Bab I, II, Dan III
Bab I, II, Dan III
b. Pengukuran Viskositas (AOAC, 1995)
Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan
viskometer brokfild LV. sampel diambil sekitar 100ml sampel
dimasukkan ke dalam gelas piala dan ditempatkan pada spindle rotasi
yang sesuai dengan kecepatan 100rpm hingga dicapai kestabilan
pengukuran. Viskositas sampel langsung dapat diketahui dengan
membaca nilai yang ditunjukkan oleh alat tersebut.
c. Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) (Mehlenbacher,
1960)
Penentuan kadar asam lemak bebas pada minyak kelapa dapat
dilakukan sebagai berikut:
1. Bahan ditimbang sebanyak 5 gram, dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer yang sudah diketahui beratnya.
2. Ditambahkan 50 ml alcohol netral kemudian dipanaskan,
ditambahkan 2-3 tetes indikator phenolptalein 1%,dihomogenkan.
30
3. Campuran dititrasi dengan larutan NaOH (+ 0,01 N) sampai
terbentuk warna merah muda.
4. Dicatat Volume NaOH yang digunakan
5. Dilakukan perhitungan kadar ALB dengan rumus:
% FFA=
Ket:
N = Normalitas NaOH
BM = 200,3
d. Kandungan Materi Polar (Konstanta Dielektrik)
Pengukuran kandungan materi polar pada minyak kelapa dapat
dilakukan dengan menggunakan alat konstanta dielektrik. Adapun
prosedurnya adalah sebagai berikut:
1. Sampel minyak dipanaskan minimal 40
0
C
2. Alat ukur TPM (Konstanta Dielektik) dimasukkan keminyak sampai
semua sensor terendam.
3. Alat ukur dinyalakan dan tunggu 10 detik.
4. Catat kandungan TPM yang muncul pada display alat ukur.
e. Uji Organoleprtik
Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui warna dan oroma
pada minyak goreng yang dihasilkan.
31
f. Pengolahan data
Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan metode
rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial dengan dua kali ulangan.
Jika hasil analisa sidik ragam menunjukkan hasil yang berbeda nyata
maka, dilakukan pengujian lanjutan Beda Nyata Terkecil (BNT).
Dimana faktor:
A :Konsentrasi Enzim Bromelin kasar
A0 (kontrol) : 1000 ml krim santan
A1 : 1000 ml krim santan + 0,5% Enzim Bromelin Kasar
A2 : 1000 ml krim santan + 1% Enzim Bromelin Kasar
A3 :1000 ml krim santan + 1,5% Enzim Bromelin Kasar
A4 : 1000 ml krim santan + 2% Enzim Bromelin Kasar
A5 : 1000 ml krim santan + 2,5% Enzim Bromelin Kasar
B :Proses pemurnin
B1 : Sebelum Pemurnian
B2 : Setelah Pemurnian Penggunaan enzim bromelin kasar
32
Gambar 01. Diagram alir pembuatan minyak kelapa
Diblender hingga halus
Didiamkan selama 3 jam
krim
1000 ml krim + Enzim Bromelin
dan aduk rata
Blondo
Analisa
- Perhitungan rendemen minyak
goreng
- Viskositas
- Asam lemak bebas
- Kandungan materi polar
Pengujian organoleptik
- Aroma dan warna
skim
Pemanasan krim santan hingga
terpisah blondo dan minyak
Didiamkan selama 3 jam
Pemurnian minyak
- Netralisasi (NaOH dan Arang aktif)
- Bleaching (Zeolit)
Kelapa parut + air (1:1)
Penyaringan dengan menggunakan
kain saring
Kelapa tua diparut
Santan
Perlakuan :
A0: kontrol
A1: 0,5%.
A2: 1%
A3: 1,5%
A4: 2%
A5: 2,5%
Minyak
33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Rendemen Minyak Kelapa
Rendemen adalah persentase rasio berat produk dengan berat
bahan baku. Rendemen minyak kelapa merupakan salah satu parameter
yang diujikan pada penelitian ini. Meningkatnya rendemen minyak kelapa
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah tingkat
kematangan buah kelapa yang digunakan.
Hasil analisa mengenai hubungan rendemen minyak kelapa
terhadap penggunaan enzim bromelin kasar pada pembuatan minyak
kelapa dapat dilihat pada (Gambar 01).Menunjukkan persentase
rendemen minyak mulai dari perlakuan tanpa penambahan enzim
bromelin kasar (kontrol) dengan nilai rendemen 30,6%, perlakuan 0,5%
penambahan enzim bromelin kasar dengan nilai rendemen 34,25%,
perlakuan 1% penambahan enzim bromelin kasar dengan nilai rendemen
35,25%, perlakuan 1,5% penambahan enzim bromelin kasar dengan nilai
rendemen 39,2%, perlakuan 2% penambahan enzim bromelin kasar
dengan nilai rendemen 40%, perlakuan 2,5% penambahan enzim
bromelin kasar dengan nilai rendemen 39%.
Hasil analisa pengaruh penggunaan enzim bromelin kasar terhadap
rendemen minyak kelapa yang dihasilkan sebelum pemurnian semakin
meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi enzim yang
digunakan Semakin besar konsentrasi enzim bromelin kasar yang
ditambahkan maka, semakin cepat menghidrolisis protein yang ada pada
santan kelapa akan tetapi, hanya sampai pada batas tertentu. Hal ini
33
34
bisa terjadi karena enzim bromelin telah jenuh dengan substrat akibatnya
enzim bromelin tidak maksimal dalam menghirolisis protein yang ada
pada substrat.
