Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH EPIDEMIOLOGI KESEHATAN HAJI PERATURAN PERATURAN INTERNASIONAL KELUAR MASUK KE NEGARA LAIN DALAM BIDANG KESEHATAN (UU

U KARANTINA)

DOSEN : dr. Azwar Hijar

OLEH : KELOMPOK 1 Mentari 1110333013 Intan Purmi Helti 1110333098 Slamet Hidayat 1110333097 Sefrima Anggraini 1110332097 Zurayya Fadila 1110332092

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

2013

Peraturan Internasional Dan Karantina Kesehatan 1. Sejarah Perkembangan Karantina Karantina berasal dan kata Quadraginta (latin) yang artinya : 40. Dulu semua penderita diisolasi selama 40 hari. Pada tahun 1348 lebih dari 60 juta orang penduduk dunia meninggal karena penyakit Pes (Black Death). Pada tahun 1348 Pelabuhan Venesia sebagai salah satu pelabuhan yang terbesar di Eropa melakukan upaya karantina dengan cara menolak masuknya kapal yang datang dan daerah terjangkit Pes serta terhadap kapal yang dicurigai terjangkit penyakit PES (Plague). Pada tahun 1377 di Roguasa dibuat suatu peraturan bahwa penumpang dari daeah terjangkit penyakit pes harus tinggal di suatu tempat diluar pelabuhan dan tinggal di sana selama 2 bulan supaya bebas dari penyakit. Itulah sejarah tindakan karantina dalam bentuk isolasi pertama kali dilakukan terhadap manusia. Pada Kurun waktu 1830 1847, wabah kolera melanda eropa. Atas inisiatif ahli kesehatan telah terlaksana diplomasi penyakit infeksi secara intensif dan kerjasama multilateral kesehatan masyarakat menghasilkan : International Sanitary Conference, paris 1851 dikenal sebagai ISR 1851. 1951 World Health Organization mengadopsi regulasi yang dihasilkan oleh International Sanitary Conference. Pada th 1969 WHO mengubah International Sanitary Regulations (ISR) yang dihasilkan oleh International Sanitary Conference menjadi : International Health Regulations (IHR) dan dikenal sebagai IHR 1969. Tujuan IHR adalah untuk menjamin keamanan maksimum terhadap penyebaran penyakit infeksi dengan melakukan tindakan yang sekecil mungkin mempengaruhi lalu lintas dunia. Sehubungan perkembangan situasi dan kondisi serta adanya revisi International Sanitary Regulations (ISR) antara lain Third Annotated edition (1966) of the International Sanitary Regulations 1951, WHO juga melakukan revisi seperlunya terhadap IHR 1969 antara lain : 1. Pada tahun 1973 WHO melakukan Revisi terhadap International Health Regulations (1969) dan dikenal sebagai Additional Regulation 1973

2. Pada tahun 1981 WHO melakukan Revisi terhadap International Health Regulations (1969) dan dikenal sebagai Additional Regulation 1981 3. Pada tahun 1983 WHO melakukan Revisi terhadap International Health Regulations (1969) dan dikenal sebagai IHR 1969 Third Annotated Edition 1983 (sejak saat ini Penyakit Karantina yang dulunya 6 (enam) Penyakit berobah menjadi 3 (tiga) Penyakit yaitu : Pes (Plague), Demam Kuning (Yellow Fever) serta Kolera

UU Karantina Udara dan UU Karantina Laut hingga saat ini tetap memberlakukan 6 (enam) Penyakit yaitu :
1. PES (plague) (ICD-9: 020,ICD-10:A 20) 2. Kolera (ICD - 9 : 001,ICD - 10:A 00) 3. Demam kuning (yellow fever) (ICD-9:O6O,ICD-10:A 95) 4. Cacar (smallpox) (ICD-9:050,ICD-10:B03) 5. Typhus bercak wabahi - thyphus exanthematicus infectiosa (louse borne typhus) 6. Demam bolak-balik (louse borne relapsing fever)

4. Pada tahun 2005 dilakukan Revisi terhadap IHR 1969 melalui sidang WHA dan dihasilkan dokumen yg saat ini dikenal sebagai IHR 2005.

