobot rata-rata yang dihasilkan dari perhitungan gabungan pendapat mudharib dan kru BMI tersebut, diketahui bahwa terdapat perbedaan urutan prioritas yang dimiliki kedua pihak dalam menetapkan besarnya nisbah bagi hasil pada pembiayaan mudharabah. (Tabel 26).

83

Tabel 26. Bobot Kriteria Gabungan Pendapat Responden


Kriteria Tingkat Marjin Bagi Hasil Perbankan Syariah (TBBS) Tingkat Suku Bunga Perbankan Konvensional (TBBK) Bagi Hasil untuk Investor/Deposan/Penabung (BHI) Perkiraan Marjin Keuntungan Usaha Mudharib (PMKU) Jangka Waktu Pembiayaan (JWP) Mudharib I (0,29) III (0,18) V (0,10) II (0,28) IV (0,16) Kru BMI IV (0,09) V (0,06) II (0,20) I (0,47) III (0,17)

Perbedaan paling jelas terlihat pada penetapan prioritas kriteria Bagi Hasil untuk Investor (BHI), Tingkat Marjin Bagi Hasil Perbankan Syariah (TBBS), dan Tingkat Suku Bunga Perbankan Konvensional (TBBK). Kriteria BHI yang menjadi prioritas terakhir pada sebagian besar mudharib merupakan salah satu kriteria yang paling diperhatikan sebagian besar kru BMI dalam menetapkan nisbah bagi hasil. Sedangkan kriteria TBBS yang sebagian besar mudharib menetapkannya pada prioritas utama ditetapkan oleh sebagian besar kru BMI pada prioritas keempat. Begitu pula dengan kriteria TBBK yang menempati prioritas terakhir bagi seluruh kru BMI menjadi kriteria yang berada pada prioritas ketiga bagi mudharib. Sebagian besar mudharib menetapkan kriteria PMKU pada prioritas kedua dengan bobot yang mendekati bobot kriteria pertamanya. Seluruh Kru BMI pun menetapkan kriteria PMKU pada prioritas pertama dalam menetapkan besarnya nisbah bagi hasil. Dengan kata lain, kriteria ini ditetapkan sebagai prioritas utama oleh kedua pihak dalam menentukan besarnya nisbah bagi hasil. Artinya, diperkirakan terjadi saling kesesuaian pertimbangan dan kesepakatan antara mudharib dengan bank dalam dalam hal mempertimbangkan marjin keuntungan usaha mudharib sebagai pertimbangan utama dalam menentukan besarnya nisbah bagi hasil.

84

Sebagian besar mudharib dan kru BMI diduga memiliki preferensi yang sama dalam mempertimbangkan kriteria JWP. Kesamaan pertimbangan ini dibuktikan dengan besarnya bobot kriteria JWP antara kedua pihak yang sangat dekat. Sebagian besar mudharib menetapkan kriteria ini sebagai prioritas keempat dengan bobot sebesar 0,16. Tidak berbeda jauh dengan mudharib, sebagian besar kru BMI menetapkan kriteria ini pada prioritas ketiga dengan bobot sebesar 0,17. Artinya, terjadi kesesuaian preferensi antara pihak mudharib dengan pihak kru BMI dalam mempertimbangkan jangka waktu pembiayaan ketika menentukan besarnya nisbah bagi hasil.

5.6. Nilai Keputusan Responden

Menurut Mangkusubroto dan Trisnadi (1987), analisa keputusan terdiri dari empat aspek, yaitu pemilihan alternatif, kodifikasi informasi, penetapan preferensi, dan penetapan keputusan yang logis. Penentuan nilai keputusan responden terhadap kriteria penetapan nisbah bagi hasil termasuk ke dalam aspek keempat dalam analisa keputusan, yaitu penetapan keputusan yang logis. Nilai keputusan untuk masing-masing responden dihasilkan dari model perhitungan berdasarkan konsep Multi Criteria Decision Making (MCDM) dengan Metode Bayes sebagai alat hitungnya. Nilai keputusan inilah yang merepresentasikan pertimbangan mudharib dan kru BMI dalam menetapkan besarnya nisbah bagi hasil (Lampiran 6 dan 7). Nilai keputusan masing-masing responden berkorelasi positif dengan kuat-lemahnya pertimbangan responden terhadap kriteria penetapan nisbah bagi hasil yang ditetapkan oleh ALCO. Jika nilai keputusan yang dimiliki responden semakin besar, maka semakin kuat pula pertimbangan responden terhadap ditetapkan bagi hasil. kriteria ALCO penetapan dan nisbah bagi hasil tersebut. akan Artinya, semakin pertimbangan kru BMI akan semakin sesuai dengan ketentuan yang pertimbangan mudharib mengakomodasi pertimbangan bank dalam menetapkan besarnya nisbah

85

5.6.1. Nilai Keputusan Mudharib

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan Metode Bayes, dihasilkan nilai keputusan masing-masing mudharib yang menjadi tolak ukur untuk menganalisis pertimbangan yang dimilikinya dalam menetapkan nisbah bagi hasil (Tabel 27). Tabel 27. Nilai Keputusan Mudharib
Responden Nilai Keputusan Responden Nilai Keputusan (1) (2) (3) (4) (5) (6) 4,041 4,365 4,011 3,891 3,864 3,805 (7) (8) (9) (10) (11) (12) 3,794 3,596 3,588 3,396 3,003 3,000

5.6.2. Nilai Keputusan Kru BMI

Berdasarkan perhitungan dengan Metode Bayes tersebut juga dihasilkan nilai keputusan untuk masing-masing Kru BMI yang merepresentasikan pertimbangan yang dimilikinya dalam menetapkan nisbah bagi hasil (Tabel 28). Tabel 28. Nilai Keputusan Kru BMI
Responden Nilai Keputusan Responden Nilai Keputusan (1) (2) (3) (4) (5) (6) 4,288 4,802 4,723 4,531 4,410 4,375 (7) (8) (9) (10) (11) 4,344 3,905 3,881 3,782 3,351

5.7. Hasil Uji Mann-Whitney

Pengujian Mann-Whitney dilakukan untuk menganalisis perbedaan nilai keputusan yang dimiliki mudharib dan kru BMI dalam menetapkan nisbah bagi hasil berdasarkan taraf signifikansi tertentu. Dalam pengujian

86

ini ditetapkan taraf signifikansi sebesar 5%. Artinya, kesempatan peneliti menolak hipotesis yang padahal seharusnya diterima adalah sebesar 0,05 atau peneliti memiliki tingkat kepercayaan sebesar 95% terhadap keputusan yang diambilnya. Analisis statistik searah (one-tiled analysis) dilakukan dalam penelitian ini karena peneliti ingin membandingkan nilai keputusan mudharib dengan nilai keputusan kru BMI yang menjadi tolak ukur atau pembandingnya. Tujuannya adalah untuk mengetahui kesesuaian antara nilai keputusan mudharib dengan nilai keputusan kru BMI tersebut. Data nilai keputusan seluruh responden diperingkat tanpa memperhatikan kategori responden (kategori kru BMI atau kategori mudharib) (Tabel 29). Dalam tabel tersebut ditetapkan bahwa responden dengan nilai keputusan 3,000 berada pada peringkat terkecil dan responden dengan nilai keputusan 4,802 berada pada peringkat terbesar. Tabel 29. Peringkat Data Nilai Keputusan Responden
MUDHARIB (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) n1 = 12 NILAI KEPUTUSAN 4,041 4,365 4,011 3,891 3,864 3,805 3,794 3,596 3,588 3,396 3,003 3,000 PERINGKAT 15 18 14 12 10 9 8 6 5 4 2 1 R1 = 104 n2 = 11 R2 = 172 KRU BMI (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) NILAI KEPUTUSAN 4,288 4,802 4,723 4,531 4,410 4,375 4,344 3,905 3,881 3,782 3,351 PERINGKAT 16 23 22 21 20 19 17 13 11 7 3

