Dunia Kedokteran
1997
117. Kusta
International Standard Serial Number: 0125 – 913X
Juni 1997
Daftar Isi :
2. Editorial
4. English Summary
Artikel
5. Penelitian Kecacatan Pasien Kusta di RSK Sitanala, Tangerang
– Petrus Tarusaraya, Paulus Wahyudi Halim
10. Eliminasi Penyakit Kusta pada Tahun 2000 – Sarwo Handa-
yani
13. Kaitan Antara Kusta Kerbau (Lepra bubalorum) dengan Kusta
Manusia (Lepra humanus) di Sulawesi – Iwan T. Budiarso
17. HIV/AIDS Situation in Indonesia (1994) – Imran Lubis
22. Second Report on AIDS Related Attitudes and Sexual Prac-
tices among Jakarta’s Male Transvestites, 1995 – Imran Lubis,
John Master, A. Munif, Nancy Iskandar, Myrna Bambang,
Alex Papilaya, Runizar Roesin, S Manurung, R. Graham
25. Bakteri, Klamidia dan Mikoplasma pada Penyakit Hubungan
Seksual – Farmakologi dan Terapi Obat – Max Joseph Herman
Karya Sriwidodo WS 33. Vitiligo – Djunaedi Hidayat
37. Diagnosis Dermatitis Kontak Alergika – Reviana Christijani
40. Erisipelas dan Selulitis – Herry EJ Pandaleke
43. Evaluasi Hexachlorocyclohexane 0,5% EC terhadap
Rhipicephalus sanguineus – IG Seregeg, Supraptini, Edhie
Sulaksono
47. Masa Depan Bioteknologi Indonesia – Boenjamin Setiawan
52. Reaksi Imunologis dan Reaksi Samping Vaksin Polio Oral
Buatan Bio Farma – Gendrowahyuhono, Suharyono Wuryadi,
Mulyati Priyanto, Yulitasari, Shinta Purnamasari, Klino
56. Survai Serologi Polio di Daerah Tersangka KLB Polio di Desa
Bobojong, Cianjur, Jawa Barat – Djoko Yuwono, Shinta Pur-
namasari, Gendrowahyuhono, Ratu Tri Yulia
60. Pengalaman Praktek
62. Abstrak
64. RPPIK
Lepra–berapa orang di antara Sejawat yang masih menjumpai kasus lepra
atau kusta selepas dari kepaniteraan klinik di bagian Kulit ? Mungkin tidak
banyak, kecuali bagi mereka yang bekerja di daerah 'kantung lepra' tertentu.
Memang penyakit ini tidak terlalu sering dijumpai, dan proses infeksinyapun
berlangsung sangat lambat, tetapi karena komplikasinya yang menyebabkan
kecacatan, penyakit ini tetap menjadi perhatian dan bahkan diharapkan dapat
dibasmi sama sekali, seperti yang telah dicanangkan oleh WHO. Hal ini di-
mungkinkan dengan adanya pen gembangan kemoterapi yang lebih ampuh dan
pencarian kasus secara aktif seperti yang dibahas dalam salah satu artikel di
edisi ini.
Ditambah dengan beberapa artikel lain rnengenai kulit, juga mengenai AIDS
dan PHS; semoga dapat menambah dan menyegarkan kembali pengetahuan
para Sejawat sekalian.
Redaksi
ABSTRAK
Hasil penelitian dari 1153 penderita kusta di Unit Rawat Jalan RSK Sitanala selama
bulan Maret 1996 adalah sebagai berikut: Pasien baru yang cacat adalah 84 dari 113 orang
(74,34%), sedangkan pasien lama yang cacat adalah 761 dari 1040 (73,17%); laki-laki
lebih banyak cacat yaitu 618 dari 809 orang (76,39%) dan wanita 227 dari 344 orang
(65,99%). Kecacatan banyak terjadi pada usia produktif 19–55 tahun (76,10%).
Tabel 1. Menunjukkan distribusi jenis kelamin, jumlah kasus dan type MH.
Kasus Sex Type MH
Jumlah
Baru Lama Aktif RFT L P LL BL BB BT TT
Cacat 845 84 761 662 99 618 227 164 469 98 101 13
(74,34%) (73,17%) (73,56%) (70,71%) (76,40%) (65,99%) (89,62%) (73,74%) (63,64%) (65,58%) (50%)
Tddak cacat 308 29 279 238 4 191 117 19 167 56 53 13
Jumlah 1153 113 1040 900 140 809 344 183 636 154 154 26
penderita
0-5 th 6-14 th 15-18 th 19-55 th > 56 th Tidak cacat 207 26,5 90 27,61 7 25,93 2 28,57 2 16,66
Cacat 1 (25%) 60 (52,17%) 97 (66,44%) 605 (76,10%) 82 (88,17%) Jumlah 781 100 326 100 27 100 7 100 12 100
Tidak 3 55 49 190 11
cacat KESIMPULAN
Jumlah 4 115 146 795 93 Cacat kusta yang banyak terdapat di RSK Sitanala Tange-
penderita rang, berupa cacat tingkat 1 pada kaki, sehingga untuk mencegah
terjadinya dan berlanjutnya cacat tersebut, perlu dilakukan pe-
nyuluhan yang intensif dan pemakaian alas kaki yang sesuai.
KEPUSTAKAAN
Pada mata tampak kelainan yang terbanyak adalah madaro-
sis kanan sebanyak 115 orang (13,61%) dan madarosis kiri 113 1. Binford CH, Meyer WM. Leprosy. Dalam: A Window on Leprosy. Gandhi
orang (13,37%). Karena madarosis tidak langsung mempenga- Memorial Leprosy Foundation. Silver Jubilee Commemorative Volume,
ruhi visus penderita, maka kelainan ini tidak dimasukkan dalam 1978 : 153–60.