Revisi yang keempat ini diilhami oleh kejadian pandemi SARS dan bioterrorism pada tahun 2003. 1 12 November 2004 : Intergovernmental Working Group-1 : kertas kerja proposal, World Health Organization merevisi International Health Regulation (IHR) 1969 24 anuari 2005 : Intergovermental Working Group - 2 on the revision Of IHR : a. Menghasilkan IHR 2005 dengan mengusung issue : Public Health Emergency Of International Concern (PHEIC) (Public Health Emergency of International Concern/ Kedaruratan Kesehatan yang Meresahkan Dunia)

PHEIC adalah KLB yang dapat merupakan ancaman kesehatan bagi negara lain yang kemungkinan membutuhkan koordinasi internasional dalam

penanggulangannya.

b. Terhitung mulai 15 Juni 2007 bagi semua negara anggota WHO, harus sudah menerapkan IHR 2005 kecuali mereka yang menolak atau mengajukan keberatan. c. Penolakan atau keberatan harus diajukan selambat-lambatnya 18 bulan dari saat diterima oleh WHA ke 58 (Mei 2005)

Tujuan IHR 2005 IHR 2005 : Mencegah, melindungi terhadap dan menanggulangi penyebaran penyakit antar negara tanpa pembatasan perjalanan dan perdagangan yang tidak perlu,

Penyakit : yang sudah ada, baru dan yang muncul kembali serta penyakit tidak menular (contoh: bahan radio-nuklear dan bahan kimia) dalam terminology lain disebut NUBIKA (Nuklir, Biologi dan Kimia)

Catatan: Semenjak WHO mengadopsi INTERNATIONAL SANITARY REGULATIONS 1951 menjadi INTERNATIONAL HEALTH REGULATIONS (IHR) 1969 dan melakukan perobahan (revisi) sebanyak 5 (Lima) kali, undang-undang Nomor 1 tahun 1962 tentang Karantina Laut serta undang-undang nomor 2 tahun 1962 tentang Karantina Udara yang berlaku di Indonesia belum pernah disesuaikan dengan perobahan-perohan tersebut walupun Indonesia adalah negara yang menerima sepenuhnya regulasi tentang INTERNATIONAL HEALTH REGULATIONS (IHR).

II. Kantor Kesehatan Pelabuhan sebagai Port Health Authority di Pelabuhan/ bandara di Indonesia

Periode HAVEN ARTS (Dokter Pelabuhan) Pada tahun 1911 DI INDONESIA, Pes masuk melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, kemudian 1916 Pes masuk melalui Pelabuhan Semarang dan selanjutnya tahun 1923 Pes masuk melalui Pelabuhan Cirebon. Pada saat itu Indonesia masih hidup dalam zaman kolonial Belanda. Regulasi yang diberlakukan adalah Quarantine Ordonanti (Staatsblad Nomor 277 tahun 1911). Dalam perjalanan sejarahnya Quarantine Ordonanti

(Staatsblad Nomor 277 tahun 1911) telah berulang kali dirubah. Penanganan kesehatan di pelabuhan di laksanakan oleh HAVEN ARTS (Dokter Pelabuhan) dibawah HAVEN MASTER (Syahbandar). Saat itu di Indonesia hanya ada 2 Haven Arts yaitu di Pulau Rubiah di Sabang & Pulau Onrust di Teluk Jakarta

Periode Pelabuhan Karantina. Pada masa Kemerdekaan, sekitar tahun 1949/1950 Pemerintah RI membentuk 5 Pelabuhan Karantina, yaitu : Pelabuhan Karantina Kelas I : Tg. Priok dan Sabang, Pelabuhan Karantina Kelas II : Surabaya dan Semarang serta Pelabuhan Karantina Kelas III : Cilacap. Inilah periode peran resmi pemerintah ri dalam kesehatan pelabuhan dimulai. Pada tahun 1959, Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 1959 tentang Penyakit Karantina. Perkembangan Selanjutnya, untuk memenuhi amanat Pasal 4 dan 6 sub 3 undangundang tentang Pokok-pokok Kesehatan (UU nomor 9 tahun 1960, Lembaran Negara tahun 1960 nomor 131), terlahirlah Undang-Undang nomor 1 tahun 1962 tentang Karantina Laut dan UU nomor 2 TAHUN 1962 tentang Karantina Udara.

Periode DKPL (Dinas Kesehatan Pelabuhan Laut) dan DKPU (Dinas Kesehatan Pelabuhan Udara) Pada 1970, terbit SK Menkes No.1025/DD /Menkes, tentang pembentukan Dinas Kesehatan Pelabuhan Laut (DKPL) sebanyak 60 DKPL dan Dinas Kesehatan Pelabuhan Udara (DKPU) sebanyak 12 DKPU. Baik DKPL maupun DKPU non eselon. Kegiatan DKPL dan DKPU baik teknis maupun administratif meski satu kota, terpisah.

