Anda di halaman 1dari 54

RINGKASAN Nurfitriandra Mahyaranti. 0001040190-43.

Studi Sifat Fisik Tanah terhadap Konduktivitas Hidroulik Jenuh (KHJ) di Sumberjaya, Lampung Barat. Di bawah bimbingan Widianto dan Sugeng Prijono. Alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian mengakibatkan berbagai dampak negatif terhadap sifat fisik tanah. Alih guna lahan hutan di Bodong, Tepus dan Laksana menjadi agroforestry kopi mengakibatkan kejadian run off dan erosi pada masing-masing lokasi. Hasil penelitian yang telah dilakukan di Sumberjaya menyebutkan bahwa terjadi tingkat erosi yang berbeda di Bodong, Tepus dan Laksana meskipun ketiga wilayah tersebut berada dalam satu bentang lahan yang sama. Bodong mempunyai nilai run off dan erosi yang paling tinggi yaitu sebesar 50.90 mm dan 0.67 ton ha-1 . Sedangkan di Tepus sebesar 10.70 mm dan 0.11 ton ha-1 dan Laksana sebesar 4.20 mm dan 0.01 ton ha-1. Perbedaan nilai run off dan erosi mengakibatkan dugaan adanya lapisan sulit di tembus air di Bodong dan kapasitas menyimpan air yang berbeda antara di Bodong Tepus dan Laksana yang menyebabkan perbedaan nilai run off dan erosi yang terjadi. Tujuan penelitian adalah mempelajari sifat fisik tanah lapisan atas (0-1.5 m) dengan lapisan bawah (1.5-3 m) dan faktor-faktor yang mempengaruhi, yang berkaitan dengan pergerakan air ke dalam tanah. Hipotesis penelitian yaitu tanah di Bodong sampai kedalaman 3m mempunyai lapisan sulit di tembus air dan kapasitas menyimpan air paling kecil. Penelitian dilaksanakan di Dusun Bodong Desa Sukajaya, Dusun Tepus dan Laksana, Desa Simpangsari. Lokasi merupakan areal perkebunan kopi rakyat. Kegiatan lapangan dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus 2005 dan analisis laboratorium pada bulan September 2005. Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap yaitu 1)Penentuan titik pembuatan profil (Bodong:4 profil; Tepus:1 profil; Laksana:1 profil); 2)Pembuatan profil (1m x 1m x 3m); 3)Penentuan lapisan : berdasarkan perbedaan tekstur tanah dengan metode feeling; 4)Pengambilan contoh tanah : Contoh tanah diambil pada tiap lapisan dan diulang 2 kali. Pengambilan contoh tanah digunakan untuk analisis laboratorium, yang meliputi BI, BJ, Tekstur, Porositas, KHJ dan KMA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1)Tanah lapisan atas (0-1.5 m) mempunyai sifat fisik yang lebih baik daripada lapisan bawah (1.5-3 m); 2)Bodong mempunyai nilai rata-rata KHJ yang paling rendah yaitu sebesar 25.62 cm jam-1 dan kapasitas menyimpan air paling rendah sebesar 1681 g air dalam tanah setebal 3m. Sifat-sifat tanah tersebut di atas dapat menjelaskan mengapa Bodong memiliki nilai erosi yang tertinggi yaitu sebesar 0.67 ton ha-1, disusul kemudian Tepus dengan nilai erosi sebesar 0.11 ton ha-1 dan Laksana sebesar 0.01 ton ha-1.

ABSTRACK Nurfitriandra Mahyaranti. 0001040190-43. The Study of Soil Physic to Hidroulik Conduktivity in Sumberjaya, West Lampung. Supervised by Widianto and Sugeng Prijono. Forest conversion to coffee-based agroforestry gives negative effect to soil physic conditions. Forest conversion to coffee-based agroforestry caused a great overland flow and erosion in Bodong, Tepus and Laksana. The previous research shows that the greatest erosion happened in Bodong (1.67 ton ha-1), Tepus (0.11 ton ha-1 ) and Laksana (0.01 ton ha-1). The difference of erosion in Bodong, Tepus and Laksana create a simple guess : Is there any impermeable layer and water capacity in Bodong that caused erosion ? . Purpose : To study the soil physic conditions on the top soil (0-1.5m) with the bottom layer (1.5-3m) dan factors that related to soil movement to to the deeper depth. Hypotesis : Bodong has the impermeable layer and smallest amount of water capaciy. This research was held in Bodong, Tepus and Laksana village. Field activity on June-August 2005 and laboratorium activity was on September 2005. The research consist few step which is 1) Find the place to make soil profil; 2) Make the soil profil (1m x 1m x 3m); 3).Layering : based on the teksture different using the feeling method; 4). Soil sample : taken from every layer. The soil sample use for laboratorium analysis which is bulk density, texture, porosity, water conductivity and water capacity. The conclusion of this research is 1) Top layer (0-1.5m) have better soil physic condition; 2) Bodong have the smallest KHJ (25.26 ton ha-1) and smallest water capacity (1681 g in every 3m soil). Those factors explain why Bodong have a highest eosion compare with Tepus and Laksana.

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian merupakan salah satu upaya yang dilakukan guna memenuhi kebutuhan manusia yang semakin meningkat. Alih guna lahan hutan menjadi tanaman semusim dan agroforestri di daerah Sumberjaya, Lampung Barat khususnya di Dusun Bodong, Tepus dan Laksana meningkat jumlahnya pada beberapa tahun terakhir. Berkurangnya luas hutan di Sumberjaya disebabkan adanya aktifitas pembukaan hutan yang dijadikan lahan pertanian dan kebun kopi. Selama rentang waktu antara tahun 1970 1990 terjadi peningkatan konversi hutan menjadi kebun kopi monokultur dari 0 % hingga 41.77 % (Syam et al., 1997 dalam Noveras 2002). Berkurangnya luasan hutan di Bodong, Tepus dan Laksana menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap sifat-sifat fisik tanah serta run off dan erosi di masingmasing lokasi tersebut. Beberapa hasil penelitian tentang dampak konversi hutan terhadap sifat fisik tanah serta run off dan erosi telah dilakukan. Berdasarkan hasil penelitian Supriyanto (2005), menunjukkan bahwa ada perbedaan nilai run off dan erosi pada tanaman kopi monokultur 4 tahun di Bodong, Tepus dan Laksana. Run off, erosi dan prosentase run off terhadap hujan di Bodong menunjukkan nilai tertinggi, sebesar 50.90 mm, 0.67 ton ha-1 dan 7.7%, diikuti oleh Tepus sebesar 10.70 mm, 0.11 ton ha-1 dan 1.6%. Sedangkan Laksana mempunyai tingkat run off dan erosi paling rendah dibandingkan kedua lokasi tersebut yaitu sebesar 4.20 mm dan 0.01 ton ha-1 dengan prosentase run off terhadap hujan sebesar 0.6 %. Hal serupa juga ditemukan oleh Dairah et al., (2004), yang menunjukkan bahwa kehilangan tanah terbesar karena erosi secara

berturut-turut terjadi di Bodong, Tepus, dan Laksana. Namun demikian hasil penelitian lain tentang sifat fisik tanah di ketiga lokasi tersebut belum bisa menjawab fakta kejadian run off dan erosi seperti yang dijelaskan di atas. Hal ini dapat dilihat dari penelitian Khurotin (2005), yang menunjukkan adanya perbedaan nilai porositas total di Bodong sebesar 58%, Tepus 59% dan Laksana 69%. Nilai KHJ dari ketiga lokasi ini menunjukkan nilai tertinggi di Bodong sebesar 3.56 cm jam-1 dan Tepus sebesar 1.59 cm jam-1, sedangkan di Laksana belum dilakukan pengamatan besarnya nilai KHJ. Dari fakta-fakta yang disampaikan tersebut maka timbul pertanyaan : Apakah ada perbedaan sifat fisik tanah dan keberadaan lapisan sulit ditembus air dalam profil tanah sampai kedalaman 3 m yang mempengaruhi daya hantar air dan kemampuan tanah dalam menyimpan air di ketiga lokasi tersebut sehingga menyebabkan perbedaan run off dan erosi yang terjadi . Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mempelajari dan mengetahui kemampuan tanah dalam menghantarkan dan menyimpan air sampai lapisan bawah (sampai kedalaman 3 m) di Bodong, Tepus dan Laksana. Secara skematis alur pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.

1.2 Tujuan 1. Mempelajari hubungan sifat fisik tanah lapisan atas ( kedalaman 0-1.5 m) dengan lapisan bawah ( kedalaman 1.5m-3 m) yang berhubungan dengan kemampuan tanah dalam menghantarkan air dan menyimpan air. 2. Mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi penghantaran air pada lapisan tanah bawah (kedalaman 1.5-3 m) di Bodong, Tepus, dan Laksana.

1.3 Hipotesa 1. Tanah di Tepus dan Laksana sampai kedalaman 3 m, relatif tidak mempunyai lapisan penghambat atau lapisan sulit ditembus air daripada tanah di Bodong, sehingga mempunyai daya penghantar air yang lebih baik. 2. Kapasitas menyimpan air pada tanah di Bodong lebih kecil daripada di Tepus dan Laksana.

