Anda di halaman 1dari 23

PERSAMPAHAN

PEDOMAN 10 TENATANG “3R (REDUCE, REUSE, RECYCLE)

1. PENDAHULUAN
Pengelolaan sampah 3R (Reduce, Reuse, Recycle) berbasis masyarakat merupakan paradigma
baru dalam pengelolaan sampah. Paradigma baru tersebut lebih ditekankan kepada
pengurangan sampah yang lebih arif dan ramah lingkungan.
Metode tersebut menekankan kepada tingkat perilaku konsumtif dari masyarakat serta
kedasaran terhadap kerusakan lingkungan akibat bahan tidak terpakai lagi yang berbentuk
sampah. Pengurangan sampah dengan metode 3R berbasis masyarakat lebih menekankan
kepada cara pengurangan sampah yang dibuang oleh individu, rumah, atau kawasan seperti RT
ataupun RW.
Dari pendekatan tersebut, maka di dalam pelaksanaan pengelolaan sampah 3R berbasis
masyarakat terdapat tiga kegiatan yang harus dilakukan secara sinergi dan berkesinambungan,
yaitu :
 Proses pengelolaan sampah sejak dikeluarkan oleh masyarakat
 Proses pemahaman masyarakat dalam pengelolaan sampah dengan metoda 3R.
 Proses pendampingan kepada masyarakat pelaku 3R.

2. PENGELOLAAN SAMPAH TERPADU BERBASIS MASYARAKAT


Konsep 3R adalah paradigma baru pada pola konsumsi dan produksi disemua tingkatan
dengan memberikan prioritas tertinggi pada pengelolaan limbah yang berorientasi pada
pencegahan timbulan sampah, minimalisasi limbah dan mendorong barang yang bisa
dikomposisi secara biologi (biodegradable) dan penerapan pembuangan limbah yang ramah
lingkungan.
Pelaksanaan 3R tidak hanya menyangkut masalah sosial dalam rangka mendorong perubahan
sikap dan pola pikir menuju terwujudnya masyarakat yang ramah lingkungan dan berkelanjutan
tetapi juga menyangkut pengaturan (manajemen) yang tepat dalam pelaksanaanya.
a. Prinsip 1 “Reduce” è segala aktifitas yang mampu mengurangi dan mencegah timbulan
sampah. Reduksi sampah merupakan upaya untuk mengurangi timbulan sampah dilingkungan
sumber dan bahkan dapat dilakukan sebelum sampah dihasilkan. Setiap sumber dapat
melakukan upaya reduksi sampah dengan cara merubah pola hidup konsumtif (ini
memerlukan kesadaran dan kemaunan masyarakat untuk merubah perilaku)
b. Prinsip 2 “Reuse” è Kegiatan penggunaan kembali sampah yang layak pakai untuk fungsi yang
sama atau yang lain. Seperti menggunakan kertas bolak-balik, menggunakan kembali botol
bekas minuman untuk tempat air, mengisi kaleng susu dengan susu refill, dll.
c. Prinsip 3 “Recycle” è Kegiatan mengelola sampah untuk dijadikan produk baru. Seperti
pengolahan sisa kain perca menjadi selimut, kain lap, kain keset, mengolah botol/plastik bekas
menjadi biji plastik untuk dicetak kembali menjadi ember, hanger, pot, mengolah kertas bekas
menajdi bubur kertas dan kembali dicetak menjadi kertas

3. PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT DIKAWASAN PEMUKIMAN


Dalam penerapannya perlu diperhatikan :
 Komposisi dan karakteristik sampah è untuk memperkirakan jumlah sampah yang dapat
dikurangi dan dimanfaatkan
 Karakteristik lokasi dan kondisi sosial-ekonomi masyarakat setempat è untuk
mengidentifikasi sumber sampah dan pola penanganan sampah 3R yang sesuai dengan
kemampuan masyarakat
 Metode penanganan sampah 3R untuk mendapatkan formula teknis, sarana dan prasarana
3R yang tepat dengan kondisi masyarakat setempat
 Proses pemberdayaan masyarakat, untuk menyiapkan masyarakat dalam perubahan pola
penanganan sampah dari konvensional (kumpul è angkut è buang) menjadi 3R
Misalnya : penghijauan dulu è kebersihan è buang sampah ditempatnya è pemilahan è daur
ulang
 Uji coba pengelolaan sebagai ajang pelatihan bagi masyarakat dalam melaksanakan berbagai
metode 3R
 Keberlanjutan pengelolaan è untuk menjadi kesinambungan proses pengelolaan sampah
yang dapat dilakukan oleh masyarakat secara mandiri
 Minimasi sampah seharusnya dilakukan sejek sampah belum terbentuk yaitu dengan
menghemat penggunaan bahan, membatasi konsumsi sesuai dengan kebutuhan, memilih
bahan yang mengandung sedikit sampah
 Upaya memanfaatkan sampah dilakukan dengan menggunakan kembali sampah sesuai
fungsinya seperti halnya pada penggunaan botol minuman atau kemasan lainnya
 Upaya mendaur ulang sampah dapat dilakukan dengan memilah sampah menurut jenisnya
baik yang memiliki nilai ekonomi sebagai material daur ulang (kertas, plastik, gelas/logam,
dll) maupun sampah B3 rumah tangga yang memerlukan penanganan khusus (baterai, lampu
neon, sisa insektisida) dan sampah bekas kemasan (mie instans dan plastik kemasan minyak)
 Pengomposan sampah diharapkan dapat diterapkan disumber (rumah tangga, kantor,
sekolah) yang akan secara signifikan mengurangi sampah pada tahap berikutnya

