KASUS
Terseretnya Angelina Patricia Pingkan Sondakh atau Angelina Sondakh atau Angie dalam
kasuskorupsi Kasus Wisma Atlet SEA Games Palembang dan Kemendikbud berawal dari
'nyanyian' para tersangka 'pendahulunya' yang ditangkap terlebih dulu oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK).
Turut disita dalam penangkapan itu, mobil Toyota Vellfire bernomor B-173-GD dan mobil
Honda CR-V bernomor B-2717-NT. Penyidik juga melakukan pengembangan dan mendapatkan
uang lainnya, masing-masing dalam bentuk rupiah sebesar Rp73.171.000, dalam bentuk dollar
sebesar US$128,148, dan dollar Australia sebesar 13.070, serta Euro sebesar 1.955.
Awalnya kasus ini menyeret nama Muhammad Nazarudin, karena Rosa sebagai bawahan Nazar
di PT Anak Negeri, bahkan Rosa pernah menjabat Direktur Pemasaran perusahaan yang
dibentuk oleh mantan Bendahara Partai Demokrat itu. Nazarudin dan Rosa juga yang kemudian
menyeret nama Angie sebagai salah satu tersangka, lantaran disebut menerima sejumlah uang.
Kecuali Angelina Sondakh semua tersangka telah divonis, masing-masing Rosa divonis 2,5 tahun
dan denda Rp200 juta, Mohammad El Idris divonis dua tahun dan denda Rp200 juta, Wafid
Muharam dihukum tiga tahun dan denda Rp150 juta, serta Muhammad Nazarudin, dijatuhi
hukuman empat tahun 10 bulan penjara dan denda Rp200 juta.
Selain Nazarudin, Rosa juga menyebut Angelina telah menerima uang darinya terkait proyek
pembangunan wisma Atlet SEA Games di Palembang. PT Anak Negeri mengeluarkan Rp10 miliar
melalui Angie. Sebanyak Rp5 miliar untuk Angie, Rp5 miliar sisanya tidak diketahui, namun
diduga digunakan sebagai 'pelicin' ke Badan Anggaran DPR agar anggaran segera turun.
Sementara mantan anak buah Nazaruddin yang merupakan Wakil Direktur Keuangan PT Permai
Grup, Yulianis, juga membenarkan ucapan Rosa itu. Bahwa Angelina Sondakh dan Wayan Koster
mendapat Rp5 miliar.
Nama Brotoseno kemudian tercantum dalam daftar mutasi atau pergantian terhadap ratusan
anggota Perwira Menengah (Pamen) Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Dalam Surat
Telegram (ST) Kapolri Nomor ST/2431/XII/2011, ST/2432/XII/2011, dan ST/2433/XII/2011,
tertanggal 20 Desember 2011, namanya tertulis pada Bagian Penugasan Khusus Biro
Pembinaan Karir (PD Baggasus Robinkar) Polri.
KPK juga menetapkan Angie sebagai tersangka, menjerat dengan Pasal 5, Pasal 10 dan Pasal 11
Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Pasal tersebut berisi ancaman pidana 1 tahun, 2 tahun
dan 5 tahun serta denda maksimal Rp.250.000.000.
Setelah resmi menjadi tersangka, dia diberhentikan dari jabatan sebagai Wakil Sekjen Partai
Demokrat (PD).
Alasan penahanan Angie juga didasari adanya keterlibatan dalam dugaan suap dalam
pengurusan anggaran di Kementerian Pemuda dan Olahraga serta di Kementerian Pendidikan
Nasional (sekarang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) 2010/2011.
Ia didakwa menerima pemberian atau janji berupa uang yang totalnya Rp 12 miliar, dan 2 juta
350 ribu dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp 21 miliar, sehingga total Rp 33 miliar. Uang
tersebut diberikan Grup Permai seperti yang sebelumnya sudah dijanjikan mantan anak buah
Muhammad Nazaruddin, Mindo Rosalina Manulang kepada Angie.
Majelis kasasi juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai
Rp 12,58 miliar dan 2,35 juta dollar AS (sekitar Rp 27,4 miliar, asumsi kurs 1 dolar AS = Rp
11.650). Total dana yang harus dikembalikan adalah Rp 39,98 miliar.
Seperti yang di lansir dalam sebuah berita yaitu Tribunnews.com, Jakarta — Mahkamah Agung
memperberat hukuman mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai
Demokrat,Angelina Sondakh alias Angie, terkait kasus korupsi Kementerian Pendidikan Nasional
serta Kementerian Pemuda dan Olahraga. Mantan Puteri Indonesia itu divonis 12 tahun penjara
dan hukuman denda Rp 500 juta dari vonis sebelumnya 4 tahun 6 bulan.
Selain itu, seperti dikutip Harian Kompas, Kamis (21/11/2013), majelis kasasi juga menjatuhkan
pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp 12,58 miliar dan 2,35 juta
dollar AS (sekitar Rp 27,4 miliar). Sebelumnya, baik Pengadilan Tindak Pidana Korupsi maupun
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, tidak menjatuhkan pidana uang pengganti.
Putusan tersebut diberikan oleh majelis kasasi yang dipimpin Ketua Kamar Pidana MA Artidjo
Alkostar dengan hakim anggota MS Lumme dan Mohammad Askin, Rabu (20/11/2013). Angie
dijerat Pasal 12 a Undang-Undang Pemberantasan Tipikor. MA membatalkan putusan
Pengadilan Tipikor dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menyatakan Angie melanggar Pasal
11 UU itu.
Menurut majelis kasasi, Angie dinilai aktif meminta dan menerima uang terkait proyek-proyek
di Kementerian Pendidikan Nasional serta Kementerian Pemuda dan Olahraga.
”Terdakwa aktif meminta imbalan uang atau fee kepada Mindo Rosalina Manulang sebesar 7
persen dari nilai proyek. Disepakati 5 persen. Dan (fee) ini harus sudah harus diberikan kepada
terdakwa 50 persen pada saat pembahasan anggaran dan 50 persen (sisanya) ketika DIPA
turun. Itu aktifnya dia (terdakwa) untuk membedakan antara Pasal 11 dan Pasal 12 a," ungkap
Artidjo kepada Kompas.
Menurut Artidjo, majelis kasasi juga mempertimbangkan peran Angie aktif memprakarsai
pertemuan dan memperkenalkan Mindo dengan Haris Iskandar, sekretaris pada Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional untuk mempermudah
penggiringan anggaran Kemendiknas.
”Terdakwa juga beberapa kali melakukan komunikasi dengan Mindo tentang tindak lanjut dan
perkembangan upaya penggiringan anggaran dan penyerahan imbalan uang atau fee. Terdakwa
lalu mendapat imbalan dari uang fee Rp 12,58 miliar dan 2,35 juta dollar AS,” ujarnya.