Anda di halaman 1dari 7

Materi Auditing

A. Definisi FRAUD (kecurangan) adalah tindakan ilegal yang dilakukan satu orang atau
sekelompok orang secara sengaja atau terencana yang menyebabkan orang atau kelompok
mendapat keuntungan, dan merugikan orang atau kelompok lain.FRAUDulent financial
reporting (kecurangan laporan keuangan) adalah salah saji atau pengabaian jumlah dan
pengungkapan yang disengaja dengan maksud menipu para pemakai laporan.
B. Proyek hambalang merupakan Pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah
Raga Nasional (P3SON) di Hambalang, Sentul, Bogor, Jawa Barat
C. Skema Fraud Hambalang
a. Kecurangan laporan keuangan
1. Kewajiban Tersembunyi
Terdapat kewajiban tersembunyi antara Adhi Karya dengan Wika, dimana wika
memberikan sejumlah uang terhadap Adhi Karya yang dicatat oleh Wika sebagai
piutang namun Adhi Karya mencatat transaksi tersebut sebagai pendapatan diterima
di muka.
2. Pengungkapan yang tidak benar
Diketahui KSO telah mengeluarkan sejumlah uang yang disalurkan kepada pihak-
pihak tertentu untuk kepentingan lelang namun pengeluaran tersebut
disembunyikan dan tidak di munculkan dalam transaksi keuangan KSO.
Sebagai contoh, pengeluaran yang dilakukan Adhi Karya untuk kepentingan kas di
masukkan ke dalam akun bon, sedangkan akun kas tidak berkurang sama sekali.
Kedua, Wika mencatat pengeluaran sebagai pengeluaran terhadap KSO lain, dan
bukan terhadap Hambalang. Mekanisme bon yang diterapkan oleh Adhi Karya
bertujuan agar transaksi tidak harus di munculkan dalam laporan keuangan
perusahaan.
b. Korupsi
1. Konflik Kepentingan
Konflik kepentingan terjadi ketika karyawan, manajer, atau eksekutif memiliki
kepentingan ekonomi atau pribadi yang dirahasiakan dalam suatu transaksi sehingga
berdampak negatif terhadap perusahaan. Beberapa hal yang terkait dengan konflik
kepentingan dalam kasus ini diuraikan sebagai berikut.
 Anas mempunyai kepentingan menjadi ketua umum fraksi demokrat
 Perusahaan pelaksana tender (Adhi Karya) memiliki hubungan dekat dengan Anas
 Membatasi persaingan dengan mengatur proses pra-kualifikasi dan memberikan
informasi penting dan rahasia sehingga walaupun dilakukan tender, akan
dimenangkan oleh pihak yang diinginkan.
- Sesmenpora menetapkan pemenang lelang konstruksi dengan nilai kontrak di atas
Rp 50 miliar tanpa memperoleh pendelegasian dari Menpora sehingga diduga
melanggar Keppres 80 Tahun 2003.
- Menpora diduga membiarkan Sesmenpora melaksanakan wewenang Menpora
tersebut dan tidak melaksanakan pengendalian dan pengawasan seperti diatur
dalam PP 60 Tahun 2008.
- Proses evaluasi pra-kualifikasi dan teknis terhadap penawaran calon rekanan
tidak dilakukan oleh panitia pengadaan, tetapi diatur oleh rekanan yang
direncanakan akan menang.
2. Penyuapan
Penyuapan didefinisikan sebagai menawarkan, memberi, menerima, atau
meminta sesuatu yang berharga untuk mempengaruhi keputusan bisnis/tindakan
seseorang. Skema suap yang terdapat dalam kasus Hambalang tergolong dalam
kecurangan lelang (bid rigging). Kecurangan lelang (bid rigging) adalah kecurangan
yang dilakukan dengan berbagai cara untuk memenangkan penyedia barang/jasa
tertentu yang dilatarbelakangi akan adanya pemberian sesuatu yang bernilai dari
penyedia yang dimenangkan.
 Mohammad Fakhruddin staf khusus Menpora menanyakan ke Wafid tentang kesiapan
memberi fee sebesar 18% kepada Zulkarnaen Mallarangeng untuk pekerjaan
pembangunan proyek Hambalang.
 Penyuapan sertifikat tanah ke BPN, yang semula sulit diurus, kemudian dengan cepat
diselesaikan.
3. Gratifikasi Ilegal
Gratifikasi ilegal serupa dengan penyuapan, tetapi pada gratifikasi ilegal tidak
ada maksud untuk mempengaruhi keputusan bisnis, misalnya orang yang berpengaruh
dapat diberi hadiah, liburan gratis, dan sebagainya atas pengaruhnya dalam negosiasi
atau kesepakatan bisnis tetapi hadiah itu diberikan setelah kesepakatan selesai.
Dalam kasus ini, Anas menerima gratifikasi berupa mobil Toyota Harrier dari
Nazarrudin. Selain itu, ditetapkannya KSO Adhi-Wika sebagai pemenang proyek
Hambalang, Andi Mallarangeng menerima gratifikasi berupa sejumlah uang sebesar Rp
4 miliar dan $550.000 melalui adiknya Zulkarnanin Mallarangeng.

