Anda di halaman 1dari 34

BAB I PENDAHULUAN Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut yaitu usia diatas

50 tahun , katarak senilis dapat dibagi 4 stadium yaitu: katarak insipien, katarak imatur, katarak matur dan katarak hipermatur. Katarak merupakan penyebab kebutaan di dunia saat ini yaitu setengah dari 45 juta kebutaan yang ada. 90% dari penderita katarak berada di negara berkembang seperti Indonesia, India dan lainnya. Katarak juga merupakan penyebab utama kebutaan di Indonesia, yaitu 50% dari seluruh kasus yang berhubungan dengan penglihatan. Oklusi vena retina merupakan salah satu penyebab penurunan ketajaman penglihatan pada orangtua yang umum terjadi dan merupakan penyebab tersering kedua dari penyakit vaskuler retina, setelah retinopati diabetik. Oklusi vena retina memiliki prevalensi 1-2% pada setiap orang yang berusia 40 tahun keatas dan mempengaruhi lebih kurang 16 juta orang di seluruh dunia.3,4,5 Pada sebuah penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, prevalensi oklusi vena retina cabang mencapai 0,6% sementara prevalensi dari oklusi vena retina sentral hanya 0,1%. Oklusi pada vena retina cabang 4 kali lebih sering terjadi daripada oklusi vena retina sentral. Sementara itu oklusi vena retina bilateral juga sering terjadi, walaupun pada 10% pasien dengan oklusi pada satu mata, oklusi dapat berkembang di mata lainnya seiring dengan berjalannya waktu. Adapun oklusi vena retina ini sering dihubungkan dengan penyakit-penyakit dalam bagian penyakit dalam. Hal yang paling umum diketahui adalah hubungan oklusi vena retina dengan gangguan vaskular sistemik seperti hipertensi, arteriosklerosis, dan diabetes mellitus. Pada oklusi vena retina terjadi penurunan penglihatan yang terjadi secara tiba-tiba. Walapun umumnya penglihatan pada oklusi vena retina ini dapat kembali berfungsi, edema makula dan glaukoma yang terjadi secara bersamaan dapat menghasilkan prognosis yang buruk pada pasien. Oleh karena itu diperlukan tatalaksana yang memadai untuk mengatasi komplikasi edema makula dan glaukoma ini.

BAB II LAPORAN KASUS I. Identitas Pasien Nama : Tn. J Umur : 55 tahun Jenis Kelamin : laki-laki Alamat : rt 03 simpang rengas bandung kab muaro jamb Pendidikan : SMP Pekerjaan : wiraswasta Tanggal ke polikilinik mata : 10 september 2013 II. Anamnesis Keluhan Utama : 4 hari ini pasien mengeluh mata sebelah kirinya mendadak menjadi gelap saja. Keluhan tambahan : Pasien mengeluh mata kanannya kabur sejak 2 tahun yang lalu

Riwayat perjalanan Penyakit : Pasien pertama kalinya berobat ke poli mata dengan keluhan 4 hari ini mata sebelah kirinya tiba-tiba gelap, perubahan itu mendadak saja , itu terjadi pagi harinya setelah pasien terbangun tidur pandanganya tiba-tiba gelap saja, sampai sekarang matanya gelap tidak bisa melihat apa-apa, melihat kilatan cahaya (-) , melihat benda-benda melayang (-) gatal(-) mata merah (-), nyeri mata (-), silau (-) , bayangan seperti pelangi (-), pasien mengeluh sakit kepala (+). Riwayat trauma (-) 2 tahun yang lalu mata kanannya kabur,Penglihatan buram dirasakan pasien seperti ada kabut/asap putih yang menghalangi, dan terkadang pasien merasa silau saat melihat cahaya tapi pasien membiarkan saja karena masih bisa melihat, belum menganggu aktivitas , pasien tidak pernah berobat. Sebelumnya pasien mengenakan kacamata namun tidak mengetahui ukurannya. -

Riwayat Penyakit Terdahulu Riwayat Penyakit Sistemik

o Riwayat penyakit tekanan darah tinggi ada . Saat diperiksa TD 150/90 mmHg o Riwayat penyakit diabetes mellitus disangkal. Riwayat Trauma o Riwayat trauma disangkal Riwayat Penyakit dalam Keluarga Riwayat keluarga dengan katarak disangkal Riwayat keluarga dengan seperti ini disangkal Riwayat keluarga dengan glaukoma disangkal

Riwayat Gizi Baik Keadaan Sosial Ekonomi Menengah Penyakit Sistemik Tract. Resp : Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan

Tract. Digest : Cardio vasc Endokrin Neurologi Kulit THT Gigi mulut Lain-lain : : : : : : :

III.

PEMERIKSAAN FISIK Status Generalisata Tinggi badan : 165 cm Berat badan : 50kg Tekanan darah : 150/90 Nadi : 80 x/menit

Pernafasan : 22x/menit Suhu : afebris Status Oftalmologi OD OS 1/300 Normal

Visus Dasar TIO : Digital Kedudukan bola mata

1/60 Normal

Ortoforia

Ortoforia

Pergerakan bola mata Duksi : baik Versi : baik Silia Palpebra Superior Inferior Konjungtiva tarsus superior Konjungtiva tarsus inferior Konjungtiva Bulbi Kornea Jernih Jernih Papil (-), folikel (-), hiperemis(-) Papil (-), folikel (-), hiperemis (-) Injeksi (-), Injeksi (-), Papil (-), folikel (-), hiperemis (-) Papil (-), folikel (-), hiperemis(-) Trichiasis (-) hematome (-), edema (-) hematome (-), edema (-) Duksi : baik Versi: baik Trichiasis (-) hematome (-), edema (-) hematome (-), edema (-)

Bilik Mata Depan Iris Pupil Diameter Lensa

Dalam,jernih, hifema(-) Kripta iris normal Bulat, Isokor 3 mm Keruh(+)

Dalam, jernih, hifema(-) Kripta iris normal Bulat, Isokor 3mm Keruh(+)

Pemeriksaan Slit Lamp Silia Conjungtiva Kornea Bilik mata depan Iris Lensa Trikiasis (-) Injeksi (-), hiperemis (-) Jernih Sedang Kripta iris normal Trikiasis (-) Injeksi (-), hiperemis (-) Jernih Sedang Kripta iris normal

Keruh sedikit dinukleus Iris Shadow Test (+) Funduskopi Tidak diperiksa

Keruh sedikit dinukleus Iris Shadow Test (+)

Refleks fundus (+), papil n II batas tegas,Tampak perdarahan retina kecil-kecil tersebar dan bercak-bercak seperti cotton wool, makula terlihat jelas, edema(-) Tonometri Palpasi Tonometri Schiotz Visual Field Baik buruk TIO = N TIDAK DILAKUKAN TIO =N

IV. RESUME Seorang laki-laki,55 tahun pasien pertama kalinya berobat ke poli mata dengan keluhan 4 hari ini mata sebelah kirinya tiba-tiba gelap, perubahan itu mendadak saja , itu terjadi pagi harinya setelah pasien terbangun tidur pandanganya gelap saja, 2 tahun yang lalu mata kanannya kabur, tapi pasien membiarkan saja karena masih bisa melihat . Riwayat Hipertensi ada , DM disangkal. Sedangkan dikeluarga, tidak ada keluarga pasien juga menderita seperti ini. Pada pemeriksaan fisik, secara umum tampak tekanan darah 150/90 mmHg dan status optalmologikus ditemui mata kanan : Visus 1/60 dan mata kiri : Visus 1/300 OD adanya kekeruhan lensa ODS dengan iris shadow (+) ODS , visual fleid OS buruk , pemeriksaan funduskopi Tampak perdarahan retina kecil-kecil tersebar dan bercak-bercak seperti cotton wool. V. DIAGNOSIS KERJA 1. Katarak Senilis Imatur ODS 2. Oklusi Vena Retina Sentralis OS VI. ANJURAN PEMERIKSAAN Biometri ODS Cek Gula Darah Sewaktu (GDS) dan Darah rutin (WBC, RBC, Hb, Ht) Angiografi Furosensi