Hasil analisa menunjukkan pengaruh penggunaan enzim bromelin
kasar terhadapat rendemen minyak kelapa tertinggi sebelum pemurnian
terdapat pada perlakuan 2% penamabahan enzim bromelin kasar
dengan nilai rendemen 40% dan rendemen terendah terdapat pada
perlakuan tanpa penambahan enzim dengan nilai rendemen 30,6%.
Tingginya rendemen minyak kelapa pada perlakuan penambahan 2%
enzim bromelin kasar menunjukkan aktivitas enzim maksimal terdapat
pada perlakuan tersebut. Dimana, enzim memutuskan ikatan peptide
sehingga protein dapat terdenaturasi menjadi bagian yang lebih
sederhana yaitu asam amino dan komponen lainnya, sehingga minyak
yang terikat akan kaluar dan menggumpal menjadi satu.
Rendemen minyak kelapa setelah dilakukan proses pemurnian
secara umum mengalami penurunan. Rendemen minyak kelapa tertinggi
terdapat pada perlakuan 2% penambahan enzim bromelin kasar dengan
nilai rendemen 29,95% dan rendemen terendah terdapat pada perlakuan
0,5% penambahan enzim bromelin kasar dengan nilai rendemen sebesar
18,45%. Hal ini bisa terjadi disebabkan karena, pada proses pemurnian
minyak khususnya netralisasi terjadi pemisahan asam lemak bebas
menjadi sabun yang menyebabkan sebagian rendemen akan berkurang
dan pada proses bleaching yaitu penyerapan zat warna pada minyak
menggunakan zeolit mengakibatkan rendemen minyak kelapa menurun.
35
Hasil analisa sidik ragam menunjukkan pengaruh penambahan
enzim bromelin kasar berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen
minyak kelapa yang dihasilkan (Lampiran 01c). Sehingga perlu dilakukan
pengujian lanjutan Beda Nyata Terkecil (BNT).
Gambar. 01. Hubungan antara Penggunaan Enzim Bromelin Kasar
Terhadap Rendemen Minyak.
Hasil pengujian lanjutan Beda Nyata Terkecil (BNT) (Lampiran 01d)
menunjukkan bahwa rendemen minyak kelapa sebelum pemurnian
berpengaruh nyata baik pada taraf 5% dan 1% kecuali pada perlakuan
0,5% dan 1% enzim bromelin kasar berpengaruh tidak nyata, sedangkan
rendemen minyak kelapa setelah pemurnian berpengaruh tidak nyata
baik pada taraf 5% maupun 1%, hal ini disebabkan karena adanya
pengaruh penambahan enzim bomelin pada semua perlakuan dan
adanya proses pemurnian yang mempengaruhi rendemen minyak
kelapa yang dihasilkan.
30.6
34.25
35.25
39.2
40
39
19
18.45
23.5 23.75
29.95 29.75
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Kontrol 0,5 1 1,5 2 2,5
R
e
n
d
e
m
e
n
(
%
)
Jumlah Penggunaan Enzim Bromelin Kasar (%)
Sebelum Pemurnian
Setelah Pemurnian
36
Hasil analisa rendemen minyak kelapa sebelum pemurnian lebih
tinggi dibandingkan dengan rendemen minyak setelah pemurnian.
Meningkatnya rendemen minyak kelapa disebabkan karena adanya
penambahan enzim bromelin kasar pada saat pembuatan minyak kelapa
yang dimana enzim bromelin dapat merusak emulsi santan sehingga
minyak mudah terpisah dengan air. Hal ini sesuai dengan pernyataan
(Setiaji, 2006) bahwa, penambahan enzim bromelin dapat mempercepat
proses perusakan sistem emulsi santan yang akan dihidrolisis menjadi
asam-asam amino melalui ikatan peptida. Emulsi santan yang sudah
dirusak maka akan terbentuk tiga lapisan yaitu dari lapisan atas minyak,
padatan, dan air. Sedangkan penurunan rendemen minyak kelapa
setelah pemurnian disebabkan karena adanya penambahan NaOH yang
dapat bereaksi dengan trigliserida sehingga jumlah sabun yang
dihasilkan meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ketaren (2008)
bahwa pemakaian larutan kaustik soda dengan konsentrasi tinggi, akan
bereaksi dengan trigliserida sehingga mengurangi rendemen minyak dan
menambah jumlah sabun yang terbentuk.
B. Viskositas Minyak Kelapa
Viskositas merupakan salah satu parameter yang diujikan untuk
mengetahui kualitas minyak kelapa. Tingginya rendahnya viskositas
minyak kelapa dipengaruhi oleh suhu dan lamanya proses pemanasan
yang dilakukan.
