Anda di halaman 1dari 123

70

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Kota Pontianak
Kota Pontianak merupakan ibukota Provinsi Kalimantan Barat yang luasnya
mencakup 107,82 Km dan terdiri dari 6 wilayah kecamatan dan 29 kelurahan.
Kota Pontianak dilintasi oleh garis Khatulistiwa, yaitu pada 0
0
02 24 Lintang
Utara sampai dengan 0
0
05 37 Lintang Selatan dan 109
0
16 25 Bujur Timur
sampai dengan 109
0
23 01 Bujur Timur. Ketinggian Kota Pontianak berkisar
antara 0,10 meter sampai 1,50 meter diatas permukaan laut dan kemiringan tanah
sekitar 0 2 %. Terdapat 2 (dua) sungai utama yaitu Sungai Kapuas dan Sungai
Landak yang membelah Kota serta dikelilingi oleh sekitar 33 sungai kecil.
Kecamatan di Kota Pontianak yang mempunyai wilayah terluas adalah
Kecamata Pontianak Utara (34,52%), diikuti oleh Kecamatan Pontianak Barat
(15,25%), Kecamatan Pontianak Kota (14,39%), Kecamatan Pontianak Tenggara
(13,75%), Kecamatan Pontianak Selatan (13,49%) dan Kecamatan Pontianak
Timur (8,14%). Sedangkan apabila dilihat dari jumlah penduduknya, maka jumlah
penduduk Kota Pontianak adalah 550.304 jiwa dengan kepadatan penduduk 5.104
jiwa/Km
2
( Sensus penduduk, 2010).
Keunikan Kota Pontianak dilengkapi oleh posisi yang strategis. Di lingkup
Nasional, letak Kota Pontianak berdekatan dengan beberapa daerah lain yang
menjadi pusat pertumbuhan regional, seperti Batam, Pekanbaru dan Natuna di
Pulau Sumatera; Jakarta di Pulau Jawa serta Balikpapan dan Pangkalan Bun di
Pulau Kalimantan. Sementara itu di lingkup internasional, letak Kota Pontianak
71
tidak jauh dari beberapa kota yang sudah maju di negara-negara ASEAN, seperti
Kuching dan Sabah (Malaysia), Bandar Seri Begawan (Brunei Darrusalam),
Singapura dan beberapa kota di ASEAN lainnya. Transportasi udara, laut/sungai
maupun transportasi darat dapat menghubungkan secara langsung Kota Pontianak
dengan daerah-daerah tadi.
Untuk mendeskripsikan karakteristik Kota Pontianak dalam kaitannya dengan
implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
Perkotaan, dibawah ini akan diuraikan beberapa hal yang berkaitan dengan
permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini.
4.1.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Ketenagakerjaan Kota Pontianak
Salah satu indikator untuk mengukur tingkat kemajuan suatu wilayah adalah
dengan melihat tingkat pendapatan perkapita suatu wilayah. Pendapatan perkapita
yang lebih dikenal dengan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)
menggambarkan kemampuan suatu wilayah untuk menciptakan output (nilai
tambah) pada suatu waktu tertentu. PDRB dari sisi sektoral merupakan
penjumlahan seluruh komponen nilai tambah bruto yang mampu diciptakan oleh
sektor-sektor ekonomi atas berbagai aktivitas produksinya.
Berdasarkan penghitungan PDRB atas dasar harga konstan 2000, laju
pertumbuhan ekonomi Kota Pontianak tahun 2009 adalah sebesar 4,93% . Angka
ini didapat dari adanya peningkatan PDRB Kota Pontianak menurut harga konstan
2000, dimana pada tahun 2008 sebesar Rp.5.968.286,55 juta meningkat menjadi
Rp.6.262.491,34 juta pada tahun 2009. Hal ini dapat dikatakan bahwa
meningkatnya pendapatan perkapita masyarakat Kota Pontianak, maka tingkat
72
kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Kota Pontianak secara global semakin
baik.
Struktur perekonomian di Kota Pontianak sampai saat ini masih didominasi
oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan peranannya sebesar 24,51%
(BPS Kota Pontianak, 2010). Hal ini berarti bahwa naik turunnya pertumbuhan
sektor perdagangan, hotel dan restoran akan mempengaruhi naik turunnya
pertumbuhan perekonomian secara keseluruhan di Kota Pontianak. Sektor lain
yang peranannya cukup penting dalam pertumbuhan PDRB Kota Pontianak
adalah sektor jasa dengan peranannya sebesar 19,58% dan dari sektor
pengangkutan dan komunikasi dengan peranannya sebesar 18,63%.
Nilai PDRB per kapita di suatu wilayah didapat dari pembagian antara nilai
Produk Domestik Regional bruto dengan jumlah penduduk pertengahan tahun di
wilayah tersebut. Jika dibandingkan dengan nilai yang sama dengan wilayah lain
dalam kurun waktu yang sama maka nilai PDRB per kapita ini dengan cepat akan
memperlihatkan secara relatif tingkat kemakmuran wilayah tersebut dibandingkan
dengan wilayah lain, artinya jika nilai PDRB per kapitanya lebih besar dari nilai
PDRB per kapita di wilayah lain maka penduduk wilayah tersebut dapat dikatakan
lebih makmur, demikian juga sebaliknya.
Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah berkaitan dengan ketenagakerjaan, yaitu
untuk melihat bagaimana kondisi masyarakat yang ada dalam suatu wilayah dan
bagaimana kualitas sumber daya manusia dalam suatu wilayah sehingga dapat
memperoleh kesempatan kerja. Jumlah angkatan kerja di Kota Pontianak
berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Agustus 2009) adalah 234.299
jiwa (61,55%) dari jumlah penduduk usia kerja, yaitu yang berumur 15 tahun ke
73
atas. Angkatan kerja yang bekerja 90,62% (212.321 jiwa) dan yang mencari
pekerjaan 10,35% (21.978 jiwa). Sedangkan bukan angkatan kerja berjumlah
146.387 jiwa (38,45%) yang terdiri dari sekolah 25,57% (37.425 jiwa), mengurus
rumah tangga sebesar 64,56% (94.510 Jiwa) dan lainnya sebesar 9,87% (14.453
jiwa).
Jumlah angkatan keja di Kota Pontianak yang paling banyak bekerja pada
sektor perdagangan dan jasa, sedangkan yang bekerja pada sektor pertanian hanya
sebesar 3,45%. Persentase penduduk yang berumur 15 tahun ke atas (usia
produktif) yang bekerja menurut lapangan pekerjaan di Kota Pontianak adalah
sebagai berikut :
Grafik 4.1
Persentase Penduduk Kota Pontianak Yang berumur 15 Tahun Keatas
menurut lapangan pekerjaan
Sumber : Kota Pontianak dalam Angka 2010
4.1.2. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Indeks Pembangunan Manusia merupakan salah satu indikator pengukuran
yang menggambarkan pencapaian pembangunan manusia di suatu wilayah
yang disusun dengan 3 indikator, yaitu : lama hidup, pendidikan dan standar
hidup. Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia menjadi salah satu
0
5
1 0
1 5
2 0
2 5
3 0
3 5
4 0
1 . P e rta ni a n 2 . I ndu s tri
Pe n go la ha n
3 .
P e rda g a ng an
4 . Ja sa 5 . A ng k uta n 6 . La in ny a
74
ukuran kemajuan pembangunan manusia secara umum, yang mencerminkan
capaian kemajuan di bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi.
Dengan melihat perkembangan angka IPM dari tahun 2007 sampai dengan
tahun 2009, tampak bahwa kemajuan pembangunan manusia di Kota
Pontianak tidak terlalu signifikan. Angka IPM Kota Pontianak hanya
mengalami sedikit peningkatan dari 71,59 pada tahun 2007 menjadi 71,41
pada tahun 2009. Kecilnya kenaikan IPM ini disebabkan dampak dari
investasi di bidang kesehatan dan pendidikan khususnya terhadap peningkatan
indikator penyusun IPM baru akan terlihat nyata dalam jangka panjang.
Pembangunan di Kota Pontianak telah berhasil menurunkan jumlah
penduduk miskin baik secara absolut maupun persentasenya. Penduduk
miskin adalah penduduk yang mempunyai rata-rata pengeluaran perkapita per
bulan di bawah garis kemiskinan. Sedangkan garis kemiskinan adalah nilai
pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100
kilokalori perkapita per hari ditambah kebutuhan minimum non makanan yang
mencakup perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Secara absolut,
jumlah penduduk miskin di Kota Pontianak turun dari 37 000 jiwa di tahun
2007 menjadi 36 000 jiwa di tahun 2009. Sedangkan secara persentase
penduduk miskin turun dari 6,77% dari jumlam penduduk Kota Pontianak
menjadi 6,38%.
Salah satu upaya Pemerintah Kota Pontianak untuk meningkatkan IPM
adalah pembangunan di bidang pendidikan, karena pendidikan memiliki porsi
paling besar dalam mempengaruhi IPM. IPM Kota Pontianak saat ini berada
pada peringkat 150 dari 500 kabupaten/kota di Indonesia. Hal ini berarti
75
bahwa Kota Pontianak masih tergolong pada daerah kategori miskin, sehingga
yang diperlukan adalah meningkatkan daya tampung siswa dan partisipasi
masyarakat dalam pendidikan, meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
menurunkan inflasi dan mengurangi jumlah pengangguran.
4.1.3. Angka Kemiskinan
Jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh garis kemiskinan,
karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata
pengeluaran perkapita per bulan dibawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan
Kota Pontianak naik sebesar 10,95 % pada tahun 2010 (Rp. 242.772,00
perkapita perbulan) dibandingkan tahun 2009 (Rp. 218.802,00 perkapita
perbulan). Angka kemiskinan ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan
garis kemiskinan Provinsi Kalimantan Barat (Rp. 189.407,00). Tingginya laju
inflasi dapat menaikkan ukuran garis kemiskinan, sebab harga barang dan jasa
menjadi salah satu penentu tolok ukur garis kemiskinan. Meskipun inflasi
tidak selalu berdampak buruk bagi perekonomian, namun salah satu akibat
yang ditimbulkan inflasi terhadap kegiatan ekonomi masyarakat adalah
menurunnya daya beli masyarakat. Kenaikan laju inflasi serta ukuran garis
kemiskinan tidak serta merta menaikkan atau menurunkan angka kemiskinan.
Angka kemiskinan juga dipengaruhi oleh peningkatan jumlah pendapatan
dan efektifitas beberapa kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah, baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, seperti program
penanggulangan kemiskinan (Raskin, Jamkesmas, BOS, Perbaikan rumah
76
layak huni PNPM Mandiri dan sebagainya), apakah program-program tersebut
efektif dan dapat meningkatkan pendapatan penduduk.
Warga yang termasuk dalam kriteria rumah tangga miskin yaitu memliki
luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m
2
per orang, jenis lantai
bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah, bambu atau kayu murahan dan
jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu, rumbia, kayu berkualitas
rendah dan tembok tanpa diplester. Tidak memiliki fasilitas buang air besar
atau jika ada bersama-sama dengan rumah tangga lain, sumber penerangan
rumah tangga tidak menggunakan listrik, sumber air minum berasal dari
sumur, mata air tidak terlindungi, sungai dan air hujan serta bahan bakar untuk
masak sehari-hari adalah kayu bakar, arang, minyak tanah. Untuk kebutuhan
pangan hanya mengkonsumsi daging, susu dan ayam sebanyak satu kali dalam
seminggu dan hanya sanggup makan sebanyak satu atau dua kali dalam sehari.
Kriteria lainnya, hanya sanggup membeli satu stel pakaian baru dalam
setahun, tidak sanggup membayar beaya pengobatan di puskesmas atau
poliklinik dan pendidikan kepala rumah tangga hanya SD, tidak tamat SD atau
bahkan tidak sekolah. Pekerjaan kepala rumah tangga sebagai petani dengan
luas lahan setengah hektar, buruh tani, nelayan buruh bangunan, buruh
perkebunan atau pekerjaan lain dengan pendapatan dibawah 600 ribu rupiah
peebulan, tidak memiliki tabungan atau barang yang mudah dijual dengan
nilai 500 ribu rupiah seperti sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak,
kapal motor atau barang modal lainnya.
77
4.1.4. Keadaan Perumahan Dan Permukiman
Sudah menjadi karakteristik yang umum jika penduduk memilih lokasi
bermukim pada wilayah-wilayah yang memliliki aksesibilitas tinggi ke tempat
kerja dan pusat pelayanan (fasilitas umum dan fasilitas sosial), kemudahan
memperoleh air bersih, kelengkapan infrastruktur dan factor keamanan. Selain
itu, dengan latar belakang historisnya, masyarakat Kota Pontianak seperti
memiliki jiwa yang sudah menyatu dengan sungai. Kegiatan dan kehidupan
kesehariannya sulit dipisahkan dengan sungai. Sehingga perkembangan
permukiman di Kota Pontianak cenderung lebih mengarah pada wilayah-
wilayah di pinggiran dan sekitar sungai, jaringan jalan, parit dan dekat pusat-
pusat kegiatan.
Apabila dilihat perbandingannya untuk setiap kecamatan, maka
perkembangan permukiman lebih terkonsentrasi di Kecamatan Pontianak
Barat, Kecamatan Pontianak Kota dan Kecamatan Pontianak Selatan serta
beberapa kelurahan (Kelurahan Tanjung Hilir, Kelurahan Dalam Bugis dan
Kelurahan Tambelan Sampit) di Kecamatan Pontianak Timur, khususnya di
sekitar Mesjid Jami dan Kraton Kadariah yang merupakan cikal bakal Kota
Pontianak.
Permukiman yang dibangun secara pribadi oleh penduduk berpendapatan
rendah cenderung berkembang di sekitar dan pinggiran sungai dan parit.
Umumnya permukiman tersebut kurang baik penataannya dan prasarana
permukimannya juga kurang memadai. Kawasan permukiman di Kecamatan
Pontianak Barat, Kecamatan Pontianak Kota dan Pontianak Timur imumnya
memiliki kepadatan bangunan yang lebih tinggi dibandingkan Kecamatan
78
Pontianak Utara. Sebaliknya, permukiman yang dibangun secara pribadi oleh
penduduk berpendapatan menengah ke atas dan perusahaan pengembang
dapat tertata dengan baik serta dilengkapi dengan prasarana permukiman yang
memadai. Kawasan permukiman seperti ini berlokasi di sebagian besar
Kecamatan Pontianak Selatan, sebagian Kecamatan Pontianak Barat,
Kecamatan Pontianak Kota, Pontianak Timur dan sebagian kecil Pontianak
Utara. Beberapa kompleks perumahan yang dibangun oleh developer tampak
mulai dikembangkan ke arah Kecamatan Pontianak Timur.
Orientasi bangunan yang tidak menghadap ke sungai (bagian depan rumah
tidak menghadap ke sungai tapi malah membelakangi, dengan bangunan untuk
MCK yang berbatasan langsung dan merupakan pemandangan langsung dari
arah sungai) dinilai merupakan salah satu faktor awal (dari sudut penataan
bangunan) yang menyebabkan terjadinya kekumuhan. Faktor lain yang
berpengaruh adalah kebiasaan penduduk yang karena keterbatasan
pengetahuan (tentang kesehatan, pentingnya fungsi kelestarian ekosistem
sungai) dan kemampuan ekonominya sehingga masih membuang sampah dan
limbahnya ke badan sungai atau parit.
Secara umum perumahan dan permukiman kumuh di Kota Pontianak
berada di tepi Sungai Kapuas dan Landak, baik yang ada di sisi utara dan
selatan sungai kecuali kelurahan yang tidak mempunyai batas wilayah sungai.
Adanya permukiman yang merupakan ciri khas/tradisional Kota Pontianak
adalah di atas sungai/air yang terbanyak di pinggir sungai terutama delta
Sungai Kapuas. Permukiman kumuh di Kota Pontianak lebih banyak
disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
79
1) Kurangnya sarana air bersih dan kurangnya sanitasi sendiri atau bersama
2) Kualitas permukinan dengan atap daun, dinding papan dan lantai papan
3) Kualitas lingkungan kotor karena sarana pembuangan sampah kurang dan
tergenang
Untuk menghitung angka kemiskinan dapat dilakukan dengan 2 faktor,
yaitu ukuran garis kemiskinan dan pendapatan. Sementara angka kemiskinan
dipengaruhi oleh kemampuan atau daya beli orang miskin dalam
mempertahankan kebutuhan dasarnya. Pemenuhan kebutuhan dasar setiap
orang berbeda, yaitu bisa berasal dari pendapatan pribadi maupun kombinasi
antara pendapatan masyarakat dan efektifitas bantuan pemerintah melalui
berbagai program penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan. Orang
yang berpendapatan rendah tetapi kebutuhan dasarnya dipenuhi oleh program
Raskin, jamkesmas, ataupun program yang semacamnya dapat terhindar dari
kemiskinan.
