Anda di halaman 1dari 16

HUKUM KELAUTAN

KARANTIA KAPAL

Oleh :

MUHAMMAD FAIZAL WINARIS

NIM : 2016.06.2.0068

PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM KESEHATAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HANG TUAH

SURABAYA

2017
KARANTINA KAPAL

A. DEFINISI
Karantina adalah kegiatan pembatasan atau pemisahan seseorang dari
sumber penyakit atau dari orang yang terkena penyakit atau bagasi, kontainer, alat
angkut, komoditi yang mempunyai resiko menimbulkan penyakit pada manusia
Karantina kesehatan adalah tindakan karantina dalam upaya pencegahan
dan pemberantasan penyakit serta faktor resiko gangguan kesehatan dari dan atau
keluar negeri serta dari suatu area ke area lain dari dalam negeri melalui pelabuhan
bandara dan lintas batas darat

B. SEJARAH KARANTINA
Karantina berasal dan kata QUADRAGINTA (latin) yang artinya : 40.
Dulu semua penderita diisolasi selama 40 hari. Pada tahun 1348 lebih dari 60 juta
orang penduduk dunia meninggal karena penyakit Pes (Black Death). Pada tahun
1348 Pelabuhan Venesia sebagai salah satu pelabuhan yang terbesar di Eropa
melakukan upaya KARANTINA dengan cara menolak masuknya kapal yang
datang dari daerah terjangkit Pes serta terhadap kapal yang dicurigai terjangkit
penyakit Pes (Plague). Pada tahun 1377 di Roguasa dibuat suatu peraturan bahwa
penumpang dari daerah terjangkit penyakit pes harus tinggal di suatu tempat di luar
pelabuhan dan tinggal di sana selama 2 bulan supaya bebas dari penyakit. Itulah
sejarah tindakan karantina dalam bentuk isolasi yang pertama kali dilakukan
terhadap manusia.
Pada tahun 1383 di Marseille, Perancis, ditetapkan Undang-Undang
Karantina yang pertama dan didirikan Station Karantina yang pertama. Akan tetapi,
peran dari tikus dan pinjal belum diketahui dalam penularan penyakit Pes.
Kemudian pada kurun waktu 1830 1847, wabah Kolera melanda Eropa. Atas
inisiatif ahli kesehatan, terlaksana diplomasi penyakit infeksi secara intensif dan
kerjasama multilateral kesehatan masyarakat sehingga terselenggara International
Sanitary Conference di Paris tahun 1851 yang menghasilkan International Sanitary
Regulations (ISR 1851). Tahun 1951 World Health Organization (WHO)
mengadopsi regulasi yang dihasilkan oleh International Sanitary Conference.
Tahun 1969 WHO mengubah ISR yang dihasilkan oleh International Sanitary
Conference menjadi INTERNATIONAL HEALTH REGULATIONS dan dikenal
sebagai IHR 1969.
Tujuan IHR adalah untuk menjamin keamanan maksimum terhadap
penyebaran penyakit infeksi dengan melakukan tindakan yang sekecil mungkin
mempengaruhi lalu lintas dunia. Sehubungan dengan perkembangan situasi dan
kondisi serta adanya revisi ISR antara lain Third Annotated Edition 1966 of the ISR
1951, WHO juga melakukan revisi seperlunya terhadap IHR 1969, antara lain:
1. Pada tahun 1973 WHO melakukan revisi terhadap IHR 1969 dan dikenal
sebagai Additional Regulation 1973.
2. Pada tahun 1981 WHO melakukan Revisi terhadap IHR 1969 dan dikenal
sebagai Additional Regulation 1981.
3. Pada tahun 1983 WHO melakukan revisi terhadap IHR 1969 dan dikenal
sebagai Third Annotated Edition 1983. Sejak ini penyakit karantina yang
dulunya 6 (enam) penyakit berubah menjadi 3 (tiga) penyakit yaitu : Pes
(Plague), Demam Kuning (Yellow Fever) serta Kolera (Cholera). Sedangkan
Undang-Undang Karantina Udara dan Undang-Undang Karantina Laut hingga
saat ini tetap memberlakukan 6 (enam) penyakit yaitu :
a. Pes (Plague) (ICD-9: 020,ICD-10:A 20)
b. Kolera (ICD - 9 : 001,ICD - 10:A 00)
c. Demam Kuning (Yellow Fever) (ICD-9:O6O,ICD-10:A 95)
d. Cacar (Smallpox) (ICD-9:050,ICD-10:B03)
e. Typhus Bercak Wabahi - Thypus Exanthematicus Infectiosa (Louse Borne
Typhus)
f. Demam Bolak-Balik (Louse Borne Relapsing Fever)
Pada tahun 2005 telah dilakukan penyusunan International Health
Regulations sebagai revisi IHR 1969 dan dikenal sebagai International Health
Regulations (IHR) 2005. Revisi yang keempat ini diilhami oleh kejadian Pandemi
SARS dan Bioterorisme pada tahun 2003.
1. 1 s/d 12 November 2004 : Intergovernmental Working Group-1, Kertas Kerja
Proposal World Health Organization merevisi IHR 1969.
2. 24 Januari 2005 : Intergovermental Working Group-2 on The Revision of IHR:
a. Menghasilkan IHR 2005 dengan mengusung issue : Public Health
Emergency of International Concern (PHEIC, dalam Bahasa Indonesia
artinya Kedaruratan Kesehatan yg Meresahkan Dunia).
PHEIC adalah Kejadian Luar Biasa (KLB) yang :
dapat merupakan ancaman kesehatan bagi negara lain, dan
kemungkinan membutuhkan koordinasi internasional dalam
penanggulangannya.
b. Terhitung mulai 15 Juni 2007 bagi semua negara anggota WHO, harus
sudah menerapkan IHR 2005 kecuali mereka yang menolak atau
mengajukan keberatan.
c. Penolakan atau keberatan harus diajukan selambat-lambatnya 18 bulan dari
saat diterima oleh WHA ke 58 (Mei 2005)

Tujuan IHR 2005 adalah mencegah, melindungi terhadap dan


menanggulangi penyebaran penyakit antar negara tanpa pembatasan perjalanan dan
perdagangan yang tidak perlu.
Penyakit : yang sudah ada, baru dan yang muncul kembali serta penyakit tidak
menular (contoh: bahan radio-nuklir dan bahan kimia) yang dalam terminologi lain
disebut NUBIKA (Nuklir, Biologi dan Kimia).

Periode HAVEN ARTS (Dokter Pelabuhan)

Pada tahun 1911 DI INDONESIA, Pes masuk melalui Pelabuhan Tanjung


Perak Surabaya, kemudian 1916 Pes masuk melalui Pelabuhan Semarang dan
selanjutnya tahun 1923 Pes masuk melalui Pelabuhan Cirebon. Pada saat itu
Indonesia masih hidup dalam zaman kolonial Belanda. Regulasi yang diberlakukan
adalah Quarantine Ordonanti (Staatsblad Nomor 277 tahun 1911). Dalam
perjalanan sejarahnya Quarantine Ordonanti (Staatsblad Nomor 277 tahun 1911)
telah berulang kali dirubah. Penanganan kesehatan di pelabuhan di laksanakan oleh
HAVEN ARTS (Dokter Pelabuhan) dibawah HAVEN MASTER (Syahbandar).
Saat itu di Indonesia hanya ada 2 Haven Arts yaitu di Pulau Rubiah di Sabang &
Pulau Onrust di Teluk Jakarta

Periode Pelabuhan Karantina.


Pada masa Kemerdekaan, sekitar tahun 1949/1950 Pemerintah RI
membentuk 5 Pelabuhan Karantina, yaitu : Pelabuhan Karantina Klas I : Tg. Priok
dan Sabang, Pelabuhan Karantina Klas II : Surabaya dan Semarang serta Pelabuhan
Karantina Klas III : Cilacap. Inilah periode peran resmi pemerintahan RI dalam
kesehatan pelabuhan di mulai.
Pada tahun 1959, Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53
tahun 1959 tentang Penyakit Karantina. Perkembangan Selanjutnya, untuk
memenuhi amanat Pasal 4 dan 6 sub 3 undang-undang tentang Pokok-pokok
Kesehatan (UU nomor 9 tahun 1960, Lembaran Negara tahun 1960 nomor 131),
terlahirlah undang undang nomor 1 tahun 1962 tentang Karantina Laut dan UU
nomor 2 tahun 1962 tentang Karantina Udara.

Periode DKPL (Dinas Kesehatan Pelabuhan Laut) dan DKPU (Dinas Kesehatan
Pelabuhan Udara)
Pada 1970, terbit SK Menkes No.1025/DD /Menkes, tentang pembentukan
Dinas Kesehatan Pelabuhan Laut (DKPL) sebanyak 60 DKPL & Dinas Kesehatan
Pelabuhan Udara (DKPU) sebanyak 12 DKPU. Baik DKPL maupun DKPU non
eselon. Kegiatan DKPL dan DKPU baik teknis maupun administratif meski satu
kota, terpisah.

Periode KANTOR KESEHATAN PELABUHAN


SK Menkes Nomor 147/Menkes/IV/78, DKPL dan DKPU dilebur menjadi
KANTOR KESEHATAN PELABUHAN dan berada dibawah Bidang Desenban
Kantor Wilayah Depkes dengan eselon III B. Berdasarkan SK Menkes Nomor
147/Menkes/IV/78KKP terdiri atas :
a. 10 KKP Kelas A
b. 34 KKP Kelas B
SK Menkes 630/Menkes/SK/XII/85, menggantikan SK Menkes No.147
(Eselon KKP sama IIIB), jumlah KKP berubah menjadi 46 yang terdiri atas :
a. 10 KKP Kelas A
b. 36 KKP Kelas B (ditambah Dili dan Bengkulu)

Periode KKP sebagai UPT Dirjen PP & PL Depkes RI.


Sejak penerapan Undang-undang Otonomi Daerah, otoritas kesehatan
ditingkat provinsi yang bernama Kanwil Depkes harus dilebur kedalam struktur
Dinas Kesehatan Provinsi. Peraturan Pemerintah tentang Pembagian Kewenangan
mengamanatkan bahwa Kekarantinaan sebagai wewenang pemerintah pusat.
Tahun 2004 terbit SK Menkes No 265/Menkes/SK/III/2004 tentang Organisasi &
Tata Kerja KKP yang baru. KKP digolongkan menjadi :
a. KKP Kelas I (eselon II B) : 2 KKP
b. KKP Kelas II (eselon III A) : 14 KKP
c. KKP Kelas III (eselon III B) : 29 KKP

Pada tahun 2007 dilakukan revisi terhadap SK Menkes No


265/Menkes/SK/III/2004 tentang Organisasi & Tata Kerja KKP melalui Peraturan
Menteri Kesehatan nomor 167/MENKES/PER/II/2007. Dengan terbitnya
Permenkes ini, maka bertambahlah 3 (tiga) KKP baru Yaitu : KKP Kelas III
Gorontalo, KKP Kelas III Ternate dan KKP Kelas III Sabang
C. LANDASAN HUKUM
1. UUD No. 1 tahun 1962 tentang karantina laut
2. UUD No. 2 tahun 1962 tentang karantina udara
3. UUD No.4 tahun1984 tentang wabah
4. UUD No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan
5. PP No. 40 tahun 1991 tentang penanggulaan penyakit menular
6. PP No.72 tahun 2001 tentang kefarmasian
7. Keppres No. 57 tahun 1996 tentang penyelenggaraan perjalanan umbroh
8. Eputusa menteri kesehatan RI No. 1479/Menkes/SK/X/2003 tentang pedoman
penyelenggaraan sistem suveilans epidemiologi penyakit menular dan penyakit
tidak menular terpadu
9. Keputusan menteri kesehatan No.264 tahun 2004 tentang klasifikasi kantor
kesehatan pelabuhan
10. Keputusan mentei kesehatan No. 265 tahun 2004 tentang organisasi dan tata
kerja kantor kesehatan pelabuhan
11. Keputusan menteri kesehatan RI No. 1479/Menkes/SK/X/2003 tentang
pedoman penyelenggaraaan sistem suveilans epidemiologi penyakit menular
dan penyakit tidak menular terpadu
12. Peraturan menteri kesehatan RI No. 949/Menkes/SK/VIII/2004 tentang
pedoman penyelengaraan istem kewaspadaan dini kejadian luar biasa (KLB)
13. IHR revisi tahun2005

D. SASARAN KARANTINA
1. Penumpang
2. Barang
3. Alat angkut
4. Kontaoiner

E. IDENTIFIKASI FAKTOR RESIKO PENYAKIT KARANTINA DAN


PENYAKIT MENULAR POTENSIAL WABAH
1. Ruang Lingkup
Secara operasional penyelenggaraan faktor resiko penyakit karentina dan
penyakit menular potensial wabah meliputi:
Alat angkut (kapal laut, pesawat) dan muatannya (termaksut kontainer)
Manusia (ABK/crew, penumpang)
Lingkungan pelabuhan dan bandara