37
Hasil analisa mengenai hubungan viskositas terhadap penggunaan
enzim bromelin kasar pada pembuatan minyak kelapa dapat dilihat pada
(Gambar 02). Menunjukkan pengaruh penggunaan enzim bromelin kasar
terhadap viskositas minyak kelapa mulai dari perlakuan tanpa
penambahan enzim bromelin kasar dengan nilai viskositas sebesar
232,2cP, perlakuan 0,5% penambahan enzim bromelin kasar dengan
nilai viskositas sebesar 232,2cP, perlakuan 1% penambahan enzim
bromelin kasar dengan nilai viskositas sebesar 232,2cP, perlakuan 1,5%
penambahan enzim bromelin kasar dengan nilai viskositas sebesar
232,2cP, perlakuan 2% penambahan enzim bromelin kasar dengan nilai
viskositas sebesar 219,9cP,perlakuan 2,5% penambahan enzim
bromelin kasar dengan nilai viskositas sebesar 216,1cP.
Hasil analisa menunjukkan viskositas minyak kelapa tertinggi
terdapat pada perlakuan tanpa (kontrol), 0,5%, 1%, 1,5% penambahan
enzim bromelin kasar dengan nilai viskositas sebesar 232,2cP
sedangkan viskositas minyak kelapa terendah terdapat pada perlakuan
penambahan 2% enzim bromelin kasar dengan nilai sebesar 219,9cP
dan penambahan 2,5% enzim bromelin kasar dengan nilai sebesar
216,1cP. Menurunnya viskositas minyak kelapa sebelum pemurnian
disebabkan karena proses pemanasan pada suhu tinggi dan dalam
waktu yang relatif singkat, lamanya proses pemanasan dipengaruhi oleh
kandungan air dan pembentukan blondo pada minyak, dimana dengan
penambahan enzim bromelin pada minyak menyebabkan air lebih cepat
terpisah dengan minyak serta ukuran blondo yang semakin kecil. Selain
38
itu, terbentuknya viskositas disebabkan karena adanya proses oksidasi
yang terjadi pada minyak. Dimana, viskositas minyak kelapa akan
meningkat dengan bertambahnya molekul asam lemak.
Hasil analisa sidik ragam menunjukkan pengaruh penambahan
enzim bromelin kasar tidak berpengaruh nyata terhadap viskositas
minyak kelapa (Lampiran 02c).Hasil uji lanjutan Beda Nyata Terkecil
(BNT) (Lampiran 02d) menunjukkan bahwa viskositas minyak kelapa
sebelum pemurnian berbeda nyata baik pada taraf 5% dan 1%.
Sedangkan viskositas minyak kelapa setelah pemurnian berbeda nyata
baik pada taraf 5% maupun 1% kecuali pada perlakuan tanpa
penambahan enzim bromelin kasar dan perlakuan 0,5% penambahan
enzim bromelin kasar berbeda tidak nyata.
Gambar 02. Hubungan antara Penggunaan Enzim Bromelin Kasar
Terhadap Viskositas Minyak Kelapa.
Penurunan nilai viskositas minyak kelapa setelah pemurnian
disebabkan karena adanya penyerapan beberapa senyawa organik yang
terlarut oleh media penyaringan. Penyerapan menyebabkan terjadinya
homogenisasi panjang rantai asam lemak sehingga ukurannya menjadi
232.2 232.2 232.2 232.2
219.9
216.1
207.9
216.1
224
129.6 132.5
127.5
100
120
140
160
180
200
220
240
kontrol 0,5 1 1,5 2 2,5
V
i
s
k
o
s
i
t
a
s
(
c
P
)
Jumlah Penggunaan Enzim Bromelin Kasar (%)
Sebelum Pemurnian
Setelah Pemurnian
39
sedang atau asam lemak berantai panjang menjadi pendek akibat
lepasnya beberapa senyawa-senyawa yang terikat tidak kuat dengan
asam lemak. Panjang rantai karbon asam lemak bebas yang lebih
pendek menyebabkan viskositas minyak menjadi lebih rendah. Hal ini
sesuai dengan pernyataan syah (2005), kekentalan minyak lebih rendah
atau akan menjadi rendah disebabkan panjang rantai asam lemaknya
lebih pendek.
Hasil analisa menunjukkan penurunan viskositas minyak kelapa
menunjukkan tingkat kerusakan minyak kelapa semakin rendah.
Viskositas terbentuk karena minyak mengalami pembentukan senyawa
polimer akibat proses pemanasan dan oksidasi. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Andarwulan et all (1997), bahwa peningkatan viskositas
minyak merupakan salah satu indikasi dari peningkatan kerusakan
minyak. Minyak yang telah mengalami proses pemanasan dan oksidasi
akan mengalami peningkatan viskositas yang disebabkan oleh
terbentuknya senyawa polimer di dalam minyak.
C. Asam Lemak Bebas Minyak
Asam lemak bebas merupakan salah satu komponen yang terdapat
dalam minyak, tinggi rendahnya asam lemak bebas pada minyak akan
mempengaruhi kualitas minyak kelapa yang dihasilkan karena komponen
ini merupakan salah satu penyebab ketengikan.