Kerangka Penelitian
Alih guna lahan

Keterangan :

1) Supriyanto, 2005

2) Khurotin, 2005

3) Puslitanak

4) Christanti, 2004

Gambar 1. Skema Kerangka Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Siklus Hidrologi Pergerakan air (hujan) ke dalam tanah mengalami beberapa proses sebelum akhirnya dialirkan ke sungai. Air yang jatuh (hujan) tidak seluruhnya tiba di permukaan bumi. Sebagian air yang jatuh (hujan) menguap sebelum tiba di permukaan bumi, yakni ketika sedang jatuh atau setelah ditahan dan melekat pada tumbuh-tumbuhan. Bagian air hujan yang ditahan dan melekat di permukaan daun dan cabang disebut air intersepsi dan peristiwa penahanan air tersebut disebut peristiwa intersepsi. Bagian air hujan yang sampai ke permukaan tanah disebut persediaan air pemukaan, akan mengalir di permukaan atau masuk ke dalam tanah. Air yang mengalir di permukaan disebut aliran permukaan (run off). Banyaknya air yang mengalir di permukaan tanah tergantung pada infiltrasi dan kapasitas menyimpan air (Arsyad, 1989). Peristiwa masuknya air ke dalam tanah disebut infiltrasi. Air yang masuk ke dalam tanah dapat kembali ke udara dengan penguapan langsung dari permukaan tanah atau melalui transpirasi oleh tetumbuhan, atau menguap dari permukaan sungai setelah air tersebut sampai ke dalam sungai melalui aliran air bawah tanah. Secara skematis alur proses hidrologi seperti pada Gambar 2.

Perkolasi

Gambar 2. Siklus hidrologi (Farida et al., 2004) Air yang masuk ke dalam lapisan tanah melalui proses infiltrasi dapat bergerak secara vertikal dan horisontal. Pergerakan air tersebut tergantung pada sifat fisik tanah yaitu tekstur, struktur, berat isi, porositas, dan konduktivitas hidraulik jenuh (KHJ) tanah. Jika air dalam tanah tidak bergerak vertikal tetapi ke arah horisontal maka disebut rembesan lateral. Rembesan lateral disebabkan oleh KHJ berbagai lapisan tanah yang tidak seragam. Air yang masuk lapisan atas tanah agak cepat, mungkin tertahan oleh lapisan yang permeabilitasnya lambat atau kedap air sehingga air terkumpul diatasnya (Arsyad, 1989). Dari hasil penelitian Supriyanto (2005), menunjukkan bahwa pada curah hujan yang sama run off dan erosi terbesar terjadi di Bodong yaitu sebesar 50.90 mm dan 0.67 ton ha-1 kemudian diikuti oleh Tepus dan Laksana dengan nilai run off dan erosi secara berturut turut 10.47 mm, 0.112 ton ha-1 dan 4.20 mm, 0.014 ton ha-1.

2.2 Komponen yang Berpengaruh terhadap Siklus Hidrologi Siklus hidrologi merupakan proses pergerakan air yang jatuh ke permukaan bumi (air hujan). Air yang jatuh (hujan) sebagian menguap sebelum tiba di permukaan bumi dan sebagian lagi akan jatuh ke permukaan tanah dan bergerak masuk ke dalam tanah atau melimpas di permukaan. Pergerakan air yang masuk ke dalam tanah dipengaruhi oleh sifat fisik tanah, antara lain tekstur tanah, struktur tanah, pori tanah, berat isi tanah, dan konduktivitas hidrolik Jenuh (KHJ).

2.2.1 Tekstur Tanah Tekstur merupakan ciri khas tanah yang tidak mudah berubah walaupun proses yang berlangsung dalam tanah sangat aktif. Tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah. Berdasarkan atas perbandingan banyaknya butir-butir pasir, debu dan liat maka tanah dikelompokkan ke dalam beberapa kelas tekstur (Hardjowigeno, 1992). Tanah bertekstur halus memperlambat gerakan udara dan air walaupun dijumpai ruang pori yang banyak. Tanah dengan tekstur halus didominasi oleh pori mikro daripada pori makro (Soepardi, 1983). Dalam Hardjowigeno (1992), disebutkan pula bahwa tanahtanah yang bertekstur pasir mempunyai luas permukaan yang kecil sehingga sulit menyerap (menahan) air dan unsur hara. Tanah-tanah yang bertekstur liat mempunyai luas permukaan yang besar sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi, tanah bertekstur halus lebih aktif dalam reaksi kimia daripada tanah bertekstur kasar. Tekstur tanah menentukan tata air dalam tanah, yaitu berupa infiltrasi, penetrasi dan kemampuan pengikatan air oleh tanah (Sarief, 1988). Agustina (2004),

melaporkan bahwa jumlah partikel liat pada tiap horison bertambah seiring dengan bertambahnya kedalaman horison.

2.2.2 Struktur Tanah Struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butir-butir tanah (pasir, debu, liat) oleh suatu perekat seperti bahan organik, oksida-oksida besi dan lain-lain dengan bentuk, ukuran dan kemantapan yang berbeda-beda. Bentuk struktur dan ikatan antar agregat tanah menentukan tingkat kemantapan agregat. Agregat yang mantap akan mempertahankan ruang pori dalam tanah sehingga infiltrasi dan KHJ dapat berjalan dengan baik (Hardjowigeno, 1992). Kerusakan struktur tanah diawali dengan penurunan kestabilan agregat tanah sebagai akibat dari pukulan air hujan dan kekuatan limpasan permukaan. Kerusakan struktur tanah akan berdampak terhadap penurunan jumlah makroporositas tanah dan lebih lanjut diikuti penurunan laju infiltrasi di permukaan tanah dan peningkatan limpasan permukaan (Suprayogo et al., 2002). Struktur tanah dan kemantapan mempengaruhi hubungan air dan tanah, aerasi, pengkerakan, infiltrasi, permeabilitas, aliran permukaan, penetrasi akar, pencucian unsur-unsur hara, dan produksi potensial tanah (Utomo, 1994) Tanah dengan struktur yang baik (granuler, remah) membentuk pori makro tanah lebih banyak daripada tanah dengan struktur gumpal atau tiang. Sehingga mempunyai tata udara yang baik. Apabila tanah dengan struktur ini mantap maka pori-pori yang terbentuk tidak akan cepat tertutup bila terjadi hujan, sehingga infiltrasi dan perkolasi tanah dapat berjalan dengan baik membuat limpasan permukaan dan erosi tanah dapat diperkecil (Hardjowigeno, 1992).

2.2.3 Pori Tanah Pori-pori tanah adalah bagian yang tidak terisi bahan padat tanah (terisi udara dan air) (Hardjowigeno, 1992). Tanah mempunyai dua macam pori, yaitu pori makro dan pori mikro. Pori makro memudahkan lalu lintas udara dan perkolasi air. Sebaliknya pori-pori mikro sangat menghambat lalu lintas udara. Hasil penelitian Mardiastuning (2003), menunjukkan bahwa jumlah pori makro secara vertikal yang tinggi akan meningkatkan kecepatan pergerakan air pada lapisan tanah. Jumlah pori makro secara vertikal dapat memberikan gambaran hubungan pori makro antar lapisan tanah, semakin tinggi jumlah pori makro secara vertikal maka semakin cepat pergerakan air di dalam profil tanah (Hillel, 1982). Porositas tanah menunjukkan banyaknya pori-pori dalam tanah. Porositas tanah dipengaruhi oleh (1). Kandungan bahan organik; (2). Struktur tanah; (3). Tekstur tanah. Porositas tanah tinggi kalau bahan organik tinggi. Tanah-tanah dengan struktur granuler atau remah, mempunyai porositas yang lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan struktur massive atau pejal. Tanah dengan tekstur pasir banyak mempunyai pori-pori makro sehingga sulit menahan air (Hardjowigeno, 1992). Hasil penelitian Khurotin (2005), menunjukkan bahwa peningkatan partikel liat dengan bertambahnya kedalaman mengakibatkan penurunan jumlah pori makro tanah sehingga menyebabkan penurunan nilai konduktivitas hidrolik jenuh yang berarti menghambat pergerakan air yang masuk ke dalam lapisan tanah yang lebih dalam.

2.2.4 Berat Isi Tanah

Berat Isi Tanah menunjukkan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah termasuk volume ruang pori (ditentukan oleh banyaknya ruang pori maupun oleh butir-butir tanah padat) Berat isi tanah ini merupakan petunjuk kepadatan tanah (Hardjowigeno, 1992). Tanah dengan teksur halus seperti lempung berdebu, liat dan lempung berliat mempunyai berat isi lebih rendah dibandingkan tanah dengan tekstur pasir (Buckman dan Brady, 2002). Makin padat suatu tanah makin tinggi berat isi, yang berarti makin sulit meneruskan air (infiltrasi dan perkolasi) atau ditembus akar tanaman (Hardjowigeno, 1992). Nilai berat isi dan berat jenis pada berbagai jenis tanah bervariasi, nilai ini tergantung pada fraksi partikel penyusunnya. Umumnya nilai berat isi tanah berkisar dari 1.10 1.60 g cm-3 dan ada pula tanah yang mempunyai berat isi < 0.85 g cm-3 . Berat isi tanah berpengaruh terhadap nilai konduktivitas hidrolik. Tanah dengan berat isi rendah mencerminkan tanah tersebut adalah ringan dan banyak terdapat rongga udara (ruang pori). Tanah dengan porositas tinggi akan mempercepat konduktivitas hidrolik jenuh tanah. Sebaliknya tanah yang memiliki berat isi tinggi mencerminkan tanah yang padat dan berat. Tanah yang banyak terdapat pori mikro dapat menghambat pergerakan air dalam tanah sehingga kecepatan konduktivitas hidrolik menjadi lambat. Berat isi tanah di Bodong cenderung lebih tinggi daripada di Tepus. Bodong memiliki berat isi rata-rata 1.03 g cm 3 dan Tepus memiliki berat isi rata-rata 0.97 g cm
3..

Hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya perbedaan proses pembentukan tanah

dan perbedaan umur pembukaan lahan. Bodong terbentuk dari lelehan lava sedangkan Tepus terbentuk dari tumpukan vulkan. Oleh karena itu, tanah di Bodong lebih padat daripada di Tepus. Tanah yang padat ini menyebabkan perbedaan nilai berat isi tanah di Bodong lebih tinggi daripada di Tepus. Pembukaan lahan yang lebih lama dan

pengelolaan lahan yang lebih intensif di Bodong menyebabkan Bodong mengalami degradasi sifat fisik lebih besar daripada di Tepus sehingga berat isi tanah di Bodong lebih tinggi daripada di Tepus (Khurotin, 2005).

2.2.5 Konduktivitas Hidrolik Jenuh Konduktivitas hidrolik jenuh merupakan pergerakan air dalam tanah saat kondisi pori-pori tanah terisi air semua atau tidak ada udara dalam tanah. Konduktivitas hidrolik jenuh dalam tanah dipengaruhi oleh ukuran dan susunan pori (Buckman dan Brady, 2002). Air akan mudah bergerak masuk ke dalam tanah melalui saluran atau ruang pori makro (yang saling bersambungan satu dengan lainnya dan terdistribusi erat dengan ukuran ruang pori besar) sehingga meningkatkan aliran jenuh air. Konduktivitas hidrolik jenuh yang tinggi akan menjamin pergerakan air dalam tanah akan semakin cepat daripada tanah yang nilai KHJ-nya rendah. Tanah yang memiliki KHJ tinggi berarti pergerakan air dalam tanah adalah cepat, menyebabkan tanah membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai jenuh. Air hujan yang mengenai tanah yang memiliki konduktivitas hidrolik yang tinggi akan diteruskan ke bawah menjadi air perkolasi sehingga mengurangi air yang melimpas ke permukaan. Bodong yang memiliki nilai konduktivitas hidrolik yang rendah menyebabkan nilai limpasan permukaannya. Karena tanah cepat jenuh sehingga tidak mampu meneruskan air yang masuk ke dalam tanah dan akhirnya melimpas (run off).

2.3 Adanya Lapisan Sulit Ditembus Air terhadap Daya Hantar Air Kemampuan tanah dalam menghantarkan air dalam tanah dipengaruhi oleh

beberapa faktor, antara lain sifat fisik tanah dan adanya lapisan sulit ditembus air. Di lapangan akan dijumpai lapisan - lapisan tanah dengan susunan sifat fisik berbeda yang sangat mempengaruhi gerakan air dalam tanah (Soepardi, 1983). Sifat fisik berbagai lapisan suatu profil menentukan kecepatan masuknya air. Berdasarkan Sistem Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 2000), tanah di Tepus dan Laksana diklasifikasikan sebagai Oxic Dystrudept. Tanah didominasi oleh fraksi liat dengan rata-rata kadar liat > 70 % (Dariah et al., 2004). Hasil penelitian Agustina (2004) menunjukkan bahwa pada pengamatan tekstur yang dilakukan per kedalaman horison menunjukkan peningkatan liat dengan semakin bertambahnya kedalaman. Hal serupa juga ditemukan Khurotin (2005) yang menunjukkan bahwa distribusi partikel di Bodong berbeda dengan di Tepus, di Tepus mempunyai pertikel liat yang lebih tinggi daripada di Bodong. Distribusi pertikel tanah ini juga dipengaruhi oleh pengelolaan lahan. Pada tanah-tanah yang diolah, gerakan air ke bawah seringkali terhambat pada lapisan atas dimana agregat-agregat telah terdispersi dan pori-pori telah tersumbat oleh liat dan debu. Bodong, Tepus dan Laksana merupakan daerah dengan curah hujan tinggi sehingga memungkinkan terjadi longsor. Longsor terjadi akibat meluncurnya suatu volume tanah di atas suatu lapisan kedap air yang jenuh air. Lapisan tersebut yang terdiri dari liat atau mengandung kadar liat tinggi yang setelah jenuh air berlaku sebagai peluncur. Salah satu keadaan yang dapat menyebabkan longsor adalah terdapat lapisan (di bawah permukaan tanah) yang agak kedap air dan lunak yang akan merupakan bidang luncur dan terdapat cukup air dalam tanah sehingga lapisan tanah tepat di atas lapisan kedap air tadi menjadi jenuh (Arsyad, 1989). Suatu lapisan bertekstur kasar terletak di bawah suatu lapisan bertekstur halus memperlambat gerakan air ke bawah sebelum lapisan tersebut jenuh air.

III. METODE PENELITIAN


3.1 Kondisi Lokasi Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari proyek kerjasama antara ACIAR (Australian Centre for International Agricultural Research ) dengan Universitas Brawijaya, Malang. Penelitian ini dilaksanakan di Sumberjaya, Lampung Barat. Secara umum lokasi penelitian terletak di wilayah Lampung Barat, Propinsi Lampung dan tepatnya di wilayah DAS Way Besai, Kecamatan Sumberjaya yang terbagi dalam dua sub wilayah yaitu di sub DAS Way Ringkih (Bodong) dan sub DAS Way Petai (Tepus). Masing-masing terletak di Dusun Bodong, Sukajaya dan Dusun Tepus, Simpangsari, Kecamatan Sumberjaya (Gambar 3). Secara geografis lokasi penelitian terletak di 4o5 5015 dan 104o5 104o5 BT dengan ketinggian 800 m dpl 1.300 m dpl. Kecamatan Sumberjaya secara geomorfologi batasnya berhimpitan dengan batas sub DAS Way Besay yang dikelilingi oleh pegunungan yang bersambungan. Deretan pegunungan tersebut terdiri dari Gunung Subhanallah (1.623 m dpl) di Utara, Gunung Tangkit Tebak (2.115 m dpl) di Timur, Gunung Tangkit Begelung (1.213 m dpl) di Tenggara dan Gunung Sekincau (1.718 m dpl) di Barat (Agus et al., 2002). Di tengah-tengah deretan pegunungan ini adalah Bukit Rigis (1.359 m dpl) yang terletak di wilayah Kecamatan Sumberjaya dan sebagai objek penelitian.

3.1.2 Iklim Agus et al., (2002) menyatakan bahwa Sumberjaya secara geografis terletak di sabuk katulistiwa memiliki iklim tropis dengan tipe iklim Af (Koppen) atau tipe A (Schmidt-Ferguson), yaitu tidak memiliki bulan kering. Menurut klasifikasi Oldeman et al., (1979), sumberjaya termasuk dalam zona B1 dengan 7 bulan basah (CH > 200 mm) dan 1 bulan kering (CH<100 mm). Curah hujan rata-rata tahunan 2.614 mm /tahun. Suhu udara rata-rata harian 21.2 o C, dengan suhu udara terendah 20.3 oC dan tertinggi 21.7 oC.

3.1.3 Geologi Geologi di wilayah Lampung Barat tersusun atas bahan-bahan andesit, basalt, diorit berbutir, tuf, batu lumpur, granit, alluvium, lempeng tua, pasir dan kerikil (Irawan, 1991). Wilayah Sumberjaya tersusun atas batuan volkanik kwarter muda, yang terdiri dari breksi, lava dan tuf bersusunan andesit-basalt yang berasal dari erupsi Gunung Sekincau. Bukit Rigis yang terletak di Sumberjaya keadaan geologinya berupa formasi hulu simpang yang terdiri daribreksi volkanik, lava, tuf bersusunan andesiitik basalt (Agus et al., 2002). Hidayat et al., (1989) menyebutkan bahwa Bukit Rigis terbentuk dari penambahan bahan yang berasal dari Gunung Sekincau berupa batuan kwarter muda. Batuan kwarter muda ini sebagian besar menutupi batu-batuan tua sehingga terselubung oleh deposit volkanik kwarter. Secara mikro pembentukan bulit Rigis terbagi dalam dua cara, yaitu terbentuk dari tumpukan volkan dan terbentuk dari lelehan lava dari Gunung Sekincau. Proses

tumpukan volkan terjadi di wilayah Tepus, hal ini ditunjukkan oleh puncak bukit yang tersingkap dan jenis batuan yang menyusun sebagian besar adalah batuan yang telah lama tererupsi dari gunung berapi yang terbawa ke daerah bawah (banyak ditemukan di sungai-sungai maupun di permukaan tanah batu-batu besar, masuk dalam breksi). Di Tepus banyak dijumpai batuan dengan susunan yang tidak teratur yaitu berupa campuran dari berbagai macam bahan yang tersedimentasi, selain itu ditunjukkan pula oleh adanya bekas-bekas aliran lava dan lahar di sepanjang aliran sungai, sehingga akibat adanya lelehan lava ini terjadi stratifikasi bahan endapan dan menyebabkan tanah yang terbentuk menjadi padat. Selain itu dari bekas aliran lava dan lahar ditunjukkan pula oleh jenis batuan yang menyusun bentang lahannya didominasi oleh bahan tuf (Agustina, 2004). Daerah Bodong dan Tepus memiliki perbedaan geologi dari segi proses pembentukannya (Subagyono et al., 2004). Tepus terbentuk dari tumpukan volkan akibat letusan gunung berapi beberapa ribu tahun yang lalu, sedangkan di Bodong adalah hasil dari lelehan lava. Oleh karena itu, struktur tanah di Tepus lebih remah daripada di Bodong sehingga menyebabkan berat isi tanahnya lebih rendah dan lebih banyak pori makro yang terbentuk sehingga erosi yang terjadi lebih redah. Selanjutnya di Bodong yang tanahnya terbentuk akibat lelehan lava strukturnya lebih mantap dan lebih padat sehingga berat isi tanah dan erosinya lebih tinggi.