2. Yawalkar SJ. Leprosy. Ciba Geigy Limited Basle. Switzerland, 1994
evaluasi tingkat cacat mata menurut WHO(3). Sedangkan visus 92–102;
< 6/60 kami temukan pada 43 pasien tanpa kelainan lain dari 3. WHO. A Guide to Leprosy Control. Second Ed. Geneva, 1988: 101–2.
matanya, sehingga kami anggap sebagai myopia biasa, dan di- 4. Brandsma JW. Prevenzione delle invalidataed interventi correttivi. Nozioni
masukkan dalam evaluasi cacat menurut WHO tingkat 0 (Lam Generali. Dalam Nunzi E, Leiker DL. Manuale Di Leprologia Ocsi
Bologna. 1990 : 229.
piran 1 dan 2). 5. De Rijk AJ, Byass P. Field comparison of log and 1 g filaments for
Cacat mata tingkat 2 hanya sedikit (1,12%) dan laki-laki sensory testing of hands in Ethiopia leprosy patients. Leprosy Review
lebih banyak cacat dibandingkan dengan wanita, dan kasus 1994: 333–40.
lama aktif ternyata lebih banyak dari kasus baru dan kasus lama 6. Brand PW. Deformity in Leprosy. Dalam Cochrane RG. Leprosy in
Theory and Practice. Bristol: John Wright Sons Ltd. 1964 : 447–96.
inaktif. Cacat mata tingkat 1 lebih banyak pada tipe borderline. 7. Fritschi EP. The scope of corrective surgery in leprosy. Dalam: A Window
Madarosis atau hilangnya alis mata terutama bagian lateral se- on Leprosy. Gandhi Memorial Foundation. Silver Jubilee Commemorative
ring terdapat pada tipe lepromatous karena kerusakan folikel Volume. 1978 : 270–91.
Lampiran 1. Hasil pemeriksaan cacat penderita kusta di Unit Rawat Jalan RSK Sitanala Maret 1996
Kalender Peristiwa
September 10–13, 1997 - KURSUS PENYEGARAN III DAN LOKAKARYA
PENCEGAHAN DAN DETEKSI DINI PENYAKIT
KANKER BAGI DOKTER UMUM
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
JI. Salemba Raya 6, Jakarta, INDONESIA
Sekr.: Bagian Patologi Anatomik
FK Universitas Indonesia
Jl. Salemba Raya 6
Jakarta, INDONESIA
ABSTRAK
Penyakit kusta masih menjadi masalah kesehatan, khususnya di negara sedang ber-
kembang. Selain menimbulkan beban psikologis, juga beban sosial dan ekonomi.
Dalam upaya pemberantasan penyakit kusta, WHO mencanangkan target eliminasi kusta
kurang dari 1 kasus per 10.000 penduduk pada tahun 2000.
Di Indonesia, upaya eliminasi kusta dilakukan melalui: penemuan penderita secara
dini, pengobatan penderita, penyuluhan, peningkatan ketrampilan petugas dan rehabili-
tasi kusta. Diharapkan dengan partisipasi semua pihak dan kepatuhan berobat penderita
maka tujuan eliminasi penyakit kusta pada tahun 2000 dapat tercapai.
PENDAHULUAN biakkan kuman tersebut yaitu melalui: telapak kaki tikus, tikus
Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit tropis yang yang diradiasi, armadillo, kultur jaringan syaraf manusia dan
masih menjadi masalah kesehatan di dunia, khususnya di negara- pada media buatan(1,2).
negara sedang berkembang. Selain menimbulkan dampak psikolo- Diagnosis penyakit lepra melalui usapan sekret hidung dan
gis penyakit inij uga mengakibatkan dampak sosial dan ekonomi. melalui kerokan kulit penderita. Kuman yang berada di sekret
Upaya untuk memberantas penyakit ini telah dilakukan, namun hidung yang kering, dapat bertahan hidup sampai 9 hari di luar
hasilnya belum memuaskan. Melalui deklarasi Hanoi tahun tubuh, sedangkan di tanah yang lembab dan suhu kamar, kuman
1994, WHO mencanangkan target eliminasi global kusta, yaitu ini dapat bertahan sampai 46 hari(1).
menurunkan prevalensi kurang dari 1 per 10.000 penduduk pada
tahun 2000. PREVALENSI KASUS
Jumlah penderita kusta di dunia pada saat ini diperkirakan 12
BAKTERI PENYEBAB juta orang lebih, 80% di antaranya berasal dari daerah tropis. Di-
Penyakit kusta disebabkan oleh bakteri Myobacterium leprae perkirakan 1,6 milyar penduduk dunia tinggal di daerah endemis
yang ditemukan pada tahun 1874, oleh GA Hansen. Kuman ini dengan prevalensi lebih dari 10 per 10.000 penduduk, sehingga
berbentuk batang, gram positip, berukuran 0.34 x 2 mikron dan mereka dianggap berisiko tinggi untuk tertular kusta. Sebagian
berkelompok membentuk globus. Kuman Myohacterium leprae besar penderita kusta terdapat di Afrika, Asia dan Amerika Latin,
hidup pada sel Schwann dan sistim retikuloendotelial, dengan sedangkan Eropa Barat dan Utara, penderita ini tersebar secara
masa generasi 12–24 hari, dan termasuk kuman yang tidak ganas sporadis(1).
