Anda di halaman 1dari 24

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Pkn ini. Penulisan laporan ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidian Kewarganegaraan Program Studi Diploma III Universitas Diponegoro Semarang. Dalam makalah ini berisi tentang informasi mengenai isu politik yang sedang hangat dibicarakan dewasa ini. Diharapkan pembaca makalah ini bisa menjadi lebih paham tentang keadaan politik yang sedang terjadi saat ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan saran yang membangun untuk kesempurnaan penulisan selanjutnya. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca sekalian.

Semarang, 29 November 2013

Penulis

Daftar isi

Halaman judul Kata pengantar Daftar isi Latar belakang Permasalahan Pembahasan Penutup

................................................................... ................................................................... ................................................................... ................................................................... .................................................................... .................................................................... .....................................................................

i 1 2 3 6 9 14 14 14 15 16

Kesimpulan ..................................................................... Saran Daftar Pustaka Lampiran ..................................................................... ..................................................................... .....................................................................

Latar Belakang

Berawal dari carut marutnya persiapan pelaksanaan SEA Games XXVI Palembang. Nampak sekalai terjadi kejanggalan dalam setiap pelaksanaan dan pembangunan sarana prasarana penunjang kegiatan tersebut. Dimulai dari tidak siapnya venue pada hari pelaksanaan bagi tempat para atlet berlaga hingga wisma atlet yang direncanakan selesai sebelum SEA games dimulai msih terbengalai dan nampak sekali pengejaannya dilakukan serampangan dan cepat sekali. Karena diihat nampak banyak kejangalan dalam penggunaan biaya negara tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi mengaku tengah mengembangkan penyelidikan terkait kasus proyek pembangunan Wisma Atlet di Palembang, Sumatera Selatan. Pengembangan yang dilakukan penyidik KPK berkaitan dengan dugaan suap proyek tersebut yang telah dianalisis sejak beberapa bulan lalu. "Penyelidikan ini terkait dengan pengembangan kasus dugaan suap terkait dengan pembangunan Wisma Atlet," ujar Juru Bicara KPK, Johan Budi, di kantornya, Jakarta, Kamis (11/4). Johan mengaku, penyelidikan itu tidak hanya berkutat pada duagaan suap saja melainkan pihaknya menduga ada indikasi penggelembungan anggaran (mark up), penyalahgunaan wewenang dari segi pengadaan barang dan jasa proyek tersebut. "Apakah ada feed back itu diantaranya," katanya. Dalam kasus ini, KPK telah menjebloskan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Nazar, panggilan akrabnya, dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi di Pengadilan Tipikor. Ia dianggap terbukti menerima suap berupa cek senilai Rp 4,6 miliar dari PT Duta Graha Indah, pemenang tender proyek Wisma Atlet. Cek tersebut diketahui merupakan sebagian commitment fee yang disepakati Nazar dengan pihak PT DGI. Majelis hakim pun menjatuhkan hukuman empat tahun penjara ditambah denda Rp200 juta kepada Nazaruddin. Putusan itu lebih ringan dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi yang meminta Nazaruddin dihukum tujuh tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan. Majelis hakim menilai, Nazaruddin

terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana. Korupsi sesuai dengan dakwaan ketiga. Ancaman hukuman maksimalnya lima tahun penjara. Sementara jaksa dalam tuntutannya menilai Nazaruddin terbukti melanggar Pasal 12 huruf b yang memuat ancaman maksimal 20 tahun penjara. Dalam tingkat banding, Mahkamah Agung akhirnya menjatuhkan vonis lebih berat kepada Nazar berupa penjara 7 tahun dan denda Rp300 juta. Dikatakan Johan, selepas menjerat Nazar pihaknya memang terus mendalami kasus ini. Hanya saja, tim penyidik dan sumber daya manusia di KPK sangat minim yang mengharuskannya tak secepat perkiraan masyarakat. Sejak beberapa bulan tahun lalu capacity building KPK itu sangat terbatas. Kita bekerja pagi siang malam," tandas dia. Setelah dilakukan pengembangan pemeriksaan dan penyidikan secara intensif oleh KPK ditemukan kasus lain yang membelenggu Nazar. Tidak hanya wisma atlet juga kasus penggelembungan dana pada mea proyek Hambalang. Pada kasus ini ada aktor lain yang ternyata bermain didalamnya salah satunya adalah Angelina Sondakh atau yang sering dikenal sebagai Angie. Angie merupakan salah satu anggota komisi X DPR RI yang menangani proyek-proyek di Kemenpora yang sat itu dijabat oleh Andi Malarangeng. Angie ditengarai menerima aliran dana proyek Kemenpora setelah Nama Angelina memang kerap disebut-sebut oleh Nazaruddin. Anggota Badan Anggaran DPR itu makin tersudut ketika namanya semakin intens disebut dalam persidangan Nazaruddin. Terlebih sejumlah saksi yang merupakan mantan anak buah Nazar, yaitu Mindo Rosalina Manulang dan Yulianis, juga menguatkan tudingan Nazaruddin dengan membeber peran Angelina dalam kasus tersebut. Sudah sejak lama Nazaruddin menuding Angelina menerima uang dari Kementerian Pemuda dan Olahraga. Nazar bahkan menyatakan, Angelina pernah mengakui perbuatannya itu di hadapan Tim Pencari Fakta Fraksi Demokrat pada 12 Mei 2011, dalam pertemuan yang digelar di ruangan Ketua Fraksi Demokrat Jafar Hafsah.