D. Analisis karakteristik skema fraud dari kasus Hambalang adalah sebagai berikut :
1. Pelaku Fraud
Dalam skema korupsi, pelaku fraud bisa siapa saja tetapi setidaknya selalu ada dua
pihak yang terlibat. Dalam kasus ini, skema korupsi dilakukan oleh banyak pihak baik
dari pihak eksekutif, legislatif, dan pihak-pihak lain dari perusahaan yang bekerjasama
dalam proyek.
2. Ukuran Kecurangan
Statistik RTTN pada tahun 2008 menunjukkan rata-rata kerugian akibat kecurangan
korupsi adalah $250.000 dan termasuk kategori medium. Namun, dalam kasus ini
kerugian yang terjadi cukup besar karena kerugian yang ditanggung mencapai Rp
463,67 miliar atau sekitar $35 juta.
3. Frekuensi Kecurangan
Beberapa fraudster terkadang melakukan lebih dari satu jenis kecurangan. Skema fraud
korupsi termasuk kecurangan dengan frekuensi medium, yaitu sebesar 30%. Namun,
untuk kasus ini frekuensinya cukup besar.
4. Motivasi
Kecurangan korupsi sering didorong oleh motif bisnis (ekonomi), seperti skema suap
untuk mendapatkan akses ke pasar yang sulit diakses. Motif politik juga bisa dikaitkan
dengan kecurangan korupsi. Motivasi pihak eksekutif, legislatif, dan pihak KSO-AW
adalah personal pressure dan bisnis. Personal pressure diantaranya tercermin pada
tindakan Anas Urbaningrum yang menggunakan hasil korupsi untuk memuluskan jalan
dalam pemilihan Ketua Umum Partai Demokrat. Untuk bisnis terlihat pada tindakan
pemberian tidak sah oleh pihak KSO-AW, yaitu Teuku Bagus Mukhamad Noor
(sebagai Kepala Divisi Konstruksi Jakarta I) dan M Arief Taufiqurahman (sebagai
Manajer Pemasaran sekaligus Fasilitator dari Teuku Bagus Mokhamad Noor).
5. Materialitas
Kategori kecurangan berbeda dalam hal materialitas. Korupsi bisa menjadi fraud
dengan kategori material, terutama untuk kecurangan di atas biaya rata-rata kecurangan
korupsi. Namun, bisa juga tidak material tergantung pada ukuran organisasi.
Kecurangan korupsi pada kasus Hambalang termasuk material dikarenakan mencapai
Rp 463,67 miliar atau sekitar $35 juta.
6. Benefactor
Kecurangan korupsi menguntungkan pelaku kecurangan dan diklasifikasikan sebagai
kecurangan orang dalam terhadap organisasi.
7. Ukuran Perusahaan Korban
Ukuran korban pada kasus Hambalang termasuk besar karena kasus ini merugikan
negara dalam jumlah yang besar, serta merugikan banyak pihak.
E. PRINSIP FRAUD
1. Segitiga Fraud
a. Tekanan atau Dorongan (Motivation)
Tekanan atau dorongan (motivasi) mengacu pada sesuatu yang telah terjadi
dalam kehidupan pribadi seseorang sehingga mengakibatkan orang tersebut memiliki
kebutuhan yang sangat mendesakyang akhirnya mendorong seseorang tersebut untuk
melakukan fraud. Kelangsungan hidup sosial dan politik juga memberikan dorongan
dalam bentuk motif egosentris dan ideologis. Terkadang seseorang melakukan
kecurangan untuk bertahan hidup secara politis atau untuk kekuasaan.
Anas Urbaningrum yang mengikuti pemilihan ketua partai Demokrat
membutuhkan dana yang cukup banyak untuk mengikuti pemilihan tersebut. Selain itu,