Berdasarkan Tabel 31 diketahui bahwa jumlah peringkat data nilai keputusan responden untuk kategori mudharib (R1) adalah 104 dan kategori kru BMI (R2) adalah 172. U hitung terdiri dari U hitung untuk kategori mudharib (U1) dan U hitung untuk kategori kru BMI (U2). Berdasarkan perhitungan statistik U diketahui bahwa U1 = 94 dan U2 = 38. Sesuai dengan ketentuan pengujian Mann-Whitney, maka nilai U hitung yang digunakan

87

adalah nilai U hitung yang terkecil dari kedua nilai U tersebut, yaitu U2 =
38. Nilai U tersebut telah diuji ketelitiannya dengan menggunakan Rumus

14. Selanjutnya, nilai U kritis dicari pada Tabel Distribusi U berdasarkan nilai n1 (11), n2 (12), (0,05), dan analisis arah pengujian statistik (onetiled analysis). Berdasarkan nilai-nilai tersebut, maka diketahui U tabel sebesar 38. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan membandingkan nilai hitung U dengan nilai kritis U pada tabel dengan ketentuan terima H0 jika U hitung U Tabel atau tolak H0 jika U hitung < U Tabel. Karena dihasilkan U hitung (38) yang sama dengan U tabel (38), maka dapat disimpulkan bahwa H0 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan pertimbangan yang sangat signifikan antara mudharib dengan Kru BMI dalam menetapkan besarnya nisbah bagi hasil pada pembiayaan mudharabah. Dengan kata lain, pertimbangan yang dimiliki pihak bank masih termasuk ke dalam batasan toleransi pertimbangan yang diharapkan mudharib. Sehingga dapat dikatakan bahwa besarnya nisbah bagi hasil yang disepakati kedua pihak pada awal kontrak telah rasional.

5.8. Karakter Mudharib

Pertimbangan yang dimiliki mudharib dalam menetapkan nisbah bagi hasil terkait secara langsung dengan karakter yang dimilikinya dan secara tidak langsung dengan budaya organisiasi tempatnya bekerja. Karakter, watak, atau tabiat dari suatu objek tergantung pada karakteristik dari objek tersebut. Menurut Daryanto (1997), karakteristik adalah ciri-ciri khusus atau sifat khas suatu objek yang sesuai dengan perwatakan tertentu. Sehingga, untuk dapat mengidentifikasi karakter mudharib, maka dibutuhkan informasi mengenai karakteristik yang secara langsung mempengaruhi karakter mudharib tersebut. Menurut Irawan (2004), berdasarkan pengaruh fluktuasi suku bunga dan keuntungan yang diharapkan, karakter nasabah bank syariah diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu nasabah rasional dan nasabah

88

emosional. Nasabah rasional adalah mereka yang melakukan transaksi atas dasar pertimbangan keuntungan yang akan diraih. Sehingga, jika peningkatan suku bunga kredit direspon dengan peningkatan permintaan pembiayaan mudharabah, maka karakter mudharib tersebut adalah rasional. Nasabah emosional adalah nasabah yang melakukan transaksi pembiayaan mudharabah atas dasar kepercayaan bahwa bunga bank itu riba dan diharamkan oleh agama. Sehingga, jika fluktuasi suku bunga kredit tidak direspon dengan peningkatan ataupun penurunan permintaan pembiayaan mudharabah, maka karakter mudharib tersebut adalah emosional (Irawan, 2004). Berdasarkan pernyataan tersebut, mudharib dengan karakter rasional memiliki perhatian yang tinggi terhadap fluktuasi tingkat suku bunga kredit dan pada saat yang bersamaan memantau perkembangan tingkat marjin bagi hasil. Implikasinya ketika menetapkan nisbah bagi hasil, bobot yang diberikan mudharib pada kriteria Tingkat Marjin Bagi Hasil Bank Syariah (TBBS) dan Tingkat Suku Bunga Bank Konvensional (TBBK) adalah sama besar atau mendekati sama besar. Mudharib dengan bobot yang sangat jauh berbeda antara kriteria TBBS dan TBBK diidentifikasi sebagai mudharib yang memiliki kecenderungan pada salah satu sistem perbankan. Jika bobot TBBS jauh lebih besar dibandingkan dengan bobot TBBK, maka diduga mudharib tersebut cenderung kepada sistem bagi hasil bank syariah. Sehingga, mudharib tersebut termasuk ke dalam kategori loyalist syariah atau dapat juga dikelompokkan sebagai nasabah emosional. Sedangkan jika bobot TBBK jauh lebih besar daripada bobot TBBS, maka diduga mudharib tersebut termasuk ke dalam kategori loyalist konvensional. Penentuan karakter mudharib berdasarkan kriteria TBBS dan TBBK ini didasari oleh dua faktor berikut: Pertama, kedua kriteria tersebut merupakan indikator yang membedakan prinsip operasional antara bank syariah dan bank konvensional. Sehingga dapat diprediksikan bahwa nasabah pengguna kedua sistem perbankan tersebut memiliki karakter yang berbeda.

89

Kedua, kombinasi kedua kriteria tersebut memiliki karakteristik yang khas sebagai kriteria penentu besarnya nisbah bagi hasil produk pembiayaan mudharabah. Pada organisasi pemerintah, kedua kriteria memiliki bobot yang sangat jauh berbeda, sementara pada organisasi swasta kedua kriteria memiliki bobot yang hampir sama. Perbedaan inilah yang menimbulkan ciri khas dari kombinasi kedua atribut tersebut dalam penetapan nisbah bagi hasil.
5.8.1. Karakter Mudharib pada Organisasi Pemerintah

Berdasarkan penilaian terhadap kriteria TBBS dan TBBK dalam menentukan besarnya nisbah bagi hasil diketahui bahwa mudharib pada organisasi pemerintah memiliki respon yang cukup kuat terhadap besarnya marjin bagi hasil dan cukup lemah terhadap fluktuasi suku bunga. Kondisi ini dicirikan dengan ditetapkannya tingkat bagi hasil (TBBS) pada prioritas pertama, sementara tingkat suku bunga (TBBK) pada prioritas terakhir dengan perbedaan bobot yang cukup besar (Tabel 12). Berdasarkan karakteristik tersebut dapat disimpulkan bahwa mudharib pada organisasi pemerintah memiliki karakter emosional. Karakter ini dicirikan dengan keengganan mudharib untuk menggunakan sistem bunga karena dilarang oleh agama yang dianutnya. Akibatnya, mudharib memiliki pertimbangan yang cukup lemah terhadap kriteria suku bunga.
5.8.2. Karakter Mudharib pada Organisasi Swasta

Berdasarkan penilaian terhadap kriteria TBBS dan TBBK dalam menetapkan nisbah bagi hasil, mudharib pada organisasi swasta memiliki pertimbangan yang sama kuat terhadap kedua kriteria tersebut. Keadaan ini dicirikan dengan bobot kedua kriteria yang hampir sama, yaitu sebesar 0,22 untuk TBBS dan 0,21 untuk TBBK (Tabel 13). Berdasarkan karakteristik tersebut dapat disimpulkan bahwa mudharib pada organisasi swasta memiliki karakter rasional. Artinya, mudharib melakukan transaksi pembiayaan berdasarkan

