Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH PERTEMUAN 7

PENANGANAN VEKTOR DAN TIKUS DI PELABUHAN


Mata Kuliah Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu-A
Dosen Nur Utomo, SKM, M.Sc

Disusun Oleh :
Enzela BR Sidauruk
P1337433219022
2C

KEMENTERIAN KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI DIV SANITASI LINGKUNGAN
PURWOKERTO
2021
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………………………..i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................................................1
B. Tujuan...........................................................................................................................................1
C. Rumusan Masalah.........................................................................................................................1
D. Manfaat..........................................................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................................................2
A. Pengertian Karantina.....................................................................................................................2
B. Prosedur Karantina........................................................................................................................2
C. Tindakan Karantina.......................................................................................................................3
D. Dokumen Kesehatan Kapal...........................................................................................................3
E. Pengawasan dan Pemberantasan Tikus..........................................................................................3
F. Program Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Tikus oleh KKP..............................................4
BAB III KESIMPULAN...........................................................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................6

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Karantina adalah pembatasan kegiatan atau pemisahan seseorang yang diduga
terinfeksi suatu penyakit meskipun belum menunjukkan gejala penyakit tersebut. Jika
isolasi adalah pemisahan orang yang sakit atau terkontaminasi, atau bagasi, peti
kemas, alat angkut barang, atau pake pos yang terkontaminasi bibit penyakit dari
orang atau barang lainnya sedemikian rupa, untuk mencegah penyebaran penyakit
atau kontaminasi.
Karantina berbeda dari isolasi yang merupakan pemisahan orang-orang sakit
atau terinfeksi dari orang lain, sehingga mencegah penyebaran infeksi atau
kontaminasi.

B. Tujuan
1. Dapat mengetahui prosedur karantina
2. Dapat mengetahui cara tindakan karantina
3. Dapat mengetahui apa saja dokumen kesehatan kapal
4. Dapat memahami bagaimana pengawasan dan pemberantasan tikus

C. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian karantina?
2. Bagaimana prosedur karantina?
3. Bagaimana cara tindakan pada karantina?
4. Apa saja yang ada didalam dokumen kesehatan kapal?
5. Bagaimana dalam pengawasan dan pemberantasan tikus?

D. Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
Mahasiswa dapat menjelaskan bagaimana prosedur dan cara tindakan pada
karantina, memahami dokumen kesehatan kapal, dan menerapkan cara pengawasan
dan pemberatasan tikus dalam kehidupan sehari-hari.

1
2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Karantina

Karantina adalah pembatasan kegiatan dan/atau pemisahan seseorang yang


diduga terinfeksi suatu penyakit meskipun belum menunjukkan gejala penyakit
tersebut. Karantina adalah pemisahan peti kemas, alat angkut, atau barang yang diuga
terkontaminasi dari orang/barang lain, sedemikian rupa untuk mencegah
kemungkinan penyebaran penyakit.
Kekarantinaan Kesehatan (Psl 1. UU No 6 Tahun 2018) adalah upaya
mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko
kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan
masyarakat.
Isolasi adalah pemisahan orang yang sakit atau terkontaminasi, atau bagasi,
peti kemas, alat angkut barang, atau pake pos yang terkontaminasi bibit penyakit dari
orang/barang lainnya sedemikian rupa, untuk mencegah penyebaran penyakit atau
kontaminasi.

B. Prosedur Karantina

Pasal 19 (UU No.6/2018)


(1) Setiap Kapal yang: a. datang dari luar negeri; b. datang dari Pelabuhan wilayah
Terjangkit di dalam negeri; atau c. mengambil orang dan/atau Barang dari Kapal
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, berada dalam Status Karantina.
(2) Nakhoda pada Kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan
Deklarasi Kesehatan Maritim (Maritime Declaration of Healthl kepada Pejabat
Karantina Kesehatan pada saat kedatangan Kapal.
(3) Nakhoda pada Kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
menurunkan atau menaikkan orang dan/atau Barang setelah dilakukan Pengawasan
Kekarantinaan Kesehatan oleh pejabat Karantina Kesehatan.
(4) Pengawasan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilakukan untuk memperoleh Persetujuan Karantina Kesehatan.
(5) Persetujuan Karantina Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa:
a. persetujuan bebas karantina, dalam hal tidak ditemukan penyakit dan/atau faktor
risiko yang berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dan/atau
Dokumen Karantina Kesehatan dinyatakan lengkap dan berlaku; dan
b. persetujuan karantina terbatas, dalam hal ditemukan penyakit dan/atau faktor risiko
yang berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dan/atau Dokumen
Karantina Kesehatan dinyatakan tidak lengkap dan tidak berlaku.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata laksana Pengawasan Kekarantinaan
Kesehatan di pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan
Peraturan Menteri.