2. Jenis-jenis Faktor Resiko enyakit karentina dan penyakit menular potensial


wabah
Virus yang menginfeksi penumpang maupu creu kapal/pesawat
Bakteri yang menginfeksi penumpang maupu creu kapal/pesawat
Protozoa yang menginfeksi penumpang maupu creu kapal/pesawat
Vektor yang menjadi perantara penyakit karantina dan penyakit menular
wabah

3. Kegiatan identifikasi
3.1. Identifikasi alat angkut
Alat angkut/kapal yang singgah/berlabuh dalam waktu pendek ata panjang
perluh di curigai adanya faktor resiko munculnya penyakit menular potensial
wabah, seperti SARS, flu burung, influenza A (AI). Pengawasan kapal di lakukan
sesaat setelah kapal bersandar di pelabuhan dengan memperhatikan hal-hal
tersebut dibawah ini antara lain :
Pelabuhan singgah terakhir, dengan tujuan untuk memastikan wabah/ KLB
penyakit menular di wilayah tersebut (affected area)
Asal kapal, dengan tujuan untuk menentukan riwayat penjalanan yang
pernah dilakukan

3.2.Identifikasi pada penumpang


Penumpang kapal meliputi ABK/crew, penumpang dari pelabhan asal ke
pelabuhan tujuan dengan menggunakan kapal/pesawat. Penumpang merupakan
faktor resiko yang paling rentan untuk menjadi suatu penyakit menular potensial
wabah. Hal-hal yang perluh di perhatikan :
Ada tidaknya penumpang kapal yang sedang sakit
Ada tidaknya penumpang yang menderita penyakit menular
Jumlah penumpang kapal yang sedang sakit menular
Jenis penyakit menular yang menyerang penumpang kapal
Ada tidaknya penumpangyang berasal dari wilayah terjangkitnya suatu
penyakit menular

3.3.Identifikasi pada barang


Barang yang dibawah penumpang maupun awak kapal yang di letakan
dalam kabin maupun yang di bagasikan juga bisa menjadi faktor risiko munculnya
penyakit menular potensial wabah. Hal-hal yang perluh diperhatikan:
Ada tidaknya bahan berbahaya yang terbawah oleh penumpang di kabin
maupun di bagasi
Ada tidaknya bahan makanan/minuman yang mudah busuk yang terbawah
penumpang di kabin maupun bagasi
Ada tidaknya binatang/tumbuhan yang terbawah penumpang di kabin
maupun bagasi

3.4.Identifikasi masalah di pelabuhan

Media lingkungan (air, tanah, udara, biota) dengan segala komponen dan
sifatnya merupakan faktor resiko yang harus di kendalikan. Adapun kegiatan
identifikasi di lingkungan yang perluh di perhatikan adalah:

Ada vektor di lingkungan di pelabuhan yang menjadi perantara penularan


penyakit
Ada tidaknya pencemaran air, udara, dan tanah yang dapat menimpulkan
masalah kesehatan masyarakat
Hygienie dan sanitasi makanan dan minuman yang dapat menimbulkan
masalah kesehatan