Nazar mengatakan, Angie mengaku menyerahkan uang kepada politisi Demokrat yang juga pimpinan Badan Anggaran DPR Mirwan Amir sebesar Rp8 miliar. Di forum itu, Mirwan juga mengakui telah menerima Rp8 miliar dari Angelina, ujar Nazaruddin. Setelah itu, lanjut Nazar, Mirwan mengaku membagikan uang Rp8 milair tersebut kepada pihak lain, yaitu kepada Anas Urbaningrum sebesar Rp2 miliar, pengurus fraksi sebesar Rp1 miliar, dan selebihnya digunakan oleh Mirwan sendiri. Dari sinilah awal mula pengembangan kasus Angelina Sondakh bergulir hingga dia ditetap kan sebagai tersangka dalam kasus mega proyek Hambalang.

Permasalahan

Angelina Sondakh semula dianggap bisa mengungkap lebih jauh mengenai keterlibatan sejumlah nama dalam kasus dugaan korupsi yang membelitnya. Angie merupakan politikus Demokrat di DPR yang terjerat kasus korupsi lantaran memainkan anggaran Kementerian Pemuda dan Olahraga serta Kementerian PendidikanNasional. Di pengadilan tingkat pertama dan kedua, Angelina divonis 4 tahun 6 bulan. Namun, 20 November 2013 kemarin, majelis kasasi yang dipimpin hakim agung Artidjo Alkostar mengabulkan kasasi yang diajukan jaksa. Angie divonis 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 8 bulan kurungan bagi Angelina. Angie semula diharapkan mengungkap nama lain yang terungkap dari pesan Blackberry maupun nama yang disebutkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin. Berikut "rahasia" yang masih disimpan oleh Angie.

1. Pertemuan TPF pada 11 Mei 2011 Selesai sidang, Nazar menyatakan Angie cerita menerima Rp 9 miliar dalam pertemuan dengan TPF Demokrat di DPR. Dalam eksepsinya, Nazar menyatakan Angie pada pertemuan tersebut menerima Rp 9 miliar dari Menteri Andi yang dibagikan kepada petinggi Demokrat. Sumber Tempo menyebutkan adanya tujug petinggi Demokrat yang menerima uang.

PENDUKUNG: Keterangan Nazar didukung Max Sopacua yang menyatakan pertemuan TPF Nazaruddin menyatakan yang mengetahui aliran dana 9 miliar adalah Angie. Ketika Angie hendak menjawab, Max mengaku ia keluar ruangan.

2.Perencanaan proyek Hambalang TUDINGAN Nazar :Angelina mengikuti pertemuan terjadi di kantor Kemenpora bersama Menteri Andi, Mahyuddin dan Wafid. Pertemuan membahas proyekHambalang.

PENDUKUNG: Tudingan Nazar didukung Mahyuddin ketika menjadi saksi atas Nazar mengakui pertemuan di Kemenpora dihadiri dirinya, Nazar, Angelina dan Andi. Mahyuddin mengaku hanya mengingat sedikit pembicaraan Nazar tentang Hambalang. Sertifikat Hambalang 32 hektar sudah selesai," ujar Mahyudin menirukan Nazar 17 Februari 2012. Kemudian, Menteri Andi menjawab dengan ucapan terima kasih. Wahid juga membenarkan pertemuan di lantai 10 kantor Kemenpora. "Saya tak begitu ingat (kejadiannya). Yang saya ingat, ada Pak Menteri, Ketua Komisi X DPR (Mahyuddin N.S.), Angelina, Nazaruddin, dan saya," kata Wafid dalam kesaksiannya untuk Mohammad El Idris 8 Agustus 2011.

3.Bos Besar dan Ketua Besar TUDINGAN Mindo Rosalina: Angelina pernah meminta "apel" ke Rosa yang ditujukan kepada bos besar dan ketua besar.