Pasal 21 (UU No.6/2018)


Nakhoda menyampaikan permohonan untuk memperoleh Persetujuan Karantina
Kesehatan atau memberitahukan suatu keadaan di Kapal dengan memakai isyarat
sebagai berikut:
a. pada siang hari berupa:

3
1. Bendera Q, yang berarti Kapal saya sehat atau saya minta Persetujuan Karantina
Kesehatan;
2. Bendera Q di atas panji pengganti kesatu, yang berarti Kapal saya tersangka;
3. Bendera Q di atas Bendera L, yang berarti Kapal saya Terjangkit; dan
b. pada malam hari berupa: lampu merah di atas lampu putih dengan jarak maksimum
1,80 (satu koma delapan nol) meter, yang berarti saya belum mendapat Persetujuan
Karantina Kesehatan

C. Tindakan Karantina

Pasal 20 (UU No.6/2018)


Kapal yang memperoleh persetujuan karantina terbatas sebagaimana dimaksud dalam
pasal 19 ayat (5) huruf b harus dilakukan tindakan Kekarantinaan Kesehatan dan/atau
penerbitan atau pembaruan Dokumen Karantina Kesehatan.
*Tindakan kekarantinaan di kapal merujuk pada PMK no 34 tahun 2013 tentang
Penyelenggaran Tindakan hapus tikus dan hapus serangga pada alat angkut di
Pelabuhan/Bandara/PLBDN (Fumigasi, Desinfeksi/dekontaminasi, Desinseksi dll)
*Tindakan penyehatan V/BPP di lingkungan pelabuhan merujuk pda PMK 50 tahun
2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan
untuk Vektor dan BPP serta pengendaliannya (Spraying, Fogging, IRS, Larvasiding,
3M Plus dll).

BAB XIII Ketentuan Pidana


Pasal 90
Nakhoda yang menurunkan atau menaikkan orang dan/atau Barang sebelum
memperoleh persetujuan Karantina Kesehatan berdasarkan hasil pengawasan
Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) dengan
maksud menyebarkan penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan yang menimbulkan
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar
rupiah).

D. Dokumen Kesehatan Kapal

Dokumen Kesehatan Kapal (IHR 2005 / UU No.6/2018) :


- Maritime Declaration of Health (MDH)
- Ship Sanitation Control Exemption Certificate (SSCEC) or Ship Sanitation Control
Certificate (SSCC)
- International Certificate of Vaccine (ICV)
- Medicine Chest Certificate (Medicine / Narcotic List)
- Port of Call / Voyage Memo
- Last Port Clearance
- Health Book / Green Book (Indonesia Only)

E. Pengawasan dan Pemberantasan Tikus

4
Sanitasi Kapal adalah segala usaha yang ditujukan terhadap faktor lingkungan
di kapal untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit guna memelihara dan
mempertinggi derajat kesehatan.
Article 24 IHR Revisi 2005 butir 1 point (c) dan butir 2 :
Suatu negara harus melaksanakan semua tindakan sesuai dengan IHR untuk menjamin
bahwa operator (ABK) alat angkut (kapal): tetap menjaga alat angkut yang menjadi
tanggung jawab mereka agar bebas dari sumber penyakit menular atau kontaminasi
termasuk vektor, dan reservoir. Penerapan tindakan untuk mengendalikan sumber
penyakit menular atau kontaminasi yang mungkin diperlukan, jika ditemukan adanya
bukti.
Pengendalian tikus di atas kapal :
 Rat proofing
Upaya rat proofing bertujuan untuk mencegah masuk dan keluarnya tikus
dalam ruangan serta mencegah tikus bersarang di bangunan tersebut.
 Trapping
Pengunaan perangkap (trap) bertujuan untuk mengubah faktor lingkungan
fisik menjadi diatas atau dibawah batas toleransi tikus sehingga dapat
menekan laju populasi dan tingkat kerusakan.
 Poisoning
Pemberian racun (poison) bertujuan untuk mencegah perkembangbiakan
tikus di atas kapal.

Fumigasi (PMK 34 tahun 2013) :


 Operator BUS
 Pengawas KKP
 Hasil dan evaluasi

F. Program Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Tikus oleh KKP

Sasaran : Pelabuhan (perimeter & Buffer), Alat angkut (kapal), Masyarakat (kalangan
terbatas) :
a. Pengawasan dan Pengendalian Vektor Ae. Aegypti
b. Pengawasan dan Pengendalian Vektor Anopheles sp
c. Pengawasan dan Pengendalian Vektor Mekanik (Kecoa dan Lalat)
d. Pengawasan dan dan pengendalian Tikus dan Pinjal

5
BAB III
KESIMPULAN

Karantina adalah pembatasan kegiatan atau pemisahan seseorang yang diduga


terinfeksi suatu penyakit meskipun belum menunjukkan gejala penyakit tersebut. Jika isolasi
adalah pemisahan orang yang sakit atau terkontaminasi, atau bagasi, peti kemas, alat angkut
barang, atau pake pos yang terkontaminasi bibit penyakit dari orang atau barang lainnya
sedemikian rupa, untuk mencegah penyebaran penyakit atau kontaminasi.