F. KEGIATAN DAN LANGKAH-LANGKAH


1. Kedatangan Kapal dala Karantina (in clearence)
a. Nakhoda/Owner lewat agent pelayaran membuat permohonan free pratique
yang di tujukan kepada kepala kantor kesehatan pelabuhan, baik datang
langsung ke KKP maupun dapat melalui portnet/nasional singel windows
dengan melampirkan informasi awal (prearrival information) yang di
sampaikan paling lambat dalam jangkah waktu 1x24 jam.
b. Petugas KKP menerima permohonan free pratique dan menilai
permohonan tersebut berserta MDHs (Meritime declaration of health),
apakah sudah sesuai dengan menjawab No pada 9 pertanyaan
c. Petugas KKP memberikan tanda register form Q dan memasukan data
kedalam buku register in out clearance
d. Petugas memberikan tanda registrasi form Q kepada agen pelayaran,
sebagai bukti pemohonan dengan mengisi form sebagai berikut :
1. No. Registrasi
2. Jam registrasi
3. Nama kapal
4. Bendera
5. Besar kapal
6. Datang dari negara : bebas PHEIC PHEIC
7. Rencana sandar kapal: tanggal, jam dan negara asal
8. Posisi sandar/labuh
9. Jumlah ABK (dalam negeri, luar negeri)
10. Agent pelayaran
11. No. Telp agent (HP/kantor)
12. Tanda tanggan penerima dan pemberi
e. Petugas koordinator jaga (KJ) mencatat kedalam buku registrasi in
clareance (IC) dengan form yang ada pada buku :
1. No. Registrasi
2. Jam registrasi
3. Nama kapal
4. Bendera
5. Besar kapal
6. Datang dari negara : bebas PHEIC PHEIC
7. Rencana sandar kapal: tanggal, jam dan negara asal
8. Posisi sandar/labuh
9. Jumlah ABK (dalam negeri, luar negeri)
10. Agent pelayaran
f. Petugas manyelesaikan PNBP certificate of pratique
g. Petugas KKP menunggu informasi kedatangan kapal dari narkhoda melalui
agent pelayaran melalui telp maupun HP, begitu kapal bersandar atau
berlabuh, maka petugas menginformasikan kepada agent pelayaran bahwa
:
1. Untuk kapal dengan permohonan dan pre arrival information, salah satu
jawaban yes dan kapal datang dari negar/pelabuhan yang terjangkit
maupun kapal dalam kondisi emergency call, maka kapal tersebut
berlabuh di luar DAM aitu zona karantina
2. Sedaangkan kapal dengan permohonan dan pre arrival information,
semua jawaban No dan kapal beraal dari negara sehat, maka kapal
tersebut sandar di daerah dermaga/kade.
h. Setelah kapal berlabuh atau bersandar petuga KKP melakukan boarding ke
kapal dengan menggunakan speed boad karantina dengan membawah
peralatan pemeriksaan sesuai dengan tugas dan fungsinya
i. Di atas kapal petugas KKP melakukan:
1. Pertemuan dengan narkhoda dengan koordinator jaga tentang rencana
pemeriksaan
2. Pemeriksaan/penelitian dokumen kesehatan originan dan dokumen lain
terkait
MDH
SSCEC/SSCC/OME SSEC
Crew list
Passanger list
Vaccination list
ICV/buku kuning (yellow book)
Buku kesehatan (health book)
Medicine certificate/ sertifikat P3K
General nil list
Voyage memo/port of call
Ship of partucular
Port clearance
Sertifikat kesehatan
3. Pemeriksaan faktor resiko PHEIC
Pemeriksaan tanda-tanda kehidupan tikus
Pemeriksaan kecoa dan serangga penular penyakit menular lainnya
Pemeriksaan personal yang hygiene penjamah makanan di kapal
Pemeriksaan sanitasi dapur, gudang tempat penyimpanan makanan
dan makanan jadi
Pemeriksaan bahan makanan
Pemeriksaan air bersih dan air minum
Pemeriksaan suhu dan kelembapan
Pemeriksaan pencahayaan
Pemeriksaankebisingan
Pemeriksaan limbah air balas
Pemeriksaan NUBIKA
Pemeriksaan obat-obatan
4. Pemeriksaan Abk atau penumpang
a. ABK dan penumpang yang datang dari negara/pelabuhan
terjangkit, di lakukan pemeriksaan klinis sebagai usaha pencegahan
tangkal penyakit menular potensial wabah masuk ke indonesia
b. ABK dan penumpang yang sakit datang dari negara/ pelabuhan
terjangkit, di lakukan pemeriksaan klinis sevara intensif sebagai
upaya cegah tangkal penyakit menular wabah masuk ke indonesi
c. ABK dan penumpang yang suspek dan mau singgah di NKRI di
lakukan pemeriksaan klinis serta di berikan health alert cardsebagai
upaya cegah tangkal penyakit menular potensial wabah masuk ke
indonesi
d. ABK dan penumpang yang datang dari negara/pelabuhan terjangkit
yellow fever dan belum memiliki vaksinasi yellow fever, maka
dilakukan vaksinasi yellow fever sebagai upayacegah tangkal
penyakit yellow fever masuk ke indonesia
5. Setelah selesai pemeriksaan dokumen, pemeriksaan faktor resiko,
kesehatan penupang, dan hasilnya : tidak ada masalah kesehatan, maka
kapal di berikan izin bebas karantina
a. Bila di temukan tanda-tanda kehidupan tikus, maka di lakukan
tindakan derritisasi/fumigasi
b. Bila di temukan kecoa atau serangga penular penyakit, maka di
lakukan tindakan disinseksi
c. Bila di temukan agent atau penyakit atau bahan kimia lain di air
atau dalam makanan, maka di lakukan desinfeksi atau di musnakan
d. Bila di temukan zat radioaktif, maka di lakukan dikontaminasi
j. Setelah kapal dinyatakan bebas karantina, maka kepada narkhoda di
terbitkan COP dan dipersilakan untuk menurunkan/mematikan isyarat
karantina:
1. Pada siang hari penurunan benderah kuning
2. Pada malam hari matikan lampu merah di atas putih
k. Kapal di izinkan sandar untuk melakukan bongkar muat dan melakukan
aktifitas lain

2. Keberangkatan Kapal Luar Negeri (out clearance)


1. Narkhoda melalui agent pelayaran melaporkan kepad kepala KKP tentang
rencana keberangkatan kapal keluar negeri
2. Agent pelayaran menyerahkan dokumen kesehatan yang original :
a. Bukti registrasi permohonan free pratique
b. Buku kesehatan
c. Certificate of prateque
d. SSLC/SSCC
e. Crew list
f. ICV list
g. General nil list
h. Sertifikat P3K
3. Petugas KKP melakukan
a. Pemriksaan dokumen kesehatan
b. Pengisian buku kesehatan (membubuhkan stempel dan tanda tangan
c. Legalisasi crew list
d. Pemeriksaan sanitasi kapal
4. Petugas KKP melengkpi dan mencatat data yang belum lengkap kedalam
buku registrasi in clearance
5. Bila dokumen kesehatan :
a. Lengkap dan berlaku dan hasil pemeriksaan sanitasi kapal baik : maka
kapal melalui agent pembayaran diterbitkan izin berlayar kesehatan
b. Tidak lengkap atau tidak berlaku : agent pelayaran untuk harus segera
melengkapi, setelah lengkap kemudian terbitkan izin berlayar
6. Apabila 1x24 jam tidak berlayar terhadap kapal tersebut dilakukan
pemeriksaan ulang
7. Agen berlayar menyelesaikan pembayaran PNBP PHQC
8. Petugas menyerahkan PHQC kepada agen pelayaran

3. Kedatangan dan Keberangkatan kapal Dalam Negeri


1. Narkhoda melalui agent pelayaran melaporkan kepad kepala KKP tentang
rencana keberangkatan kapal keluar negeri
2. Agent pelayaran menyerahkan dokumen kesehatan yang original :
a. Buku kesehatan
b. SSLC/SSCC
c. Crew list
i. General nil list
j. Sertifikat P3K
3. Agent pelayaran mengisih lembaran disposisi yang di serakan kepada
petugas KKP
4. Petugas KKP melakukan pemeriksaan penelitian:
5. Petugas KKP memasukan dan mencatatat data kedalam buku registrasi in
out clearence
6. Bila dokumen kesehatan :
a. Lengkap dan berlaku dan hasil pemeriksaan sanitasi kapal baik : maka
kapal melalui agent pembayaran diterbitkan izin berlayar kesehatan
c. Tidak lengkap atau tidak berlaku : agent pelayaran untuk harus segera
melengkapi, setelah lengkap kemudian terbitkan izin berlayar
7. Agen berlayar menyelesaikan pembayaran PNBP PHQC
8. Petugas menyerahkan PHQC berserta kelengkapan dokumen kepada agen
pelayaran

G. ISYARAT KARANTINA
Isyarat karantina biasa di sebut isyarat Q merupakan prosedur
internasional untuk untuk menyatakan bahwa sebuah kapal masih belum di izinkan
masuk kepelabuhan dan menjadi pengawasan kantor kesehatan pelabuhan.
Umumnya dinyatakan dalam bentuk pengibaran bendera kuning di kapal. Bederah
yang harus di ketahui :
Bendera Q (kuning) : siang hari
Dua lampu putih yang satu ditempatkan di atas yang lain, dengan jarak dua
meter yang tampak dari jarak dua mil : malam hari
Bendera coklat kuning : tanda kapal terinfeksi
Bendera segitiga biru kuning : tanda kapal suspek terinfeksi
Bendera segitiga putih hitam : tanda ada penumpang yang meninggal
Bendera biru, putih, merah : tanda di butuhkan seorang dokter
DAFTAR PUSTAKA

Ditjen PPM dan PLP Depkes RI, 1989, Manual Kantor Kesehatan Pelabuhan,
Jakarta.

Permenkes No.356/Menkes/Per/IV/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor


Kesehatan Pelabuhan, Jakarta.

Permenkes No. 530/Menkes/Per/VII/1987, tentang Sanitasi kapal, Jakarta.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut.

WHO, 2005, Internasional Health Regulation (IHR), Geneva, Swiss.

Anda mungkin juga menyukai