Hasil analisa hubungan kadar asam lemak bebas terhadap
pembuatan minyak kelapa dengan penambahan enzim bromelin kasar
(Gambar 03) menunjukkan, persentase asam lemak bebas pada
40
perlakuan tanpa penambahan enzim bromelin kasar sebesar 0,18%,
persentase asam lemak bebas pada perlakuan 0,5% penambahan enzim
bromelin kasar sebesar 0,27%, persentase asam lemak bebas pada
perlakuan 1% penambahan enzim bromelin kasar sebesar 0,23%,
persentase asam lemak bebas pada perlakuan 1,5% penambahan enzim
bromelin kasar sebesar 0,28%, persentase asam lemak bebas pada
perlakuan 2% penambahan enzim bromelin kasar sebesar 0,28%, dan
persentase asam lemak bebas pada perlakuan 2,5% penambahan enzim
bromelin kasar sebesar 0,25%.
Hasil analisa menunjukkan asam lemak bebas minyak kelapa
tertinggi sebelum pemurnian terdapat pada perlakuan 1,5% dan 2%
penambahan enzim bromelin kasar dengan nilai asam lemak bebas
sebesar 0,28%. Sedangkan, asam lemak bebas terendah terdapat pada
perlakuan tanpa penambahan enzim bromelin kasar sebesar 0,18%.
Meningkatnya asam lemak bebas disebabkan karena adanya
kandungan air pada substrat (santan) yang akan dijadikan sebagai
sumber minyak kelapa. Adanya air pada substrat menyebabkan
terjadinya proses hidrolisis pada minyak kelapa pada saat proses
pemanasan yang memicu terbentunya asam lemak bebas. Asam lemak
bebas tertinggi pada minyak kelapa setelah dilakukan pemurnian
terdapat pada perlakuan penambahan 2,5% enzim bromelin kasar
dengan nilai asam lemak bebas sebesar 0,20% sedangkan asam lemak
bebas minyak terendah terdapat pada perlakuan penambahan 1% enzim
bromelin kasar dengan nilai asam lemak bebas sebesar 0,10%.
41
Hasil analisa sidik ragam menunjukkan perlakuan penambahan
enzim bromelin kasar berpengaruh tidak nyata terhadap asam lemak
bebas minyak kelapatetapi, berpengaruh sangat nyata terhadap
perlakuan pemurnian (Lampiran 03c).Sehingga perlu dilakukan uji
lanjutan Beda Nyata Terkecil (BNT). Hasil uji lanjutan beda nyata terkecil
(Lampiran 03d) menunjukkan bahwa asam lemak bebas minyak kelapa
sebelum pemurnian berpengaruh nyata baik pada taraf 5% dan 1%
kecuali pada perlakuan penambahan 1% dan 2,5% enzim bromelin kasar
berpengaruh tidak nyata, sedangkan asam lemak bebas minyak kelapa
setelah pemurnian berpengaruh tidak nyata baik pada taraf 5% maupun
1%.
Hasil analisa menunjukkan kadar asam lemak bebas minyak kelapa
pada dasarnya mengalami penurunan setelah dilakukan pemurnian hal ini
bisa terjadi karena media pemurnian (Penyaring) yang digunakan akan
menyerap kandungan asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak
yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Rindengan dan Hengki
(2005), bahwa media penyaring (zeolit) berfungsi sebagai penyerap asam
lemak bebas yang masih terdapat dalam minyak.
42
Gambar 03. Hubungan antara Penggunaan Enzim Bromelin Kasar
Terhadap AsamLemak Bebas Minyak Kelapa.
Kandungan asam lemak bebas merupakan salah satu faktor
digunakan dalam penentuan kualitas minyak. Minyak goreng yang
berkualitas baik mengandung asam lemak bebas minimal 0,01% dan
maksimal 0,30%. Minyak kelapa yang dihasilkan dari semua perlakuan
baik sebelum dan setelah pemurnian mengandung asam lemak bebas
rata-rata dibawah 0,30%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Krisnhamurty
dan Hill (2005), bahwa kadar asam lemak bebas merupakan karakteristik
paling umum untuk mengontrol kualitas minyak goreng. Minyak goreng
dengan kualitas baik mengandung asam lemak kurang dari 0,05%.
Selama proses penggorengan, terdapat peningkatan kandungan asam
lemak bebas. Hal ini didukung pula oleh SNI 01-3741-2002 yang berisi
syarat kandungan asam lemak bebas maksimal 0,30%.
0.18
0.27
0.23
0.28 0.28
0.25
0.12
0.16
0.1
0.16
0.14
0.2
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
Kontrol 0,5 1 1,5 2 2,5
A
s
a
m
l
e
m
a
k
b
e
b
a
s
(
%
)
Jumlah Penggunaan Enzim Bromelin Kasar (%)
Sebelum pemurnian
Setelah pemurnian
43
D. Total Polar Material (TPM)
Total Polar Materia lmerupakan salah satu parameter pengujian
untuk mengetahui kualitas minyak. Total materi polar yang dikandung
minyak tergantung dari jumlah komponen polar yang terbentuk selama
proses pemanasan (penggorengan).
Hasil analisa total materi polar dapat dilihat pada (Gambar 04).
Menunjukkan total materi polar mulai dari perlakuan tanpa penambahan
enzim bromelin kasar sebesar 36,5%, total materi polar perlakuan 0,5%
penambahan enzim bromelin kasar sebesar 37,25%, total materi polar
perlakuan 1% penambahan enzim bromelin kasar sebesar 37,25%, total
materi polar perlakuan 1,5% penambahan enzim bromelin kasar sebesar
37,31%, total materi polar perlakuan 2% penambahan enzim bromelin
kasar sebesar 37%, dan total materi polar perlakuan 2,5% penambahan
enzim bromelin kasar sebesar 36,82%.
