Anda di halaman 1dari 8

PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN

INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN PINDANG SKALA MIKRO DAN KECIL


DI KABUPATEN BOGOR

Hikmah dan Yayan Hikmayani1)

Pendahuluan

Subsektor perikanan mempunyai peranan penting sebagai penyumbang protein


bagi masyarakat Indonesia. Akan tetapi tidak semua wilayah Indonesia dapat
tercukupi kebutuhannya akan protein karena ketersediaan ikan per kapita belum
terdistribusi secara merata.
Pengolahan dapat membuat ikan menjadi awet dan memungkinkan untuk
didistribusikan dari pusat produksi ke pusat konsumsi. Namun, selama 20 tahun
terakhir, produksi ikan yang diolah baru sekitar 23−47%, Dari jumlah tersebut,
sebagian besar merupakan pengolahan tradisional, karena pengolahan modern
memerlukan persyaratan yang sulit dipenuhi oleh perikanan skala kecil, yaitu pasokan
bahan baku yang bermutu tinggi dalam jenis dan ukuran yang seragam, dalam jumlah
yang cukup banyak sesuai dengan kapasitas industri. Kondisi ini menggambarkan
bahwa pengolahan tradisional masih mempunyai prospek untuk dikembangkan.
Prospek ini didukung oleh masih tersedianya sumber daya ikan di pusat produksi,
tingginya permintaan di pusat konsumsi, sederhananya teknologi, serta banyaknya
industri rumah tangga pengolah tradisional (Heruwati, 2002).
Usaha pengolahan hasil perikanan di Kabupaten Bogor terkonsentrasi di empat
kecamatan yaitu Parung, Caringin, Gunung Sindur dan Cigudeg dengan tiga jenis
produk olahan yaitu ikan pindang, terasi udang, dan ikan asap. Usaha pengolahan
ikan pindang cue terkonsentrasi di Desa Waru kecamatan Parung dan di desa Cigudeg
kecamatan Cigudeg, usaha pengolahan terasi udang terkonsentrasi di desa Ciderum
kecamatan Caringin, usaha pengasapan lele terkonsentrasi di desa Pengasinan
kecamatan Gunung Sindur. Dari 3 (tiga) produk olahan di Kabupaten Bogor,
pengolahan ikan pindang merupakan jenis produk olahan yang cukup banyak
diproduksi di Kabupaten Bogor.
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui profil usaha dan pola pembiayaan
industri pengolahan ikan pindang skala mikro dan kecil di kabupaten Bogor. Data
dan informasi ini diharapkan dapat menjadi salah satu unsur penunjang bagi
opengembangan industri pengolahan ikan skala mikro dan kecil dimasa yang akan
datang.
1 *)
Staf Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

1
Profil Usaha Pengolahan Ikan Pindang
Berdasarkan urutan jumlah produksi hasil olahan tradisional di Bogor, pindang
menduduki posisi tertinggi diantara produk-produk olahan olahan tradisional lainnya.
Produksi ikan pindang mencapai 26.155 ton atau setara dengan 29,33 % dari total
produksi ikan olahan skala mikro kecil dan menengah yaitu 89,169 ton. Skala usaha
pengolah ikan pindang bervariasi ditinjau dari produksi yang dihasilkannya.
Gambaran produksi ikan pindang di Kabupaten Bogor disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Produksi ikan pindang yang dihasilkan setiap pengolah di Kab. Bogor
Desa/Kecamatan Jumlah Kapasitas Produksi
Pengolah (kg/hari)
Waru/Parung 2 2000
Pondok Rajeg/Cibinong 1 2000
Desa Cigudeg/Cigudeg 3 200 – 4000
Ds. Jambu Wuluh, Cibedug/Ciawi, Kelompok Cue 500
Cisalada/Cijeruk
Ds. Jambu Luwuk/Ciawi 1 200
Ds. Cibedug/Ciawi 1 100
Cisalada/Cijeruk 1 150
Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Bogor
Pengolahan dilakukan menggunakan teknologi tradisional, hal ini ditunjukkan
dengan penggunaan peralatan maupun cara pengolahan yang sederhana misalnya alat
untuk merebus pindang digunakan drum –drum bekas perlu diganti dengan bahan
yang lebih memenuhi kriteria kesehatan dan keamanan pangan.
Rumah pengolahan dibangun di lahan bantaran sungai dengan dengan tujuan
agar dalam proses pencucian ikan dapat dilakukan dengan mudah menggunakan air
sungai. Disamping itu, adanya keterbatasan lahan menjadi alasan bagi pengolah
untuk mendirikan rumah pengolahan di bantaran sungai. Akan tetapi dilihat aspek
sanitasi dan kesehatan, usaha ini pengolahan ikan pindang belum memenuhi kriteria
kesehatan.
Cara pembuatan pindang secara garis besar adalah sebagai berikut yaitu ikan
yang telah dibersihkan disusun dalam besek yang terbuat dari anyaman bambu yang
oleh masyarakat lokal disebut badeng atau naya dan dimasukkan ke bak
perebusan/drum yang berisi air garam mendidih dan direbus kurang lebih 2 jam.
Setelah itu ikan diangkat dan ditiriskan (Gambar 1).