90

pertimbangan keuntungan yang akan diperolehnya. Bagi mudharib, imbalan bagi bank berbanding terbalik dengan permintaan pembiayaan atau kredit. Semakin rendah imbalan bagi bank dari kegiatan pembiayaan atau kredit, maka semakin tinggi permintaan mudharib terhadap pembiayaan atau kredit tersebut, begitu juga sebaliknya.
5.8.3. Karakter Rata-Rata Mudharib

Berdasarkan

perhitungan

gabungan

pendapat

dengan

menggunakan metode Pairwise Comparison diperoleh hasil bahwa kriteria TBBS yang dimiliki rata-rata mudharib menempati prioritas pertama dengan bobot sebesar 0,29 sedangkan kriteria TBBK menempati prioritas ketiga dengan bobot sebesar 0,18 (Lampiran 2). Artinya, perhatian yang besar rata-rata mudharib terhadap marjin bagi hasil masih tetap diikuti dengan perhatiannya kepada besarnya suku bunga. Dengan kata lain, rata-rata mudharib dalam penelitian ini termasuk ke dalam kategori nasabah rasional. Rasionalnya karakter rata-rata mudharib juga dicerminkan oleh pertimbangannya yang kuat terhadap kriteria perkiraan marjin keuntungan usahanya (PMKU) dengan bobot sebesar 0,28 (Lampiran 2). Mudharib mengetahui bahwa besarnya keuntungan yang akan diperolehnya dari pembiayaan ini tergantung dari bisnis atau usaha yang dijalankannya. Semakin besar keuntungan usaha mudharib, maka bagian keuntungan yang akan diperolehnya pun akan semakin besar.

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

1). Besarnya nisbah bagi hasil pembiayaan mudharabah pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk (BMI) ditentukan berdasarkan dua faktor, yaitu referensi marjin keuntungan bank yang ditetapkan oleh Tim Asset and Liabilities Committee (ALCO) dan perkiraan keuntungan usaha yang dibiayai. Elemen-elemen di dalamnya merupakan kriteria yang digunakan oleh bank syariah secara umum dalam menetapkan nisbah bagi hasil pada produk pembiayaan yang tidak memberikan kepastian pendapatan seperti mudharabah dan musyarakah. 2). Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pertimbangan mudharib dengan pertimbangan kru BMI dalam hal menetapkan besarnya nisbah bagi hasil pada produk pembiayaan mudharabah. Dengan kata lain, kriteria penetapan nisbah bagi hasil pembiayaan mudharabah yang ditetapkan BMI dapat mengakomodasi pertimbangan yang dimiliki mudharib dalam menentukan besarnya nisbah bagi hasil yang diharapkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa rasionalitas besarnya nisbah bagi hasil pada produk pembiayaan mudharabah di BMI telah tercapai. 3). Rata-rata mudharib dalam penelitian ini memiliki karakter rasional. Dalam menggunakan produk pembiayaan mudharabah di BMI, mudharib tetap mempertimbangkan fluktuasi tingkat suku bunga bank konvensional di samping tingkat marjin bagi hasil sebagai instrumen yang digunakan bank syariah untuk menghasilkan keuntungan dari kegiatan pembiayaan. Selain itu, pertimbangannya yang kuat terhadap perkiraan besarnya marjin keuntungan usahanya mengindikasikan rasionalnya pemikiran rata-rata mudharib dalam menetapkan besarnya nisbah bagi hasil yang diharapkannya.

92

2. Saran

1). Seluruh kru BMI baik yang ada di kantor pusat dan kantor cabang hendaknya memahami kriteria-kriteria standar yang ditetapkan oleh ALCO dalam menetapkan besarnya nisbah bagi hasil pembiayaan mudharabah. Sehingga diharapkan adanya kesamaan pandangan dalam menetapkan besarnya nisbah bagi hasil pada pembiayaan mudharabah. 2). Karakter mudharib yang rasional dapat menyebabkan migrasi mudharib kepada bank lain dengan imbalan yang lebih kompetitif dari BMI. Oleh karena itu, BMI Cabang Bogor hendaknya lebih meningkatkan nilai tambah pada produk-produk pembiayaannya. Peningkatan nilai tambah tersebut dapat dilakukan antara lain dengan cara: (1) Meningkatkan kemampuan akses mudharib terhadap produk-produk BMI lainnya, (2) Menempatkan Sumber Daya Insani (SDI) yang tepat terutama dalam mengelola kegiatan pembiayaan berskema bagi hasil, (3) Meningkatkan kinerja pembiayaan berbasis teknologi informasi dalam rangka memudahkan mudharib ketika bertransaksi. 3). Sebagian besar penyaluran pembiayaan mudharabah di BMI Cabang Bogor hendaknya lebih dikonsentrasikan pada usaha yang bergerak sektor riil (produktif) daripada sektor konsumtif. Hal itu disebabkan karena penyaluran pembiayaan mudharabah kepada sektor riil merupakan prinsip dasar dari kegiatan pembiayaan mudharabah dan bertujuan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat dalam suatu negara. 4). Perlunya dilakukan penelitian kembali ataupun lanjutan guna menghasilkan kesimpulan yang lebih baik. Hal itu disebabkan karena tingkat abstraksi dari objek penelitian yang cukup tinggi sehingga diperlukan kelengkapan dari variabel terkait. Selain itu, karena alat ukur (kuesioner) dalam penelitian ini memiliki invaliditas pada beberapa butir pertanyaan, maka diperlukan penelitian lanjutan untuk dapat memeriksa validitas dari alat ukur tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, A.R. 2004. The Celestial Management. Senayan Abadi Publishing, Jakarta Antonio, M.S. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktek. Gema Insani, Jakarta Bank Indonesia. 2005. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/46/PBI/2005 Tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank yang Menjalankan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. http://www.bi.go.id. [17 Februari 2005] Bank Muamalat Indonesia. 2005. Laporan http://www.muamalatbank.com. [27 Juli 2005] Tahunan 2005. Syariah.

Baraba, A. 1999. Prinsip Dasar Operasional Perbankan http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/999A6F54-94B6-46DE-9638FA6B2BBB110F/409/bempvol2no3des99.pdf. [16 Maret 2006]

Cochran, W.G. 1991. Teknik Penarikan Sampel. 3th Edition. UI-Press, Jakarta. Daryanto. 1997. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. Apollo, Surabaya. Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia. 2005. Laporan Perkembangan Perbankan Syariah Tahun 2005. http://www.bi.go.id. [23 Maret 2006] Djabir, M.D. 2000. Analisa Bagi Hasil Pembiayaan Mudharabah Pada PT. Bank Muamalat Indonesia. Skripsi pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Perbanas. Fewidarto, P.D. 1996. Proses Hirarki Analitik (Analitical Hierarchy Process). Materi Khusus Singkat pada Program Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. George, D. dan Mallery. 2003. SPSS for Windows step by step : A Simple Guide and Reference 11.0 Update. Allyn and Bacon, Boston Hasan, M.I. 2003. Pokok-Pokok Materi Statistik 2 (Statistik Inferensif). 2th Edition. Bumi Aksara, Jakarta. Irawan, T. 2004. Analisis Permintaan dan Penawaran Pembiayaan Bank Umum Syariah (BUS) Di Indonesia. Skripsi pada Departemen Ilmu Ekonomi dan Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Jalil, A., dkk. 1997. Metode Penelitian. Universitas Terbuka, Jakarta