PENDUKUNG: Mindo Rosalina mengungkapkan di sidang penggunaan istilah "apel" merupakan permintaan Angie. "Angelina Sondakh yang bilang biar tak terlalu vulgar," ujar Rosa ketika bersaksi untuk terdakwa Nazar pada 16 Januari 2012.

Ketika menjadi saksi Nazar, 6 Januari 2012, Mindo menepati membuka identitas Bos Besar dan Ketua Besar. Ketua Besar itu Mirwan Amir dan Bos Besar Anas, ujar dia. Sedangkan istilah apel Malang dan apel Washington, menurut Rosa, berasal dari Angelina.

4. Anggota DPR yang mendapat fee TUDINGAN Mindo Rosalina: Angie meminta uang Rp 6 miliar sampai Rp 8 miliar ke Nazar.

PENDUKUNG: Yulianis di sidang mengaku menyerahkan fee 5 persen dari nilai proyek Rp 191 miliar ke DPR pada 2010. Menurut Yulianis, Mindo Rosalina yang menyerahkannya kepada dua anggota Badan Anggaran DPR dari Komisi Olahraga. Kedua orang itu adalah "Angelina Sondakh dan I Wayan Koster," kata Yulianis. 10 Agustus 2011 Kesaksian Luthfi Ardiansyah, supir Yulianis, pada sidang Nazar, 28 Januari 2012, mengungkapkan bertemu Angelina. Saat itu ia menyerahkan kardus isi 3 miliar ke ruangan Wayan. Ketika meninggalkan ruangan, dia berpapasan dengan Angelina. Pengiriman kardus berisi uang juga dilakukan pada pagi harinya. Yulianis ketika sidang Nazar (25 Januari 2012)mengungkapkan Grup Permai pernah mengeluarkan anggaran sebanyak Rp 5 miliar untuk Angie dan Wayan. Penyerahan dierahkan dalam beberapa tahap. Uang, menurut Yulianis, sudah disetujui Nazar dan dikirim melalui kurir.

Pembahasan

Karena terbukti bersalah dalam persidangan kasus kemenpora dan kemendiknas, Angelina Sodakh, poitisi partai demokrat ini harus menelan pil pahit karena menjalani masa pidana yang lebih lama dari sebelumnya. Pada putusan pertama mantan Puteri Indonesia ini hanya dihukum 4,5 tahun dengan denda Rp 250 juta atau 6 bulan kurungan. Namun karena Angie tidak kooperatif dalam penyidikan oleh pihak yang berwajib maka Mahkamah agung memperberat hukuman mantan Puteri Indonesia itu dari 4 tahun 6 bulan menjadi 12 tahun penjara dan hukuman denda sebesar Rp 500 juta. Selain itu, majelis kasasi juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp 12,58 milyar dan 2,35 juta dollar AS. Pidana tambahan ini baru dijatuhkan MA karena pengadilan sebelumnya, pengadilan Tindak Pidana Korupsi maupun Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tidak menjatuhkan pidana uang pengganti. Majelis kasasi yang dipimpin Ketua Kamar Pidana MA Artidjo Alkotsar dengan hakim anggota MS lumme dan Mohammad Askin menjerat Angie dengan Pasal 12 a Undang-Undang Pemberantasan Tipikor. Ia dinilai aktif meminta dan menerima uang terkait proyek-proyek di Kementrian Pendidikan Nasional dan Kementrian Pemuda dan Olahraga. MA membatalkan membatalkan putusan Pengadilan Tipikor dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menyatakan Angie melanggar Pasal 11 mempertimbangkan UU itu. Menurut Artidjo, majelis kasasi juga peran Angie aktif memprakarsai pertemuan dan

memperkenalkan Mindo dengan Haris Iskandar, sekretaris pada Dirjen DIKTI Kemendiknas untuk mempermudah penggiringan anggaran kemendiknas. Salah satu yang membedakan putusan MA dengan putusan sebelumnya adalah terkait uang pengganti. Artidjo menggaris bawahi masalah uang pengganti tersebut. Menurut dia, pengadilan tinggi pertama dan banding terkesan seolah
9

enggan menjatuhkan pidana tambahan uang pengganti dengan alasan uang yang diterima Angie berasal dari Swasta dan bukan dari keuangan negara. Komisi Pemberantasan Korupsi berharap vonis Mahkamah Agung yang memperberat hukuman mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Angelina Sondakh alias Angie dapat menjadi yurisprudensi atau diikuti hakim dan badan peradilan lain dalam memutus perkara serupa. Angie divonis 12 tahun penjara dan hukuman denda Rp 500 juta dari vonis sebelumnya 4 tahun 6 bulan. "Semoga sejumlah vonis hakim kasasi ini menjelma menjadi yurisprudensi permanen yang diikuti hakim lainnnya karena alasan di atas. Perlu pimpinan MA meresponnya menjadi yurisprudensi tetap," kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas melalui pesan singkat, Kamis (21/11/2013). Menurut Busryo, putusan MA itu mencerminkan ketajamaan rasa kepekaan dan keadilan sosial. Apalagi, katanya, vonis tersebut diputuskan di tengah-tengah pusaran pemikiran hukum para penegak hukum yang masih bermazhab ultrakonservatif positivistik dan tandus dari roh keadilan. Hal itu tercermin dari rendahnya beberapa vonis terdakwa korupsi. "Koruptor bukan saja berwatak kejahatan extraordinary, tetapi juga kejahatan pembunuhan pelan-pelan atas rakyat sebagai korban terparah korupsi," tutur Busyro. Wakil Ketua KPK lainnya, Bambang Widjojanto, menyatakan bahwa vonis MA ini menegaskan masih adanya harapan untuk pemberantasan korupsi yang tegas untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku tindak pidana korupsi. "Putusan ini harus diapresiasi karena membawa pesan yang sangat jelas bagi publik, khususnya para koruptor agar tidak bermain-main dengan korupsi," kata Bambang. Seperti diberitakan, selain memperberat hukuman Angie menjadi 12 tahun penjara, MA juga menjatuhkan hukuman denda Rp 500 juta. Selain itu, majelis

10

kasasi juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp 12,58 miliar dan 2,35 juta dollar AS (sekitar Rp 27,4 miliar). Pidana tambahan ini baru dijatuhkan MA karena pengadilan sebelumnya, baik Pengadilan Tindak Pidana Korupsi maupun Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, tidak menjatuhkan pidana uang pengganti. Majelis kasasi yang dipimpin Ketua Kamar Pidana MA Artidjo Alkostar dengan hakim anggota MS Lumme dan Mohammad Askin menjerat Angie dengan Pasal 12 a Undang- Undang Pemberantasan Tipikor. Angie dinilai aktif meminta dan menerima uang terkait proyek-proyek di Kementerian Pendidikan Nasional serta Kementerian Pemuda dan Olahraga. MA membatalkan putusan Pengadilan Tipikor dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menyatakan Angie melanggar Pasal 11 UU itu. Peneliti Indonesian Legal Roundtable Erwin Natosmal Oemar

mengapresiasi putusan Mahkamah Agung (MA) yang memperberat vonis untuk mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Demokrat, Angelina Sondakh alias Angie. Erwin memuji hakim agung Artidjo Alkostar sebagai pimpinan majelis kasasi yang progresif dalam membuat putusan. "Ini artinya Artidjo mempunyai pandangan progresif dalam melihat korupsi sebagai kejahatan luar biasa," kata Erwin saat dihubungi, Kamis (21/11/2013), menyikapi hukuman untuk Angie menjadi 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta dari vonis sebelumnya 4 tahun 6 bulan Erwin berpendapat, putusan itu sangat tepat karena Pasal 12 a UndangUndang Pemberantasan Tipikor lebih tepat diterapkan dibandingkan Pasal 11 seperti dalam putusan pengadilan tingkat I dan banding. Menurutnya, seperti yang terungkap dalam persidangan, Angie memang terlibat aktif dalam menggerakkan proyek-proyek mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Nazaruddin.

11

Erwin juga setuju dengan putusan MA yang menerapkan uang pengganti kepada mantan Puteri Indonesia itu. Ia mengatakan, Angie telah menikmati secara terang-terangan hasil korupsi yang merugikan kerugian negara sehingga sudah selayaknya negara mengambil kembali hasil korupsinya. Putusan MA dinilai Erwin juga telah memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat dan bisa menimbulkan efek jera terhadap pelaku korupsi. Erwin berharap semangat putusan MA tersebut bisa menjadi yurisprudensi bagi hakimhakim Tipikor di daerah. Partai Demokrat legawa menerima putusan Mahkamah Agung yang memberatkan vonis anggota Fraksi demokrat Angelina Sondakh. Semua proses hukum diserahkan dan dipercayakan ke pengadilan, dan Demokrat menolak melakukan intervensi. "Kita sudah menyerahkan hukum ke pengadilan, harus percaya," kata anggota Dewan Pembina DPP Partai Demokrat, Melani Leimena Suharli, di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis (21/11/2013).

Saat ditanya mengenai langkah apa yang akan ditempu Demokrat menyikapi vonis yang dijatuhkan kepada Angie, Melani menyampaikan bahwa semua telah dilakukan oleh penasihat hukum Angie. Demokrat, lanjutnya, hanya akan membahas mengenai pelanggaran etik yang dilakukan Angie karena tersangkut kasus korupsi. Secara terpisah, Ketua DPP Partai Demokrat Sutan Bhatoegana menyampaikan hal yang sama. Ia menyatakan pihaknya akan menghormati keputusan pengadilan dan berharap Angie kuat menghadapi permasalahan yang dihadapi.

"Kita harus hormati semua jalannya pengadilan dan keputusannya, termasuk keputusan MA ini. Kita hanya bisa berdoa semoga Angie tabah menerima dan menjalankannya kelak," pungkasnya. Seperti diberitakan, selain memperberat hukuman Angie menjadi 12 tahun penjara, MA juga menjatuhkan hukuman denda Rp 500 juta. Selain itu, majelis
12

kasasi juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp 12,58 miliar dan 2,35 juta dollar AS (sekitar Rp 27,4 miliar). Pidana tambahan ini baru dijatuhkan MA karena pengadilan sebelumnya, baik Pengadilan Tindak Pidana Korupsi maupun Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, tidak menjatuhkan pidana uang pengganti. Majelis kasasi yang dipimpin Ketua Kamar Pidana MA Artidjo Alkostar dengan hakim anggota MS Lumme dan Mohammad Askin menjerat Angie dengan Pasal 12 a Undang- Undang Pemberantasan Tipikor. Angie dinilai aktif meminta dan menerima uang terkait proyek-proyek di Kementerian Pendidikan Nasional serta Kementerian Pemuda dan Olahraga.

13

Penutup Kesimpulan Berdasarkan Putusan MA itu mencerminkan ketajamaan rasa kepekaan dan keadilan sosial. Apalagi, vonis tersebut diputuskan di tengah-tengah pusaran pemikiran hukum para penegak hukum yang masih bermazhab ultrakonservatif positivistik dan tandus dari roh keadilan. Dengan menambah berat masa tahanan dan biaya ganti rugi kerugian negara seperti kasus Angelina Sondakh dengan dihukum 12 tahun penjara, dan MA juga menjatuhkan hukuman denda Rp 500 juta. Selain itu, majelis kasasi juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp 12,58 miliar dan 2,35 juta dollar AS (sekitar Rp 27,4 miliar). Kejadian ini menunjukkan bahwa vonis MA ini menegaskan masih adanya harapan untuk pemberantasan korupsi yang tegas untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku tindak pidana korupsi. Kejadian ini seyogyanya telah memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat dan bisa menimbulkan efek jera terhadap pelaku korupsi. Dan untuk lebih baik lagi bila putusan MA tersebut bisa menjadi yurisprudensi bagi hakim-hakim Tipikor di daerah. Sehingga akan menimbulkan efek jera bagi para koruptor. Saran Dengan contoh kasus Angelina Sondakh diatas dapat menjadi batu lonjatan dan pelajaran berharga dalam memerangi koruptor yang masih merajalela dan semoga sejumlah vonis hakim kasasi ini dapat menjelma menjadi yurisprudensi permanen yang diikuti hakim lainnnya. Dengan alasan di atas maka perlu pimpinan MA meresponnya menjadi yurisprudensi tetap.

14

Daftar Pustaka

Asril Sabrina,2013. Angelina Sondakh: Putusan MA Hanya Cari Tepuk Tangan, http://nasional.kompas.com/read/2013/11/21/1646351/Angelina.Sondakh. Putusan.MA.Hanya.Cari.Tepuk.Tangan, diakses pada tanggal 27 November 2013 Noname, 2013. Angelina Sondakh dan 'Rahasia' di Tangannya, http://www.tempo.co/read/news/2013/11/21/063531286/AngelinaSondakh-dan-Rahasia-di-Tangannya, diakses pada tanggal 27 November 2013 Hifdzil,alim.2013.Vonis Kasasi Angie. http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2013/11/26/24444 3/10/Vonis-Kasasi-Angie. diakses pada tanggal 27 November 2013 Anggie,Hernowo.2013.Angelina Sondakh Sedih Dibui 12 Tahun Penjara. http://showbiz.liputan6.com/read/756987/angelina-sondakh-sedih-dibui12-tahun-penjara. Diakses pada tanggal 27 November 2013 Kusumadewi,Anggi,dkk.2013.Perjalanan Angelina dalam Suap Wisma Atlet. http://nasional.news.viva.co.id/news/read/285337-perjalananangelina-dalam-suap-wisma-atlet. Diakses pada tanggal 27 November 2013

15

Lampiran 1. Kompas

Angelina Sondakh: Putusan MA Hanya Cari Tepuk Tangan


Penulis : Sabrina Asril Kamis, 21 November 2013 | 16:46 WIB

Terdakwa Angelina Sondakh menjalani sidang vonis yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (10/1/2013). Angie divonis 4 tahun 6 bulan penjara dengan denda 250 juta Rupiah, karena terbukti terlibat dalam kasus korupsi penerimaan hadiah dalam penganggaran di Kemenpora dan Kemendiknas. TRIBUNNEWS/DANY PERMANA | DANY PERMANA

JAKARTA, KOMPAS.com Kuasa hukum Angelina Sondakh, Teuku Nasrullah, menilai putusan Mahkamah Agung yang memperberat hukuman kliennya sangat tidak tepat. Nasrullah mengatakan, seharusnya MA tidak bisa mengambil putusan yang hanya memuaskan publik. "Putusan itu penuh dengan ketidakbenaran, secara umum putusan lembaga peradilan seharusnya tidak boleh hanya mencari tepuk tangan," ujar Nasrullah saat mendatangi Kompleks Parlemen, Kamis (21/11/2013). Sejak awal, menurut Nasrullah, kesalahan Angie merujuk pada external hard disk milik mantan Wakil Direktur Keuangan Grup Permai, Yulianis. "Di sana disebutkan mereka (Grup Permai) mengeluarkan total uang Rp 32 miliar. Pengeluaran uang itu ditujukan kepada DPR, bukan Angie. Bahkan ada yang ke politisi partai lain. Kok sekarang dibebankan kepada Angie," ucap Nasrullah.

16

Nasrullah menuturkan, pihaknya akan berkonsultasi lebih lanjut dengan Angie. Dia tidak menutup kemungkinan Angie mengajukan peninjauan kembali (PK) karena putusan MA dinilai sangat keliru Lebih berat Mahkamah Agung memperberat hukuman Angie terkait kasus korupsi Kementerian Pendidikan Nasional serta Kementerian Pemuda dan Olahraga. Mantan Puteri Indonesia itu divonis 12 tahun penjara dan hukuman denda Rp 500 juta dari vonis sebelumnya 4 tahun 6 bulan. Selain itu, seperti dikutip Kompas, Kamis (21/11/2013), majelis kasasi juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp 12,58 miliar dan 2,35 juta dollar AS (sekitar Rp 27,4 miliar). Sebelumnya, baik Pengadilan Tindak Pidana Korupsi maupun Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tidak menjatuhkan pidana uang pengganti. Putusan tersebut diberikan oleh majelis kasasi yang dipimpin Ketua Kamar Pidana MA Artidjo Alkostar dengan hakim anggota MS Lumme dan Mohammad Askin, Rabu (20/11/2013).Angie dijerat Pasal 12 a Undang-Undang Pemberantasan Tipikor. MA membatalkan putusan Pengadilan Tipikor dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menyatakan Angie melanggar Pasal 11 UU itu.Menurut majelis kasasi, Angie dinilai aktif meminta dan menerima uang terkait proyek-proyek di Kementerian Pendidikan Nasional serta Kementerian Pemuda dan Olahraga. Terdakwa aktif meminta imbalan uang atau fee kepada Mindo Rosalina Manulang sebesar 7 persen dari nilai proyek. Disepakati 5 persen, dan (fee) ini harus sudah harus diberikan kepada terdakwa 50 persen pada saat pembahasan anggaran dan 50 persen (sisanya) ketika DIPA turun. Itu aktifnya dia (terdakwa) untuk membedakan antara Pasal 11 dan Pasal 12 a," ungkap Artidjo kepada Kompas. Menurut Artidjo, majelis kasasi juga mempertimbangkan peran aktif Angie dalam memprakarsai pertemuan dan memperkenalkan Mindo dengan Haris

17

Iskandar, sekretaris pada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional, untuk mempermudah penggiringan anggaran Kemendiknas.

2. Tempo

Kamis, 21 November 2013 | 09:39 WIB

Angelina Sondakh dan 'Rahasia' di Tangannya

Angelina Sondakh saat menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (10/1). TEMPO/Seto Wardhana TEMPO.CO, Jakarta - Angelina Sondakh semula dianggap bisa mengungkap lebih jauh mengenai keterlibatan sejumlah nama dalam kasus dugaan korupsi yang membelitnya. Angie merupakan politikus Demokrat di DPR yang terjerat

18

kasus korupsi lantaran memainkan anggaran Kementerian Pemuda dan Olahraga serta Kementerian Pendidikan Nasional. Di pengadilan tingkat pertama dan kedua, Angelina divonis 4 tahun 6 bulan. Namun, 20 November 2013 kemarin, majelis kasasi yang dipimpin hakim agung Artidjo Alkostar mengabulkan kasasi yang diajukan jaksa. Angie divonis 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 8 bulan kurungan bagi Angelina. Angie semula diharapkan mengungkap nama lain yang terungkap dari pesan Blackberry maupun nama yang disebutkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin. Berikut "rahasia" yang masih disimpan oleh Angie. 3. Suara merdeka Vonis Kasasi Angie
o

Oleh Hifdzil Alim

TERDAKWA Angelina Pinkan Sondakh alias Angie dijatuhi hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta oleh Mahkamah Agung. Tak hanya itu, mantan wakil sekretaris jenderal Partai Demokrat tersebut diwajibkan membayar uang pengganti Rp 12,58 miliar dan 2,35 juta dolar AS. Hukuman ini jauh berbeda dari putusan pada tingkat pertama, mengingat majelis hakim menjatuhkan pidana ''hanya'' 4 tahun 6 bulan penjara, serta denda Rp 250 juta, tanpa uang pengganti. Ada tiga hal besar dapat menjadi periksa dari vonis kasasi Angie. Pertama; majelis hakim MA memutuskan Angie terbukti melanggar Pasal 12 Huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal dimaksud berbunyi, pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

19

Artinya, Pasal 12 Huruf a menempatkan oknum PNS atau penyelenggara negara, seperti Angie, sebagai pihak yang aktif korupsi. Dalam kerangka pembahasan kebijakan, tentunya kewenangan ada pada pembuat kebijakan. Semua proyek pemerintah, termasuk proyek pembangunan wisma atlet di Palembang, muncul karena kebijakan yang disepakati antara pejabat eksekutif dan legislatif. Adapun pihak swasta berposisi menerima atau tidak menerima tawaran melaksanakan kebijakan itu. Dengan demikian, oknum PNS atau penyelenggara negara memiliki kekuasaan besar untuk memberikan atau tidak memberikan persetujuan atas proyek tersebut. Tentunya ia dapat mengendalikan proyek tersebut sesuai keinginannnya. Tinggal berapa ''harga korupsi'' tertinggi yang mau diajukan oknum swasta kepadanya. Hal itu tampaknya tidak dibaca oleh majelis hakim pada tingkat pertama. Dari sisi ancaman hukuman, Pasal 12 Huruf a memiliki substansi lebih berat dibandingkan Pasal 11, yang dikenakan terhadap Angie pada pengadilan tingkat pertama. Perbuatan yang melanggar Pasal 12 Huruf a diancam dengan pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda minimal Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar. Adapun Pasal 11 hanya berisi ancaman penjara minimal 1 tahun dan maksimal 5 tahun serta denda minimal Rp 50 juta dan maksimal Rp 250 juta. Ke depan, bila ada kasus korupsi yang unsurnya mirip dengan kasus Angie, majelis hakim pada tiap tingkatan perlu dan harus menerapkan Pasal 12 Huruf a, bukan Pasal 11. Kebijakan Kolektif Kedua; dengan pola korupsi aktif yang dilakukan oleh Angie, penting kiranya mengembangkan pemeriksaan terhadap oknum lain. Apabila mencermati lagi, kasus Angie dibongkar secara berurutan dengan kasus M Nazaruddin, mantan bendahara Partai Demokrat. Maknanya, keterlibatan aktif, bukan pasif, juga dilakukan oleh pelaku lain dalam objek kasus sama.
20

Dalam kelembagaan DPR berkait dengan pembahasan anggaran, kebijakan yang dibuat oleh lembaga perwakilan rakyat tersebut mustahil dilakukan sendiri. Putusan terhadap kebijakan diambil secara kolektif. Setidak-tidaknya, ada satu orang sebagai ujung tombak dan oknum wakil rakyat lainnya berada di belakangnya. jadi, tidak ada alasan untuk tidak memeriksa nama-nama yang disebut dalam putusan perkara Angie ataupun perkara Nazaruddin. Seperti halnya pada perihal pertama, ancaman untuk oknum lain itu pun harus dikenakan ketentuan Pasal 12 Huruf a, bukan Pasal 11. Ketiga; dalam pemahaman saya, tatkala tiga pemegang kekuasaan, legislatif, eksekutif, dan yudikatif, sedang berkorupsi dalam waktu bersamaan maka kekuasaan yang harus dibersihkan terlebih dahulu adalah kekuasaan yudisial. Alasannya sederhana, semua kasus korupsi yang dilakukan oleh oknum pemegang kekuasaan legislatif, eksekutif, bahkan yudisial akan diperiksa dan muara pemeriksaannya berakhir di tangan kekuasaan yudisial. Adalah sebuah kerugian bila pemeriksaan kasus korupsi yang dilakukan dengan ngotot, tetapi akhirnya berantakan di tangan kekuasaan yudisial melalui putusan yang ringan, atau pertimbangan putusan yang tidak masuk akal, gara-gara majelis hakimnnya masuk angin. Vonis kasasi Angie semoga menjadi pintu masuk bagi pemegang kekuasaan yudisial, khususnya MA, menyingkirkan penyakit masuk angin di tengah terpaan dugaan kasus suap dan pemerasan para hakim dan hakim agungnya. (10)

21

4. Liputan6.com

Angelina Sondakh Sedih Dibui 12 Tahun Penjara


Oleh Hernowo Anggie

Liputan6.com, Jakarta : Vonis 12 tahun penjara dianggap sebagai hukuman yang berat bagi Angelina Sondakh (Angie). Putri Indonesia 2001 itu pun hanya bisa pasrah dan meratapi nasibnya menjalani hukuman dibalik jeruji besi sel Rutan Pondok Bambu untuk waktu lama. Kesedihan istri mendiang Adjie Massaid itu terpancar saat dirinya bertemu dengan adik kandung Adjie, Mudji Massaid. Kepada pria berkepala plontos itu, Angie sempat menyampaikan perasaan sedihnya dibui 12 tahun penjara. "Waktu saya ketemu Angie, ekspresinya sedih. Mungkin dia banyak nangis sampai matanya bengkak," ucap Mudji saat ditemui di

22

kawasan

Epicentrum

Walk,

Kuningan,

Jakarta

Selatan,

Selasa

(26/11/2013). Mudji mengatakan jika kondisi kakak iparnya itu sehat dan baikbaik saja selama ditahan di rutan. Ia juga membantah jika Angie depresi menjalani hukuman panjang selama 12 tahun. "Nggak stres kok, tapi saya lihat dia sedih banget. Sampai wajahnya nggak enak untuk dilihat, mukanya sedih banget," ujarr Mudji. 5. Viva News

Demokrat: Kami Kaget Angie Dicekal


"Saya tidak ingat apakah Angie ada jadwal ke luar negeri atau tidak." Jum'at, 3 Februari 2012, 14:58 Ismoko Widjaya, Nila Chrisna Yulika

Angelina Sondakh saat diperiksa KPK. (VIVAnews/Anhar Rizki Affandi)

VIVAnews - Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat menghormati proses hukum atas pencekalan Angelina Sondakh. Demokrat sudah mempersiapkan bantuan hukum bagi anggota Badan Anggaran DPR itu.

23

"Kami kaget dengan pencekalan ini," kata Ketua Fraksi Demokrat, Jafar Hafsah, ditemui di Ruang Fraksi Demokrat, Gedung DPR, Jakarta, Jumat 3 Februari 2012. Menurut Jafar, Demokrat menghormati proses hukum yang kini sedang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi. Pencegahan Angelina Sondakh keluar negeri terkait kasus dugaan suap pembangunan Wisma Atlet dengan terdakwa mantan Bendahara Umum Demokrat, M Nazaruddin. "Kami hargai. Kami harapkan semua dapat berjalan lancar," ujar Jafar. Saat ini, Partai Demokrat tentu akan menyiapkan bantuan hukum kepada salah satu kadernya yang tersangkut masalah. Tetapi, bantuan hukum itu tergantung dari kebutuhan Angelina Sondakh sendiri. "Tapi penasehat hukum belum ditetapkan. Tergantung Angie,

membutuhkan atau tidak," kata Jafar lagi. Apakah partai akan menemui Angie? "Ya, mungkin kami bisa menemui Angie. Partai menyerahkan kepada proses hukum." Saat ini, keberadaan Angelina belum diketahui. Jafar juga tidak bertemu Angelina Sondakh sejak pagi. Padahal, Fraksi Demokrat menggelar rapat rutin fraksi tadi pagi. Apakah Angelina ke luar negeri? "Saya tidak ingat apakah Angie ada jadwal ke luar negeri atau tidak," kata Jafar. Kementerian Hukum dan HAM menyetujui permohonan pencekalan Angelina Sondakh dan politisi PDI Perjuangan, I Wayan Koster, yang diajukan Komisi Pemberantasan Korupsi. Keduanya disebut-sebut dalam kasus suap proyek wisma Atlet. Tetapi, Angelina Sondakh dan Koster sudah berkali-kali membantah.

24

Anda mungkin juga menyukai