6
7
DAFTAR PUSTAKA

8
MAKALAH PERTEMUAN 8
PENYAKIT KARANTINA
Mata Kuliah Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu-A
Dosen Nur Utomo, SKM, M.Sc

Disusun Oleh :
Enzela BR Sidauruk
P1337433219022
2C

KEMENTERIAN KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI DIV SANITASI LINGKUNGAN
PURWOKERTO
2021
DAFTAR ISI

F. Pengawasan dan Pemberantasan Tikus…………………………………………………6


DAFTAR PUSTAKA…………………………...……………………………………………6

ii
ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karantina adalah pembatasan kegiatan atau pemisahan seseorang yang diduga


terinfeksi suatu penyakit meskipun belum menunjukkan gejala penyakit tersebut. Jika
isolasi adalah pemisahan orang yang sakit atau terkontaminasi, atau bagasi, peti
kemas, alat angkut barang, atau pake pos yang terkontaminasi bibit penyakit dari
orang/barang lainnya sedemikian rupa, untuk mencegah penyebaran penyakit atau
kontaminasi. Karantina berbeda dari isolasi yang merupakan pemisahan orang-orang
sakit atau terinfeksi dari orang lain, sehingga mencegah penyebaran infeksi atau
kontaminasi.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian karantina?
2. Apa saja jenis-jenis penyakit karantina?
3. Bagaimana prosedur karantina?
4. Bagaimana cara tindakan pada karantina?

C. Tujuan
1. Dapat memahami jenis-jenis penyakit karantina.
2. Dapat memahami apa saja prosedur karantina.
3. Dapat mengetahui pasal-pasal pada tindakan karantina.

D. Manfaat

ii
ii
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Karantina

Karantina adalah pembatasan kegiatan dan/atau pemisahan seseorang yang


diduga terinfeksi suatu penyakit meskipun belum menunjukkan gejala penyakit
tersebut. Karantina adalah pemisahan peti kemas, alat angkut, atau barang yang diuga
terkontaminasi dari orang/barang lain, sedemikian rupa untuk mencegah
kemungkinan penyebaran penyakit.
Kekarantinaan Kesehatan (Psl 1. UU No 6 Tahun 2018) adalah upaya
mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko
kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan
masyarakat.
Isolasi adalah pemisahan orang yang sakit atau terkontaminasi, atau bagasi,
peti kemas, alat angkut barang, atau pake pos yang terkontaminasi bibit penyakit dari
orang/barang lainnya sedemikian rupa, untuk mencegah penyebaran penyakit atau
kontaminasi.

B. Jenis-jenis Penyakit Karantina

1. Penyakit Pes
Penyakit pes adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Yersinia
pestis yang berada di pinjal. Reservoir pada penyakit pes yaitu tikus. Masa
inkubasi selama 2-6 hari.
Tiga jenis pes dapat digolongkan berdasarkan bagian tubuh yang terlibat yaitu :

 Pneumonic plague. Jenis pes ini disebabkan oleh infeksi bakteri yang menyebar
hingga paru-paru.

 Septicemic plague. Jenis ini terjadi karena bakteri berkembangbiak didalam darah


pengidap pes.

 Bubonic Plague.  Jenis pes ini menimbulkan gejala pembesaran kelenjar getah bening.

Gejala gejala penyakit pes :

- Demam (panas dingin)

- Sakit kepala

- Nyeri otot

- Kejang

- Pembengkakan kelenjar getah bening terutama di daerah pelipatan paha (Bubo),


ketiak dan leher.

Pencegahan penyakit pes yaitu ;


 Mengawasi dan mengendalikan populasi hewan pengerat di lingkungan sekitar.
 Hindari tumpukan benda rongsokan, makanan hewan atau kotoran yang
memungkinkan tikus singgah.
 Menggunakan sarung tangan jika sedang berhadapan dnegan hewan yang telah
terinfeksi wabah.
 Pastikan hewan yang dipelihara menggunakan produk antiserangga atau kutu.
 Cegah hewan untuk tidur di kasur atau sofa ruang tamu agar penyakit pes tidak mudah
tersebar.
 Interaksikan pada dokter jika memang wabah pes sedang merebak agar mendapat
penanganan awal.

Beberapa kondisi dapat meningkatkan seseorang mengidap penyakit Pes, antara lain:

 Orang-orang yang tinggal di daerah pedalaman, wabah ini paling sering terjadi di
daerah-daerah pedalaman yang padat penduduk dan memiliki sanitasi yang buruk.
 Orang-orang yang bekerja sebagai dokter hewan.
 Orang-orang yang memiliki hobi mendaki gunung, berkemah, dan berburu di daerah
pedalaman yang menjadi ekosistem dari hewan-hewan pengerat yang terinfeksi pes.

2. Kolera

Penyakit kolera adalah penyakit yang disebabkan oleh Bakteri Vibrio Cholera.
Vektor mekanik dalam penyakit kolera yaitu kecoa atau lalat, media air, dan
makanan. Masa inkubasi penyakit kolera selama 1-3 hari.

