Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN DISKUSI TUTORIAL

BLOK I BUDAYA ILMIAH


SKENARIO 2

PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP
EVIDENCE BASED MEDICINE DALAM
PROSES PENEGAKAN DIAGNOSIS

Oleh
Kelompok 12:

Fiqih Faruz Romadhon (G0009084) Hanifah Astrid (G0009100)


David Kurniawan S. (G0009050) Fika Khulma S (G0009082)
Ichsanul Amy Himawan (G0009104) Qonita S. Janani (G0009176)
Ahmad Afiyyudin (G0009008) Muvida (G0009144)
Ariesta Permatasari (G0009028) Gia Noor Pratami (G0009092)
Dhiandra Dwi (G0009058)

Tutor: Ruben Dharmawan, dr., PhD

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2009
BAB I
PENDAHULUAN

a. Latar Belakang Masalah

Dalam dunia kedokteran, perkembangan informasi seputar dunia medis


dan penyakit terus berkembang pesat. Oleh sebab itu, dokter harus selalu
mengikuti perkembangan pengetahuan. Tidak terkecuali dalam penegakan
diagnosis, dokter harus memeriksa pasien dengan prosedur yang tepat sesuai
dengan sebuh prinsip yang disebut EBM (Evidence Based Medicine).
EBM adalah sebuah pertimbangan bukti ilmiah (evidence) yang sahih
yang diketahui hingga kini untuk menentukan pengobatan pada penderita
yang sedang kita hadapi. EBM ini dijadikan dasar dalam melakukan
diagnosis dan terapi. EBM yang digunakan untuk melakukan langkah
diagnosis disebut Evidence Based Medicine Diagnosis.
Dalam skenario dua, seorang laki-laki berusia 35 tahun dengan riwayat
penyakit: demam, pusing, batuk-batuk disertai dahak, badan terasa sakit
semua, dan mulai merasakan sesak napas pada hari kedua. Terjadi kasus
ayam mati mendadak di tempat kerjanya. Pasien lalu datang pada dokter A.
Dokter tersebut melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan diteruskan
dengan menyarankan pemeriksaan penunjang di laboratorium. Karena pasien
merasa keberatan melakukan pemeriksaan laboratorium, ia memeriksakan
diri ke dokter B. Dokter B melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik lalu
menentukan obatnya.
Dari skenario ini, mahasiswa diharapkan mampu menentukan langkah
mana yang benar antara yang dilakukan dokter A atau B berdasarkan prinsip
EBM diagnosis yang benar.

b. Rumusan Masalah

1. Apa saja yang termasuk prinsip-prinsip EBM?


2. Bagaimana langkah-langkah penerapan EBM pada diagnosis?
3. Dokter mana yang telah menerapkan EBM dalam penegakan diagnosis?
c. Tujuan

1. Merumuskan masalah yang dihadapi pasien


2. Mampu melakukan evaluasi penelusuran informasi dan
validitas informasi
3. Melakukan evaluasi diagnosis dan menerapkan langkah
yang benar dalam menegakkan diagnosis sesuai EBD
4. Mengetahui prinsip-prinsip EBD

d. Manfaat

1. Mengetahui masalah yang dihadapi pasien


2. Mendapatkan informasi yang valid
3. Mampu melakukan langkah yang benar sesuai dengan
EBM dalam mencapai diagnosis.
BAB II