Hasil analisa menunjukkan total materi polar tertinggi sebelum
pemurnian terdapat pada perlakuan 1,5% penambahan enzim 37,31%
dan total materi polar terendah terdapat pada perlakuan tanpa
penambahan enzim bromelin kasar dengan nilai 36,5%. Penurunan total
materi polar pada minyak kelapa disebabkan karena belum adanya
kontak antara minyak kelapa dengan bahan pangan, yang menyebabkan
terbentuknya senyawa-senyawa volatile yang yang dapat membentuk
senyawa polar.
44
Gambar 04.Hubungan antara Penggunaan Enzim Bromelin Kasar
Terhadap Total Polar MateriMinyak Kelapa.
Total materi polar minyak kelapa tertinggi setelah pemurnian terdapat
pada perlakuan tanpa penambahan enzim bromelin kasar dan pada
perlakuan 2,5% penambahan enzim bromelin kasar dengan nilai total
materi polar adalah 34,5%. Sedangkan, total materi polar terendah
terdapat pada perlakuan 0,5% penambahan enzim bromelin kasar
dengan nilai total materi polar sebesar 33,5%. Penurunan nilai total
materi polar pada minyak setelah pemurnian disebabkan karena
komponen-komponen pembentuk materi polar yang terkandung dalam
minyak diserap oleh bahan maupun adsorben yang digunakan pada saat
proses pemurnian.
Hasil analisa sidik ragam (Lampiran 04c) menunjukkan hubungan
penambahan enzim bromelin kasar terhadap total materi polar pada
pembuatan minyak kelapa berpengaruh tidak nyata tetapi, berpengaruh
sangat nyata terhadap prelakuan pemurnian sehingga, perlu dilakukan
pengujian lanjutan Beda Nyata Tekecil (BNT). Hasil uji Lanjutan Beda
36.5
37.25 37.25
37.31
37
36.82
34.5
33.75
34 34
34
34.5
31
32
33
34
35
36
37
38
kontrol 0.5 1 1.5 2 2.5
T
o
t
a
l
P
o
l
a
r
M
a
t
e
r
i
a
l
(
%
)
Jumlah Penggunaan Enzim Bromelin Kasar (%)
45
nyata Terkecil (Lampiran 04d) menunjukkan bahwa total materi polar
minyak kelapa sebelum pemurnian berpengaruh tidak nyata baik pada
taraf 5% dan 1% sedangkan total materi polar minyak kelapa setelah
pemurnian berpengaruh tidak nyata baik pada taraf 5% maupun 1%.
Meningkatnya total materi polar minyak kelapa akibat dari pengaruh
suhu tinggi yang digunakan pada proses pembuatan minyak kelapa yaitu
sekitar 180-200
0
C, yang menyebabkan terurainya komponen non polar
menjadi kompnen polar. Tingginya total materi polar pada minyak kelapa
menunjukkan bahwa minyak kelapa tersebut kurang aman untuk
dikonsumsi. Ambang batas total polar material tiap negara berbeda
misalnya di Jepang total polar material maksimal 30%, di Amerika Serikat
(USA) total material polar minyak ditetapkan maksimal 24-25%
sedangkan di Indonesia ambang batas total materi polar pada minyak
belum diterapkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hal ini sesuai
dengan pernyataan (Pokorny, 1989), bahwa peningkatan komponen
polar menyebabkan penurunan kualitas produk pangan. Selain
menggambarkan kualitas, analisis komponen polar juga berhubungan
dengan keamanan produk pangan yang dihasilkan.
E. Aroma Minyak Kelapa
Aroma merupakan salah satu parameter baik tidaknya kualitas
minyak kelapa. Minyak kelapa merupakan minyak yang diolah secara
tradisional dan sangat berbeda dengan jenis minyak goreng lainnya.
Minyak kelapa memiliki aroma yang khas sehingga sangat mudah untuk
dikenali.
46
Gambar 05. Hubungan antara Penggunaan Enzim Bromelin Kasar
Terhadap AromaMinyak Kelapa.
Hasil pengujian organoleptik terhadap aroma minyak kelapa yang
dihasilkan (Gambar 05) menunjukkan respon panelis terhadap aroma
minyak kelapa, mulai dari perlakuan tanpa penambahan enzim bromelin
kasar dengan skor 3,5, perlakuan 0,5% penambahan enzim bromelin
kasar dengan skor 3,2, perlakuan 1% penambahan enzim bromelin kasar
dengan skor 3,37, perlakuan 1,5% penambahan enzim bromelin kasar
dengan skor 3,47, perlakuan 2% penambahan enzim bromelin kasar
dengan skor 3,5 dan perlakuan penambahan 2,5% enzim bromelin kasar
sebelum pemurnian dengan skor 3.
Hasil analisa menunjukkan respon panelis tertinggi terhadap aroma
minyak kelapa yang dihasilkan sebelum pemurnian terdapat pada
perlakuan tanpa penambahan enzim bromelin kasar dengan skor 3,5 dan
pada perlakuan 2% penambahan enzim bromelin kasar dengan skor 3,5.