Periode Kantor Kesehatan Pelabuhan SK Menkes Nomor 147/Menkes/IV/78, DKPL dan DKPU dilebur menjadi Kantor Kesehatan Pelabuhan dan pembinaan teknisnya berada dibawah Bidang Desenban Kantor Wilayah Depkes dimana pimpinan KKP adalah eselon III B. Berdasarkan SK Menkes Nomor 147/Menkes/IV/78KKP terdiri atas : a. 10 KKP Kelas A b. 34 KKP Kelas B

c. SK Menkes 630/Menkes/SK/XII/85, menggantikan SK Menkes No.147 (Eselon KKP sama III B), jumlah KKP berubah menjadi 46 yang terdiri atas : 1. 10 KKP Kelas A 2. 36 KKP Kelas B (ditambah Dili dan Bengkulu)

Periode KKP sebagai UPT Dirjen PP & PL Depkes RI. Sejak penerapan Undang-undang Otonomi Daerah, otoritas kesehatan ditingkat provinsi yang bernama Kanwil Depkes harus dilebur kedalam struktur Dinas Kesehatan Provinsi. Peraturan Pemerintah tentang Pembagian Kewenangan mengamanatkan bahwa Kekarantinaan sebagai wewenang pemerintah pusat. Tahun 2004 terbit SK Menkes No 265/Menkes/SK/III/2004 tentang Organisasi & Tata Kerja KKP yang baru. KKP digolongkan menjadi : a. KKP Kelas I (eselon II B) : 2 KKP b. KKP Kelas II (eselon III A) : 14 KKP c. KKP Kelas III (eselon III B) : 29 KKP Pada tahun 2007 dilakukan revisi terhadap SK Menkes No 265/Menkes/SK/III/2004 tentang Organisasi & Tata Kerja KKP melalui Peraturan Menteri Kesehatan nomor 167/MENKES/PER/II/2007. Dengan terbitnya Permenkes ini, maka bertambahlah 3 (tiga) KKP baru Yaitu : KKP Kelas III Gorontalo, KKP Kelas III Ternate dan KKP Kelas III Sabang. Pada tahun 2008 dilakukan lagi revisi sekaligus mencabut permenkes 265 tahun 2004 dengan Permenkes 356/MENKES/PER/IV/2008. Sejak berlakunya Peraturan ini, maka di lingkungan Departemen Kesehatan terdapat 7 (tujuh) KKP Kelas I, 21 (dua puluh satu) KKP Kelas II, dan 20 (dua puluh) KKP Kelas III. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 356/MENKES/PER/IV/2008 juga telah mengalami perobahan sebagian isinya melalui Permenkes nomor

2348/MENKES/PER/XI/2011. Dengan Perobahan terakhir ini, jumlah KKP menjadi 49 dengan Rincian :terdapat 7 (tujuh) KKP Kelas I, 21 (dua puluh satu) KKP Kelas II, dan 20 (dua puluh) KKP Kelas III serta 1 (satu) KKP Kelas IV.

Fungsi Kantor Kesehatan Pelabuhan Berdasarkan PERMENKES N0 356 Tahun 2008 Kantor Kesehatan Pelabuhan mempunyai tugas melaksanakan pencegahan masuk dan keluarnya penyakit karantina dan penyakit menular potensial wabah, kekarantinaan, pelayanan kesehatan terbatas di wilayah kerja Pelabuhan/ Bandara dan Lintas Batas, serta pengendalian dampak kesehatan lingkungan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 2, KKP menyelenggarakan fungsi: 1. Pelaksanaan kekarantinaan; 2. Pelaksanaan pelayanan kesehatan 3. Pelaksanaan pengendalian risiko lingkungan di bandara, pelabuhan, dan lintas batas negara 4. Pelaksanaan pengamatan penyakit, penyakit potensial wabah, penyakit baru, dan penyakit yang muncul kembali. 5. Pelaksanaan pengamanan radiasi pengion dan non pengion, biologi, dan kimia 6. Pelaksanaan sentra/simpul jejaring surveilans epidemiologi sesuai penyakit yang berkaitan dengan lalu lintas nasional, regional, dan International. 7. Pelaksanaan, fasilitasi, adan advokasi kesiapsiagaan dan penaggulangan kejadian luar biasa (KLB) dan bencana bidang kesehatan, serta kesehatan matra termasuk penyelenggaraan kesehatan haji. 8. Pelaksanaan, fasilitasi, dan advokasi kesehatan kerja di lingkungan bandara, pelabuhan, dan lintas batas negara. 9. Pelaksanaan pemberian sertifikat kesehatan obat, makanan, kosmetika dan alat kesehatan serta bahan adiktif (OMKABA) ekspor dan mengawasi persyaratan dokumen kesehatan OMKABA impor. 10. Pelaksanaan pengawasan alat angkut dan muatannya. 11. Pelaksanaan pemberian pelayanan kesehatan di wilayah kerja bandara, pelabuhan, dan lintas batas negara 12. Pelaksanaan jejaring infomasi dan teknologi bidang kesehatan bandara, pelabuhan, dan lintas batas negara. 13. Pelaksanaan jejaring kerja dan kemitraan bidang kesehatan di bandara, pelabuhan, dan lintas batas negara 14. Pelaksanaan kajian kekarantinaan, pengendalian risiko lingkungan, dan surveilans epidemiologi. 15. Pelaksanaan pelatihan tehnis dibidang kesehatan bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara.