STUDI PUSTAKA

1. Evidence Based Medicine


EBM menggunakan segala pertimbangan bukti ilmiah (evidence) yang
sahih yang diketahui hingga kini untuk menentukan pengobatan pada
penderita yang sedang kita hadapi. Ini merupakan penjabaran bukti ilmiah
lebih lanjut setelah obat dipasarkan dan seiring dengan pengobatan rasional.
(Iwan Darmansjah, Pusat Uji Klinik Obat FKUI, 2002)
EBM merupakan integrasi dari 3 unsur, yaitu bukti klinis (best research
evidence), keterampilan klinis (clinical expertise), serta Patient Concerns,
Values and Expectation. (Sackett, et al, 2001)
Keterampilan klinis adalah keterampilan dan kemampuan menilai oleh
dokter yang didapat dari pengalaman dan prakterk klinik. Bukti klinis adalah
penilaian yang relevan secara klinis, dapat berupa ilmu-ilmu kedokteran dasar,
tetapi terutama dari riset-riset yang berorientasi pasien. Sebuah penemuan
klinis dapat mengganti sebuah uji metoda diagnosis maupun terapi yang telah
diterima ke metode baru yang lebih kuat, tepat, efektif, dan aman. Sehingga
dalam menerapkan suatu EBM, dokter tidak hanya melihat berdasarkan pada
keluhan pasien semata, tetapi juga dokter harus dapat mencari informasi yang
valid tentang penyakit yang tengah diderita pasien. Dari informasi yang
diperoleh, dokter diharapkan mampu mengaplikasikannya sesuai dengan
keadaan pasien. (repository.ui.ac.id, 2008)
Pengobatan berbasis bukti terutama didasarkan pada lima langkah, yaitu
fokus memberi pertanyaan, mencari bukti, telaah kritis, membuat keputusan,
dan evaluasi hasil. (www.cebm.net, 2009)
Pengambilan keputusan dalam bidang kedokteran antara lain pada
diagnosis, pengobatan, pencegahan, prognosis, etiologi. (repository.ui.ac.id,
2008)
2. Evidence Based Diagnosis
Diagnosa dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menggunakan
anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, pemeriksaan penunjang serta tes
lain untuk mengidentifikasi penyakit pada pasien. Ada beberapa cara yang
digunakan dalam mendiagnosis pasien, misalnya Algorithmic, Pattern
recognition, dan masih banyak yang lain. Untuk setiap cara mendiagnosis,
yang penting adalah menggunakan informasi yang akurat yang dikumpulkan
dari pasien. Hal ini berarti harus mencari sebanyak-banyaknya gejala, tanda-
tanda, atau hasil-hasil tes yang dikumpulkan dari pasien tersebut. Ini
dimaksudkan untuk mencari atau menentukan kemungkinan terdapatnya
penyakit pada pasien tersebut (likelihood of a given disease). Proses inilah
yang disebut dengan revising the probability of disease. (DR. Hananto Wiryo,
dr. SpA., Kajian Kritis Makalah Ilmiah Kedokteran Klinik Menurut
Kedokteran Berbasis Bukti, 2008)
Untuk mencapai diagnosis yang sesuai EBM, ada beberapa langkah yang
harus dilakukan. Langkah pertama adalah fokus memberi pertanyaan.
pertanyaan harus langsung relevan dengan masalah yang dihadapi pasien.
Selanjutnya, pertanyaan harus diungkapkan untuk memfasilitasi mencari
jawaban yang tepat. Langkah kedua adalah mencari bukti-bukti terbaik yang
tersedia. Untuk melakukan pencarian secara teratur, dokter perlu memiliki
keterampilan dan akses yang mudah ke database bibliografi. (William
Rosenberg, clinical tutor in medicine, Anna Donald, senior house officer)
Langkah ketiga adalah telaah kritis, yaitu menilai dan menafsirkan bukti
dengan mempertimbangkan validitas, hasil, dan kesesuaiannya secara
sistematis terhadap hasil kerja seseorang. Dalam hal ini dokter harus
mengkritisi berbagai informasi dan bukti yang diperoleh. Setelah melakukan
langkah-langkah tersebut, maka dokter harus dapat membuat keputusan.
Keputusan ini adalah aplikasi hasil dari langkah-langkah sebelumnya secara
praktis. Dalam hal ini, keputusan yang diambil adalah diagnosis terhadap
pasien. (www.cebm.net, 2009)

BAB III
PEMBAHASAN

Dari kasus yang telah dipaparkan, dapat diketahui bahwa permasalahan


utamanya adalah mengenai perbedaan langkah mendiagnosis suatu penyakit yang
dialami oleh pasien yang sama. Untuk menentukan langkah diagnosis yang benar
perlu diberikan pengetahuan mengenai EBM pada aspek diagnosis.
Pertama, dilakukan analisis terhadap diagnosis yang diberikan kedua dokter
terhadap pasien. Dokter A dan B telah melakukan anamnesis dan pemeriksaan
fisik kepada pasien. Hal ini sejalan dengan langkah penerapan evidence based
medicine yang pertama yaitu fokus menanyakan pertanyaan (asking focus
questions). Dalam langkah yang pertama ini, kedua dokter perlu menanyakan
permasalahan pasien, penyebab, riwayat penyakit. Perlu diingat bahwa yang
ditanyakan adalah masalah yang diderita pasien (patient oriented), bukan masalah
penyakitnya (disease oriented). Di samping itu, dokter juga harus senantiasa
meng-update informasi hasil riset terbaru yang berhubungan dengan penyakit
pasien (finding the evidence) dan melakukan telaah kritis (critical appraisal)
terhadap informasi yang didapatkan. Pengetahuan yang dimiliki dokter
menentukan bagaimana dokter mengambil keputusan dalam menegakkan
diagnosis.
Dokter A menyarankan pemeriksaan penunjang terhadap pasien. Hal ini
sesuai dengan prinsip EBM mengenai telaah kritis. Dalam kasus disebutkan
bahwa penderita bekerja di peternakan ayam di mana banyak ternak yang mati
mendadak. Ini harus menjadi pertimbangan dokter, karena banyaknya ternak yang
mati mendadak bisa jadi disebabkan flu burung. Maka untuk memastikan benar
tidaknya dugaan tersebut, tentu diperlukan adanya pemeriksaan penunjang.
Sebaliknya, dokter B tidak menyarankan pemeriksaan penunjang pada pasien.
Padahal dari riwayat penyakit pasien dalam skenario, ada beberapa penyakit yang
memiliki gejala yang sama dengan yang dikeluhkan pasien tersebut, sehingga
keputusan diagnosis yang dilakukan dokter B tanpa melakukan pemeriksaan
penunjang bisa jadi kurang tepat.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Dokter A telah mendekati penerapan prinsip EBM dalam menegakkan
diagnosis. Hal ini ditunjukkan ketika mendiagnosis pasien, dokter tersebut
tidak hanya melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, tetapi juga
mengkaji bukti lebih jauh dengan manyarankan pemeriksaan penunjang di
laboratorium. Oleh karena itu, dokter A telah menerapkan prinsip EBM,
yaitu mengumpulkan bukti riset terbaik, keahlian klinis dan nilai-nilai
pasien.
2. Sedangkan Dokter B belum menerapkan prinsip - prinsip EBM untuk
menegakkan diagnosis dengan tepat karena tidak melakukan evaluasi
tahap pengembangan pasien serta tidak melakukan pemeriksaan
penunjang. Dokter B tidak melakukan kajian dan mengumpulkan bukti
yang lebih valid, namun langsung memutuskan pengobatan sebatas
pengetahuan dokter saja.

B. Saran
1. Dalam menentukan diagnosis, dokter B seharusnya lebih berhati-
hati. Pada dasarnya, metode yang telah ditempuh sudah benar, yaitu dengan
melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Hanya saja, dokter B kurang
menerapkan Critical appraisal dan lebih menitikberatkan pada diagnosis
cara lama, yaitu berdasarkan intuisi dan pengalaman senior saja. Padahal
dalam prinsip EBM yang benar, dokter B seharusnya mengumpulkan bukti-
bukti dari pemeriksaan, dari jurnal maupun artikel ilmiah yang
berhubungan dengan penyakit pasien.
2. Dalam menjalani profesinya, dokter hendaknya selalu meng-
update informasi seputar dunia kedokteran. Di samping itu, dokter
hendaknya mampu memilih dan memilah bukti-bukti yang valid
berdasarkan dengan derajat kevalidannya.
DAFTAR PUSTAKA

Am J Med. 1997. Problems in the evidence of evidence-based medicine. PubMed


Result: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9428837 (diakses pada 5
September 2009)
Elstein and Schwarz . 2002. Evidence base of clinical diagnosis Clinical problem
solving and diagnostic decision making selective review of the cognitive
literature. Diunduh dari BMJ:
http://www.bmj.com/cgi/content/full/324/7339/729 (diakses pada 5
September 2009)
Indah S. Widyahening. 2008. Pengantar Evidence based Medicine. Diunduh dari:
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/d22139ab8cae4502661dbdbcb
0455b76277da1b8.pdf (diakses pada 5 September 2009)
Sackett and Rosenberg. 2007. On the need for evidence-based medicine. Diunduh
dari: http://jpubhealth.oxfordjournals.org/cgi/content/abstract/17/3/330
(diakses pada 5 September 2009)
Sackett et al. 2009. Evidence based medicine what it is and what it isn't. diunduh
dari BMJ: http://www.bmj.com/cgi/content/extract/312/7023/71 (diakses
pada 5 September 2009)

Anda mungkin juga menyukai