serta lambat berkembangnya(1). Penderita kusta di Indonesia nomor empat terbanyak di
Sampai saat ini kuman tersebut belum dapat dibiakkan dunia setelah India, Brazilia dan Nigeria. Penyakit ini tersebar di
dalam medium buatan, dan manusia merupakan satu-satunya berbagai daerah dengan prevalensi 0.5–49.6 per 10.000 pendu-
sumber penularan. Berbagai usaha telah dilakukan untuk mem- duk. Prevalensi kusta di Indonesia Bagian Timur lebih tinggi
PENDAHULUAN
Penyakit kusta adalah penyakit menular yang bersifat me- Penyakit kusta kerbau dan kusta manusia, khususnya di
nahun dan disebabkan infeksi golongan kuman Mycobacterium. Sulawesi, masing-masing ditangani oleh dokter hewan dan dokter
Pada manusia akibat tertular Mycobacterium leprae, sedangkan manusia,padahal kedua penyakit ini berada di tempat-tempat di
pada hewan masing-masing oleh M. lepremurium pada mencit, daerah yang endemik baik bagi ternak kerbau maupun penduduk
M. leprabubalorum pada kerbau(1,2,3,4,5), M. leprabovina pada setempat. Penyakit kusta kerbau adalah penyakit eksotik pada
sapi(2,6). Gejala klinis dan manifestasi lesi kulit baik pada manusia hewan kerbau dan mempunyai ciri-ciri khas dalam segala aspek
maupun hewan sangat mirip satu sama lain dengan gambaran seperti tipe lepromatus pada manusia. Maka adalah wajar kalau
histopatologi didominasi oleh reaksi radang granulomatosa. kedua profesi tersebut dapat bersatu secara terpadu dalam me-
Pada manusia, penyakit kusta merupakan masalah yang nangani penelitian penyakit ini, karena tidaklah mustahil penya-
sangat pelik dan sensitif sekali, bukan karena belum ditemukan- kit kusta kerbau adalah akibat ketularan dan penderita manusia
nya obat-obat yang efektif, melainkan lebih dititik beratkan pada atau sebaliknya. Faktor lain yang mendukung dugaan ini ialah
akibat kecacatan tubuh dan dampak psikososial yang sangat cara hidup, kebiasaan dan perilaku para petani mempunyai
merugikan penderita serta keluarganya. Sebaliknya pada kusta hubungan yang sangat erat dengan ternaknya sehari-hari, baik
hewan tidak ada masalah, karena dapat dilakukan tindakan secara fisik maupun mental. Dugaan ini bukanlah tidak ada
stamping out yang tidak mungkin dilaksanakan pada manusia. alasannya, karena armadillo yang hidup liar secara bebas di
Apakah penyakit kusta ini suatu penyakit antropozoonoses? daerah endemik kusta manusia di Louisiana, sekarang sudah
Sampai sekarang belum ada laporan yang menyatakan ada manusia dibuktikan dapat tertular kuman kusta manusia(5).
yang tertular oleh kuman kusta golongan jenis hewan. Di labora- Penyakit kusta manusia prevalensinya sangat tinggi di Indo-
torium telah dibuktikan bahwa kuman kusta bila disuntikkan nesia bagian Timur, sedangkan di bagian Barat lebih rendah,
pada hewan percobaan umpamanya mencit, armadillo dan kera, kecuali di Aceh(7). Penyakit kusta merupakan penyakit kronis
maka dalam waktu relatif singkat akan timbul gejala klinis dan kedua setelah tuberkulosis di Sulawesi. Demikian juga kejadian
lesi kulit yang mirip seperti pada manusia. penyakit kusta pada hewan, menurut Lobel(4), prevalensinya
Tulisan ini dimaksud untuk menggugah dan mengingatkan sangat tinggi di Sulawesi dan rendah sekali di kepulauan lainnya.
para dokter dan dokter hewan agar dapat lebih meningkatkan Kesejajaran tingginya prevalensi penyakit kusta baik pada ma-
kerja sama lebih baik dan efisien, bukan saja dalam bidang nusia maupun hewan kerbau di Sulawesi sangat menarik dan
administrasi dan birokrasi, tetapi juga bisa bekerja sama secara merupakan suatu tantangan untuk diteliti apakah kusta pada
terpadu dalam menangani dan meneliti suatu penyakit, terutama manusia ada hubungannya dengan kejadian kusta pada kerbau di
yang bersifat antropozoonosis. Pengalaman membuktikan bahwa Indonesia, khususnya di Sulawesi.
kerjasama yang baik dan terpadu antara para pakar kedua profesi Kalau ini bisa terjawab, tentu akan sangat bermanfaat dan
ini, sering kali, bukan saja bisa membuahkan hasil yang lebih menguntungkan serta menambah kasanah baru dalam ilmu penge-
baik, akan tetapi juga dapat menghemat tenag biaya dan waktu. tahuan bidang kesehatan.
Kalender Peristiwa
September 13–17, 1997 - KONGRES NASIONAL VI DAN SIMPOSIUM INTERNA-
SIONAL PERKUMPULAN PERINATOLOGI INDONESIA
Hotel Manado Beach
Manado, Sulawesi Utara, Indonesia
Sekr.: Perinasia
JI. Tebet Utara IA/22
Jakarta 12820
TeIp. : (021) 828 1243
Fax. : (021) 828 1243, 830 6130
Email : perinasi@centrin.net.id
HIV/AIDS Situation
in Indonesia
(1994)
Imran Lubis
Health Research and Development Board Communicable Diseases Research Centre,
Department of Health of RI, Jakarta
Source: CDC&EH
Provinces
Source: CDC&EH
TUBERCULOSIS
According to World Bank Study in Indonesia, tuberculosis
infection and tuberculosis disease continue to be a widespread
problems. More than 50% of Indonesians are infected with TB.
The Annual Risk of Infection (ARI) of tuberculosis is at
2.5%. Knowing that there will be an increasing number of
adults who will become HIV(+), the situation might increase
the risk for premature death due to TB and for transmitting TB
to others.
The countrywide prevalence of smear positive pulmonary
Provinces
TB cases were as follows :
Source: CDC&EH
(the number one tourist resort) and Jabar and Surabaya (the No. of Smear Positive Pulmonary
Year
TB Cases
second largest city) have the highest number of AIDS and deaths.