94

Karim, A. 2004. Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan. 2th Edition. PT. Raja Gafindo Persada, Jakarta. Kasmir. 2000. Manajemen Perbankan. PT. Raja Gafindo Persada, Jakarta. Lootsma, F. A. 1999. Distributed Multi-Criteria Decision Making and The Roles of Participants in The Process. Paper. Delft University of Technology, Netherlands. Mangkusubroto, K. dan Trisnadi L. 1987. Analisa Keputusan Pendekatan Sistem Dalam Manajemen Usaha dan Proyek. Ganeca Exact, Bandung Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Grasindo, Jakarta. Maarif, M.S. dan H. Tanjung. 2003. Teknik-Teknik Kuantitatif Untuk Manajemen. PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. Muhammad. 2003. Konstruksi Mudharabah Dalam Bisnis Syariah. Pusat Studi Ekonomi Islam STIS Yogyakarta, Yogyakarta. . 2004. Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin Pada Bank Syariah. UII Press, Yogyakarta. Muhimmah. 2003. Pengembangan Sistem Penunjang Keputusan Seleksi Beastudi ETOS Dompet Dhuafa Republika. Skripsi pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Muljawan, D. 2001. Bank Syariah: Konsep Dasar Operasional Dan Regulasi. Makalah pada Seminar on Islamic Economics and Banking. 24 Oktober 2001, Jakarta. Nasution, S. 2003. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Bumi Aksara, Jakarta. Perwataatmadja, K dan M S. Antonio. 1997. Apa dan Bagaimana Bank Islam. PT. Dana Bhakta Wakaf, Yogyakarta. Rangkuti, F. 2003. Riset Pemasaran. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Rose, P. 1999. Commercial Banking Management. Mc.Graw Hall, Singapura. Salustri, F.A. 2005. Pairwise Comparison http://www.cden.ryerson.ca/~fil/T/pwisecomp.html [07 April 2006] Siagian, T.E. 2004. Analisis Penetapan Nisbah Bagi Hasil Pembiayaan Mudharabah pada Bank Syariah. Tesis pada Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Depok.

95

Spiegel, M.R. 1988. Seri Buku Schaum Teori dan Soal-Soal Statistika. 2th Edition. Erlangga, Jakarta. Statistik Perbankan Syariah Juni 2006. Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, Jakarta. Sudarmanto, R.G. 2005. Analisis Regresi Ganda dengan SPSS. Graha Ilmu. Yohyakarta. Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta, Bandung Supranto, J. 2001. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan untuk Meningkatkan Pangsa Pasar. Rineka Cipta. Jakarta . 2001. Statisitk: Teori & Aplikasi, Jilid 2. 6th Edition. Erlangga, Jakarta. Supraptiwiningsih. 2004. Aplikasi Prinsip Mudhrabah Beserta Analisis Kinerja dan Keagenan Pada Bank Syariah Muamalat Indonesia. Skripsi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Susanto, A.E. dan M. Firdaus. 2004. Perkoperasian: Sejarah, Teori, dan Praktek. Ghalia Indonesia, Bogor. Usman, H. & R.P.S. Akbar. 2003. Pengantar Statistika. Bumi Aksara, Jakarta

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

97

KUISIONER PENELITIAN

MEMPELAJARI RASIONALITAS PENETAPAN NISBAH BAGI HASIL PRODUK PEMBIAYAAN MUDHARABAH (Studi Kasus PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk Cabang Bogor)

Oleh : Moch. Ridlo Darajat H24102105

DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lanjutan Lampiran 1

98

KUISIONER PENELITIAN MEMPELAJARI RASIONALITAS PENETAPAN NISBAH BAGI HASIL PRODUK PEMBIAYAAN MUDHARABAH (Studi Kasus PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk Cabang Bogor)

Kepada Responden yang terhormat, Kami memahami dan menyadari bahwa waktu bapak/Ibu/Saudara sangat berharga. Namun begitu, kami mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk dapat membantu penelitian kami dengan mengisi kuisioner ini. Kuisioner ini hanya digunakan untuk kepentingan studi dan tidak akan dipublikasikan secara luas. Jawaban yang Bapak/Ibu/Saudara berikan dalam kuisioner ini tidak akan memberikan dampak apapun bagi pekerjaan Bapak/Ibu/Saudara, sehingga kami sangat mengharapkan kejujuran Bapak/Ibu/Saudara dalam mengisi kuisioner ini. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari rasionalitas penetapan nisbah bagi hasil produk pembiayaan mudharabah Bank Umum Syariah (BUS) Di Kota Bogor. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi perusahaan dan masyarakat (nasabah atau calon nasabah) dalam mempertimbangkan besaran nisbah yang disepakati dalam transaksi pembiayaan mudharabah. Untuk dapat mengisi kuisioner ini dengan baik, Bapak/Ibu/Saudara dimohon untuk dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut : 1. Lihatlah secara sepintas seluruh kuisioner. 2. Bacalah petunjuk khusus pada setiap awal kuisioner sebelum mulai menjawab. 3. Jawablah semua pertanyaan dari setiap bagian sesuai dengan keadaan Bapak/Ibu alami dan rasakan sebenarnya. Jika terdapat pertanyaan yang kurang jelas bagi Bapak/Ibu tentang maksud pertanyaan tersebut, maka jawablah pertanyaan tersebut sesuai dengan pendapat Bapak/Ibu tentang maksud pertanyaan tersebut. 4. Pastikan Bapak/Ibu telah menjawab semua pertanyaan dalam kuisioner. Terima Kasih atas kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuisioner ini. Moch. Ridlo Darajat (Mahasiswa Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor) Kuisioner ini semata mata untuk penelitian

99
Lanjutan Lampiran 1

A. IDENTITAS RESPONDEN MUDHARIB Berilah tanda check list () pada kotak yang menyatakan jawaban yang dianggap benar!

1. Apakah anda sedang menjadi nasabah pembiayaan mudharabah (mudharib) di Bank Muamalat Indonesia (BMI) cabang Bogor:
Ya Tidak

(Jika Tidak, silakan lanjutkan ke no. 3) 2. Kontrak pembiayaan mudharabah yang sedang anda lakukan termasuk ke dalam jenis pembiayaan mudharabah:
Modal Kerja Investasi Khusus

(Silakan lanjutkan ke no. 5) 3. Apakah anda pernah menjadi nasabah pembiayaan mudharabah (mudharib) di Bank Muamalat Indonesia (BMI) cabang Bogor:
Ya Tidak

(jika Tidak, Terima Kasih atas kerja sama anda, semoga anda mendapatkan ganjaran dari Allah SWT) 4. Kontrak pembiayaan mudharabah yang pernah anda lakukan termasuk ke dalam jenis pembiayaan mudharabah:
Modal Kerja Investasi Khusus

5. Berapa kali anda mendapatkan fasilitas pembiayaan mudharabah dari Bank Muamalat Indonesia (BMI) cabang Bogor? Pembiayaan mudharabah modal kerja : ...... kali, yaitu pada bulan/tahun ................/......., ................/......., ................/......., Pembiayaan mudharabah investasi khusus : ...... kali, yaitu pada bulan/tahun ................/......., ................/......., ................/......., 6. Jangka waktu rata-rata pembiayaan mudharabah yang anda sepakati dengan bank? Pembiayaan mudharabah modal kerja : ....... bulan. Pembiayaan mudharabah investasi khusus : ....... bulan. 7. Bidang usaha/proyek yang dibiayai bank yang sedang anda jalankan: a. b. c.

