Anda di halaman 1dari 5

Tugas kelompok pertemuan minggu ke 11

“mencari kasus hukum di media yang terkait dengan pejabat perbendaharaan negara”

Nama kelompok:

Adhitya Rizqi Pramudya (01)

Ardian Deni Arrasyid (06)

Defina Karunia Putri (11)

Heni Wijayanti (19)

Maulida Alfina Putri (23)

Nadhifa Alvia Chairunnisa (27)

Reza Trijayanti (33)

Salsabilla Navia Azzani (35)


OKNUM ANGGOTA DEWAN, ISTRI DAN KPA DIADILI KASUS KORUPSI BIOGAS
DENPASAR, BALIPOST.com – Oknum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Klungkung, Gede Gita Gunawan, bersama istrinya Thiarta Ningsih selaku Direktris CV. Bhuana
Raya, Rabu (2/1) diadili di Pengadilan Tipikor Denpasar.

Selain itu, JPU dari Kejari Klungkung, Kadek Wira Atmaja dkk., juga menyidangkan terdakwa I
Made Catur Adnyana selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sekaligus Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) dalam pekerjaan belanja barang yang diserahkan pada masyarakat berupa
instalasi biogas pada Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Perempuan, KB dan Pemerintah
Desa (BPMDPKBPD) Kabupaten Klungkung Tahun Anggaran 2014.

Pantauan Bali Post, ketiga terdakwa disidang secara terpisah dan bergilir karena berkas mereka
juga dilakukan secara terpisah. Sebagai ketua majelis hakim yang menyidangkan perkara ini
adalah I Wayan Sukanila yang saat ini juga menjabat Waka PN Singaraja, dengan hakim anggota
Miftahul dan Hartono.

Dalam dakwaan I Made Catur Adnyana selaku KPA sekaligus PPK dijelaskan bahwa peristiwa itu
terjadi di kantor BPMDPKBPD Kabupaten Klungkung di Desa Kutampi Kaler, Desa Klumpu dan
Desa Sakti, Nusa Penida.

Dijelaskan jaksa bahwa terdakwa Made Catur Adnyana sebagai orang yang melakukan, yang
menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum,
memperkaya diri sendiri, atau orang lain, atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara.

Jaksa menjelaskan anggaran dalam pengadaan biogas dari Kementrian ESDM dalam perkara ini
adalah Rp 815.337.000., plus tambahan dana pendamping dari Pemda Klungkung sebanyak
10%. Kepala Badan BPMDPKBPD Kabupaten Klungkung Putu Widiada menunjuk I Made Catur
Adnyana selaku KPA sekaligus PPK. Dan dari sanalah dibuat tender, termasuk meninjau 60
orang pemohon (masyarakat), sekaligus menentukan layak tidaknya mendapat bantuan biogas.
Dalam kegiatan itu, kata jaksa, sebagai konsultan perencana digunakan CV Graha Undagi,
namun CV ini hanyalah dipinjam nama oleh I Made Dirganata. Made Dirganata memakai
konsultan pengawas bernama CV Pilar Utama dengan anggaran Rp 22,3 juta.

Nah dalam sistem pelelangan biogas itu, kata jaksa, terdakwa Gede Gita Gunawan (anggota
dewan) sekaligus suami dari Thiarta Ningsih Direktris CV Bhuana Raya, menghubungi Nyoman
Suartika Direktur CV Sari Indah Karya, bermaksud menggunakan perusahaan untuk ikut lelang
biogas. Dan Suartika pun setuju dan minta menghubungi staffnya. Ada empat perusahaan ikut
lelang. Selain CV Bhuana Raya, CV Sari Indah Karya, juga ada CV Habib Son Jr dan CV Natia
Karya.
Menariknya dalam dakwan jaksa, CV Bhuana Raya milik terdakwa tidak mengajukan dokumen
penawaran. Melainkan mengajukan menggunakan CV Sari Indah Karya dengan penawaran Rp
890.040.000. Dan akhirnya CV Sari Indah Karya dinyatakan sebagai pemenang lelang.

Gede Gita Gunawan yang juga anggota dewan langsung nelepon Kepala Badan BPMDPKBPD
Putu Widiada bahwa proyek biogas akan digarap adiknya. Namun setelah terjadi
penandatangan kontrak kerja, diduga tidak melaksanakan tugas sesuai kontrak dalam
pengadaan biogas tersebut. Namun justru memperkaya orang lain, dalam hal ini Thiarta Ningsih
selaku Direktris CV. Bhuana Raya dan Gede Gita Gunawan sebesar Rp 792.912.654,00. Jaksa
berdalih bahwa pekerjaaan biogas dilakukan oleh Thiarta Ningsih selaku Direktris CV. Bhuana
Raya, yang notabene bukan merupakan pemenang lelang. Dan kerugian negara Rp
792.912.654,00., adalah pembayaran atas pekerjaan yang dilakukan, setelah dikurangi PPN.

Atas dakwaan jaksa, kuasa hukum Thiarta Ningsih, Agus Sujoko dkk., bakalan mengajukan
eksepsi. Begitu juga kuasa hukum Made Catur Adnyana, Sumardika dkk., keberatan akan
dakwaan jaksa sehingga dia mengajukan eksepsi. (miasa/balipost)

Sumber: http://www.balipost.com/news/2019/01/02/65083/Oknum-Anggota-Dewan,Istri-
dan...html
Kasus RAPBN-P 2018, KPK Panggil 2 Pejabat Kementerian dan Seorang Anggota
DPR
Dylan Aprialdo Rachman Kompas.com - 13/08/2018, 10:33 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan


terhadap dua pejabat kementerian dan seorang anggota DPR dalam kasus dugaan suap terkait
usulan dana perimbangan keuangan daerah pada Rancangan APBN-Perubahan Tahun Anggaran
2018, Senin (13/8/2018). Dua pejabat kementerian itu adalah Kepala Biro Perencanaan dan
Anggaran pada Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan Bayu Teja Muliawan dan Direktur
Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Budiarso Teguh. "Yang bersangkutan
akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka YP (Yaya Purnomo, pejabat nonaktif Kemenkeu),"
ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Senin. Sementara itu anggota DPR Komisi
XI Sukiman akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka anggota DPR Komisi XI Amin Santono.
Selain itu, KPK juga memanggil Direktur CV Palem Gunung Raya Arief Budiman sebagai saksi
untuk tersangka Yaya Purnomo. Febri sebelumnya menjelaskan, KPK terus menggali lebih jauh
hubungan antara pemerintah pusat dan daerah melalui pemeriksaan para saksi. Ia menjelaskan,
pembahasan usulan dana perimbangan pada dasarnya melibatkan proses interaksi antara
instansi terkait di pemerintah pusat dan daerah. Hal itulah yang terus di dalami oleh KPK.
"(Terkait) proses penganggaran di DPR dan bagaimana hubungan kepentingan-kepentingan
pihak instansi pusat di daerah juga penting bagi KPK," kata Febri. "Kedua, sejauh mana
pengetahuan mereka apakah ada aliran dana terkait proses penganggaran itu," sambungnya.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan anggota DPR Komisi XI Amin Santono dan pejabat nonaktif
Kemenkeu Yaya Purnomo sebagai tersangka. KPK juga menetapkan dua orang sebagai
tersangka yaitu Eka Kamaludin dan Ahmad Ghiast. Eka diketahui merupakan pihak swasta yang
berperan sebagai perantara. Adapun, Ahmad berstatus sebagai swasta atau kontraktor. Ahmad
diduga sebagai pemberi uang.
sumber:https://nasional.kompas.com/read/2018/08/13/10332821/kasus-rapbn-p-2018-kpk-
panggil-2-pejabat-kementerian-dan-seorang-anggota-dpr.

Pendapat :
Kasus suap merupakan kasus yang sering terjadi di dalam sebuah birokrasi tidak terlepas
juga di kementerian- kementerian serta kelembaga negara. Kasus ini tentunya merugikan
negara terutama bagi rakyat Indonesia. Dalam bahas berita di atas, kasus suap terjadi antara
pegawai kementerian keuangan, kementerian kesehatan serta anggota DPR terkait dengan
kasus dugaan suap usulan dana perimbangan keuangan daerah pada Rancangan APBN-
Perubahan Tahun Anggaran 2018. KPK telah menetapkan status tersangka kepada beberapa
pihak diantaranya anggota komisi XI DPR Amin Santoso, pejabat non aktif kemenkeu Yaya
Purnomo, dan dua pihak swasta lainnya.
Selanjutnya, dana perimbangan yang merupakan hubungan antara pemerintah pusat
dengan pemerintah daerah seharusnya ditetapkan sesuai dengan bagian yang sudah ditentukan
dan tidak ada salah satu pihak yang dirugikan baik itu rakyat maupun pemerintah. DPR sebagai
wakil rakyat memiliki peran, serta andil agar dana tersebut diberikan secara proporsional.
Terkait dengan kasus suap tersebut, tentunya integritas memiliki peran penting dalam
membangun sumber daya manusia yang lebih berkualitas agar terhindar dari kasus suap.

Anda mungkin juga menyukai