3.1.4 Jenis Tanah Jenis tanah yang dominan pada daerah penelitian adalah Inceptisol yang dicirikan dengan tingkat perkembangan yang relatif muda (Agus et al., 2002). Berdasarkan Sistem Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 2000), tanah di Tepus dan Laksana diklasifikasikan

sebagai Oxic Dystrudept. Tanah didominasi oleh fraksi liat dengan rata-rata kadar liat > 70 % (Dariah et al., 2002). Tekstur tanah di daerah Sumberjaya didominasi oleh lempung berliat pada lapisan atas dan liat pada lapisan bawah (Widianto et al., 2002). Dengan kisaran laju infiltrasi pada kondisi jenuh berkisar antara 24 240 mm/hari.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Bodong jaya Desa Sukajaya, Dusun Tepus dan Laksana Desa Simpangsari. Lokasi penelitian ini dilakukan pada areal perkebunan kopi rakyat. Kegiatan lapangan dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus 2005 dan analisis di laboratorium dilaksanakan pada bulan September 2005 .

3.3 Alat dan Bahan Penelitian Alat-alat dan bahan yang digunakan selama penelitian antara lain : 1. Alat survey (pisau, meteran, Munsell Soil Color Chart) 2. Seperangkat alat pengambilan sampel tanah ( Blok BI, Ring, pipa, plastik) 3. Seperangkat alat pengukur KHJ (alat KHJ, stopwatch, gelas ukur, alat tulis) 4. Timbangan 5. Oven

3.4 Tahapan Penelitian 3.4.1 Penentuan Titik Pembuatan Profil

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan pada lahan milik petani dengan sistem agroforestri kopi. Penelitian dilakukan dengan pembuatan dan pengamatan pada profil pewakil pada setiap lokasi penelitian. Di daerah Tepus dan Laksana masing-masing dibuat 1 profil pewakil. Sedangkan untuk di Bodong dibagi menjadi 2 bagian yaitu pada Bodong bagian Utara dan Bodong bagian Selatan. Oleh karena areal perkebunan kopi yang sangat luas di Bodong Utara dan Bodong Selatan maka pada masingmasing daerah dibuat 2 profil pewakil sebagai ulangan dan kemudian di rata-rata. Pembuatan profil dilakukan di dekat plot erosi.

3.4.2 Pembuatan dan Pengamatan Profil Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pergerakan air dalam tanah sampai dengan kedalaman 3 m. Sehingga profil yang dibuat berukuran 1 m x 1 m x 3 m. Setelah profil selesai dibuat kemudian dilakukan pengamatan. Pengamatan dilakukan secara visual yaitu pertama dengan pengamatan warna tanah. Perbedaan warna tanah dijadikan batas awal pembeda antara lapisan yang satu dengan lapisan yang lain. Kemudian dilanjutkan dengan analisa tekstur dengan menggunakan metode feeling, struktur, konsistensi dan perakaran. Parameter utama dalam menentukan perbedaan antar lapisan tanah adalah tekstur tanah, sehingga apabila terdapat lapisan tanah dengan warna tanah yang berbeda tetapi mempunyai tekstur tanah yang sama maka kedua lapisan tanah tersebut di kelompokkan menjadi satu lapisan tanah. Sebaliknya apabila ada lapisan tanah dengan warna yang sama tetapi ternyata terdapat dua tekstur tanah maka lapisan tersebut akan dibedakan menjadi dua lapisan.

3.4.3 Pengambilan Contoh Tanah Pengambilan contoh tanah dilakukan pada tiap lapisan yang telah ditentukan pada saat deskripsi profil. Pengambilan contoh tanah dilakukan secara vertikal dan diulang 2 kali pada tiap parameter dan tiap lapisan. Contoh pengambilan contoh tanah dapat dilihat pada Lampiran 1 (Gambar 13 dan 15). Contoh tanah yang diambil adalah contoh

tanah utuh dan hancuran. Contoh tanah utuh adalah contoh tanah untuk pengukuran KHJ, sedangkan contoh tanah hancuran untuk perhitungan berat isi tanah dan diambil secukupnya untuk dianalisa tekstur tanah di Laboratorium Fisika Jurusan Tanah.

3.4.4 Pengukuran KHJ Pengukuran KHJ dilakukan dengan mengacu pada metode Constant Head. Pengukuran dilakukan dengan membuat alat pengukur KHJ dengan prinsip kerja Constant Head yaitu kecepatan pergerakan air melintasi tanah diduga dengan mengukur jumlah air yang melintasi kolom tanah dalam waktu tertentu. Pengambilan sampel dan pengukuran KHJ dapat dilihat pada Lampiran 1 (Gambar 14-16).

3.4.5 Analisis Laboratorium Analisis laboratorium dilakukan untuk mendapatkan data kuantitatif dari parameter yang diamati di lapangan yang dilakukan di Laboratorium Fisika Tanah, Jurusan Tanah, Universitas Brawijaya. Pada analisis laboratorium ini digunakan beberapa metode untuk menentukan parameter pengamatan seperti pada tabel di bawah : Tabel 1. Parameter pengamatan dan metode analisis

Parameter pengamatan KHJ BI di lapangan Porositas Kadar air pada pF 0 Tekstur (di laboratorium) Tekstur (di lapangan)

Metode Analisis Constant Head Metode Blok (Gravimetri) 1 BI / BJ x 100 % Gravimetri + Sand box Pipet / Hidrometer Metode Feeling

3.4.6 Analisis data Setelah didapatkan data sifat fisik dan deskripsi profil selanjutnya dilakukan interpretasi data sifat fisik dengan data hasil deskripsi profil. Interpretasi dilakukan untuk mengetahui perbedaan sifat fisik pada lapisan tanah yang mempengaruhi pergerakan air dalam tanah sampai kedalaman 3m. Dari interpretasi data sifat fisik dan deskripsi profil didapatkan perbandingan kecepatan daya hantar air dan kapasitas menyimpan air dari setiap lokasi. Tahapan interpretasi selengkapnya ditunjukkan pada alur analisa data penelitian. (Gambar 4)

Gambar 4. Alur Analisis Data Penelititan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Sifat Fisik Tanah 4.1.1 Kondisi Morfologi Tanah Secara morfologi tanah yang berada si Bodong, Tepus dan Laksana berbeda dari segi warna, struktur dan konsistensi tanah. Tanah di Bodong adalah tanah-tanah dengan warna kuning hingga kecoklatan (hue 10 sampai 7.5 ; hue 10), sedang di Tepus tanahnya berwarna kuning kecoklatan sampai coklat (hue 7.5 ; hue 10), dan di Laksana tanahnya berwarna kuning kemerahan hingga merah (hue 10 ; hue 5). Hal ini disebabkan oleh perbedaan bahan induk tanahnya. Lahan Bodong tersusun oleh lelehan lava yang berwarna terang menyebabkan tanah yang berkembang berwarna terang pula. Sedangkan di Tepus dan Laksana tersusun oleh tuf dan batuan yang berwarna lebih gelap dengan susunan yang tidak teratur yaitu berupa campuran dari berbagai macam bahan yang tersementasi (terdapat bercak-bercak warna merah dalam batuan) sehingga menyebabkan tanah berwarna merah. Bentuk struktur di Bodong, Tepus dan Laksana tidak jauh berbeda. Struktur di lapisan atas cenderung berbentuk gumpal membulat dan berubah menjadi gumpal bersudut pada lapisan yang agak dalam (kedalaman > 1.5 m). Struktur tanah di Bodong berukuran sedang, di Tepus dan Laksana berukuran kasar. Perbedaan ukuran struktur ini disebabkan oleh adanya perbedaan umur pembukaan lahan antara Bodong dengan Tepus dan Laksana. Bodong lebih dulu dibuka daripada Tepus dan Laksana menyebabkan pengelolaan lahanya lebih intensif sehingga perubahan sifat fisik tanahnya lebih cepat daripada Tepus. Adanya pengelolaan lahan yang terus menerus dapat merusak

struktur tanah yang terbentuk. Bentuk dan ukuran struktur tanah memberikan pengaruh pada pembentukan pori tanah. Hal ini disebabkan oleh gaya ikatan antar partikel struktur gumpal membulat lebih lemah karena luas permukaan partikel lebih kecil daripada gumpal bersudut. Struktur yang kasar akan membentuk pori makro lebih banyak daripada struktur yang lebih halus, karena susunan struktur kasar akan lebih banyak tersusun rongga. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan distribusi ukuran pori lapangan. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa ukuran pori makro di Tepus lebih banyak daripada di Bodong yang diikuti oleh bentuk struktur yang cenderung gumpal membulat di Tepus dan gumpal bersudut di Bodong. Konsistensi tanah dalam keadaan lembab bersifat lebih gembur di Tepus daripada di Bodong. Proses geologi yang berbeda menyebabkan adanya perbedaan konsistensi tanah. Tepus yang terbentuk dari dari tumpukan volkan hasil letusan gunung berapi beberapa ribu tahun yang lalu menghasilkan tanah yang lebih remah. Bodong yang terbentuk dari hasil lelehan lava menghasilkan tanah lebih padat sehingga konsistensi lembab di Bodong lebih teguh daripada Tepus (Subagyono et al., 2004). Pada keadaan basah konsistensi antara Bodong, Tepus dan Laksana tidak menunjukkan perbedaan, karena pada keduanya meiliki tekstur yang sama yaitu didominasi oleh partikel liat.