Dilihat dari perkembangan persentase penduduk miskin Kota Pontianak
tahun 2005 2010 dengan jumlah penduduk terbesar di Kalimantan Barat,
sesuai dengan ciri khas sebagai daerah urban dan merupakan kota
perdagangan dan jasa maka menjadi tempat tujuan pencari kerja. Meskipun
terjadi peningkatan persentase penduduk miskin sebesar 0,14% dari tahun
2009 namun dengan turunnya tingkat pengangguran dari 9,38% tahun 2009
menjadi 7,79% tahun 2010 menjadi salah satu faktor yang dapat mengimbangi
tingginya inflasi kelompok bahan makanan dari sisi pendapatan, dengan
meningkatnya jumlah orang bekerja, maka penduduk yang mempunyai
pendapatan bertambah. Tingginya inflasi dapat dijadikan bahn evaluasi dalam
80
menanggulangi kemiskinan, mengingat proporsi pengeluaran penduduk
miskin untuk makanan sangat besar. Pemerintah daerah dapat berperan aktif
dalam upaya pengendalian inflasi terutama dari sisi suplai dengan menjaga
kesinambungan suplai bahan pokok terhadap permintaan.
4.2. Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Mandiri Perkotaan Di Kota Pontianak
Tahapan implementasi sebuah kebijakan publik merupakan tahapan yang
krusial, karena tahapan ini menentukan keberhasilan sebuah kebijakan publik.
Untuk itu proses implementasi perlu dipersiapkan dengan baik, sejak dari
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan sampai dengan evaluasi kebijakan
publik. Dalam setiap tahapan implementasi kebijakan publik melibatkan seluruh
stakeholder yang ada, baik pemerintah, sektor swasta maupun masyarakat secara
individu maupun kelompok.
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP)
merupakan salah satu program penganggulangan kemiskinan yang sebelumnya
bernama Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP). Program ini
dilaksanakan sebagai upaya pemerintah untuk membangun kemandirian
masyarakat dan pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan secara
mandiri. Program ini sangat strategis karena menyiapkan landasan kemandirian
masyarakat berupa institusi masyarakat yang representatif, mengakar dan menguat
bagi perkembangan modal sosial (social capital) masyarakat di masa mendatang
serta menyiapkan kemitraan masyarakat dengan pemerintah daerah dan kelompok
peduli setempat.
81
PNPM Mandiri Perkotaan dilaksanakan sebagai proses pemberdayaan dan
pembelajaran masyarakat yang dilakukan secara terus menerus untuk menumbuh
kembangkan kesadaran masyarakat terhadap nilai-nilai universal kemanusiaan,
prinsip-prinsip kemasyarakatan dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan
sebagai landasan yang kokoh untuk membangun masyarakat yang mandiri dan
sejahtera. Secara konseptual, PNPM Mandiri Perkotaan memandang bahwa akar
penyebab kemiskinan telah menyadarkan berbagai pihak, bahwa pendekatan dan
cara yang dipilih dalam penanggulangan kemiskinan selama ini perlu diperbaiki,
yaitu ke arah perubahan perilaku/sikap dan cara pandang masyarakat yang
senantiasa berlandaskan pada nilai-nilai universal kemanusiaan (moral), prinsip-
prinsip kemasyarakatan dan pilar-pilar pembangunan berkelanjutan (dalam
Pedoman Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan, tahun 2010).
Sebagai program pemberdayaan masyarakat yang berbasis nilai, maka prinsip
dasar program ini adalah Pemberdayaan Manusia Seutuhnya untuk
menumbuhkan kepedulian, kerelawanan dan perilaku yang berpihak pada
masyarakat miskin dengan dilandasi keikhlasan memberikan prioritas kepada
warga yang lebih menderita, lebih miskin dan lebih parah kondisinya. Untuk itu
nilai dan prinsip yang melandasi pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan adalah :
1) Bertumpu pada pembangunan manusia, artinya pelaksanaan PNPM-MP
senantiasa bertumpu pada peningkatan harkat dan martabat manusia
seutuhnya.
2) Berorientasi pada masyarakat miskin, artinya semua kegiatan yang
dilaksanakan mengutamakan kepentingan dan kebutuhan masyarakat
miskin dan kelompok masyarakat yang kurang beruntung.
82
3) Partisipasi, artinya masyarakat terlibat secara aktif pada setiap proses
pengambilan keputusan pembangunan dan secara gotong royong
menjalankan pembangunan.
4) Otonomi, artinya masyarakat memiliki kewenangan secara mandiri dan
partisipatif untuk menentukan dan mengelola kegiatan dalam PNPM MP
secara swakelola.
5) Desentralisasi, artinya kewenangan pengelolaan kegiatan pembangunan
sektoral dan kewilayahan dilimpahkan kepada pemerintah daerah atau
masyarakat sesuai dengan kapasitasnya.
6) Kesetaraan dan keadilan gender, artinya laki-laki dan perempuan
mempunyai kesetaraan dalam perannya di setiap tahap pembangunan dan
dalam menikmati secara adil manfaat kegiatan pembangunan
7) Demokratis, artinya setiap pengambilan keputusan pembangunan
dilakukan secara musyawarah dan mufakat dengan tetap berorientasi pada
kepentingan masyarakat miskin.
8) Transparansi dan akuntabel, artinya masyarakat harus memiliki akses yang
memadai terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan
sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan
dipertanggungjawabkan, baik secara moral, teknis, legal maupun
administratif.
9) Prioritas, artinya pemerintah dan masyarakat harus memprioritaskan
pemenuhan kebutuhan untuk pengentasan kemiskinan dengan
mendayagunakan secara optimal berbagai sumber daya yang terbatas.
83
10) Kolaborasi, artinya semua pihak yang berkepentingan dalam
penanggulangan kemiskinan didorong untuk mewujudkan kerja sama dan
sinergi antar pemangku kepentingan dalam penanggulangan kemiskinan
11) Keberlanjutan, artinya setiap pengambilan keputusan harus
mempertimbangkan kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat
dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan
12) Sederhana, artinya semua aturan, mekanisme dan prosedur dalam
pelaksanaan PNPM MP harus sederhana, fleksibel, mudah dipahami dan
mudah dikelola oleh masyarakat.
PNPM Mandiri Perkotaan meyakini bahwa pendekatan yang lebih efektif
untuk mewujudkan proses perubahan perilaku masyarakat adalah melalui
pendekatan pemberdayaan atau proses pembelajaran masyarakat dan pengutan
kapasitas untuk mengedepankan peran pemerintah daerah dalam mengapresiasi
dan mendukung kemandirian masyarakatnya. Substansi ini sebagai upaya proses
transformasi PNPM Mandiri Perkotaan dari tataran proyek menjadi tataran
program oleh masyarakat bersama pemerintah daerah setempat.
Sedangkan pendekatan yang dilakukan agar terwujud tujuan yang hendak
dicapai PNPM Mandiri Perkotaan adalah :
1) Melembagakan pola pembangunan partisipatif yang pro-poor dan
berkeadilan melalui :
(1) Pembangunan lembaga masyarakat (BKM) yang representatif,
akuntabel dan mampu menyuarakan kepentingan masyarakat dalam
proses-proses pengambilan keputusan.
84
(2) Perencanaan partisipatif dalam menyusun PJM-Pronangkis, IPM dan
MDGs.
2) Menyediakan BLM secara transparan untuk menandai kegiatan
penanggulangan kemiskinan yang mudah dilakukan oleh masyarakat dan
membuka kesempatan kerja melalui :
(1) Pembangunan sarana/prasarana lingkungan
(2) Peningkatan kapasitas sumber daya manusia
(3) Pengembangan ekonomi lokal
3) Memperkuat keberlanjutan program dengan :
(1) Menumbuhkan rasa memiliki di kalangan masyarakat melalui proses
penyadaran kritis dan pengelolaan hasil-hasilnya
(2) Meningkatkan kemampuan perangkat pemerintah dalam perencanaan,
penganggaran dan pengembangan pasca program.
(3) Meningkatkan efektifitas perencanaan dan penganggaran yang lebih
pro-poor dan berkeadilan.
Berdasarkan prinsip-prinsip dan pendekatan tersebut diatas maka upaya-upaya
rasional dalam mencapai tujuan program dilaksanakan dengan :
1) Memposisikan masyarakat sebagai pelaku utama pelaksanaan PNPM - MP
2) Mengutamakan nilai-nilai universal dan budaya lokal dalam pelaksanaan
PNPM-MP secara partisipatif
3) Menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat yang sesuai dengan
karakteristik sosial dan geografis.
Inti kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan adalah proses menumbuhkembangkan
kemandirian dan keberlanjutan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan dari,
85
oleh dan untuk masyarakat melalui proses pembelajaran dan pelembagaan nilai-
nilai universal kemanusiaan, kemasyarakatan dan prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan. Untuk itu, sesuai Undang-Undang No 32 tahun 2004, Pemerintah
Pusat memberi ruang bagi terselenggaranya Pemerintah di Daerah secara lebih
demokratis dengan kewenangan yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab.
Dalam kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan, peran Pemerintah Daerah adalah
sebagai fasilitator, regulator, dinamisator dan koordinator. Sebagai fasilitator,
Pemerintah Daerah berperan dalam menciptakan kondisi yang kondusif bagi
pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan dengan menjembatani kepentingan
berbagai pihak dalam mengoptimalkan kegiatan. Sebagai Regulator, Pemerintah
Daerah menyiapkan arah untuk menyeimbangkan penyelenggaraan PNPM
Mandiri Perkotaan dengan menerbitkan peraturan-peraturan dalam rangka
efektifitas dan tertib administrasi. Sebagai dinamisator, berperan menggerakkan
partisipasi masyarakat dengan mendorong dan memelihara dinamika
pembangunan daerah. Sebagai koordinator, Pemerintah daerah berperan untuk
mengintegrasikan program-program berbasis penanggulangan kemiskinan melalui
mekanisme perencanaan partisipatif, seperti musrenbang (Musyawarah Rencana
Pembangunan) di tingkat kelurahan, kecamatan dan kota.
Dalam kerangka tersebut, untuk mengefektifkan dan melancarkan jalannya
program maka bentuk-bentuk bantuan yang diberikan adalah dalam bentuk
pendampingan dan bantuan dana yang disebut Bantuan Langsung Masyarakat
(BLM). Untuk bantuan pendampingan diwujudkan dalam bentuk penugasan
konsultan dan fasilitator beserta dukungan dana operasional untuk mendampingi
dan memberdayakan masyarakat agar mampu merencanakan dan melaksanakan
86
program masyarakat untuk menanggulangi kemiskinan di kelurahan masing-
masing.
Proses implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Mandiri Perkotaan melibatkan beberapa aktivitas, yakni :
1) Pengorganisasian yang meliputi penataan sumber daya, unit pelaksana dan
metodenya sesuai dengan tujuan kebijakan. Tahap ini terdiri dari beberapa
komponen pelaksanaan kebijakan, seperti lembaga pelaksana kebijakan,
anggaran yang diperlukan, sarana dan prasarana, penetapan tata kerja dan
penetapan manajemen kebijakan.
2) Interpretasi atau penafsiran yang berupa penerjemahan dan penjelasan
tujuan kebijakan ke dalam kegiatan yang lebih operasional sehingga lebih
mudah dipahami oleh lembaga pelaksana maupun pemangku kepentingan
dan kelompok sasaran.
3) Aplikasi, yaitu penerapan rencana implemnetasi kebijakan ke kelompok
sasaran kebijakan (target group), yang berupa penyediaan layanan,
pembayaran, atau pelaksanaan instrumen atau tujuan yang telah disepakati
bersama.
4.2.1.Pengorganisasian Dalam Implementasi PNPM Mandiri Perkotaan Di
Kota Pontianak
Upaya penanggulangan kemiskinan di Kota Pontianak yang dilaksanakan
melalui PNPM Mandiri Perkotaan, dikoordinir oleh Tim Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Kota Pontianak. TKPK merupakan
forum instansi di tingkat kota yang berfungsi sebagai wadah koordinasi dalam
87
penyusunan, pembahasan kebijakan dan program-program penanggulangan
kemiskinan.
Kelembagaan TKPK Kota Pontianak berkedudukan dibawah dan
bertanggung jawab kepada walikota, sedangkan keanggotaannya terdiri dari
unsur pemerintah, masyarakat, dunia usaha dan pemangku kepentingan
lainnya dalam penanggulangan kemiskinan. Struktur organisasi Tim
Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Kota Pontianak adalah sebagai
berikut :
Gambar 4.2
Struktur Organisasi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Kota
Sumber : Kantor Walikota Pontianak, 2011
SEKRETARIAT POKJA
PENGADUAN
MASYARAKAT
POKJA
PENGEMBANGAN
KEMITRAAN
POKJA PENDATAAN
DAN SISTEM
INFORMASI
KELOMPOK
PROGRAM
BANTUAN SOSIAL
TERPADU BERBASIS
KELUARGA
KELOMPOK PROGRAM
PENANGGULANGAN
KEMISKINAN BERBASIS
PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
KELOMPOK PROGRAM
PENANGGULANGAN
KEMISKINAN BERBASIS
PEMBERDAYAAN USAHA
EKONOMI DAN KECIL
PENANGGUNG JAWAB
WALIKOTA
SEKRETARIS: KEPALA BAPPEDA
WAKIL SEKRETARIS: KEPALA BPMD
KETUA : WAKIL WALIKOTA
WAKIL KETUA: SEKRETARIS DAERAH
88
Penetapan tugas, susunan keanggotaan, kelompok kerja, sekretariat dan
pendanaan TKPK Kota diatur dengan Surat Keputusan Walikota dengan
memperhatikan Perpres 15/2010. Sebagai Tim Koordinasi Penanggulangan
Kemiskinan di Kota Pontianak, maka organisasi tersebut menyelenggarakan
fungsi :
1) Pengkoordinasian, pemantauan, supervise dan tindak lanjut terhadap
pencapaian tujuan program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan agar
sesuai dengan kebijakan pembangunan daerah.
2) Pengkoordinasian, pemantauan, pelaksanaan kelompok program
penanggulangan kemiskinan oleh SKPD yang meliputi realisasi
pencapaian target, penyerapan dana dan kendala yang dihadapi
3) Penyusunan hasil pemantauan pelaksanaan program dan atau kegiatan
program penanggulangan kemiskinan secara periodik
4) Pengkoordinasian evaluasi pelaksanaan program dan atau kegiatan
penanggulangan kemiskinan.
5) Pengkoordinasian penanganan pengaduan masyarakat bidang
penanggulangan kemiskinan
6) Penyiapan laporan pelaksanaan dan pencapaian program penanggulangan
kemiskinan kepada walikota dan wakil walikota Pontianak.
Apabila dilihat dari level kebijakan, seperti yang dikemukakan oleh
Bromley (1989 : 32) bahwa ada 3 level kebijakan yakni Policy level,
Organisational level and Operational level, maka PNPM Mandiri Perkotaan
termasuk dalam kategori Operational level, dimana implementasi program ini
berada pada level eksekutif, khususnya pada satuan pelaksana (operating
89
units) dalam masyarakat. Untuk itu implementasi PNPM Mandiri Perkotaan
dilakukan melalui organisasi-organisasi kemasyarakatan, yang disebut Badan
atau Lembaga Keswadayaan Masyarakat (BKM/LKM). BKM/LKM dibentuk
sebagai wadah perjuangan kaum miskin dalam menyuarakan aspirasi dan
kebutuhan mereka, sekaligus menjadi motor bagi upaya penanggulangan
kemiskinan yang dijalankan oleh masyarakat secara mandiri dan
berkelanjutan. Kegiatan-kegiatannya meliputii proses penentuan kebutuhan,
pengambilan keputusan, proses penyusunan program, pelaksanaan program
sampai pemanfaatan dan pemeliharaan. Jumlah BKM/LKM di kota
Pontianak adalah 29 lembaga yang meliputi 351 KSM (Kelompok Swadaya
Masyarakat).
Tiap BKM/LKM bersama-sama masyarakat melakukan proses
perencanaan partiisipatif dengan menyusun Perencanaan Jangka Menengah
dan Rencana Tahunan Program Penanggulangan Kemiskinan (PJM dan Renta
Pronangkis), sebagai prakarsa masyarakat untuk menanggulangi kemiskinan
di wilayahnya secara mandiri. Atas fasilitasi pemerintah dan prakarsa
masyarakat, LKM/BKM menjalin kemitraan dengan berbagai instansi
pemerintah dan kelompok peduli setempat. Untuk itu diperlukan sinergisitas
dan komitmen diantara lembaga pelaksana dalam implementasi PNPM
Mandiri Perkotaan.
