Dalam kasus hambalang, red flag yang terjadi yaitu common red flags dan
spesifik red flags. Analisis red flags dari kasus hambalang sebagai berikut :
Dalam kasus hambalang terdapat dua skema fraud yang terjadi. Yaitu korupsi
dan fraud laporan keuangan. Analisis karakteristik skema fraud dari kasus
hambalang adalah sebagai berikut :
1. Fraudtser
Dalam kasus ini fraud skema korupsi dilakukan oleh banyak pihak, baik dari
pihak eksekutif maupun legislatif, dan pihak KSO-AW. Dari pihak
eksekutif diantaranya adalah Menpora beserta jajaran pejabat dibawahnya.
Dari pihak KSO-AW, Teuku Bagus Mukhamad Noor (sebagai Kepala
Divisi Konstruksi Jakarta I) dan M Arief Taufiqurahman (sebagai Manajer
Pemasaran sekaligus Fasilitator dari Teuku Bagus Mokhamad Noor)
2. Size of Fraud
Korupsi yang terjadi pada kasus Hambalang termasuk kategori besar karena
mencapai Rp. 463,67 miliar atau sekitar $ 35 juta.
3. Frekuensi Kecurangan
Skema fraud korupsi termasuk kecurangan dengan frekuensi medium, yaitu
sebesar 30%.
4. Motivasi
Motivasi yang dilakukan oleh pihak eksekutif maupun legislatif, dan pihak
KSO-AW adalah personal pressure dan bisnis. Personal pressure
diantaranya tercermin pada tindakan Anas Urbaningrum yang
menggunakan hasil korupsi untuk memuluskan jalan dalam pemilihan
Ketua Umum Partai Demokrat. Untuk bisnis terlihat pada tindakan
pemberian tidak sah oleh pihak KSO-AW, yaitu Teuku Bagus Mukhamad
Noor (sebagai Kepala Divisi Konstruksi Jakarta I) dan M Arief
Taufiqurahman (sebagai Manajer Pemasaran sekaligus Fasilitator dari
Teuku Bagus Mokhamad Noor).
5. Materialitas
Kecurangan korupsi pada kasus Hambalang termasuk material dikarenakan
mencapai Rp. 463,67 miliar atau sekitar $ 35 juta.
6. Benefactor
Kecurangan korupsi dilakukan oleh fraudster dengan atas nama pihak
fraudster dan perusahaan.
7. Ukuran Korban Perusahaan
Ukuran korban perusahaan pada kasus hambalang termasuk besar
dikarenakan pihak KSO-AW merupakan perusahaan BUMN yang go
public.
Berkaitan kasus hambalang, adapun skema korupsi dan skema laporan
keuangan meliputi :
1. Skema Korupsi
Kasus hambalang diidentifikasi sebagai kasus korupsi dan kegiatan yang
dilakukan adalah :
a. Konflik Kepentingan
a) Mengarahkan secara terus-menerus terkait keputusan
(kebijakan/aturan, pembelian barang/jasa)
a. Pengurusan hak lahan,site plan, dan IMB
1. Anas membantu untuk mengurus permasalahan tanah
Hambalang di Badan Pertanahan Nasional.
2. Selanjutnya Anas memerintahkan Ignatius Mulyono selaku
anggota Komisi II DPR dari Partai Demokrat yang
mempunyai mitra kerjanya BPN, untuk mengurus permasalah
hak pakai tanah untuk pembangunan proyek Hambalang.
3. Akhirnya, Ignatius berhasil mengurus SK Hak Pakai atas tanah
Kemenpora di Hambalang, kemudian menyerahkan SK
tersebut ke Anas di ruangan Ketua Fraksi Partai Demokrat
yang disaksikan Nazaruddin. Salinan SK diberikan ke
Nazaruddin.
4. Rahmat Yasin Selaku Bupati Bogor yang menerbitkan Site
Plan atas rencanapembangunan P3SON berlokasi di Desa
Hambalang KecamatanCiteureup Kabupaten Bogor.
b. Penganggaran
1. Andi dan Wafid selanjutnya melakukan pertemuan di ruangan
Menpora dengan anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat
yang bertugas di Komisi X dan Badan Anggaran DPR, yaitu
Mahyuddin (Ketua Komisi X), Angelina Sondakh, Mirwan
Amir dan Nazaruddin.
2. Pokja Anggaran Komisi X menyetujui penambahan dana
sebesar Rp150 miliar dalam APBN-P 2010 tanpa melalui
proses Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Pokja dan
Kemenpora.
