Nama Mahasiswa:
Maudy Khoiriah Indah Sari
Reguler XXI B
(PO.62.20.1.18.061)
JAKARTA, KOMPAS.com - PT Duta Graha Indah (DGI) atau yang telah berganti nama menjadi
PT Nusa Konstruksi Enjiniring (NKE) divonis membayar pidana denda sebesar Rp 700 juta. PT
NKE juga dipidana tambahan dengan membayar uang pengganti sebesar Rp 85.490.234.737.
Majelis hakim juga mencabut hak perusahaan untuk mengikuti lelang proyek pemerintah selama
enam bulan.
"Menyatakan terdakwa PT Nusa Konstruksi Enjiniring telah terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," ujar Ketua Majelis
Hakim Diah Siti Basariah saat membaca amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis
(3/1/2019) malam.
Vonis ini menandai PT NKE sebagai korporasi pertama yang dinyatakan terbukti bersalah
melakukan korupsi.
Perjalanan kasus PT NKE
Pada 24 Juli 2017, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan perusahaan ini sebagai
tersangka. PT NKE dijerat dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan RS
Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana Tahun Anggaran 2009-
2010.
Penetapan perusahaan ini sebagai tersangka merupakan pengembangan penyidikan perkara yang
sama dengan tersangka Dudung Purwadi, Direktur Utama PT DGI dan Made Meregawa, pejabat
pembuat komitmen.
Saat perusahaan ini diseret ke meja hijau, PT NKE didakwa memperkaya korporasi sendiri senilai
ratusan miliar rupiah dalam proyek pemerintah. Perbuatan tersebut diduga menimbulkan kerugian
negara sebesar Rp 25, 953 miliar. PT NKE didakwa melawan hukum membuat kesepakatan
memenangkan perusahaannya dalam lelang proyek Pembangunan Rumah Sakit Khusus Infeksi
dan Pariwisata Universitas Udayana Tahun Anggaran 2009 dan 2010. PT NKE juga dinilai
memperkaya diri sendiri atau selaku korporasi sejumlah Rp 24,778 miliar.
Selain itu, didakwa memperkaya Muhammad Nazarudin beserta korporasi yang dikendalikannya
yakni PT Anak Negeri, PT Anugerah Nusantara dan Grup Permai sejumlah Rp 10, 290 miliar.
Atas perbuatannya, jaksa KPK menuntut PT NKE membayar pidana denda sebesar Rp 1 miliar.
PT NKE juga dituntut pidana tambahan dengan membayar uang pengganti sebesar Rp
188.732.756.416. Jaksa juga menuntut hak PT NKE mengikuti lelang proyek pemerintah dicabut
selama dua tahun.
"Kami terima saja keputusannya dengan baik dan kami siap melaksanakan keputusan itu dan akan
membayar secepatnya," lanjut dia. Djoko mengatakan, perusahaan akan menjual sebagian saham
dan aset perusahaan untuk segera membayar pidana uang pengganti sekitar Rp 85 miliar.
"Kami akan menjual aset yang tidak bermanfaat, share (saham) dari beberapa perusahaan yang
kita miliki," ujar Djoko.
Atas perbuatannya, PT NKE disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang
Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor menyebutkan setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara minimal 4 tahun dan
maksimal 20 tahun dan denda paling sedikit 200 juta rupiah dan paling banyak 1 miliar rupiah.
Lebih lanjut, Pasal 3 menyebutkan setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri
atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang
ada padanya karena jabatan atau karena kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara dipidana seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan
paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit 50 juta rupiah dan maksimal 1 miliar.
Ulasan Tentang Kasus Korupsi dari sudut Presfektif Budaya
Korupsi dilihat dari sudut pandang budaya, maka pengertian korupsi memiliki dimensi
tradisi atau kebudayaan. Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan,
moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang
didapatkan oleh manusia (Soerjono Soekanto, 2012: 150). Kebiasaan-kebiasaan tindakan korupsi
yang marak ini kemudian berkembang menjadi sebuah budaya yang cenderung bersifat negatif.
Hal ini tentu saja sudah menyimpang dari moralitas, kebenaran dan kebajikan. Saat ini korupsi
telah memasuki setiap aspek kehidupan kita menjadi sangat luas seperti udara yang kita hirup.
Perkembangannya telah terjadi secara besar-besaran dan hampir tidak ada bidang aktivitas sosial,
politik, ekonomi dan bahkan agama yang bebas dari tindak korupsi. Hal ini sudah sangat jelas
menggambarkan bahwa tidak korupsi telah menjadi hal yang membudaya dalam masyarakat.
Kebudayaan akan tumbuh dengan adanya hasil pemikiran akal budi manusia. Sedangkan,
pemikiran dan akal budi manusia itu dapat mengarah pada hal yang cenderung negatif seperti
budaya korupsi. Pada umumnya, orang menghubungkan tumbuh suburnya korupsi dengan sebab-
sebab yang mudah seperti kurangnya gaji pejabat, buruknya ekonomi disuatu negara, mental
birokrat/pejabat yang kurang baik, administrasi yang kacau sehingga dapat menghasilkan adanya
prosedur yang berbelit-belit. Demikianlah pandangan secara sepintas mengenai korupsi yang
terjadi di Indonesia.