Lanjutan Lampiran 1

100

8. Apakah anda memiliki pertimbangan pribadi dalam menetapkan nisbah bagi hasil pembiayaan anda?
Ya Tidak

Jika Ya, apa petimbangan anda dalam menentukan nisbah bagi hasil 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

9. Apakah sebelumnya anda pernah menjadi mudharib di bank syariah (BUS, UUS, atau BPRS) lainnya:
Pernah Tidak Pernah

Sebutkan nama bank tersebut: 1. Bank ................... 2. Bank ................... 3. Bank ................... 4. Bank ................... 5. Bank ................... 6. Bank ...................

10. Berapa lama anda menjadi mudharib di bank tersebut? 1. Bank ...................,.....bln 2. Bank ...................,.....bln 3. Bank ...................,.....bln 4. Bank ...................,.....bln 5. Bank ...................,.....bln 6. Bank ...................,.....bln

11. Apakah sebelumnya anda pernah menjadi debitur di bank konvensional (Bank Umum ataupun BPR):
Pernah Tidak Pernah

Sebutkan nama bank tersebut: 1. Bank ................... 2. Bank ................... 3. Bank ................... 4. Bank ................... 5. Bank ................... 6. Bank ...................

12. Berapa lama anda menjadi debitur di bank tersebut? 1. Bank ...................,.....bln 2. Bank ...................,.....bln 3. Bank ...................,.....bln 4. Bank ...................,.....bln 5. Bank ...................,.....bln 6. Bank ...................,.....bln

Lanjutan Lampiran 1

101

B. PREFERENSI MUDHARIB

Berikan tanda check list () pada kolom yang telah disediakan

Dalam

mempertimbangkan

besaran

nisbah

bagi

hasil

pembiayaan

Mudharabah Modal Kerja atau Mudharabah Investasi Khusus yang disepakati

bersama dengan bank, seberapa jauh anda sebagai mudharib/pengelola usaha setuju atau tidak setuju terhadap kriteria/pertimbangan dan atribut berikut.
1) Preferensi Mudharib Terhadap Kriteria Penetapan Nisbah Bagi Hasil
Pernyataan Anda mempertimbangkan marjin bagi hasil perbankan syariah. Anda mempertimbangkan tingkat suku bunga perbankan konvensional. Anda memperkirakan marjin keuntungan usaha anda yang dibiayai oleh bank. Anda mempertimbangkan jangka waktu pembiayaan. Anda mempertimbangkan bagi hasil yang diharapkan penabung/investor. Mudharabah Modal Kerja SS S N TS STS

No 1 2 3 4 5

2) Preferensi Mudharib Terhadap Atribut Penetapan Nisbah Bagi Hasil

A. Berdasarkan Kriteria Tingkat Bagi Hasil Perbankan Syariah (TBBS)


Mudharabah Modal Kerja SS Anda mempertimbangkan tingkat bagi hasil rata-rata perbankan syariah. Anda mempertimbangkan tingkat bagi hasil rata-rata beberapa bank syariah Anda mempertimbangkan tingkat bagi hasil bank syariah tertentu. S N TS STS

No 1 2 3

Pernyataan

Keterangan: SS = Sangat Setuju S = Setuju STS= Sangat Tidak Setuju N = Netral TS = Tidak Setuju

Lanjutan Lampiran 1

102

B. Berdasarkan Kriteria Tingkat Suku Bunga Perbankan (TBBK)

Konvensional

No 1 2 3

Pernyataan Anda mempertimbangkan tingkat rata-rata suku bunga perbankan konvensional. Anda mempertimbangkan tingkat rata-rata suku bunga beberapa bank konvensional. Anda mempertimbangkan tingkat suku bunga bank konvensional tertentu.

Mudharabah Modal Kerja SS S N TS STS

C. Berdasarkan Kriteria Perkiraan Marjin Keuntungan Usaha (PMKU)


Mudharabah Modal Kerja SS Anda mempertimbangkan perkiraan volume penjualan setiap bulan atau transaksi. Anda mempertimbangkan perkiraan fluktuasi harga penjualan setiap bulan atau transaksi. Anda mempertimbangkan perkiraan laba bersih setiap transaksi penjualan. Anda mempertimbangkan perkiraan Harga Pokok Penjualan usaha anda S N TS STS

No 1 2 3 4

Pernyataan

D. Berdasarkan Kriteria Investor/Penabung (BHI)

Bagi

Hasil

yang

Diharapkan

No

Pernyataan Anda mempertimbankan persentase/porsi/nisbah bagi hasil untuk penabung/investor/deposan Anda mempertimbangkan biaya langsung yang dikeluarkan bank dalam memperoleh dana pihak ketiga. Anda mempertimbangkan biaya tidak langsung yang dikeluarkan bank dalam memperoleh dana pihak ketiga.

Mudharabah Modal Kerja SS S N TS STS

Lanjutan Lampiran 1

103

E. Berdasarkan Kriteria Perkiraan Jangka Waktu Pembiayaan (JWP)


Pernyataan Anda mempertimbangkan perkiraan lama proses barang. Anda mempertimbangkan perkiraan lama persediaan barang. Anda mempertimbangkan perkiraan lama piutang. Anda mempertimbangkan tambahan waktu guna menghindari keterlambatan setoran (Delayed Factor) Mudharabah Modal Kerja SS S N TS STS

No 1 2 3 4

F. Kriteria beserta atribut lainnya yang anda gunakan, antara lain :


MMK* N TS

No

Kriteria

Atribut

SS

STS

* Mudharabah Modal Kerja

Lanjutan Lampiran 1

104

C. PREFERENSI BANK Berikan tanda check list () pada kolom yang telah disediakan

Dalam menentukan besaran nisbah bagi hasil pembiayaan mudharabah


modal kerja atau mudharabah investasi khusus, seberapa jauh anda sebagai

wakil dari bank menetapkan penting atau tidak penting terhadap kriteria dan
atribut yang menjadi pertimbangan dalam menetapkan besaran nisbah bagi hasil

tersebut.
1) Kepentingan Relatif Bank Terhadap Kriteria Penetapan Nisbah Bagi Hasil
Mudharabah Modal Kerja SP Bank mempertimbangkan marjin bagi hasil perbankan syariah. Bank mempertimbangkan tingkat suku bunga perbankan konvensional. Bank memperkirakan marjin keuntungan usaha yang dibiayainya. Bank mempertimbangkan jangka waktu pembiayaan. Bank mempertimbangkan bagi hasil yang diharapkan penabung/investor. P CP KP TP

No 1 2 3 4 5

Pernyataan

2) Kepentingan Relatif Bank Terhadap Atribut Penetapan Nisbah Bagi Hasil

A. Berdasarkan Kriteria Tingkat Bagi Hasil Bank Syariah (TBBS)


Mudharabah Modal Kerja SP Bank mempertimbangkan marjin bagi hasil rata-rata perbankan syariah. Bank mempertimbangkan marjin bagi hasil rata-rata beberapa bank syariah Bank mempertimbangkan marjin bagi hasil bank syariah tertentu. P CP KP TP

No 1 2 3

Pernyataan

Lanjutan Lampiran 1

105

B. Berdasarkan Kriteria Tingkat Suku Bunga Bank Konvensional (TBBK)


Mudharabah Modal Kerja SP Bank mempertimbangkan tingkat rata-rata suku bunga perbankan konvensional. Bank mempertimbangkan tingkat rata-rata suku bunga beberapa bank konvensional. Bank mempertimbangkan tingkat suku bunga bank konvensional tertentu. P CP KP TP