Anas juga memiliki keinginan untuk mendapat posisi yang bergengsi sebagai anggota
DPR. Kedua hal tersebut, diduga menjadi motivasi Anas untuk memperoleh uang
dengan jumlah yang cukup besar dengan waktu yang cepat. Anas Urbaningrum
menggunakan uang tersebut untuk membayar hotel, sewa mobil para pendukungnya,
membeli handphone BlackBerry, jamuan para tamu, dan untuk hiburan dalam kongres
demokrat.
b. Kesempatan (Opportunity)
Menurut penelitian Cressey, pelaku fraud selalu memiliki pengetahuan dan
kesempatan untuk melakukan kecurangan. Pelaku biasanya memiliki pengetahuan
mengenai kelemahan dari perusahaan dan kesempatan yang diperoleh karena pelaku
berada dalam posisi yang dipercaya. Sehingga ketika motivasi diiringi dengan peluang,
maka potensi terjadinya fraud akan semakin meningkat.
Ide pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional
(P3SON) sudah direncanakan sejak zaman Menteri Pemuda dan Olahraga yang dijabat
oleh Adhyaksa Daily, dimana pembangunan sulit terealisasi karena persoalan sertifikasi
tanah. Namun pada saat Menpora dijabat Andi Alfian Malarangeng proyek hambalang
terealisasi. Tender yang dimenangkan oleh PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya sudah
diatur oleh Anas Urbaningrum, Muhammad Nazaruddin, dan Angelina Sondakh. Andi
Mallarangeng berada dalam posisi yang dipercaya sebagai Menpora, tetapi terbukti
secara sah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan beberapa
oknum lain. Andi dengan sengaja telah menyalahgunakan kewenangannya sebagai
Menpora dalam pengurusan proyek Hambalang. Dimana sebagai Menpora, Andi adalah
pengguna anggaran sekaligus pemegang otoritas kekuasaan pengelolaan keuangan
negara serta memiliki kewajiban untuk melakukan pengawasan pelaksanaan anggaran.
c. Rasionalisasi (Rationalization)
Kebanyakan pelaku fraud tidak memiliki catatan kriminal. Bahkan penjahat
kerah putih biasanya memiliki kode etik pribadi. Pelaku membenarkan tindakan yang
secara obyektif bersifat kriminal dengan membenarkan kejahatan mereka dipengaruhi
keadaan mereka.
Anas urbaningrum berusaha membenarkan atas tindakan yang salahdengan
memberikan alasan-alasan yang masuk akal untuk kepentingan partai. Menpora Andi
Mallarangeng telah memberi keleluasaan terhadap adiknya Choel Mallarangeng untuk
berhubungan dengan pejabat Kemenpora. Sehingga Choel ikut terlibat dalam
pengurusan proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional
(P3SON). Kemudahan akses tersebut seperti adanya keleluasaan bagi Choel untuk
menggunakan ruang kerja Andi di lantai 10 gedung Kemenpora untuk melakukan
pertemuan dengan pejabat Kemenpora dan calon pemenang. Akibatnya, anggaran
proyek Hambalang yang semula Rp 125 miliar terus bertambah. Hingga tahun 2010,
anggaran tersebut meningkat mencapai Rp 275 miliar. Namun, pada akhirnya anggaran
tersebut membengkak drastis menjadi total Rp 2,5 triliun, sehingga negara mendapat
kerugian keuangan negara senilai Rp 464,391 miliar.