Peran Pemerintah Kota Pontianak dalam implementasi PNPM Mandiri
Perkotaan adalah sebagai fasilitator, regulator, dinamisator dan koordinaor
dengan penjabaran sebagai berikut :
90
1) Sebagai fasilatator, adalah menciptakan kondisi yang kondusif bagi
pelaksanaan pembangunan (menjembatani) kepentingan berbagai pihak
dalam mengoptimalkan pembangunan daerah
2) Sebagai regulator, adalah menyiapkan arah untuk menyeimbangkan
penyelenggaraan pembangunan (menerbitkan peraturan-peraturan dalam
rangka efektifitas dan tertib administrasi pembangunan)
3) Sebagai dinamisator, adalah menggerakkan partisipasi multi pihak ketika
stagnasi terjadi dalam proses pembangunan (mendorong dan memelihara
dinamika pembangunan daerah)
4) Sebagai koordinator, adalah mengintegrasikan program-program berbasis
penanggulangan kemiskinan (melalui mekanisme perencanaan partisipatif,
seperti musyawarah rencana pembangunan)
Dalam rangka melaksanakan peran dan fungsi Pemerintah kota
tersebut diatas, maka Pemerintah Kota Pontianak mengangkat Koordinator
PNPM Mandiri Perkotaan yang dibantu Asisten Korkot di bidang keuangan,
teknik/infrastruktur, manajemen data dan penataan ruang untuk pengendalian
pelaksanaan kegiatan di bawah koordinasi Team Leader KMW (Konsultan
Manajemen Wilayah).
Level birokrasi terendah sebagai implementor PNPM Mandiri Perkotaan
adalah kelurahan. Di tingkat kelurahan, unsur utama pelaksanaan PNPM
Mandiri Perkotaan adalah: (1) Lurah dan perangkatnya, (2) Relawan
masyarakat, (3) LKM (Lembaga Keswadayaan Masyarakat), (4) KSM
(Kelompok Swadaya Masyarakat. Lurah sebagai koordinator ketiga unsur
pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di masyarakat kelurahan, mempunyai
91
tugas untuk memberikan dukungan dan jaminan agar pelaksanaan PNPM
Mandiri Perkotaan di wilayah kerjanya dapat berjalan dengan lancar sesuai
dengan aturan yang berlaku sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai
dengan baik.
Relawan masyarakat merupakan pelopor-pelopor penggerak dari
masyarakat yang mengabdi tanpa pamrih, ikhlas, peduli dan memiliki
komitmen kuat pada kemajuan masyarakat di wilayah kelurahan yang
bersangkurtan. PNPM Mandiri Perkotaan mendorong masyarakat di lokasi
sasaran program agar membuka kesempatan seluas mungkin bagi warga yang
ikhlas, jujur, adil, peduli dan memiliki komitmen untuk membantu masyarakat
dalam melaksanakan seluruh tahapan kegiatan program agar bermanfaat bagi
masyarakat miskin serta seluruh masyarakat diwilayahnya. Relawan
masyarakat dibentuk sebagai upaya untuk menjalankan seluruh proses PNPM
Mandiri Perkotaan yang direncanakan sebagai upaya pemberdayaan
masyarakat atau peningkatan kapasitas. Diharapkan relawan masyarakat
menjadi pelopor dalam siklus program, refleksi kemiskinan, pemetaan
swadaya, pembentukan BKM/LKM, pengorganisasian KSM dan perencanaan
partisipatif.
Relawan masyarakat yang ada di Kota Pontianak direkrut untuk masing
masing kelurahan yang jumlahnya menyesuaiakan kegiatan yang ada dalam
PNPM Mandiri Perkotaan. Jenis kegiatan dalam PNPM Mandiri Perkotaan
meliputi kegiatan di bidang sosial, bidang ekonomi dan lingkungan. Untuk
masing-masing kegiatan didampingi oleh relawan masyarakat sebagai mitra
kerja LKM/BKM di setiap kelurahan yang ada di Kota Pontianak. Setiap
92
relawan masyarakat berfungsi sebagai pengawas partisipatif terhadap
keseluruhan proses sehingga bisa terbangun control social yang bagus.
Sebagai mitra kerja BKM, maka para relawan masyarakat akan membentuk
Forum Relawan dan berhak mendapat informasi perkembangan kegiatan
penanggulangan kemiskinan yang dipimpin oleh Badan Keswadayaan
Masyarakat.
Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) atau Lembaga Keswadayaan
Masyarakat (LKM) yang ada pada setiap kelurahan bertanggung jawab untuk
menjamin keterlibatan semua lapisan masyarakat dalam proses pengambilan
keputusan yang kondusif untuk pengembangan keswadayaan masyarakat
dalam penanggulangan kemiskinan perkotaan. Sampai dengan tahun 2011,
jumlah BKM/LKM yang ada di Kota Pontianak adalah 29 lembaga yang
tersebar di 6 kecamatan yang ada di Kota Pontianak. Nama-nama BKM yang
ada di Kota Pontianak adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1
Daftar Nama-Nama BKM Kota Pontianak
No Kecamatan Kelurahan Nama BKM
1 Pontianak Barat a. Sungai Jawi Dalam Jawi Berkah
b. Sungai Beliung Mitra Beliung
c. Sungai Jawi Luar Jeruju
d.Paal Lima Paal Lima Mandiri
2 Pontianak Kota a. Sungai Jawi Jawi Sejahtera
b. Darat Sekip Sekip Baru
c. Mariana Mariana
d. Tengah Pijar Tengah
e. Sungai Bangkong Bangkong Bersatu
3 Pontianak Selatan a. Benua Melayu Darat Borneo
b. Kota Baru Kobar Makmur
c. Akcaya Akcaya Karya mandiri
d.Benua Melayu Laut Hangtuah
93
e. Parit Tokaya Srikandi
4 Pontianak Timur a. Parit Mayor Mandiri
b. Tanjung Hilir Mentari Timur
c. Banjar Serasan Serasan Sejahtera
d.Dalam Bugis Corak Insang
e. Tanjung Hulu Sejahtera
f. Tambelan Sampit Sanyorani
g. Saigon Sutra Mandiri
5 Pontianak Tenggara a.Bangka Belitung Darat Paris Raya
b. Bansir Laut Gayung Bersambut
c. Bansir Darat Bintang Tenggara
d. Bangka Belitung Laut
Bangka Belitung Laut
Abadi
6 Pontianak Utara a. Siantan Hilir Khajuma
b. Siantan Tengah Khatulistiwa
c. Batulayang Phikat
d. Siantan Hulu Wahana Pangeran
Sumber : Bappeda Kota Pontianak, 2011
BKM/LKM mempunyai peran utama untuk mengorganisasikan warganya
secara partisipatif untuk merumuskan rencana jangka menengah (3 tahun)
penanggulangan kemiskinan (PJM Pronangkis) dalam pelaksanaan PNPM
Mandiri Perkotaan. BKM harus mampu menumbuhkan berbagai kegiatan
pemberdayaan masyarakat miskin agar mampu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dengan mengembangkan jaringan BKM di tingkat kecamatan dan
kota sebagai mitra kerja Pemerintah Daerah untuk menyuarakan aspirasi
masyarakat.
Untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang ada dalam PNPM Mandiri
Perkotaan, masing-masing BKM membentuk KSM (Kelompok Swadaya
Masyarakat). KSM merupakan nama generik untuk kelompok warga
masyarakat pemanfaat dana BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) dalam
94
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan.
KSM diorganisasikan oleh tim relawan dan dibantu oleh tim fasilitator yang
terdiri dari warga kelurahan yang memiliki ikatan kebersamaan (common
bond) dan yang berjuang untuk mencapai tujuan bersama. Sampai saat ini,
jumlah KSM yang ada di Kota Pontianak adalah 351 KSM yang berada di
tingkat RT (Rukun Tetangga) di seluruh wilayah Kota Pontianak. Sedangkan
relawan masyarakat yang berada dibawah KSM berjumlah 1091 orang yang
sudah terlatih dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian program.
KSM bukan hanya sekedar pemanfaat pasif dana Bantuan Langsung
Masyarakat, melainkan juga sebagai pelaksana kegiatan terkait dengan
penanggulangan kemiskinan yang diusulkan untuk didanai oleh LKM/BKM
melalui berbagai dana yang mampu digalang. Oleh sebab itu, tugas pokok
KSM adalah sebagai berikut :
1) Menyusun usulan kegiatan pembangunan terkait dengan penanggulangan
kemiskinan
2) Mengelola dana yang diperolehnya untuk mendanai kegiatan
pembangunan yang diusulkan
3) Mencatat dan membuat laporan kegiatan dan keuangan kegiatan
pembangunan yang diusulkan
4) Menerapkan nilai-nilai luhur dalam pelaksanaan pembangunan , seperti
transparansi, demokrasi, membangun dengan mutu dan lain-lain
5) Secara aktif menjadi bagian dari kendali sosial (control social)
pelaksanaan penanggulangan kemiskinan diwilayahnya.
95
Selain organisasi-organisasi pelaksana PNPM Mandiri Perkotaan di Kota
Pontianak seperti yang telah diuraikan sebelumnya, maka dalam proses
implementasi program ini diperlukan komponen sumber dana . Sumber dana
yang digunakan dalam PNPM Mandiri Perkotaan adalah APBN (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara) dan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belaja
Daerah). Pada dasarnya PNPM Mandiri Perkotaan dalam penyediaan dana
Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) menganut sikap open menu, dimana
masyarakat bebas mengajukan usulan kegiatan apapun selama terkait langsung
dengan upaya penanggulangan kemiskinan. Kegiatan yang layak didanai
melalui BLM adalah kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam PJM/Rencana
Tahunan Pronangkis. Kegiatan-kagiatan tersebut digolongkan menjadi 2,
yaitu:
1) Kegiatan pembangunan yang sudah ditemukan pada saat Pemetaan
Swadaya (PS), biasanya skala besar (kelurahan) yang dialokasikan pada
Rencana Tahunan sebagai rencana investasi dan dapat dilaksanakan oleh
Panitia yang dibentuk LKM/BKM dan dikoordinasikan oleh UPL (Unit
Pengelola Lingkungan) dan bertanggung jawab kepada LKM.
2) Kegiatan kecil-kecil yang diusulkan oleh KSM tetapi secara indikatif
sudah direncanakan di Rencana Tahunan, disesuaikan dengan kebutuhan
masyarakat. KSM yang membutuhkan dapat mengusulkan, sifatnya
investasi kecil dan dilaksanakan oleh KSM yang bersangkutan.
Apabila masyarakat memutuskan bahwa sebagian dana BLM digunakan
untuk pinjaman bergulir, maka pengelolaannya harus dilakukan dengan
berorientasi pada masyarakat miskin. Penyediaan dana BLM dimaksudkan
96
agar masyarakat dapat belajar senyata nyatanya untuk melakasanakan dan
mengelola apa yang sudah direncanakan. Upaya pembelajaran ini lebih
dititikberatkan pada upaya memberi kesempatan kepada masyarakat untuk
belajar menangani berbagi persoalan yang ada secara utuh mulai dari
pengembangan gagasan, identifikasi persoalan, perencanaan pemecahan
persoalan sampai dengan pelaksanaan dengan tetap berorientasi ke tujuan
jangka panjang. Selain itu juga untuk menumbuhkan kesadaran kritis bahwa
kebutuhan untuk penanggulangan kemiskinan tidak hanya kebutuhan modal
dana semata, melainkan juga kebutuhan yang berkaitan dengan pengembangan
modal sosial, lingkungan hidup dan ekonomi. PNPM Mandiri Perkotaan
menganut azas Open Menu, karena masyarakat perlu menyadari bahwa tidak
mungkin kebutuhan orang miskin hanya satu aspek saja dan mengabaikan
aspek lainnya. Masyarakat dapat melengkapi sebagian besar kebutuhan dan
kegiatan lainnya melalui swadaya masyarakat atau akses chanelling program
ke berbagai pihak terkait.
Dana BLM tidak dapat diakses oleh individu, melainkan melalui
kelompok seperti panitia atau KSM yang lebih bersifat permanen. Ketentuan
pemanfaatan oleh kelompok ini berlaku pada seluruh jenis kegiatan yang akan
dilaksanakan, baik kegiatan prasarana lingkungan, dana pengembangan sosial
maupun pengembangan usaha ekonomi masyarakat dan peningkatan kapasitas
institusi masyarakat. Masyarakat dalam mengelola dana BLM diharapkan
mampu mengimplementasikan secara nyata nilai-nilai universal kemanusiaan
seperti kejujuran, tanpa pamrih, kerelawanan serta prinsip-prinsip universal
kemasyarakatan dan pembangunan berkelanjutan.
97
Dana BLM pada dasarnya adalah wakaf tunai yang dapat digunakan untuk
membeayai kegiatan penanggulangan kemiskinan yang telah direncanakan
oleh masyarakat dibawah koordinasi LKM. LKM sebagai penerima dana
BLM harus dapat menunjukkan bahwa kepercayaan yang diberikan kepadanya
telah digunakan secara benar dan dipertanggungjawabkan secara terbuka.
Untuk itu LKM harus dapat mengelola dana tersebut secara benar, transparan
dan akuntabel. Salah satu alat yang digunakan untuk menunjukkan kinerja
pengelolaan keuangan adalah pembukuan tentang semua transaksi keuangan
yang disusun dalam suatu Laporan Keuangan Bulanan. Selain transparansi
dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan kegiatan serta
keuangan, prinsip akuntabilitas wajib dilaksanakan. Akuntabilitas diterapkan
dengan memberikan akses kepada semua pihak yang berkepentingan untuk
melakukan audit, bertanya dan mempertanggungjawabkannya.
Sumber dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) pada Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan di Kota
Pontianak (Bappeda Kota Pontianak, 2011), terdiri dari :
1) APBN World Bank, jumlah alokasi dana tahun 2008 sebesar
Rp 3 150 000.000
2) Sharing Dana Untuk Urusan Bersama (DUB) dan APBD Kota Pontianak
Tahun Anggaran 2009 sebesar Rp 2 000 000 000
3) APBN Islamis Development Bank (IDB), Tahun Anggaran 2009
berjumlah Rp 3 280 000 000
4) Dana Penanggulangan Kemiskinan Terpadu (PAKET) Tahun Anggaran
2010 berjumlah Rp 3 340 858 000
98
Pencairan dana BLM disalurkan langsung kepada LKM/BKM di masing-
masing kelurahan se Kota Pontianak melalui 3 tahapan. Tahap Pertama,
diberikan 20% setelah terbentuk Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM).
Kemudian pihak LKM menandatangani Surat Perjanjian Pemberian Bantuan
(SPPB) dengan pihak pemerintah yang diwakili oleh PJOK (Penanggung
Jawab Operasional Kegiatan). Penandatanganan perjanjian harus dilampiri
dengan dokumen PJM Pronangkis yang telah disetujui oleh masyarakat dan
telah diverifikasi oleh pihak KMW (Konsultan Manajemen Wilayah) dan
Koordinator Kota (Korkot) kepada PJOK. Tahap kedua, bantuan diberikan
sebanyak 50% dengan syarat dana pada tahap pertama yang telah disalurkan
ke KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) telah dimanfaatkan dan
dipertanggungjawabkan secara teknis dan administrasi minimal 50%,
demikian pula kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan sudah diperiksa dan
ditandatangani oleh tim fasilitator dan diverifikasi oleh Korkot, termasuk
administrasi keuangan (pembukuan)nya telah diverifikasi oleh KMW.
Selanjutnya bahwa usulan KSM untuk penggunaan dana BLM tahap II telah
dinyatakan layak oleh KMW (Korkot). Tahap ketiga, disalurkan lagi dana
sebanyak 30% dengan syarat sebagaimana syarat pada tahap kedua.
PNPM Mandiri Perkotaan dalam membuka dan mengelola rekening
kolektif masyarakat dengan menerapkan prinsip-prinsip tata kepemerintahan
yang baik (good governance), seperti transparansi, akuntabel, responsiveness,
efektif dan efisien. Prinsip transparansi lebih mengarah pada kejelasan
mekanisme, yang dibangun atas dasar kebebasan informasi yang dapat
diterima oleh mereka yang membutuhkan. Akuntabel diterapkan untuk
99
mengukur apakah dana publik telah digunakan secara tepat untuk tujuan
dimana dana publik tersebut ditetapkan dan tidak digunakan secara ilegal.
Sedangkan efektif dan efisien berkaitan dengan hasil yang sesuai dengan apa
yang telah ditetapkan dengan menggunakan sumber-sumber yang ada.