A) KONSEPSI PENANGANAN SAMPAH 3R SKALA RUMAH TANGGA


 Penanganan sampah hendaknya tidak lagi hanya bertumpu pada aktifitas pengumpulan,
pengangkutan dan pembuangan sampah
 Penanganan sampah skala rumah tangga diharapkan dapat menerapkan upaya minimisasi
yaitu dengan cara mengurangi, memanfaatkan kembali dan mendaur ulang sampah yang
dihasilkan
PENANGANAN SAMPAH DISUMBER
1) SKENARIO PEMILIHAN SAMPAH NON ORGANIK
Dilakukan dengan cara memilah sampah kertas, plastik, logam/kaca dimasing-masing
sumber dengan cara sederhana dan mudah dilakukan masyarakat setempat. Khusus
untuk sampah B3 rumah tangga, diperlukan wadah khusus yang pengumpulannya dapat
dilakukan sebulan sekali (sesuai kebutuhan). Hasil pemilahan sampah pada sumbernya
mempunyai kualitas yang lebih baik daripada pemilahan sampah yang dilakukan di TPA

2) SKENARIO PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK


Dibedakan antara sampah organik dari kebun dengan sampah organik dari dapur
 Dengan menggunakan metode lubang seperti di Rawajati, metode ini efektif untuk
kepadatan penduduk yang masih rendah
 Dengan komposter gentong (alasanya dilubangi dan diisi kerikil serta sekam)
merupakan cara sederhana karena seluruh sampah organik dimasukan kedalam
gentong
 Dengan Bin Takakura (keranjang yang dilapisi kertas karton, sekam padi dan kompos
matang) memerlukan sampah organik yang terseleksi dan pencacahan untuk
mempercepat pemotongan kompos

3) SKENARIO DAUR ULANG


Pemilihan sampah dimulai dengan memilah sampah organik dengan sampah non-organik
atau langsung menjadi beberapa jenis seperti sampah organik, kertas, plastik, kaleng,
sampah B3 rumah tangga
B) KONSEPSI PENANGANAN SAMPAH 3R SKALA KAWASAN
1. METODE OPERASIONAL PENANGANAN SAMPAH SKALA KAWASAN

 Perlu dibedakan tipe kawasan seperti kawasan komplek perumahan teratur (cakupan
pelayanan 1000 – 2000 unit rumah), kawasan perumahan tidak teratur (kumuh) atau
perumahan dibantaran sungai
 Diperlukan keterlibatan aktif masyarakat dalam upaya pengurangan volume dan
pemilihan sampah
 Diperlukan keterpaduan operasional pengelolaan sampah mulai dari sumber,
pengangkutan/pengumpulan, pemilahan sampah, pihak penerima bahan daur ulang
(lapak) dan pengangkutan residu ke TPA
 Diperlukan area kerja pengelolaan sampah terpadu skala kawasan yang disebut TPS3R,
yaitu area pembongkaran muatan gerobak, pemilahan, perajangan sampah,
pengomposan, tempat/container sampah residu, penyimpanan barang lapak dan
pencucian
 Kegiatan pengelolaan sampah di TPS3R meliputi pemilihan sampah, pembuatan kompos,
pengepakan bahan daur ulang, dll
 Pemilahan sampah di TPS3R dilakukan untuk beberapa jenis sampah seperti sampah B3
rumah tangga (selanjutnya akan dikelola sesuai dengan kebutuhan), sampah kertas,
plastik, logan/kaca (akan digunakan bahan daur ulang) dan sampah organik (akan
digunakan sebagai bahan pembuatan kompos)
 Pembuatan kompos di TPS3R dapat dilakukan dengan berbagai metode antara lain open
windrow
 Incinerator skala kecil tidak direkomendasikan kerena incinerator kecil hanya
direkomendasikan untuk sampah rumah sakit atau sampah khusus
 Sampah residu dilarang untuk dibakar ditempat, tetapi dibuang TPA

2. METODE OPERASIONAL SAMPAH SKALA KAWASAN


 Peralatan pengumpulan sampah dikawasan perumahan baru yang cukup luas dan jalan
lebar dapat dilakukan dengan menggunakan motor sampah kapasitas 1,2 m 3 Sedangkan
untuk kawasan perumahan non komplek dan perumahan kumuh (bantaran) dapat
dilakukan dengan gerobak
 Metode pengumpulan sampah dapat dilakukan secara individual (door to door) maupun
komunal (masyarakat membawa sendiri ke wadah / bin komunal yang sudah ditentukan)
 Motor/gerobak bisa dimodifikasi dengan sekat sesuai dengan jenis sampah

3. TEMPAT PENGELOLAAN SAMPAH TPS3R


Jadwal pengumpulan sampah non organik terpilah seperti kertas, plastik, logam/kaca
dapat dilakukan seminggu sekali, sedangkan untuk sampah yang tercampur harus
dilakukan minima 2 minggu sekali tergantung kapasitas pelayanan dan tipe kawasan
SKALA KAWASAN