Sistem budaya yang korupsi akan mempengaruhi dan membentuk perilaku individu.
Ketika suatu lembaga memiliki sistem budaya yang korupsi, nilai dan moral telah bergeser dan
membentuk nilai baru, yang selanjutnya dipegang bersama oleh anggotanya sebagai pedoman
berperilaku. Nilai baru inilah yang dianggap sebagai nilai yang benar walaupun dalam ukuran nilai
yang sebelumnya merupakan nilai yang menyimpang. Sehingga ketika ada seorang Indvidu yang
memiliki kepribadian yang baik dengan pegangan moral dan nilai yang kuat akan dianggap
menyimpang ketika ia berada dalam lembaga yang korupsi tersebut.
Menurut saya, salah satu yang hal yang dapat dilakukan ialah dengan mengemukakan
terlebih dahulu faktor-faktor yang paling berperan dari terjadinya suatu maslah tersebut.Dengan
demikian pembahasan korupsi harus sangat berhati-hati dan dijauhkan dari tindakan yang
gegabah.
Dari kasus diatas dapat disimpulkan dari sudut pandang budaya bahwa, pemimpin sekarang pun
tidak dapat melakukan pengelolaan amanah dengan baik. Dulu dalam kebubudayaan pemimpin
adalah seorang yang menjadi contoh untuk masyrakatnya. Sekarang tidak bisa dipungkiri
seseorang yang memiliki akal budi dan budaya dapat berbuat salah dengan melakukan tindak
korupsi dengan memperkaya diri sendiri.
Ulasan Tentang Kasus Korupsi dari Sudut Persfektif Hukum
Korupsi tergolong sebagai suatu tindakan yang melanggar hukum dan dapat dipidanakan.
Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13buah Pasal
dalam UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan
kedalam 30 bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci
mengenai perbuatan yang bisa dikenakan sanksi pidana karena korupsi. Ketigapuluh bentuk/jenis
tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Kerugian keuangan negara
2. Suap-menyuap
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi
Peraturan perundang-undangan (legislation) merupakan wujud dari politik hukum institusi Negara
dirancang dan disahkan sebagai undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi. Secara
parsial, dapat disimpulkan pemerintah dan bangsa Indonesia serius melawan dan memberantas
tindak pidana korupsi di negeri ini.
Dari aspek ekonomi, yang menjadi indikator adanya transparansi dan akuntabilitas tersebut
adalah rendahnya tingkat korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Berarti, semakin tinggi tingkat
transparansi dan akuntabilitas, maka semestinya semakin rendah pula kemungkinan terjadinya
korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Tetapi, realita dari berbagai penelitian dan evaluasi yang
dilakukan oleh beberapa lembaga berbeda, justru menunjukkan kecenderungan yang semakin
memprihatinkan, serta pada umumnya penelitian-penelitian tersebut menyimpulkan, bahwa
“Indonesia merupakan salah satu negara paling korup di dunia”.
Korupsi juga telah berkembang dan mengakar di lembaga-lembaga pemerintahan, lembaga
perwakilan rakyat (DPR dan DPRD), ironisnya lagi hal ini juga terjadi di lembaga peradilan
sendiri. Seharusnya kepolisian, kejaksaan dan lembaga peradilan menjadi ujung tombak bagi
upaya pemberantasan korupsi justru pandangan oleh banyak kalangan merupakan institusi-
institusi publik yang korup dan banyak melakukan penyalahgunaan wewenang. Dalam artian,
bahwa korupsi telah merajalela terutama di kalangan birokrasi pada institusi publik atau lembaga
pemerintah, baik departemen maupun non departemen. Dari uraian diatas mengindikasikan bahwa
korupsi benar-benar telah menjadi permasalahan yang serius dan sistemik yang sangat
membahayakan dan merugikan negara maupun masyarakat, khususnya di negara kecil dan
berkembang seperti halnya Indonesia.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur
sebagai berikut:
• Perbuatan melawan hukum
• Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana
• Memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi
• Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
Dalam kasus ini perlu waktu yang lama untuk membuktikan bahwa PT NKE bersalah melakukan
tindak korupsi. Bukannya kita tidak menyadari dari dulu korupsi ini sudah mencederai rakyat
miskin dengan terjadinya penyimpangan dana yang mula nya untuk pembangunan Rumah Sakit
Khusus Infeksi ditahun 2009-2010 sampai dengan saat ini nyatanya, keperluaan tersebut hanya
dijadikan alat untuk memperkaya diri sendiri. Oleh sebab itu, korupsi merupakan salah satu
elemen yang turut memberikan kontribusi bagi terjadinya keterbelakangan dan buruknya kinerja
ekonomi Indonesia, serta merupakan salah satu faktor penghambat yang utama bagi
pembangunan dan upaya pengentasan kemiskinan.