Penerapan prinsip-prinsip tersebut dapat dilihat dalam spesimen tanda tangan
rekening yang harus melibatkan minimal 3 orang, yang terdiri dari ketua
LKM/BKM dan ditambah 2 orang anggotanya yang ditetapkan oleh
musyawarah mufakat. Pencatatan setiap transaksi keuangan minimal
dilakukan dalam buku catatan uang masuk dan cacatan uang keluar yang
disertai dengan bukti transfer seperti kuitansi, bon atau nota pembelian.
Bantuan Langsung Masyarakat yang digulirkan dalam PNPM Mandiri
Perkotaan dilarang dimanfaatkan untuk hal-hal yang tidak berkaitan langsung
dengan upaya penanggulangan kemiskinan, menimbulkan dampak sosial dan
kerusakan lingkungan serta berorientasi kepada kepentingan individu atau
kelompok tertentu dan bertentangan dengan norma-norma, hukum serta
peraturan yang berlaku. Ada beberapa kegiatan yang tidak boleh dibeayai
dengan dana BLM, seperti kegiatan yang berkaitan langsung dengan politik
praktis (kampanye, demonstrasi dll), kegiatan militer atau semi militer
(pembelian senjata atau sejenisnya), deposito atau yang berkaitan dengan
usaha memupuk bunga bank, kegiatan yang memanfaatkan BLM sebagai
jaminan atau agunan baik yang berhubungan dengan lembaga keuangan dan
perbankan maupun pihak ketiga lainnya, pembebasan lahan, pembangunan
rumah ibadah, pembangunan gedung pemerintah atau kantor LKM, kegiatan-
kegiatan yang berdampak kecil terhadap lingkungan, penduduk asli dan
100
kelestarian budaya lokal, kegiatan yang bertentangan hukum, nilai, agama, tata
susila dan kemanusiaan serta tidak sejalan dengan visi, misi dan tujuan
masyarakat setempat.
Kegiatan-kegiatan dalam PNPM Mandiri Perkotaan dilaksanakan sebagai
penguatan kapasitas pemerintah daerah dengan mengedepankan peran dan
tanggung jawab pemerintah daerah. Di Kota Pontianak, kegiatan tersebut
dilakukan dengan melalui pelibatan intensif pemerintah kota pada siklus
kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan, penguatan peran dan fungsi Komite
Penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPK-D) agar mampu menyusun
dokumen strategi penanggulangan kemiskinan daerah dan PJM Pronangkis
kota yang berbasis aspirasi dan program masyarakat serta mendorong dan
melembagakan Komunitas Belajar Perkotaan (KBP).
Untuk mendukung upaya-upaya tersebut diatas diperlukan ukuran-ukuran
yang jelas untuk mengetahui seberapa besar upaya yang dilakukan
implementor dalam mendukung upaya pemberdayaan masyarakat. Indikator-
indikator untuk mengukur kemampuan implementor (aparat pelaksana) dalam
memberdayakan masyarakat terkait dengan PNPM Mandiri Perkotaan adalah
sebagai berikut :
1) Minimum 40% tingkat kehadiran kaum miskin dan rentan dalam
pertemuan-pertemuan perencanaan dan pengambilan keputusan
2) Minimum 40% tingkat kehadiran perempuan dalam pertemuan-pertemuan
perencanaan dan pengambilan keputusan
3) Minimum 30% penduduk dewasa mengikuti pemilihan LKM di tingkat RT
(Rukun Tetangga)
101
4) Minimum 90% LKM terbentuk di kelurahan
5) Minimum 90% kelurahan telah menyelesaikan PJM Pronangkis dan telah
diratifikasi dalam musyawarah warga
6) Minimum 80% pemerintah kota menyediakan dana pendukung, 20% untuk
pemerintah kota dengan kapasitas fiscal rendah dan 50% untuk pemerintah
kota dengan kapasitas fiscal sedang, tinggi dan sangat tinggi
7) Minimum 70% prasarana yang dinilai memiliki kualitas baik
8) Minimum 70% kelurahan dengan program dana bergulir memiliki
pinjaman beresiko 3 bulan<10%
9) Minimum 90% kelurahan dengan program dana bergulir memiliki ratio
pendapatan dan beaya >125%
10) Minimum 90% kelurahan dengan program dana bergulir memiliki tingkat
pengembalian modal >10%
11) Minimum 30% anggota KSM adalah perempuan.
Berdasarkan indikator-indikator tersebut, maka implementasi PNPM
Mandiri Perkotaan yang merupakan gerakan bersama membangun
kemandirian dan pembangunan berkelanjutan yang berbasis nilai-nilai
universal diyakini akan mampu membangun kesadaran kritis dan perubahan
perilaku individu ke arah yang lebih baik. Perubahan perilaku individu yang
secara kumulatif menimbulkan perubahan kolektif masyarakat yang dalam
PNPM Mandiri Perkotaan menjadi inti dan harapan dari program ini.
102
4.2.2. Interpretasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Mandiri Perkotaan Di Kota Pontianak
Interpretasi atau penafsiran merupakan tahapan penjabaran sebuah
program yang bersifat abstrak ke dalam kegiatan yang lebih bersifat teknis
operasional. Dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan, kegiatan-
kegiatan yang merupakan operasionalisasi dari program ini dikenal dengan
istilah TRIDAYA. Tridaya merupakan proses pemberdayaan masyarakat agar
terbangun daya sosial, daya ekonomi dan daya pembangunan dengan tujuan
untuk menciptakan masyarakat yang efektif, produktif dan peduli terhadap
lingkungan dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
Untuk menguraikan tahap interpretasi dalam PNPM Mandiri Perkotaan di
Kota Pontianak telah dilaksanakan melalui pendekatan Tridaya akan diuraikan
ke dalam beberapa kegiatan sebagai berikut :
1) Pembangunan Masyarakat (Social Development)
Kegiatan Pengembangan masyarakat dimaksudkan bahwa setiap
langkah kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan harus selalu berorientasi pada
upaya membangun solidaritas sosial dan keswadayaan masyarakat,
sehingga dapat tercipta masyarakat efektif secara sosial. Dengan demikian
dapat menjadi pondasi yang kokoh dalam upaya penanggulangan
kemiskinan secara mandiri dan berkelanjutan. Pengembangan masyarkat
juga diartikan sebagai upaya meningkatkan potensi segenap unsure
masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang rentan dan marjinal yang
selama ini tidak mempunyai peluang /akses dalam program maupun
kegiatan.
103
Jenis kegiatan yang telah dilaksanakan dalam program pengembangan
masyarakat adalah pemberdayaan relawan masyarakat yang telah ada di
masing masing kelurahan dan pelatihan KSM untuk pengembangan
kapasitas/penguatan organisasi, penyiapan dan penciptaan peluang usaha
melalui pelatihan dan praktek ketrampilan usaha bagi warga miskin yang
belum produktif. Program pengembangan masyarakat lebih memberi
ruang kepada kaum perempuan, melalui kursus-kursus dan pelatihan-
pelatihan yang tujuannya untuk memberdayakan kaum perempuan.
Kehadiran relawan masyarakat ini sangat dibutuhkan sebagai
konsekuensi logis dari penerapan pembangunan yang berbasis masyarakat
dan penerapan konsep membangun dari dalam (development from
within), yang membutuhkan pelopor-pelopor penggerak dari masyarakat
sendiri yang mengabdi tanpa pamrih, ikhlas, peduli dan memiliki
komitmen kuat pada kemajuan masyarakat di wilayahnya. Di sisi lain
proses membangun dari dalam tidak akan terlaksana apabila pelopor-
pelopor yang menggerakkan masyarakat tersebut merupakan individu atau
sekumpulan individu yang hanya memiliki pamrih pribadi dan hanya
mementingkan urusan ataupun kepentingan pribadi serta golongan dan
kelompoknya. Dengan kata lain, perubahan perilaku masyarakat akan
sangat ditentukan oleh relawan-relawan yang mempunyai moral yang baik
dan mampu menjadi contoh perubahan itu sendiri. Untuk itu pemilihan
relawan tidak boleh semata-mata didasarkan pada pengalaman,
pendidikan, status sosial tetapi lebih pada moral yang dimilikinya.
Didasarkan pada keyakinan inilah, PNPM Mandiri Perkotaan mendorong
104
masyarakat di lokasi sasaran agar membuka kesempatan seluas mungkin
bagi warga yang ikhlas, jujur, adil, peduli dan memiliki komitmen untuk
membantu masyarakat dalam melaksanakan seluruh tahapan kegiatan agar
bermanfaat bagi masyakat miskin serta seluruh masyarakat di wilayahnya.
Dengan demikian peran utama para relawan masyarakat dalam
implementasi PNPM Mandiri Perkotaan adalah sebagai pelopor perubahan
dan penggerak masyarakat dalam menjalani seluruh proses implementasi
program yang sudah direncanakan sebagai upaya pemberdayaan
masyarakat dan peningkatan kapasitas, sehingga secara rinci relawan
diharapkan menjadi pelopor dalam siklus program. Siklus tersebut adalah
refleksi kemiskinan, pemetaan swadaya, pembentukan BKM/LKM,
pengorganisasian KSM dan perencanaan partisipatif . Selain itu relawan
masyarakat juga berfungsi sebagai pengawas partisipatif terhadap
keseluruhan proses implementasi program sehingga terbangun control
social yang baik.
KSM yang diorganisasikan oleh tim relawan masyarakat dan dibantu
tim fasilitator terdiri dari warga kelurahan yang memiliki ikatan
kebersamaan (common bond) dan berjuang untuk mencapai tujuan
bersama. KSM sebagai pelaksana kegiatan penanggulangan kemiskinan
dalam PNPM Mandiri Perkotaan mempunyai tugas pokok untuk
menyusun usulan kegiatan, mengelola dana , mencatat dan membuat
laporan pelaksanaan program. Untuk memberdayakan KSM dalam
implementasi PNPM Mandiri Perkotaan di Kota Pontianak dilakukan
pelatihan-pelatihan kepada anggotanya sesuai dengan keinginan dan
105
kebutuhannya masing-masing. Pelatihan tersebut dilakukan untuk
menunjang usaha yang akan dilakukannya, seperti kursus membuat kue,
kursus menjahit, kursus komputer dan sebagainya. Dengan dana sebesar
Rp 2 500 000 per kelompok, atau Rp 500 000 per anggota KSM, masing-
masing anggota KSM membuat usaha sesuai dengan kemampuannya.
Berbagai usaha yang dilakukan oleh anggota KSM antara lain jual bensin,
jual kue, jual gorengan, jual bakso, jual jamu dan lain-lain.
Akibat terbatasnya anggaran, maka masih ditemui keluhan-keluhan
dari masyarakat tentang alokasi penggunaan dana yang diperolehnya.
Disamping itu ada kecenderungan bagi para relawan yang aktif di LKM
maupun di KSM yang telah dibentuk memberi kesempatan yang lebih
besar kepada anggota-anggotanya untuk mengikuti kursus-kursus yang
diselenggarakan oleh mereka sendiri. Anggota masyarakat lainnya yang
tidak terlibat dalam kelompok relawan akhirnya harus menunggu
kesempatan berikutnya yang memerlukan waktu cukup lama dan belum
tentu ada lagi. Dalam wawancara dengan salah satu anggota masyarakat,
ada kecenderungan menyangsikan kemauan baik dari para pengurus LKM
dan menganggap bahwa bantuan-bantuan maupun pelatihan-pelatihan
yang diprogramkan lebih cenderung diberikan kesempatan kepada para
relawan saja, sementara yang tidak masuk sebagai relawan kurang
mengetahui adanya bantuan dan program pelatihan. Bahkan ada sebagian
masyarakat yang mengatakan tidak diberitahu kalau ada bantuan dan
pelatihan, oleh karena itu masyarakat lebih memilih jika ada bantuan
langsung saja diarahkan kepada masyarakat yang menjadi sasaran
106
program, tidak lagi melalui kelompok-kelompok atau lembaga-lembaga
lokal yang dibentuk.
Sulitnya menumbuhkan kepercayaan di masyarakat, ketika dilepas
untuk mandiri dalam merancang kegiatan serta melaksanakan sendiri
kegiatannya terkadang masih mengikuti kepentingan pribadi atau
kelompok didalamnya. Peran aparat pelaksana menjadi pertaruhan dalam
konteks ini, sebab aparat pelaksana sangat diharapkan dalam mengawasi
proses pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan oleh masyarakat. Hal ini
disebabkan pengurus LKM maupun KSM yang telah berkali-kali
mendapatkan kesempatan dan bantuan untuk mengikuti pelatihan
ketrampilan dari program lain, sehingga masyarakat yang tidak terlibat
dalam kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan akan mengalami kesulitan
dalam mengakses informasi maupun kesempatan yang ditawarkan.
Masalah ini dapat dikatakan sebagai masalah yang klasik dalam setiap
program pemberdayaan, seperti sering terjadinya salah sasaran dalam
pemberian bantuan. Apabila hal ini kurang mendapatkan perhatian, maka
akan dapat mengurangi rasa kepercayaan masyarakat kepada anggota
LKM dan tujuan pemberdayaan mengalami ketidakberhasilan. Disamping
itu, partisipasi masyarakat merupakan komponen yang sangat penting
dalam pembangkitan kemandirian dan proses pemberdayaan. Masyarakat
harus teribat dalam proses tersebut, sehingga mereka dapat lebih
memperhatikan hidupnya untuk memperoleh rasa percaya diri, memiliki
harga diri dan pengetahuan untuk mengembangkan keahlian baru.
107
2) Pengembangan Ekonomi (Economic Development)
Pengembangan ekonomi yang dimaksudkan adalah upaya-upaya ke
arah peningkatan kapasitas dan ketrampilan masyarakat miskin dan atau
pengangguran melalui upaya pengembangan peluang usaha dan akses ke
sumber daya untuk peningkatan pendapatan dengan tetap memperhatikan
dampak lingkungan fisik dan sosial. Program pengembangan ekonomi
yang diuraikan dalam PNPM Mandiri Perkotaan diwujudkan dengan
kegiatan pinjaman bergulir, yaitu pemberian pinjaman dalam skala mikro
kepada masyarakat miskin di wilayah kelurahan. Pelaksanaan kegiatan
pinjaman bergulir bertujuan untuk menyediakan akses layanan keuangan
kepada rumah tangga miskin dengan pinjaman mikro berbasis pasar untuk
memperbaiki kondisi ekonomi masyarakat dan membelajarkan mereka
dalam hal mengelola pinjaman dan menggunakannya secara benar.
Pengelolaan dana bergulir dilakukan pada tingkat UPK (Unit
Pengelola Keuangan atau LKM penerima bantuan. Pengelolaan dana
bergulir ini dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah pengelolaan pinjaman
yang berorientasi pada masyarakat miskin, yaitu tidak semata-mata
berorientasi pada pemupukan dana, tetapi juga harus mempertimbangkan
aspek pelayanan dan kemanfaatan bagi masyarakat miskin. Indikator
tercapainya sasaran pinjaman bergilir adalah peminjam berasal dari rumah
tangga yang telah diidentifikasi dalam PJM Pronangkis dan telah masuk
dalam daftar pemetaan swadaya. Minimal 30% peminjam adalah
perempuan dari rumah tangga miskin yang telah tergabung dalam
Kelompok Swadaya Masyarakat dengan jumlah anggota 5 orang. Akses
108
pinjaman bagi KSM peminjam yang kinerja pengembaliannya baik,
terjamin keberlanjutannya, baik melalui dana BLM (Bantuan Langsung
Masyarakat) maupun melalui dana hasil chanelling dengan kebijakan
pinjaman yang lain.
Dana pinjaman bergulir di Kota Pontianak berasal dari sharing
pendanaan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat, yang
besaran jumlah dana bantuannya tergantung pada kondisi fiscal
pemerintah kota. Kota Pontianak termasuk wilayah dengan kapasitras
fiscal menengah, sehingga bantuan BLM sebagai dana pendamping dalam
PNPM Mandiri Perkotaan sebesar 50%. Dana bergulir ini hanya diberikan
kepada masing-masing anggota masyarakat miskin yang mempunyai
usaha mikro. Jumlah dana bergulir yang dapat diterima setiap anggota
KSM sebesar Rp 500 000. Dana ini kemudian digulirkan secara terus
menerus dan diangsur pembayarannya setiap bulan.
Implementasi program pinjaman dana bergulir merupakan salah satu
bentuk interpretasi program pengembangan ekonomi dari PNPM Mandiri
Perkotaan yang menggunakan pendanaan bergulir sebagai jalan keluar
untuk memberdayakan masyarakat miskin. Hal ini sesuai yang
diamanahkan oleh Peraturan Presiden No 15 tahun 2010, bahwa strategi
penanggulangan kemiskinan antara lain adalah :
1) Mengurangi beban pengeluaran masyarakat
2) Meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin
3) Mengembangkan dan menjamin keberlanjutan Usaha Mikro dan Kecil
(UMK)
109
4) Membentuk sinergi kebijakan dan program penanggulangan
kemiskinan.
Untuk itu dalam melaksanakan program pemberdayaan ini yang
diperlukan adalah partisipasi dan komitmen masyarakat miskin sebagai
sasaran program. Partisipasi aktif masyarakat ke dalam efektifitas, efisiensi
dan sikap kemandirian merupakan strategi pemberdayaan yang
dilaksanakan melalui kegiatan kerja sama dengan para relawan, seperti
organisasi-organisasi kemasyarakatan. Dengan demikian yang diperlukan
adalah kemampuan masyarakat untuk memenuhi beberapa tahapan yang
disarankan dalam pencapaian tujuan program ini, yaitu :
1) Identifikasi kebutuhan
2) Identifikasi pilihan atau strategi
3) Keputusan atau pilihan tindakan
4) Mobilisasi sumber-sumber
5) Tindakan itu sendiri
Langkah-langkah diatas merupakan beberapa hal yang harus dilakukan
dalam proses pemberdayaan masyarakat secara mandiri, seperti halnya
dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan. Pemberdayaan
memerlukan partisipasi aktif masyarakat dalam setiap langkah diatas
secara menyeluruh dengan intervensi minimal pihak luar. Biasanya bagi
mereka yang paling membutuhkan dan belum dapat menyiapkan diri
terhadap kebutuhan mereka lebih memiliki sedikit ilmu pengetahuan,
ketrampilan, uang atau kekuatan fisik. Kondisi ini mendorong intervensi
dari luar menjadi berlebihan. Seperti yang diungkapkan oleh Kotze (dalam
110
Hikmat, 2010 : 6), bahwa masyarakat miskin memiliki kemampuan yang
relatif baik untuk memperoleh sumber melalui kesempatan yang ada.
Upaya pemberdayaan yang dilakukan melalui kegiatan pinjaman dana
bergulir kepada KSM dapat dianggap sebagai jalan keluar untuk
membantu kelompok miskin apabila KSM tersebut mampu mengelola
pendanaannya dan membina anggotanya untuk disiplin dalam
pengembalian dana pinjaman tersebut. Sampai tahun 2011 tingkat
pengembalian pinjaman dana bergulir di Kota Pontianak adalah 22
kelurahan > 90% dan 4 kelurahan < 90% dari total jumlah KSM 4889
yang ada ( laki laki berjumlah 1676 dan perempuan berjumlah 3213
KSM). Hal ini dapat dikatakan bahwa pengembalian pinjaman dana
bergulir yang ada pada PNPM Mandiri Perkotaan di Kota Pontianak dapat
dikatakan cukup berhasil. Namun demikian kegiatan ini belum mampu
menyentuh masyarakat yang paling rentan terhadap kemiskinan. Hal ini
disebabkan yang berhak mendapatkan bantuan ini hanya masyarakat yang
mempunyai usaha yang sifatnya mikro.
Bagi masyarakat miskin yang pekerjaannya berkaitan dengan bidang
jasa tidak bisa mengakses bantuan ini, karena mereka tidak mampu
menunjukkan tempat usaha yang dapat dijadikan rujukan dalam menilai
kesahian pemberian bantuan dana kepada kelompok miskin ini, seperti
tukang becak, buruh, pemulung, dan sebagainya. Pada hal kelompok
masyarakat ini sangat memerlukan dana segar untuk membantu
keluarganya. Apalagi pada kondisi-kondisi tertentu yang membuat
kelompok masyarakat ini mengalami poverty rackets (roda penggerak
111
kemiskinan) yang menyebabkan mereka masuk ke lembah yang curam
dalam kemiskinan.
PNPM Mandiri Perkotaan mencari jalan keluar dan memiliki konsep
bagaimana mekanisme pemberian pinjaman dana bergulir kepada
masyarakat yang tidak memiliki usaha mikro, yang penting mereka
memiliki pekerjaan yang memungkinkan mereka dapat mengangsur
pinjamannya. Hal ini disebabkan kesulitan terbesar masyarakat miskin
adalah memiliki dana segar yang dapat dipakai tanpa harus ada agunan.
Kepercayaan masyarakat yang menjadi dasar modalitas dalam pemberian
pinjaman dana bergulir, sehingga hal ini harus menjadi bagian dari
pembelajaran semua pihak menuju kemandirian dan keberdayaan.
3) Perlindungan Lingkungan (Enviromental Protection)
Dalam menentukan dan melaksanakan kegiatan dalam PNPM Mandiri
Perkotaan yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak, terutama
kepentingan masyarakat miskin harus berorientasi pada upaya
perlindungan atau pemeliharaan lingkungan. Lingkungan yang
dimaksudkan disini adalah lingkungan alami maupun lingkungan buatan,
termasuk lingkungan perumahan permukiman yang harus layak,
terjangkau, sehat, aman, teratur, serasi dan produktif, yang termasuk
didalamnya penyediaan prasarana dan sarana dasar perumahan yang
kondusif dalam membangun solidaritas sosial dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakatnya.
Kegiatan yang berorientasi kepada perlindungan lingkungan yang
tertuang dalam Program Jangka Menengah (PJM) Pronangkis dibentuk
112
oleh LKM lebih terfokus pada kegiatan pembangunan sarana dan
prasarana dasar perumahan dan permukiman baik untuk kepentingan
masyarakat umum maupun kepentingan warga miskin seperti perumahan
kumuh. Dalam PJM Pronangkis Kota Pontianak, kegiatan yang berkaitan
dengan sarana dan prasarana antara lain adalah kegiatan perbaikan jalan
lingkungan (jalan perkerasan, jalan rabat beton, tembok penahan
tanah/barau), peningkatan kualitas drainase (pembuatan saluran air hujan
terbuka), pembuatan jembatan (Jembatan beton dan gorong-gorong),
pembangunan/ perbaikan rumah tidak layak huni, pembuatan penampung
air hujan, pembuatan penerangan jalan umum, pembangunan sarana
kesehatan (bangunan Posyandu).
Program infrastruktur tersebut diatas sangat membantu perbaikan lingkungan
fisik dan sosial masyarakat kelurahan setempat. Perbaikan jalan-jalan lingkungan
dengan menggunakan semen atau yang disebut semenisasi lingkungan sangat
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat setempat apalagi kalau musim hujan. Dana
yang digunakan untuk pelaksanaan kegiatan ini adalah dana sharing antara
pemerintah kota Pontianak dengan masyarakat setempat. Dalam kegiatan ini,
peran RT (Rukun Tetangga) sangat diperlukan, yakni dalam mendorong warganya
untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan ini. Bentuk partisipasi masyarakat dalam
kegiatan ini antara lain adalah adanya iuran masing-masing warga yang sifatnya
wajib dan sukarela. Iuran wajib adalah iuran yang jumlahnya sama antara warga
yang satu dengan warga yang lainnya, sedangkan iuran sukarela sangat tergantung
pada kemampuan warga.
113
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan di
Kota Pontianak tahun anggaran 2011 melakukan kegiatan rehabilitasi rumah tidak
layak huni kepada 20 warga di Pontianak Selatan. Dana yang dikucurkan
pemerintah pusat melalui APBN ini mencapai 20 milliar rupiah. Setiap rumah
yang direhab mendapatkan dana sebesar Rp 11 juta. Dari total yang didapat oleh
warga tersebut diantaranya Rp 750 000 untuk upah tukang dan sisanya digunakan
untuk membeli bahan bangunan. Bantuan tersebut dapat dimanfaatkan
semaksimal mungkin sehingga warga dapat menyelesaikannya tepat waktu.
Karena dengan kerja sama yang baik antara warga dengan pemerintah akan
mendukung PNPM Mandiri Perkotaan berikutnya.
Dengan kerja sama yang baik ini pemerintah dapat kembali memberikan
kepercayaan kepada masyarakat, karena masih ada sebagian warga yang
rumahnya tidak layak huni dan perlu mendapatkan bantuan. Warga yang
mendapatkan bantuan rehab rumah tidak layak huni mengatakan sangat senang
dengan adanya kegiatan ini, karena kegiatan rehab rumah ini dapat membantu
warga yang kondisi rumahnya memang sudah tidak layak huni. Yang diperlukan
adalah adanya pengawasan dari pihak pemerintah terhadap pelaksanaan kegiatan
tersebut dari segi ketepatan waktu penyelesaian rehab rumah tidak layak huni
tersebut.
Peran lurah dalam mengawasi program- program yang telah dicanangkan oleh
Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM) antara lain adalah apakah sudah
sesuai dengan perencanaan awal ketika diadakan rembug warga maupun diadakan
pemetaan swadaya. Pada tahapan pemetaan swadaya sebenarnya sudah ditentukan
mana perumahan warga miskin yang layak mendapat bantuan rehabilitasi rumah
114
tidak layak huni. Kendatipun sudah ditentukan rumah warga yang akan
direhabilitasi, namun dalam implementasinya ternyata masih mengalami
perbedaan pandangan tentang kriteria rumah yang mendapat bantuan rehabilitasi
rumah tidak layak huni.
Untuk itu diperlukan diskresi lurah sebagai penanggung jawab kegiatan ini,
agar tidak menimbulkan kekecewaan pada warga yng tidak mendapatkan
kesempatan rehabilitasi rumahnya. Peran lurah diisini tidak hanya sebagai kepala
kelurahan, tetapi dapat juga sebagai tokoh masyarakat dengan posisi penengah,
yang dapat mengambil keputusan tentang rumah penduduk mana yang layak
untuk mendapatkan bantuan rehabilitasi rumah tidak layak huni di Kota Pontianak
agar tidak menambah kekecewaan masyarakat atas keputusan LKM ataupun KSM
sebagai implementor program ini.
Dalam implementasi program ini juga melibatkan peran masyarakat, tidak
hanya sebagai pemanfaat dana dari pemerintah, tetapi masyarakat juga turut
memberi kontribusi pada program-program yang dijalankan. Kontribusinya adalah
dengan melibatkan diri secara sukarela baik berupa ide, masukan, dukungan
moril, waktu serta dalam bentuk penyediaan tenaga fisik maupun material untuk
membantu pelaksanaan program yang sedang dilaksanakan. Kontribusi semacam
ini secara material nilainya cukup tinggi, sebab keterlibatan mereka dalam
program tidak dibayar. Sedangkan yang dibayar adalah mereka yang benar-benar
tenaga profesional yang bukan penduduk/warga setempat.
Sikap berswadaya yang merupakan nilai-nilai yang telah lama dimiliki oleh
masyarakat, kemudian ditumbuhkan kembali pada PNPM Mandiri Perkotaan
dapat dipupuk terus menerus sebelum mengalami degradasi lingkungan eksternal
115
yang secara perlahan menuntut masyarakat untuk semakin individualistik dan
berpotensi mengabaikan lingkungan sekitarnya. Tetapi karena kesibukan sebagian
besar masyarakat kota Pontianak dalam kesehariannya, tidak jarang mereka
kurang berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan lingkungan ini.
Bentuk pembangunan lingkungan yang ada pada PNPM Mandiri Perkotaan di
Kota Pontianak yang lain adalah penyediaan sarana dan prasarana yang memang
menjadi tanggung jawab pemerintah setempat. Pembangunan sarana dan
prasarana yang berkaitan dengan lingkungan adalah pembangunan tempat
pembuangan sampah sementara. Karena masalah persampahan menjadi tanggung
jawab pemerintah dan masyarakat, maka pembangunan sarana ini sangat
diperlukan. Tanggung jawab masyarakat adalah pengelolaan sampah rumah
tangga sampai kepada TPS (Tempat Pembuangan Sementara), sehingga yang
diperlukan disini adalah sinergi antara pemerintah dengan masyarakat dalam
pengelolaan sampah tersebut. Masyarakat harus disiplin dalam hal jadwal
pembuangan sampah rumah tangga dan pemerintah harus menyediakan sarananya
dan TPSnya.
4.2.3. Aplikasi PNPM Mandiri Perkotaan di Kota Pontianak
Aplikasi adalah penerapan atau pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang
bersifat dinamis karena berhubungan dengan kegiatan atau kebijakan lainnya.
PNPM Mandiri Perkotaan merupakan sebuah program pemerintah untuk
membangun kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah dalam
menanggulangi kemiskinan secara mandiri. Program ini diharapkan bisa
menyiapkan landasan kemandirian masyarakat berupa institusi/kelembagaan
116
masyarakat yang representatif, mengakar, dan menguat bagi perkembangan
modal sosial (socisl capital) masyarakat di masa mendatang serta menyiapkan
kemitraan masyarakat dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli
setempat.
Dalam pelaksanaan program ini diawali dengan pembentukan Tim
Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Kota Pontianak yang
ditetapkan dengan keputusan walikota. Tim ini akan berkoordinasi dengan
instansi lain dalam penyiapan, perumusan dan penyelenggaraan kebijakan
penanggulangan kemiskinan. Untuk itu TKPK bertugas merumuskan
kebijakan makro dan mikro dengan mengikutsertakan berbagai stakeholder
yang meliputi instansi pemerintah, organisasi non pemerintah, dunia usaha,
organisasi profesi dari segenap unsur masyarakat di wilayah Kota Pontianak.
Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Kota Pontianak mempunyai
tugas sebagai berikut :
1) Mengkoordinasikan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan
2) Mengkoordinasikan pengendalian pelaksanaan penanggulangan
kemiskinan di Kota Pontianak.
Dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut, Tim Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan Kota Pontianak berada di bawah dan
bertanggung jawab langsung kepada Walikota Pontianak. Sebagai ketua tim
adalah wakil walikota, yang didampingi wakil ketuanya Sekretaris Daerah
Kota Pontianak dan sekretaris Kepala Bappeda Kota Pontianak, yang
membawahi beberapa kelompok kerja (Pokja) : Pokja Pendataan dan Sistem
informasi, Pokja Pengembangan Kemitraan, Pokja Pengaduan Masyarakat.
117
Sementara itu juga ada beberapa kelompok program penanggulangan
kemiskinan yang masing-masing ketua timnya bertanggung jawab langsung
kepada Ketua TKPK Kota Pontianak, yaitu :
1) Kelompok Program Bantuan Sosial Terpadu Berbasis Keluarga
2) Kelompok Program Penanggulangan kemiskinan Berbasis Pemberdayaan
Masyarakat
3) Kelompok Program Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan
Usaha Ekonomi Mikro dan kecil.
Untuk mengaplikasikan program-program tersebut di atas, maka ada
beberapa langkah dalam penyusunan strategi penanggulangan kemiskinan di
Kota Pontianak. Adapun langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut :
Gambar 4.3
Langkah-Langkah Penyusunan
Strategi Penanggulangan Kemiskinan
Sumber : Bappeda Kota Pontianak, 2011
Langkah-langkah tersebut diatas menunjukkan bahwa implementasi
sebuah kebijakan publik tidak hanya menyangkut operasionalisasi kebijakan
publik ke dalam mekanisme birokratis, tetapi juga terkait dengan tujuan
Penetapan
SPKD
Penyusunan Mekanisme
Pelaksanaan
Penyusunan
Rencana Monev
Perumusan
Strategi
Penyusunan
Pronangkis
Pengesahan
APBD Kota
Penyusunan
Anggaran
Integrasi
Renbang Kota
Persiapan
Pengkajian
Masalah
Perumusan
Kebutuhan
Pengkajian
Potensi
118
kebijakan tersebut agar dapat diterima, dipahami dan didukung oleh kelompok
sasaran. Implementasi kebijakan juga perlu memperhatikan berbagai jaringan
kekuatan politik, ekonomi dan sosial yang berpengaruh pada perilaku semua
pihak yang terlibat. PNPM Mandiri Perkotaan yang merupakan salah satu
kebijakan penanggulangan kemiskinan, implementasinya tidak hanya bersifat
linear dan mekanistik yang patuh kepada rangkaian mekanisme birokratis.
Keberhasilan implementasi program ini lebih banyak ditentukan melalui
proses negosiasi, ataupun lobi untuk menghasilkan kompromi. Kapasitas
lembaga pelaksana juga tetap diperlukan untuk mengelola berbagai
kepentingan yang terlibat.
Proses negosiasi dalam implementasi PNPM Mandiri perkotaan dilakukan
melalui proses tawar menawar dengan jalan berunding untuk memberi dan
menerima guna mencapai kesepakatan bersama antara sasaran program
dengan implementor. Hal ini nampak dari hasil wawancara bahwa dalam
menetapkan kegiatan-kegiatan yang ada dalam mengaplikasikan kebijakan ini
berdasarkan skala prioritas, baik dalam menentukan KSM mana yang harus
mendapatkan Bantuan Langsung Masyarakat ataupun dalam menentukan jenis
kegiatan mana yang harus didahulukan. Semua ini disebabkan oleh
keterbatasan dana dan banyaknya KSM yang menginginkan bantuan tersebut.
Tuntutan untuk melakukan negosiasi biasanya muncul ketika seseorang
atau suatu kelompok tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan atau kepentingannya , sehingga dibutuhkan tambahan
atau bantuan dari pihak lain. Negosiasi mempunyai sejumlah karakteristik
utama, antara lain :
119
1) Senantiasa melibatkan orang, baik sebagai individual, kelompok maupun
organisasi
2) Menggunakan cara-cara pertukaran sesuatu, baik bargain maupun barter
3) Negosiasi biasanya menyangkut hal-hal dimasa depan atau sesuatu yang
belum terjadi
4) Ujung dari negosiasi adalah adanya kesepakatan yang diambil oleh kedua
belah pihak
Negosiasi merupakan cara yang paling efektif untuk mengatasi dan
menyelesaikan perbedaan kepentingan. Dengan mengembangkan kemampuan
negosiasi, setiap pihak bisa mendapatkan apa yang dibutuhkannya.
Berdasarkan wawancara kepada beberapa KSM yang ada di Kota Pontianak,
proses negosiasi dilakukan untuk menetapkan jenis kegiatan yang akan
dilakukan dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan, berdasarkan nilai-
nilai dan keyakinan masyarakat untuk menanggulangi kemiskinan. Negosiasi
dilakukan pada waktu penyusunan perencanaan pembangunan daerah atau apa
yang disebut sebagai Musrenbang.
Musrenbang adalah forum perencanaan publik (program) yang
diselenggarakan oleh lembaga publik yaitu pemerintah desa/kelurahan,
kecamatan, pemerintah kota/kabupaten bekerja sama dengan warga dan para
pemangku kepentingan. Penyelenggaraan musrenbang merupakan salah satu
tugas pemerintah untuk menyelenggarakan urusan pemerintah, pembangunan
dan kemasyarakatan. Pembangunan tidak akan bergerak maju apabila salah
satu saja dari komponen tata pemerintahan (pemerintah, masyarakat dan
swasta) tidak berperan atau berfungsi. Karena itu musrenbang juga merupakan
120
forum pendidikan warga agar menjadi bagian aktif dari tata pemerintahan dan
pembangunan.
Dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan, musrenbang mempunyai
peran penting dalam mendorong masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam
melaksanakan kegiatan-kegiatan yang ada dalam program tersebut. Dengan
adanya musrenbang, akan mendorong otonomi dalam upaya pembangunan
dan peningkatan kesejahteraan masyarakat menjadi lebih cepat terwujud
melalui pemberian kewenangan kepada kelurahan untuk menyusun program
yang sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakatnya. Hal ini tidak akan
terjadi bila pembangunan masih ditentukan dan dirancang secara sentralistik.
Musrenbang sebagai salah satu tugas dan kewenangan desa/kelurahan selaku
unit otonom seperti yang diamanahkan oleh Undang Undang No 32 tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah.
Musrenbang kelurahan bagi organisasi kelurahan adalah bagian dari
mekanisme perencanaan pembangunan di daerah untuk merumuskan kegiatan-
kegiatan pembangunan terutama yang menjadi kewenangannya. Hasil
musrenbang kelurahan akan digunakan untuk menyusun Rencana Kerja
Kelurahan dan merumuskan prioritas permasalahan dan indikasi kegiatan yang
merupakan kewenangan pemerintah daerah untuk diajukan ke musrenbang
kecamatan. Selain itu musrenbang kelurahan dapat menjadi sarana bagi
pemerintah kelurahan dan masyarakat untuk merumuskan kegiatan
pembangunan swadaya masyarakat kelurahan maupun kegiatan yang
diusulkan untuk diajukan dibeayai melalui pos bantuan APBD.
121
Sebagai bagian dari tatanan pemerintahan yang demokratis, musrenbang
kelurahan lebih memungkinkan untuk melibatkan warga seluas-luasnya.
Musrenbang adalah perencanaan-penganggaran partisipastif, dimana
penyusunan rencana kerja kelurahan membutuhkan sumber anggaran dan
sumber daya lainnya. Perencanaan-penganggaran yang berpihak kepada
kelompok miskin menetapkan kelompok miskin sebagai sasaran kegiatan dan
penerima manfaat program. Dengan bergulirnya otonomi daerah, kelurahan
berkewajiban mewujudkan tata pemerintahan yang baik dan bersih. Hal ini
hanya dapat terjadi apabila tiga pilar tata pemerintahan, menjalankan peran
dan fungsinya masing-masing. Ketiga pilar itu adalah : pemerintah kelurahan,
warga masyarakat dan kalangan swasta.
Apabila salah satu pilar dari tata pemerintahan itu timpang, maka akan
sulit tercapai tata pemerintahan yang baik. Masyarakat perlu bersikap
mengoreksi jalannya pemerintahan kelurahan, sebaliknya pemerintahan
kelurahan menerima masukan dari masyarakat sebagai bagian dari
keterbukaan. Sedangkan kalangan swasta berkontribusi terhadap peningkatan
ekonomi lokal dengan membuka peluang kerja, menjalankan kewajiban
seperti memperhatikan kelestarian lingkungan atau menjalankan tanggung
jawab sosial lainnya.
Berdasarkan uraian di atas, menunjukkan bahwa proses implementasi
PNPM Mandiri Perkotaan yang terdiri dari tiga tahapan (pengorganisasian,
interpretasi dan aplikasi) merupakan proses yang dinamis. Keberhasilan
implementasi program ini memerlukan pendekatan top-down dan bottom-up
sekaligus. Dengan pendekatan top-down, implementasi PNPM Mandiri
122
Perkotaan berfokus pada ketersediaan unit pelaksana (birokrasi), standart
poelaksana, kewenangan, koordinasi dan lain-lain. Sedangkan dengan
pendekatan bottom-up lebih menekankan pada strategi-strategi yang
digunakan oleh pelaksana saat menentukan tujuan-tujuan yang hendak dicapai.
4.3. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Implementasi PNPM Mandiri
Perkotaan di Kota Pontianak Kurang Berhasil Dalam Mencapai
Tujuan
Dalam implementasi kebijakan publik, paling tidak ada 3 unsur yang multak
harus ada, yaitu : unsur pelaksana (implementor), adanya program yang akan
dilaksanakan dan kelompok sasaran (target group). Ketiga unsur tersebut saling
berkaitan dan berinteraksi antara unsur yang satu dengan unsur yang lainnya.
Unsur pelaksana adalah pihak-pihak yang mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan kebijakan publik, yang disebut sebagai implementing organization,
yaitu birokrasi pemerintah yang mempunyai tanggung jawab dalam melaksanakan
kebijakan publik. Dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan, terdapat 3 pilar
untuk menjalankan fungsi dan perannya dalam mewujudkan clean and good
governance, yaitu pemerintah kelurahan (government), warga masyarakat (citizen)
dan kalangan usaha/swasta (private sector). Berdasarkan otoritas dan kapasitas
yang dimiliki, implementor melakukan berbagai tindakan mulai dari penentuan
tujuan dan sasaran, analisis serta perumusan kebijakan dan strategi organisasi,
pengambilan keputusan, perencanaan, penyusunan program, pengorganisasian,
penggerakan manusia, pelaksanaan kegiatan operasional, pengawasan dan
penilaian.
123
Unsur kedua dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan adalah adanya
program yang dilaksanakan lebih bersifat operasional, yaitu program-program
yang isinya dapat dipahami dengan mudah dan dapat dilaksanakan oleh pelaksana.
Program tersebut terdiri dari 3 ruang lingkup, yaitu bidang ekonomi, sosial dan
lingkungan. Ada beberapa kegiatan dalam masing-masing ruang lingkup program.
Di bidang ekonomi, jenis kegiatannya antara lain usaha ekonomi produktif,
pengembangan modal ekonomi keluarga yang bermanfaat langsung bagi
peningkatan pendapatan keluarga miskin, usaha kelompok dan usaha baru bagi
warga miskin yang tidak memiliki ijasah. Di bidang sosial, jenis kegiatannya
antara lain pelatihan KSM untuk pengembangan kapasitas/penguatan organisasi,
penyiapan dan penciptaan peluang usaha melalui pelatihan dan praktek
ketrampilan usaha bagi warga miskin yang belum produktif dan program sosial
yang sifatnya bantuan yang diupayakan berkelanjutan seperti program
peningkatan gizi, program penuntasan wajib belajar 9 tahun dan lain lain.
Sedangkan di bidang lingkungan, jenis kegiatannya antara lain pembangunan
infrastruktur yang langsung berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi wilayah,
pembangunan sarana dan prasarana perumahan dan pemukiman bagi kepentingan
masyarakat miskin maupun kepentingan masyarakat umum (rumah kumuh,
sanitasi air bersih, jalan setapak drainase, pengelolaan sampah, taman hijau dan
lain-lain), dan pengelolaan kegiatan bergulir peningkatan kualitas sarana dan
prasarana perumahan dan permukiman.
Unsur ketiga dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan adalah target
group (kelompok sasaran) yaitu sekelompok orang atau organisasi dalam
masyarakat yang akan menerima barang dan jasa atau yang akan dipengaruhi
124
perilakunya oleh kebijakan. Mereka diharapkan dapat menerima dan
menyesuaikan diri terhadap pola-pola interaksi yang ditentukan oleh
kebijakan/program. Kelompok sasaran PNPM Mandiri Perkotaan di Kota
Pontianak terdiri dari 4 kelompok, yaitu :
1) Kelompok sasaran individu atau rumah tangga (klaster I)
2) Kelompok sasaran komunitas (klaster II)
3) Kelompok sasaran usaha mikro dan kecil (klaster III)
4) Kelompok sasaran untuk program-program Pro rakyat (klaster IV)
Ketiga komponen tersebut di atas saling berkaitan antara komponen yang satu
dengan komponen yang lainnya dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan.
Dengan demikian keberhasilan implementasi program ini juga akan dipengaruhi
oleh ketiga komponen tersebut. Selain itu Smith menambahkan satu komponen
lagi dalam implementasi kebijakan publik, yaitu faktor lingkungan (fisik, sosial,
budaya dan politik). Menurut Smith (dalam Tachjan, 2006 : 37) dalam proses
implementasi ada empat variabel yang perlu diperhatikan. Keempat variabel
tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan yang saling
mempengaruhi dan berinteraksi secara timbal balik. Pola-pola interaksi dari
keempat variabel dalam implementasi kebijakan memunculkan ketidaksesuaian,
ketegangan dan tekanan-tekanan.
Keempat variabel dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan tersebut
adalah :
1) Program yang diidealkan, yakni pola-pola interaksi ideal yang telah
didefinisikan dalam kebijakan yang berusaha untuk diinduksikan.
125
2) Kelompok sasaran, yaitu orang-orang yang paling langsung dipengaruhi
oleh kebijakan dan yang harus mengadopsi pola-pola interaksi
sebagaimana yang diharapkan oleh perumus kebijakan.
3) Organisasi pelaksana, yaitu badan-badan pelaksana atau unit-unit birokrasi
pemerintahyang bertanggung jawab dalam implementasi kebijakan.
4) Faktor lingkungan, yaitu unsur-unsur dalam lingkungan yang
mempengaruhi atau dipengaruhi oleh implementasi kebijakan, seperti
aspek budaya, sosial, ekonomi dan politik.
Di bawah ini akan diuraikan keempat faktor yang menyebabkan implementasi
PNPM Mandiri Perkotaan di Kota Pontianak kurang berhasil dalam mencapai
tujuannya.
4.3.1. Program yang Diidealkan
Jenis kegiatan yang ada dalam PNPM Mandiri Perkotaan dalam bentuk
bantuan untuk masyarakat Kota Pontianak diwujudkan dalam bentuk bantuan
pendampingan dan bantuan dana.
1) Bantuan pendampingan, diwujudkan dalam bentuk penugasan konsultan
dan fasilitator beserta dukungan dana operasional untuk mendampingi dan
memberdayakan masyarakat agar mampu merencanakan dan
melaksanakan program masyarakat untuk menanggulangi kemiskinan di
kelurahan masing-masing.
2) Bantuan dana, diberikan dalam bentuk dana BLM (Bantuan Langsung
Masyarakat) yang bersifat stimulan dan sengaja disediakan untuk memberi
kesempatan kepada masyarakat untuk berlatih dengan mencoba
126
melaksanakan sebagian rencana kegiatan penanggulangan kemiskinan
yang telah direncanakan.
Proses pendampingan dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan
belum dapat menghasilkan masyarakat yang peduli dengan kemiskinan dan
pelestarian lingkungan serta belum mampu mengaktualisasikan dirinya
sebagai bagian dari upaya penanggulangan kemiskinan di Kota Pontianak.
Disamping itu, LKM (Lembaga Keswadayaan Masyarakat) yang sudah
terbentuk belum dapat sepenuhnya dipercaya, aspiratif representative dan
akuntabel. PJM Pronangkis belum tersusun sebagai wadah untuk mewujudkan
sinergi berbagai program penanggulangan kemiskinan yang komprehensif dan
sesuai dengan aspirasi serta kebutuhan masyarakat dan relawan masyarakat
sebagai penggerak proses pembangunan partisipatif di wilayahnya. Bantuan
Pendampingan dalam program ini belum dapat menghasilkan kegiatan dan
forum pemantauan partisipatif untuk memastikan pelaksanaan kegiatan
penanggulangan kemiskinan berdasarkan PJM Pronangkis dan forum LKM di
tingkat kecamatan dan kota untuk mendukung harmonisasi berbagai program.
Untuk bantuan dana yang diberikan dalam bentuk BLM, besarnya alokasi
dana ditentukan berdasarkan jumlah penduduk di setiap kelurahan. Jika
ukuran penduduk kelurahan kurang lebih 3000 jiwa, bantuan dana yang
diberikan sebesar 200 juta rupiah, sedangkan untuk ukuran penduduk antara
3000 sampai dengan 10 000 jiwa bantuan dana yang diberikan adalah 300 juta
rupiah. Sedangkan untuk jumlah penduduk diatas 10 000 jiwa diberikan dana
bantuan sebanyak 500 juta rupiah. Dana BLM ini adalah dana publik yang
127
disalurkan sebagai wakaf tunai kepada seluruh warga kelurahan dengan
peruntukannya diprioritaskan kepada warga miskin.
Dalam pencairan dana BLM disalurkan langsung kepada LKM yang
dilakukan melalui 3 tahap, sebagai berikut :
1) Disalurkan 20% setelah terbentuk LKM (Lembaga Swadaya Masyarakat),
dengan menandatangani Surat Perjanjian Pemberian Bantuan (SPPB).
Penandatanganan perjanjian harus dilampiri dengan dokumen PJM
Pronangkis yang telah disetujui oleh masyarkat dan telah diverivikasi oleh
pihak KMW dan korkot kepada PJOK serta dokumen lain yang berkaitan
dengan pencairan dana.
2) Disalurkan sebanyak 50% dengan syarat dana pada tahap pertama yang
telah disalurkan kepada KSM telah dimanfaatkan dan
dipertanggungjawabkan secara teknis dan administratif minimal 50%
serta kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan sudah diperiksa dan
ditandatangani oleh tim fasilitator dan diverivikasi oleh korkot, termasuk
administrasi keuangan telah diverivikasi oleh KMW dengan hasil yang
baik.
3) Tahap terakhir disalurkan dana 30% dengan syarat sebagaimana syarat
pada tahap kedua.
Dengan adanya bantuan pendampingan dan bantuan dana dalam
implementasi PNPM Mandiri Perkotaan , maka pemanfaatan dana BLM telah
digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang langsung dimanfaatkan oleh
masyarakat miskin, dan dilarang dimanfaatkan untuk hal-hal yang tidak
berkaitan langsung dengan upaya penanggulangan kemiskinan, menimbulkan
128
dampak sosial dan kerusakan lingkungan, berorientasi kepada kepentingan
individu atau kelompok tertentu dan bertentangan dengan norma-norma,
hukum serta peraturan yang berlaku
Karena PNPM Mandiri Perkotaan ini bersifat pemberdayaan dan
bekelanjutan, maka setiap kegiatan yang ada dalam PNPM Mandiri Perkotaan
diperlukan adanya partisipasi masyarakat. Pemberdayaan dan partisipasi
merupakan strategi yang sangat potensial dalam rangka meningkatkan
ekonomi, sosial dan transformasi budaya (Hikmat, 2010 : 4). Proses ini pada
akhirnya akan menciptakan pembangunan yang berpusat pada rakyat sebagai
sasaran dan sekaligus pelaku program. Strategi dalam pelaksanaan program
meletakkan partisipasi masyarakat sebagai isu sentral dalam pelaksanaan
PNPM Mandiri Perkotaan ke dalam efektifitas, efisiensi dan sikap
kemandirian. Pemberdayaan dilaksanakan melalui kegiatan kerja sama dengan
para relawan yang bersumber bukan dari pemerintah, tetapi dari masyarakat,
seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM). Partisipasi masyarakat melalui
organisasi kemasyarakatan merupakan kunci partisipasi efektif untuk
mengatasi masalah kemiskinan. Dengan cara ini masyarakat kecil (kelompok
grassroot) dapat memperoleh keadilan, hak asasi manusia dan demokrasi.
Partisipasi masyarakat Kota Pontianak dalam implementasi PNPM
Mandiri Perkotaan diawali dengan keterlibatannya masyarakat dalam
musrenbang kelurahan. Musrenbang kelurahan merupakan bagian dari
mekanisme perencanaan pembangunan untuk merumuskan kegiatan-kegiatan
pembangunan terutama yang menjadi kewenangan pemerintah kelurahan.
Hasil musrenbang kecamatan digunakan untuk menyusun rencana kerja
129
kelurahan dan merumuskan prioritas permasalahan untuk diajukan ke
musrenbang kecamatan. Selain itu musrenbang kelurahan dapat menjadi
sarana bagi pemerintah kelurahan dengan masyarakat untuk merumuskan
kegiatan swadaya masyarakat kelurahan maupun kegiatan yang dibeayai
APBD.
Sebagai bagian dari tatanan pemerintahan kelurahan yang demokratis,
musrenbang kelurahan lebih memungkinkan untuk melibatkan masyarakat
seluas-luasnya dari pada musrenbang di tingkat kecamatan dan kota. Dalam
musrenbang, perencanaan dan penganggaran merupakan proses yang tidak
terpisahkan. Penyusunann rencana kerja kelurahan membutuhkan sumber
anggaran, sebab jika tidak tersedia anggaran atau sumber daya lainnya maka
rencana kerja tersebut hanya akan menjadi dokumen kertas saja. Dokumen
perencanaan dan dokumen anggaran merupakan dua sisi mata uang yang
diperlukan sebagai acuan pemerintah kelurahan untuk menjalankan kegiatan
pembangunan bagi kemajuan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Untuk itu perlu dikembangkan konsep perencanaan penganggaran
partisipatif (participatory planning and budgeting) yang berpihak kepada
kelompok miskin (pro poor) dan perempuan (pro gender). Konsep ini sebagai
kritik bahwa kelompok miskin dan perempuan sering diwakili oleh kelompok
elit dan laki-laki. Budaya masyarakat menyebabkan perempuan seringkali
tidak berperan di sektor public dan urusan pembangunan dianggap sebagai
urusan laki-laki. Peminggiran ini harus diubah dan mereka seharusnya hadir,
ikut bermusyawarah dan juga ikut menerima manfaat langsung dari Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan ini.
130
Perencanaan dan penganggaran yang berpihak kepada kelompok
miskin dan perempuan seperti halnya pada PNPM Mandiri Perkotaan dapat
diartikan sebagai:
1) Proses yang melibatkan kalangan marginal/perempuan yang biasanya tidak
ikut hadir dan tidak ikut bersuara dalam forum publik
2) Hasil rencana kerja yang disusun menetapkan kelompok miskin dan
perempuan sebagai sasaran kegiatan atau penerima manfaat
3) Alokasi anggaran untuk kegiatan dengan kelompok miskin dan perempuan
sebagai sasaran atau penerima manfaat langsung.
Musrenbang kelurahan yang merupakan forum dialogis antara masyarakat
pemerintah dan pemangku kepentingan harus dapat merumuskan kebijakan,
peraturan atau program pembangunan. Pemerintah kelurahan dan warganya
berembug dalam menyusun program tahunan. Untuk itu tujuan musrenbang
kelurahan adalah sebagai berikut:
1) Menyepakati prioritas kebutuhan dan kegiatan yang termasuk urusan
pembangunan yang menjadi wewenang kelurahan sebagai bahan
penyusunan rencana kerja SKPD Kelurahan
2) Prioritas kegiatan kelurahan yang akan dilaksanakan oleh warga kelurahan
yang dibeayai melalui dana swadaya masyarakat dan dikoordinasikan oleh
lembaga kemasyarakatan di kelurahan setempat
3) Prioritas kegiatan kelurahan yang akan dilaksanakan kelurahan sendiri
yang dibeayai melalui dana bantuan dari pemerintah kota
131
4) Prioritas kegiatan pembangunan kelurahan yang akan diusulkan melalui
musrenbang kecamatan untuk menjadi kegiatan pemerintah daerah dan
dibeayai melalui APBD Kota
5) Menyepakati Tim Delegasi kelurahan yang akan memaparkan persoalan
daerah yang ada di kelurahannya di forum musrenbang kecamatan untuk
penyusunan program pemerintah daerah tahun berikutnya.
Dalam musrenbang kelurahan, warga berpartisipasi aktif dalam proses
musyawarah sampai pengambilan keputusan. Bukan hanya pandai dan banyak
bicara melainkan juga mampu mendengarkan aspirasi dan pandangan warga
yang lain serta mampu menjaga agar musrenbang benar-benar menjadi forum
musyawarah bersama. Semua warga kelurahan berhak berpartisipasi dalam
musrenbang kelurahan, tetapi terdapat kriteria dan persyaratan untuk menjadi
peserta musrenbang, antara lain :
1) Peserta menjunjung tinggi prinsip-prinsip musyawarah, yaitu kesetaraan,
menghargai perbedaan pendapat, anti dominasi, anti diskriminasi,
mengutamakan kepentingan umum dan keberpihakan terhadap kalangan
marjinal
2) Peserta bersedia mempersiapkan diri dengan cara ikut serta
mengumpulkan dan mempelajari berbagai infrmasi, dokumen dan materi
yang relevan untuk pelaksanaan musrenbang kelurahan.
3) Peserta berminat membangun kapasitasnya mengenai kebijakan, aturan,
arah program pemerintah, berbagai isu pembangunan dan sebagainya,
sehingga bisa berperan serta sebagai peserta musrenbang yang aktif.
132
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan
adalah sebuah kebijakan pemerintah pusat yang merupakan upaya untuk
membangun kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah dalam
menanggulangi kemiskinan secara mandiri. Melalui program pemberdayaan
dapat terjadi harmonisasi prinsip-prinsip dasar, pendekatan, strategi serta
berbagai mekanisme dan prosedur pembangunan yang berbasis pemberdayaan
masyarakat sehingga proses penanggulangan kemiskinan dapat berjalan secara
efektif dan efisien. Selain itu, sebuah program paling tidak harus
menggambarkan : (1) Kepentingan yang terpengaruhi oleh program, (2) jenis
manfaat yang akan dihasilkan, (3) derajat perubahan yang diinginkan, (4)
status pembuat keputusan, (5) Siapa pelaksana program dan (6) sumber daya
yang digunakan.
Keenam komponen tersebut akan turut menentukan keberhasilan
implementasinya. Program juga merupakan rencana yang bersifat
komprehensif yang sudah menggambarkan sumber daya yang akan digunakan
dan terpadu dalam satu kesatuan. Sehingga dalam implementasi sebuah
Program akan menggambarkan sasaran kebijakan, prosedur, metode, standart
dan budget. Sebuah program paling tidak harus memiliki ciri-ciri sebagai
berikut :
1) Sasaran yang dikehendaki
2) Jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu
3) Besarnya beaya yang diperlukan beserta sumbernya
4) Jenis-jenis kegiatan yang dilaksanakan
133
5) Tenaga kerja yang dibutuhkan baik ditinjau dari segi jumlahnya maupun
dilihat dari sudut kualifikasi serta keahlian dan ketrampilan yang
diperlukan
Dengan PNPM Mandiri Perkotaan diyakini bahwa pendekatan yang lebih
efektif untuk mewujudkan proses perubahan perilaku masyarakat adalah
melalui pendekatan pemberdayaan atau proses pemberdayaan masyarakat dan
penguatan kapasitas untuk mengedepankan peran pemerintah daerah dalam
mengapresiasi dan mendukung kemandirian masyarakatnya. Kedua substansi
tersebut sangat penting sebagai upaya proses transformasi PNPM Mandiri
Perkotaan dari tataran proyek menjadi tataran program oleh masyarakat
bersama pemerintah kota. Proses pemberdayaan dilakukan masyarakat secara
terus menerus untuk menumbuh kembangkan kesadaran masyarakat terhadap
nilai-nilai universal kemanusiaan, prinnsip-prinsip kemasyarakatan dan
prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan serta sebagai landasan yang kokoh
untuk membangun masyarakat yang mandiri dan sejahtera.
Strategi pemberdayaan masyarakat digunakan dalam pendekatan
pembangunan yang berpusat pada masyarakat. Dengan demikian diperlukan
adanya kapasitas masyarakat untuk meningkatkan kemandirian dan kekuatan
internal yang dapat ditempuh melalui kesanggupan melakukan control internal
atas sumber daya materi dan non material yang penting melalui redistribusi
modal. Pendekatan ini sangat relevan sebagai paradigma kebijakan
desentralisasi dalam penanganan masalah sosial di masyarakat. Untuk itu ada
tiga dasar untuk melakukan perubahan-perubahan structural dan normative
dalam pembangunan yang berpusat pada rakyat, yaitu :
134
1) Memusatkan pemikiran dan tindakan kebijakan pemerintah pada
penciptaan keadaan keadaan yang mendorong dan mendukung usaha
rakyat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri dan untuk
memecahkan masalah-masalah mereka sendiri di tingkat individual,
keluarga dan komunitas.
2) Mengembangkan struktur-struktur dan proses organisasi-organisasi yang
berfungsi menurut kaidah-kaidah system swaorganisasi.
3) Mengembangkan sistem-sistem produksi-konsumsi yang diorganisasi
secara territorial yang berlandaskan pada kaidah-kaidah pemilikan dan
pengendalian lokal.
Model pembangunan yang menekankan pada pemberdayaan memandang
inisiatif dan kreatif masyarakat sebagai sumberdaya yang paling utama.
Masyarakat harus menjadi pelaku utama dalam strategi pemberdayaan
masyarakat, baik yang tradisional, aksi langsung (direct action), maupun
transformatif. Dalam strategi tradisional menyarankan agar masyarkat
mengetahui dan memilih kepentingan terbaik secara bebas dalam berbagai
keadaan. Strategi direct action membutuhkan dominasi kepentingan yang
dihormati oleh semua pihak yang terlibat. Sedangkan strategi transformatif
menunjukkan bahwa pendidikan massa dalam jangka panjang dibutuhkan
sebelum pengidentifikasian kepentingan diri sendiri.
Beberapa prinsip yang tidak boleh dilanggar dalam musrenbang agar dapat
menjadi forum musyawarah pengambilan keputusan bersama dalam rangka
menyusun program seperti yang diatur dalam PP 72/2005 tentang Desa dan PP
73 tentang Kelurahan , adalah sebagai berikut :
135
1) Prinsip kesetaraan, artinya peserta musyawarah adalah warga dengan hak
yang setara untuk menyampaikan pendapat, berbicara dan dihargai
meskipun terjadi perbedaan pendapat. Sebaliknya jika memiliki kewajiban
yang setara untuk mendengarkan pandangan warga lain, menghargai
pendapat dan menjunjung tinggi (menghormati) hasil keputusan forum
meskipun kita sendiri tidak sependapat.
2) Prinsip musyawarah dialogis, artinya peserta musrenbang kelurahan
memiliki keberagaman tingkat pendidikan, latar belakang, kelompok usia,
jenis kelamin, status sosial ekonomi dan sebagainya. Perbedaan dan
berbagai sudut pandang tersebut diharapkan menghasilkan keputusan
terbaik bagi kepentingan masyarakat banyak diatas kepentingan individu
dan golongan.
3) Prinsip anti dominasi, artinya tidak boleh ada individu atau kelompok yang
mendominasi sehingga keputusan-keputusan yang dibuat tidak lagi
melalui proses musyawarah semua komponen masyarakat secara
seimbang.
4) Prinsip keberpihakan, artinya dalam proses musyawarah dilakukan upaya
untuk mendorong individu dan kelompok yang paling diam untuk
menyampaikan aspirasi dan pendapatnya, terutama kelompok miskin,
perempuan dan generasi muda.
5) Prinsip anti diskriminasi, artinya semua warga mempunyai hak dan
kewajiban yang sama dalam menjadi peserta musrenbang. Kelompok
marjinal dan perempuan juga mempunyai hak untuk menyatakan pendapat
dan pikirannya dan tidak boleh dibedakan.
136
6) Prinsip pembangunan secara holistic, artinya musrenbang kelurahan
dimaksudkan untuk menyusun rencana pembangunan, bukan rencana
kegiatan kelompok atau sektor tertentu saja. Musrenbang kelurahan
dilakukan sebagai upaya mendorong kemajuan dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat secara utuh dan menyeluruh sehingga tidak
boleh muncul egosektor dan egowilayah dalam menentukan prioritas
kegiatan.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua prinsip yang
disarankan bisa terlaksana, karena masyarakat biasanya lebih banyak diam dan
menerima saja apa yang disampaikan oleh pelaksana program. Partisipasi
masyarakat Kota Pontianak dalam musrenbang tingkat kelurahan cenderung
kurang, lebih banyak pasif dan menerima apa yang diprogramkan oleh
pemerintah. Semestinya program pemberdayaan memerlukan partisipasi aktif
dalam langkah-langkah sebagai berikut (Payne, 1986 : 15) :
1) Identifikasi kebutuhan
2) Identifikasi pilihan atau strategis
3) Keputusan atau pilihan tindakan
4) Mobilisasi sumber-sumber
5) Tindakan itu sendiri
Dengan adanya partisipasi aktif dari masyarakat dalam semua tahapan
musrenbang kelurahan, output atau keluarannya adalah :
1) Daftar prioritas kegiatan urusan pembangunan untuk menyusun rencana
kerja SKPD Kelurahan
2) Daftar prioritas kegiatan pembangunan yang akan dilaksanakan secara
swadaya
137
3) Dafttar permasalahan prioritas yang akan diajukan ke musrenbang
kecamatan
4) Daftar nama Tim Delegasi Kelurahan yang akan mengikuti musrenbang
kecamatan
5) Berita acara musrenbang kelurahan.
Hasil Musrenbang kelurahan diajukan kepada musrenbang kecamatan
yang merupakan forum musyawarah tahunan para pemangku kepentingan di
tingkat kecamatan untuk mendapatkan masukan kegiatan prioritas dari
kelurahan. Selanjutnya menyepakati rencana kegiatan lintas kelurahan yang
bersangkutan sebagai dasar penyusunan rencana kerja kecamatan. Pemangku
kepentingan (stakeholders) kecamatan adalah pihak yang berkepentingan
dengan kegiatan prioritas dari kelurahan untuk mengatasi permasalahan di
wilayah kecamatan serta pihak-pihak yang berkaitan dengan hasil
musyawarah.
Musrenbang kecamatan yang diselenggarakan oleh pemerintah kecamatan
beserta SKPD nya bertujuan untuk :
1) Membahas dan menyepakati hasil-hasil musrenbang dari tingkat kelurahan
yang akan menjadi kegiatan prioritas di wilayah kecamatan yang
bersangkutan
2) Membahas dan menetapkan kegiatan prioritas di tingkat kecamatan yang
belum tercakup dalam prioritas kegiatan di tingkat kelurahan
3) Melakukan klasifikasi atas kegiatan prioritas kecamatan sesuai dengan
fungsi-fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kota.
138
Untuk itu keluaran yang dihasilkan dari musrenbang kecamatan adalah sebagai
berikut:
1) Dokumen rencana kerja kecamatan yang akan dibeayai melalui anggaran
kecamatan yang bersumber dari APBD kota
2) Daftar kegiatan prioritas yang akan dilaksanakan melalui SKPD atau
gabungan SKPD
3) Daftar nama delegasi kecamatan untuk mengikuti forum SKPD dan
musrenbang kota
4) Berita acara musrenbang tahunan kecamatan.
Selanjutnya hasil musrenbang kecamatan diajukan ke musrenbang kota
melalui Forum Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kota. Forum SKPD
adalah wadah bersama antar pelaku pembangunan untuk membahas prioritas
kegiatan pembangunan hasil musrenbang kecamatan dengan SKPD atau
gabungan SKPD sebagai upaya mengisi Rencana Kerja SKPD yang tata
penyelenggaraannya difasilitasi oleh SKPD terkait.
