1. PENDAHULUAN
Pengelolaan sampah 3R (Reduce, Reuse, Recycle) berbasis masyarakat merupakan paradigma
baru dalam pengelolaan sampah. Paradigma baru tersebut lebih ditekankan kepada
pengurangan sampah yang lebih arif dan ramah lingkungan.
Metode tersebut menekankan kepada tingkat perilaku konsumtif dari masyarakat serta
kedasaran terhadap kerusakan lingkungan akibat bahan tidak terpakai lagi yang berbentuk
sampah. Pengurangan sampah dengan metode 3R berbasis masyarakat lebih menekankan
kepada cara pengurangan sampah yang dibuang oleh individu, rumah, atau kawasan seperti RT
ataupun RW.
Dari pendekatan tersebut, maka di dalam pelaksanaan pengelolaan sampah 3R berbasis
masyarakat terdapat tiga kegiatan yang harus dilakukan secara sinergi dan berkesinambungan,
yaitu :
Proses pengelolaan sampah sejak dikeluarkan oleh masyarakat
Proses pemahaman masyarakat dalam pengelolaan sampah dengan metoda 3R.
Proses pendampingan kepada masyarakat pelaku 3R.
Perlu dibedakan tipe kawasan seperti kawasan komplek perumahan teratur (cakupan
pelayanan 1000 – 2000 unit rumah), kawasan perumahan tidak teratur (kumuh) atau
perumahan dibantaran sungai
Diperlukan keterlibatan aktif masyarakat dalam upaya pengurangan volume dan
pemilihan sampah
Diperlukan keterpaduan operasional pengelolaan sampah mulai dari sumber,
pengangkutan/pengumpulan, pemilahan sampah, pihak penerima bahan daur ulang
(lapak) dan pengangkutan residu ke TPA
Diperlukan area kerja pengelolaan sampah terpadu skala kawasan yang disebut TPS3R,
yaitu area pembongkaran muatan gerobak, pemilahan, perajangan sampah,
pengomposan, tempat/container sampah residu, penyimpanan barang lapak dan
pencucian
Kegiatan pengelolaan sampah di TPS3R meliputi pemilihan sampah, pembuatan kompos,
pengepakan bahan daur ulang, dll
Pemilahan sampah di TPS3R dilakukan untuk beberapa jenis sampah seperti sampah B3
rumah tangga (selanjutnya akan dikelola sesuai dengan kebutuhan), sampah kertas,
plastik, logan/kaca (akan digunakan bahan daur ulang) dan sampah organik (akan
digunakan sebagai bahan pembuatan kompos)
Pembuatan kompos di TPS3R dapat dilakukan dengan berbagai metode antara lain open
windrow
Incinerator skala kecil tidak direkomendasikan kerena incinerator kecil hanya
direkomendasikan untuk sampah rumah sakit atau sampah khusus
Sampah residu dilarang untuk dibakar ditempat, tetapi dibuang TPA
A) LOKASI
Luas TPS3R bervariasi :
Perumahan baru (cakupan pelayanan 2000 rumah) diperlukan TPS3R dengan luas
1000 m2
Untuk cakupan pelayanan skala RW (200 rumah) diperlukan TPS3R seluas 200 – 500
m2
TPS3R dengan luas 1000 m2 dapat menampung sampah dengan atau tanpa proses
pemilahan sampah disumber
TPS3R dengan luas < 500 m2 hanya dapat menampung sampah dalam keadaan
terpilah (50%) dan sampah campur (50%)
TPS3R dengan luas < 200 m2 sebaiknya hanya menampung sampah tercampur 20%
sedangkan untuk sampah yang sudah terpilah 80%
B) FASILITAS TPS3R
Meliputi wadah komunal, areal pemilahan dan areal composting dan juga dilengkapi
dengan fasilitas penunjang lain seperti saluran drainase, air bersih, listrik, barier (pagar
tanaman hidup) dan gudang penyimpanan bahan daur ulang maupun produk kompos serta
biodigester (opsional)
C) DAUR ULANG
Sampah yang didaur ulang minimal kertas, plastik dan logam/kaca yang masih
memiliki nilai ekonomi tinggi dan untuk mendapatkan kualitas bahan daur ulang
yang baik, pemilahan sebaiknya dilakukan disumber
Pemasaran produk daur ulang dapat dilakukan melalui kerja sama dengan pihak
lapak atau langsung dengan industri pemakai
Daur ulang sampah B3 rumah tangga (terutama lampu baterai dan lampu neon)
dikumpulkan untuk proses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan perundangan yang
berlaku (PP 18/1999 tentang pengelolaan sampah B3)
Daur ulang kemasan plastik (air mineral, makanan dan minuman dalam kemasan)
sebaiknya dimanfaatkan untuk kerajinan dan bahan baku yang lain
D) PEMBUATAN KOMPOS
Sampah yang digunakan sebagai bahan baku kompos adalah sampah dapur yang
terpilah dan daun-daun
Metode pembuatan kompos dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain
dengan open windrow dan caspary
Perlu dianalisa kualitas terhadap produk kompos secara acak dengan parameer
warna, C/N rasio, kadarN,P,K dan logam berat
Pemasaran produk kompos bekerjasama dengan pihak Koperasi dan Dinas
Kebersihan, Pertanian, Pertamanan, dll
Strategi pasca proyek menjembatani kesenjangan antara pelaksanan proyek 3R dari sumber
dana APBN dengan kondisi proyek tersebut selesai dilaksanakan. Prnsipnya, 3R melalui Pusat
ditujukan sebagai modal awal bagi masyaraka untuk dapat melaksanakan program 3R berbasis
masyarakat. Modal awalnya berupa persiapan masyarakat,pembentukan kelembagaan pengelola
dan bimbingan penyusunan rencana kerja, alih informasi mengenai berbagai teknologi
pengelolaan sampah, dan penyedia fasilitas pengelolaan sampah 3R. Sebelum masa proyek 3R
APBN selesai, harus ada upaya untuk melancarkan proses alih pengelolaan sampah beserta
penyeahan fasilitasnya kepada Pemda setelah evaluasi ulang. Selanjutnya diharapkan Dinas
terkat di daerah-daerah yang menjadi pengerak masyarakat untuk mengelola sampahnya sendiri
berdasarkan prinsip 3R
Adanya lembaga kelompok masyarakat sebagai organisasi pengelola yang tidak formal
Adanya dukungan peraturan setingkat kelurahan untuk pelaksanaan pengelolaan sampah
berbasis masyarakat
Adanya dana untuk operasional, pemeliharaan, investasi yang berasal dari iuran
masyarakat, hasil penjualan kompos
Adanya dukungan teknologi ramah lingkungan dan tersedianya sarana prasarana
persampahan
Adanya peran aktif masyarakat
Adanya dukungan dari instansi pengelola sampah
Adanya pendampingan dari LSM, Dinas terkait atu Konsultan mi 2 tahun
Adanya pola monitoringdan evaluasi dai instansi terkait
Dukungan Peraturan
1. Tahap pertama
Meliputi kegiatan :
Sosialisasi pengelolaan sampah dengan meotde 3R kepada sleuruh pemangku
kepentingan tingkat pusat yang bertujuan meyatukan persepsi terhadap masalah sampah
secara umum dan visi untuk tahun selanjutnya
Sosialisasi dilakukan dengan cara seminar atau workshop yang dihadiri pengambil
keputusan tingkat pusat
2. Tahap kedua
Meliputi kegiatan :
Seleksi kota/kabupaten yang akan melaksanakan program 3R berbasis masyarakat. Alasan
dilakukannya seleksi
Anggaran program 3R berbasis masyarakat seluruhnya atau sebgian berasal dari pusat
Diperlukannya komitmen yang jelas dan tegas
Seleksi dilakukan dengan cara workshop regional yang dihadiri oleh perwakila
kota/kabupaten
Tujuan workshop mengumpulkan kota yang berminat dan seleksi dilakukan jika anggaran
yang ada tidak memadai untuk membiayai seluruh kota dalam region
3. Tahap Ketiga
Meliputi kegatan :
Seleksi lokasi yang dilakukan apda kota yang terpilih
Tahap awal dari seleksi kota adala diperolehnya dafftar panjang dari lokasi yang sesui
kriteria
Untuk memperoleh daftar pendek calon lokasi dipilih lokasi yang paling memenuhi syarat
program 3R
Calon lokasi pada daftar pendek tersebut akan mengajukan proposal yang diikuti dengan