16. Pelaksanaan ketatausahaan dan kerumahtanggaan KKP International Health Regulation 2005 (IHR), mengamanatkan selain mencegah penyakit-penyakit tersebut diatas, juga mencegah terjadinya Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) yaitu : penyakit yang dapat meresahkan masyarakat International, maka Bidang Karantina Melaksanakan tugasnya antara lain : melaksanakan perencanaan dan evaluasi di bidang kekarantinaan, surveilans epidemiologi penyakit karantina dan penyakit menular potensial wabah, pengawasan alat angkut, lalu lintas OMKA, jejaring kerja, kemitraan, kajian, serta pengembangan teknologi, pendidikan dan latihan bidang kekarantinaan di wilayah kerja pelabuhan/ Bandara dan lintas batas darat.

III. Penyakit Karantina Dan Penyakit Menular Potensial Wabah penyakit infeksi yang angka kejadiannya meningkat secara bermakna dalam 20 tahun terakhir dan atau mengancam kesehatan masyarakat di masa depan dikenal dengan istilah Emerging Infectious Disease / EID. EID dibedakan antara Reemerging Diseases dan New Emerging Diseases. Adanya Polio di Sukabumi pada pertengahan tahun 2005 menandai munculnya kembali penyakit-penyakit (reemerging diseases) yang sudah hilang dari bumi Indonesia. perkembangan berbagai penyakit reemerging diseases dan new emerging diseases kembali mengancam derajat kesehatan masyarakat. Penyakit menular tergolong reemerging diseases yang menjadi perhatian saat ini : Poliomyelitis, Tuberkulosis, Dengue Demam Berdarah, HIV-AIDS, Demam Typhoid & Salmonellosis, Leptospirosis, Anthrax, Rabies, Pes, Filariasis, Kolera & penyakit diare lainnya, Pneumococcal pneumonia & penyakit ISPA lainnya, Diptheria, Lepra, Infeksi Helicobacter, Ricketsiosis, Pertussis, Gonorrhea & penyakit infeksi menular seksual lainnya, Viral hepatitis, Campak, Varicella/Cacar Air, Chikungunya, Herpes, Japanese encephalitis, Infectious Mononucleosis, infeksi HPV, Influenza, Malaria dll. Sedangkan kemunculan penyakit new emerging disease diantaranya ditandai dengan merebaknya Avian flu mulai bulan Juni 2005 yang lalu, hingga tanggal 18 Maret 2007 telah mendekati ribuan Kasus dan sebanyak 86 orang diantaranya Positif Avian flu

serta meninggal 65 orang. Case Fatality Rate (CFR) atau angka kematian kasus Avian flu pada manusia di Indonesia kini adalah 75,6 persen. Penyakit infeksi yang baru muncul (New Emerging Diseases) dan mengancam saat ini sebagian besar adalah penyakit bersumber binatang. Misalnya : Korona, SARS, Avian flu, Hanta-virus Pulmonary Syndrome, Hanta-virus infection with renal involvement, Japanese Encephalitis, Nipah diseases, West Nile Fever, E. coli O157:H7, BSE/CJD dll

Karantina adalah pembatasan aktivitas orang sehat atau binatang yang telah terpajan (exposed) kasus penyakit menular selama masa menularnya. (misalnya melalui kontak) untuk mencegah penyebaran penyakit selama masa inkubasi. Dibedakan atas

Absolute/Complete Quarantine Dan Modified Quarantine 1. Absolute/Complete Quarantine Pembatasan Kebebasan Bergerak Bagi Mereka Yang Terpajan Terhadap Penyakit Menular Selama Periode Yang Berlangsung Tidak Lebih Lama Dari Masa Inkubasi Terlama Dengan Suatu Cara Tertentu Dengan Tujuan Mencegah Agar Tidak Terjadi Kontak Yang Mungkin Menimbulkan Penularan Kepada Mereka Yang Tidak Terpajan. 2. Modified Quarantine Pembatasan gerak parsial / sebagian dan selektif bagi mereka yang terpajan yang pada umumnya, dilakukan berdasarkan cara penularan yang telah diketahui dan diperkirakan terkait dengan bahaya penularan. Misalnya melarang anak terkena campak untuk masuk sekolah. Termasuk didalamnya : personal surveillance dan segregation cara penularan infeksi : Contact transmission / man-to-man transmission Droplet transmission : Percikan mengandung mikroorganisma disebarkan dalam jarak dekat (1 2 m) melalui udara Airborne transmission: menyebar melalui residual particle Sumber : http://karantinakesehatan.blogspot.com/ diakses pada Selasa, 27 Agustus 2013 pukul 18.40 WIB

Anda mungkin juga menyukai