Anda di halaman 1dari 5

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembuatan makalah kami dilatarbelakangi oleh kasus Hambalang yang merupakan
kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan banyak pihak, diantaranya para elit
Partai Demokrat, Anas Urbaningrum; Istri dari Anas Urbaningrum komisaris PT Dutasari
Citralaras; Menteri Pemuda dan Olah Raga RI, Andi Malarangeng; Mahfud Suroso,
Direktur PT Dutasari Citralaras; dan lain sebagainya.

Diketahui, tender proyek ini dipegang oleh kontraktor dimana mereka merupakan
BUMN, yaitu PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya yang diduga mensub-tenderkan
sebagian proyek kepada PT Dutasari Citralaras senilai 300 M. KPK menyatakan, dalam
penyelidikan Hambalang ada dua hal yang menjadi konsentrasi pihaknya. Yakni, terkait
dengan pengadaan pembangunan dan terkait dengan kepengurusan sertifikat tanah
Hambalang. Tentunya, kasus ini menarik untuk diangkat sebagai latar belakang
permasalahan pada makalah mata kuliah pengadaan barang dan jasa ini mengingat
kasus ini merupakan salah satu contoh perbuatan oknum yang tidak bertanggung jawab
dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa, disamping itu merupakan contoh
pelanggaran etika di dalam proses kegiatan pengadaan barang dan jasa dalam hal
penganggaran untuk pembangunan fasilitas umum. Dalam etika pengadaan barang dan
jasa ada nilai dan norma yang harus ditaati oleh para pesaing bisnis agar tidak adanya
kecurangan untuk memenangkan tender. Kasus ini tentunya dapat menjadi pelajaran
bagi kita semua agar kedepannya, sistem pengadaan barang dan jasa di Indonesia dapat
berjalan lebih baik. Berikut kami sertakan kronologi dari kasus Hambalang dari berbagai
sumber tertera

Kronologi Kasus Korupsi Proyek Hambalang:


Semuanya menjadi terbuka ketika Koordinator Anggaran Komisi X DPR RI yang juga
Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, ditangkap. Nazar mulai
mengungkap berbagai aktifitas korupsi yang melibatkannya, salah satunya korupsi pada
proyek Hambalang yang ternyata juga melibatkan dedengkot-dedengkot Partai Demokrat
lainnya: AnasUrbaningrum, AndiAlfianMallarangeng, dan Angelina Sondakh.
Dalam perjalanannya, munculah kronologi sebagai berikut:

 1 Agustus 2011: KPK mulai menyelidiki kasus korupsi proyek Hambalang senilai
Rp 2,5triliun.
 8 Februari 2012: Nazar menyatakan bahwa ada uangRp 100 miliar yang dibagi-
bagi, hasil dari korupsi proyek Hambalang. Rp50 miliar digunakan untuk
pemenangan Ana ssebagai Ketua Umum Partai Demokrat; sisanyaRp 50 miliar
dibagi-bagikan kepada anggota DPR RI, termasuk kepada Menpora Andi Alfian
Mallarangeng.
 9 Maret 2012: Anas membantah pernyataan Nazar. Anas bahkan berkata
dengan tegas, “Satu rupiah saja Anas korupsi Hambalang, gantung Anas di
Monas.
 5 Juli 2012: KPK menjadi kantersangka DediKusnidar, Kepala Biro Keuangan
dan Rumah tangga Kemenpora. Dedidi sangkakan menyalah gunakan
wewenang sebagai pejabat pembuat komitmen proyek.
 3 Desember 2012: KPK menjadikan tersangka Andi Alfian Mallarangeng
dalam posisinya sebagai Menpora dan pengguna anggaran. Selain itu, KPK
juga mencekal Zulkarnain Mallarangeng, adikAndi, dan M. Arif Taufikurrahman,
pejabat PT AdhiKarya.
 22 Februari 2013: KPK menjadikan tersangka Anas Urbaningrum. Anas diduga
menerima gratifikasi berupa barang dan uang, terkait dengan perannya dalam
proyek Hambalang.