Gejala-gejala :
- Diare ringan – berat
- Pusing
- Mual muntah
- Kram otot
- Dehidrasi  mata cekung dan kulit mengeriput
- Gagal ginjal, syok dan koma

Pencegahan penyakit kolera :

- Hindari konsumsi makanan laut mentah atau yang tidak dimasak sampai matang.
- Cuci tangan dengan sabun.
- Gunakan air kemasan atau air yang telah dimasak untuk mencuci peralatan makan.
- Minum air mineral botol atau air yang telah dimasak hingga mendidih.

3. Demam Kuning
Penyebab penyakit ini adalah flavivirus. Vektor dalam penyakit demam kuning
yaitu Nyamuk Ae. Aegypti. Dengan masa inkubasi selama 1-3 hari.

Gejala-gejala :

- Demam
- Pusing

ii
- Mata, wajah, lidah kemerahan (fase toksik : kulit dan sklera menguning)
- Silau terhadap cahaya
- Nyeri otot
- Mual dan muntah
- Perdarahan hidung, mulut dan mata (fase toksik)
- Gagal hati
- Penunurunan fungsi otak, meliputi delirium, kejang dan koma kematian

4. Rabbies

Infeksi ini disebabkan oleh virus rabies yang menyebar melalui air liur hewan yang
terinfeksi. Infeksi virus ini dapat menyebar kepada hewan lain maupun kepada manusia
melalui gigitan hewan yang terinfeksi. Masa inkubasi rabies bisa berlangsung selama 2-3
bulan.

Pada kasus yang jarang ditemui, virus ini menyebar ketika air liur dari hewan yang
terinfeksi masuk ke tubuh manusia melalui mulut, mata atau luka terbuka, hal ini terjadi
ketika hewan tersebut menjilat bagian tubuh manusia yang bersangkutan. Hewan yang dapat
menyebarkan virus ini adalah hewan mamalia, seperti kucing, anjing, sapi, kambing, musang,
kelelawar, rakun, serigala, monyet dan lain-lain.

Pencegahan Rabbies :

- Melakukan vaksinasi ketika berencana untuk bepergian ke daerah dimana virus rabies
masih umum untuk ditemukan
- Melakukan vaksinasi pada hewan peliharaan.
- Menjaga hewan peliharaan agar tidak memiliki kontak dengan hewan yang terinfeksi
rabies.
- Melaporkan kepada pihak berwenang ketika menemui hewan dengan gejala rabies
- Jangan mendekati hewan liar.

Gejala-gejala :

 Demam
 Nyeri kepala
 Mual
 Muntah
 Rasa gelisah dan tidak nyaman
 Rasa cemas berlebihan
 Kebingungan
 Hiperaktif
 Sulit menelan
 Air liur menjadi banyak
 Takut kepada air
 Halusinasi
 Insomnia
 Kelumpuhan sebagian anggota gerak

5. Malaria

ii
Malaria adalah penyakit infeksi menular yang menyebar melalui gigitan nyamuk. Penderita
malaria akan mengeluhkan gejala demam dan menggigil. Gigitan nyamuk tersebut
menyebabkan parasit masuk ke dalam tubuh manusia. Parasit ini akan menetap di organ hati
sebelum siap menyerang sel darah merah. Parasit malaria ini bernama Plasmodium. Gejala
malaria timbul setidaknya 10-15 hari setelah digigit nyamuk.
Pencegahan Penyakit Malaria :

 Menutup kulit dengan celana panjang dan baju berlengan panjang


 Tidur dengan tempat tidur berkelambu
 Memakai krim pelindung dari gigitan nyamuk

Gejala-gejala :
 Demam.
 Menggigil.
 Sakit kepala.
 Berkeringat banyak.
 Lemas.
 Pegal linu.
 Gejala anemia atau kurang darah.
 Mual atau muntah.

C. Prosedur Karantina

Pasal 19 (UU No.6/2018)


(1) Setiap Kapal yang: a. datang dari luar negeri; b. datang dari Pelabuhan wilayah
Terjangkit di dalam negeri; atau c. mengambil orang dan/atau Barang dari Kapal
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, berada dalam Status Karantina.
(2) Nakhoda pada Kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan
Deklarasi Kesehatan Maritim (Maritime Declaration of Healthl kepada Pejabat
Karantina Kesehatan pada saat kedatangan Kapal.
(3) Nakhoda pada Kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
menurunkan atau menaikkan orang dan/atau Barang setelah dilakukan Pengawasan
Kekarantinaan Kesehatan oleh pejabat Karantina Kesehatan.
(4) Pengawasan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilakukan untuk memperoleh Persetujuan Karantina Kesehatan.
(5) Persetujuan Karantina Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa:
a. persetujuan bebas karantina, dalam hal tidak ditemukan penyakit dan/atau faktor
risiko yang berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dan/atau
Dokumen Karantina Kesehatan dinyatakan lengkap dan berlaku; dan
b. persetujuan karantina terbatas, dalam hal ditemukan penyakit dan/atau faktor risiko
yang berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dan/atau Dokumen
Karantina Kesehatan dinyatakan tidak lengkap dan tidak berlaku.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata laksana Pengawasan Kekarantinaan
Kesehatan di pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan
Peraturan Menteri.