Sedangkan respon panelis terendah terdapat pada perlakuan 2,5%
penambahan enzim bromelin kasar dengan skor 3. Tingginya skor
menunjukkan tingkat kesukaan pada aroma minyak kelapa. Dimana,
3.5
3.2
3.37
3.47
3.5
3
2.83
3
3.2
3.37
3.23
3.17
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
Kontrol 0.5 1 1.5 2 2.5
A
r
o
m
a
(
S
k
o
r
)
Jumlah Penggunaan Enzim Bromelin Kasar (%)
sebelum pemurnian
setelah pemurnian
47
aroma minyak kelapa yang dihasilkan sangat khas karena ada
kandungan sterol, terpen, dan pigmen warna karotenoid dan tokoferol
yang dapat memicu aroma khas pada minyak kelapa pada saat proses
pengolahan minyak. Sedangkan, respon panelis yang rendah (tidak suka)
terhadap aroma minyak kelapa yang dihailkan disebabkan karena adanya
glukosida dan allyl thio sianida pada minyak pada minyak.
Respon panelis tertinggi terhadap aroma minyak kelapa setelah
pemurnian terdapat pada perlakuan 1,5% penambahan enzim bromelin
kasar dengan skor 3,37 sedangkan respon panalis terendah terdapat
pada perlakuan tanpa penambahan enzim bromelin kasar dengan skor
2,83. Tingginya skor menunjukkan tingkat kesukaan pada aroma minyak
kelapa. Dimana, aroma minyak kelapa yang dihasilkan sangat khas
karena ada kandungan sterol, terpen, dan pigmen karotenoid, tokoferol
yang dapat memicu aroma khas pada minyak kelapa pada saat proses
pengolahan minyak. Sedangkan, respon panelis yang rendah (tidak suka)
terhadap aroma minyak kelapa yang dihasilkan disebabkan karena
adanya glukosida dan allyl thio sianida pada minyak. Glukosida dan allyl
thio sianida merupakan salah satu pemicu aroma sengit dan rasa getir
pada minyak. Selain itu aroma atau bau tengik yang terbentuk akibat
adanya kontak antara oksigen dan minyak yang menyebabkan terjadinya
proses oksidasi yang dapat membentuk asam-asam berantai pendek. Hal
ini sesuai dengan Anonim (2011b), bahwa oksidasi, proses oksidasi
berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak.
Terjadinya reaksi oksidasi akan mengakibatkan bau tengik pada minyak
dan lemak.
48
Hasil analisa sidik ragam (Lampiran 05b) menunjukkan hubungan
antara aroma minyak kelapa yang dihasilkan dengan penambahan enzim
bromelin kasar pada pembuatan minyak kelapa berpengaruh tidak nyata
sehingga tidak perlu dilakukan pengujian lanjutan.
Hasil pengujian organoleptik menunjukkan bahwa aroma minyak
kelapa dengan penambahan enzim bromelin kasar lebih disukai
dibandingkan dengan minyak kelapa tanpa penambahan enzim bromelin
kasar baik sebelum dan setelah pemurnian. Hal ini disebabkan karena
penambahan enzim bromelin pada minyak kelapa dapat mempengaruhi
aroma minyak kelapa yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
(Anonim, 2009), bahwa bromelin berbentuk serbuk amori dengan warna
putih bening sampai kekuning-kuningan, berbau khas.
F. Warna Minyak Kelapa
Warna adalah spektrum tertentu yang terdapat dalam suatau cahaya
sempurna (warna putih). Warna merupakan salah satu parameter uji
organoleptik yang dilakukan. Warna minyak kelapa pada dasarnya
berwarna putih pucat hingga kuning.
Hasil pengujian organolpetik hubungan warna terhadap penggunaan
enzim bromelin kasar pada pembuatan minyak kelapa (Gambar 06),
menunjukkan bahwa respon panelis terhadap warna minyak kelapa
untuk perlakuan tanpa penambahan enzim bromelin kasar dengan skor
2,67, perlakuan 0,5% penambahan enzim bromelin kasar dengan skor 3,
perlakuan 1% penambahan enzim bromelin kasar dengan skor
perlakuan 3,5, perlakuan 1,5% penambahan enzim bromelin kasar
49
dengan skor 3,67, perlakuan 2% penambahan enzim bromelin kasar
dengan skor 3,43, perlakuan 2,5% penambahan enzim bromelin kasar
dengan skor 3,13.
Respon panelis tertinggi terhadap warna minyak kelapa yang
dihasilkan sebelum pemurnian yaitu terdapat pada perlakuan 1,5%
penambahan enzim bromelin kasar dengan skor 3,67. Sedangkan
respon panelis terendah terdapat pada perlakuan tanpa penambahan
enzim bromalin kasar dengan skor 2,67. Tingginya respon (kesukaan)
panelis terhadap warna minyak kelapa yang dihasilkan yaitu berwarna
kuning sedangkan respon terendah (tidak suka) panelis terhadap warna
minyak kelapa yang dihasilkan yaitu berwarna kuning pucat.
Respon panelis tertinggi terhadap warna minyak kelapa yang
dihasilkan setelah pemurnian yaitu terdapat pada perlakuan 2,5%
penambahan enzim bromelin kasar dengan skor 3,63. Sedangkan
respon panelis terendah terdapat pada perlakuan tanpa penambahan
enzim bromalin kasar dengan skor 2,47. Tingginya respon (kesukaan)
panelis terhadap warna minyak kelapa yang dihasilkan yaitu berwarna
kuning keemasan sedangkan respon terendah (tidak suka) panelis
terhadap warna minyak kelapa yang dihasilkan yaitu berwarna putih
bening.