Ide pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional


tercetus sejak jaman Menteri Pemuda dan Olahraga dijabat oleh Adiyaksa Dault.
Dipilihlah wilayah untuk membangun, yaitu tanah di daerah Hambalang, Bogor, Jawa
Barat. Namun pembangunan urung terealisasi karena persoalan sertifikasi tanah. Saat
Menpora dijabat Andi Alfian Mallarangeng, proyek Hambalang terealisasi, tender pun
dilakukan, pemenangnya adalah PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya. Anas
Urbaningrum diduga mengatur pemenangan itu bersama Muhammad Nazaruddin,
Angelina Sondakh, dan teman dekat Anas, Mahfud Suroso. Masalah sertifikasi juga
berhasil diselesaikan. Pemenangan dua perusahaan BUMN itu ternyata tidak gratis. PT
Dutasari Citralaras menjadi subkontraktor proyek Hambalang dan mendapat jatah senilai
Rp 63 miliar. Perusahaan yang dipimpin Mahfud itu dikomisarisi oleh Athiyyah Laila, istri
Anas. Selain itu, PT Adhi Karya juga menggelontorkan dana terima kasih senilai Rp 100
miliar. Setengah dana itu dipakai untuk pemenangan Anas sebagai Ketua Partai
Demokrat dan sisanya dibagi-bagikan oleh Mahfud kepada anggota DPR RI, termasuk
kepada Menpora Andi Mallarangeng. Selain itu, Anas juga mendapatkan gratifikasi
berupa mobil Toyota Harrier dari Nazar.

Bukti kecurangan proyek Hambalang:

Tersangka kasus dugaan korupsi dalam proyek pembangunan Pusat Pendidikan,


Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (PPPSON) Deddy Kusnidar diketahui sempat
melakukan korespondensi dengan PT Adhi Karya untuk membahas pembangunan
proyek Kementerian pemuda dan Olahraga itu. Korespondensi itu juga diketahui
dilakukan untuk menegaskan PT Adhi Karya tidak akan menuntut Kementerian jika
pengajuan dan amulti years untuk proyek itu tidak cair.

Berdasarkan dokumen yang diterima Sindo news Kamis (26/7/2012), pada 19


Agustus 2010 lalu Deddy memberitahukan kepada PT Adhi Karya selaku pemenang
tender, jika dana yang telah ada untuk pembangunan proyek itu baru Rp 262,7 miliar.
Sementara proses pengajuan pelaksanaan kontrak tahun jamak (multiyears) dengan
total nilai kegiatan direncanakan sebesar Rp 1,2 triliun sedang dilaksanakan. Dalam surat
itu juga Deddy menegaskan jika pengajuan tersebut tidak disetujui, maka anggaran akan
kembali pada anggaran semula, dan pihak penyedia barang dan jasa pemborong tidak
akan menuntut ganti rugi kepada pengguna barang dan jasa dalam bentuk apapun. Surat
Deddy Kusdinar kepada PT Adhi Karya itu menjadi bukti adanya kongkalikong untuk
mengarahkan penganggaran multiyears, sekaligus kongkalikong pemenangan Adhi
Karya sejak awal dalam proyek itu. Padahal, Kemenpora dan PT Adhi Karya baru
menandatangani kontrak multiyears proyek Hambalang pada 10 Desember 2010.
Sementara persetujuan kontrak tahun jamak disetujui Kementerian Keuangan melalui
surat Nomor: S-553/MK.2/2010. Bukti dokumen itu sendiri diperkuat dengan pernyataan
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Anny Ratnawati yang mengatakan, Kemenpora
memang telah melakukan pelanggaran aturan penganggaran, karena Kemenpora sudah
melakukan kontrak kerjasama dengan pihak ketiga padahal belum ada persetujuan
anggaran. "Kontrak multiyears itu satu kesatuan, sehingga seharusnya sebelum kontrak
multiyears disetujui, maka sebetulnya tidak diperkenankan untuk melakukan kontrak
untuk hal-hal yang menjadi kesatuan dalam persetujuan multiyears," terang Anny di
kantor KPK beberapa waktu lalu. Anny menegaskan aturan itu jelas tercantum dalam
Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Dimana seharusnya ada persetujuan Menteri
Keuangan lebih dulu. Dengan adanya persetujuan itulah yang kemudian dapat menjadi
syarat ditandatangani kontrak tahun jamak.

Berikut isi surat "kecurangan" antara Kemenpora dengan PT. Adhi Karya:

KepadaYth
Calon Penyedia Jasa Pemborong
Di Tempat

Diberitahukan dengan hormat bahwa kegiatan Pelaksaan Pembangunan Lanjutan Pusat


Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional di Hambalang, Bogor, Jawa Barat
pada Kementerian Pemuda dan Olahraga tahun anggaran 2010 adalah sebesar Rp
262.784.897.000 (Dua ratus enam puluh dua milyar tujuh ratus delapan puluh juta
depalan ratus Sembilan puluh tujuhriburupiah). Sampai dengan saat ini, anggaran masih
dalam proses pengajuan pelaksanaan kontrak tahun jamak (multiyears) dengan total nilai
kegiatan direncanakan sebesar Rp1.200.000.000.000 (Satu triliun dua ratus milyar
rupiah). Bila mana pengajuan tersebut tidak mendapatkan persetujuan maka anggaran
kegiatan Pelaksaan Pembangunan Lanjutan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah
Olahraga Nasional di Hambalang, Bogor, Jawa Barat kembali ke anggaran semula dan
pihak penyedia barang/jasa pemborongan tidak akan menuntut ganti rugi kepada
pengguna barang/jasa dalam bentuk apapun.

Jakarta,19Agustus2010
Kepala Biro Perencanaan
Selaku Pejabat Pembuat Komitmen

Drs. Deddy Kusdinar, M.Pd


NIP.199959122319891001
Tembusan Yth:
Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga

Kasus Hambalang melanggar pasal-pasal berikut:


Andi ditetapkan menjadi tersangka pada Desember tahun lalu. Andi berstatus tersangka
dalam kapasitasnya sebagai menteri pemuda dan olahraga dan pengguna anggaran
proyek Hambalang. Ia disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan atau Pasal 3
Undang-Undang (UU) 30/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Pasal 3
mengatur soal penyalahgunaan kewenangan yang meyebabkan kerugian negara.
Sementara Pasal 2 Ayat (1) melakukan pelanggaran hukum yang menguntungkan diri
sendiri atau orang lain.
1. Apa prinsip-prinsip PBJ?
2. Apa etika-etika PBJ?
3.Garis besar pelaksanaan pbj yg benar baik secara swakelola maupun penyedia?
4.Analisis kasus PBJ proyek hambalang?
5.Bagaimana pengawasan PBJ yang seharusnya dilakukan?
6. Bagaimana sanksi terhadap pihak2 yg terlibat proyek tersebut?
7.Bagaimana penyelesaian kasus tersebut?
Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kementerian Pemuda dan Olahraga
(Kempora), Deddy Kusdinar sebagai tersangka kasus pengadaan pembangunan sarana
dan prasarana Pusat Pelatihan dan Olahraga Bukit Hambalang, Jawa Barat. Deddy
ditetapkan tersangka terkait jabatannya dulu sebagai kepala biro perencanaan Kempora.
Deddy diduga telah menyalahgunakan kewenangannya sebagai pejabat pembuat
komitmen (PPK). Kepada Deddy, KPK menyangkakan pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3
Undang-Undang No.31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55
Ayat (1) kesatu KUHP.

Sementara eks Direktur Operasi sekaligus Kepala Divisi Konstruksi 1 non aktif PT Adhi
Karya, Teuku Bagus Mokhamad Noor sebagai tersangka karena melanggar Pasal 2 ayat
1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang No.31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

KPK menetapkan Anas Urbaningrum sebagai tersangka kaspenerimaan hadiah atau janji
terkait proses perencanaan pelaksnaan pembangunan sport center hambalang dan atau
proyek-proyek lainnya. Anas ditetapkan menjadi tersangka dalam kapasitasnya sebagai
anggota DPR 2009-2014. KPK menyangkakan Anas melanggar pasal 12 huruf a atau
huruf b dan atau pasal 11 Undang-Undang No.31/1999 tentang pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.

KPK mulai menyelidiki kasus Hambalang sejak Agustus 2011. Setidaknya ada dua
peristiwa yang terindikasi korupsi dalam proyek Hambalang yangg ditaksir KPK mencapai
Rp 2,5 triliun.
Pertama, pada proses penerbitan sertifikat tanah Hambalang di Jawa Barat. Kedua,
pengadaan proyek Hambalang yang dilakukan secara multi years.
Dakwaan tim jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi yang mengungkapkan beberapa
pejabat dan petinggi partai (kala itu) menerima aliran dana dari proyek Hambalang,
telah menimbulkan reaksi keras dari pihak yang namanya disebut.

B. Rumusan Masalah
 Apa prinsip-prinsip PBJ?
 Apa etika-etika PBJ?
 Garis besar pelaksanaan PBJ yang benar secara swakelola maupun penyedia?
 Analisis kasus PBJ proyek hambalang?
 Bagaimana pengawasan PBJ yang seharusnya dilakukan?
 Bagaimana sanksi terhadap pihak yang terlibat proyek tersebut?
 Bagaimana penyelesaian kasus hambalang?

C. Tujuan
 Untuk mengetahui apa saja prinsip-prinsip dalam PBJ
 Untuk mengetahui apa saja etika-etika dalam PBJ
 Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan PBJ yang benar secara swakelola
maupun penyedia
 Untuk menganalisi kasus PBJ dalam proyek hambalang
 Untuk mengetahui bagaimana pengawasan yang seharusnya dilakukan dalam
proses PBJ
 Untuk mengetahui sanksi apa yang seharusnya diberikan kepada pihak yang
terlibat dalam kasus proyek hambalang
 Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian kasus hambalang

D. Manfaat

Manfaat yang diharapkan oleh penulis dalam penulisan makalah ini adalah agar
pembaca setelah membaca makalah ini dapat mengetahui proses-proses PBJ dengan
benar. Sehingga dapat ikut berperan serta dalam proses pengadaan barang jasa dalam
pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai