Anda di halaman 1dari 14

KARANTINA

KESEHATAN
KAPAL
By : Novelin Diya Pasapan (21803064)
Penina Yeti Karatem (21803030)
OUTLINE
1. PELABUHAN
2. KANTOR KESEHATAN PELABUHAN (KKP)
3. UU KEKARANTINAAN KESEHATAN TERKAIT
KARANTINA KESEHATAN KAPAL
4. SOP PENGAWASAN LALU LINTAS KAPAL
1. PELABUHAN
Pelabuhan merupakan tempat kapal
berlabuh, naik turunnya penumpang,
serta kegiatan membongkar ataupun
memuat barang. Dengan demikian,
pelabuhan menjadi pintu gerbang
negara yang berperan sebagai
kontak pertama dengan dunia luar
dan tempat terjadinya berbagai
interaksi yang melibatkan banyak
orang. Banyaknya orang yang
terlibat didalam aktivitas di
pelabuhan, membuat risiko
terjadinya penyebaran penyakit
menular dari satu orang kepada
orang lain, ataupun suatu daerah ke
daerah lainnya, bahkan antar negara
menjadi lebih mudah.
Oleh karena itu, pemerintah
mengatur UU terkait
Kekarantinaan kesehatan yang
dijalankan oleh kantor
kesehatan pelabuhan (KKP)
sebagai garda terdepan dari
Kementerian Kesehatan untuk
menangkal masuknya penyakit
dari luar negeri dan mencegah
keluarnya penyakit ke negara
lain sebagai suatu kewajiban
dalam mengamankan jalannya
lalu lintas internasional.
2.
Berdasarkan Permenkes Nomor : 356/MENKES/PER/IV/2008
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan
Pelabuhan, maka Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I
Makassar menjalankan 16 fungsi, diantaranya pelaksanaan
kekarantinaan, khususnya karantina kapal yang diatur dalam
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO.6 TAHUN 2018
TENTANG KEKARANTINAAN KESEHATAN.
3. UU KEKARANTINAAN KESEHATAN TERKAIT
KARANTINA KESEHATAN KAPAL
BAB VI PENYELENGGARAAN KEKARANTINAAN KESEHATAN DI PINTU MASUK menyatakan :
 Pasal 19 : Setiap kapal yang datang dari luar negeri, pelabuhan wilayah terjangkit
dalam negeri, ataupun membawa orang dan barang dari kapal yang datang dari luar
negeri maupun wilayah terjangkit dalam negeri berada dalam status karantina.
Nakhoda pada kapal terkait diatas juga wajib memberikan deklarasi kesehatan
maritim kepada pejabat karantina kesehatan pada saat kedatangan kapal. Nakhoda
tersebut juga hanya dapat menurunkan atau menaikkan orang dan barang setelah
dilakukan pengawasan kekarantinaan kesehatan oleh pejabat karantina kesehatan.
Ini dimaksudkan untuk memperoleh persetujuan karantina kesehatan.
Persetujuan karantina kesehatan berupa persetujuan bebas karantina dan
persetujuan karantina terbatas. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata laksana
pengawasan kekarantinaan kesehatan di pelabuhan diatur dengan peraturan
menteri.
 Pasal 20 : Kapal yang memperoleh persetujuan karantina terbatas harus
dilakukan tindakan kekarantinaan kesehatan dan penerbitan/pembaruan
dokumen karantina kesehatan.
 Pasal 21 : Nakhoda yang menyampaikan permohonan untuk memperoleh
persetujuan karantina kesehatan atau memberitahukan suatu keadaan di kapal
memakai isyarat bendera Q pada siang hari dan lampu merah diatas lampu putih
pada malam hari.
 Pasal 22 : Jika dalam waktu berlakunya persetujuan karantina kesehatan timbul
suatu kematian atau pemyakit yang berpotensi menimbulkan kedaruratan
kesmas, maka persetujuan tersebut dapat dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Kapal yang persetujuannya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku wajib menuju
zona karantina untuk mendapat tindakan kekarantinaan kesehatan.
 Pasal 23 : kapal yang tidak mematuhi peraturan kekarantinaan kesehatan tidak
diberikan persetujuan karantina kesehatan dan diperintahkan supaya berangkat
lagi atas tanggungan sendiri serta tidak diberikan izin memasuki pelabuhan lain
di wilayah Indonesia. Kapal tersebut juga diberi izin untuk mengambil bahan
bakar, air, dan bahan makanan di bawah pengawasan pejabat karantina
kesehatan.
 Pasal 24 : Kekarantinaan kesehatan terhadap kapal perang, kapal
negara, dan kapal tamu negara diatur dengan peraturan menteri
berkoordinasi dengan menteri atau lembaga terkait.
 Pasal 25 : Sebelum kapal berangkat, nakhoda wajib melengkapi dokumen
karantina kesehatan yang masih berlaku. Setelah dokumennya lengkap
dan tidak ditemukan faktor risiko oleh pejabat karantina kesehatan
masyarakat, maka nakhoda dapat diberikan surat persetujuan berlayar
karantina kesehatan. Bilamana kapal yang akan berangkat tidak
dilengkapi dengan surat persetujuan berlayar karantina kesehatan, maka
syahbandar dilarang menerbitkan surat persetujuan berlayar.
 Pasal 26 : Apabila saat keberangkatan kapal ditemukan adanya faktor
risiko kesmas maka pada kapal tersebut akan dilakukan tindakan
kekarantinaan (karantina, isolasi, pemberian vaksin, psbb, disinfeksi,
ataupun pengendalian faktor lingkungan). Pelabuhan yang tidak
memungkinkan untuk dilakukannya tindakan kekarantinaan kesehatan,
maka harus dilakukan di pelabuhan tujuan berikutnya.
4. SOP PENGAWASAN LALU LINTAS KAPAL
A. PERSIAPAN
1) Sumber Daya Manusia (SDM)
Syarat : Fungsional Sanitarian, epidemiolog, entomolog, dokter, perawat,
apoteker, analis dengan pelatihan kekarantinaan kapal yang terakreditasi serta
memiliki kemampuan berbahasa Inggris / “good command in english”.
Penunjang : Tenaga administrasi yang memiliki kemampuan komputer dan
internet, pengemudi / supir yang memiliki SIM A, nakhoda speed boat
Karantina dengan memiliki sertifikat ANT V (Ahli noutika tingkat V), serta ABK
Speed boat Karantina harus mempunyai sertifikat BST (Basic Safety Training).
2) Sarana dan Prasarana
Peralatan : Mobil boarding clearance, Speed Boat Quarantine, Ambulance
Evakuasi PHEIC, alat komunikasi (HT/SSB), alat pelindung diri (Baju pelampung,
helmet, sarung tangan, safety shoes, masker N95, kacamata/google, tas
boarding, jas hujan berlogo, senter anti air, thermometer, stetoskop,
tensimeter, dan tas P3K
Bahan : ATK, alas papan tulis, surat tugas, Serifikat Free Pratique, blangko
MDH, Formulir Pengawasan Kapal, Checklist Obat dan P3K, BBM, Certificate of
Pratique → dalam rangka pre pratique, form pengawasan kapal dalam
karantina, form statement, form emergency call, dan statement pelanggaran
UU karantina.

B. Kegiatan dan Langkah-langkah


1) Kedatangan Kapal Dalam Karantina
a) Nakhoda/owner lewat Agent pelayaran membuat surat permohonan
free pratique yang ditujukan kepada Kepala Kantor Kesehatan
Pelabuhan, baik datang langsung ke KKP, melalui radio pratique
maupun dapat melalui Portnet/National Single Windows dengan
melampirkan Informasi awal (Pre Arrival Information ) yang
disampaikan paling lambat dalam jangka waktu 1 x 24 jam
b) Petugas KKP menerima permohonan Free Pratique tersebut dan menilai
permohonan tersebut beserta MDHs, apakah sudah sesuai dan jawaban
pada MDHs dari 9 pertanyaan kesehatan dengan jawaban “No” semua
c) Petugas KKP melakukan registrasi form Q dan memasukkan data ke
dalam buku registrasi “in out clearance”
d) Petugas memberikan tanda terima registrasi form Q kepada agent
pelayaran, sebagai bukti permohonan dengan mengisi form no.
registrasi, jam registrasi, nama kapal, bendera, besar kapal (M3),
datang dari negara : → Bebas PHEIC → PHEIC, rencana sandar kapal :
tanggal, jam dan negara asal, posisi sandar / labuh, jumlah ABK (dalam
negeri, luar negeri), agen pelayaran, no. telepon agent (HP / kantor),
tanda tangan penerima dan pemberi
c. Keberangkatan Kapal Luar Negeri (Out Clearance)
1.Nakhoda melalui agent pelayaran melaporkan kepada Kepala KKP
tentang
rencana keberangkatan kapal ke Luar Negeri
2.Agent pelayaran menyerahkan dokumen kesehatan original :
1.Bukti registrasi permohonan free pratique
(2) Buku Kesehatan
(3) Certificate of Free Pratique
(4) SSCEC / SSCC
(5) Crew list
(6) ICV list
(7) General nil list
(8) Sertifikat P3K
3.Petugas KKP melakukan:(1)Pemeriksaan Dokumen kesehatan
(2)Pengisian buku kesehatan(Membubuhkan stempel& tanda tangan)
(3)Legalisasi crew list
(4)Pemeriksaan Sanitasi kapal
d.pelaporan
1. bentuk laporan sebagai berikut
a. laporan harian
b. laporan mingguan
c. laporan bulanan
d. laporan tahunan.
TERIMAKASI
H

Anda mungkin juga menyukai