50
Gambar 06. Hubungan antara Penggunaan Enzim Bromelin Kasar
TerhadapWarna Minyak
Hasil analisa sidik ragam (Lampiran 06b) menunjukkan hubungan
antara penambahan enzim bromelin kasar terhadap warna minyak kelapa
yang dihasilkan pada pembuatan minyak kelapa berpengaruh tidak nyata
sehingga tidak perlu dilakukan pengujian lanjutan.
Warna minyak kelapa yang dihasilkan dari perlakuan penambahan
enzim bromelin baik sebelum dan setelah pemurnian pada penelitian ini
lebih kuning dibandingkan dengan warna minyak kelapa tanpa
penambahan enzim bromelin (kontrol).Warna kuning pada minyak kelapa
disebabkan karena adanya penambahan enzim bromelin yang dapat
mempengaruhi warna pada minyak kelapa yang dihasilkan.Hal ini sesuai
dengan pernyataan (Anonim, 2009), bahwa bromelin berbentuk serbuk
amori dengan warna putih bening sampai kekuning-kuningan, berbau
khas dan didukung pula oleh pendapat (Ketaren, 1986) bahwa, warna
2.67
3
3.5
3.67
3.43
3.13
2.47
2.9 2.93
3.43
3.57
3.63
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
Kontrol 0.5 1 1.5 2 2.5
W
a
r
n
a
(
S
k
o
r
)
Jumlah Penggunaan Enzim Bromelin Kasar (%)
sebelum pemurnian
setelah pemurnian
51
kuning pada minyak disebabkan oleh adanya senyawa karotenoid yang
larut dalam minyak. Karotenoid merupakan pigmen warna yang tidak
stabil dengan panas.
G. Warna Minyak Kelapa Berdasarkan Absorbansi
Pengujian warna minyak kelapa menggunakan spektrokfotometer
bertujuan untuk mengetahui tingkat warna tertinggi (berwarna kuning)
pada minyak kelapa dibandingkan dengan minyak kelapa yang dijadikan
sebagai blanko.
Hasil analisa warna minyak kelapa dengan penambahan enzim
bromelin kasar (Gambar 07) menunjukkan adanya perbedaan warna
setiap perlakuan baik itu sebelum pemurnian maupun setelah pemurnian.
Warna minyak yang tertinggi (sangat kuning) adalah pada perlakuan
penambahan 2,5% enzim bromelin kasar dengan nilai absorbansi 0,48
sebelum pemurnian dan 0,18 setelah pemurnian. Sedangkan warna
minyak terendah (warna putih pucat) adalah perlakuan 0,5% dan 1%
enzim bromelin kasar dengan nilai absorbansi 0,04 sebelum pemurnian
dan warna minyak terendah setelah pemurnian adalah perlakuan kontrol
(Tanpa penambahan enzim bromelin kasar) dengan nilai absorbansi 0.
Semakin tinggi konsentrasi enzim bromelin kasar semakin kuning pula
warna minyak yang dihasilkan.Hal ini disebabkan karena enzim bromelin
kasar mengandung pigmen karotenoid (warna kuning).Selain itu, minyak
kelapa juga mengandung pigmen karotenoid atau zat warna alami yang
dapat membentuk warna kuning pada saat dilakukan pemanasan.
52
Gambar 07. Hubungan antara Penggunaan Enzim Bromelin Kasar
terhadap Warna Minyak Kelapa yang Dihasilkan
Berdasarkan Absorbansi.
Warna minyak yang dihasilkan setelah pemurnian lebih baik
(bersih dan cerah) dibandingkan dengan warna minyak sebelum
pemurnian. Ini disebabkan karena pada saat proses pemurnian zat-zat
warna yang menyebabkan warna minyak menjadi pucat akan diserap
oleh adsorben seperti arang aktif dan zeolit pada saat penyaringan. Hal
ini sesuai dengan pernyataan (Ketaren, 2008), bahwa arang aktif dapat
menyerap zat warna sebanyak 95-97% dari total zat warna yang terdapat
dalam minyak.
0.05
0.04 0.04
0.1
0.23
0.48
0
0.01 0.01
0.06
0.09
0.18
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
Kontrol 0.5 1 1.5 2 2.5
A
b
s
o
r
b
a
n
s
i
Jumlah Penggunaan Enzim Bromelin Kasar (%)
sebelum pemurnian
setelah pemurnian
53
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Rendemen terbaik diperoleh dari perlakuan 1000 ml krim santan
ditambah 2% (20 gram) enzim bromelin kasar dengan nilai rendemen
minyak kelapa sebesar 40%.
2. Enzim bromelin kasar berpengaruh terhadap rendemen, viskositas,
total materi polar, asam lemak bebas, warna dan aroma minyak
kelapa yang dihasilkan.
B. Saran
Untuk mendapatkan rendemen terbaik sebaiknya digunakan santan
dari jenis kelapa yang sama dan waktu (lamanya) proses pembuatan
minyak kelapa dimasukkan dalam variable untuk membedakan cepat
lambatnya proses pembuatan minyak kelapa menggunakan enzim
bromelin kasar.