Pasal 21 (UU No.6/2018)


Nakhoda menyampaikan permohonan untuk memperoleh Persetujuan Karantina
Kesehatan atau memberitahukan suatu keadaan di Kapal dengan memakai isyarat

ii
sebagai berikut:
a. pada siang hari berupa:
1. Bendera Q, yang berarti Kapal saya sehat atau saya minta Persetujuan Karantina
Kesehatan;
2. Bendera Q di atas panji pengganti kesatu, yang berarti Kapal saya tersangka;
3. Bendera Q di atas Bendera L, yang berarti Kapal saya Terjangkit; dan
b. pada malam hari berupa: lampu merah di atas lampu putih dengan jarak maksimum
1,80 (satu koma delapan nol) meter, yang berarti saya belum mendapat Persetujuan
Karantina Kesehatan.

D. Tindakan Karantina

Pasal 20 (UU No.6/2018)


Kapal yang memperoleh persetujuan karantina terbatas sebagaimana dimaksud dalam
pasal 19 ayat (5) huruf b harus dilakukan tindakan Kekarantinaan Kesehatan dan/atau
penerbitan atau pembaruan Dokumen Karantina Kesehatan.
*Tindakan kekarantinaan di kapal merujuk pada PMK no 34 tahun 2013 tentang
Penyelenggaran Tindakan hapus tikus dan hapus serangga pada alat angkut di
Pelabuhan/Bandara/PLBDN (Fumigasi, Desinfeksi/dekontaminasi, Desinseksi dll)
*Tindakan penyehatan V/BPP di lingkungan pelabuhan merujuk pda PMK 50 tahun
2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan
untuk Vektor dan BPP serta pengendaliannya (Spraying, Fogging, IRS, Larvasiding,
3M Plus dll).

E. Dokumen Kesehatan Kapal

Dokumen Kesehatan Kapal (IHR 2005 / UU No.6/2018) :


1. Maritime Declaration of Health (MDH)
Maritime Declaration of Health (MDH) adalah pernyataan tertulis sesuai
Lampiran 8 International Health Regulations. Lalu lintas manusia dan atau barang
lewat jalur maritim dapat saja menjadi rantai penyebaran penyakit menular.
International Health Regulations bertujuan menjamin keamanan maksimal terhadap
kemungkinan penyebaran itu dengan deteksi dini, diantaranya melalui MDH.
Berdasarkan model Lampiran 8, Maritime Declaration of Health (MDH) berisi :
- Data kapal
 Nama kapal
 Nama nakhoda
 Nomor IMO
 Flag
 Gross tonnage
 Tanggal tiba

2. Tanggal dan tempat terbit sertifikat SSCEC/SSCC

Sertifikat sanitasi kapal terdiri dari dua jenis yaitu Ship Sanitation Control
Exemption Certificate (SSCEC) yaitu sertifikat diberikan kepada kapal yang hasil
pemeriksaan sanitasi dengan faktor risiko rendah dan Ship Sanitation Control
Certificate (SSCC) diberikan kepada kapal dengan hasil pemeriksaan sanitasi dengan
faktor risiko tinggi atau ditemukan tanta-tanda keberadaan vektor.

ii
3. Jumlah crew dan penumpang
4. Pelabuhan terakhir dan tanggal berangkat dari situ
5. Pertanyaan Yes/No
6. Ship Sanitation Control Exemption Certificate (SSCEC) or Ship Sanitation
Control Certificate (SSCC)
7. International Certificate of Vaccine (ICV)
8. Medicine Chest Certificate (Medicine / Narcotic List)
9. Port of Call / Voyage Memo
10. Last Port Clearance
11. Health Book / Green Book (Indonesia Only)

F. Pengawasan dan Pemberantasan Tikus

Sanitasi Kapal adalah segala usaha yang ditujukan terhadap faktor lingkungan
di kapal untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit guna memelihara dan
mempertinggi derajat kesehatan.
Article 24 IHR Revisi 2005 butir 1 point (c) dan butir 2 :
Suatu negara harus melaksanakan semua tindakan sesuai dengan IHR untuk menjamin
bahwa operator (ABK) alat angkut (kapal): tetap menjaga alat angkut yang menjadi
tanggung jawab mereka agar bebas dari sumber penyakit menular atau kontaminasi
termasuk vektor, dan reservoir. Penerapan tindakan untuk mengendalikan sumber
penyakit menular atau kontaminasi yang mungkin diperlukan, jika ditemukan adanya
bukti.
Pengendalian tikus di atas kapal :
 Rat proofing
Upaya rat proofing bertujuan untuk mencegah masuk dan keluarnya tikus
dalam ruangan serta mencegah tikus bersarang di bangunan tersebut.
 Trapping
Pengunaan perangkap (trap) bertujuan untuk mengubah faktor lingkungan
fisik menjadi diatas atau dibawah batas toleransi tikus sehingga dapat
menekan laju populasi dan tingkat kerusakan.
 Poisoning
Pemberian racun (poison) bertujuan untuk mencegah perkembangbiakan
tikus di atas kapal.

Fumigasi (PMK 34 tahun 2013) :


 Operator BUS
 Pengawas KKP
 Hasil dan evaluasi

ii
BAB III
KESIMPULAN

Karantina adalah pembatasan kegiatan dan/atau pemisahan seseorang yang diduga


terinfeksi suatu penyakit meskipun belum menunjukkan gejala penyakit tersebut. Karantina
adalah pemisahan peti kemas, alat angkut, atau barang yang diuga terkontaminasi dari
orang/barang lain, sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit.
Contoh jenis-jenis penyakit karantina yaitu penyakit pes penyakit yang disebabkan
oleh infeksi bakteri Yersinia pestis yang berada di pinjal. Reservoir pada penyakit pes yaitu
tikus. Masa inkubasi selama 2-6 hari. Gejala-gejala penyakit pes demam (panas dingin), sakit
kepala, nyeri otot, kejang, pembengkakan kelenjar getah bening terutama di daerah pelipatan
paha (Bubo), ketiak dan leher.
Prosedur karantina yaitu terdapat pada Pasal 19 (UU No.6/2018) dan Pasal 21 (UU
No.6/2018). Jika tindakan karantina terdapat pada Pasal 20 (UU No.6/2018) yaitu Kapal yang
memperoleh persetujuan karantina terbatas sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (5)
huruf b harus dilakukan tindakan Kekarantinaan Kesehatan dan/atau penerbitan atau
pembaruan Dokumen Karantina Kesehatan. Pengendalian tikus di atas kapal dapat dilakukan
dengan cara rat proofing, trapping, dan poisoning.

ii
DAFTAR PUSTAKA

ii
MAKALAH PERTEMUAN 13
UJI KERENTANAN DAN KONFIRMASI VEKTOR
Mata Kuliah Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu-A
Dosen Nur Utomo, SKM, M.Sc

Disusun Oleh :
Enzela BR Sidauruk
P1337433219022
2C

KEMENTERIAN KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI DIV SANITASI LINGKUNGAN
PURWOKERTO
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR PUSTAKA…………………………...……………………………………………6

ii
BAB I
PENDAHULUAN

B. Latar Belakang
Vektor adalah Arthropoda yang dapat menularkan, memindahkan dan/atau
menjadi sumber penular penyakit. (PMK 50 tahun 2017).

C. Rumusan Masalah
2. Apakah pengertian dan tujuan uji kerentanan vektor?
3. Apa saja jenis uji kerentanan vektor menurut Standard WHO?
4. Bagaimana prosedur kerja dari uji kerentanan vektor?
5. Apa saja syarat nyamuk uji efikasi?

D. Tujuan
2. Dapat memahami pengertian dan tujuan uji kerentanan vektor.
3. Dapat memahami jenis uji kerentanan vektor menurut standard WHO.
4. Dapat mengetahui prosedur kerja uji kerentanan vektor.
5. Dapat memahami syarat-syarat nyamuk uji efikasi.

E. Manfaat
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Uji Kerentanan Vektor


Uji untuk mengetahui kerentanan vektor terhadap insektisida yang akan digunakan.

B. Tujuan Uji Kerentanan Vektor


Uji Kerentanan digunakan untuk mengetahui status resistensi vektor terhadap
insektisida dengan melihat daya tahan vektor terhadap insektisida yang telah
digunakan.

C. Jenis Uji Kerentanan Standard WHO


2. Susceptibility test
 Alat dan Bahan yang dipersiapkan :
Nyamuk dewasa :
- Susceptibility test kit
- Impragnated Paper/kertas uji
- Kapas dan Karet Gelang
- Gula

Termohygrometer :
- Timer
- Aspirator
- Kain kassa
- Paper cup

 Syarat Nyamuk Uji :


1. Nyamuk betina dari spesies yang sama
2. Sampel nyamuk betina hasil rearing (Aedes sp./Anopheles spp.) atau kandang ternak
(Anopheles spp.).
3. Umur nyamuk relatif sama (rentang 2-5 hari)
4. Berasal dari lokasi/daerah yang sama
5. Nyamuk betina kenyang darah / larutan gula/vitamin

 Prosedur Kerja
 Siapkan 3 (tiga) tabung perlakuan (merah) dan 1 (satu) buah
tabung kontrol (hijau)
 Nyamuk betina dimasukkan ke dalam tabung selama 1 jam
(istirahat) masing-masing sebanyak 20-25 ekor.
 Biarkan nyamuk selama 1 jam, jika ada yang mati segera
digantikan.
 . Kemudian masukkan nyamuk ke dalam tabung kontrol dan
perlakuan, dengan cara meniupnya.
 Kontakkan nyamuk dengan insektisida (IP) dan kertas kontrol
selama 30-60 menit, kemudian pindahkan kembali ke tabung
istirahat dan berikan larutan gula.

 Analisis Hasil Uji Kerentanan (Susceptibility Test)


2. Pengamatan Knock Down sampel Nyamuk betina dihitung pada menit
ke- 1, 5, 10, 20, 30, 60 dan 24 jam.

ii
3. Setelah pengamatan 24 jam , % kematian nyamuk uji menunjukkan
sbb:
- Kematian ≥ 98 % : Nyamuk Rentan (Susceptible)
- Kematian 80 – 97 % : Nyamuk Toleran
- Kematian ≤ 80% : Nyamuk Resisten
4. Apabila kematian kontrol berkisar 5-20%, mk dikoreksi berdasarkan
rumus “Abbots”:
Keterangan:
A = Koreksi Abbots
x = % Kematian Nyamuk Uji
y = % Kematian Nyamuk Kontrol
5. Apabila kematian nyamuk kontol > 20% , maka harus dilakukan UJI
ULANG

2. Bio Assay Test


Bio Assay Test adalah suatu cara untuk mengukur efektivitas suatu insektisida
terhadap vektor penyakit. Bertujuan untuk mengetahui daya bunuh insektisida dan
untuk mengetahui kualitas/cakupan penyemprotan yang dilakukan.

 Alat dan Bahan yang dipersiapkan :


Nyamuk betina dewasa :
- Kerucut Bio Asay & Cellophane
- Kelambu berinsektisida (LLiN)
- Kapas dan Karet Gelang
- Gula dan kapas

Termohygrometer :
- Timer
- Aspirator
- Kain kassa
- Paper cup
Syarat Nyamuk Uji Efikasi :
1. Nyamuk betina dari spesies yang sama
2. Sampel nyamuk betina hasil rearing (Aedes sp./Anopheles spp.) atau kandang ternak
(Anopheles spp.) dan susceptible
3. Umur nyamuk relatif sama (rentang 2-5 hari)
4. Berasal dari lokasi/daerah yang sama
5. Nyamuk betina kenyang darah / larutan gula/vitamin
6. Suhu dan kelembaban relatif stabil

Prosedur Kerja :
1. Seleksi Koleksi Nyamuk Anopheles spp. Betina di sekitar lokasi yang telah ditentukan.
2. Kelambu dipotong setiap 5 (lima ) sisi dengan ukuran 40 cm x 40 cm, kemudian dilakukan
uji.
3. Setiap bagian sisi kelambu ditempelkan 3 (tiga) buah cone (Kerucut) sisi atas, depan,
belakang, kiri dan kanan.
4. Untuk kontrol diperlukan 2 (dua) buah kerucut/cone yang ditempelkan pada kelambu biasa
tanpa berinsektisida.
5. Setelah nyamuk uji dan nyamuk kontrol kontak selama 3 (tiga) menit, kemudian nyamuk
dipindahkan ke dalam gelas kertas/plastik dan dipelihara selama 24 jam dan diberi air larutan

ii
gula.
6. Pengamatan/pencatatan terhadap nyamuk yang mati selama 1 jam dan 24 jam (catat suhu
dan kelembaban udara).
7. Untuk menjaga kelembaban maka perlu diberikan handuk basah atau daun pelepah pisang
selama pengamatan 24 jam.
8. Wawancara dengan pemilik kelambu tersebut untuk menggali informasi tentang
pemakaian dan perawatan dari penggunaan kelambu tersebut.

ii
BAB III
KESIMPULAN

ii
DAFTAR PUSTAKA

ii
MAKALAH PERTEMUAN 14
UJI KERENTANAN LARVA
Mata Kuliah Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu-A
Dosen Nur Utomo, SKM, M.Sc

Disusun Oleh :
Enzela BR Sidauruk
P1337433219022
2C

KEMENTERIAN KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI DIV SANITASI LINGKUNGAN

ii
PURWOKERTO
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR PUSTAKA…………………………...……………………………………………6

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue
penyebab penyakit demam berdarah.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah tujuan kerentanan larva?
2. Bagaimana cara penangkapan telur larva Aedes sp. & Anopheles spp?
3. Bagaimana proses pembuatan specimen larva?
4. Bagaimana proses uji kerentanan larva dan uji kerentanan themephos?

C. Tujuan

ii
 Dapat mengetahui cara penangkapan telur larva Aedes sp. &
Anopheles spp
 Dapat memahami cara pembuatan specimen larva
 Dapat memahami proses uji kerentanan larva dan uji
kerentanan themephos

D. Manfaat

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Uji Keretanan


Uji untuk mengetahui kerentanan vektor terhadap insektisida yang akan digunakan.
Untuk mengetahui status resistensi vektor tehadap suatu insektisida dengan melihat
daya tahan vektor terhadap insektisida yang telah digunakan.

B. Cara Penangkapan Telur/Larva Aedes sp & Anopheles spp.


Survei telur/larva dilakukan dengan cara memasang perangkap telur (Ovitrap) berupa
potongan bambu, kaleng dan gelas plastik/kaca yang dinding dalamnya di cat warna gelap
(hitam) dan diberikan air ½ atau 2/3 nya. Ovitrap diletakkan di dalam dan luar rumah, dengan
jumlah minimal 3 (tiga) rumah. Padel (berupa potongan bilah bambu atau kain yang
tenunannya kasar dan berwarna gelap) dimasukkan ke dalam ovitrap yang berfungsi sebagai

ii
tempat meletakkan telur nyamuk. Setelah 1 (satu) minggu kemudian dilakukan pemeriksaan
ada atau tidaknya telur nyamuk di padel, kemudian baru dihitung Ovitrap Index (OI).
Surveilans Aedes sp. dengan ovitrap adalah cara yang paling efektif dan murah
dipergunakan karena ovitrap merupakan alat yang sederhana dan praktis digunakan untuk
mengamati Aedes aegypti dan dapat digunakan untuk prediksi wabah terutama di daerah
investasi Aedes sp. rendah.
Ʃ Ovitrap positif telur
% OI = x 100% .........................Ovitrap Index (OI)
Ʃ Ovitrap terpasang

Rearing adalah proses pendewasaan telur nyamuk yang diperoleh dari pemasangan
ovitrap dengan menggunakan gelas plastik bening yang berisi air dan ditutupi oleh kain kassa
dengan sedikit lubang untuk pemberian nutrisi.

C. Proses Pembuatan Specimen Larva

- Alat dan Bahan :


1) Kaca Benda dan penutup
2) Pipet
3) Kertas Saring/Tissue gulung
4) Cawan Petri
5) Lilin
6) Kuas kecil
7) Larutan Berlese  Gum arabic dicairkan dengan aquades, tuangkan glycerin,
ditambah chloral hydrat dan acetic acid, disaring dengan kertas saring.

- Pengawetan Jentik :
1) Mematikan jentik dengan air panas suhu 60-70˚ C
2) Pengawetan bisa dengan Balsam Canada maupun Barlese*

- Cara pengawetan dengan Lar. Barlese


a. Ambil jentik yang akan diawetkan (dimounting) dan letakkan di atas kaca benda
dengan menggunakan pipet
b. Letakkan jentik: punggung bagian atas, dan kepala menghadap ke bawah.
c. Keringkan jentik dengan cara mengambil sisa air di sekitarnya dgn pipet dan kertas
saring
d. Teteskan lar. Barlese pada jentik dan kemudian jentik ditutup dengan cover glass,
kemudian keringkan selama 3 (tiga) hari.
e. Setelah kering disekeliling cover glass direkatkan dengan lilin atau euparal untuk
mencegah penguapan.

D. Larvasida Bti (Bacillus thurungiensis var israelensis)

Larvasida Bti merupakan jenis Mikroorganisme yang berperan sebagai pestisida. Bti
bekerja sebagai racun perut (target site), setelah tertelan maka kristal endotoksin larut yang
mengakibatkan sel epitel rusak dan serangga berhenti makan lalu mati.
Yang lain : Bacillus sphaericus (BS), abemektin dan spinosad

E. Uji Kerentanan Larva dengan Themepos

ii
Alat dan Bahan :
Larva Nyamuk :
- Themepos Cair
- Alkohol
- Air
- Pipet
- Cawan (Volume > 300 ml)

Gelas Ukur :
- Mikro Pipet
- Tips
- Termohygrometer
- Timer
- Form pencatatan

Prosedur Uji :
Pada pengujian larvasida diperlukan pengenceran untuk mendapatkan konsentrasi
sesuai standar WHO sebesar 0,02 ppm (mg/L). Untuk pengenceran digunakan rumus sebagai
berikut :
X1 : X2 = N1 : N2
Keterangan :
X1 = konsentrasi Awal
X2 = Konsentrasi yang diinginkan
N1 = Volume campuran
N2 = Volumen Bahan Aktif

Cara Kerja :
- 4 (empat) cawan diberi label perlakuan & 1 (satu) cawan kontrol diberi label kontrol.
- Cawan perlakuan diisi air dengan volume 246 ml, ditambahkan 4 ml larutan themefos
dengan konsentrasi 1,25 ppm dan dihomogenkan.
- Konsentrasi yang didapatkan 0,02 mg/l (0,02 ppm)
- Cawan kontrol diisi air dengan volume 246 ml + 4 ml alkohol.
- Setiap cawan dimasukkan 25 ekor larva nyamuk.
- Pengamatan dilakukan dengan mencatat jumlah larva yang mati setelah 24 jam.
- Catat suhu dan kelembaban.
Interpretasi Hasil Uji :
Setelah pengamatan 24 jam , % kematian larva uji menunjukkan sebagai berikut :
- Kematian ≥ 98 % : Larva Rentan (Susceptible)
- Kematian 80 – 97 % : Larva Toleran
- Kematian ≤ 80% : Larva Resisten
Apabila kematian kontrol berkisar 5-20%, dikoreksi berdasarkan rumus “Abbots”:
x -- y
A = x 100%
100 -- y
Keterangan :
A = Koreksi Abbots
x = % Kematian Larva Uji
y = % Kematian Larva Kontrol
Apabila kematian larva kontrol > 20% maka dilakukan uji ulang.

ii
BAB III
KESIMPULAN

ii
DAFTAR PUSTAKA

ii

Anda mungkin juga menyukai