21,549 1989
34,733 1990
60,933 1991
OPPORTUNISTIC INFECTIONS 52,331 1992
Opportunistic infections detected among hospitalized AIDS 73,655 1993
cases were tuberculosis, pneumocystis carinii pneumonia, 23,673 Sept.1994
Tabel 2. Persentase kader ISPA yang mengatakan apakah anak men- Tabel 2. Persentase kader ISPA yang mengatakan apakah anak men-
derita ISPA boleh diberi obat batuk (n = 20) derita ISPA boleh diberi obat batuk (n = 20)
Jumlah 100 100 100 100 Jumlah 100 100 100 100
INTRODUCTION we found one HIV positive Waria from South Jakarta by Elisa
Although the AIDS virus has been identified, neither a and confirmed by Western Blot test. This report covered a period
method for preventing infection nor an effective method of from May - July 1995 where among 253 Waria we found
treatment has yet been developed, and the disease is fatal. Only additional two HIV positives (one weak positive) from North
health education campaign to change high-risk sexual behavior Jakarta.
to a lower one can prevent the spread of HI V/AIDS.
The first AIDS case reported in Indonesia was a tourist MATERIAL AND METHOD
found in Bali in April 5, 1987. Until 31 July 1995 the number of Four Warias recognized as popular opinion leaders by their
HIV/AIDS cases reported to the Department of Health has peers, who have been working with this program since 1991,
increased to 316 where 77 among them were AIDS. HIV/AIDS were recruited as field HIV/AIDS educators. Before the program
has been reported from 15 out of 27 provinces in the islands of: started, they were trained again with the knowledge and skill to
Java, Sumatera, Kalimantan, Irian Jaya, Bali, West Nusateng- conduct HIV/AIDS education campaign, condom usage demon
gara and Maluku. The mode of transmission were as follows: stration, capability to advocate the change of sexual practices
24.0% homosexual/bisexual, 58.9% heterosexual, 1.3% IVDU, from high to low risk, to conduct interview to fill up questioinnaire
0.6% blood transfusion, 0.6% factor VIl/hemophiliac, 14.6% on a study. One physician was appointed to explain the clinical
unknown. The most affected age group for AIDS were 30-39 signs and treatment of HIV/AIDS, to conduct physical diagnosis
years old and for HIV were 20-29 years old, and treatment on any Waria who is suffering from any suspected
In Jakarta, the number of male transvestites is estimated to STD. With informed consent, one medical technician was
be close to 5,000. They are referred to as Waria, a combination responsible in blood drawing, separation and storage. Namru-2
of the Indonesian words Wanita, meaning women, and pria, conduct ELISA test and Western Blot test for confirmation of
meaning man. Physically they are men but psychologically they HIV infection.
are women, and their sexual activities is similar to male homo- Printed information thatgraphically depicted high-risk sexual
sexual. Most of the Waria have day-time jobs but at night they behavior and the proper use of condoms were supplied. Pictures
become self-employed commercial sex workers (CSW). Contact on clinical signs of AIDS cases such as buccal lesion, various skin
with clients is usually established in places of entertainment, in lesion, etc. were shown to participants. They were coached the
parks or on the street; their careers as CSW are believed to span proper way to ask questions dealing with the sensitive issues of
several years longer than those of their female counterparts. sexual attitudes and behavior and the legal requirement of obtain-
Since 1991, the Indonesian Public Health Association (IPHA), ing informed consent. The importance of blood testing for HIV
Namru-2 and WHO has been conducting HIV/AIDS campaign, antibodies, including pre-test and post-test counseling, was
condom distribution, STD treatment and monitoring of the Ja- explained and procedures were described.
karta Waria for sexually transmitted disease including HIV. This Approximately 500 Waria were invited to lunch gathering,
is the second report on the attitude and sexual pra of Waria in at a beauty salon, South Jakarta Municipal Hall, training center
Jakarta. From the first 830 specimen collected in 1991-1993 etc, or at the house of one of the leaders. Members of the IPHA
– Pria
Uretra Uretritis NGU, PGU*
Epididymis Epididymitis Epididymitis
Rektum Proctitis Proctitis
Konyungtiva Konyungtivitis Konyungtivitis
Sistemik DGI Sindroma Reiter
– Wanita
Uretra Sindroma akut uretra Sindroma akut uretra
Kel. Bartholin Bartholinitis Bartholinitis
* perlu pertimbangan adanya PPNG (N. gonorrhoeae penghasil penisilinase) Serviks Servisitis Servisitis, metaplasia
di daerah tersebut, ambang kepekaan kromosam terhadap penisilin dan Tuba Fallopi Salpingitis Salpingitis
antibiotika lain. Konyungtiva Konyungtivitis Konyungtivitis
Kapsul hati Perihepatitis Perihepatitis
CHLAMYDIA TRACHOMAT1S(3,6,7) istemik DGI Arthritis reaktif
Merupakan penyebab kebutaan dan PHS yang penting pada
* PGU uretritis pasca gonore
manusia dengan dua cara penularan utama, yaitu bawaan/konge-
nital dan akibat hubungan seksual. Strain yang penting adalah Tabel 2. MIC antimikroba untuk C. trachomatis
yang menyebabkan lymphogranuloma venereum (LGV) dan
yang menyebabkan infeksi umum saluran kelamin (uretritis, Obat MIC (gg/ml, unit/ml)
servisitis, salpingitis) serta trakoma. Rifampisin 0,005– 0,25
Sejak awal tahun 1970-an C. trachomatis diketahui me- Rosaramisin 0,025– 0,25
rupakan patogen kelamin yang bertanggung jawab atas berbagai Tetrasiklin 0,03 – 1,0
sindroma klinis yang makin meningkat yang banyak kemiripan- Eritromisin 1 – 1,0
Ofloksasin 0,5 – 1,0
nya dengan infeksi gonore meskipun masa inkubasinya lebih Ampisilin 0,5 – 10,0
panjang (7–21 hari) dan gejalanya tidak senyata gonore. Insiden Penisilin 1,0 – 10,0
yang meningkat dan infeksi ini sebagian besar disebabkan oleh Sulfametoksazol 0,5 – 4,0
fasilitas laboratonum yang tidak mencukupi untuk deteksinya Klindamisin 2 – 16
Spektinomisin 32 –100
serta tanda dan gejala infeksi kiamidia yang non spesifik. Gentamisin 500
Lymphogranuloma venereum adalah salah satu PHS yang Vankomisin 1000
disebabkan oleh C. trachomatis yang bersifat kronis dengan
vaniasi manifestasi akut maupun lanjut dengan tiga tahap infeksi
yang mirip dengan sifiliis, yaitu lesi primer, sindrom inguinal dan silin, spektinomisin, turunan sefalosporin) diikuti rejimen yang
anogenitorektal. efektif untuk klamidia (doksisiklin 100 mg 2 dd atau tetrasiklin
LGV merupakan penyakit jaringan limfe dengan proses HCI 500 mg qdd selama 7 hari) dianjurkan.