53
54
DAFTAR PUSTAKA
Aisjah, G. 1993. Biokomia I, Edisi Ketiga. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Andarwulan, N., Y. T. Sadikin dan F. G. Winarno., 1997.Pengaruh Lama
Penggorengan dan Penggunaan Adsorben Terhadap Mutu
Minyak Goreng Bekas Penggorengan Tahu- Tempe.
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/81974045.pdf.
Anonim, 2003.
Proses Pengolahan Minyak Kelapa.http://www.dekindo.com/
content/teknologi/Proses_Pengolahan_Minyak_Kelapa.pdf. Akses
Tanggal 23 Januari 2012, Makassar.
Anonim, 2009. Manfaat Nenas. http://rocky16amelungi.wordpress.com/
2009/09/14/vi-manfaat-nanas/. Diakses tanggal 23 Januari 2012.
Makassar
Anonim, 2011b. Minyak Goreng.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20973/4/Chapter%20II
.pdf. Diakses tanggal 23 Juni 2012.Makassar.
Anonim, 2011c. Pembuatan Minyak
Kelapa.http://www.dekindo.com/content/teknologi/Proses_Pengolahan
_Minyak_Kelapa.pdf. Diakses tanggal 22 Desember 2011.Makassar.
Anonim, 2012.Standar Mutu Minyak Goreng.
http://sisni.bsn.go.id/index.php?/sni_main/sni/detail_sni/6448.Tanggal
Akses 23 Januari 2012.Makassar.
AOAC, 1995.Official Methods of Analysis of The Association.
Washington: AOAC.
Bekkum, H. V., Flanigen, E. M., Jansen, J. C., 1991. Intruduction to Zeolite
Science and Practice.Elsevier.Netherland.
Buckle, K. A, dkk., Alih Bahasa Hari Purnomo. 2007. IImu Pangan.
Universitas
Indonesia Press. Jakarta.
DGF: Deutche Einheitsmethoden Zur Untersucung Von Fotten,
Feetprodukten, Tensiden und Verwandten Stiffen. Polar Compounds:
Determination of the Content in Fats n Oils.Section fat, C-III 36
(84), DGF, Wissenschaftliche Verlagsgesellschaft. 2006a.
DGF: Deutche Einheitsmethoden Zur Untersucung Von Fotten,
Feetprodukten, Tensiden und Verwandten Stiffen. Polar Compounds
content: Micromethod according to sculte. Section fat, C-III 3e (06),
54
55
DGF, Wissenschaftliche Verlagsgesell schaft, stuttgart (Germany),
2006b.
Ferdiansyah, V. 2005.Pemanfaatan Kitosan Dari Cangkang Udang
Sebagai Matriks Penyangga pada Imobilisasi Enzim Protease.
Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan.Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Gaman, P. M. dan K. B. Sherrington. 1981. Ilmu Pangan : Pengantar Ilmu
Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi.UGM-Press, Yogyakarta.
Grimwood, B.E. 1975. Coconut Palm Products; Their Processing In
Developing Countries. FAO. Rome.
Haeniyah, N. 2004.Pembuatan VCO Secara Enzimatis mengunakan
papain dan Bromelin.Skripsi Jurusan Kimia Universitas Brawijaya
Malang .
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan.
Universitas Indonesia-Press. Jakarta.
Ketaren, S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan.
Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Krisnamurty, R. G., Hill, S. E. 2005. Cooking Oils, Salad Oils, and
Dressing.Di dalam : Romaria, Mayland. 2008. Karakteristik Fisiko
Kimia Minyak Goreng Pada Proses Penggorengan Berulang Dan
Umur Simpan Kacang Salut Yang Dihasilkan. Institute Pertanian
Bogor, Bogor.
Mehlenbacher, 1960.Analysis of Fats and Oils. Arrad Press.
Muchtadi, D., Palupi N. H., Astawan, M. 1992. Enzim dalam Industri
Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian
Bogor.
M.Qazuini.1993. Proses Pembentukan Bau Pada Minyak Kelapa.
Yogyakarta. Liberty.
Rindengan, Berlina., dan Hengki Novarianto. 2005. Pembuatan dan
Pemanfaatan Virgin Coconut Oil. Penebar Swadaya. Jakarta.
Setiaji, B. 2006.Membuat VCO (Virgin Coconut Oil) Berkualitas
Tinggi.Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Sudarmadji, S., 2003.Prosedur Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.
Yogyakarta Liberty.
Sukardi dkk.1995. Pembuatan Model Industri Kecil Santan Awet di
Sentra Produksi. Lembaga Penelitian Universitas Brawijaya. Malang.
56
Supli Effendi. 2009. Teknologi Pengolahan dan Pengawetan
Pangan.Alfabeta. Bandung.
Syah, Andi Nur Alam. 2005. Virgin Coconut Oil Minyak Penakluk Aneka
Penyakit. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Winarno, F.G. 1986. Enzim Pangan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno, F.G. 2004.Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Winarno, F.G. 2006.Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Wirahadikusumah, M. 2008. Biokimia protein Enzim dan Asam
Nukleat.ITB. Bandung.
Zainal, 2010.Investigation On The Stability of Different Frying Oils
During Frying With And Without Foods. Shaker Verlag, Germany.