No 1 2 3

Pernyataan

C. Berdasarkan Kriteria Perkiraan Marjin Keuntungan Usaha Mudharib (PMKU)


Mudharabah Modal Kerja SP Bank mempertimbangkan perkiraan volume penjualan usaha setiap bulan atau transaksi. Bank mempertimbangkan perkiraan fluktuasi harga penjualan setiap bulan atau transaksi. Bank mempertimbangkan perkiraan laba bersih usaha setiap transaksi penjualan. Bank mempertimbangkan perkiraan Harga Pokok Penjualan usaha Mudharib P CP KP TP

No 1 2 3 4

Pernyataan

D. Berdasarkan Kriteria Bagi Hasil yang Diharapkan Investor/Penabung (BHI)


Mudharabah Modal Kerja SP Bank mempertimbankan persentae/porsi/nisbah bagi hasil untuk penabung/investor/deposan Bank mempertimbangkan biaya langsung yang dikeluarkan untuk memperoleh dana pihak ketiga. Bank mempertimbangkan biaya tidak langsung yang dikeluarkan untuk memperoleh dana pihak ketiga. P CP KP TP

No 1

Pernyataan

Lanjutan Lampiran 1

106

E. Berdasarkan Kriteria Perkiraan Jangka Waktu Pembiayaan (JWP)


Mudharabah Modal Kerja SP Bank mempertimbangkan perkiraan lama proses barang dalam usaha mudharib. Bank mempertimbangkan perkiraan lama persediaan barang dalam usaha mudharib. Bank mempertimbangkan perkiraan lama piutang dalam usaha mudharib. Bank mempertimbangkan tambahan waktu pada perputaran kas usaha mudharib guna menghindari keterlambatan setoran mudharib (Delayed Factor) P CP KP TP

No 1 2 3

Pernyataan

F. Kriteria beserta atribut lainnya yang bank gunakan, antara lain :


MMK* P CP KP

No

Kriteria

Atribut

SP

TP

*Mudharabah Modal Kerja

C. PENETAPAN SCORE (SCORING) MUDHARIB PADA KRITERIA DAN ATRIBUT PENETAPAN NISBAH BAGI HASIL Prosedur pengisian:

1. Masing-masing kriteria/atribut dibandingkan dengan kriteria/atribut lainnya yang ada dalam satu tabel dengan cara menetapkan angka. 2. Penetapan angka dilakukan setelah membandingkan kriteria ke-i pada kolom ke-2 dengan kriteria yang lainnya di kolom berikutnya. 3. Angka ditulis hanya pada kotak yang tidak diarsir. 4. Isilah tabel dengan angka berdasarkan skala Saaty berikut ini:

Lanjutan Lampiran 1

107

Skala 1 3 5 7 9

Definisi Sama pentingnya dibanding dengan ............ Sedikit Kuat pentingnya dibanding dengan ............ Kuat pentingnya dibanding dengan ............. Sangat kuat pentingnya dibanding dengan ............. Ekstrim pentingnya dibanding dengan .............

2,4,6,8 Nilai di antara dua penilaian yang berdekatan

5. Contoh:
No 1 2 3 BHS Bagi Hasil di Bank Syariah (BHS) Bunga di Bank Konvensional (BBK) Bunga dari Renternir (BDR) BBK 7 BDR 9 5

Artinya, anda mengatakan bahwa: Bagi Hasil di Bank Syariah (BHS) sangat kuat pentingnya dibanding dengan Bunga di Bank Konvensional (BBK) dan ekstrim pentingnya dibanding dengan Bunga dari Renternir (BDR). Bunga di Bank Konvensional (BBK) kuat pentingnya dibanding dengan Bunga dari Renternir (BDR).

A. Penetapan Score Pada Kriteria Penetapan Nisbah Bagi Hasil


No 1 2 3 4 5 Tingkat Marjin Bagi Hasil Perbankan Syariah (TBBS) Tingkat Suku Bunga Perbankan Konvensional (TBBK) Bagi Hasil yang Diharapkan Investor/Penabung (BHI) Perkiraan Marjin Keuntungan Usaha (PMKU) Perkiraan Jangka Waktu Pembiayaan (JWP) TBBS TBBK BHI PMKU PSCU

B. Penetapan Score Pada Atribut Penetapan Nisbah Bagi Hasil

Penetapan Score Pada Atribut dari Kriteria TBBS


No 1 2 3 BRPS BRBS BBST

Marjin Bagi Hasil Rata-Rata Perbankan Syariah (BRPS) Marjin Bagi Hasil Rata-Rata Beberapa Bank Syariah Tertentu
(BRBS)

Marjin Bagi Hasil Bank Syariah Tertentu (BBST)

Lanjutan Lampiran 1

108

Penetapan Score Pada Atribut dari Kriteria TBBK


No 1 2 3 SRPK Suku Bunga Rata-Rata Perbankan Konvensional (SRPK) Suku Bunga Rata-Rata Beberapa Bank Konvensional Tertentu (SRBK) Suku Bunga Bank Konvensional Tertentu (SBKT) SRBK SBKT

Penetapan Score Pada Atribut dari Kriteria BHI


No 1 2 3 Persentase/porsi/nisbah bagi hasil yang diharapkan investor /penabung/deposan (PBHI) Biaya langsung yang dikeluarkan dalam memperoleh DPK (BLD) Biaya tak langsung yang dikeluarkan dalam memperoleh DPK (BTLD) PBHI BLD BTLD

Penetapan Score Pada Atribut dari Kriteria PMKU


No 1 2 3 4 TVP Taksiran volume penjualan (TVP) Taksiran fluktuasi harga (TFH) Taksiran laba bersih (TLB) Taksiran harga pokok penjualan (THPP) TFH TLB THPP

Penetapan Score Pada Atribut dari Kriteria JWP


No 1 2 3 4 TLPB Taksiran lama proses barang (TLPB) Taksiran lama persediaan barang (TLSB) Taksiran lama piutang (TLP) Taksiran Delayed Faktor * (TDF) TLSB TLP TDF

* Tambahan waktu guna menghindari keterlambatan setoran

Terima kasih atas kesediaan anda mengisi kuesioner ini. Semoga Bapak/Ibu/Saudara/i sekalian mendapat balasan dari Allah SWT

Lampiran 2. Bobot Kriteria dan Atribut dari Gabungan Pendapat Mudharib

109

No

Kriteria Tingkat Marjin Bagi Hasil Perbankan Syariah (TBBS)

Bobot

0,29

Tingkat Suku Bunga Perbankan Konvensional (TBBK)

0,18

Bagi Hasil untuk Investor/Deposan/Penabu ng (BHI)

0,10

Perkiraan Marjin Keuntungan Usaha Mudharib (PMKU)

0,28

Jangka Waktu Pembiayaan (JWP)

0,16

Atribut Marjin Bagi Hasil Rata-Rata Perbankan Syariah (BRPS) Marjin Bagi Hasil Rata-Rata Beberapa Bank Syariah (BRBS) Marjin Bagi Hasil Bank Syariah Tertentu (BBST) Suku Bunga Rata-Rata Perbankan Konvensional (SRPK) Suku Bunga Rata-Rata Beberapa Bank Konvensional (SRBK) Suku Bunga Bank Konvensional Tertentu (SBKT) Porsi/Nisbah Bagi Hasil untuk Investor (PBHI) Biaya Langsung Untuk Memperoleh DPK (BLD) Biaya Tidak Langsung Untuk Memperoleh DPK (BTLD) Taksiran Volume Penjualan Usaha Mudharib (TVP) Taksiran Fluktuasi Harga Barang (TFH) Taksiran Laba Bersih Usaha Mudharib (TLB ) Taksiran Harga Pokok Penjualan (THPP) Taksiran Lama Proses Barang (TLPB) Taksiran Lama Persediaan Barang (TLSB) Taksiran Lama Piutang Dagang (TLP) Taksiran Delayed Factor (TDF)

Bobot 0,10 0,35 0,55 0.24 0.46 0.30 0,56 0,31 0,13 0,40 0,20 0,17 0,23 0,16 0,28 0,49 0,16

Lampiran 3. Bobot Kriteria dan Atribut dari Gabungan Pendapat Kru BMI

110

No

Kriteria Tingkat Marjin Bagi Hasil Perbankan Syariah (TBBS)

Bobot

0,09

Tingkat Suku Bunga Perbankan Konvensional (TBBK)

0,06

Bagi Hasil untuk Investor/Deposan/Penabu ng (BHI)

0,20

Perkiraan Marjin Keuntungan Usaha Mudharib (PMKU)

0,47

Jangka Waktu Pembiayaan (JWP)

0,17

Atribut Marjin Bagi Hasil Rata-Rata Perbankan Syariah (BRPS) Marjin Bagi Hasil Rata-Rata Beberapa Bank Syariah (BRBS) Marjin Bagi Hasil Bank Syariah Tertentu (BBST) Suku Bunga Rata-Rata Perbankan Konvensional (SRPK) Suku Bunga Rata-Rata Beberapa Bank Konvensional (SRBK) Suku Bunga Bank Konvensional Tertentu (SBKT) Porsi/Nisbah Bagi Hasil untuk Investor (PBHI) Biaya Langsung Untuk Memperoleh DPK (BLD) Biaya Tidak Langsung Untuk Memperoleh DPK (BTLD) Taksiran Volume Penjualan Usaha Mudharib (TVP) Taksiran Fluktuasi Harga Barang (TFH) Taksiran Laba Bersih Usaha Mudharib (TLB ) Taksiran Harga Pokok Penjualan (THPP) Taksiran Lama Proses Barang (TLPB) Taksiran Lama Persediaan Barang (TLSB) Taksiran Lama Piutang Dagang (TLP) Taksiran Delayed Factor (TDF)

Bobot 0,47 0,23 0,30 0,58 0,24 0,18 0,46 0,41 0,14 0,31 0,19 0,34 0,16 0,40 0,28 0,22 0,10

Lampiran 4. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner 111

Item-total Statistics Scale Mean if Item Deleted 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 81.1667 81.3333 81.3333 81.5000 81.5000 81.3333 81.3333 81.3333 81.6667 81.5000 81.6667 81.1667 81.1667 81.1667 81.0000 81.6667 81.6667 82.1667 81.3333 81.8333 81.3333 81.8333 Scale Variance if Item Deleted 104.9667 110.2667 105.0667 109.1000 104.7000 105.4667 105.4667 106.2667 114.6667 116.3000 115.8667 104.9667 104.9667 100.9667 101.2000 104.6667 104.6667 109.3667 105.8667 104.5667 105.8667 104.5667 Corrected ItemTotal Correlation .7218 .2981 .8638 .8677 .7400 .8314 .8314 .5206 .0762 -.0488 -.0256 .7218 .7218 .7457 .9009 .6784 .6784 .4277 .5433 .5128 .5433 .5128

Alpha if Item Deleted .8909 .9008 .8894 .8931 .8905 .8900 .8900 .8952 .9053 .9173 .9141 .8909 .8909 .8888 .8861 .8915 .8915 .8973 .8946 .8957 .8946 .8957

Reliability Coefficients N of Cases = Alpha = .8998 6.0 N of Items = 22

111

Lampiran 5. Hasil Uji Validitas Parsial Kuesioner

Responden 1 2 3 4 5 6 JUMLAH PEARSON A=0.05 HASIL

1 4 4 3 5 4 5

KRTERIA Pertanyaan 2 3 5 4 4 4 3 3 4 4 5 4 3 5 25 24 24 0.847 0.436 0.864 0.360 0.360 0.360 V V V

4 4 4 3 4 4 4 23 0.924 0.360 V

5 4 3 3 4 4 5

Total 21 19 15 21 21 22 23 0.812 0.360 V

Responden 1 2 3 4 5 6 JUMLAH PEARSON A=0.05 HASIL

ATRIBUT TBBS Pertanyaan 6 7 8 4 4 5 4 4 4 3 3 3 4 4 3 5 5 5 4 4 4 24 24 24 0.949 0.949 0.894 0.360 0.360 0.360 V V V

Total 13 12 9 11 15 12

ATRIBUT TBBK Pertanyaan Responden 9 10 11 4 5 5 1 5 5 5 2 3 3 3 3 3 3 2 4 4 5 4 5 3 2 3 6 JUMLAH 22 23 22 PEARSON 0.947 0.952 0.950 0.360 0.360 0.360 A=0.05 HASIL V V V ATRIBUT JWP Pertanyaan 19 3 5 3 4 4 5 24 0.737 0.360 V 20 3 2 3 4 4 5 21 0.817 0.360 V 21 3 5 3 4 4 5 24 0.737 0.360 V 22 3 2 3 4 4 5 21 0.817 0.360 V

Total 14 15 9 8 13 8

Responden 1 2 3 4 5 6 JUMLAH PEARSON A=0.05 HASIL

ATRIBUT PMKU Pertanyaan 12 13 14 4 4 4 4 4 3 3 3 3 5 5 5 4 4 5 5 5 5 25 25 25 0.949 0.949 0.922 0.360 0.360 0.360 V V V

15 4 4 3 5 5 5 26 0.967 0.360 V

Total 16 15 12 20 18 20

Responden 1 2 3 4 5 6 JUMLAH PEARSON A=0.05 HASIL

ATRIBUT BHI Pertanyaan 16 17 18 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 2 4 4 4 5 5 4 22 22 19 0.945 0.945 0.705 0.360 0.360 0.360 V V V

Total 9 9 9 10 12 14

Responden 1 2 3 4 5 6 JUMLAH PEARSON A=0.05 HASIL

Total 12 14 12 16 16 20

112

Lampiran 6. Hasil Perhitungan Bayes untuk Mudharib

Kriteria Alternatif (Responden) BRPS 0.11 Bobot (Bj) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 TOTAL Nilai Keputusan 0.030 4 4 3 4 4 4 2 3 4 4 4 4 44 1.321 TBBS 0.29 BRBS 0.35 0.099 4 4 3 4 4 4 2 4 4 4 4 4 45 4.467 BBST 0.55 0.157 5 4 3 5 4 4 2 4 4 4 4 2 45 7.043 SRPK 0.24 0.042 4 5 3 4 4 3 4 3 4 4 4 5 47 1.992 TBBK 0.18 SRBK 0.46 0.083 5 5 3 4 4 2 4 4 4 4 4 5 48 3.969 SBKT 0.30 0.053 5 5 3 4 3 2 2 3 2 4 3 2 38 2.029 TVP 0.40 0.114 4 4 3 4 5 4 4 3 4 4 4 5 48 5.472 TFH 0.20 0.055 4 4 3 4 4 4 3 3 4 3 4 4 44 2.441 PMKU 0.28 TLB 0.17 0.049 4 3 3 4 4 4 4 3 4 4 4 5 46 2.272 THPP 0.23 0.066 4 4 3 4 5 4 4 3 4 3 4 4 46 3.016 TLPB 0.16 0.025 3 3 3 3 5 4 3 3 4 3 4 5 43 1.073 JWP 0.16 TLSB 0.28 0.044 3 3 3 3 5 4 3 3 4 4 4 4 43 1.881 TLP 0.49 0.077 3 3 3 3 5 2 3 3 2 4 3 3 37 2.838 TDF 0.06 0.010 3 5 3 4 5 5 3 4 2 5 3 4 46 0.458 PBHI 0.56 0.054 3 2 3 4 5 5 2 3 2 4 3 4 40 2.151 BHI 0.10 BLD 0.31 0.030 3 5 3 4 5 4 4 5 4 4 4 4 49 1.465 BTLD 0.13 0.012 3 2 3 4 4 4 4 2 2 4 3 3 38 0.467 4.041 3.891 3.000 4.011 4.365 3.596 3.003 3.396 3.588 3.864 3.794 3.805 Nilai Keputusan