patolôgis utama perilymphangitis dan thrombolymphangitis
dengan proses penyebaran inflamasi dan nodus limfe yang HAEMOPHILUS DUCREYI(6,7,8)
terinfeksi ke jaringan di sekitarnya. Pemakaian antibiotika pada Merupakan basilus fakultatif anaerob Gram negatif yang
tahap 2 dapat mencegah implikasi lanjut yang membutuhkan menyebabkan chancroid/ulkus mole, yaitu suatu ulserasi akut
tindakan bedah. (biasanya pada kelamin) yang sering kali berkaitan dengan bubo-
Sulfonamid per klinis efektif untuk trakoma dan LGV tetapi inguinal. Tempat infeksi yang umum pada pria adalah sulkus
tidak digunakan untuk penatalaksanaan infeksi saluran kelamin koronanius, meatus atau glans penis sedangkan pada wanita
oleh klamidia karena tidak aktif terhadap organisme lain yang adalah vulva, labia, uretra, paha, vagina atau serviks. Penularan
dapat menimbulkan penyakit yang sama. Obat yang paling aktif melalui hubungan seksual terutama pada kelompok sosial eko-
adalah rifampisin dan tetrasiklin diikuti oleh makrolida, sulfona- nomi rendah yang sering melacur dengan.insiden pada pria lebih
mid, beberapa florokinolon dan klindamisin. Pada umumnya tinggi dibandingkan dengan wanita.
penisilin, ampisilin, sefalosporin dan spektinomisin dalam dosis Masa inkubasi antara 4–7 hari dan mulai muncul sebagai
tunggal yang diberikan untuk gonore biasanya tidak menyem- papula dengan eritema yang dalam waktu 2–4 hari menjadi
buhkan infeksi klamidia yang bersamaan dan terapi selama 7 pustula, tererosi dan ulserasi (ulkus biasanya sangat nyeri pada
hari/lebih dengan tetrasiklin atau makrolida dibutuhkan. Karena pria).
infeksi bersamaan dengan klamidia terjadi pada 15–25% hetero- Chancroid merupakan faktor risiko untuk penyebaran hetero-
seksual dan 30–40% wanita dengan infeksi gonore, maka mor- seksual dan HIV- 1. Ulkus kelamin menyebabkan wanita lebih
biditas kiamidia pasca gonore dan penularannya dapat dicegah rentan tenhadap infeksi HIV- 1 setelah hubungan heteroseksual
dengan meningkatkan terapi gonore yang juga efektif terhadap dengan pria yang terinfeksi dan sebaliknya adanya ulkus pada
klamidia. Terapi kombinasi dosis tunggal untuk gonore (ampi- wanita dengan infeksi HIV-1 jauh lebih meningkatkan ke-
Vitiligo
Djunaedi Hidayat
Rumah Sakit Kusta Sitanala, Tangerang
Diagnosis Dermatitis
Kontak Alergika
dr. Reviana Christijani
Peneliti, Pusat Penelitian di Pengembangan Gizi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Bogor
ABSTRAK
Tulisan ini menyajikan analisis tentang Dermatitis Kontak Alergika (DKA), kaitan-
nya dengan berbagai jenis produk industri, seperti bahan-bahan kosmetik, perhiasan/
kalung, kondom, shampo, cream, sabun, bedak, dan sebagainya.
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam mendiagnosis DKA, yakni: anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan pembantu.
Dalam melakukan anamnesis perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain pekerjaan
si penderita, riwayat kontak dengan bahan alergen, riwayat pengobatan.
Berkaitan dengan pemeriksaan fisik, antara lain dikemukakan beberapa bagian tubuh
yang potensial terkena DKA, seperti: kelopak mata, leher, genital, dan sebagainya.
Berkaitan dengan pemeriksaan pembantu, dijelaskan berbagai jenis test terhadap
DNA, seperti patch test (tes tempel) – yang biasanya dikenal sebagai patch test tertutup.
Di bagian ini juga dijelaskan hal-hal teknis mengenai teknik patch test tersebut, termasuk
bagaimana cara pembacaan patch test.
Di bagian akhir tulisan ini dibahas sub-topik mengenai diagnosis diferensial, yang
dikategorikan atas tiga bagian, yakni: Dermatitis Seboroik, Dermatitis Atopik, dan
Dermatotisosis.