A) LOKASI
Luas TPS3R bervariasi :
 Perumahan baru (cakupan pelayanan 2000 rumah) diperlukan TPS3R dengan luas
1000 m2
 Untuk cakupan pelayanan skala RW (200 rumah) diperlukan TPS3R seluas 200 – 500
m2
 TPS3R dengan luas 1000 m2 dapat menampung sampah dengan atau tanpa proses
pemilahan sampah disumber
 TPS3R dengan luas < 500 m2 hanya dapat menampung sampah dalam keadaan
terpilah (50%) dan sampah campur (50%)
 TPS3R dengan luas < 200 m2 sebaiknya hanya menampung sampah tercampur 20%
sedangkan untuk sampah yang sudah terpilah 80%

B) FASILITAS TPS3R
Meliputi wadah komunal, areal pemilahan dan areal composting dan juga dilengkapi
dengan fasilitas penunjang lain seperti saluran drainase, air bersih, listrik, barier (pagar
tanaman hidup) dan gudang penyimpanan bahan daur ulang maupun produk kompos serta
biodigester (opsional)

C) DAUR ULANG
 Sampah yang didaur ulang minimal kertas, plastik dan logam/kaca yang masih
memiliki nilai ekonomi tinggi dan untuk mendapatkan kualitas bahan daur ulang
yang baik, pemilahan sebaiknya dilakukan disumber
 Pemasaran produk daur ulang dapat dilakukan melalui kerja sama dengan pihak
lapak atau langsung dengan industri pemakai
 Daur ulang sampah B3 rumah tangga (terutama lampu baterai dan lampu neon)
dikumpulkan untuk proses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan perundangan yang
berlaku (PP 18/1999 tentang pengelolaan sampah B3)
 Daur ulang kemasan plastik (air mineral, makanan dan minuman dalam kemasan)
sebaiknya dimanfaatkan untuk kerajinan dan bahan baku yang lain

D) PEMBUATAN KOMPOS
 Sampah yang digunakan sebagai bahan baku kompos adalah sampah dapur yang
terpilah dan daun-daun
 Metode pembuatan kompos dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain
dengan open windrow dan caspary
 Perlu dianalisa kualitas terhadap produk kompos secara acak dengan parameer
warna, C/N rasio, kadarN,P,K dan logam berat
 Pemasaran produk kompos bekerjasama dengan pihak Koperasi dan Dinas
Kebersihan, Pertanian, Pertamanan, dll

Strategi Pasca Proyek

Strategi pasca proyek menjembatani kesenjangan antara pelaksanan proyek 3R dari sumber
dana APBN dengan kondisi proyek tersebut selesai dilaksanakan. Prnsipnya, 3R melalui Pusat
ditujukan sebagai modal awal bagi masyaraka untuk dapat melaksanakan program 3R berbasis
masyarakat. Modal awalnya berupa persiapan masyarakat,pembentukan kelembagaan pengelola
dan bimbingan penyusunan rencana kerja, alih informasi mengenai berbagai teknologi
pengelolaan sampah, dan penyedia fasilitas pengelolaan sampah 3R. Sebelum masa proyek 3R
APBN selesai, harus ada upaya untuk melancarkan proses alih pengelolaan sampah beserta
penyeahan fasilitasnya kepada Pemda setelah evaluasi ulang. Selanjutnya diharapkan Dinas
terkat di daerah-daerah yang menjadi pengerak masyarakat untuk mengelola sampahnya sendiri
berdasarkan prinsip 3R

Aspek Keberlanjutan Program

Aspek keberlanjutan pengelolaan sampah terpadu berbasis masyrakat merupakan hal


penting untuk menjaga kesinambungan proses pengelolaan yang sudah ada. Hal-hal yag perlu
diperhatikan dalam beberapa aspek keberlanjutan adalah :

 Adanya lembaga kelompok masyarakat sebagai organisasi pengelola yang tidak formal
 Adanya dukungan peraturan setingkat kelurahan untuk pelaksanaan pengelolaan sampah
berbasis masyarakat
 Adanya dana untuk operasional, pemeliharaan, investasi yang berasal dari iuran
masyarakat, hasil penjualan kompos
 Adanya dukungan teknologi ramah lingkungan dan tersedianya sarana prasarana
persampahan
 Adanya peran aktif masyarakat
 Adanya dukungan dari instansi pengelola sampah
 Adanya pendampingan dari LSM, Dinas terkait atu Konsultan mi 2 tahun
 Adanya pola monitoringdan evaluasi dai instansi terkait

Pembiayaan dan Intensif

 Kebutuhan biaya investasi pengadaan sarana dan prasarana


 Kebutuhan biaa operasi pengumpulan sampah dan operasionalTPS3R dan pemeliharaan
sarana dan prasarana
 Perhitungan iuran warga per bulanbsa memenuhi kebutuhan biaya investasi dan
operasional
 Biaya hasil penjualan kompos dan produk dauer ulang digunakan untuk kepentingan
sosial warga dan meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman
 Intensif berupa hasil penjualan material daur ulang dan produk komposserta bibit
tanaman

Dukungan Peraturan

 Ketentuan oranisai pengelola


 Tata laksana kerja
 Ketentuan teknis pengelolaan sampah terpadu berbasis masyarakat
PROSES PELAKSANAAN PENGELOLAAN SAMPAH 3R BERBASIS MASYARAKAT DI KAWASAN
PEMUKIMAN

Pendekatan pengelolaan sampah terpadu 3R berbasis masyarakat dikawasan pemukiman


memiliki beberapa tahapan, yaitu :