113

Lampiran 7. Hasil Perhitungan Bayes untuk Kru BMI

Kriteria Alternatif (Responden) BRPS 0.47 Bobot (Bj) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 TOTAL Nilai Keputusan 0.045 4 5 4 4 5 3 4 5 4 5 4 47 2.114 TBBS 0.09 BRBS 0.23 0.022 4 5 4 3 4 3 4 3 4 4 4 42 0.933 BBST 0.29 0.028 3 5 4 2 3 1 4 4 5 3 4 38 1.049 SRPK 0.58 0.037 3 4 3 3 4 1 3 4 4 5 4 38 1.415 TBBK 0.06 SRBK 0.24 0.016 3 5 2 3 3 1 3 3 4 4 3 34 0.530 SBKT 0.18 0.012 2 4 3 2 3 1 3 4 3 3 3 31 0.369 TVP 0.31 0.145 5 4 5 5 4 4 4 5 5 5 5 51 7.384 TFH 0.19 0.088 5 4 5 4 4 4 4 4 5 5 4 48 4.206 PMKU 0.47 TLB 0.34 0.161 5 5 5 5 4 4 4 3 4 5 5 49 7.879 THPP 0.16 0.073 5 5 5 5 4 4 4 3 3 5 4 47 3.434 TLPB 0.40 0.069 4 4 5 4 4 5 3 4 5 5 5 48 3.318 JWP 0.17 TLSB 0.28 0.048 4 4 5 5 3 1 3 4 5 5 4 43 2.045 TLP 0.22 0.037 2 4 4 4 3 1 3 3 4 4 3 35 1.291 TDF 0.10 0.017 4 4 5 5 4 4 4 4 5 4 5 48 0.830 PBHI 0.46 0.093 4 4 5 5 4 3 4 4 5 5 5 48 4.475 BHI 0.20 BLD 0.41 0.083 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5 5 47 3.885 BTLD 0.14 0.027 4 4 5 5 4 3 4 4 3 4 5 45 1.236 4.288 4.344 4.723 4.410 3.905 3.351 3.782 3.881 4.375 4.802 4.531 Nilai Keputusan

114

Lampiran 8. Produk-Produk PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk

115

Kriteria Produk

Jenis Produk Shar-E

Keterangan Tabungan instan investasi syariah yang memadukan kemudahan akses ATM, Debit, dan Phone Banking dalam satu kartu Investasi tabungan dengan akad Mudharabah Tabungan untuk mewujudkan niat nasabah untuk menunaikan ibadah haji Investasi bagi nasabah perorangan dan badan hukum dengan bagi hasil yang menarik Inevstasi yang dikhususkan bagi nasabah perorangan dengan jangka waktu enam dan 12 bulan. Titipan dana pihak ketiga berupa simpanan giro. Dapat diikuti oleh mereka yang berusaha minimal 18 tahun, atau sudah menikah, atau pilihan usia pensiun 45 65 tahun Jual beli barang pada harga asal ditambah dengan keuntungan yang disepakati Pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari di mana pembayaran dilakukan di muka secara tunai Sama dengan salam hanya berbeda dalam hal pembayaran. Kerjasama berdasarkan kontribusi dana dari kedua belah pihak Kerjasama berdasarkan kontribusi keahlian di satu pihak dan dana di pihak lain Sewa menyewa barang/jasa Sewa menyewa barang/jasa yang diakhiri dengan kepemilikan barang oleh penyewa Akad pemberian wewenang kepada pihak lain Jaminan yang diberikan kepada pihak ketiga Pengalihan utang Penggadaian Pinjaman tanpa ada tambahan keuntungan dan dibayarkan secara angsuran ataupun sekaligus Layanan ATM 24 jam dalam melakukan penarikan dana tunai, pemindahbukuan antar rekening, pemeriksaan saldo, pembayaran ZIS (hanya pada ATM Muamalat), dan tagihan telepon Layanan Phone Banking 24 jam dan call centre Jasa yang memudahkan nasabah dalam membayar ZIS Transfer, collection, standing instruction, bank draft, referensi bank

Tabungan Ummat Tabungan Arafah

Penghimpunan Dana Deposito Mudharabah

Deposito Fulinves

Giro Wadiah

Dana Pensiun Muamalat

Murabahah

Salam

Istishna Penanaman Dana Musyarakah Mudharabah Ijarah Ijarah Muntahia Bittamlik Wakalah Kafalah Produk Jasa Hawalah Rahn Qardh

ATM

Jasa Layanan

SalaMuamalat Pembayaran Zakat, Infak, dan Shadaqah (ZIS) Jasa-jasa Lain

Lampiran 9. Elemen Penetapan Nisbah Bagi Hasil Pembiayaan Mudharabah


No Kriteria Atribut

116

a). Tingkat marjin bagi hasil ratarata perbankan syariah 1 Tingkat Marjin Bagi Hasil Perbankan Syariah (TBBS) b). Tingkat marjin bagi hasil ratarata beberapa bank syariah c). Tingkat marjin bagi hasil bank syariah tertentu a). Tingkat suku bunga rata-rata perbankan konvensional 2 Tingkat Suku Bunga Perbankan Konvensional (TBBK) b). Tingkat suku bunga rata-rata beberapa bank konvensional c). Tingkat suku bunga bank konvensional tertentu a). Perkiraan volume penjualan b). Perkiraan fluktuasi harga 3 Perkiraan Marjin Keuntungan Usaha Nasabah (PMKU) c). Perkiraan laba bersih d). Perkiraan Harga Pokok Penjualan (HPP) a). Perkiraan lama proses produksi 4 Jangka Waktu Pembiayaan (JWP) b). Perkiraan lama persediaan c). Perkiraan lama piutang d). Perkiraan Delayed Factor a). Target bagi hasil untuk nasabah pihak ketiga b). Biaya langsung untuk 5 Bagi Hasil yang Diharapkan Nasabah Pihak Ketiga (Investor/Penabung) (BHI) mendapatkan dana pihak ketiga c). Biaya tidak langsung untuk mendapatkan dana pihak ketiga

Lampiran 10. Perhitungan Nisbah Bagi Hasil dan Distribusi Profit pada Pembiayaan Mudharabah

Bulan

Tabel Perhitungan Nisbah Bagi Hasil Cicilan Marjin Proyeksi Angsuran Pokok Keuntungan Pendapatan

Nisbah Bank Mudharib

(A)

(B)

(C = A + B)

(D)

(E = C/D)

(1 E)

TOTAL

Sumber: Djabir, 2000

Bulan

Aktual Pendapatan

Nisbah Bank

Tabel Perhitungan Distribusi Profit Aktual Profit Angsuran Jumlah Setoran Bank Mudharib Jalan

Porsi Nasabah Nisbah Hasil Bonus Jml

TOTAL

Sumber: Muhammad, 2004


117

Anda mungkin juga menyukai