2
Gambar 1. Proses pembuatan ikan pindang
Pola Pembiayaan
Usaha pengolahan ikan pindang memerlukan biaya relatif sedikit. Untuk
memulai usaha dengan satu unit teknologi pengolahan dibutuhkan modal Rp.
198,480,000,-. Modal tersebut digunakan untuk biaya investasi seperti pembuatan
rumah pengolahan dan pembelian peralatan produksi, serta biaya operasional untuk
pengolahan ikan pindang. dilihat dari jumlah modal usaha, pengolahan ikan pindang
tergolong ke dalam kriteria usaha skala mikro dan kecil. Menurut Anonimous (2002),
modal investasi dan modal kerja untuk usaha kecil hingga Rp. 500 juta.
Permodalan yang digunakan pengolah sebagian besar merupakan modal
sendiri. Dalam rangka perbaikan sistem permodalan, Pemda Kabupaten Bogor telah
menyiapkan suatu skim. Skim tersebut dikemas dalam sebuah program yang
dinamakan Gerakan Masyarakat Mandiri (GMM). Dimana, pengolah perikanan
dimungkinkan untuk memperoleh modal dengan melakukan skim tersebut dengan
bunga hanya 1% perbulan. Adapun skim permodalan menurut Gerakan Masyarakat
Mandiri (GMM), dana ’penjaminan’ yang dititipkan oleh PEMDA Bogor di BRI
sehingga usaha kecil dan mikro bisa mendapatkan kredit dengan mendapatkan
rekomendasi dari Dinas perikanan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
ditunjuk oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor. Dana yang telah disalurkan
kepada usaha mikro dan kecil, sejauh ini pengembalian pinjaman berjalan dengan
lancar. Hal ini terlihat dari tingkat kemacetan dalam pengembalian kredit tidak lebih
dari 2 %.
Disamping dana pinjaman dari PEMDA, kerjasama juga telah dibangun antara
pengolah-pengolah dengan perusahaan BUMN (Telkom, PLN, Peruri). Kerjasama
BRI dengan Pemda Kabupaten merupakan tindak lanjut dari penunjukan pemerintah
kepada BRI untuk memperlancar penyaluran kredit kepada usaha kecil dan mikro.

3
Sosialisasi dari Pemerintah Daerah mengenai program bantuan permodalan ini masih
akan ditingkatkan.
Mekanisme peminjaman kredit relatif mudah yaitu dengan mengajukan
proposal peminjaman kepada Pemda Bogor dalam hal ini adalah Dinas perikanan,
yang kemudian di analisa kelayakan usahanya. Selanjutnya setelah melalui proses
analisa kelayakan, peminjam yang layak direkomendasikan untuk mendapatkan
pinjaman ke bank BRI. Besarnya angsuran ditetapkan sebesar 1-5 % dari keuntungan
atau dengan bunga 2%/bulan, sedangkan dana yang telah tersedia sekitar 50 juta.

Struktur Biaya dan Keuntungan Usaha

Struktur biaya usaha pengolahan ikan pindang terdiri dari biaya investasi dan
biaya operasional. Biaya investasi merupakan biaya tetap yang besarnya tidak
dipengaruhi oleh jumlah produk yang dihasilkan. Biaya investasi untuk usaha
pengolahan ikan pindang terdiri dari beberapa komponen diantaranya biaya rumah
pengolahan dan perlatan produksi (berupa tungku, badeng, ember/tong, baskom, dan
selang air). Komponen terbesar untuk biaya investasi ini adalah biaya untuk rumah
tungku sebesar Rp. 20.000.000,- yang mencapai 62,75% dari total biaya investasi
pada awal usaha yaitu sebesar Rp. 31.875.000,- seperti yang terlihat pada gambar 2.