4.1.2 Tekstur Tanah Hasil analisa tekstur di laboratorium menunjukkan tanah di 4 lokasi penelitian termasuk dalam kelas tekstur liat sampai lempung. Pengamatan tekstur yang dilakukan per kedalaman menunjukkan variasi sebaran liat dengan semakin bertambahnya kedalaman tanah. Persentase liat antara lahan Bodong sebelah Utara dan Bodong sebelah

Selatan semakin menurun dengan semakin bertambahnya kedalaman. Sebaliknya persentase liat di Tepus dan Laksana makin besar dengan semakin bertambahnya kedalaman tanah (Gambar 5) Bodong Utara
Sebaran partikel (%)
0 20 75 1 00 1 60 2 00 2 10 3 00 1 5 7 0 1 00 1

Bodong Selatan
Sebaran partikel (%)

300

Tepus
S e b a r kel ( %
1 5 3 5 7 5 1 00 2 00 2 15 0

LaksanaSebaran partikel (%)


a n

0 2 5 7 0 1

0 0

Profil tanah di Bodong Utara maupun di Bodong Selatan menunjukkan bahwa terdapat peningkatan jumlah partikel pasir dengan bertambahnya kedalaman. Jumlah partikel liat di Bodong sama dengan jumlah partikel pasir ditambah dengan partikel debu. Di Tepus, partikel liat mendominasi sebaran partikel mulai dari lapisan 1 sampai dengan lapisan 5. Partikel liat tertinggi terdapat pada lapisan 4 yaitu pada kedalaman 215 300 cm sebesar 83 %. Profil tanah di Laksana mempunyai pola yang hampir sama dengan di Tepus, yaitu adanya peningkatan liat dengan bertambahnya kedalaman dan partikel liat tertinggi pada kedalaman 160 213 cm sebesar 79 %. Dari Gambar 5, dapat dilihat bahwa distribusi partikel di Bodong berbeda dengan di Tepus dan Laksana. Tanah di Tepus dan Laksana mempunyai partikel liat yang lebih tinggi daripada di Bodong. Sedangkan jumlah partikel liat di Bodong tidak jauh berbeda dengan jumlah partikel pasir dan debu. Perbedaan pola sebaran partikel tanah akan mempengaruhi pergerakan air dalam tanah pada masing-masing lokasi. Tanah dengan kandungan liat tinggi akan sulit meneruskan air dikarenakan luas permukaannya yang kecil. Tingginya kandungan liat pada suatu lapisan tanah akan menghambat pergerakan air pada lapisan tersebut.

4.1.3 Berat Isi Tanah Berat isi tanah menunjukkan jumlah padatan tanah pada volume tertentu. Berat isi suatu tanah merupakan petunjuk kepadatan tanah. Makin padat suatu tanah maka makin tinggi pula berat isinya, yang berarti sulit meneruskan air atau ditembus akar tanaman. Berat isi tanah pada 4 lokasi penelitian menunjukkan semakin meningkat dengan

bertambahnya kedalaman dan berat isi tanah di Bodong lebih tinggi daripada di Tepus dan Laksana (Gambar 6). Berat isi tanah di Bodong berkisar antara 1.02 g cm-3 1.17 g cm-3 , di Tepus berkisar antara 0.87 g cm-3 1.11 g cm-3 dan di Laksana berkisar antara 0.74 g cm-3 1.04 g cm-3 . Berat isi tanah di Bodong Utara dan Bodong Utara mempunyai pola yang berbeda dengan di Tepus dan Laksana. Berat isi tanah di Bodong dari lapisan 1 sampai lapisan 5 nilainya lebih dari 1,0 g cm-3 ; sedangkan di Tepus berat isi tanah sampai dengan kedalaman 75 cm tergolong sedang yaitu berkisar antara 0.87 0.92 g cm-3 dan pada kedalaman 76 300 cm berat isi tanah meningkat sampai dengan 1.11 g cm-3 . Laksana merupakan daerah yang mempunyai nilai berat isi paling rendah yaitu pada lapisan 1 sampai dengan lapisan 4 berkisar antara 0.740.99 g cm-3 ; dan pada lapisan 5 sebesar 1.04 g cm-3 . Nilai berat isi tersebut dikelompokkan dalam tiga kelas, yaitu (a) < 0.80 g cm-3 , (b) 0.80-1.00 g cm-3 (c) > 1.00 g cm-3. Dari pembagian tersebut terlihat bahwa di Bodong terdapat dua kelas berat isi, yaitu b dan c; kemudian di Tepus terdapat dua kelas yaitu b dan c, tetapi rata-rata berat isinya lebih besar di Bodong. Sedangkan Laksana terdapat dua kelas yaitu a dan b. Berat isi tanah merupakan petunjuk kepadatan tanah. Semakin tinggi nilai berat isi tanah maka makin padat tanah tersebut sedikit terdapat ruang pori. Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa rata-rata berat isi di Bodong lebih tinggi daripada di Tepus dan Laksana sehingga pergerakan air ke dalam tanah di Bodong lebih lambat daripada di Tepus dan Laksana.

Bodong Utara
cm ) ) )
-

Bodong Selatan
Berat isi (g cm-3)

Berat isi (g cm-3) 3 ) c m- 3) c m- 3) cm -3 ) 0 cm -3 ) cm

mc

3)

c m3)

m 0

0 0 5 00 0

160 21 0

200

213

300

Ga mbar 6. Sebaran Berat Isi dalam profil tanah di Bodong, Tepus dan Laksana

4.1.4 Berat Jenis Tanah Berat jenis padatan tanah merupakan perbandingan ant ara massa padatan tanah dengan volume padatan dari suatu tanah. Berat jenis partikel dari suatu tanah menunjukkan kerapatan dari partikel padat secara keseluruhan. Padata n tanah terdiri dari berbagai jenis mineral dan bahan organik Ada mineral-mineral yang berat (logam : aluminium, besai) dan ada mineral-mineral yang relatif ringan (tu fa vulkanik, kwarsa) dan bahkan bahan organik tanah a dalah material yang lebih ringan lagi. Komposisi beraneka jenis mineral dan bahan org anik inilah yang menentukan besarnya berat jenis padatan tanah (Widianto et al., 2005). Bahan organik sangat ringan dibanding dengan padatan mineral. Adanya bahan o rganik dalam tanah mempengaruhi berat jenis tanah. Oleh sebab itu, lapisan olah tanah m empunyai berat jenis yang lebih ren d

0,0 0 0 - 50

1, 00

2 ,0 0

3 ,0 0

BJ (g c m -3 )

Kedal am an_cm

-1 00 -1 50 -2 00 -2 50 -3 00

BU

BS

T e pu s

La k s a n a

Gambar 7. Sebaran Berat Jenis dalam profil tanah di Bodong, Tepus dan Laksana

Nilai berat jenis tanah pada 4 lokasi penelitian semakin meningkat dengan bertambahnya kedalaman. Akan tetapi tidak menunjukkan perbedaan yang mencolok sehingga berat jenis pada lokasi penelitian cenderung konstan. Berat jenis tanah berkisar antara 2.28 - 2.58 g cm-3 dan antar kedalaman nilainya tidak jauh berbeda (Gambar 7). Bodong Utara mempunyai nilai berat jenis yang paling tinggi dibandingkan dengan lokasi yang lain, hal ini disebabkan karena berat isi tanah di Bodong lebih tinggi daripada di Tepus dan Laksana. Perbedaan nilai berat isi yang tidak jauh berbeda di Bodong, Tepus dan Laksana menjelaskan bahwa jenis mineral di Bodong, Tepus dan Laksana adalah sama yaitu jenis mineral yang relatif ringan (tufa vulkanik, kwarsa)

4.1.5 Porositas Tanah Porositas tanah merupakan indeks volume relatif pori-pori dalam tanah (Hillel, 1982). Perhitungan porositas tanah dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan menggunakan metode gravimetri dan dengan menggunakan perhitungan = 1 BI/BJ x 100%. Hasil perhitungan menggunakan metode gravimetri dan rumus tidak jauh berbeda. Bodong Utara
Porositas (%)
0 20 75 1

Bodong Selatan
Porositas (%)

00 1 60 2 00
2 10

3 0 1

5 90

200

300

Tepus
P it as (% )
1 5 3 5 7 5 0

Laksana

Porositas (%)

5 3 00

porositas di Tepus dan Laksana lebih besar daripada di Bodong. Berat isi tanah mempengaruhi besarnya porositas tanah. Bodong yang berat isi tanahnya lebih tinggi daripada Tepus dan Laksana mempunyai porositas yang paling rendah dibandingkan dengan di Tepus dan Laksana. Porositas tanah yang semakin kecil dengan bertambahnya kedalaman menyebabkan kecepatan pergerakan air semakin lambat. Di Bodong Utara dan Selatan nilai porositas pada lapisan 2 lebih tinggi daripada lapisan di atasnya yaitu sebesar 61 % dan 58 %, hal ini sesuai dengan data berat isi tanah dimana pada lapisan 2 di Bodong Utara dan Selatan berat isi tanahnya lebih rendah dibandingkan dengan lapisan diatasnya. Sedangkan Tepus dan Laksana mempunyai pola yang sama yaitu porositas semakin kecil dengan bertambahnya kedalaman akan tetapi nilai porositas di Laksana sedikit lebih besar daripada di Tepus. Porositas di Tepus berkisar pada 63 % pada lapisan 1 dan semakin menurun sehingga pada lapisan 5 sebesar 55 %. Di Laksana porositas tanah tertinggi pada lapisan 1 sebesar 67 % dan semakin menurun dan pada lapisan 5 sebesar 58 %. Rendahnya berat isi tanah di Laksana dibandingkan dengan di Bodong dan Tepus mencerminkan tanah di Laksana adalah ringan dan banyak terdapat rongga udara (pori tanah). Sehingga pergerakan air ke dalam tanah di Laksana lebih cepat dibandingkan dengan pergerakan air di Bodong dan Tepus.