1. Tahap pertama
Meliputi kegiatan :
 Sosialisasi pengelolaan sampah dengan meotde 3R kepada sleuruh pemangku
kepentingan tingkat pusat yang bertujuan meyatukan persepsi terhadap masalah sampah
secara umum dan visi untuk tahun selanjutnya
 Sosialisasi dilakukan dengan cara seminar atau workshop yang dihadiri pengambil
keputusan tingkat pusat
2. Tahap kedua
Meliputi kegiatan :
 Seleksi kota/kabupaten yang akan melaksanakan program 3R berbasis masyarakat. Alasan
dilakukannya seleksi
 Anggaran program 3R berbasis masyarakat seluruhnya atau sebgian berasal dari pusat
 Diperlukannya komitmen yang jelas dan tegas
 Seleksi dilakukan dengan cara workshop regional yang dihadiri oleh perwakila
kota/kabupaten
 Tujuan workshop mengumpulkan kota yang berminat dan seleksi dilakukan jika anggaran
yang ada tidak memadai untuk membiayai seluruh kota dalam region
3. Tahap Ketiga
Meliputi kegatan :
 Seleksi lokasi yang dilakukan apda kota yang terpilih
 Tahap awal dari seleksi kota adala diperolehnya dafftar panjang dari lokasi yang sesui
kriteria
 Untuk memperoleh daftar pendek calon lokasi dipilih lokasi yang paling memenuhi syarat
program 3R
 Calon lokasi pada daftar pendek tersebut akan mengajukan proposal yang diikuti dengan
prsentasi
 Dapat juga dilakukan survey cepat oleh masyarakat ang berminat memprsentasikan
kepada pemangku kepentingan pada tingkat kampung
4. Tahap Keempat
 Pemilihan fasilitator yang bertugas menggalang masyarakat yang berminat melaksanakan
program 3R, bersama-sama mencari metoda penyelesaian masalah sampah, menggali
keinginan masayrakat, dan memberikan pelatihan serta pendampngan dalam program 3R
 Faislitator dipilih sesuai kapabilitas dan tingkat pemahamannya terhadap lingkungan dan
sampah
 Fasilitator dipilih dan digaji oleh penyelenggara program 3R
 Setelah masyaakat siap dan falilitator terpilih dilakukan sosialisasi dalam beberapa
pertemuan yang digalang oleh fasilitator yang dibantu beberapa tenaga ahli
 Selanjutnya survey lapangan baik dari kmposisi dan timbulan sampah serta sosial
masayarakat
 Survey dilakukan untuk mencari data dasar untuk pemilihan teknologi program
penyuluhan serta sebagai tolak uur kinerja pembanding keberhasilan dari program yang
akan dilaksanakan
5. Tahap kelima
Meliputi kegiatan :
 Pembuatan DED danRAB oleh konsultan lokal dan fasilitator kemudian diserahkan ke
Satker untuk pengadaan sarana dan prasarana 3R yang dilakukan dnegan sistem tender
terbuka
 Pembangunan ataupun pelaksanaan operasi pengelolaan sampah 3R dilakukan setelahg
masyarakat sepakat menerima metode yang akan dilakukan serta lokasinya
 Pembangunan TPS3R mulai dilakukan setelah status tanah jelas dan legal secara tertulis
 Proses pembangunan harus dilakukan bersama-sama dengan masyarakat sehingga
meminimalisasi penolakan sindrom Not In My Backyard

6. Tahap Keenam
Meliputi kegiatan :
 Pelaksanaan program 3R dapat dilaksanakan sekaligus atau bertahap sesuai kesiapan
masyarakat dan pendanaan
 Kegiatan pelaksanaan program didampingi oleh fasilitator dengan konsultan daerah jika
ad
 Monitoring dan evaluasi kinerja program 3R berupapengumpulan informasi seperti
pengukuran atau pengamat
 Kegiatan pengukuran dan pengamatan bermanfaat dalam manajemen pengelolaan
seperti
1. Menelusuri tahapan kemajuan dalam memenuhi perencanaan
awal, mencapai tujuan dan sasaran serta perbaikan selanjutnya
2. Menyediakan data untuk mendukung atau mengevaluasi
pengendalian operasional
3. Memantau pelaksanaan program 3R
4. Menyediakan data untuk evaluasi

Strategi Pasca Proyek 3R :

 Merancang manajemen program pembinaan/pendampingankemitraan antara pihak yang


terkait dengan pengelolaan sampah dan pelaku perdangan barang daur ulang dengan
kelompokswadaya mayarakat sebagai pengelola sampah
 Menagdakan serah terimaspengelolaan TPS3R beserta fasilitas penunjangnya dari Satker
Provinsi kepada Bupati/Walikota
7. Tahap Ketujuh
Meliputi Kegiatan :
 Keberlanjutan program, replikasi dan pengembangan
 Pertemuan dengan warga untuk mementuk komnitasyang lebih memamahi program 3R
 Penguata kapasitas seluruh pemangku kepentingan pada lokasi sehingga pengembangan
mudah dilakukan

Pada pelaksanaan program 3R berbasis masyarakat diperlukan panduan yang bisa mamberi
arahan kepada para pengeloladi daerah. Pedoman tersebut meliputi tahapan pelaksanaan
KESIMPULAN DAN PENUTUP