Persentase Biaya Investasi Pengolahan Ikan Pindang


Rumah Pegolahan

15,15 0,08
Tungku
1,10
15,69 Badeng

Ember/tong
62,75
Baskom
19,61
Selang air

Gambar 2. Persentase Biaya Investasi


Biaya operasional merupakan biaya variabel yang besar kecilnya dipengaruhi
oleh jumlah produksi. Komponen dari biaya operasional adalah pengadaan bahan
baku ikan, wadah pindang/besek, garam, kayu bakar, minyak tanah, biaya
transportasi, telepon, serta upah tenaga kerja. Komponen biaya operasional terbesar
adalah bahan baku ikan sebesar Rp. 156.000.860.000,- yang mencapai 94,15 % dari
total biaya operasional sebesar Rp. 166.605.000,- seperti yang terlihat pada gambar 3.

4
Persentse Biaya Operasional Pengolahan Ikan Pindang

0,00
0,03 0,20
1,50 0,09 Bahan Baku Ikan
0,99 2,97
0,06 Besek
Garam
Kayu Bakar
Minyak Tanah
Telepon
Listrik
94,15 Trasport
Tenaga Kerja

Gambar 3. Persentase Biaya Investasi


Struktur biaya usaha pengolahan ikan pindang di kabupaten Bogor dapat dilihat pada
Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Struktur Biaya Usaha Pengolahan Ikan Pindang
Uraian Nilai/harga (Rp)
Biaya Investasi
Rumah Pengolahan 20.000.000
Tungku (Rp. 15000/badeng) 6.250.000
Badeng (550 buah) @ 10000/badeng 5.000.000
ember/tong (7 buah) @50.000 350.000
baskom (10 buah) @25.000 250.000
selang air (10 meter) @2500,-/meter 25.000
Jumlah 31.875.000
Biaya Operasioanal
Ikan (46kgx550)xRp6200,- 156.860.000
Wadah pindang (besek) 1000 besek/bln
@100,-/besek 100.000
garam (10 kg/badeng x 300,-) 1.650.000
kayu bakar ( 1colt/25 badengx100.000/kg) 2.500.000
minyak tanah (4 liter/hari) @2/liter 8.000
telpon (150.000,-/bln) 150.000
listrik (250.000/bln) 50.000
transportasi
a. TPI-tempat pemindangan (50000,-/hari) 250.000
b. Tempat pemindangan-pasar: 87.000
tenaga kerja 1500/badeng/orang (6 orang) 4.950.000
Jumlah 166.605.000
Total biaya (TC) = biaya tetap + biaya
tidak tetap 198.480.000
Total Produksi (550 badeng) 1 badeng=46
kg Rp.430.000/badeng 236.500.000
Keuntungan (TR-TC) 38.020.000
Sumber: Data diolah, 2004

5
Prospek Pengembangan Usaha
Jika dilihat dari sisi peluang pengembagan, usaha pengolahan ikan pindang di
kabupaten Bogor prospeknya cukup menjajikan. Hal ini dapat dilihat dari sisi
ketersediaan bahan baku dan pemasaran ikan pindang hasil olahan tidak
mengalami kendala yang berarti serta tingkat keuntungan yang cukup tinggi.