4.1.6 Konduktivitas Hidraulik Jenuh (KHJ) Konduktivitas hidralik jenuh adalah suatu kondisi yang menyatakan pergerakan air dalam kondisi jenuh, dimana semua pori tanah terisi air . Secara umum rata-rata nilai

konduktivitas hidrolik jenuh di Bodong lebih rendah daripada di Tepus dan Laksana. Hal ini berarti bahwa tanah di daerah Laksana lebih cepat menghantarkan air ke lapisan yang lebih dalam dibandingkan dengan daerah Tepus dan Bodong. Hal inilah yang dapat menjelaskan mengapa Bodong mempunyai nilai erosi yang paling tinggi dibandingkan dengan di Tepus dan Laksana. Sarief (1988) menyatakan bahwa aliran permukaan sangat tergantung pada kapasitas infiltrasi dan permeabilitas tanah (Konduktivitas Hidraulik jenuh / KHJ). Kapasitas infiltrasi dan KHJ pada tanah berpasir lebih besar daripada tanah yang bertekstur halus, sehingga bila terjadi hujan dengan curah hujan yang tinggi akan menurunkan limpasan permukaan. Berdasarkan pernyataan tersebut maka salah satu faktor penentu erosi adalah cepat lambatnya pergerakan air dalam tanah melalui infiltrasi dan KHJ. Besarnya nilai KHJ di Bodong, Tepus dan Laksana makin menurun dengan semakin bertambahnya kedalaman. Bodong memiliki nilai konduktivitas hidrolik jenuh rendah sehingga tidak dapat meneruskan air yang masuk ke dalam tanah dan akhirnya melimpas. Di Bodong Utara, nilai KHJ terendah terletak pada kedalaman 75-160 cm sebesar 0.238 cm jam-1. Rendahnya nilai KHJ disebabkan oleh tingginya kandungan partikel liat pada lapisan tersebut. Sehingga pada lapisan ini air akan bergerak sangat lambat ke lapisan yang lebih dalam. Di Bodong Selatan, pergerakan air sangat terhambat pada lapisan 4 yaitu pada kedalaman 115-190 cm. Lapisan 4 di Bodong Selatan mempunyai nilai KHJ yang paling rendah dibandingkan dengan di Tepus dan Laksana. Di Tepus, pada kedalaman 15-35 cm mempunyai nilai KHJ yang paling tinggi yaitu sebesar 386.419 cm jam-1sehingga air dapat bergerak sangat cepat ke lapisan selanjutnya. Sedangkan pada kedalaman 75-215 cm mempunyai nilai KHJ yang paling

rendah yaitu sebesar 0.158 cm jam-1. sehingga air akan bergerak sangat lambat pada lapisan ini. Hal ini terkait dengan tingginya kandungan partikel liat pada lapisan ini dibandingkan dengan lapisan yang lain, yaitu sebesar 83 %. Nilai KHJ pada lapisan 1 di Laksana lebih rendah dibandingkan dengan KHJ di Tepus akan tetapi masih lebih tinggi daripada di Bodong. Di Laksana, air akan bergerak semakin lambat dari lapisan 1 menuju lapisan 3 dan akan menjadi sangat lambat pada kedalaman 70-160 cm yaitu sebesar 1.169 cm jam-1, setelah itu tanah akan menghantarkan air ke lapisan yang lebih dalam lebih cepat. Pada lapisan atas, air akan mampu bergerak menuju lapisan yang ada di bawahnya dengan sangat cepat, tetapi kecepatan pergerakan air ini akan semakin berkurang dengan bertambahnya kedalaman. Hal ini berkaitan dengan berat isi tanah yang makin meningkat dengan bertambahnya kedalaman sehingga tanah akan semakin padat dan jumlah ruang pori semakin sedikit. Akan tetapi dari hasil pengukuran didapatkan bahwa pada lapisan yang sangat dalam (kedalaman 213-300 cm), nilai KHJ akan meningkat kembali sehingga mempercepat pergerakan air dalam tanah.

0 0 -50 Kedalaman (cm)

50 100 150 200 250 156,888 55,695 KHJ_cm jam-1

-100 1,351 -150 -200 -250 -300 137,940 0,122

0 0 Kedalaman (cm) -50 -100 -150 -200 -250 -300

50 100 150 200 250 117,787 2,397 KHJ_cm jam -1

0,238 2,787

5,267

Bodong Utara

Bodong Selatan

0 0 -50

50

100 150 200 250

KHJ_cm jam-1
164,537 2,771

Kedalaman (cm)

-100 -150 -200 -250 -300 26,644 1,169 37,144

0 0

100

200

300

400 KHJ_cm jam -1

1 9 7 ,0 6 0

-50 Kedalaman (cm)


0 ,3 8 2

3 8 6 ,4 1 9

-100 -150 -200 -250 -300


2 7 ,0 0 6 0 ,2 5 2

Tepus

Laksana

Gambar 9. Sebaran nilai KHJ tanah di Bodong, Tepus dan Laksana

Lapisan dengan nilai KHJ yang paling rendah diduga merupakan lapisan sulit di tembus air, selain itu juga disebabkan karena lapisan tersebut mempunyai kandungan liat

yang tinggi. Bodong Selatan mempunyai nilai KHJ terendah, yaitu terletak pada lapisan 4 dengan kedalaman 115-190 cm dengan nilai KHJ sebesar 0.122 cm jam -1 . Hal ini berarti bahwa diantara 3 lokasi penelitian yaitu Bodong, Tepus dan Laksana, Bodong merupakan daerah yang mempunyai lapisan sulit di tembus air, sehingga menghambat pergerakan air masuk ke dalam lapisan tanah sampai dengan kedalaman 3m. Lapisan kedap air dapat disebabkan karena proses dispersi, partikel-partikel yang pecah karena daya tumbuk butir hujan menjadi bagian kecil yang lepas, yang kemudian diangkut ke tempat lain oleh limpasan permukaan. Partikel-partikel primer yang pecah dari agregatnya masuk ke dalam pori tanah sehingga apabila terjadi hujan maka tanah akan cepat jenuh dan pergerakan air ke dalam tanah menjadi lambat dan dapat menyebabkan lapisan menjadi kedap air.

4.1.7 Kapasitas Menyimpan Air

2000 Kap.Menyimpan Air (mm)

1724 1681

1801

1883

1500

1000

500

0
BU BS

BUS TEPU

LAKSAN A

Kapasitas menyimpan air merupakan kemampuan tanah dalam menyimpan air. Kemampuan tanah dalam menyimpan air dipengaruhi oleh besarnya porositas tanah dan tebal lapisan tanah. Perhitungan kapasitas menyimpan air pada lapisan tanah digunakan

untuk menghitung kemampuan tanah dalam menyimpan air pada satu profil tanah sampai dengan kedalaman 3 meter. Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa tanah di Laksana mempunyai kapasitas menyimpan air yang tertinggi, yaitu sebesar 1883 mm pada setiap tanah setebal 3 m . Tanah di Tepus mempunyai kemampuan menyimpan air sebesar 1801 mm pada setiap tanah setebal 3m. Bodong Utara mempunyai kemampuan menyimpan air sebesar 1724 mm pada setiap tanah setebal 3 m dan Bodong Selatan merupakan daerah yang mempunyai kapasitas menyimpan air yang terendah yaitu sebesar 1681 mm pada setiap tanah setebal 3 m.

Gambar 10. Kapasitas Menyimpan Air di Bodong, Tepus dan Laksana.

Kapasitas menyimpan air terkait dengan sebaran partikel tanah, dimana sebaran partikel pasir di Bodong lebih tinggi dibandingkan dengan partikel pasir di Tepus dan Laksana. Tanah dengan kandungan pasir tinggi mempunyai pori makro lebih banyak dan dapat mengahantarkan air dengan baik akan tetapi kapasitas menyimpan airnya rendah. Selain itu juga terkait dengan porositas total dan berat isi tanah, dimana Laksana porositas total paling tinggi dan berat isi tanah paling rendah dibandingkan dengan Tepus, Bodong Utara dan Bodong Selatan.

4.2 Pergerakan Air di Bodong, Tepus dan Laksana Tanah merupakan suatu sistem terbuka dimana sewaktu-waktu tanah dapat

menerima tambahan bahan dari luar atau kehilangan bahan-bahan yang dimilikinya. Bahan tambahan tersebut antara lain adalah pelapukan bahan induk, endapan baru, air hujan, sisa tanaman, dll. Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah sebagian akan masuk ke dalam tanah (infiltrasi) mengisi ruang pori dan sebagian akan mengalir di permukaan tanah (run off). Air hujan yang masuk ke dalam tanah selanjutnya akan bergerak ke lapisan tanah yang lebih dalam. Bergeraknya air ke lapisan tanah yang lebih dalam dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain intensitas hujan dan sifat fisik tanah. Profil tanah di Bodong Utara, Bodong Selatan, Tepus dan Laksana menunjukkan ciri yang berbeda dalam kemampuan menghantarkan air ke lapisan yang lebih dalam. Bodong Utara dan Bodong Selatan mempunyai nilai limpasan permukaan yang paling tinggi dibandingkan dengan Tepus dan Laksana, yaitu sebesar 0.67 ton ha-1. Hal ini mengandung pengertian bahwa tanah di Tepus dan Laksana mempunyai kemampuan menghantarkan air lebih baik daripada di Bodong sehingga nilai erosinya kecil. Bodong merupakan daerah yang mempunyai berat isi rata-rata paling tinggi dibandingkan dengan berat isi di Tepus dan Laksana. Rata-rata berat isi tanah di Bodong berkisar antara 0.97 g cm-3 1.2 g cm-3. Berat isi tanah merupakan indikasi kepadatan tanah, sehingga tanah di Bodong lebih padat dibandingkan dengan Tepus dan Laksana. Hal inilah berarti bahwa tanah di Bodong mempunyai porositas total yang lebih rendah dibandingkan dengan Tepus dan Laksana. Data porositas di Bodong, Tepus dan Laksana menunjukkan bahwa rata-rata porositas di Tepus dan Laksana lebih besar daripada di Bodong. Porositas tanah yang semakin sedikit berarti bahwa makin sedikit pula air yang dapat disimpan oleh tanah. Porositas tanah di Laksana merupakan yang paling tinggi yaitu berkisar antara 58 67 %, di Tepus berkisar antara 55 63 % dan di Bodong berkisar antara 52 61 %. Hal ini

menyebabkan Laksana mempunyai kapasitas menyimpan air yang paling tinggi yaitu sebesar 1883 m3 dalam tanah setebal 3 m . Sebaran partikel tanah di Bodong mempunyai nilai yang bervariasi. Pada beberapa lapisan tanah, perbandingan partikel tanah cenderung sama tetapi ada pula yang didominasi oleh partikel liat atau debu. Pada lapisan yang mempunyai kandungan liat tertinggi, diindikasikan sebagai lapisan yang sulit di tembus air. Adanya lapisan liat dan debu yang kedap air sering mengganggu gerakan air dan mempengaruhi jumlah air yang ditahan oleh lapisan atas tanah pada kondisi kapasitas lapangan (Soepardi, 1983). Lapisan dengan kandungan liat tinggi mangakibatkan rendahnya jumlah ruang pori makro sehingga air akan sulit masuk mengisi pori dan lapisan menjadi kedap air. Tepus dan Laksana mempunyai kandungan liat yang jauh lebih tinggi daripada di Bodong. Dominasi partikel liat pada setiap lapisan tanah di Tepus dan Laksana menunjukkan bahwa walaupun mempunyai kandungan liat yang tinggi tetapi lapisan tersebut juga memiliki nilai KHJ yang tinggi. Sebaran kandungan liat yang semakin bertambah dengan bertambahnya kedalaman mengakibatkan berkurangnya jumlah ruang pori makro yang tersedia dan mengakibatkan penurunan nilai porositas dan KHJ tanah. Konduktivitas hidrolik jenuh di Bodong, Tepus dan Laksana mempunyai ciri yang berbeda. Pada umumnya lapisan atas mempunyai nilai KHJ yang tinggi sehingga pada waktu terjadi hujan banyak air yang dapat masuk ke dalam tanah dan mengurangi terjadinya limpasan permukaan (run off). Air yang sudah masuk dan mengisi ruang pori pada lapisan atas akan terus bergerak ke lapisan tanah yang lebih dalam. Pergerakan air yang masuk ke dalam tanah akan mengalami hambatan pada lapisan tanah yang memiliki nilai KHJ paling rendah, karena hal ini berarti bahwa air tidak dapat masuk dan mengisi ruang pori pada lapisan ini sehingga air akan terkumpul pada lapisan di atasnya dan dapat

mengakibatkan run off. Run off dalam volume yang lebih besar dapat mengakibatkan erosi. Lapisan dengan nilai KHJ paling rendah diindikasikan sebagai lapisan sulit di tembus air. Perbedaan letak lapisan sulit di tembus air dalam suatu profil tanah dan tebal lapisan kedap air tersebut sangat mempengaruh pergerakan air dalam tanah. Semakin jauh letak lapisan kedap air dari permukaan tanah maka semakin kecil pula kemungkinan lapisan tersebut menghambat pergerakan air ke dalam tanah. Lapisan sulit di tembus air di Bodong Utara terletak pada lapisan 3 (75-160 cm), Bodong Selatan pada lapisan 4 (115-190 cm), Tepus pada lapisan 4 (75-215 cm) dan Laksana pada lapisan 3 (70-160 cm). Diantara 4 lokasi penelitian, Bodong Selatan mempunyai nilai KHJ yang paling rendah yaitu pada lapisan 4 (kedalaman 115-190 cm) yaitu sebesar 0.122 cm jam-1 dan kapasitas menyimpan air yang rendah. Dua hal inilah yang menyebabkan Bodong berpotensi mempunyai nilai erosi dan run off yang paling tinggi dibandingkan dengan Tepus dan Laksana. Rendahnya nilai berat isi, tingginya nilai porositas dan pergerakan air yang baik di Laksana mengakibatkan Laksana mempunyai kapasitas menyimpan air yang lebih tinggi dibandingkan dengan di Bodong dan Tepus. Laksana mempunyai kemampuan menyimpan air sebesar 1883 mm dalam tanah setebal 3m , Tepus sebesar 1801 mm dalam dan Bodong sebesar 1724 mm. Hal ini yang menyebabkan rendahnya nilai run off dan erosi di Laksana.

4.3 Keterkaitan Lapisan Tanah Atas dan Tanah Bawah Bodong Utara Bodong Selatan Tepus Laksana

Gambar 11. Sifat Fisik Tanah Lapisan Atas dan Lapisan Bawah

Pergerakan air masuk ke dalam tanah dan kapasitas tanah dalam menyimpan air dipengaruhi oleh sifat fisik tanah pada masing-masing lapisan tanah dan hubungan sifat fisik tanah lapisan atas (0-1.5 m) dengan lapisan bawah (1.5-3 m). Profil tanah di Bodong Utara menunjukkan bahwa tanah di Bodong Utara sampai kedalaman 3 m terdiri dari 5 lapisan tanah. Lapisan 1, 2 dan 3 termasuk dalam lapisan tanah atas dan lapian 4 dan 5 termasuk dalam lapisan tanah bawah. Sebaran tekstur tanah menunjukkan bahwa secara jumlah partikel pasir semakin meningkat jumlahnya dari lapisan 1 sampai dengan lapisan 5. Tanah bertekstur pasir mempunyai kemampuan mnghantarkan air tinggi akan tetapi daya menahan airnya rendah. Hal ini berarti tanah di Bodong Utara mudah menghantarkan air dari lapisan 1 sampai dengan lapisan 5 tetapi kemampuan menyimpan airnya rendah. Rata-rata porositas tanah pada lapisan atas lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan bawah akan tetapi kemampuan menyimpan air air lapisan atas dan lapisan bawah tidak berbeda jauh. Bodong Selatan terdiri dari 5 lapisan dan lapisan 1, 2 dan 3 termasuk dalam lapisan tanah atas dan lapisan 4 dan 5 termasuk dalam lapisan tanah bawah. Sebaran partikel tanah di Bodong Selatan tidak jauh berbeda dengan di Bodong Utara dimana partikel pasir dan debu jumlahnya semakin meningkat dengan bertambahnya kedalaman

yang diikuti dengan semakin rendahnya jumlah partikel liat dengan bertambahnya kedalaman. Bodong Selatan merupakan daerah ditemukannya lapisan sulit di tembus air sehingga air yang masuk dan bergerak ke dalam tanah akan terhambat pada lapisan 4. Ditemukannya lapisan sulit di tembus air di Bodong Selatan mengakibatkan terganggunya mekanisme pergerakan air dan menyimpan air. Walaupun lapisan 5 mempunyai porositas yang paling rendah tetapi lapisan 5 adalah lapisan setebal 1m sehingga mempunyai kemampuan menyimpan air lebih banyak daripada lapisan yang lain. Tepus merupakan daerah yang mempunyai kemampuan menghantarkan air lebih baik daripada Bodong. Profil tanah di Tepus terdiri dari 5 lapisan dimana lapisan 1, 2 dan 3 merupakan lapisan tanah atas dan lapisan 4 dan 5 merupakan lapisan tanah bawah. Partikel liat di Tepus semakin meningkat dengan bertambahnya kedalaman sehingga Tepus mempunyai kemampuan menyimpan air lebih banyak daripada di Bodong Utara dan Bodong Selatan. Pergerakan air masuk ke dalam tanah semakin menurun pada lapisan 4 tetapi hal ini tidak menjadi masalah karena air masih dapat bergerak untuk menuju ke lapisan 5. Laksana merupakan daerah yang kemampuan mengahantarkan airnya paling baik. Selain itu juga mempunyai kemampuan menyimpan air paling banyak dibandingkan dengan Bodong dan Tepus. Hal ini ditunjukkan oleh data sifat fisik tanah (Lampiran 3) dimana sebaran partikel liat semakin meningkat dengan bertambahnya kedalaman, nilai porositas tanah yang mencapai 64 % pada lapisan atas dan 59 % pada lapisan bawah, dan kemampuan menyimpan air sebesar 345 mm pada lapisan atas dan 423 mm pada lapisan bawah.