PENDAHULUAN ETIOLOGI
Perkembangan aneka industri yang menggunakan berbagai Dermatitis Kontak Alergika (DKA) adalah epidermoderma-
macam bahan kimia di Indonesia kini kian pesat. Hal ini sangat titis yang subyektif memberi keluhan pruritus dan obyektif mem-
berpotensi sebagai faktor penyebab meningkatnya insiden Der- punyai efloresensi polimorfik disebabkan kontak ulang dengan
matitis Kontak di tengah masyarakat. Dermatitis Kontak adalah bahan dan luar yang sebelumnya telah tersensitisasi(2).
dermatitis yang disebabkan oleh bahan-bahan dan luar tubuh Pengetahuan tentang penyebab umum DKA akan sangat
yang berkontak langsung dengan kulit yang bersifat toksik, alergi membantu dalam menegakkan diagnosis. Bahan-bahan yang
maupun immunologis(1). Banyak kepustakaan yang mencoba menyebabkan DKA adalah bahan kimia yang asing bagi tubuh.
menyajikan berbagai kriteria Dermatitis Kontak, baik yang ber- Bahan-bahan tersebut mempunyai berat molekul rendah (500–
sifat iritan maupun alergi, tetapi seringkali masih terdapat ber- 1000 dalton), dapat berdifusi melalui epidermis, berkaitan de-
bagai kerancuan.Tulisan ini akan menyajikan cara mendiagnosis ngan protein jaringan, dan membentuk molekul yang beratnya
Dermatitis Kontak Alergi, baik mengenai etiologi, tanda dan lebih dari 5.000 dalton. Bahan-bahan tersebut antara lain: plastik,
gejala serta pemeriksaan lain yang diperlukan. kosmetik, tanaman, krom, nikel, obat-obatan(3,4).
English Summary
Sambungan hal 4
ABSTRAK
Erisipelas adalah bentuk selulitis superfisial yang mengenai pembuluh limfe, di-
sebabkan oleh Streptokokus betahemolitikus grup A.
Selulitis adalah peradangan akut jaringan subkutis dapat disebabkan oleh Strepto-
kokus betahemolitikus, Stafilokokus aureus dan pada anak oleh Hemophilus influensa.
Diagnosis penyakit ini dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis.
Penanganannya perlu memperhatikan faktor predisposisi dan komplikasi yang ada.
Antibiotika yang tepat baik jenis, dosis, dan lama/cara pemberian perlu diperhatikan.
PENDAHULUAN isme dan keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh ter-
Selulitis adalah peradangan akut terutama menyerang ja- utama bila disertai higiene yang jelek; diabetes dan alkoholisme
ringan subkutis, biasanya didahului luka atau trauma dengan sering diobservasi sebagai faktor predisposisi erisipelas(1). Faktor
penyebab tersering Streptokokus betahemolitikus dan Stafilo- predisposisi yang bersifat lokal pada erisipelas umumnya edema
kokus aureus. Pada anak usia di bawah 2 tahun dapat disebabkan baik yang berasal dari renal maupun sistim limfatik.
oleh Haemophilus influenzae; keadaan anak tampak sakit berat, Selulitis umumnya terjadi akibat komplikasi suatu luka/
sering disertai gangguan pernapasan bagian atas, dapat pula ulkus atau lesi kulit yang lain, namun dapat terjadi secara men-
diikuti bakteremi dan septikemi. dadak pada kulit yang normal terutama pada edema limfatik,
Selulitis yang mengalami supurasi disebut flegmon, Se- renal atau hipostatik.
dangkan bentuk selulitis superfisial yang mengenai pembuluh
limfe yang disebabkan oleh Streptokokus betahemolitikus grup GAMBARAN KLINIS
A disebut erisipelas. Tidak ada perbedaan yang bersifat absolut a) Erisipelas
antara selulitis dan erisipelas yang disebabkan oleh Streptokokus. Masa inkubasi 2–5 hari diikuti dengan demam tinggi (pada
Dalam makalah ini akan dibicarakan faktor predisposisi, bayi sering diikuti konvulsi), sakit kepala, lesu, muntah-muntah.
gambaran klinis, diagnosis/diagnosis banding, komplikasi, peng- Pada daerah kulit yang terkena terlihat kemerahan, agak menon-
obatan/pencegahan erisipelas dan selulitis/flegmon. jol, batas jelas, nyeri tekan. Kadang-kadang dijumpai vesikel
esikel kecil pada tepinya. Dapat juga dijumpai bentuk bulosa.
FAKTOR PREDISPOSISI b) Selulitis
Faktor predisposisi erisipelas dan selulitis adalah : kakheksia, Gambaran kliniknya tergantung dan akut/tidaknya infeksi.
diabetes melitus, malnutrisi, disgammaglobulinemia, alkohol- mumnya pada semua bentuk ditandai dengan kemerahan yang
Dibawakan pada Simposium infeksi Bakteri pada Kulit: diagnosis dan penata -
laksanaan, Ujung Pandang, 13 Januari 1996.
Evaluasi Hexachlorocyclohexane
0,5% EC terhadap Rhipicephalus
sanguineus
I G. Seregeg*’, Supraptini*., Edhie Sulaksono**
* Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan
** Pusat Penelitian Penyakit Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta
ABSTRAK
Rhipicephalus san guineus (Acarina: Ixodidae) umumnya merupakan parasit ternak/
hewan peliharaan pada anjing, kambing dan babi. Parasit ini kadang-kadang ditemukan
juga pada tikus-tikus luar. Informasi mengenai pengendalian parasit tersebut dengan
insektisida, di Indonesia belum begitu banyak. Suatu uji coba untuk mengevaluasi Pedi
Tox® (Hexachlorocyclohexane 0,5% EC) terhadap Rh. sanguineus telah dilakukan di
laboratorium pada bulan Maret, April dan Mei 1993 di Jakarta. Hasilnya menunjukkan
bahwa LC terjadi pada dosis 2,35 ppm dan LC terjadi pada dosis 12 ppm. Aplikasi Pedi
Tox® terhadap kutu rambut yang direkomendasi oleh perusahaan Combiphar (Bandung)
dengan waktu papar selama semalam pada rambut manusia dievaluasi sebagal dosis yang
berlebihan, sehingga perlu diteliti dampaknya pada manusia.
Makalah ini disajikan pada Seminar Parasitologi Nasonal VII dan Kongres
P4.1., 23–25 Agustus 1993, di Denpasar, Bali.
BAHAN DAN CARA KERJA Tabel 1. Hasil pemaparan R. sanguineus, dalam angka mortalitas ter-
hadap Pedi Tox® dalam dosis 0,5% (sesuai lebel).