prsentasi
Dapat juga dilakukan survey cepat oleh masyarakat ang berminat memprsentasikan
kepada pemangku kepentingan pada tingkat kampung
4. Tahap Keempat
Pemilihan fasilitator yang bertugas menggalang masyarakat yang berminat melaksanakan
program 3R, bersama-sama mencari metoda penyelesaian masalah sampah, menggali
keinginan masayrakat, dan memberikan pelatihan serta pendampngan dalam program 3R
Faislitator dipilih sesuai kapabilitas dan tingkat pemahamannya terhadap lingkungan dan
sampah
Fasilitator dipilih dan digaji oleh penyelenggara program 3R
Setelah masyaakat siap dan falilitator terpilih dilakukan sosialisasi dalam beberapa
pertemuan yang digalang oleh fasilitator yang dibantu beberapa tenaga ahli
Selanjutnya survey lapangan baik dari kmposisi dan timbulan sampah serta sosial
masayarakat
Survey dilakukan untuk mencari data dasar untuk pemilihan teknologi program
penyuluhan serta sebagai tolak uur kinerja pembanding keberhasilan dari program yang
akan dilaksanakan
5. Tahap kelima
Meliputi kegiatan :
Pembuatan DED danRAB oleh konsultan lokal dan fasilitator kemudian diserahkan ke
Satker untuk pengadaan sarana dan prasarana 3R yang dilakukan dnegan sistem tender
terbuka
Pembangunan ataupun pelaksanaan operasi pengelolaan sampah 3R dilakukan setelahg
masyarakat sepakat menerima metode yang akan dilakukan serta lokasinya
Pembangunan TPS3R mulai dilakukan setelah status tanah jelas dan legal secara tertulis
Proses pembangunan harus dilakukan bersama-sama dengan masyarakat sehingga
meminimalisasi penolakan sindrom Not In My Backyard
6. Tahap Keenam
Meliputi kegiatan :
Pelaksanaan program 3R dapat dilaksanakan sekaligus atau bertahap sesuai kesiapan
masyarakat dan pendanaan
Kegiatan pelaksanaan program didampingi oleh fasilitator dengan konsultan daerah jika
ad
Monitoring dan evaluasi kinerja program 3R berupapengumpulan informasi seperti
pengukuran atau pengamat
Kegiatan pengukuran dan pengamatan bermanfaat dalam manajemen pengelolaan
seperti
1. Menelusuri tahapan kemajuan dalam memenuhi perencanaan
awal, mencapai tujuan dan sasaran serta perbaikan selanjutnya
2. Menyediakan data untuk mendukung atau mengevaluasi
pengendalian operasional
3. Memantau pelaksanaan program 3R
4. Menyediakan data untuk evaluasi
Pada pelaksanaan program 3R berbasis masyarakat diperlukan panduan yang bisa mamberi
arahan kepada para pengeloladi daerah. Pedoman tersebut meliputi tahapan pelaksanaan
KESIMPULAN DAN PENUTUP
Kesimpulan
1. Pengelolaan sampah terpadu berbasis masyarakat melalui program 3R mulai saat ini
sebaiknya sudah diterapkan karena program ini berkaitan dengan kebijakan dan strategi
nasional pengembangan pengelolaan persampahan terutama yang berkaitan dengan
kebijakan pengurangan samoah sejak dari sumbernya
2. Proses pelaksanaan pengelolaan sampah 3R berbasis masyarakat harus mengikuti 7
tahapan, yaitu
8. Tahap pertama ( persiapan )
9. Tahap kedua ( seleksi kab/kota)
10. Tahap ketiga ( seleksi lokasi)
11. Tahap keempat ( penyiapan masyarakat,survey lapangan, pemilihan teknologi
penyusunan RKM)
12. Tahap kelima ( pembuatan DED&RAB, pengadaan sarana&prasarana 3R)
13. Tahap keenam ( pelaksanaan kegiatan 3R,money, dan strategi pasca proyek)
14. Tahap ketujuh ( keberlanjutan program dan replikasi)
Penutup
Buku 1 ini adalah pedoman umum yang akan dijelaskan lebih lanjut di buku2 tentang
pedoman perencanaan, buku 3 tentang pedoman pelaksanaan dan buku 4 tentang pedoman
monitoring evaluasi dan pengembangan.
PEMROSESAN AKHIR SAMPAH
TPA wajib dilengkapi dengan zona penyangga dan metode pembuangan akhirnya
dilakukan secara sanitary landfill (kota besar/metropolitan) dan controlled landfill (kota
sedang/kecil). Perlu dilakukan pemantauan kualitas hasil pengolahan leachate (efluen)
secara berkala. Regulasi berdasarkan UU No. 18 / 2008 mengisyaratkan ketentuan
penutupan TPA open dumping menjadi sanitarylandfill dalam waktu 5 (lima) tahun,
sehingga diperlukan berbagai upaya untuk melakukan revitalisasi TPA.
TPA yang dulu merupakan tempat pembuangan akhir, berdasarkan UU no 18 Tahun
2008 menjadi tempat pemrosesan akhir didefinisikan sebagai pemrosesan akhir sampah
dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke
media lingkungan secara aman. Selain itu di lokasi pemrosesan akhir tidak hanya ada
proses penimbunan sampah tetapi juga wajib terdapat 4 (empat) aktivitas utama
penanganan sampah di lokasi TPA, yaitu (Litbang PU, 2009):
Pemilahan sampah
Daur-ulang sampah non-hayati (an-organik)
Pengomposan sampah hayati (organik)
Pengurugan/penimbunan sampah residu dari proses di atas di lokasi pengurugan
atau penimbunan (landfill)
Landfill merupakan suatu kegiatan penimbunan sampah padat pada tanah. Jika
tanah memiliki muka air yang cukup dalam, tanah bisa digali, dan sampah bisa ditimbun
didalamnya. Metode ini kemudian dikembangkan menjadi sanitary landfill yaitu
penimbunan sampah dengan cara yang sehat dan tidak mencemari lingkungan. Sanitary
landfill didefinisikan sebagai sistem penimbunan sampah secara sehat dimana sampah
dibuang di tempat yang rendah atau parit yang digali untuk menampung sampah, lalu
sampah ditimbun dengan tanah yang dilakukan lapis demi lapis sedemikian rupa sehingga
sampah tidak berada di alam terbuka (Tchobanoglous, et al., 1993). Pada prinsipnya
landfill dibutuhkan karena:
Pengurangan limbah di sumber, daur ulang atau minimasi limbah tidak dapat
menyingkirkan seluruh limbah
Pengolahan limbah biasanya menghasilkan residu yang harus ditangani lebih lanjut
Kadangkala limbah sulit diuraikan secara biologis, sulit diolah secara kimia, atau sulit
untuk dibakar
Berdasarkan peletakkan sampah di dalam sanitary landfill, maka klasifikasi dari landfill
dapat dibedakan menjadi:
a. Mengisi Lembah atau cekungan.
Metode ini biasa digunakan untuk penimbunan sampah yang dilakukan pada daerah
lembah, seperti tebing, jurang, cekungan kering, dan bekas galian. Metode ini dikenal
dengan depression method.
b. Mengupas Lahan secara bertahap
Pengupasan membentuk parit-parit tempat penimbunan sampah dikenal sebagai
metode trench. Metode ini digunakan pada area yang memiliki muka air tanah yang
dalam. Area yang digunakan digali dan dilapisi dengan bahan yang biasanya terbuat dari
membran sintetis, tanah liat dengan permeabilitas yang rendah (low-permeability clay),
atau kombinasi keduanya, untuk membatasi pergerakan leachate dan gasnya.
c. Menimbun Sampah di atas lahan.
Untuk daerah yang datar, dengan muka air tanah tinggi, dilakukan dengan cara
menimbun sampah di atas lahan. Cara ini dikenal sebagai metode area. Sampah
dibuang menyebar memanjang pada permukaan tanah, dan tiap lapis dalam proses
pengisian (biasanya per 1 hari), lapisan dipadatkan, dan ditutup dengan material
penutup setebal 15-30 cm. Luas area penyebaran bervariasi tergantung pada volume
timbulan sampah dan luas lahan yang tersedia
Beberapa penelitian dan perencanaan sanitary landfill melakukan berbagai upaya
inovasi untuk memperbaiki proses degradasi sampah di dalam landfill, antara lain:
a. Landfill semi anaerobic, yang berfungsi untuk mempercepat proses degradasi sampah
dan mengurangi dampak negatif dari leachate dengan melakukan proses resirkulasi
leachate ke dalam tumpukan sampah. Leachatedianggap sebagai nutrisi sebagai
sumber makanan bagi mikoorganisme di dalam sampah.
b. Landfill aerobic, dengan menambahkan oksigen ke dalam tumpukan sampah di sanitary
landfill yang berfungsi mempercepat proses degradasi sampah sehingga mendapatkan
material stabil seperti kompos.
c. Reusable landfill atau landfill mining and reclamation. Definisi dari proses ini adalah
sebuah sistem pengolahan sampah yang berkesinambungan dengan menggunakan
metode Supply Ruang Penampungan Sampah. Proses ini sering digunakan dalam
revitalisasi TPA, dimana material yang dapat digali dari TPA yang lama akan
dimanfaatkan. Bekas galian TPA akan dirancang untuk menerima sampah kembali
dengan konsep sanitary landfill
METODE PENGURUGAN
Landfill gas dihasilkan dari proses dekomposisi sampah yang tertimbun di dalam Landfill
oleh aktivitas mikroorganisme. Proses dekomposisi berlangsung secara anaerobik dengan
melalui beberapa tahapan yaitu :
a. Hydrolisis , yaitu pemecahan rantai karbon panjang menjadi rantai karbon yang
lebihsederhana pada proses degradasi sampah oleh mikroorganisme.
b. Acidogenesis, dari senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek dirubahmenjadi
asam asam organik akibat adanya aktivitas dari mikroorgansime acidogen.
c. Methanogenesis, adalah tahap degradasi yang menghasilkan gas methan dan gas lain
akibat aktivitas mikrooganisme pembentuk methan.
PEMBENTUKAN LEACHATE
Leachate bisa didefinisikan sebagai cairan yang telah melewati sampah yang telah
mengekstrasi material terlarut/tersuspensi dari sampah tersebut (Tchobanoglous,1993).
Leachate diproduksi ketika cairan melakukan kontak dengan sampah yang terutama
berasal dari buangan domestik, dimana hal tersebut tidak dapat dihindari pada lahan
pembuangan akhir. Leachate dihasilkan dari infiltrasi air hujan ke dalam tumpukan
sampah di TPA dan dari cairan yang terdapat di dalam sampah itu sendiri. Apabila tidak
terkontrol, landfill yang dipenuhi air leachate dapat mencemari air bawah tanah dan air
permukaan
Pada umumnya karakteristik leachate adalah : cairan berwarna coklat, mempunyai
kandungan organik (BOD,COD) tinggi, kandungan logam berat biasanya juga tinggi dan
berbau septik. Komposisi zat kimia dari leachate berubah-ubah tergantung pada
beberapa hal antara lain :
Karakteristik dan Komposisi sampah
Secara alami, fraksi organik sampah dipengaruhi oleh degradasi sampah dalam landfill
dan juga kualitas leachate yang diproduksi. Hadirnya zat-zat beracun bagi bakteri
akan memperlambat proses degradasi.
Jenis tanah penutup landfill
Porositas tanah penutup landfill akan mempengaruhi banyak tidaknya air hujan yang
masuk ke dalamnya yang nantinya juga akan mempengaruhi jumlah leachate yang
dihasilkan. Untuk itu diperlukan persyaratan khusus bagi tanah penutup harian
maupun tanah penutup akhir.
Musim
Pergantian musim akan memberikan dampak yang berbeda pada jumlah produksi
leachate dan juga konsentrasinya. Pada musim penghujan jumlah leachate yang
dihasilkan umumnya akan lebih besar namun memiliki konsentrasi yang lebih rendah
dibandingkan pada saat musim kemarau karena air hujan yang masuk ke dalam
landfillakan berperan sebagai pengencer.
pH dan kelembaban
Nilai pH akan mempengaruhi proses kimia yang merupakan basis dari transfer massa
dalam sistem leachate sampah.
Umur Timbunan (Usia landfill)
Usia landfill dapat tercermin dari variasi komposisi leachate dan jumlah polutan yang
terkandung. Umur landfill berpengaruh penentuan karakteristik leachate yang akan
diatur oleh tipe proses stabilisasi.
Pemilihan lokasi TPA sampah perkotaan harus sesuai dengan ketentuan yang ada (SNI
03-3241- 1994 tentang tata cara pemilihan lokasi TPA)
Jenis dan Fungsi sarana TPA
Untuk dapat dioperasikan dengan baik maka TPA perlu dilengkapi dengan prasarana
dan sarana yang meliputi:
a. Prasarana Jalan
Semakin baik kondisi jalan ke TPA akan semakin lancar kegiatan pengangkutan sehingga
efisiensi keduanya menjadi tinggi.Dalam hal ini TPA perlu dilengkapi dengan: Jalan
masuk/akses, yang menghubungkan TPA dengan jalan umum yang telah tersedia dengan
spesifikasi jalan, termasuk jembatan, sesuai dengan tonnase beban kendaraan; Jalan
penghubung, yang menghubungkan antara satu bagian dengan bagian lain dalam wilayah
TPA; Jalan operasi/kerja, yang diperlukan oleh kendaraan pengangkut menuju titik
pembongkaran sampah (working face). Pada TPA dengan luas dan kapasitas pembuangan
yang terbatas biasanya jalan penghubung dapat juga berfungsi sekaligus sebagai jalan
kerja/operasi.
b. Prasarana Drainase
Drainase di TPA berfungsi untuk mengendalikan aliran limpasan air hujan dengan tujuan
untuk memperkecil aliran yang masuk ke timbunan sampah. Seperti diketahui, air hujan
merupakan faktor utama terhadap debit leachate yang dihasilkan. Semakin kecil
rembesan air hujan yang masuk ke timbunan sampah akan semakin kecil pula
debit leachate yang dihasilkan yang pada gilirannya akan memperkecil kebutuhan unit
pengolahannya.
c. Fasilitas Penerimaan
Fasilitas penerimaan dimaksudkan sebagai tempat pemeriksaan sampah yang datang,
penimbangan, pencatatan data, dan pengaturan kedatangan truk sampah. Pada
umumnya fasilitas ini dibangun berupa pos pengendali dan pencatatan sampah di pintu
masuk TPA. Pada TPA besar dimana kapasitas pembuangan telah melampaui 50 ton/hari
maka dianjurkan penggunaan jembatan timbang untuk efisiensi dan ketepatan
pendataan. Sementara TPA kecil bahkan dapat memanfaatkan pos tersebut sekaligus
sebagai kantor TPA sederhana dimana kegiatan administrasi ringan dapat dijalankan.
d. Lapisan Kedap Air
Lapisan kedap air berfungsi untuk mencegah rembesanair leachate yang mengalir ke
dasar TPA dan/atau kolam pengolahan leachate ke dalam lapisan tanah di bawahnya.
Untuk itu lapisan ini harus dipasang di seluruh permukaan dalam TPA dan/atau kolam
pengolahan leachate, baik dasar maupun dinding.
e. Fasilitas Pengamanan Gas
Gas yang terbentuk di TPA umumnya berupa gas karbondioksida (CO2), dan metan(CH4)
dengan komposisi hampir sama; disamping gas-gas lain yang sangat sedikit jumlahnya
seperti hidrogen sulfida (H2S), dan ammonia (NH3). Kedua gas gas karbon dioksida (CO2),
dan metan (CH4) memiliki potensi besar dalam proses pemanasan global terutama gas
metan; karenanya perlu dilakukan pengendalian agar gas tersebut tidak dibiarkan lepas
bebas ke atmosfer. Untuk itu perlu dipasang pipa-pipa ventilasi agar gas dapat keluar dari
timbunan sampah pada titik-titik tertentu. Untuk ini perlu diperhatikan kualitas dan
kondisi tanah penutup TPA. Tanah penutupyang porous atau banyak memiliki rekahan
akan menyebabkan gas lebih mudah lepas ke udara bebas. Pengolahan gas metan dengan
cara pembakaran sederhana dapat menurunkan potensinya dalam pemanasan global.