2. Profil Pelaku Fraud


Dalam kasus Hambalang, beberapa pelaku kunci yang terlibat dalam korupsi
ini, antara lain :
1) Muhammad Nazarrudin : bendahara umum Partai Demokrat. Mendesain anggaran
untuk proyek wisma atlet Hambalang.
2) Anas Urbaningrum : Ketua Umum DPP Partai Demokrat. Menyelesaikan masalah
terkait pengurusan hak pakai tanah.
3) Andi Alfian Mallarangeng : Menteri Pemuda dan Olah Raga (MENPORA). Tidak
melaksanakan tugas & wewenangnya dalam penyampaian kontrak tahun jamak
kepada Menteri Keuangan
4) Wafid Muharram : Sekretaris MENPORA. Melampaui wewenang menpora untuk
mengajukan kontrak tahun jamak kepada Menteri Keuangan.
5) Deddy Kusdinar : Kepala Biro Keuangan Rumah Tangga Menpora. Memenangkan
lelang KSO-AW untuk pembangunan fisik proyek yang tidak sesuai prosedur lelang
6) Andi Zulkarnain Mallarangeng : pejabat PT. Adi Karya. Subkontraktor yang
menerima suap sebesar 4 miliar
7) Angelina Sondakh (Anggota Banggar DPR RI). Mendesain anggaran untuk proyek
wisma atlet Hambalang.
F. Fraud Red Flags
I. Common Red Flags Kasus Hambalang
Kasus hambalang bisa dikategorikan sebagai fraud korupsi. Adpaun Common Red
Flags dari kasus Hambalang adalah :
1. Anomali dalam menyetujui vendor
Pemilihan PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya tidak sesuai prosedur yang ada
yaitu meliputi:
a. Menggunakan standar penilaian yang berbeda dalam mengevaluasi pra kualifikasi
antara PT Adhi Karya/PT Wijaya Karya dengan rekanan lain
b. Standar untuk PT Adhi Karya/PT Wijaya menggunakan nilai untuk pekerjaan
sebesar Rp 1,2 triliun sedangkan rekanan lain senilai Rp 262 miliar.
c. Pengumuman lelang dengan informasi yang tidak benar dan tidak lengkap

Terdapat penyimpangan dalam hal pemilihan vendor lelang konstruksi. Dalam


rangka pemilihan vendor seharusnya melalui otorisasi dari Menpora, namun dalma
hal ini malah melalu SesKemenpora. Selain itu ada penetapan nilai proyek yang
tinggi yaitu di atas Rp 50 miliar