3. Persetujuan penambahan anggaran ditandatangani oleh
Mahyudin selaku pimpinan Komisi X dan jajarannya yakni
Rully Chairul Azwar dan Abdul Hakam Naja. Selain itu,
ditandatangani pula oleh anggota Pokja seperti Angelina
Sondakh, Wayan Koster, Kahar Muzakir, Juhaaeni Alie dan
Mardiyana Indra Wati.
b) Membatasi persaingan dengan mengatur proses prakualifikasi dan
memberikan informasi penting dan rahasia sehingga walaupun
dilakukan tender, akan dimenangkan oleh pihak yang diinginkan.
1. Sesmenpora menetapkan pemenang lelang konstruksi dengan
nilai kontrak di atas Rp 50 miliar tanpa memperoleh
pendelegasian dari Menpora sehingga diduga melanggar
Keppres 80 Tahun 2003.
2. Menpora diduga membiarkan Sesmenpora melaksanakan
wewenang Menpora tersebut dan tidak melaksanakan
pengendalian dan pengawasan seperti diatur dalam PP 60
Tahun 2008.
3. Proses evaluasi prakualifikasi dan teknis terhadap penawaran
calon rekanan tidak dilakukan oleh panitia pengadaan, tetapi
diatur oleh rekanan yang direncanakan akan menang. Hal itu
diduga melanggar Keppres 80 Tahun 2003.
4. Wisler Manulu selaku Ketua Panitia Pengadaan Kemenpora
memerintahkan Bambang Siswanto selaku Sekretaris untuk
melakukan verifikasi secara formalitas hasil evaluasi
prakualifikasi dan penawaran lelang pekerjaan P3SON
Hambalang, dan membuat berita acara setiap tahap hasil
pekerjaan lelang pekerjaan P3SON Hambalang.
5. Bambang Siswanto melakukan verifikasi seluruh hasil
evaluasi baik prakualifikasi maupun penawaran sesuai dengan
arahan dan perintah KetuaPanitia Lelang
b. Skema Suap
Kecurangan lelang (bid rigging) kecurangan yang dilakukan dengan
berbagai cara untuk memenangkan penyedia barang/jasa tertentu
yang dilatarbelakangi akan adanya pemberian sesuatu yang bernilai
dari penyedia yang dimenangkan.
1. Deddy Kusdinar bersama Wafid bertemu Choel Mallarangeng di
Restoran Jepang Hotel Grand Hyatt, Jakarta. Pada pertemuan itu
Choel menyampaikan bahwa abangnya Andi Mallarangeng,
sudah satu tahun menjabat Menpora tapi belum dapat apa-apa.
2. Maksud ucapan Choel diperjelas oleh Mohammad Fakhruddin
staf khusus Menpora yang menanyakan ke Wafid tentang
kesiapan memberi fee sebesar 18% kepada Choel untuk
pekerjaan pembangunan proyek Hambalang,"
3. Selanjutnya, dilakukan pertemuan di ruangan Menpora yang
dihadiri Wafid, Deddy, Choel, Fakhruddin dan Arief dari PT
Adhi Karya.
c. Pemberian Tidak Sah
Dengan ditetapkannya KSO Adhi-Wika sebagai pemenang proyek
Hambalang, total dana yang diperoleh Andi Rp4 miliar dan
US$550.000.
a. Skema laporan keuangan
1. Kewajiban Tersembunyi
DK-1 Adhi Karya menerima dana sebesar Rp82,39 miliar dari KSO AW
(Kerjasama Operasi Adhikarya dan Wijayakarya). Atas transaksi
tersebut, KSO AW mencatat piutang ke Adhi Karya sebesar Rp82,39
miliar. Namun, di sisi lain, DK-1 Adhi Karya tidak mencatat transaksi
tersebut sebagai utang ke KSO AW, melainkan sebagai: (i) akun
pendapatan diterima dimuka sebesar Rp70 miliar
2. Pengungkapan yang tidak benar
KSO telah mengalirkan dana yang diterima dari Kemenpora kepada
pihak-pihak tertentu, di antaranya untuk berbagai pengeluaran yang
telah dilakukan sebelum proyek diperoleh, yaitu, dana Rp12,3 miliar
untuk mengganti pengeluaran yang telah dilakukan Adhi Karya sebelum
proyek dimulai. Ada juga dana sebesar Rp6,92 miliar untuk mengganti
pengeluaran yang telah dilakukan Wijaya Karya sebelum proyek
dimulai, dan kas operasional KSO sebesar Rp13,22 miliar yang di
antaranya untuk mengganti berbagai pengeluaran seperti upah, insentif,
dan lain-lain. Berbagai pengeluaran tersebut disembunyikan dalam
pembukuan dan laporan keuangan
Adhi Karya mencatatkan pengeluaran ke dalam akun bon, sedangkan
yang merupakan bagian dari akun kas seolah-olah tidak terjadi
pengeluaran kas. Kedua, Wijaya Karya mencatat pengeluaran ke dalam
akun setoran ke KSO lain yang bukan KSO Hambalang. Karena, pada
saat kas tersebut dikeluarkan, KSO Hambalang belum terbentuk.
Ketiga, KSO mencatat pembukuan upah fiktif. Dalam penjelasan secara
rinci, disebutkan, untuk mengeluarkan dana yang bersifat informal,
Adhi Karya menerapkan mekanisme bon sementara yang tidak dicatat
dalam sistem akuntansinya, sehingga tidak terepresentasikan dalam
laporan keuangan.
PENCEGAHAN FRAUD
Prinsip
fraud
A. PENCEGAHAN LINGKUNGAN
B. PERSEPSI DETEKSI
Selama peradilan kasus ini, dimunculkan beberapa catatan dari para ahli tentang
kejanggalan proyek ini. Misalnya, lokasi proyek Hambalang berada dalam zona
kerentanan gerakan tanah menengah tinggi sebagaimana Peta Rawan. Pendapat
lainnya menegaskan, terjadi kegagalan system management design dan konstruksi
proyek yang telah menyebabkan kegagalan proyek. Selain itu, proses pembahasan
di DPR pun mengandung sejumlah kejanggalan.
Pada tahap menyetujui dan mencairkan anggaran proyek ini, jelas bahwa aspek
prudent diabaikan. Kalau saja pengawasan lintas instansi terkoordinasi dengan
efektif, kasus proyek Hambalang pasti tidak pernah ada.
C. PENDEKATAN KLASIK
1. Perencanaan
Tim Audit Investigasi terdiri dari para auditor yang kompeten, memiliki
integritas yang tinggi, serta independensi. Tim Audit Investigasi kasus
Hambalang haruslah terdiri dari auditor-auditor yang berkompeten dan
paham mengenai peraturan terkait pelaksanaan proyek seperti: keputusan
hak pakai, lokasi dan site plan, izin mendirikan bangunan, teknis, kontrak
tahun jamak, pelelangan, pencarian anggaran, dan pelaksanaan pekerjaan
konstruksi. Tim Investigasi harus menentukan jenis-jenis penyimpangan
yang terjadi, sebab-sebab penyimpangan, modus operandi, pihak-pihak
yang terlibat, unsur-unsur kerjasama, dan estimasi besarnya kerugian negara
atau daerah akibat kasus ini.
2. Pelaksanaan
Bukti audit ini dapat diperoleh Tim Audit Investigasi melalui observasi,
inspeksi, konfirmasi, analisa, wawancara, pemeriksaan bukti tertulis, review
analitis, perhitungan kembali, penelusuran, dll.
3. Pelaporan
Dari suntingan berita diatas didapati bahwa dugaan pelanggaran terjadi
karena adanya kesalahan dalam prosedur pelaksanan dan pemenuhan syarat
protokoler dalam mengeluarkan surat keputusan padahal pihak yang
berwenang menyetujui belum melakukan pengujian maupun persetujuan.
Pihak yang berwenang pun dinilai melakukan pembiaran bawahannya
melakukan pelanggaran.
Hasilnya telah disampaikan ke DPR. Dalam LHP tahap I, BPK menyimpulkan ada
indikasi penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan atau
penyalahgunaan wewenang dalam proses persetujuan tahun jamak, proses
pelelangan, proses pelaksanaan konstruksi, dan dalam proses pencarian uang muka
yang dilakukan pihak terkait dalam pembangunan Hambalang yang mengakibatkan
timbulnya indikasi kerugian negara sekurang-kurangnya Rp 263,66 miliar.
Artinya, LHP tahap I dan II merupakan satu satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Keduanya secara komprehensif menyajikan berbagai dugaan
penyimbangan dan/atau penyalahgunaan wewenang dalam pembangunan
Hambalang.
Dalam LHP tahap II, terang Hadi, BPK menyimpulkan terdapat indikasi
penyimpangan dan/atau penyalahgunaan wewenang yang mengandung
penyimpangan yang dilakukan pihak-pihak terkait dalam pembangunan proyek
hambalang. Penyimpangan wewenang itu terjadi pada proses pengurusan hak atas
tanah, proses izin pembangunan, proses pelelangan, proses persetujuan RAK K/L
dan persetujuan tahun jamak, pelaksanaan pekerjaan konstruksi, pembayaran, dan
aliran dana yang di ikuti dengan rekayasa akuntasi dalam proyek Pusat Pendidiakn
Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3 SON), Hambalang.. Dalam LHP
tahap II ini BPK kembali menemukan adanya penyimpangan dalam proses
pengajuan dan kerugian negara mencapai Rp471 miliar.
Berikut kesimpulan LHP tahap II BPK soal Hambalang;
Terkait dengan persetujuan RAK K/L dan persetujuan tahun jamak, BPK juga
menemukan adanya pencabutan Peraturan Menteri Keuangan No 56/2010 yang
diganti dengan Peraturan Menteri Keuangan No 194/2011 tentang Tata Cara
Pengajuan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak dalam Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah.
Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa setelah vakum sejak tahun
2004, titik tolak proyek P3SON di mulai kembali setelah Ses Menpora WM dan
Tim Asistensi mempresentasikan rencana pembangunan Proyek Hambalang di
Cilangkap yaitu di rumah kediaman AAM berdasarkan permintaan AAM.
Kemudian dalam pelaksanaan proyek P3SON BAKN juga menyimpulkan bahwa
telah terjadi penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan dan indikasi
penyalahgunaan wewenang oleh pejabat terkait dalam pengelolaan dan
pertanggungjawaban Proyek Pembangunan P3SON Hambalang, baik secara
langsung maupun secara tidak langsung, antara lain sebagai berikut:
1. BPK kurang menjaga independensi dan kurang menjunjung kode
etik.
Hal tersebut dibuktikan dengan bocornya informasi kepada mass media
terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK atas pembangunan Proyek P3SON
Hambalang mendahului penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan BPK
kepada DPR pada tanggal 31 Oktober 2012.
2. Kontradiksi pernyataan Ketua BPK dalam penyampaian hasil
pemeriksaan Proyek P3SON Hambalang kepada Pimpinan DPR RI
pada tanggal 31 Oktober 2012
Pernyataan Ketua BPK bahwa hasil pemeriksaan BPK menyimpulkan
adanya indikasi dan dugaan penyimpangan dan pelanggaran terhadap
peraturan perundang-undangan dan penyalahgunaan kewenangan yang
dilakukan oleh pihak-pihak terkait pembangunan proyek P3SON tidak
sejalan dengan isi laporan hasil pemeriksaan yang menyatakan bahwa telah
terjadi penyimpangan dan pelanggaran terhadap pelaksanaan proyek
P3SON Hambalang.
3. Pemeriksaan terhadap aliran dana
BPK belum mengungkapkan adanya aliran dana yang diberikan oleh
pengelola proyek kepada pihak-pihak yang tidak terlibat dalam kegiatan
proyek dan belum melakukan penelusuran aliran dana kepada PT DC yang
menerima uang muka sebesar Rp63.300.942.000,00 yang menurut BPK
seharusnya tidak berhak menerimanya.
4. Kerjasama tidak sehat dalam tata kelola keuangan proyek P3SON
Dari hasil pemeriksaan BPK terungkap adanya kerjasama tidak sehat antar
beberapa pihak yang melanggar ketentuan yang berlaku, tidak akuntabel
dan tidak transparan , yaitu dalam penyusunan anggaran dan dalam
pelaksanaan anggaran sehingga menimbulkan kerugian Negara sekurang-
kurangnya sebesar Rp 243,66 miliar.
REKOMENDASI
Berdasarkan kasus diatas, kelompok kami memberikan beberapa rekomendasi,
yaitu :
1. KPK seharusnya menuntaskan penyidikan dan penuntutan terhadap
kasus proyek Pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah
Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang Bogor, karena terbukti telah
terjadi penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat
pengelola proyek dan pihak terkait, yang mengakibatkan kerugian
keuangan Negara sekurang-kurangnya Rp243,66 miliar.
2. Pihak terkait melakukan penelusuran aliran dana yang menyebabkan
kerugian negara sekurang-kurangnya Rp243,66 miliar.
3. Melakukan pemeriksaan lanjutan untuk mnegungkap kerugian negara.
.