Anda di halaman 1dari 8

KARANTINA KESEHATAN LAUT DAN UDARA

Menurut UU RI nomor 6 tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan,


karantina adalah pembatasan kegiatan dan/ atau pemisahan seseorang yang
terpapar penyakit menular sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan meskipun belum menunjukkan gejala apapun atau sedang berada
dalam masa inkubasi, dan/atau pemisahan peti kemas, Alat Angkut, atau Barang
apapun yang diduga terkontaminasi dari orang dan/ atau Barang yang
mengandung penyebab penyakit atau sumber bahan kontaminasi lain untuk
mencegah kemungkinan penyebaran ke orang dan/atau Barang di sekitarnya.

Kekarantinaan Kesehatan adalah upaya mencegah dan menangkal keluar atau


masuknya penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi
menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat.

Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan bertujuan untuk:


a. melindungi masyarakat dari penyakit dan/atau Faktor Risiko Kesehatan
Masyarakat yang berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat;
b. mencegah dan menangkal penyakit dan/atau Faktor Risiko Kesehatan
Masyarakat yang berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat;
c. meningkatkan ketahanan nasional di bidang kesehatan masyarakat; dan
d. memberikan pelindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dan petugas
kesehatan.

A. KARANTINA UDARA
Menurut UU Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1962 tentang karantina udara, yaitu :
Tatacara karantina udara
a. Tata cara pada kedatangan pesawat udara
Pasal 15
(1) Pesawat udara yang datang dari luar negeri berada dalam karantina.
(2) Pesawat udara yang datang dari suatu pelabuhan di Indonesia yang terjangkit
berada dalam karantina.
(3) Dalam hal-hal yang dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), nakhoda dilarang
menurunkan atau menaikkan orang, barang, hewan, tanaman dan lain-lain benda
sebelum mendapat izin karantina.
(4) Pesawat udara yang disebut pada ayat (1) dan ayat (2) baru bebas dari karantina
bila telah mendapat izin lepas atau izin terbatas dari dokter pelabuhan.

Pasal 16

(1) Izin lepas diberikan oleh dokter pelabuhan setelah dilakukan pemeriksaan dan
terdapat bahwa pesawat udara itu sehat atau kalau segala tindakan yang dianggap
perlu oleh dokter pelabuhan telah selesai dilakukan.
(2) Terhadap pesawat udara angkatan bersenjata pemeriksaan kesehatan dapat diganti
dengan keterangan-keterangan tertulis atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
oleh dokter pelabuhan; keterangan-keterangan tertulis itu dibuat oleh komandan
pesawat udara tersebut.
(3) Jika keterangan-keterangan yang dimaksudkan pada ayat (2) berdasarkan
pendapat/pertimbangan dokter pelabuhan tidak mencukupi, maka dilakukan
pemeriksaan kesehatan.
(4) Izin terbatas diberikan kalau semua tindakan yang dianggap perlu oleh dokter
pelabuhan tidak dapat dilakukan di pelabuhan udara tersebut.

Pasal 17

Pada waktu tiba di pelabuhan nakhoda pesawat udara harus menyiapkan segala
dokumendokumen kesehatan yang disebut dalam pasal 14.

Pasal 18

(1) Pesawat udara dari luar negeri hanya diperbolehkan mendarat di pelabuhan udara
internasional dan pelabuhan udara dalam negeri yang ditunjuk oleh Menteri
Kesehatan.
(2) Pesawat udara yang berasal dari suatu tempat yang terjangkit demam kuning
hanya diperbolehkan mendarat di suatu pelabuhan udara internasional yang
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan untuk pendaratan tersebut.

Pasal 19

(1) Kepada pesawat udara yang tidak mau tunduk pada peraturan karantina, tidak
diberikan "Izin lepas"; kepadanya diperintahkan supaya berangkat lagi atas
tanggungan sendiri dan tidak diizinkan mendarat di pelabuhan lain di Indonesia.
(2) Pesawat udara tersebut pada ayat (1) diizinkan mengambil bahan bakar, air dan
bahan makanan di bawah pengawasan dokter pelabuhan.
(3) Pesawat udara yang tersebut pada ayat (1) yang terjangkit demam kuning,
terhadapnya harus dilakukan tindakan karantina.
Pasal 20

(1) Dokter pelabuhan berhak memeriksa tiap penumpang dan keadaan kesehatan pada
tiap pesawat udara yang berada di pelabuhannya.
(2) Nakhoda dan awak pesawat udara membantu dan memberi segala keterangan atas
sumpah yang diminta oleh dokter pelabuhan.
(3) Pemeriksaan kesehatan oleh dokter pelabuhan terhadap suatu pesawat udara
dilakukan secepat mungkin.
(4) Pada waktu pesawat udara datang, orang yang terjangkit dapat dikeluarkan dari
pesawat udara dan diasingkan; jika diminta oleh nakhoda, hal ini adalah suatu
keharusan.
(5) Dokter pelabuhan dapat melakukan pengawasan karantina terhadap seorang
tersangka.
(6) Pengawasan karantina ini tidak boleh diganti dengan isolasi, kecuali bila dokter
pelabuhan berpendapat, bahwa kemungkinan penularan oleh si tersangka besar
sekali.

b. Tata cara pada pemberangkatan pesawat udara


Pasal 21
(1) Dokter pelabuhan berhak untuk mengadakan pemeriksaan terhadap setiap orang
sebelum berangkat, bila dipandang perlu.
(2) Dokter pelabuhan mengambil tindakan untuk:
a. mencegah pemberangkatan orang yang terjangkit atau tersangka berpenyakit
karantina;
b. mencegah dimasukkannya barang-barang atau hewan yang dapat diduga akan
menyebabkan infeksi penyakit karantina di dalam pesawat udara yang akan
berangkat.
(3) Untuk mempercepat pemberangkatan pesawat udara, maka pemeriksaan
kesehatan terhadap para penumpang dilakukan bersamaan dengan waktu
pemeriksaan oleh Jawatan Bea dan Cukai dan lain-lain instansi.
(4) Orang dalam pengawasan diperbolehkan melanjutkan perjalanan; ini dicatat di
dalam surat keterangan kesehatan pesawat udara.
(5) Jika diminta, diberikan keterangan perihal tindakan-tindakan yang dilakukan pada
pesawat udara beserta alasannya dan cara melakukannya tanpa pembayaran;
keterangan ini dapat juga diberikan mengenai penumpang dan muatan. c.
tindakan-tindakan lain

Pasal 22

(1) Tindakan karantina mencakup pemeriksaan kesehatan dan segala usaha


penyehatan terhadap pesawat udara, bagasi, muatan barang, muatan hewan dan
muatan tanaman.
(2) Tindakan penyehatan terhadap bagasi dan muatan barang dilakukan, bilamana
barangbarang itu oleh dokter pelabuhan dianggap mengandung hama penyakit
karantina dan barang-barang tersebut akan diturunkan di pelabuhan.
(3) Terhadap muatan hewan, baik yang diturunkan atau tidak, atau yang dipindahkan
ke pesawat udara lain, dilakukan usaha penyehatan kalau dokter pelabuhan
menganggap perlu.
(4) Pelaksanaan tindakan penyehatan dilakukan secepat mungkin dengan sedapat-
dapatnya tidak menyebabkan kerusakan pada alat pengangkutan dan muatan.
(5) Surat pos, buku-buku dan barang-barang cetakan lainnya dibebaskan dari segala
usaha penyehatan yang dimaksudkan pada ayat (1) dan ayat (2), terkecuali paket
yang dicurigakan.

B. KARANTINA LAUT
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No
612/MENKES/SK/V/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Karantina Kesehatan pada
Penanggulangan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia :
1. Pengertian
Semua kegiatan di pelabuhan laut yang terdiri dari surveilans epidemiologi faktor
risiki, intervensi rutin dan respon dalam rangka pencegahan penyebaran penyakit
yang berpotensi KLB, wabah yang mengakibatkan kedaruratan kesehatan masyarakat.
2. Syarat
Apabila ada orang, barang dan kapal yang berasal dari daeah/negara wilayah
episenter/terjangkit berpotensi pandemi yang berdasarkan hasil pemeriksaan diduga
terkontaminasi penyakit yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan
masyarakat.
3. Kapan dilakukan
Dilaksanakan setelah ada pernyataan pemerintah (Menteri Kesehatan) bahwa telah
terjadi pandemi di suatu daerah/negara dan perintah pelaksanaan penanggulangannya.
Kepala Kantor Kesehatan Kelabuhan (KKP) menindaklanjuti penyataan pemerintah
tersebut melalui unstruksi IHR National Focal Point IHR Indonesia (Dirjen PP & PL)
dengan melakukan pengawasan ketat pada keberangkatan dan kedatangan di
pelabuhan laut dengan memperhatikan wilayah Indonesia yang telah terjadi episenter
pandemi dan informasi dari website WHO.
4. Sasaran
Orang, hewan, kapal berikut barang/peralatan yang berasal dari daerah/negara
wilayah episenter pandemi/terjangkit berpotensi pandemi dan diduga terkontaminasi
penyakit yang termasuk menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat.
5. Langkah Kegiatan yang dilakukan
Kegiatan Pengawasan Keberangkatan di Pelabuhan Laut
1) Kegiatan Pengawasan di Ring II
- Pada dasarnya adalah pemeriksaan identitas (KTP/paspor) mempunyai maksud
dan tujuan memastikan tidak ada orang (penumpang/pengantar/pekerja) yang
berasal dari wilayah penanggulangan atau pernah singgah 7 hari sebelumnya.
- Bila ditemukan orang yang akan berangkat berasal dari wilayah penanggulangan
maka dilakukan tindakan pengembalian orang tersebut ke wilayah
penanggulangan dengan didampingi TNI/POLRI untuk dilakukan tindakan
kekarantinaan selama 2 kali masa inkubasi.
- Kendaraan (mobil, motor, truk, kontainer) dan barang yang berasal dari wilayah
penanggulangan sebelum dikembalikan terlebih dahulu dilakukan tindakan
disinfeksi oleh petugas KKP.
- Bila ditemukan orang yang berasal dari wilayah penanggulangan tersebut harus
menggunakan APD (seperti: masker bedah lapis 2), demikian juga dengan
petugas yang mengantarnya menggunakan APD.
- Bila ditemukan orang yang dalam 7 (tujuh) hari terakhir pernah mengunjungi
wilayah karantina, tetapi tidak berasal dari wilayah penanggulangan maka orang
tersebut harus dikarantina selama 2 kali masa inkubasi. Tempat karantina (asrama
karantina) berada do wilayah Pelabuhan Laut.
- Mobil dan barang orang tersebut di atas harus dilakukan tindakan disinfeksi oleh
petugas KKP.
- Petugas KKP harus melakukan surveilans terhadap semua orang yang akan
memasuki wilayah pelabuhan untuk mengetahui kemana saja orang tersebut telah
melakukan perjalanan sebelumnya.
- Petugas yang berada di Ring II menggunakan Alat Pelindung Diri.
- Setiap shift petugas wajib membuat laporan kegiatan tertulis dan melaporkan
kepada komandan lapangan.

Tata cara dan tindakan karantina laut, yaitu

a. Tatacara pada kedatangan kapal


 Tiap kapal yang datang dari luar negri berada dalam karantina.
 Tiap kapal yang datang dari suatu pelabuhan dan/atau daerah wilayah
Indonesia yang ditetapkan terjangkit suatu penyakit karantina berada
dalam karantina.
 Tiap kapal yang mengambil penumpang dan/atau muatan dari kapal yang
berada dalam karantina, berada dalam karantina.
 Kapal yang berada dalam karantina, baru bebas dari karantina bilah telah
mendapat surat izin karantina
b. Nahkoda kapal yang berada dalam karantina dilarang menurunkan atau
menaikkan orang dan/atau barang, tanaman, dan hewan sebelum memperoleh
surat izin karantina
c. Nahkoda kapal menyampaikan permohonan untuk memperoleh suatu izin atau
memberitahukan suatu keadaan dikapal dengan memakai isyarat
d. Izin lepas karantina diberikan oleh dokter pelabuhan setelah dilakukan
pemeriksaan-pemeriksaan dan terdapat bahwa kapal itu sehat atau kalau segala
tindakan dianggap perlu oleh dokter pelabuhan telah selesai dilakukan
e. Jika kepada suatu kapal tidak diberikan izin lepas karantina, tetapi dokter
pelabuhan berpendapat bahwa bahaya suatu penyakit karantina tidak seberapa
membahayakan, maka dokter pelabuhan dapat memberikan izin terbebas
karantina kepada kapal untuk jangka waktu yang tertentu
Kepada kapal yang tidak mau tunduk pada peraturan karantina tidak diberikan :izin
karantina”; kepadanya diperintahkan supaya berangkat lagi atas tanggungan sendiri dan
tidak diizinkan memasuki pelabuhan lain di Indonesia

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)

PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR (PSBB)

Menurut PP Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan social berskala besar
dalam rangka percepatan penanganan corona virus disease 2019 (COVID- 19)

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar
adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi
Corona Virus Diseo.se 2019 (COVID-191 sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan
penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-I9).

Pasal 2

(1) Dengan persetujuan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang


kesehatan, Pemerintah Daerah dapat melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau
pembatasan terhadap pergerakan orang dan barang untuk satu provinsi atau kabupaten/
kota tertentu.
(2) Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan
pada pertimbangan epidemiologis, besarnya ancaman, efektifitas, dukungan sumber daya,
teknis operasional, pertimbangan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan
keamanan.

Pasal 3

Pembatasan Sosial Berskala Besar harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. jumlah kasus danlatau jumlah kematian akibat penyakit meningkat dan menyebar secara
signifikan dan cepat ke beberapa wilayah; dan
b. terdapat kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain.

Pasal 4

(1) Pembatasan Sosial Berskala Besar paling sedikit meliputi:


a. peliburan sekolah dan tempat kerja;
b. pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau c. pembatasan kegiatan di tempat atau
fasilitas umum.
(2) Pembatasan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b harus
tetap mempertimbangkan kebutuhan pendidikan, produktivitas kerja, dan ibadah
penduduk.
(3) Pembatasan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan
memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk.

Pasal 5

(1) Dalam hal Pembatasan Sosial Berskala Besar telah ditetapkan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, Pemerintah Daerah wajib
melaksanakan dan memperhatikan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
(2) Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan
secara berkoordinasi dan bekerja sama dengan berbagai pihak terkait sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan-undangan.

Anda mungkin juga menyukai