2. Hubungan antara karyawan kunci dan vendor resmi


Terjadinya pertemuan rahasia anatara peserta lelang dengan panitia pengadaan
dalam rangka mengatur siapa yang menjadi pemenang lelang.
3. Anomali dalam pencatatan transaksi
a. Anggaran untuk proyek hambalang yang semula dianggarkan sebesar Rp 125 miliar
kemudian dirubah menjadi Rp 2,5 trilliun
b. Ditetapkannya kontrak tahun jamak (multiyears) pada proyek Hambalang
c. Izin penetapan lokasi, site plan dan izin mendirikan bangunan oleh Pemkab Bogor
belum disertai adanya studi Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL)
4. Kelemahan Pengecekan Ulang Persetujuan
a. Membiarkan Sekretaris Menpora pada saat itu yaitu Wafid Muharam melampaui
wewenang dalam menandatangani surat permohonan kontrak tahun jamak
(multiyears) terkait proyek hambalang tanpa memmperoleh pendelegasian dari
Menpora.
b. Pencairan dana proyek Hambalang yang menjadi wewenang Agus selaku Menteri
Keuangan dan Anny Ratnawaty selaku Dirjen Keuangan dianggap menyalahi
aturan karena pengajuan anggaran hanya ditanda tangani Sekretaris Menpora yang
mana seharusnya ditanda tangani oleh 2 pihak yaitu Menteri pengguna anggaran
dalam hal ini Menpora dan Menteri Pekerjaan Umum.
II. Spesific Red Flags Kasus Hambalang
Dalam kasus hambalang secara spesifik masuk ke skema korupsi
1. Pemisahan tugas yang lemah dalam menentukan kontrak dan menyetujui faktur
Dalam Red Flags hambalang terdapat kekurangan dalam hal kontrol antara
atasan terhadap bawahan. Dalam hal ini Menpora dianggap lalai untuk mengawasi
kinerja bawahannya diantaranya Andi Zulkarnaen dan mantan sekretaris menteri
Pemuda dan Olahraga yaitu Wafid Muharram dan mantan kepala Biro Keuangan dan
Rumah tangga Kemenpora Deddy Kusdinar.
2. Transaksi dalam jumlah besar dengan vendor
Diketahui para pelaku korupsi hambalamg telah memberikan sejumlah uang
yang besar yang nilainya mencapai Rp 471.7 miliar diamna dana tersebut di berikan
kepada diantaranya PT Ciriajasa Cipta Mandiri, KSO Adhi Karya dan Wijaya Karta.
3. Penemuan hubungan antara karyawan dan pihak ketiga yang tidak diketahui.
Diketahui adanya hubungan dekat antara Choel Mallarangeng dengan pejabat
Kemenpora yang bertujuan untuk memudahkan jalan PT Adhi Karya agar dapat
menenangkan lelang dimana ini sudah termasuk ke dalam tindakan korupsi.
G. Fraud Risk Assessment
1. Faktor Lingkungan Perusahaan
 Berdasarkan Laporan Tahunan KPK 2004-2011, dari 235 kasus TPK (Tindak
Pidana Korupsi) yang di berbagai instansi, 38,7% di antaranya terjadi di
Kementrian dan 11,4% terjadi di DPR RI.
 Pengaturan Tender yaitu pengaturan hasil tender secara ilegal oleh Andi
Mallarangeng, Wafid Muharam, Deddy Kusnidar, Anas Urbaningrum, M
Nazaruddin, Angelina Sondakh, Mahyuddin NS, Mirwan Amir dan Mardiyana
Indra Wati secara bersama-sama mengatur hasil tender dan mengatur sebuah
vendor sebagai pemenangnya

 Pungutan/ Pemerasan : dalam hal ini pihak-pihak yang disebutkan di atas tadi
melakukan pungutan ilegal kepada vendor tertentu untuk memuluskan jalan
vendor tersebut memenangkan tender

2. Faktor Internal
 Gagal menciptakan budaya kejujuran (Kickback : hampir serupa dengan
penyuapan, kickback merupakan pemberian uang terhadap karyawan untuk
mempermudah dalam memenangkan vendor.)
 Gagal mengartikulasikan dan mengkomunikasikan standar minimum kinerja
dan perilaku pribadi.
 Tingkat kinerja atau perilaku pribadi berada di bawah standar.
 Ambiguitas dalam pekerjaan, tugas, tanggung jawab, dan akuntabilitas.
 Kurangnya audit, inspeksi, dan tindak lanjut tepat waktu atau periodik untuk
memastikan kepatuhan terhadap tujuan, prioritas, kebijakan, prosedur entitas,
serta peraturan pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai