Anda di halaman 1dari 3

Dari sumber-sumber kuno dan cerita-cerita rakyat di Simalungun, orang yang kemud ian menjadi suku Simalungun berketurunan

dari ragam nenek moyang. Dalam perjalan an sejarahnya, suku Simalungun datang dalam dua gelombang. Gelombang pertama (Pr oto Simalungun) diperkirakan datang dari India Selatan (Nagore) dan India Timur (Pegunungan Assam) sekitar abad ke-5 menyusuri Birma terus ke Siam dan Melaka se lanjutnya menyebrang ke Sumatera Timur dan mendirikan Kerajaan Nagur dari Raja d inasti Damanik. Dan kemudian gelombang kedua (Deutro Simalungun) yang merupakan pembaruan suku-suku tetangga dengan suku Simalungun asli (Herman Purba Tambak, S IB 3/9/2006, hlm. 9). Selanjutnya panglima-panglima (Raja Goraha) Kerajaan Nagur bermarga Saragih, Sin aga dan Purba dijadikan menantu oleh Raja Nagur dan kelak mendirikan kerajaan-ke rajaan : Silou (Purba Tambak), Tanoh Djawa (Sinaga), Raya (Saragih). Kerajaan-ke rajaan ini pada abad XIII-XV mengalami serangan-serangan dari tentara Singasari, Majapahit, Rajendra Chola dari India dan terakhir Aceh, sultan-sultan Melayu da n Belanda. Terkenal dalam cerita-cerita rakyat Simalungun akan hattu ni sappar yang melukiska n situasi mengerikan di Simalungun akibat peperangan itu, mayat-mayat bergelimpa ngan, kericuhan sehingga mengakibatkan wabah penyakit kolera yang merajalela. Da n konon menurut legenda, orang Simalungun mengungsi ke seberang Laut Tawar (obat penawar Sappar) sampai ke sebuah pulau yang kemudian dinamai Samosir ( Sahali mis ir). Kelak keturunan orang Simalungun yang berdiam di Samosir kembali lagi ke kampung halamannya (huta hasusuran) di Nagur dan dilihatlah daerah itu sudah ditinggalk an orang karena mengungsi, sepi dan yang tersisa hanya peninggalan rakyat Nagur, sehingga dinamakanlah daerah Nagur itu sima-sima ni nalungun dan lama kelamaan me njadi Simalungun (daerah yang sunyi sepi) (M.D Purba, 1997). Pembauran dengan suku-suku tetangga khususnya dari Pulau Samosir, Silalahi, Karo , dan Pakpak menyebabkan adanya timbul marga baru di Simalungun, seperti: marga Sidauruk, Sidabalok, Siadari, Simarmata, Simanihuruk, Sidabutar, Munthe, Sijabat yang berafiliasi dengan marga Saragih, Manorsa, Simamora, Sigulang Batu, Parhor bo, Sitorus dan Pantomhobon yang berafiliasi dengan marga Purba, Malau, Limbong, Sagala, Gurning, Manikraja yang berafiliasi dengan marga Damanik, Sipayung, Sih aloho, Sinurat, Sitopu yang berafiliasi dengan marga Sinaga (tetapi sejak Revolu si Sosial sudah kembali ke marga asalnya). Selain itu masih ada marga Lingga, Ma nurung, Butar-butar, Sirait di Simalungun timur dan barat. Demikianlah sampai zaman modern ini warna-warni suku ku Simalungun sangat ****ran dan bahkan nyaris hilang ngan para pendatang. Belum lagi dengan suku Simalungun ad XV di Asahan dan Deli serta Serdang mengaku dirinya identitasnya sebagai suku Simalungun. Simalungun ini menyebabkan su karena terlalu terbukanya de yang masuk Islam sejak ab Melayu dan menghilangkan

Dahulu kala menurut Tuan Taralamsyah Saragih (surat pribadi,1963), orang Simalun gun asli itu merupakan keturunan dari empat raja-raja besar yang berasal dari Si am dan India dengan rakyatnya masuk ke Sumatera Timur terus ke Aceh, Langkat dan daerah Bangun Purba dan Bandar Kalifah sampai Batubara. Akibat desakan orang Dja u , berangsur-angsur mereka mencapai pinggiran Danau Toba sampai ke Samosir. Adapu n keempat marga-marga Simalungun yang empat populer dengan nama SISADAPUR (Sinag a, Saragih, Damanik dan Purba) berasal dari harungguan bolon (permusyawaratan besa r) raja-raja yang empat itu agar jangan saling menyerang, bermusuhan dan marsiuru pan bani hasunsahan na legan, rup mangimbang munssuh. Keempat raja itu adalah: 1. Raja Nagur Marga Damanik = Simada Manik, Simalungun: Manik = tonduy,sumangat, tunggung, (yang bersemangat, berkharisma, agung) halanigan, tercerdas Raja Nagur on marimbang r aja na legan janah bahatan balani. Mereka ini berasal dari kaum bangsawan India

Selatan dari Kerajaan Nagore. Keturunan Raja Nagur ini pada abad ke-12 terbagi m enjadi tiga bagian menurut keturunan ketiga putera raja Nagur yang mengungsi dar i Pamatang Nagur di Pulau Pandan akibat serangan Raja Rajendra Chola dari India, yaitu : Marah Silau (yang menurunkan Raja Manik Hasian, Raja Jumorlang, Raja Si polha, Raja Siantar, Tuan Raja Sidamanik dan Tuan Raja Bandar), Soro Tilu (yang menurunkan marga raja Nagur di sekitar gunung Simbolon: Damanik Nagur, Bayu, Haj angan, Rih, Malayu, Rappogos, Usang, Rih, Simaringga, Sarasan, Sola), Timo Raya (yang menurunkan raja Bornou, Raja Ula dan keturunannya Damanik Tomok). Kemudian datang marga keturunan Silau Raja, Ambarita Raja, Gurning Raja, Malau Raja, Lim bong, Manik Raja mengaku Damanik di Simalungun yang berasal dari Pulau Samosir. 2. Raja Banua Sobou Bermarga Saragih. Saragih: Simalungun : Simada Ragih; Ragih = atur, susun, tata (pemilik aturan, p engatur, pemegang undang-undang, penyusun). Keturunannya adalah Saragih Garinggi ng yang pernah merantau ke Ajinembah dan kembali ke Raya, Saragih Sumbayak ketur unan Tuan Raya Tongah, Pamajuhi, dan Bona ni Gonrang. Pada zaman Tuan Rondahaim, marga Turnip, Sidauruk, Simarmata, Sitanggang, Munthe, Sijabat, Sidabalok, Sida bukke, Simanihuruk mengaku dirinya Saragih di Simalungun. Jelaslah bahwa hanya d ua keturunan Raja Banua Sobou yakni : Sumbayak dan Garingging. Garingging kemudi an pecah lagi menjadi Dasalak dan Dajawak. Dasalak menjadi raja di Padang Badage i, dan Dajawak merantau ke Rakutbesi dan Tanah Karo dengan Marga Ginting Jawak. Sedangkan Pardalan Tapian adalah berasal marga dari Samosir. 3. Raja Banua Purba bermarga Purba. Purba adalah bahasa Sansekerta purwa artinya timur, gelagat masa datang, pengatur, pemegang undang-undang, tenungan pengetahuan, cendikiawan/sarjana. Keturunannya adalah :Tambak, Sigumonrong, Tua, Sidasuha (Sidadolog, Sidagambir). Kemudian ad a lagi Purba Siborom Tanjung, Pakpak, Girsang, Tondang, Sihala, Raya. Pada abad ke-18 datang marga Simamora dari Bakkara melalui Samosir ke Haranggaol dan menga ku dirinya Purba, merekalah yang menurunkan marga Purba Manorsa yang tinggal di Tangga Batu dan Purbasaribu. 4. Raja Saniang Naga bermarga Sinaga atau Tanduk Banua (terletak di perbatasan S imalungun dengan tanah Karo). Marga Sinaga = Simada Naga adalah marga asli Simalungun. Naga dikenal juga denga n mitologi dewa yang penjaga bumi yang menyebabkan gempa dan tanah longsor. Ketu runannya adalah marga Sinaga di Kerajaan Tanah Jawa, Batangiou di Asahan. Tuan Girsang Sipangan Bolon adalah anakboru Raya pada zaman kerajaan-kerajaan Si malungun. Pada abad ke XIV saat serangan Majapahit, pasukan dari Jambi dipimpin Panglima Bungkuk dengan pasukannya melarikan diri ke Kerajaan Batangiou dan meng aku dirinya Sinaga, dan menurut Taralamsyah Saragih nenek moyang mereka ini kemu dian menjadi raja Tanoh Djawa dengan marga Sinaga Dadihoyong setelah mengalahkan Tuan Raya Si Tonggang marga Sinaga dari kerajaan Batangiou dalam adu sumpah (si bijaon) (Tideman, 1922). Sementara Tuan Gindo Sinaga keturunan Tuan Djorlang Hataran mengaku Sinaga ketur unan raja Tanoh Djawa berasal dari India. Beberapa keluarga besar Partongah Raja Tanoh Djawa menghubungkannya dengan daerah Naga Land (Tanah Naga) di India Timu r yang berbatasan dengan Birma yang memang memiliki banyak Similaritas dengan ad at kebiasaan, postur wajah dan anatomi tubuh serta bahasa dengan suku Simalungun dan Batak lainnya. Orang Simalungun tidak terlalu mementingkan soal silsilah karena penentu partutura n di Simalungun adalah hasusuran (tempat asal nenek moyang) dan tibalni parhundul dalam horja-horja adat. Dahulu kalau orang Simalungun bertemu, bukan langsung be rtanya aha marga ni ham? tetapi hunja do hasusuran ni ham? seperti pepatah Simalungu n Sin Raya, sini Purba, sin Dolog, sini Panei. Na ija pe lang na mubah, asal ma m arholong ni atei. Kenapa? Karena seluruh marga raja-raja Simalungun itu diikat ol eh persekutuan adat yang erat oleh karena konsep perkawinan antara raja dengan pu