VII. PENATALAKSANAAN 1. Tranxenamin acid 2x1 2. MPD 3x1 3. Anjuran Operasi Katarak OD VIII. PROGNOSIS Quo ad vitam : bonam

Quo ad functionam OD OS

: dubia ad bonam : dubia ad malam

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Anatomi Retina Retina merupakan membran yang tipis, halus dan tidak berwarna, tembus pandang, yang terlihat merah pada fundus adalah warna dari koroid. Retina ini terdiridari bermacammacam jaringan, jaringan saraf dan jaringan pengokoh yang terdiri dari serat-serat Mueler, membrana limitans interna dan eksterna, sel-sel glia.Membrana limitans interna letaknya berdekatan dengan membrana hyaloidea dari badan kaca. Pada kehidupan embrio dari optik vesicle terbentuk optic cup,dimana lapisan luar membentuk lapisan epitel pigmen dan lapisan dalam membentuk lapisan retina lainnya. Bila terjadi robekan di retina, maka cairan badan kaca akanmelalui robekan ini, masuk ke dalam celah potensial dan melepaskan lapisan batangdan kerucut dari lapisan epitel pigmen, maka terjadilah ablasi retina.Retina terbagi atas 3 lapis utama yang membuat sinap saraf sretina, yaitu selkerucut dan batang, sel bipolar, dan sel ganglion.

Gambar 1 : Anatomi Mata

Terdapat 10 lapisan yang dapat dibedakan secara histologik, yaitu dari luar kedalam : 1. lapis pigmen epitel yang merupakan bagian koroid 2. lapis sel kerucut dan batang yang merupakan sel fotosensitif 3. membran limitan luar 4. lapis nukleus luar merupakan nukleus sel kerucut dan batang 5. lapis pleksiform luar, persatuan akson dan dendrit 6. lapis nukleus dalam merupakan susunan nukleus luar bipolar 7. lapis pleksiform dalam, persatuan dendrit dan akson 8. lapis sel ganglion 9. lapis serat saraf, yang meneruskan dan menjadi saraf optik 10. membran limitan interna yang berbatasan dengan badan kaca.

Perdarahan Retina Retina menerima nutrisi dari dua sistem sirkulasi yaitu pembuluh darah retina dan uvea atau pembuluh darah koroid. Keduanya berasal dari arteri opthlmica yang merupakan cabang pertama dari arteri carotis interna. Cabang utama dari arteri opthalmica merupakan arteri retina sentralis, arteri siliaris posterior dan cabang muskular. Secara khas, dua arteri siliaris posterior ada pada bagian ini, yakni medial dan lateral, namun kadang-kadang sepertiga arteri siliaris posterior superior juga dapat terlihat. Arteri siliaris posterior kemudian terbagi menjadi dua arteri siliaris posterior yang panjang dan menjadi beberapa cabang arteri siliaris posterior panjang dan menjadi cabang arteri siliaris posterior yang pendek Koroid didrainase melalui sistem vena vortex, yang biasanya memiliki empat hingga tujuh pembuluh darah besar, satu atau dua pada setiap kuadran, yang terletak pada ekuator.Pada kondisi patologis seperti miopia tinggi, vena vortex posterior perlu diobservasi. Aliran dari vena vortex masuk ke vena orbita superior dan inferior, yang mengalir lagi ke sinus cavernosa dan plexus pterygoid, secara berurutan. Kolateralisasi di antara vena orbita superior dan inferior orbital juga biasa ditemukan. Vena retina sentral mengalirkan darah dari retina dan bagian prelamina dari saraf optik ke sinus cavernosa. Demikianlah, kedua sistem sirkulasi retina dan koroid bergabung dengan sinus cavernosa.

Gambar 2. Anatomi dari sistem vena retina Berdasarkan deskripsi dari Duke-Elder. (1) Terminal retinalvenule; (2) retinal venule; (3) minor retinal vein; (4) main retinal vein; (5) papillary vein; (6) centralretinal vein

3.1.1 Definisi Oklusi Vena Retina Oklusi vena retina adalah blokade dari vena kecil yang membawa darah keluar dari retina. Oklusi vena retina diklasifikasikan berdasarkan lokasi di mana obstruksi terjadi.Obstruksi vena retina pada saraf optik diklasifikasikan sebagai oklusi vena retina sentral, dan obstruksi pada cabang vena retina diklasifikasikan sebagai oklusi vena retina cabang. Dua klasifikasi ini memiliki perbedaan dan kemiripan pada patogenesis dan manifestasi klinis. Sementara itu, oklusi vena retina secara umum dibagi lagi menjadi tipe iskemik dan noniskemik. Klasifikasi anatomis dari oklusi vena retina dibagi berdasarkan gambaran funduskopi pada mata dan termasuk ke dalam tiga grup utama tergantung letak lokasi oklusi vena, yakni: oklusi vena retina cabang (BRVO), oklusi vena retina sentral (CRVO), dan oklusi vena hemiretinal (HRVO). BRVO terjadi ketika vena pada bagian distal sistem vena retina mengalami oklusi, yang menyebabkan terjadinya perdarahan di sepanjang distribusi pembuluh darah kecil pada retina. CRVO terjadi akibat adanya trombus di dalam vena retina sentral pada bagian lamina cribrosa pada saraf optik, yang menyebabkan keterlibatan seluruh retina. HRVO terjadi ketika blokade dari vena yang mengalirkan darah dari hemiretina superior maupun inferior, yang mempengaruhi setengah bagian dari retina.

3.1.2 Etiologi Penyebab lokal dari oklusi vena retina adalah trauma, glaukoma, dan lesi struktur orbita. Akan tetap sangat penyebab lokal ini sangat jarang terjadi pada oklusi vena retina cabang Proses sistemik juga dapat menyebabkan oklusi vena retina, di antaranya adalah hipertensi, atherosklerosis, diabetes mellitus, glaukoma, penuaan, puasa, hypercholesterolemia, hyperhomocysteinemia, SLE, sarcoidosis, tuberculosis, syphilis, resistensi protein C (factor V Leiden), defisiensi protein C dan S, penyakit antibodi antiphospholipid, multiple myeloma.

3.1.3 Patogenesis Pada umumnya, oklusi arteri maupun vena retina terjadi karena emboli. Emboli biasanya berasal dari trombus pembuluh darah dari aliran pusat yang terlepas kemudian masuk kedalam sistem sirkulasi dan berhenti pembuluh darah dengan lumen lebih kecil. Etiologi trombosis adalah kompleks dan bersifat multifaktor. Konsep trombosis pertama kali diperkenalkan oleh virchow pada tahun 1856 dengan diajukamya uraian patofisiologi yang terkenal sebagai Triad of Virchow, yaitu terdiri: 1.Kondisi dinding pembuluh darah (endotel) 2.Aliran darah yang melambat/ statis 3.Komponen yang terdapat dalam darah sendiri berupa peningkatan koagulabilitas Trombosis vena terjadi akibat aliran darah menjadi lambat atau terjadinya statis aliran darah, sedangkan kelainan endotel pembuluh darah jarang merupakan faktor penyebab. Selain itu keadaan anatomis vena turut mempengaruhi terjadinya oklusi pada vena retina. Arteri dan vena retina sentral berjalan bersama-sama pada jalur keluar dari nervus optikus dan melewati pembukaan lamina kribrosa yang sempit.Karena tempat yang sempit tersebut mengakibatkan hanya ada keterbatasan tempat bila terjadi displacement. Jadi, anatomi yang seperti ini, merupakan predisposisi terbentuk trombus pada vena retina sentral dengan berbagai faktor, di antaranya perlambatan aliran darah, perubahan dinding darah, dan perubahan dari darah sendiri. Selain itu, perubahan arterioskelerotik pada arteri retina sentral mengubah struktur arteri menjadi kaku dan mengenai/ bergeser dengan vena sentral yang lunak, hal ini menyebabkan terjadinya disturbansi hemodinamik,kerusakan endotelial, dan pembentukan trombus. Mekanisme ini menjelaskan adanya hubungan antara penyakit arteri dengan CRVO, tapi hubungan tersebutmasih belum bisa dibuktikan secara konsisten. Oklusi trombosis vena retina sentral dapat terjadi karena berbagai kerusakan patologis, termasuk di antaranya kompresi vena , disturbansi hemodinamik dan perubahan pada darah. Oklusi vena retina sentral menyebabkan akumulasi darah di sistem vena retina