Rhipicephalus sanguineus dikoleksi dan anjing peliharaan
yang ditempatkan di atas lantai porselin putih. Tempat koleksi Mortalitas
adalah di daerah Sunter Jaya, Jakarta Utara. Anjing disikat Waktu Jumlah
dengan sikat ijuk kasar, sehingga R. sanguineus berjatuhan di papar yang Pengamatan Pengamatan
setelah 1 jam setelah 24 jam Kontrol
lantai dan dapat dilihat dengan jelas. Kemudian disendok dengan dipapar
pemaparan pemaparan
kertas dan dimasukkan ke dalam botol air bekas, ukuran 0,5 liter,
yang sebelumnya dipotong di bagian bawah lehernya, dilengkapi 1 jam 15 15 (100%) 15 (100%) 0 (0%)
0,5 jam 15 15 (100%) 15 (100%) 0 (0%)
dengan kain kasa putih dan karet gelang yang berfungsi sebagai 15 menit 15 15 (100%) 15 (100%) 0 (0%)
tutup. Tidak kurang dari 50 caplak berhasil dimasukkan ke dalam 8 menit 15 15 (100%) 15 (100%) 0 (0%)
satu botol, kemudian ditutup dengan kain kasa dan karet gelang.
Dari 2 ekor anjing yang selalu bersama-sama, berhasil dikoleksi Tabel 2. Hasil pemaparan R sanguineus, dalam angka mortalitas, ter-
4 botol caplak, kemudian dibawa ke laboratorium Puslit Ekologi hadap Pedi Tox® dalam waktu papar i jam dengan keanekaan
dosis: 250 ppm, 125 ppm, 65 ppm dan 40 ppm.
Kesehatan, Jakarta. Di laboratorium caplak-caplak ini diberi ma-
kan darah tikus putih yang belum tumbuh bulu (suckling mice), Mortalitas
dengan jalan memasukkan 2 ekor suckling mice (ke dalam tiap Dosis Jumlah
botol. Caplak-caplak yang sudah makan darah (berwarna coklat papar yang Pengamatan Pengamatan
dipapar setelah 1 jam setelah 24 jam Kontrol
tua) kemudian digunakan untuk percobaan. Sebanyak 15 caplak pemaparan pemaparan
ditempatkan dalam 1 tabung reaksi dengan menggunakan kuas
250 ppm 15 15 (100%) 15 (100%) 0 (0%)
kecil. Jumlah tabung reaksi yang diperlukan disesuaikan dengan
125 ppm 15 15 (100%) 15 (100%) 0 (0%)
beban percobaan per hari. 65 ppm 15 15 (100%) 15 (100%) 0 (0%)
Percobaan di laboratorium dilakukan dalam 3 tahap. Tahap 40 ppm 15 15 (100%) 15 (100%) 0 (0%)
pertama, keanekaan dosis adalah sama untuk semua perlakuan
yaitu 0,5%. Keanekaan pemaparan, didasarkan pada waktu papar, Tabel 3. Hasil pemaparan K sanguineus, dalam angka mortalitas, ter-
hadap Pedi Tox® dalam waktu paper 1 jam dengan keanekaan
yaitu: 1 jam, 0,5 jam, 15 menit dan 8 menit. Tahap ke dua, waktu dosis: 20 ppm, 10 ppm, 5 ppm, dan 2,5 ppm.
papar disamakan untuk semua perlakuan, yaitu pengamatan
setelah 1 jam pemaparan dan setelah 24 jam pemaparan; tetapi Mortalitas
dosis pada tahap ini dibuat 4 macam, dosis diencerkan menjadi: Dosis
Jumlah
yang Pengamatan Pengamatan
250 ppm, 125 ppm, 65 ppm, 40 ppm. Tahap ke tiga, waktu papar
dipapar setelah I jam setelah 24 jam Kontrol
papar tetap seperti tahap ke dua, namun dosis lebih diencerkan lagi pemaparan pemaparan
menjadi 20 ppm, 10 ppm, 5 ppm dan 2,5 ppm. Pada tahap ini
20 ppm 15 10(66,6%) 15000%) 0(0%)
sudah mungkin untuk menanik garis regresi sehingga tidak di-
10 ppm 15 7(46,6%) 15000%) 0(0%)
perlukan pengenceran selanjutnya. 5 ppm 15 5(33,3%) 11 (77,06%) ' 0(0%)
Untuk mencegah kontaminasi, pemaparan dilakukan tidak 2,5 ppm 15 0(0%) 8(53,3%) 00%)
GYNECOLOGISTS NEUROLOGISTS
INTERNISTS ANAESTHESIOLOGISTS
OPTHALMOLOGISTS RADIOLOGISTS
CLINICAL PATHOLOGIST SURGEONS
PEDIATRICIANS CARDIOLOGIST
The successful candidates should have completed the WAJIB KERJA SARJANA and are willing to be
employed on a full-time basis. Highly motivated, dynamic and willingness to learn new ideas and practices
are qualities we are looking for.
We offer opportunities for growth and advancement plus exposure and training to international standards of
medical practice.
We welcome your CV with photo and certificates. Please address it to:
THE DIRECTOR
P0 BOX 4087
JKT 13040
ABSTRAK
Penelitian reaksi imunologis dan reaksi samping vaksin polio oral buatan Bio Farma
telah dilakukan di Yogyakarta pada tahun 1994, dengan tujuan untuk mengetahui apakah
imunogenisitas dan reaktogenisitas vaksin tersebut pada anak-anak berumur 2–3 bulan
cukup baik, sehingga vaksin tersebut dapat dipasarkan di Indonesia.
Hasil pemeriksaan serologi menunjukkan bahwa seroconversion rate masing-masing
tipe 1, 2 dan 3 adalah 98%, 98% dan 94%, demikian juga seroconversion rate terhadap
ketiga tipe adalah 93%. Pada pengamatan selama 8 hari setelah vaksinasi pertama, kedua
dan ketiga, tidak dijumpai adanya reaksi samping. Hasil isolasi virus hanya menemukan
satu polio tipe-2 sebelum anak mendapat imunisasi, satu Coxsackie-B group dan satu
polio tipe 2 setelah anak mendapat imunisasi.
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa vaksin tersebut memberikan sero-
conversion rate yang cukup tinggi, baik terhadap masing-masing tipe maupun terhadap
ketiga tipe virus polio, dan tidak ada reaksi samping bila diberikan kepada anak-anak
yang berumur 2–3 bulan.
Disarankan, program imunisasi di Indonesia dapat menggunakan vaksin polio buatan
Bio Farma, karena ternyata kualitasnya tidak berbeda dengan vaksin yang sekarang di-
gunakan untuk program yaitu buatab dari SK&F atau Pasteur Merieux.
Tabel 2. Serokonversi 54 bayi umur 2-3 bulan yang mendapat OPV III Suhu badan – – 1 98 1
buatan Bio Farma, terhadap masing-masing tipe polio, di Panas 0 100
Yogyakarta, 1994 Batuk 0 100
Tenggorokan merah 0 100
Tipe-1 Tipe-2 Tipe-3 Tipe-1+2+3 Pilek 0 100
Muntah 0 100
Jumlah sero negatip Mencret 0 100
sebelum diberi OPV 54 54 54 54 Kaku kuduk 0 100
Jumlah sero positip Lumpuh satu kaki 0 100
sesudah diberi OPV III 53 53 51 50 Lumpuh dua kaki 0 100
Conversion rate 98,1% 98,1% 94,4% 92,6%
ABSTRAK
Telah dilakukan suatu survei enterovirus di daerah tersangka KLB polio di Kecamatan
Cianjur, Propinsi Jawa Barat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui status polio
pada anak balita dan transmisi enterovirus lainnya di daerah tersebut. Sebanyak 91 anak
telah diamati dan sebanyak 59 serum dan 65 tinja balita telah diperiksa. Pemeriksaan
antibodi polio dilakukan dengan uji netralisasi terhadap antigen polio (tipe Sabin) pada
sel HEp-2, sedangkan isolasi dan identifikasi enterovirus dilakukan terhadap antisera
ECHO, Coxsackie dan polio pada sel HEp-2 dan sel RD.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada cakupan imunisasi 95,5% (data pus-
kesmas) atau 72,5% (hasil survei ini) masih ditemukan 10,9% anak yang tidak memiliki
antibodi polio; pada kelompok umur 3-11 bulan dengan cakupan imunisasi 50,0% hanya
ditemukan 8,3% anak yang memiliki antibodi polio-1. Tidak satupun anak yang me-
miliki antibodi polio dobel tipe. Persentase antibodi polio tripel akan meningkat dengan
makin bertambahnya umur anak; setelah umur 36 bulan tidak ditemukan lagi anak-anak
yang seronegatif polio. Hasil isolasi virus menunjukkan bahwa 24/65 (36,9%) positif;
12/65 (18,5%) adalah enterovirus, antara lain: virus ECHO- 13, ECHO-7 dan ECHO-9
(13,8%) lebih dominan dibanding virus Coxsackie B (4,6%).
HASIL
1) Survei populasi anak balita sehat
Dalam penelitian ini telah disensus sebanyak 91 anak ba-
lita; dan jumlah tersebut hanya dapat dikumpulkan 59 sampel
serum dan hanya dapat diperiksa sebanyak 55 serum. Sedang-
kan dari 65 sampel tinja yang dapat dikumpulkan dapat diiso-
lasi sebanyak 24 (36,9%) isolat virus.
Pada Tabel 1 dapat diketahui riwayat imunisasi anak me-
nurut data pada KMS, ternyata terdapat 72,5% anak yang telah
mendapat imunisasi polio.
3) Hasil isolasi dan identifikasi virus
2) Hasil pemeriksaan antibodi polio Dari 24 isolat yang memberikan efek sitopatik pada sel
Pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa 10,9% anak balita HEp-2 dan sel RD dapat diidentifikasi sebagai ECHO virus-13,
1. Kelainan wajah yang tidak disebabkan oleh lepra : 6. Tempat infeksi gonore utama pada wanita :
a) Facies leonina a) Vagina
b) Lagophthalmos b) Serviks
c) Wrinkling c) Uterus
d) Ptosis d) Tuba Falopii
e) Madarosis e) Ovarium
2. Kelainan ekstremitas yang tidak disebabkan oleh lepra : 7. Limfogranuloma venereum disebabkan oleh infeksi kuman :
a) Kontraktur a) Neisseria gonorrhoe
b) Wrist drop b) candida albi cans
c) Fraktur c) Chlamydia trachomatis
d) Claw hand d) Haemophilus ducreyi
e) Edema e) Treponema pallidum
3. Penyakit lepra di Indonesia terutama ditemukan di : 8. Ulkus molle disebabkan oleh infeksi kuman :
a) Sumatera a) Neisseria gonorrhoe
b) Jawa b) Candida albicans
c) Kalimantan c) Chiamydia trachomatis
d) Sulawesi d) Haemophilius ducreyi
e) Bali e) Treponema pallidum
4. Pembiakan kuman lepra di laboratorium menggunakan 9. Erisipleas disebabkan oleh infeksi kuman :
binatang : a) Staphylococcus aureus
a) Armadillo b) Streptococcus beta haemolyticus
b) Tikus c) Streptococcus viridans
c) Kelinci d) Pneumococcus
d) Hamster e) Bukan penyakit infeksi
e) Belum dapat dibiakkan 10. Vitiligo umumnya mulai diderita pada usia :
5. Tempat infeksi gonore utama pada pria : a) 0–10 tahun
a) Uretra b) 10–30 tahun
b) Prostat c) 30–50 tahun
c) Kandungkencing d) 50–70 tahun
d) Epididimis e) Semua usia
e) Testis
10. B 5. A
9. B 4. A
8. D 3. D
7. C 2. A
6. B 1. D JAWABAN :