V. KESIMPULAN

Dari hasil dan pembahasan dapat disimpulkan : 1. Tanah lapisan atas (kedalaman 0-1.5 m) di ke-4 areal penelitian mempunyai kemampuan menghantarkan air lebih baik dibandingkan dengan tanah lapisan bawah (kedalaman 1.5-3 m). 2. Tanah di Bodong mempunyai nilai KHJ rata-rata paling rendah yaitu sebesar 25.62 cm jam-1, sehingga kemampuan menghantarkan air sampai kedalaman kurang lebih 3m lebih lambat dibandingkan dengan di Tepus yang mempunyai nilai KHJ rata-rata 122.22 cm jam-1 dan Laksana dengan nilai KHJ rata-rata sebesar 46.45 cm jam-1 . 3. Bodong mempunyai kapasitas menyimpan air yang paling rendah, yaitu sebesar 1681 mm pada tanah setebal 3 m, di Tepus sebesar 1801 mm dan di Laksana sebesar 1883 mm pada setebal 3 m . 4. Sifat-sifat tanah tersebut di atas dapat menjelaskan perbedaan kejadian erosi dan limpasan permukaan di Bodong, Tepus dan Laksana.

STUDI SIFAT FISIK TANAH TERHADAP KONDUKTIVITAS HIDROULIK JENUH (KHJ) DI SUMBERJAYA, LAMPUNG BARAT

NURFITRIANDRA MAHYARANTI 0001040190 43

JURUSAN TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2007 STUDI SIFAT FISIK TANAH TERHADAP KONDUKTIVITAS HIDROULIK JENUH (KHJ) DI SUMBERJAYA, LAMPUNG BARAT

NURFITRIANDRA MAHYARANTI 0001040190

SKRIPSI Disampaikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN JURUSAN TANAH MALANG 2007

DAFTAR GAMBAR

No.

Judul

Halaman 4 6 15 22 25 28 29 30 34 35 39 44 45 47 48 48

1. Skema Kerangka Penelitian 2. Siklus Hidrologi 3. Peta Lokasi Penelitian 4. Alur Analisis Data 5. Sebaran Tekstur Tanah di Bodong, Tepus dan Laksana 6. Sebaran Berat Isi Tanah di Bodong, Tepus dan Laksana 7. Sebaran Berat Jenis Tanah di Bodong, Tepus dan Laksana 8. Sebaran Porositas Tanah di Bodong, Tepus dan Laksana 9. Sebaran KHJ di Bodong, Tepus dan Laksana 10. Sebaran KMA di Bodong, Tepus dan Laksana 11. Sifat Fisik Tanah Lapisan Atas dan Lapisan Bawah 12. Skema Penetapan Tekstur 13. Cara Pengambilan Contoh Tanah 14. Skema Penetapan KHJ 15. Cara Pengambilan Contoh Tanah untuk KHJ 16. Skema Alat Ukur KHJ

DAFTAR ISI

RIWAYAT HIDUP KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan 1.3 Hipotesis BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi 2.2 Komponen yang Berpengaruh terhadap Siklus Hidrologi 2.3 Adanya Lapisan Sulit di Tembus Air terhadap Pergerakan Air BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Kondisi Lokasi Penelitian 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.3 Alat dan Bahan Penelitian 3.4 Tahapan Penelitian

i ii iv v vi 1 3 3 5 7 12 14 18 18 19

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Sifat Fisik Tanah 23 4.2 Pergerakan Air di Bodong, Tepus dan Laksana 36 4.3 Keterkaitan Lapisan Tanah Atas dan Lapisan Tanah Bawah...........39 BAB V. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 42

DAFTAR PUSTAKA Agus, F., N. Gintings, dan M. Van Noordwijk. 2002. Pilihan Teknologi Agroforestri/Konservasi Tanah untuk Areal Pertanian Berbasis Kopi di Sumberjaya, Lampung Barat. International Centre for Research in Agroforestry. Southeast Asia Regional Office. Bogor. Indonesia. Agustina, C. 2004. Kajian Kandungan Mineral Amorfus sebagai Faktor Penentu Konduktivitas Hidrolik Jenuh di Sumberjaya, Lampung Barat. Jurusan Tanah. Universitas Brawijaya. Malang. Ancellia. 2002. Uji Pedotransfer untuk Pendugaan Konduktivitas Hidrolik Tanah di Hutan dan Lahan Kopi Monokultur di Sumberjaya, Lampung Barat. Skripsi. Jurusan Tanah. Universitas Brawijaya. Malang. Anonymous. 1998. Prosedur Analisa Tanah Seri Fisika Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang. Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. Buckman, H.O. dan N.C. Brady. 2002. Ilmu Tanah (Terjemahan Soegiman). PT BhrataraKarya Aksara. Jakarta Dairiah, A., F. Agus, S. Arsyad, Sudarsono dan Maswar. 2004. Erosi dan Aliran Permukaan pada Lahan Pertanian Berbasis Tanaman Kopi di Sumberjaya, Lampung Barat. Agrivita 26 (1) : 52 60. Farida dan M. Van Noordwijk. 2004. Analisis Debit Sungai Akibat Alih Guna Lahan dan Aplikasi Model GenRiver pada DAS Way Besai, Sumberjaya. Agrivita 26 (1) : 39 47. Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. PT Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta. Hidayat, A., H. Darul SWP, J.Dai, H.Y. Sumulyadi, S. Hendra, A. Hermawan, Yayat AH., P. Buurman, dan T. Balsem. 1989. Buku Keterangan Peta Satuan Lahan dan Tanah Lembar KotaAgung (1010), Sumatera. Proyek Perencanaan dan Evaluasi Sumberdaya Lahan Pengelolaan Data Base Tanah. Pusat Penelitian Tanah. Bogor. Hillel, D. 1982. Pengantar Fisika Tanah. Edisi Pertama. Terjemahan Robiyanto H. S dan Rahmad H. P. 1998. Mitra Gama Widya. Yogyakarta. Irawan, B. 1991. Aplikasi Informasi Tanah untuk Perencanaan Pembangunan Daerah lampung, Hal 13-23. Dalam Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Prosiding Expose Hasil Penelitian Proyek Perencanaan dan Sumberdaya lahan (LREPP Part II) Sumatera Bagian Selatan. Bogor. Khurotin. 2005. Hubungan Pori Makro Tanah dengan Konduktivitas Hidrolik Jenuh Pada Berbagai Penggunaan Lahan di Sumberjaya, Lambung Barat. Skripsi.

Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang. Mardiastuning, A. 2003. Hubungan Ketebalan Seresah dan Pori Makro Tanah dengan Tingkat Infiltrasi Tanah pada Berbagai Ketebalan pada Sistem Agroforestri Berbasis Kopi. Skripsi. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang. Noveras, H. 2002. Dampak Konversi Hutan menjadi Perkebunan Kopi Monokultur terhadap Konversi Tanah dan Air di Sumberjaya, Lampung Barat. Jurusan Tanah. Universitas Brawijaya. Malang Sarief, S. 1988. Konservasi Tanah dan Air. CV. Pustaka Buana. Bandung. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Subagyono, K, Maswar, A. Dariah, dan F. Agus. 2004. Delineation of Eroisan Prone Areas in Sumberjaya, West Lampung. Soil Research Institute-ICRAF (ASB Phase 3 Project). Bogor. Suprayogo, D., Widianto, P. Purnomosidhi, R.H. Widodo, F.Rusiana, Z. Aini, Nur Khasanah, dan Z. Kusuma. 2004. Degradasi Sifat Fisik Tanah sebagai akibat Alih Guna Lahan Hutan menjad Sistem Kopi Monokultur : Kajian Perubahan Makroporositas Tanah. Agrivita 26 (1) : 60 68. Supriyanto. 2005. Karakterisasi Limpasan Permukaan dan Erosi di Alihguna Lahan Hutan Berbasis Kopi di Sumberjaya. Skripsi. Jurusan Tanah. Universitas Brawijaya. Malang. Utomo, W. H. 1994. Erosi dan Konservasi Tanah. IKIP Malang. Malang. Widianto., H. Noveras, RH.Widodo, P. Purnomosidi, dan M. Van Noordwijk. 2004. Konversi Hutan menjadi Lahan Pertanian : Apakah fungsi hidrologis hutan dapat digantikan agroforestry kopi ?. Agrivita 26(1) : 47-52.

DAFTAR TABEL

No. 1.

Judul Parameter Pengamatan dan Metode Analisis

Halaman 21

Anda mungkin juga menyukai