Kesimpulan

1. Pengelolaan sampah terpadu berbasis masyarakat melalui program 3R mulai saat ini
sebaiknya sudah diterapkan karena program ini berkaitan dengan kebijakan dan strategi
nasional pengembangan pengelolaan persampahan terutama yang berkaitan dengan
kebijakan pengurangan samoah sejak dari sumbernya
2. Proses pelaksanaan pengelolaan sampah 3R berbasis masyarakat harus mengikuti 7
tahapan, yaitu
8. Tahap pertama ( persiapan )
9. Tahap kedua ( seleksi kab/kota)
10. Tahap ketiga ( seleksi lokasi)
11. Tahap keempat ( penyiapan masyarakat,survey lapangan, pemilihan teknologi
penyusunan RKM)
12. Tahap kelima ( pembuatan DED&RAB, pengadaan sarana&prasarana 3R)
13. Tahap keenam ( pelaksanaan kegiatan 3R,money, dan strategi pasca proyek)
14. Tahap ketujuh ( keberlanjutan program dan replikasi)

Penutup

Buku 1 ini adalah pedoman umum yang akan dijelaskan lebih lanjut di buku2 tentang
pedoman perencanaan, buku 3 tentang pedoman pelaksanaan dan buku 4 tentang pedoman
monitoring evaluasi dan pengembangan.
PEMROSESAN AKHIR SAMPAH

Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) merupakan tempat dimana sampah mencapai


tahap terakhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul disumber, pengumpulan,
pemindahan/ pengangkutan, pengolahan dan pembuangan. TPA merupakan tempat
dimana sampah diisolasi secara aman agar tidak menimbulkan gangguan terhadap
lingkungan sekitarnya. Karenanya diperlukan penyediaan fasilitas dan perlakuan yang
benar agar keamanan tersebut dapat dicapai dengan baik.
Berdasarkan data SLHI tahun 2007 tentang kondisi TPA di Indonesia, sebagian
besar merupakan tempat penimbunan sampah terbuka (open dumping) sehingga
menimbulkan masalah pencemaran pada lingkungan. Data menyatakan bahwa 90% TPA
dioperasikan dengan open dumpingdan hanya 9% yang dioperasikan dengan controlled
landfill dan sanitary landfill. Perbaikan kondisi TPA sangat diperlukan dalam pengelolaan
sampah pada skala kota. Beberapa permasalahan yang sudah timbul terkait dengan
operasional TPA yaitu (Damanhuri, 1995):
1. Pertumbuhan vektor penyakit
Sampah merupakan sarang yang sesuai bagi berbagai vektor penyakit. Berbagai jenis
rodentisida dan insektisida seperti,tikus, lalat, kecoa, nyamuk, sering dijumpai di
lokasi ini.
 Pencemaran udara
Gas metana (CH4) yang dihasilkan dari tumpukan sampah ini, jika konsentrasinya
mencapai 5 – 15 % di udara, maka metana dapat mengakibatkan ledakan
 Pandangan tak sedap dan bau tak sedap
Meningkatnya jumlah timbulan sampah, selain sangat mengganggu estetika,
tumpukan sampah ini menimbulkan bau tak sedap .
 Asap pembakaran
Apabila dilakukan pembakaran, akan sangat mengganggu terutama dalam
transportasi dan gangguan kesehatan
 Pencemaran leachate
Leachate merupakan air hasil dekomposisi sampah, yang dapat meresap dan
mencemari air tanah.
 Kebisingan
Gangguan kebisingan ini lebih disebabkan karena adanya kegiatan operasi
kendaraan berat dalam TPA (baik angkutan pengangkut sampah maupun
kendaraan yang digunakan meratakan dan atau memadatkan sampah).
 Dampak sosial
Keresahan warga setempat akibat gangguan-gangguan yang disebutkan di atas.

TPA wajib dilengkapi dengan zona penyangga dan metode pembuangan akhirnya
dilakukan secara sanitary landfill (kota besar/metropolitan) dan controlled landfill (kota
sedang/kecil). Perlu dilakukan pemantauan kualitas hasil pengolahan leachate (efluen)
secara berkala. Regulasi berdasarkan UU No. 18 / 2008 mengisyaratkan ketentuan
penutupan TPA open dumping menjadi sanitarylandfill dalam waktu 5 (lima) tahun,
sehingga diperlukan berbagai upaya untuk melakukan revitalisasi TPA.
TPA yang dulu merupakan tempat pembuangan akhir, berdasarkan UU no 18 Tahun
2008 menjadi tempat pemrosesan akhir didefinisikan sebagai pemrosesan akhir sampah
dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke
media lingkungan secara aman. Selain itu di lokasi pemrosesan akhir tidak hanya ada
proses penimbunan sampah tetapi juga wajib terdapat 4 (empat) aktivitas utama
penanganan sampah di lokasi TPA, yaitu (Litbang PU, 2009):
 Pemilahan sampah
 Daur-ulang sampah non-hayati (an-organik)
 Pengomposan sampah hayati (organik)
 Pengurugan/penimbunan sampah residu dari proses di atas di lokasi pengurugan
atau penimbunan (landfill)
Landfill merupakan suatu kegiatan penimbunan sampah padat pada tanah. Jika
tanah memiliki muka air yang cukup dalam, tanah bisa digali, dan sampah bisa ditimbun
didalamnya. Metode ini kemudian dikembangkan menjadi sanitary landfill yaitu
penimbunan sampah dengan cara yang sehat dan tidak mencemari lingkungan. Sanitary
landfill didefinisikan sebagai sistem penimbunan sampah secara sehat dimana sampah
dibuang di tempat yang rendah atau parit yang digali untuk menampung sampah, lalu
sampah ditimbun dengan tanah yang dilakukan lapis demi lapis sedemikian rupa sehingga
sampah tidak berada di alam terbuka (Tchobanoglous, et al., 1993). Pada prinsipnya
landfill dibutuhkan karena:
 Pengurangan limbah di sumber, daur ulang atau minimasi limbah tidak dapat
menyingkirkan seluruh limbah
 Pengolahan limbah biasanya menghasilkan residu yang harus ditangani lebih lanjut
 Kadangkala limbah sulit diuraikan secara biologis, sulit diolah secara kimia, atau sulit
untuk dibakar
Berdasarkan peletakkan sampah di dalam sanitary landfill, maka klasifikasi dari landfill
dapat dibedakan menjadi:
a. Mengisi Lembah atau cekungan.
Metode ini biasa digunakan untuk penimbunan sampah yang dilakukan pada daerah
lembah, seperti tebing, jurang, cekungan kering, dan bekas galian. Metode ini dikenal
dengan depression method.
b. Mengupas Lahan secara bertahap
Pengupasan membentuk parit-parit tempat penimbunan sampah dikenal sebagai
metode trench. Metode ini digunakan pada area yang memiliki muka air tanah yang
dalam. Area yang digunakan digali dan dilapisi dengan bahan yang biasanya terbuat dari
membran sintetis, tanah liat dengan permeabilitas yang rendah (low-permeability clay),
atau kombinasi keduanya, untuk membatasi pergerakan leachate dan gasnya.
c. Menimbun Sampah di atas lahan.
Untuk daerah yang datar, dengan muka air tanah tinggi, dilakukan dengan cara
menimbun sampah di atas lahan. Cara ini dikenal sebagai metode area. Sampah
dibuang menyebar memanjang pada permukaan tanah, dan tiap lapis dalam proses
pengisian (biasanya per 1 hari), lapisan dipadatkan, dan ditutup dengan material
penutup setebal 15-30 cm. Luas area penyebaran bervariasi tergantung pada volume
timbulan sampah dan luas lahan yang tersedia
Beberapa penelitian dan perencanaan sanitary landfill melakukan berbagai upaya
inovasi untuk memperbaiki proses degradasi sampah di dalam landfill, antara lain:
a. Landfill semi anaerobic, yang berfungsi untuk mempercepat proses degradasi sampah
dan mengurangi dampak negatif dari leachate dengan melakukan proses resirkulasi
leachate ke dalam tumpukan sampah. Leachatedianggap sebagai nutrisi sebagai
sumber makanan bagi mikoorganisme di dalam sampah.
b. Landfill aerobic, dengan menambahkan oksigen ke dalam tumpukan sampah di sanitary
landfill yang berfungsi mempercepat proses degradasi sampah sehingga mendapatkan
material stabil seperti kompos.
c. Reusable landfill atau landfill mining and reclamation. Definisi dari proses ini adalah
sebuah sistem pengolahan sampah yang berkesinambungan dengan menggunakan
metode Supply Ruang Penampungan Sampah. Proses ini sering digunakan dalam
revitalisasi TPA, dimana material yang dapat digali dari TPA yang lama akan
dimanfaatkan. Bekas galian TPA akan dirancang untuk menerima sampah kembali
dengan konsep sanitary landfill

METODE PENGURUGAN

1. Metode trench atau ditch


Metode ini diterapkan ditanah yang datar. Dilakukan penggalian tanah secara berkala
untuk membuat parit sedalam dua sampai 3 meter. Tanah disimpan untuk dipakai
sabagai bahan penutup. Sampah diletakan di di dalam parit, disebarkan, dipadatkan dan
ditutup dengan tanah.
2. Metode Area
Untuk area yang datar dimana parit tidak bisa dibuat, sampah disimpan langsung diatas
tanah asli smapai ketinggian beberapa meter.Tanah penutup bisa diambil dari luar TPA
atau diambil dari bagian atas tanah.
3. Kombinasi kedua metode
Karena kedua cara ini sama dalam pengurugannya, maka keduanya dapat dikombinasikan
agar pemanfaatan tanah dan bahan penutup yang baik serta meningkatkan kinerja
operasi.
PEMBENTUKAN GAS DI DALAM LANDFILL

Landfill gas dihasilkan dari proses dekomposisi sampah yang tertimbun di dalam Landfill
oleh aktivitas mikroorganisme. Proses dekomposisi berlangsung secara anaerobik dengan
melalui beberapa tahapan yaitu :
a. Hydrolisis , yaitu pemecahan rantai karbon panjang menjadi rantai karbon yang
lebihsederhana pada proses degradasi sampah oleh mikroorganisme.
b. Acidogenesis, dari senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek dirubahmenjadi
asam asam organik akibat adanya aktivitas dari mikroorgansime acidogen.
c. Methanogenesis, adalah tahap degradasi yang menghasilkan gas methan dan gas lain
akibat aktivitas mikrooganisme pembentuk methan.

PEMBENTUKAN LEACHATE
Leachate bisa didefinisikan sebagai cairan yang telah melewati sampah yang telah
mengekstrasi material terlarut/tersuspensi dari sampah tersebut (Tchobanoglous,1993).
Leachate diproduksi ketika cairan melakukan kontak dengan sampah yang terutama
berasal dari buangan domestik, dimana hal tersebut tidak dapat dihindari pada lahan
pembuangan akhir. Leachate dihasilkan dari infiltrasi air hujan ke dalam tumpukan
sampah di TPA dan dari cairan yang terdapat di dalam sampah itu sendiri. Apabila tidak
terkontrol, landfill yang dipenuhi air leachate dapat mencemari air bawah tanah dan air
permukaan
Pada umumnya karakteristik leachate adalah : cairan berwarna coklat, mempunyai
kandungan organik (BOD,COD) tinggi, kandungan logam berat biasanya juga tinggi dan
berbau septik. Komposisi zat kimia dari leachate berubah-ubah tergantung pada
beberapa hal antara lain :
 Karakteristik dan Komposisi sampah
Secara alami, fraksi organik sampah dipengaruhi oleh degradasi sampah dalam landfill
dan juga kualitas leachate yang diproduksi. Hadirnya zat-zat beracun bagi bakteri
akan memperlambat proses degradasi.
 Jenis tanah penutup landfill
Porositas tanah penutup landfill akan mempengaruhi banyak tidaknya air hujan yang
masuk ke dalamnya yang nantinya juga akan mempengaruhi jumlah leachate yang
dihasilkan. Untuk itu diperlukan persyaratan khusus bagi tanah penutup harian
maupun tanah penutup akhir.
 Musim
Pergantian musim akan memberikan dampak yang berbeda pada jumlah produksi
leachate dan juga konsentrasinya. Pada musim penghujan jumlah leachate yang
dihasilkan umumnya akan lebih besar namun memiliki konsentrasi yang lebih rendah
dibandingkan pada saat musim kemarau karena air hujan yang masuk ke dalam
landfillakan berperan sebagai pengencer.
 pH dan kelembaban
Nilai pH akan mempengaruhi proses kimia yang merupakan basis dari transfer massa
dalam sistem leachate sampah.
 Umur Timbunan (Usia landfill)
Usia landfill dapat tercermin dari variasi komposisi leachate dan jumlah polutan yang
terkandung. Umur landfill berpengaruh penentuan karakteristik leachate yang akan
diatur oleh tipe proses stabilisasi.

Berdasarkan karakteristik dari leachate, pengolahan sangat diperlukan sebelum


leachate dibuang ke badan air. Pengolahan terutama bertujuan untuk mengurangi
kandungan bahan organik di dalam leachate, mengurangi kandungan nutrient seperti
NH4 dan kandungan logam berat yang diperkirakan ikut larut didalam leachate.
Pengolahan leachate bisanya merupakan kombinasi baik pengolahan fisik,kimia dan
biologis. Pengolahan leachate merupakan salah satu dari penanganan effluen leachate
yang dapat dilakukan.
Pemilihan proses pengolahan leachate sangat ditentukan oleh berbagai faktor,
yang terpenting adalah; baku mutu (standar) efluent leachate, ketersediaan lahan,
kemampuan sumberdaya manusia dan kemampuan ekonomi.
Pengolahan leachate merupakan pengolahan kombinasi antara fisik-kimia dan
biologi. Pengolahan fisik bertujuan mengurangi zat padat baik tersuspensi maupun
terlarut di dalam leachate. Pengolahan ini biasanya digabungkan dengan pengolahan
kimia dan biologis. Pengolahan secara kimiawi bertujuan mengurangi kandungan ion-ion
di dalam leachate dan proses koagulasi dan flokulasi untuk mengurangi kandungan zat
padat tersuspensi di dalam leachate. Proses pengolahan biologis tertutama gabungan dari
pengolahan anerobik dan aerobik bertujuan mengurangi kandungan bahan organic di
dalam leachate. Alternatif sistem pengolahan yang dapat digunakan untuk mengolah
leachate adalah sebagai berikut (Hermana, 2007):
1) Pengolahan dengan Proses Biologis
- Kombinasi Kolam Stabilisasi, untuk lokasi denganketersediaan lahan yang memadai,
dengan alternatif kombinasi sebagai berikut:
o Kolam Anaerobik, Fakultatif, Maturasi dan Biofilter (alternatif 1)
o Kolam Anaerobik, Fakultatif, Maturasi dan land treatment/ Wetland (alternatif
2)
Kombinasi Proses Pengolahan Anaerobik – Aerobik, untuk lokasi dengan
ketersediaan lahan yang lebih terbatas, yaitu kombinasi antara Anaerobic Baffled
Reactor (ABR) dengan Aerated Lagoon (alternatif 3)

2) Pengolahan dengan Proses Fisika-Kimia


Pengolahan ini tepat digunakan apabila dikehendaki kualitas efluen leachate yang lebih
baik sehingga dapat digunakan untuk proses penyiraman atau pembersihan peralatan
dalam lokasi TPA atau dibuang ke badan air Kelas II (PP No. 82 Tahun2001). Kombinasi
sistem pengolahan yang digunakan adalah sebagai berikut:
- Proses Koagulasi - Flokulasi, Sedimentasi, Kolam Anaerobik atau ABR (alternatif 4)
- Proses Koagulasi - Flokulasi, Sedimentasi I, Aerated Lagoon, Sedimentasi II (alternatif
5)

PERSYARATAN LOKASI TPA

Pemilihan lokasi TPA sampah perkotaan harus sesuai dengan ketentuan yang ada (SNI
03-3241- 1994 tentang tata cara pemilihan lokasi TPA)
 Jenis dan Fungsi sarana TPA
Untuk dapat dioperasikan dengan baik maka TPA perlu dilengkapi dengan prasarana
dan sarana yang meliputi:
a. Prasarana Jalan
Semakin baik kondisi jalan ke TPA akan semakin lancar kegiatan pengangkutan sehingga
efisiensi keduanya menjadi tinggi.Dalam hal ini TPA perlu dilengkapi dengan: Jalan
masuk/akses, yang menghubungkan TPA dengan jalan umum yang telah tersedia dengan
spesifikasi jalan, termasuk jembatan, sesuai dengan tonnase beban kendaraan; Jalan
penghubung, yang menghubungkan antara satu bagian dengan bagian lain dalam wilayah
TPA; Jalan operasi/kerja, yang diperlukan oleh kendaraan pengangkut menuju titik
pembongkaran sampah (working face). Pada TPA dengan luas dan kapasitas pembuangan
yang terbatas biasanya jalan penghubung dapat juga berfungsi sekaligus sebagai jalan
kerja/operasi.
b. Prasarana Drainase
Drainase di TPA berfungsi untuk mengendalikan aliran limpasan air hujan dengan tujuan
untuk memperkecil aliran yang masuk ke timbunan sampah. Seperti diketahui, air hujan
merupakan faktor utama terhadap debit leachate yang dihasilkan. Semakin kecil
rembesan air hujan yang masuk ke timbunan sampah akan semakin kecil pula
debit leachate yang dihasilkan yang pada gilirannya akan memperkecil kebutuhan unit
pengolahannya.

c. Fasilitas Penerimaan
Fasilitas penerimaan dimaksudkan sebagai tempat pemeriksaan sampah yang datang,
penimbangan, pencatatan data, dan pengaturan kedatangan truk sampah. Pada
umumnya fasilitas ini dibangun berupa pos pengendali dan pencatatan sampah di pintu
masuk TPA. Pada TPA besar dimana kapasitas pembuangan telah melampaui 50 ton/hari
maka dianjurkan penggunaan jembatan timbang untuk efisiensi dan ketepatan
pendataan. Sementara TPA kecil bahkan dapat memanfaatkan pos tersebut sekaligus
sebagai kantor TPA sederhana dimana kegiatan administrasi ringan dapat dijalankan.
d. Lapisan Kedap Air
Lapisan kedap air berfungsi untuk mencegah rembesanair leachate yang mengalir ke
dasar TPA dan/atau kolam pengolahan leachate ke dalam lapisan tanah di bawahnya.
Untuk itu lapisan ini harus dipasang di seluruh permukaan dalam TPA dan/atau kolam
pengolahan leachate, baik dasar maupun dinding.
e. Fasilitas Pengamanan Gas
Gas yang terbentuk di TPA umumnya berupa gas karbondioksida (CO2), dan metan(CH4)
dengan komposisi hampir sama; disamping gas-gas lain yang sangat sedikit jumlahnya
seperti hidrogen sulfida (H2S), dan ammonia (NH3). Kedua gas gas karbon dioksida (CO2),
dan metan (CH4) memiliki potensi besar dalam proses pemanasan global terutama gas
metan; karenanya perlu dilakukan pengendalian agar gas tersebut tidak dibiarkan lepas
bebas ke atmosfer. Untuk itu perlu dipasang pipa-pipa ventilasi agar gas dapat keluar dari
timbunan sampah pada titik-titik tertentu. Untuk ini perlu diperhatikan kualitas dan
kondisi tanah penutup TPA. Tanah penutupyang porous atau banyak memiliki rekahan
akan menyebabkan gas lebih mudah lepas ke udara bebas. Pengolahan gas metan dengan
cara pembakaran sederhana dapat menurunkan potensinya dalam pemanasan global.

f. Fasilitas Pengamanan Leachate


Leachate merupakan air yang terbentuk dalam timbunan sampah yang melarutkan
banyak sekali senyawa yang ada sehingga memiliki kandungan pencemar khususnya zat
organik sangat tinggi.Tahap pertama pengamanan adalah dengan membuat fasilitas
pengumpul leachate yang dapat terbuat dari: perpipaan berlubang-lubang, saluran
pengumpul maupun pengaturan kemiringan dasar TPA; sehingga leachate secara
otomatis begitu mencapai dasar TPA akan bergerak sesuai kemiringan yang ada
mengarah pada titik pengumpulan yang disediakan. Pengolahan leachate dapat
menerapkan beberapa metode diantaranya: penguapan/evaporasi terutama untuk
daerah dengan kondisi iklim kering, sirkulasi leachate ke dalam timbunan TPA untuk
menurunkan baik kuantitas maupun kualitas pencemarnya, atau pengolahan biologis
seperti halnya pengolahan air limbah.
g. Penutup
Salah satu yang membedakan antara sanitary landfill dan open dumping adalah
penggunaaan bahan penutup untuk memisahkan sampah dari lingkungan luar pada
setiap akhir hari kerja .
h. Alat Berat
Alat berat yang sering digunakan di TPA umumnya berupa: bulldozer, excavator
danloader. Setiap jenis peralatan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda dalam
operasionalnya.
i. Penghijauan
Penghijauan lahan TPA diperlukan untuk beberapa maksud diantaranya adalah:
peningkatan estetika lingkungan, sebagai buffer zone untuk pencegahan bau dan lalat
yang berlebihan.
j. Fasilitas Penunjang
Beberapa fasilitas penunjang masih diperlukan untuk membantu pengoperasian TPA yang
baik diantaranya: pemadam kebakaran, kesehatan/keselamatan kerja, toilet, dan lain lain.

Anda mungkin juga menyukai