Pemasaran
Pemasaran pindang dari Bogor masih terbatas di pasar sekitar Bogor seperti
Pasar Anyar, Pasar Bogor, Warung Jambu dan Cibinong. Adanya ikatan yang terjalin
antara pengolah dengan pedagang telah memungkinkan lancarnya penjualan ikan
pindang di lokasi tersebut.
Demikian juga hubungan dengan pedagang di pasar-pasar (Pasar Anyar,
Warung Jambu, Cibinong, Bogor) juga telah terjalin dengan baik sehingga dalam hal
produksi jumlah dan jenis pindang yang diminta akan diproduksi pengolah setiap hari.
Setiap pengolah menjalin hubungan bisnis dengan beberapa orang pedagang pengecer
di Pasar Bogor dan Warung Jambu dengan harga telah disepakati sebelumnya.
Pengolah memproduksi pindang dengan jumlah sesuai dengan pesanan dari pedagang.
Pembayaran biasanya dilakukan sesuai dengan perjanjian antara pedagang dan
pengolah sebelumnya yaitu dengan cara tunai atau tempo (pembayaran yang
dilakukan dilain waktu sesuai perjanjian pengolah dan pedagang.
Saluran pemasaran yang terjadi untuk hasil pengolahan ikan pindang di Bogor
dapat dilihat pada gambar 2 sebagai berikut.
Pedagang (sekaligus sebagai
Produsen/ pengecer) Konsumen
pengolah Psr: Anyar, Bogor, Warung
Jambu, Cibinong

Gambar 2. Saluran pemasaran ikan pindang di Bogor


Meskipun prospeknya cukup menjanjikan, namun kelemahan dari produk
pindang yang berasal dari Bogor adalah ketidakmampuan untuk bersaing dengan
pindang dari Pelabuhan Ratu yang harganya bisa lebih murah dan produknya
melimpah di pasar khususnya pada musim ikan. Pada saat ikan pindang dari
Pelabuhan Ratu datang dalam jumlah besar maka harganya akan turun, dan penjual
dari Bogor tidak mampu bersaing selain menjual dengan harga lebih murah. Pada saat
seperti itu, pengolah ikan di Bogor tidak dapat memperoleh keuntungan.

6
Ketersediaan Bahan Baku
Bahan baku untuk pembuatan pindang diperoleh dari Jakarta (Muara Baru).
Jenis ikan yang dipindang yaitu ikan tongkol dan kembung. Pengolah membeli ikan
dari Muara Baru setiap hari dengan cara menyewa mobil namun ada juga yang
menggunakan mobil milik pribadi. Aktivitas pengolahan dimulai pada sore hari, dan
pada pagi harinya ikan pindang siap dikirim kepada para pedagang langganan yang
berlokasi di pasar-pasar tersebut di atas.
Hubungan antara pengolah dengan penjual ikan di Muara Baru dilakukan
dengan baik. Hal ini ditandai dengan adanya jalinan kepercayaan antara pengolah dan
penjual ikan di Muara baru dalam hal jual beli ikan. Apabila pengolah membutuhkan
jumlah dan jenis ikan yang dibutuhkan, pengolah tinggal memesan ikan melalui
telepon, kemudian penjual mengirimkan ikan sejumlah pesanan pengolah. Sistem
pembayaran disepakati dengan cara tempo dalam waktu 1 minggu.

Keuntungan Usaha dan Kemudahan Teknologi


Dilihat dari struktur biaya usaha pengolahan ikan pindang, keuntungan
mencapai Rp.38.005.000. Hal ini menunjukkan bahwa prospek usaha pengolahan
ikan pindang cukup menjanjikan. Disamping itu, teknologi yang digunakan pun
sederhana dan tidak rumit. Namun kelemahan dari pengolahan ikan pindang di
Kabupaten Bogor adalah sanitasi dan hygien serta kemasan yang tidak menarik
menyebabkan produk ikan pidang memiliki kualitas yang rendah dan tidak memenuhi
standar kesehatan.

Kesimpulan

Meskipun industri pengolahan ikan pindang masih bersifat tradisional, namun


prospek pengembagannya cukup menjanjikan. Untuk itu harus didukung oleh
teknologi pengolahan yang dapat mengasilkan produk olahan yang berkualitas dan
memenuhi standar kesehatan pangan, tersedianya bahan baku, akses pasar, dan
dukungan permodalan terhadap usaha pengolahan ikan pindang.

7
Daftar Pustaka

Anonim 2002. Rencana Induk Pengembangan Industri Menengah. Buku 1.


Kebijakan dan Strategi Umum Pengembangan Industri Kecil
Menengah. Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI. Jakarta
Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. Monografi. Peternakan dan
Perikanan. 2003.
Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. Laporan Tahunan. Peternakan
dan Perikanan. 2003
Heruwati, E.2002. Pengolahan ikan secara tradisional: Prospek dan peluang
Pengembangan. Jurnal Litbang Pertanian, 21 (3). Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai