0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
19 tayangan6 halaman
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1) Evakuasi medik udara merupakan pemindahan korban dari satu tempat ke tempat lain dengan fasilitas kesehatan yang lebih baik menggunakan pesawat.
2) Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam evakuasi medik udara seperti ketinggian terbang, jenis pesawat, dan kondisi pasien.
3) Prosedur evakuasi medik udara mencakup tahapan sebelum, selama,
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1) Evakuasi medik udara merupakan pemindahan korban dari satu tempat ke tempat lain dengan fasilitas kesehatan yang lebih baik menggunakan pesawat.
2) Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam evakuasi medik udara seperti ketinggian terbang, jenis pesawat, dan kondisi pasien.
3) Prosedur evakuasi medik udara mencakup tahapan sebelum, selama,
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1) Evakuasi medik udara merupakan pemindahan korban dari satu tempat ke tempat lain dengan fasilitas kesehatan yang lebih baik menggunakan pesawat.
2) Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam evakuasi medik udara seperti ketinggian terbang, jenis pesawat, dan kondisi pasien.
3) Prosedur evakuasi medik udara mencakup tahapan sebelum, selama,
Nim : 017.06.0005 Topik : Evakuasi Medik Udara Oleh : Dr. dr. Wawan Mulyawan, Sp.BS (K), Sp.KP, AAK, FINSS, FINPS
Evakuasi Medik merupakan serangkaian peristiwa pemindahan korban
dari satu tempat ke tempat lain dengan fasilitas serta sumber daya manusia kesehatan yang lebih memadai sesuai kebutuhan korban. Menurut Peraturan Mentri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2014, penyelenggaraan evakuasi medik dibagi menjadi tiga, yaitu : 1) Evakuasi medik darat ; 2) Evakuasi medik air ; dan 3) Evakuasi medik udara. Evakuasi medik melalui udara dilakukan dengan menggunakan air ambulance (jet dan propeller), commercial flight (seated case dan stretcher case), dan helicopter (Mulyawan, 2020). Evakuasi medik atau Medevac dalam dunia militier dibedakan menjadi forward medical air evacuation, tactical medical air evaguatian, dan strategic medical air evacuation (Mulyawan, 2020). Evakuasi medik udara memili beberapa indikasi, diantaranya : 1) Urgent, merupakan pasien gawat darurat yang dengan evakuasi medik yang cepat akan dapat menyelamatkan jiwa, mencegah komplikasi berat, dan mencegah disabilitas permanen ; 2) Priority, merupakan pasien yang membutuhkan perawatan khusus yang tidak tersedia di tempat asal dan dapat mengurangi disabilitasnya jika evakuasi dilakukan ; 3) Routine, adalah pasien yang membutuhkan penanganan di tempat yang dianggap lebih baik dan dapat menggunakan pesawat terjadwal (Mulyawan, 2020). Dalam evakuasi medik udara ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti : 1) ketinggian terbang ; 2) jenis pesawat ; 3) dan kondisi pasien. Pertama adalah ketinggian terbang, dalam melakuakan evakuasi udara harus memperhatikan ketinggian terbang karena hal tersebut dapat mempengaruhi tekanan udara, suhu udara, cuaca, dan rute penerbangan. Kedua adalah jenis pesawat, jenis pesawat dibagi menjadi tiga yaitu pressurized/unpressurized cabin, fixed/rotary wing, dan military/civilian aircraft. Dalam penggunaan pesawat terdapat beberapa masalah yang perlu diperhatikan seperti bising, getaran, turbulensi, G-force, akselerasi dan deselerasi, ekspansi gas di ketinggian, positioning pasien di pesawat, dan pengaruh terhadap alat monitor medis, infus, dan lain-lain (Mulyawan, 2020). Ketiga adalah kondisi pasien, kondisi pasien dapat dipengaruhi oleh rasa takut terbang, mabuk udara, atau rute dan waktu perjalanan. kondisi pasien dengan keadaan kritis, penyakit infeksi, anemia berat, penyakit jantung iskemia akut, infark miokard akut, epilepsy gangguan jiwa, penyakit paru, hamil lebih dari 32 minggu, dan bayi usia kurang dari 10 hari merupakan keadaan penyulit dalam evakuasi medik udara (Mulyawan, 2020). Tahapan evakuasi medik udara terdiri dari pre flight, in flight, dan post flight (Mulyawan, 2020). Proses kegiatan pre flight diawali dengan surat permintaan dari rumah sakit setelah pasien melengkapi formulir persyaratan naik pesawat atau pelanggan langsung yang berkomunikasi dengan ground handling, jika semua surat sudah memenuhi ketentuan, ground handling akan menyiapkan alat-alat pendukung atau Ground Support Equipment (GSE) dan berkoordinasi dengan unit terkait di bandara, yaitu bea cukai, imigrasi, karantina dan angkasa pura untuk pelaksanaan kegiatan (Sari, 2016). Proses in flight dilakukan dengan observasi tanda vital pada pasien dan medikasi selama penerbangan (Mulyawan, 2020). Proses kegiatan post flight diawali dengan surat pemberitahuan dari tempat rujukan dan jadwal kedatangan pesawat pasien, setelah persyaratan sudah lengkap seperti surat keterangan dari rumah sakit, dokter dan ambulance, maka ground handling menyiapkan alat-alat pendukung pesawat di darat (GSE) dan berkoordinasi dengan unit terkait di bandara, yaitu bea cukai, imigrasi, karantina dan angkasa pura untuk pelaksanaan kegiatan (Sari, 2016). Mitigasi penularan COVID-19 di dunia penerbangan terkait era New Normal harus dilakukan karena evakuasi medik udara tetap harus berjalan. Penyebaran virus dapat dijaga dengan memperhatikan tiga faktor yaitu ventilasi, durasi, dan jarak. Standar operasional prosedur evakuasi penumpang transportasi udara dan laut menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2020) terdiri dari tiga prosedur yaitu : o Sebelum keberangkatan 1. Petugas medis yang melakukan evakuasi harus memakai alat pelindung diri (masker N95 untuk menangani pasien dengan positif Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) atau suspek, sarung tangan, jubah medis, pelindung mata dan wajah). 2. Petugas non-medis memakai alat pelindung diri seperti masker bedah, kecuali petugas non-medis yang terpapar langsung dengan penumpang positif COVID-19 atau suspek menggunakan alat pelindung diri seperti petugas medis. 3. Seluruh penumpang atau individu yang dievakuasi menggunakan masker bedah. 4. Dilakukan prosedur skrining sebelum dilakukan evakuasi seperti pengukuran suhu, gejala yang dimiliki individu serta riwayat perjalanan atau kontak. 5. Edukasi seluruh penumpang dan petugas untuk melakukan hand-hygiene dan etika batuk atau bersin serta aktif melapor jika muncul gejala. 6. Pisahkan pada tempat khusus seseorang dengan gejala ketika skrining dan lakukan evaluasi lebih lanjut. o Selama perjalanan 1. Atur lokasi tempat duduk sesuai dengan status individu: suspek, dengan gejala, dan tanpa gejala atau individu sehat. 2. Selama evakuasi, pisahkan penumpang yang sebelumnya di kapal dilakukan isolasi, atau terkonfirmasi terinfeksi virus COVID-19 dari penumpang yang lain. 3. Selama evakuasi, isolasi atau pisahkan penumpang yang bergejala dari penumpang lain yang tidak bergejala. 4. Semua penumpang di observasi ketat oleh tenaga medis selama penerbangan evakuasi. 5. Jika terdapat kasus suspek terdeteksi selama penerbangan, pisahkan ke tempat khusus dan dilakukan evaluasi medis lebih lanjut. Petugas kabin harus menginformasikan dan meminta saran kepada layanan medis yang berada didaratan pada titik masuk kedatangan melalui tower kontrol. Pada kasus sakit berat, pilot mungkin dapat melakukan pengalihan di titik masuk terdekat untuk mendapat tatalaksana yang dibutuhkan. 6. Pada kondisi terdapat kasus dengan gejala respirasi selama perjalanan, berikut langkah yang dilakukan untuk mengurangi paparan dan membatasi transmisi : Menempatkan hanya satu petugas kabin untuk memeriksa penumpang yang sakit, terutama yang sebelumnya kontak dengan penumpang tersebut. Menggunakan alat pelindung diri dengan pasien bergejala yaitu masker bedah atau medis, menerapkan hand hygiene dan sarung tangan. Pada semua kasus, kursi yang berdekatan dengan pasien harus dikosongkan, jika memungkinkan. Penumpang yang duduk disekitarnya harus memberikan informasi rencana perjalanannya dan kontak detail untuk dicatat dan dilakukan follow-up lebih lanjut, sebagai kontak potensial. Informasi ini juga dikumpulkan dari penumpang lainnya yang tidak terpapar secara volunteer. Pasien selama perjalanan harus menerapkan etika batuk dan bersin dengan menggunakan masker bedah atau medis atau dengan menggunakan tissue sekali pakai. Jika pasien tidak toleransi menggunakan masker, penumpang sehat lainnya ditawari menggunakan masker. Mempraktikkan hand hygiene. Menangani selimut, atau barang personal pasien dengan hati-hati. Jika terdapat muntahan, sekret dan produk tubuh lainnya dari pasien, lakukan pembersihan lingkungan sesuai dengan panduan. Menangani semua produk pembuangan sesuai dengan panduan dan regulasi. Pemberitahuan terhadap pelayanan kesehatan pada titik kedatangan. Pastikan petugas penerbangan mempertahankan sistem resirkulasi penerbangan berkelanjutan (HEPA filters) o Kedatangan. 1. Skrining masuk di semua pelabuhan atau bandara tempat kedatangan seperti pengukuran suhu, kuesioner terkait tanda dan gejala yang dimiliki, riwayat perjalanan serta informasi kontak dan paparan, pesan sehat untuk waspada tanda dan gejala serta mengunjungi fasilitas layanan kesehatan, dan analisis serta pengumpulan data (lakukan mekanisme cepat dan tepat untuk respon dan evaluasi cepat). Telusuri riwayat kontak pasien positif COVID-19 pada semua penumpang dan pemantauan atau follow-up individu dengan riwayat kontak. 2. Jika terdapat kasus suspek yang terdeteksi ketika kedatangan, lakukan managemen awal dan wawancara ditempat terpisah. 3. Pisahkan jalur keluar penumpang dengan positif COVID-19 dengan penumpang yang tidak bergejala. 4. Terapkan jalur dan transportasi cepat serta khusus untuk penumpang suspek atau positif COVID-19. 5. Persiapkan rumah sakit tujuan yang akan menjadi tempat penanganan pasien dengan COVID-19 positif atau suspek COVID-19. 6. Terapkan protokol sanitasi, desinfektan dan pembersihan pesawat atau area penerbangan. Referensi
Indonesia, K. P. R. (2014). Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia
Nomor 82 Tahun 2014. Jakarta: Kementerian Pertahanan Republik Indonesia Press, 178, 167-178. Mulyawan, Wawan. (2020). Kuliah Evakuasi Medik Udara Di Masa Pandemi COVID-19. Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al Azhar. PDPI. (2020). Standar Operasional Prosedur Evakuasi Penumpang Transportasi Udara dan Laut. Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Sari, M. (2016). Faktor Penyebab Irregularities Penanganan Operasional Pesawat Medical Evacuation Di Bandara Halim Perdanakusuma. Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik, 3(3), 309-316.