ang bolon (permaisuri) yang adalah puteri raja tetangganya. Seperti raja Tanoh Dj awa dengan puang bolon dari Kerajaan Siantar (Damanik), raja Siantar yang puang bolonnya dari Partuanan Silappuyang, raja Panei dari putri raja Siantar, raja Si lau dari putri raja Raya, raja Purba dari putri raja Siantar dan Silimakuta dari putri raja Raya atau Tongging. Zaman raja-raja Simalungun, orang yang tidak jelas garis keturunannya dari rajaraja disebut jolma tuhe-tuhe atau silawar (pendatang). Zaman dahulu mereka ini akiba t hukum marga yang keras di Simalungun menyatukan dirinya dengan marga raja-raja agar mendapat hak hidup di Simalungun. Demikianlah sehingga makin bertambah banyak marga di Simalungun. Tetapi meski de mikian sejak dahulu hanya ada empat marga pokok di Simalungun yakni Sisadapur : Sinaga, Saragih, Damanik dan Purba. Setelah raja-raja dikuasai Belanda sejak dit andatanganinya Korte Verklaring (Perjanjian Pendek) tahun 1907 dan dihapuskannya kerajaan/feodalisme dalam aksi Revolusi Sosial tanggal 3 Maret 1946 sampai Apri l 1947, peraturan tentang marga itu hapus di Simalungun. Masing-masing marga kem bali lagi ke marga aslinya dan ke sukunya semula. Jadi salah satu cara untuk mempertahankan identitas Simalungun adalah dengan men getahui garis keturunan orang Simalungun itu sendiri dan berbudaya, beradat, ber bahasa Simalungun agar tidak larut dengan etnis lain yang memiliki kemiripan mar ga, budaya, bahasa dan adat-istiadat.

Anda mungkin juga menyukai