Anda di halaman 1dari 30

Coryne bacterium

diphtheriae

Famili : Coryne bacteriaceae
Genus : Coryne bacterium

Disampaikan oleh : Berliana SKM
DIFTERI (diphtheriae)
Penyakit difteri adalah infeksi saluran pernafasan
yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium
diphtheriae, dengan bentuk basil
Gram positif.
Difteri dapat menyerang seluruh lapisan usia tapi
paling sering menyerang anak-anak yang belum
diimunisasi. (anak 2 5 thn)
Pada tahun 2000, di seluruh dunia dilaporkan
30.000 kasus dan 3.000 orang diantaranya
meninggal karena penyakit ini.

Coryne bacterium :

Beberapa genus Coryne bacterium :
Normal flora pada selaput lendir pernafasan dan
conjunctiva C. pseudodiphtherium, C. xerosis,
C. hemolyticum (C. pyogenes), C. ulcerans
Normal flora dikulit : Propioni bacterium aenes
(difteroid anaerobic) berpartisipasi dengan
kuman jerawat. ; C. minutissium eritrasma
(su/ infeksi superfisial pada daerah ketiak dan
pubis)
Patogen pada hwn al: C. murium, C. renalis, dll
Coryne bacterium yg patogen pd mans : Coryne
bacterium diphtheriae

Coryne bacterium diphtheriae
dapat mati pada pemanasan 60 C selama
10 menit, tahan beberapa minggu dalam
es, air, susu dan lendir yang telah
mengering.
Terdapat tiga jenis basil yaitu bentuk
gravis, mitis, dan intermedius atas dasar
perbedaan bentuk koloni dalam biakan
agar darah yang mengandung kalium
telurit dan dari test biokimia (med KH)

Cara penularan
Penyakit difteri ditularkan dari orang
ke orang melalui pernafasan,
terutama droplet tenggorokan yang
disebabkan batuk dan bersin
Gambaran Klinis
Serangan berbahaya pada periode
inkubasi 1-5 hari

Dapat menyebabkan infeksi nasopharynx
kesulitan bernapas dan kematian.
Penyebab utamanya adalah radang pada
membran saluran pernapasan bagian atas,
terutama bagian tonsil, nasofaring (antara
hidung dan faring/tenggorokan) dan laring.
Penularan difteri dapat melalui kontak hubungan
dekat, melalui udara yang tercemar oleh karier
atau penderita yang akan sembuh, juga melalui
batuk dan bersin
Gejala :
Umum : spt gejala infeksi lainnya : suhu tbh naik (sub
febris), nyeri kepala, anoreksia, badan lemah, nyeri
menelan, nadi lambat
Lokal :
Tonsil bengkak ditutupi membran semu (melekat erat
kedasar, bila diangkat mudah berdarah) yg dpt meluas
ke palatum mole, uvula, nasofaring, laring, trakea
bronkus sumbatan jln nafas
Pembengkakan kel limfe menyerupai leher sapi (bull
neck, burgemaesters hals)
Akibat eksotoksin (diproduksi kuman) miokarditis,
kelumpuhan saraf kranial (kelumpuhan otot palatum,
otot pernafasan), ginjal (albuminuria)
Diagnosa
Gambaran klinik
Biakan kuman ( diambil dari : permukaan bawah
membran semu ) kuman coryne bacterium
difteri
Terapi
ADS ( segera tanpa menunggu kultur ), 20.000
100.000 unit.
AB : penisilin atau eritromisin
Kortikosteroid
Simptomatik : antipiretik
Bed rest
Pasien hrs diisolasi krn menular



komplikasi :
sumbatan jln nafas
Myokarditis
Kelumpuhan otot palatum mole, otot
faring / laring ( ggn menelan, suara
parau ), otot mata ( ggn akomodasi )
Kelumpuhan otot pernafasan
albuminuria
Ciri-ciri Coryne bacterium diffteriae :
Berbtk batang plemorf, Gram (+); 0,5 -1,0 ;
pada salah satu atau kedua ujungnya
membengkok, terdpt butir2 metachromatik, shg
tampak spt halter (jk diwarnai dg pewarnaan
granula = Niesser/Albert)
spora(-) , tidak tahan asam,tidak bergerak
Dinding selnya mengandung asam meso-
diaminopimelik, arabinosa, galaktosa, dan asam
mikolik dengan rantai pendek.
DNA mengandung G+C 51-59 mol %
Fakultatif anaerob (sebagian besar);
pertumbuhan optimal : suasana aerob

pseudomembran
Ditemukan pertama kali oleh Klebs (th
1883), dr hsl pemeriksaan lgsg
pseudomembran dr tengorok pend
diphtheri.
Kmd Loeffler berhsl mengisolasi dan
membuat biakan murni dr kuman tsb. Shg
kuman difteri sering juga disebut basil
Klebs-Loeffler (basil K-L).
Kuman difteri mengeluarkan toksin yg
disebut eksotoksin (ditemukan oleh Roux
dan Yersin th 1888)
pseudomembran
Morfologi dan biakan :

Berbtk batang ramping berukuran 1,5-5 m x 0,5
1,0 m; ujungnya spt gada, spora(-), tidak
bergerak, Gram(+) dan tidak tahan asam
Didlm preparat : membentuk susunan hurup V, L,
Y, tulisan cina atau anyaman pagar(palisade)
Dengan pewarnaan Neisser/ biru metilen Loeffler
terlihat granula metachromatik Babes-Ernst,
granula pada salah satu atau kedua ujung batang
kuman.
Media perbenihan : Pai, serum Loeffler atau Agar
Darah Telurite
Pd perbenihan serum Loeffler : koloni kecil2,
mengkilap, putih keabu-abuan (setelah ink 12-24
jam 37
o
C)
C. Difteri dgn pengecatan Neisser
C. Difteri dgn pengecatan Albert
Morfologi dan biakan :

Untuk menentukan tipe ku dpt dr
bentuk koloni pd blood telurit,
hemolisa pada BAP serta fermentasi
pada KH
Pada perbenihan agar darah telurit
(CTBA) dan Mc Leod, koloni berwarna
hitam/hitam kelabu. Bisa digunakan
untuk membedakan tipe : gravis dan
intermedius hemolisis(-) ; tipe mitis
(+)
BAP
Agar darah telurite
Resistensi

Tahan terhadap cahaya, pengeringan
dan pembekuan
Dlm pseudomembran kering thn 14
hr
Dalam air mendidih tahan 1 menit
Pada suhu 58
o
C 10
Mudah mati dengan desinfektan

Patogenitas :

penyakit infeksi yang akut, wkt inkubasi 1-7
hari.
Toksin yg dibuat pada lesi lokal diabsorpsi o/
darah kebag tubuh yang lain, efek toksin :
jantung dan saraf perifer.
Jalan masuk : sal nafas bagian atas, dimana
organisme berkembang biak pada lapisan
superfisial selaput lendir, eksotoksin diuraikan shg
terjadi nekrosis pada jarg sekitarnya.
Respon dari peradangan membentuk
peseudomembran yg tdd bakteri, sel-sel epitel yg
mengalami nekrotik, sel2 fagosit dan fibrin.
Difteri laringeal dpt menyebabkan
sumbatan pada sal nafas.
Bakteri C. difteri kulit infeksi skunder
pada luka goresan/gigitan serangga yg
juga mengandung Streptc hemoliticus
atau Staph aureus atau kedua-duanya.
Luka difteri juga terdapat pada bg depan
lubang hidung, bag dalam hidung, mulut,
mata,telinga tengah dan vagina (jarang),
endocarditis ( toksik dan non toksik).

Diagnosa :
Swab hidung, swab tenggorok pengecatan
langsung ; hasil ditulis : ditemukan kuman
tersangka difteri, hanya sebagai penunjang,
tidak dapat untuk menegakkan diagnosa, krn
tidak dapat dibedakan antara yang toksik dan
non toksik. Sebaiknya di kultur. jika dirujuk,
perlu media Amies.
Test2 untuk difteri : kultur pada media yang
cocok, lanjutkan pemeriksaan secara biokimiawi
untuk menentukan tipenya, dapat dg salah satu
cara (test invivo, test invitro atau test biakan
jaringan).

Pencegahan :
Imunisasi aktif toksoid I pada bayi
berumur 2-3 bulan (2 dosis APT =
Alum precipitated toxoid) dikombinasi
dengan toksoid tetanus dan vaksin
pertusis, diberikan dengan interval
2,4 dan 6 bulan.
Dosis booster diberikan pada saat
anak akan bersekolah.
Pengobatan :
Pemberian antitoksin difteri jk pend
diduga (+) Difteri, untuk mencegah
terjdnya ikatan2 lebih lanjut antara toksin
difteri yang terdpt didlm darah dengan
sel-sel jarg yg msh utuh.
Test kepekaan pd pend thd serum kuda
(krn antitoksin dibuat pd kuda) pd kulit
dan mata, jk (+), mk hrs dilakukan
desinsitisasi dg penyuntikan dosis rendah
scr subkutan.
Pemberian antibiotik untuk mencegah
infeksi skunder.
Pencegahan Difteri
Memberikan kekebalan pada anak-anak dengan cara :
Imunisasi DPT/HB untuk anak bayi. Imunisasi di berikan
sebanyak 3 kali yaitu pada saat usia 2 bulan, 3 bulan,
dan 4 bulan.
Imunisasi DT untuk anak usia sekolah dasar (usia
kurang dari 7 tahun). Imunisasi ini di berikan satu kali.
Imunisasi dengan vaksin Td dewasa untuk usia 7 tahun
ke atas.
Hindari kontak dengan penderita langsung difteri.
Jaga kebersihan diri.
Menjaga stamina tubuh dengan makan makanan yang
bergizi dan berolahraga cuci tangan sebelum makan.
Melakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur.
Bila mempunyai keluhan sakit saat menelan segera
memeriksakan ke Unit Pelayanan Kesehatan terdekat.

Yang Dapat Dilakukan Bila Ada Teman,
Anggota Keluarga, Tetangga Dekat yang
Menderita Difteri :
Hindari kontak langsung dengan penderita
difteri atau karier (pembawa) difteri.
Lakukan pemeriksaan kesehatan diri dan
anggota keluarga ke fasilitas kesehatan
terdekat.
Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
rumah.
Penderita Difteri atau karier agar
menggunakan masker sampai sembuh.(*)

Anda mungkin juga menyukai