dan menyebabkan peningkatan resistensi aliran darah vena.Peningkatan resistensi inimenyebabka n stagnasi darah dan kerusakan iskemik pada retina. Hal ini akanmenstimulasi peningkatan produksi faktor pertumbuhan dari endotelialvaskular (VEGF=vascular endothelial growth factor) pada kavitas vitreous. Peningkatan VEGF menstimulasi neovaskularisasi dari segmen anterior dan posterior. VEGF juga menyebabkan kebocoran kapiler yang mengakibatkan

edema makula.

3.1.4 Penegakan Diagnosis a. Manifestasi Klinis Kehilangan penglihatan Tiba-tiba tanpa nyeri. Pasien juga dapat mengeluh kekaburan episodik (amaurosis fugax) sebelum terjadi perubahan visual konstan.Gejala yang timbul pada oklusi vena retina mulai dari penurunan penglihatan yang Memburuk pada pagi hari, tepat etelah bangun pagi hingga penurunan penglihatan yang nyata yang dijumpai pertama kali saat bangun pagi dan dapat sampai kebutaan yang menetap. Gejala biasanya timbul pada satu mata. Onset timbulnya gejala pada oklusi vena dapat berkurang akut dari onset oklusi arteri retina. b. Pemeriksaan Pemeriksaan visus akan ditemukan penurunan tajam penglihatan yang bermakna. Reflex pupil bisa normal dan mungkin ada dengan reflek pupil aferen. Pada pemeriksaan iris harus dilihat apakah terdapat neovaskularisasi (rubeosis iridis) yang akan terbentuk pada oklusi vena retina tahap lanjut yang dapat menyebabkan glaukoma sekunder. Pada pemeriksaan funduskopi terlihat vena berkelok-kelok, edema macula dan retina, dan perdarahan berupa titik merah pada retina. Perdarahanretina dapat terjadi pada keempat kuadran retina. Cotton wool spot (eksudat)umumnya ditemukan diantara bercak-bercak perdarahan dan dapatmenghilang dalam 2-4 bulan. Papil merah dan menonjol (edema) dengan pulsasi vena menghilang karena penyumbatan. Kadang dijumpai edema papil tanpa disertai perdarahan di tempat yang jauh (perifer), ini merupakan gejalaawal penyumbatan di tempat sentral. Neovaskularisasi disk (NVD)

Oklusi vena retina cabang

Temuan oftalmoskopi pada oklusi vena retina cabang akut (BRVO) adalah perdarahan superfisial, edema retina, dan sering kali terjadi gambaran cotton-wool spot pada salah satu sektor di retina yang diinervasi oleh vena yang rusak. Oklusi vena cabang umumnya terjadi pada persilangan arteri dan vena. Kerusakan makula menentukan derajat penurunan penglihatan. Jika oklusi tidak terjadi pada persilangan arteri dan vena, harus dipertimbangkan kemungkinan adanya peradangan. Usia rata-rata pasien yang menderita oklusi vena cabang ini adalah 60-an tahun.

Gambar 3 : Oklusi Vena retina Cabang

Oklusi Vena Retina Sentral

Suatu penelitian histologis menyimpulkan bahwa pada CRVO terdapat mekanisme yang paling sering, yakni: trombosis dari vena retina sentral dan posteriornya hingga lamina cribrosa. Pada beberapa kasus, arteri retina sentral yang mengalami atherosklerosis dapat bergeseran dengan vena retina sentral, menyebabkan adanya turbulensi, kerusakan endotel, dan pembentukan trombus. CRVO ringan (non iskemia) dicirikan dengan baiknya ketajaman penglihatan penderita, afferent pupillary defect ringan, dan penurunan lapang pandang ringan. Funduskopi menunjukkan adanya dilatasi ringan dan adanya gambaran cabang-cabang vena retina yang berliku-liku branches dan terdapat perdarahan dot dan flame pada seluruh kuadran retina. Edema makula dengan adanya penurunan tajam penglihatan dan pembengkakan discus opticus bisa saja muncul. Jika edema discus terlihat jelas pada pasien yang lebih muda, kemungkinan

terdapat kombinasi inflamasi dan mekanisme oklusi yang disebut juga papillophlebitis. Fluorescein angiography biasanya menunjukkan adanya perpanjangan dari waktu sirkulasi retina dengan kerusakan dari permeabilitas kapiler namun dengan area nonperfusi yang minimal. Neovaskularisasi segmen anterior jarang terjadi pada CRVO ringan. CRVO berat (iskemik) biasanya dihubungkan dengan penglihatan yang buruk, afferent pupillary defect, dan central scotoma yang tebal. Dilatasi vena yang menyolok; perdarahan. kuadran yang lebih ekstensif, edema retina, dan sejumlah cotton-wool spot dapat ditemukan pada kasus ini. Perdarahan dapat saja terjadi pada vitreous hemorrhage, ablasio retina juga dapat terjadi pada kasus iskemia berat. Fluorescein angiography secara khas menunjukkan adanya nonperfusi kapiler yang tersebar luas.

Gambar 4 : Oklusi Vena Retina Sentralis Non iskemik A. CRVO ringan, noniskemia, terperfusi, pada mata dengan visus 20/40. Dilatasi vena retina dan perdarahan retina terlihat jelas. B. Fluorescein angiogram menunjukkan adanya perfusi pada pembuluh kapiler retina.

Gambar 5 : oklusi Vena Retina Sentralis Iskemik Gambar. A. CRVO berat, iskemia pada mata dengan visus 1/300. Vena dilatasi dan terdapat perdarahan retina. Terlihat edema retina menyebabkan corakan warna kuning pada dasar penampakan fundus dan mengaburkan refleks fovea.

B. Fluorescein angiogram menunjukkan adanya nonperfusi kapiler, yang menyebabkan pembesaran pembuluh darah retina.

3.1.5 Penatalaksanaan Oklusi Vena Retina Sentral Kebanyakan pasien dapat mengalami perbaikan, walaupun tanpa pengobatan. Akan tetapi, ketajaman penglihatan jarang kembali ke nilai normal. Tidak ada cara untuk membuka kembali atau membalik blokade. Akan tetapi terapi dibutuhkan untuk mencegah terjadinya pembentukan blokade lain di mata sebelahnya. Manajemen diabetes mellitus, tekanan darah tinggi, dan kadar kolesterol yang tinggi perlu dilakukan. Beberapa pasien boleh diberikan aspirin maupun obat pengencer darah lainnya. Tatalaksana dari komplikasi oklusi vena retina antara lain:10 - Pengobatan menggunakan laser fokal, jika terdapat edema makula - Injeksi obat anti-vascular endothelial growth factor (anti-VEGF) ke mata. Obat ini dapat menghambat pembentukan pembuluh darah baru yang dapat menyebabkan glaukoma. Obat ini masih dalam tahap penelitian. - Pengobatan dengan menggunakan laser untuk mencegah pertumbuhan dari pembuluh darah baru yang abnormal, yang juga dapat menyebabkan glaukoma - Sheathotomy, teknik bedah untuk memisahkan pembuluh darah yang berdekatan pada persimpangan arteri dan vena telah dikembangkan untuk mengatasi edema makula dalam usaha untuk meningkatkan tajam penglihatan. Diseksi dari tunika adventitia dengan pemisahan arteri dari vena pada persimpangan tersebut di mana oklusi vena retina cabang terjadi dapat mengembalikan aliran darah vena disertai penurunan edema makula. Arteriovenous sheathotomy menimbulkan adanya perbaikan sementara dari aliran darah retina dan cukup efektif dalam menurunkan edema makula. Pembuluh kolateral pada oklusi vena retina cabang memiliki efek yang positif pada prognosis visual pasien. Argon-laser-photocoagulation dapat mencegah berkembangnya oklusi dan mengatasi neo-vaskularisasi. Penggunaan dari triamcinolone acetonide intravitreous telah banyak digunakan untuk penanganan edema makula yang tidak responsif dengan laser. Dua hingga empat miligram (0.05 atau 0.1 ml) dari triamcinolone acetonide (Kenalog, Bristol-Myers Squibb) diinjeksi melalui pars plana inferior di bawah kondisi steril pada pasien rawat jalan. Terapi trombolitik

yang diberikan secara terbatas penggunaannya sehubungan dengan adanya efek samping yang serius, akan tetapi dapat membantu bila dilakukan injeksi intraokuler. Manajemen CRVO disesuaikan dengan kondisi medis terkait, misalnya hipertensi, diabetes melitus

Oklusi vena retina sentral 1. Pengobatan Laser-Fotokoagulasi tidak membantu untuk mengembalikan kehilangan penglihatan dari edema makula pada pasien dengan oklusi vena retina sentralis 2. Chorioretinal vena anastomosis, suatu prosedur yang bypass untuk obstruksi vena dibuat dengan penggunaan terapi laser, telah disarankan untuk pasien dengan oklusi vena retina sentral perfusi .Namun, neovaskularisasi laser terkait dikembangkan di 20% dari laser diperlakukan mata, dan vitrectomy untuk perdarahan vitreous dilakukan pada 10%. Dengan demikian, manfaat potensial anastomosis chorioretinal dioklusi vena retina sentral perfusi harus ditimbang terhadap risiko mata klinis yang signifikan komplikasi. 3. glukokortikoid Injeksi intravitreal triamsinolon dievaluasi dalam Studi SCORE pada 271 pasien dengan pusat oklusi vena retina-dan kehilangan penglihatan karena makula edema.Pada 1 tahun, peningkatan visual yang ketajaman, Tingkat efek samping adalah mirip dengan yang di antara pasien dengan cabang oklusi vena retina, dalam penelitian SCORE, injeksi intravitreal deksametason melalui implan dikaitkan dengan pendek waktu untuk mencapai keuntungan dalam ketajaman 15 huruf pada grafik mata pada pasien dengan oklusi vena retina sentral , serta pada mereka dengan cabang oklusi vena retina-, seperti yang dibahas di atas. Dalam kedua triamsinolon dan studi deksametason, tekanan intraokular adalah signifikan efek samping untuk pasien yang menerima obat ini 4. Agen Anti-VEGF Ranibizumab dan bevacizumab banyak digunakan dalam pengobatan oklusi vena retina sentralis. Penelitian BRAVO, yang menilai intervensi ranibizumab sama pada pasien dengan oklusi vena retina cabang dan pada mereka dengan oklusi vena retina sentralis, studi CRUISE tidak menunjukkan signifikan perbedaan antara kelompok dalam kejadian kejadian vaskular

sistemik antara pasien dengan pusat oklusi vena retina-, dan keuntungan visus dengan pengobatan ranibizumab dipertahankan pada 12 bulan. 3.1.6 Komplikasi Blokade dari vena retina dapat menyebabkan terjadinya gangguan mata lainnya, yakni:13 - Glaucoma, yang disebabkan oleh adanya pembuluh darah baru yang abnormal, yang tumbuh di bagian depan mata - Edema makula, yang disebabkan oleh kebocoran cairan di retina. 3.1.7 Prognosis Morbiditas penglihatan dan kebutaan pada oklusi vena retina berhubungan dengan edema makula, iskemia makula, dan glaukoma neovaskuler. Pada gambaran patologis, didapati adanya pembentukan trombus intralumen, yang dapat dihubungkan dengan kelainan pada aliran darah, unsur-unsur penyusunnya, dan pembuluh darah yang bersesuaian dengan trias Virchow. Oklusi vena retina sentral telah disamakan dengan sindrom kompartemen neurovaskuler pada situs lamina cribrosa maupun akhir dari ujung vena retina yang terletak pada saraf optik. CRVO tipe noniskemik terdapat pada 75-80% pasien dengan oklusi vena retina.Mortalitas dan Morbiditas Pada sebuah penelitian disebutkan bahwa pemulihan penglihatan pada penderita oklusi vena retina sentral amat bervariasi, dan ketajaman penglihatan saat terjadinya penyakit merupakan prediktor terbaik dari ketajaman penglihatan akhir. Prognosis yang baik dapat diperkirakan pada pasien dengan riwayat oklusi alami tipe noniskemik. Enam puluh lima persen pasien dengan ketajaman penglihatan 20/40 akan mendapatkan ketajaman yang sama atau lebih baik pada evaluasi terakhir. Pada sekitar 50% pasien, ketajaman penglihatan dapat mencapai 20/200 atau lebih buruk, yang mana pada 79% pasien tampak adanya kemunduran ketajaman penglihatan pada follow up. Pada sepertiga pasien dengan oklusi vena retina cabang, ketajaman penglihatan akhir mencapai 20/40. Bagaimana pun juga, kebanyakan 2/3 dari pasien mengalami penurunan ketajaman penglihatan akibat edema makula, iskemia makula, perdarahan makula, danperdarahan vitreous. Oklusi vena retina sentral noniskemia dapat kembali ke keadaan seperti semula tanpa adanya komplikasi pada sekitar 10% kasus. Sepertiga pasien dapat berlanjut ke tipe iskemia, umumnya pada 6-12 bulan pertama setelah terjadinya tanda dan gejala. Pada lebih dari 90% pasien dengan oklusi vena retina sentral iskemia, tajam penglihatan akhir dapat mencapai 20/200 atau lebih.

KATARAK
3.2 Anatomi Lensa Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular tak berwarna dantransparan. Jaringan ini berasal dari ectoderm permukaan padalensplate. Tebal sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Dibelakang iris lensa digantung oleh zonula (zonula Zinnii) yang menghubungkan dengan korpus siliare. Disebelah anterior lensa terdapat humour aquosdan disebelah posterior terdapat vitreus. Kapsul lensa adalah suatumembran semipermeabel yang dapat dilewati air dan elektrolit.Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia,serat-serat lamelar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lamakelamaan menjadi kurang elastik. Lensa terdiri dari enam puluh lima persen air, 35% protein, dansedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya.Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darahatau pun saraf di lensa.

Gambar 6 : Anatomi Lensa

3.2.1 Definisi Katarak Senilis Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun.

Gambar 7 : Katarak 3.2.2 Epidemiologi

Pada dasarnya katarak adalah suatu penyakit mata yang erat hubungannya dengan mereka yang berusia lanjut, karena itu semakin meningkatnya usia harapan hidup, maka prevalensi katarak akan meningkat.Di Amerika serikat, sedikitnya 300.000 400.000 gangguan penglihatan karena katarak, dengan komplikasi dari teknik bedah modern menghasilkan 7000 kasus buta yang ireversibel. Pada penelitian Framingham Eye, tahun 1973 1975 ditemukan penderita katarak senilis sebanyak 15,5 % dari 2477 pasien yang diperiksa. Katarak senilis terus merupakan penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan di dunia. Sedikitnya 5 10 juta pasien memiliki gangguan penglihatan katarak setiap tahunnya dengan metode teknik bedah modern menghasilkan 100.000 200.00 buta mata ireversibel.

3.2.3 Etiologi Penyebab katarak senilis sampai sekarang tidak diketahui secara pasti.Beberapa studi telah membantu mengidentifikasi faktor-faktor risiko terhadap perkembangan dari katarak senilis. Bermacam-macam hal yang mempengaruhi termasuk kondisi lingkungan, penyakit sistemik, diet, dan umur.

Penyakit sistemik dan katarak senilis

Katarak senilis berhubungan dengan banyak penyakit sistemik, termasuk kolelitiasis,

alergi, pneumonia, penyakit koroner dan penyakit jantung insufisiensi, hipotensi, hipertensi, retardasi mental, dan diabetes. Hipertensi sistemik telah ditemukan secara berarti meningkatkan risiko katarak

subkapsular posterior. Jalan lain yang mungkin pada perjalanan dari hipertensi dan glaukoma pada katarak

senilis adalah perubahan struktur protein dalam kapsul lensa. Selanjutnya menyebabkan

perubahan pada transpor membran dan permeabilitas terhadap ion dan akhirnya akan meningkatkan intra okuler yang menyebabkan perubahan bentuk katarak.

Sinar ultraviolet dan katarak senilis Hubungan sinar ultraviolet dan perkembangan dari katarak senilis telah diuraikan

secara menarik. Satu hipotesis menjelaskan bahwa katarak senilis, terutama opasitas dari korteks, mungkin disebabkan oleh dampak suhu terhadap lensa. Pada binatang percobaan oleh Al-Ghadyan dan Cotlier mendokumentasikan adanya

peningkatan suhu. Pada bagian posterior lensa pada kelinci setelah dipaparkan dengan sinar matahari yang disebabkan oleh efek temperatur pada kornea dan peningkatan suhu badan. Pada studi yang relevan, orang yang berkediaman di area yang besar terpapar sinar

ultraviolet lebih mungkin berkembang katarak senilis dan lebih cepat dibandingkan orang yang berkediaman di tempat yang sedikit terpapar sinar ultraviolet.

Faktor risiko lain : Hal lain yang signifikan berhubungan dengan katarak senilis adalah penambahan usia,

jenis kelamin perempuan, kelas sosial, dan miopia. Pekerja yang terpapar dengan radiasi infra merah juga memiliki insiden yang tinggi terhadap perkembangan katarak senilis. Meskipun miopia merupakan sebuah faktor risiko, telah terlihat bahwa orang dengan

miopia yang telah menggunakan kaca mata setidaknya 20 tahun akan diekstraksi katarak lebih tua dibandingkan emetrop. Secara tidak langsung terdapat efek protektif dari kaca mata terhadap radiasi solar ultraviolet.

3.2.4 Patofisiologi Mata kita bekerja seperti sebuah kamera. Lensa mata yang terletak di dalam mata (di belakang iris) bertugas memfokuskan cahaya agar membentuk suatu bayangan yang tajam di retina. Retina bekerja seperti film pada sebuah kamera yang berfungsi untuk merekam bentuk bayangan suatu objek dalam bentuk gambar. Gambar tersebut dihantarkan melalui saraf optik menuju otak untuk diterjemahkan menjadi sesuatu yang kita lihat. Lensa mata mempunyai bagian yang disebut pembungkus lensa atau kapsul lensa, korteks lensa yang terletak antara nukleus lensa atau inti lensa dan kapsul lensa. Pada anak dan remaja , nukleus bersifat lembek sedangkan pada orang tua nukleus ini menjadi keras. Katarak dapat mulai dari nukleus, korteks, dan subkapsularis lensa. Patofisiologi katarak senilis merupakan hal yang kompleks dan belum dimengerti penuh. Pada semua kejadian patogenesisnya merupakan multifaktorial yang melibatkan interaksi kompleks antara bermacam macam proses fisiologis. Sebagai lensa yang tua,

ketebalan dan berat bertambah sedangkan daya akomodasinya berkurang. Terdapat lapisan kortikal baru pada pola konsentrisnya, nukleus ditengah akan tertekan dan mengeras yang disebut sklerosis nuklear. Mekanisme multipel mempengaruhi kehilangan transparansi lensa yang progresif. Epitelium lensa yang berubah sebagian perubahan umur terutama penurunan densitas sel epithelial lensa dan penambahan sel serat lensa yang berbeda. Kerusakan oksidasi progresif dari lensa yang sudah tua berkembang menjadi katarak senilis. Beberapa studi menunjukkan peningkatan produk dari oksidasi dan penurunan dari vitamin anti oksidan dan penurunan dari enzim superoksida dismutase. Penting untuk proses oksidasi pada pembentukan katarak. 3.2.5 Stadium Stadium katarak senilis dapat dijelaskan sebagai berikut :

Katarak insipien

Pada stadium ini kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk gerigi menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Katarak subkapsular posterior, dimana kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan korteks jaringan berisi jaringan degeneratif (benda morgagni) pada katarak insipien. Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap dalam waktu yang lama. Pemeriksaan shadow test negatif.

Katarak imatur

Kekeruhan belum mengenai seluruh lapisan lensa. Volume lensa bertambah akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil sehingga terjadi glaukoma sekunder. Pemeriksaan shadow test positif.

Gambar 8 : Katarak Imatur

Katarak matur

Pada katarak matur, kekeruhan telah mengenai seluruh massa lensa. Kekeruhan ini terjadi akibat deposit ion Ca yang menyeluruh. Cairan lensa akan keluar sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran normal kembali. Pemeriksaan shadow test negatif.

Gambar 9: Katarak matur

Katarak hipermatur

Stadium ini telah mengalami proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Massa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan dengan slit lamp terlihat bilik mata dalam dan adanya lipatan kapsul lensa. Bila proses katarak progresif disertai dengan kapsul lensa yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan bentuk seperti kantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai katarak morgagni.

Gambar10 : Hipermatur 3.2.6 Diagnosis

Gejala katarak senilis biasanya berupa keluhan penurunan tajam penglihatan secara progresif (seperti rabun jauh memburuk secara progresif). Penglihatan seakan-akan melihat asap/kabut dan pupil mata tampak berwarna keputihan. Apabila katarak telah mencapai stadium matur lensa akan keruh secara menyeluruh sehingga pupil akan benar-benar tampak putih. Gejala umum gangguan katarak menurut GOI (2009) dan Medicastore (2009) meliputi: 1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek. 2. Peka terhadap sinar atau cahaya. 3. Dapat terjadi penglihatan ganda pada satu mata. 4. Memerlukan pencahayaan yang baik untuk dapat membaca. 5. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu. Diagnosa dari katarak senilis dibuat atas dasar anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan seluruh tubuh terhadap adanya kelainan-kelainan harus dilakukan untuk menyingkirkan penyakit sistemik yang berefek terhadap mata dan perkembangan katarak.

Pemeriksaan mata yang lengkap harus dilakukan yang dimulai dengan ketajaman penglihatan untuk gangguan penglihatan jauh dan dekat. Ketika pasien mengeluh silau, harus diperiksa dikamar dengan cahaya terang.

Pemeriksaan adneksa okular dan struktur intraokular dapat memberikan petunjuk terhadap penyakit pasien dan prognosis penglihatannya. Pemeriksaan yang sangat penting yaitu tes pembelokan sinar yang dapat mendeteksi pupil Marcus Gunn dan defek pupil aferent relatif yang mengindikasikan lesi saraf optik atau keterlibatan difus makula

Pemeriksaan slit lamp tidak hanya untuk melihat adanya kekeruhan pada lensa. Tapi dapat juga struktur okular lain( konjungtiva, kornea, iris, bilik mata depan).

Pemeriksaan oftalmoskop, Kepentingan ofthalmoskopi direk (pupil berdilatasi) dan indirek sebaiknya dengan Pemeriksaan ini harus dilakukan terutama pada katarak imatur dimana kita harus melihat keadaan fundus, dalam evaluasi dari integritas bagian belakang harus dinilai. Masalah pada saraf optik dan retina dapat menilai gangguan penglihatan.

3.2.7 Pentalaksanaan Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Indikasi Pasien dapat dioperasi bila ada kemauan dari pasien itu sendiri untuk memperbaiki tajam penglihatannya (visus). Kemauan

untuk dioperasi ini biasanya datang bila sudah terjadi gangguan pekerjaan atau aktifitas sehari-hari. Keputusan untuk melakukan operasi harus didasarkan pada kebutuhan visual pasien dan potensi kesembuhannya. Secara umum, indikasi operasi katarak bila terdapat kondisi stereopsis, penyusutan lapangan pandang perifer dan gejala anisomethrophia. Indikasi medikal dilakukannya operasi termasuk pencegahan komplikasi seperti glaukoma fakolitik, glakukoma fakomorfik, uveitis facoantigenik dan dislokasi lensa ke bilik mata depan. Indikasi tambahannya adalah untuk diagnosis atau penatalaksanaan penyakit okuler lainnya,seperti retinopati diabetik atau glaukoma. Pembedahan katarak terdiri dari pengangkatan lensa dan menggantinya dengan lensa buatan. Indikasi operasi katarak dibagi dalam 3 kelompok: 1 . Indikasi Optik Merupakan indikasi terbanyak dari pembedahan katarak. Jika penurunan tajam penglihatan pasien telah menurun hingga mengganggu kegiatan sehari-hari, maka operasikatarak bisa dilakukan. 2 . Indikasi Medis Pada beberapa keadaan di bawah ini, katarak perlu dioperasi segera, bahkan jika prognosis kembalinya penglihatan kurang baik: - Katarak Hipermatur - Glaukoma sekunder - Dislokasi/subluksasio lensa 3 . Indikasi Kosmetik Jika penglihatan hilang sama sekali akibat kelainan retina atau nervus optikus,namun kekeruhan katarak secara kosmetik tidak dapat diterima, misalnya pada pasienmuda, maka operasi katarak dapat dilakukan hanya untuk membuat pupil tampak hitammeskipun pengelihatan tidak akan kembali. Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu: 3 ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction) ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) yang terdiri dari ECCE konvensional, SICS (Small Incision Cataract Surgery) fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification). Katarak cair ( fluid cataract ), pada usia kurang dari 1 tahun dilakukan disisi lensa. -Ablasio retina - Benda asing intra-lentikuler

Katarak lembek (soft cataract), pada usia 1-35 tahun dilakukan ekstraksilinier atau ekstraksi katarak intra kapsuler.

1. ECCE (Extra Capsular Cataract Extraction) atau EKEK Pada ECCE (Extra Capsular Cataract Extraction) atau EKEK , lensa diangkat dengan meninggalkan kapsulnya. Indikasi ECCE melalui ekspresi nukleus prosedur utama pada operasi katarak. Pelaksanaan prosedur ini tergantung dari ketersediaan alat, kemampuan ahli bedah dan densitas nukleus. ECCE yang melibatkan pengeluaran nukleus dan korteks lensa melalui kapsula anterior, meninggalkan kapsula posterior. Prosedur ini memiliki beberapa keuntungan dibanding ICCE karena dilakukan dengan insisi yang lebih kecil, maka trauma endothelium kornea lebih sedikit, astigmatisma berkurang, jahitannya lebih stabil dan aman. Kapsula posterior yang intak akan mengurangi resiko keluarnya vitreous intraoperatif, posisi fiksasi IOL lebih baik secara anatomi, mengurangi angka kejadian edema makular, kerusakan retina dan edema kornea, mengurangi mobilitas iris dan vitreous yang terjadi dengan pergerakan saccus (endophtalmodenesis), adanya barrier restriksi perpindaha molekul aquous dan vitreous, mengurangi akses bakteri terhadap cavitas vitreous untuk endophtalmitis dan mengeleminasi komplikasi jangka panjang dan pendek yang berhubungan dengan lengketnya vitreous dengan iris, kornea dan tempat insisi.3,4,9 Prosedur ECCE memerlukan keutuhan dari zonular untuk pengeluaran nukleus dan materi kortikal lainnya. Oleh karena itu, ketika zonular tidak utuh pelaksanaan prosedur yang aman melalui ekstrakapsular harus dipikirkan lagi.

Keuntungan ECCE dibandingkan dengan ICCE: ECCE dapat dilakukan pada penderita di semua usia kecuali jika zonule tidak intak,sedangkan pada ICCE tidak dapat dilakukan pada penderita usia di bawah 40 tahun. Pada ECCE dapat dilakukan implantasi IOL sedangkan pada ICCE tidak dapat dilakukan Komplikasi postoperative yang berhubungan dengan vitreous (herniasi pada bilik mata depan, papillary blok, vitreous touch syndrome) hanya dapat terjadi pada ICCE,sedangkan pada ECCE komplikasi tersebut tidak dapat terjadi.

Insidens untuk komplikasi seperti endoftalmitis, cystoid macular edema, dan ablasi retina lebih kecil pada ECCE dibandingkan dengan teknik ICCE Kemungkinan astigmatisme postoperative lebih kecil pada ECCE dibandingkandengan ICCE karena insisi yang dilakukan lebih kecil

2. ICCE (Intra Capsular Cataract Extraction) atau EKIK Merupakan tindakan bedah yang umum dilakukan pada katarak senil. Lensa beserta kapsulnya dikeluarkan dengan memutus zonula Zinn yang telah mengalami degenerasi. Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan depindahkan dari mata melalui incisi korneal superior yang lebar. Oleh karena itu, zonule atau ligamen hialoidea yang telah berdegenasi dan lemah adalah salah satu dari indikasi dari metode ini. Sekarang metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan lensa subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama populer. Dapat dilakukan di tempat dengan fasilitas bedah mikroskopis yang terbatas, pada kasus-kasus yang tidak stabil seperti intumescent, hipermatur, dan katarak luksasi, jika zonular tidak berhasil dimanipulasi untuk mengeluarkan nukleus dan korteks lensa melalui prosedur ECCE. Kontraindikasi:Kontraindikasi absolut pada katarak anak dan dewasa muda dan kasus ruptur kapsulatraumatic. Sedangkan kontraindikasi relatif pada high myopia, marfan syndrome, katarak morgagni, dan adanya vitreous di bilik mata

depan.Komplikasi:Komplikasi yang dapat terjadi pada pembedahan ini astigmatisme, glukoma, uveitis,endoftalmitis, dan perdarahan.

Keuntungan ICCE dibandingkan dengan ECCE: Teknik ICCE lebih simple, mudah dilakukan, lebih murah dan tidak memerlukan alat yang canggih Komplikasi kekeruhan lensa posterior pasca operasi sangat mungkin terjadi pada proses ECCE, tidak dengan teknik ICCE ICCE membutuhkan waktu yang relatif singkat, cocok untuk operasi massal

3. Small Incision Cataract Surgery (SICS) Merupakanteknik pembedahan kecil. Di negara yang berkembang, teknik ini lebih dipilih karena biaya yang lebih murah, teknik yang lebih mudah dipelajari, lebih aman untuk

dilakukan dan mempunyaiaplikasi yang lebih luas. Sesudah ekstraksi katarak mata tak mempunyai lensa lagi yangdisebut afakia. Tanda-tandanya adalah bilik mata depan dalam, iris tremulans dan pupil hitam. Pada (pseudofakia) lensa kontak kacamata afakia, kacamata ini tebal, berat, dan tidak nyaman. Kaca mata untuk penglihatan jauh dan dekat sebaiknya diberikan dalam dua kacamata untuk menghindarkan aberasi sferis dan aberasi khromatis 4. Fakoemulsifikasi Fakoemulsifikasi merupakan prosedur ekstrakapsular dengan mengemulsifikasi nukleus lensa menggunakan gelombang ultrasonik (40.000 MHz) kemudian diaspirasi. Komplikasi yang berkaitan dengan jahitan lebih rendah karena insisinya kecil dan rehabilitasi visualnya lebih cepat. 5. Disisi Lensa: (Needling) Pada prinsipnya adalah kapsul lensa anterior dirobek dengan jarum, massa lensa diaduk, massa lensa yang masih cair akan mengalir ke bilik mata depan. Selanjutnya dibiarkan terjadi resorbsi atau dilakukan evakuasi massa. Lebih jelasnya dengan suatu pisau atau jarum disisi, daerah limbus di bawah konjungtiva ditembus ke coa dan merobek kapsula lensa anterior dengan ujungnya, sebesar 3-4 mm. jangan lebih besar atau lebih kecil. Maksudnya agar melalui robekan tadi isi lensa yang masih cair dapat keluar sedikit demi sedikit, masuk ke dalam coa yang kemudian akan diresorbsi. Oleh karena massa lensa masih cair, maka resorbsinya seringkali sempurna. Kalau luka terlalu kecil, sekitar 0,5-1 mm, robekan dapat menutup kembali dengan sendirinya dan harus dioperasi lagi, sedang bila luka terlalu besar, isi lensa keluar mendadak seluruhnya ke dalam coa, kemudian dapat terjadi reaksi jaringan mata yang terlalu hebat untuk bayi, sehingga mudah terjadi penyulit Indikasi dilakukannya disisi lensa : Umur kurang dari 1 tahun Pada pemeriksaan, fundus tak terlihat. Penyulit disisi lensa : Uveitis fakoanafilaktik, terjadi karena massa lensa merupakan benda asing untuk jaringan sehingga menimbulkan reaksi radang terhadap massa lensa tubuh sendiri. Glaukoma sekunder, timbul karena massa lensa menyumbat sudut bilik mata, sehingga mengganggu aliran cairan bilik mata depan. Katarak sekunder, dapat terjadi bila massa lensa tidak dapat diserap dengan sempurna

dan menimbulkan jaringan fibrosis yang dapat menutupi pupil sehingga mengganggu penglihatan dikemudian hari sehingga harus dilakukan disisi katarak sekundaria, untuk memperbaiki visusnya. Disisi lensa sebaiknya dilakukan sedini mungkin, karena fovea sentralisnya harus berkembang waktu bayi lahir sampai umur 7 bulan. Kemungkinan perkembangan terbaik adalah pada umur 3-7 bulan. Syarat untuk perkembangan ini fovea sentralis harus mendapatkan rangsang cahaya yang cukup. Jika katarak dibiarkan sampai anak berumur lebih dari 7 bulan, biasanya fovea sentralisnya tak dapat berkembang 100 %, visusnya tidak akan mencapai 5/5 walaupun dioperasi. Hal ini disebut amliopia sensoris (ambliopia ex anopsia). Jika katarak itu dibiarkan sampai umur 2-3 tahun, fovea sentralis tidak akan berkembang lagi, sehingga kemampuan fiksasi dari fovea sentralis tak dapat lagi tercapai dan mata menjadi goyang (nistagmus), bahkan dapat terjadi pula strabismus sebagai penyulit. Jadi sebaiknya operasi dilakukan sedini mungkin, bila tidak didapat kontraindikasi untuk pembiusan umum. Operasi dilakukan pada satu mata dulu, bila mata ini sudah tenang, mata sebelahnya dioperasi pula, jika kedua mata sudah tenang, penderita dapat dipulangkan. Pada katarak kongenital yang mononukelar dan dibedah dini, disertai pemberian lensa kontak segera setelah pembedahan, dapat menghindari gangguan perkembangan penglihatan. 6. Ekstraksi Linier Suatu teknik operasi katarak yang dilakukan pada katarak yang lembek. Limbus dibuka dengan keratome, lalu capsula lentis anterior dibuka, isi lensa dengan konsistensi lembut dikeluarkan sedikit demi sedikit dengan alat david spoon. Agar bersih semuanya dapat dicuci /dirigasi dengan larutan Nacl 0,9% . Capsula lentis posterior jangan sampai terkoyak, karena usia diatas 35 tahun corpus vitreus masih menempel pada capsula lentis, sehingga bila kapsul ini pecah maka capsul viterus akan prolaps

Lensa Intraokuler

Lensa intraokuler adalah lensa buatan yang ditanamkan ke dalam mata pasien untuk mengganti lensa mata yang rusak dan sebagai salah satu cara terbaik untuk rehabilitasi pasien katarak.Sebelum ditemukannya Intra Ocular Lens (IOL), rehabilitasi pasien pasca operasi katarak dilakukan dengan pemasangan kacamata positif tebal maupun Contact lens (kontak lensa) sehingga seringkali timbul keluhan-keluhan dari pasien seperti bayangan yang dilihatlebih besar dan tinggi, penafsiran jarak atau kedalaman yang keliru, lapang pandang yangterbatas dan tidak ada kemungkinan menggunakan lensa binokuler bila mata lainnyafakik.IOL terdapat dalam berbagai ukuran dan variasi sehingga diperlukan pengukuran yangtepat untuk mendapatkan ketajaman penglihatan pasca operasi yang maksimal.Prediktabilitas dalam bedah katarak dapat diartikan sebagai presentase perkiraan targetrefraksi yang direncanakan dapat tercapai dan hal ini dipengaruhi oleh ketepatan biometridan pemilihan formula lensa intraokuler yang sesuai untuk menentukan kekuatan (power) lensa intraokuler. Faktor-faktor biometri yang mempengaruhi prediktabilitas lensaintraokuler yang ditanam antara lain panjang bola mata ( Axial Length), kurvatura kornea(nilai keratometri) dan posisi lensa intraokuler yang dihubungkan dengan kedalaman bilik mata depan pasca operasi. Prinsip alat pengukuran biometri yang umum digunakan untuk mendapatkan data biometri yaitu dengan ultrasonografi (USG) atau Partial Coherence Laser Interferometry (PCI). IOL merupakan pilihan utama untuk kasus aphakia. Bahan dasar IOL yang dipakai sampai saat iniyaitu polymethylmethacrylate (PMMA). Ada beberapa tipe dari IOL berdasarkan metodefiksasinya di mata: Chamber IOLLensa jenis ini berada di depan iris dan disuport oleh anterior chamber. ACIOL ini dapatditanam setelah proses ICCE dan ECCE. Jenis ini jarang dipakai karena mempunyai resikotinggi terjadinya bullous Keratopathy.

-Supported lensesLensa difiksasi di iris dengan bantuan jahitan. Lensa jenis ini juga telah jarang dipakaikarena mempunya insidens yang tinggi terjadinya komplikasi post operatif chamber lensesPCIOL ini terletak di bagian belakang iris yang disuport oleh sulkus siliar atau olehcapsular bag. Ada 3 jenis dari PCIOL yang sering dipakai:o Rigid IOLTerbuat secara keseluruhan dari PMMAo Foldable IOLDipakai untuk penanaman melalui insisi yang kecil(3,2mm) setelah tindakan phacoemulsifikasi dan terbuat dari silikom, akrilik, hydrogel dan collaner o Rollable IOLIOL yang paling tipis dan biasa dipakai setelah mikro insisi pada phakonit teknik,terbuat dari hydrogel. 3.2.8 Komplikasi 1. Glaucoma dikatakan sebagai komplikasi katarak. Glaucoma ini dapattimbul akibat intumesenensi atau pembengkakan lensa.Komplikasi katarak yang tersering adalah glaukoma yang dapat terjadikarena proses fakolitik, fakotopik, fakotoksik. o Fakolitik o Pada lensa yang keruh terdapat kerusakan maka substansi lensa akan keluar yang akan menumpuk di sudut kamera okuli anterior terutama bagian kapsul lensa. o Dengan keluarnya substansi lensa maka pada kamera okuli anterior akan bertumpuk pula serbukan fagosit atau makrofag yang berfungsi mereabsorbsi substansi lensa tersebut. o Tumpukan akan menutup sudut COA sehingga timbul glaukoma. b. Fakotopik o Berdasarkan posisi lensa

o Oleh karena intumesensi iris, terdorong ke depan sudut COA menjadi sempit sehingga aliran humor aqueos tidak lancar sedangkan produksi berjalan terus, akibatnya tekanan intraokuler akan meningkat dan timbul glaukoma. c. Fakotoksik o Substansi lensa di COA merupakan zat toksik bagi mata sendiri (auto toksik) o Terjadi reaksi antigen-antibodi sehingga timbul uveitis yang akan menjadi glaukoma Jika katarak ini muncul dengan komplikasi glaukoma , maka diindikasikan ekstraksi lensa secara bedah. Selain itu uveitis kronik yang terjadi setelah adanya operasi katarak telah banyak dilaporkan. H a l i n i berhubungan dengan terdapatnya bakteri pathogen termasuk Propionibacte rium acnes dan Staphylococcus epidermidis. 3.2.9 PROGNOSIS Apabila pada proses pematangan katarak dilakukan penanganan yang tepat sehingga tidak menimbulkan komplikasi serta dilakukan tindakan pembedahan pada saat yang tepat maka prognosis pada katarak senilis umumnya baik

BAB IV PEMBAHASAAN

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh pasien didapatkan fakta sesuai dengan teori kaarak senilis imatur dan oklusi vena retina sentralis. Dimana pada anamnesis diketahui penurunan tajam penglihataan mendadak menurun dengan keluhan pasien tiba-tiba mata kirinya gelap , gelapnya terus menerus sampai dibawa berobat dimana hasil pemeriksaan visus VOS 1/300, sesuai dengan teori yang ada bahwa oklusi vena retina sentralis bahwa Pasien mengeluhkan kehilangan penglihatan parsial atau seluruhnya

mendadak. Penurunan tajam penglihatan sentral ataupun perifer mendadak dapat memburuk sampai adanya tinggal persepsi cahaya. Tidak terdapat rasa sakit,dan hanya mengenai satu mata. pasien juga mengeluh tambahan mata kananya kabur seperti berkabut, tetapi pasien

membiarkanya saja karena masih dapat melihat dan pasien masih bisa bekerja. Dilakukan pemeriksaan visus VOD 1/60 Sesuai dengan teori katarak senilis , bahwa Hal ini sesuai dengan teori, dimana pasien dengan katarak mengeluh penglihatan berkabut, berasap atau berembun. Tajam penglihatan menurun disebabkan proses hidrasi dan denaturasi protein yang menghamburkan bekas cahaya sehingga mengurangi transparansi lensa. Tajam penglihatan membaik pada waktu malam karena pada waktu siang lensa perlu mencembung dan pupil miosis dan mengakibatkan penglihatan terbatas pada lensa yang keruh. Fotofobia diakibatkan adanya bagian yang jernih dan keruh pada lensa yang menyebabkan pantulan cahaya tidak sama. Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan terhadap pasien, pasien mengaku ada riwayat hipertensi, saat diperiksa TD 150/100 mmHg,sesuai dengan teori oklusi vena retina bahwa etiologi dari penyakit sistemik juga dapat menyebabkan oklusi vena retina, di antaranya adalah hipertensi, atherosklerosis, diabetes mellitus, glaukoma dll, Pemeriksaan menggunakan slitlamp ditemukan tampak kekeruhan di mata kanan dan sedikit keruh di mata kirinya ,mata kirinya di midriasis tampak kekeruhan sedikit di bagian nukleus, iris shadow test (+), sesuai dengan teori katarak senilis imatur terdapat kekeruhan di lensa dan terdapat iris shadow test (+) setelah itu mata kirinya dilakukan juga Pemeriksaan funduskopi ditemukan Refleks fundus (+), papil n II batas tegas,Tampak perdarahan retina kecil-kecil tersebar dan bercak-bercak seperti cotton wool, makula terlihat jelas, edema(-), hal tersebut mendukung kearah diagnosis oklusi vena retina.

Diagnosis banding katarak senilis matur dapat disingkirkan karena Pada katarak matur, kekeruhan telah mengenai seluruh massa lensa. Kekeruhan ini terjadi akibat deposit ion Ca yang menyeluruh. Cairan lensa akan keluar sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran normal kembali. Pemeriksaan shadow test negatif Glaukoma kronik dapat disingkirkan karena pasien ini mengeluh sakit kepala, tidak perubahan bentuk maupun warna benda serta pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan intraokuler dalam batas normal Degenerasi makula dapat disingkirkan karena gambaran retina dapat dilihat demgan jelas pada pemeriksaan funduskopi. Degenerasi makula dan retinopati dapat disingkirkan dengan pemeriksaan retinometri Prognosis ad vitam ad bonam karena katarak senilis stadium imatur tidak mengancam jiwa atau menyebabkan kematian. Prognosis ad fungtionam ad bonam karena dengan operasi yang baik tajam penglihatan pasien dapat kembali seperti semula, walaupun hasil operasi berbedabeda pada setiap pasien. Prognosis ad sanationam dubia ad bonam karena kemungkinan untuk timbulnya katarak sekunder pasca operasi belum dapat disingkirkan terutama jika pada proses irigasi aspirasi kurang bersih.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ariston E, Suhardjo. Risk Factors for Nuclear, Cortical and Posterior Subcapsular Cataract in Adult Javanese Population at Yogyakarta territory. Ophthalmologica Indonesiana 2005;321:59. 2. Victor Vecente. Cataracts senille (online). Philllipine. Medicastore; 2009 (diakses 20 Nov 2010). Diunduh dari URL : http://

http://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview 3. Garg, Ashok et al. Instant clinical diagnosis in ophthalmology lens disease. USA: 2009. 4. Ilyas S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. 3rd edisi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2005. 5. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2008. 200-211

6. Vaughan DG, Asbury T. Oftalmologi Umum; Lensa. Edisi 14. Alih Bahasa Tambajong J. Pendit UB. Widya Medika. Jakarta, 2000 : 175,183-4. 7. Wijana, Nana S.D. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-6. Jakarta: Penerbit Abadi Tegal. 1993 : 190-196. 8. K.Gerhard Lang, E. Gabriele Lang. Ophthalmology A Text Book Atlas (online). New York: Thieme Stuttgart; 2006 (diakses 20 Nov 2010). Diunduh dari URL : http://www.ebooks.thieme.com/reader/pocket-atlas-ophthalmology 9. American Academy Ophtalmology. Retina and Vitreous: Section 12 2007-2008. Singapore: LEO; p. 9-299 10. Sundaram venki. Training in Ophthalmology. 2009. Oxford university press: New York. P.118-119 11. James, Bruce, dkk. Oftalmologi Lecture Notes. 2003. Erlangga: Jakarta. p. 117-7

Anda mungkin juga menyukai