Sedangkan Musrenbang Kota adalah musyawarah stakeholder kota untuk
mematangkan rancangan RKPD Kota berdasarkan Renja-SKPD yang hasilnya
digunakan untuk pemutakhiran Rancangan RKPD. Pelaksanaan Musrenbang
Kota memperhatikan hasil pembahasan Forum SKPD dan Forum gabungan
SKPD, Rencana Pembangunan jangka Menengah (RPJM) Daerah, kinerja
pembangunan tahun berjalan dan masukan dari para peserta. Untuk itu tujuan
diselenggarakannya Musrenbang Kota adalah :
139
1) Mendapatkan masukan untuk peneyempurnaan rancangan awal RKPD
yang memuat prioritas pembangunan daerah, pagu indikatif pendanaan
berdasarkan fungsi SKPD, rancangan alokasi dana.
2) Mendapatkan rincian rancangan awal RKA SKPD, khususnya yang
berhubungan dengan program pembangunan
3) Mendapatkan rincian rancangan awal kerangka regulasi menurut SKPD
yang berhubungan dengan program pembangunan.
Pelaksanaan musrenbang kota melalui tahap persiapan dengan menetapkan
kepala Bappeda sebagai ketua tim penyelenggara musrenbang kota dan tahap
pelaksanaan dalam rangka menentukan jenis kegiatan prioritas. Dengan
demikian keluaran dari pelaksanaan musrenbang kota adalah kesepakatan
tentang rumusan yang menjadi masukan utama untuk pemutakhiran rancangan
RKPD dan rancangan Renja SKPD yang meliputi :
1) Penetapan arah kebijakan, prioritas pembangunan dan plafon/pagu dana
balik berdasarkan fungsi SKPD
2) Daftar kegiatan prioritas yang sudah dipilah berdasarkan sumber
pembeayaan dari APBD Kota, APBD Provinsi, APBN dan sumber
pendanaan lainnya
3) Daftar usulan kebijakan/regulasi pada tingkat pemerintah kota , provinsi
dan pusat
4) Rancangan pendanaan untuk alokasi dana.
Setelah hasil musrenbang kota disepakati oleh peserta (delegasi dari
musrenbang kecamatan dan delegasi dari Forum SKPD), maka pemerintah
kota menyampaikan hasilnya kepada :
140
1) DPRD Kota Pontianak
2) Masing-masing SKPD Kota Pontianak
3) Tim Penyusun Program Tahunan Daerah dan RAPBD
4) Kecamatan se Kota Pontianak
5) Delegasi dari musrenbang kecamatan dan forum SKPD
Kegiatan-kegiatan yang ada dalam PNPM Mandiri Perkotaan di Kota
Pontianak, implementasinya belum sepenuhnya diserahkan kepada
pemerintahan kelurahan beserta masyarakatnya serta kelompok-kelompok
masyarakat yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa program ini belum sesuai
dengan yang diidealkan. Jenis kegiatan dalam program ini belum sepenuhnya
sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat setempat yang berbasis
pemberdayaan. Program ini menempatkan masyarakat sebagai pelaksana
program saja, sehingga keterlibatan masyarakat menjadi terbatas.
Dalam prakteknya ada tiga model pemberdayaan masyarakat untuk
melaksanakan PNPM Mandiri Perkotaan, yaitu locality development (Model
Pengembangan lokal), social planning (Model Perencanaan Sosial) dan social
action (Model Aksi Sosial). Model pembangunan lokal mensyaratkan bahwa
perubahan dalam masyarakat dapat dilakukan secara optimal apabila
melibatkan partisipasi aktif yang luas di semua spektrum masyarakat tingkat
lokal, baik dalam tahap penentuan tujuan maupun pelaksanaan. Masalahnya
adalah kurang aktifnya partisipasi warga masyarakat, baik dalam perencanaan
maupun pelaksanaan program. Yang diperlukan adalah usaha untuk
penciptaan dan pengembangan partisipasi yang lebih luas dari seluruh warga
masyarakat. Usaha-usaha tersebut dimaksudkan untuk menciptakan semangat
141
agar masyarakat terlibat aktif dalam setiap kegiatan. Strateginya adalah
mencari cara untuk dapat memotivasi warga masyarakat agar terlibat aktif
untuk melakukan perubahan, sebab bila warga masyarakat dengan penuh
kesadaran dan motivasi sudah terlibat aktif berarti tanda-tanda perubahan
sudah tercapai. Beberapa teknik yang dikembangkan dalam model pendekatan
ini antara lain cara-cara atau prosedur-prosedur demokratif, seperti
musyawarah, diskusi, komunikasi, pertemuan-pertemuan antar golongan,
mengembangkan cara-cara kerja sama diantara lembaga-lembaga masyarakat,
prinsip-prinsip swadaya, mengembangkan kepemimpinan masyarakat
setempat dan lain-lain.
Model perencanaan sosial menekankan proses pemecahan masalah sosial
yang substantif, seperti permukiman, kesehatan, perumahan dan sebagainya.
Strategi dasar yang digunakan untuk memecahkan masalah adalah
mengumpulkan atau mengungkapkan fakta dan data mengenai suatu masalah.
Kemudian mengambil tindakan yang rasional dan feasible (mempunyai
kemungkinan-kemungkinan yang dapat dilaksanakan). Sedangkan model Aksi
Sosial menekankan tentang pentingnya penanganan kelompok penduduk yang
tidak beruntung secara terorganisasi, terarah dan sistematis. Masyarakat
dipandang sebagai susunan yang terdiri atas kelompok kelompok
masyarakat yang mempunyai kekuatan-kekuatan tertentu. Melalui tindakan-
tindakan yang terorganisir dan terarah, masyarakat tersebut mampu
memperoleh kekuatan dan tujuan yang diinginkan.
Berdasarkan ketiga model pemberdayaan masyarakat di atas, dapat
disimpulkan bahwa proses pemberdayaan yang ada dalam PNPM Mandiri
142
Perkotaan harus dilakukan secara terus menerus untuk menumbuhkembangkan
kesadaran masyarakat terhadap nilai-nilai universal kemanusiaan, prinsip-
prinsip kemasyarakatan dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan
sebagai landasan yang kokoh untuk membangun masyarakat yang mandiri dan
sejahtera. PNPM Mandiri Perkotaan dalam memfasilitasi upaya
penanggulangan kemiskinan oleh masyarakat dapat digambarkan sebagai
berikut :
Gambar 4.4
Penanganan Kemiskinan Melalui PNPM Mandiri Perkotaan
Perubahan perilaku dan sikap serta cara pandang masyarakat merupakan
pondasi yang kokoh untuk terbangunnya lembaga kepemimpinan masyarakat
yang madiri melalui pemberdayaan para pelakunya. Kemandirian lembaga
masyarakat ini dibutuhkan dalam rangka membangun lembaga masyarakat
yang benar-benar mampu menjadi wadah perjuangan kaum miskin dalam
menyuarakan aspirasi serta kebutuhan masyarakat dan mampu mempengaruhi
proses pengambilan keputusan.
Lembaga masyarakat seperti yang dimaksud di atas hanya akan dapat
dicapai apabila orang-orang yang diberi amanah sebagai pemimpin
Penanggulangan
Kemisikinan secara
Mandiri &
Berkepanjangan
(Sustainable
Development)
Membangun Kemitraan
Sinergis & Channeling Program
TRIDAYA DAYA
PEMBANGUNAN SOSIAL
DAYA PEMBANGUNAN
LINGKUNGAN DAYA
PEMBANGUNAN EKONOMI
Gerakan Pro Poor & Good Governance
PENYUSUNAN PROGRAM
(PJM & RENTA PRO-
NANGKIS)
PERUBAHAN SIKAP
Dilakukan melalui
penyadaran kritis di
selluruh siklus PNPM)
PEMBENTUKAN LEMBAGA
KEPEMIMPINAN
Gerakan
Moral
143
masyarakat merupakan kumpulan dari orang-orang yang peduli, memiliki
komitmen kuat, ikhlas, tanpa pamrih dan jujur serta mau berkorban untuk
kepentingan masyarakat miskin, bukan untuk kepentingan pribadi maupun
kelompoknya. Tentu saja hal ini bukan merupakan hal yang mudah, karena
upaya-upaya membangun kepedulian, kerelawanan dan komitmen tersebut
sangat terkait erat dengan proses perubahan perilaku masyarakat.
Penguatan lembaga masyarakat yang dimaksud dalam PNPM Mandiri
Perkotaan lebih dititikberatkan pada upaya penguatan pelakunya untuk
menjadi pelaku nilai dan pada gilirannya mampu menjadi motor penggerak
dalam melembagakan dan membudayakan kembali nilai-nilai kemanusiaan
(gerakan moral), prinsip-prinsip kemasyarakatan (gerakan tata pemerintahan
yang baik) serta prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (gerakan tridaya)
sebagai nilai-nilai utama yang melandasi aktivitas penanggulangan
kemiskinan oleh masyarakat setempat.
4.3.2. Kelompok Sasaran
Kelompok sasaran (target group) adalah sekelompok orang atau organisasi
dalam masyarakat yang akan menerima barang dan jasa atau yang akan
dipengaruhi perilakunya oleh kebijakan/program. Kelompok sasaran PNPM
Mandiri Perkotaan terdiri dari tiga komponen, yakni masyarakat, pemerintah
kota dan para pemangku kepentingan terkait. Unsur masyarakat terdiri dari
masyarakat warga kelurahan peserta PNPM Mandiri Perkotaan, Lembaga
Keswadayaan Masyarakat (LKM) dan Kelompok Swadaya Masyarakat
(KSM). Unsur pemerintah kota meliputi perangkat pemerintahan kota sampai
144
dengan kelurahan yang terkait dengan pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan,
anggota TKPP dan TKPK Daerah. Sedangkan para pemangku kepentingan
terkait terdiri dari perorangan atau asosiasi profesi, asosiasi usaha sejenis,
perguruan tinggi, LSM, Bank, notaris, auditor publik, media masa yang peduli
dengan kemiskinan.
Sedangkan penerima manfaat langsung dari dana Bantuan Langsung
Masyarakat (BLM) yang disediakan melalui PNPM Mandiri Perkotaan adalah
keluarga miskin yang diidentifikasi masyarakat sendiri dan disepakati serta
ditetapkan bersama oleh masyarakat kelurahan, melalui proses musyawarah
warga, refleksi kemiskinan dan pemetaan swadaya berorientasi IPM-MDGs.
Untuk itu yang diperlukan adalah penerimaan program oleh masyarakat
melalui proses komunikasi. Penyebarluasan isi kebijakan kepada masyarakat
atau kelompok sasaran program akan efektif apabila didukung oleh proses
komunikasi yang baik. Media komunikasi yang digunakan untuk
menyebarluaskan isi kebijakan kepada kelompok sasaran adalah musyawarah
warga.
Dalam penelitian ini diketahui bahwa proses musyawarah warga yang
dilakukan oleh masyarakat dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan di
Kota Pontianak dimulai dengan refleksi kemiskinan, sebagai bentuk
pendalaman mengenai suatu topik dengan melibatkan mental, rasa dan karsa
untuk membangun kesadaran masyarakat mengenai kemiskinan dan kaitannya
dengan pola perilaku dan pola pikir sehari-hari masyarakat setempat.
Sebelumnya lebih dahulu dilakukan pemetaan sosial untuk mengetahui
145
masalah apa yang ada di wilayahnya, apa potensinya, siapa tokoh
masyarakatnya.
Selanjutnya fasilitator kelurahan menyusun strategi untuk melakukan
sosialisasi awal tentang PNPM Mandiri Perkotaan kepada setiap RT/RW
dengan melibatkan seluruh anggotanya. Kemudian dilaksanakan sosialisasi di
tingkat kelurahan dengan melibatkan lurah dan perangkatnya. Apabila
masyarakat dapat memahami apa yang menjadi tujuan dari program ini,
langkah berikutnya adalah melaksanakan Rembuk Kesiapan Masyarakat
(RKM).
Dalam pelaksanaan RKM, semua tokoh masyarakat dan pemangku
kepentingan menyepakati untuk menerima atau tidak PNPM mandiri
Perkotaan. Dalam proses kesepakatan ini dibuatkan berita acara dan perjanjian
untuk mengikuti semua aturan teknis dari program tersebut. Nilai yang hendak
ditanamkan kepada masyarakat adalah nilai demokrasi, dimana keterlibatan
masyarakat sangat diperlukan dalam kegiatan ini. Sehingga program yang
dicanangkan dapat diketahui oleh semua warga dan pada akhirnya warga
dapat melibatkan dirinya dalam program ini.
Dalam RKM dilakukan pemilihan dan penetapan relawan masyarakat,
yang merupakan pelopor-pelopor penggerak dari masyarakat yang mengabdi
tanpa pamrih, ikhlas, peduli dan memiliki komitmen kuat untuk kemajuan
masyarakat di wilayahnya. PNPM Mandiri Perkotaan mendorong masyarakat
di lokasi sasaran agar membuka kesempatan seluas mungkin bagi warga yang
ikhlas, jujur, peduli dan memiliki komitmen untuk membantu masyarakat
146
dalam melaksanakan seluruh tahapan kegiatan program agar bermanfaat bagi
masyarakat miskin serta seluruh masyarakat di wilayahnya.
Jumlah relawan masyarakat yang ada di Kota Pontianak sampai saat ini
adalah 1091 orang yang tersebar di 29 kelurahan dan mereka sudah terlatih
dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian program. Relawan
masyarakat tersebut direkrut secara sukarela dan tidak dipaksa, karena
sebelumnya telah diedarkan formulir yang memuat kesediaan untuk menjadi
relawan. Dengan terpenuhinya sejumlah relawan untuk masing-masing
kelurahan, maka langkah berikutnya adalah mengadakan pelatihan relawan
untuk dapat melaksanakan seluruh siklus pemberdayaan masyarakat miskin.
Dengan demikian program-program yang dibuat dianggap sebagai miliknya
dan bukan milik fasilitator.
Para relawan yang sudah dilatih tentang teknis manajemen pengelolaan
program, selanjutnya bertugas memfasilitasi masyarakat dalam implementasi
PNPM Mandiri Perkotaan. Mereka bekerja tanpa digaji, sehingga yang harus
ditumbuhkan adalah penanaman sikap yang berkaitan dengan kejujuran dan
keadilan. Dengan melibatkan mereka sebagai relawan masyarakat diharapkan
mereka merasa bahwa program ini adalah milik mereka.
Selanjutnya refleksi kemiskinan dimaksudkan untuk menumbuhkan
kesadaran masyarakat terhadap penyebab kemiskinan di wilayahnya.
Kesadaran masyarakat akan hal ini menjadi penting karena selama ini program
yang menempatkan masyarakat sebagai obyek seringkali masyarakat diajak
untuk melakukan berbagai upaya pemecahan masalah tanpa mengetahui dan
menyadari masalah yang sebenarnya. Kondisi tersebut menyebabkan dalam
147
pemecahan masalah masyarakat hanya sekedar melaksanakan kehendak pihak
luar atau karena tergiur iming-iming bantuan uang.
Tujuan dilaksanakannya refleksi kemiskinan antara lain untuk memberikan
pemahaman kepada masyarakat tentang PNPM Mandiri Perkotaan sebagai
pembelajaran prinsip dan nilai serta aspirasi warga miskin terhadap program
atau kegiatan penanggulangan kemiskinan di wilayahnya. Disamping itu juga
dapat mendorong interaksi masyarakat miskin dan masyarakat lainnya dalam
kesetaraan serta saling percaya satu sama yang lainnya. Selanjutnya dengan
refleksi kemiskinan, masyarakat miskin di masing-masing kelurahan dapat
membuka akses untuk berpartisipasi aktif dalam implementasi PNPM Mandiri
Perkotaan sejak dari awal. Masyarakat diharapkan mempunyai kepedulian
terhadap upaya-upaya penanggulangan kemiskinan dan memahami bahwa
kemiskinan bukan hanya tanggung jawab pemerintah dan masyarakat miskin
itu saja, melainkan tanggung jawab bersama.
Refleksi kemiskinan dilakukan melalui dua tahap, yakni : Pertama,
dilakukan diskusi terarah pada kelompok-kelompok masyarakat pada tingkat
RT untuk membahas penyebab kemiskinan yang terjadi di wilayahnya.
Selanjutnya menentukan kriteria miskin menurut mereka dan mendiskusikan
tentang siapa yang harus bertanggung jawab terhadap permasalahan
kemiskinan ini. Pada forum ini semua anggota masyarakat miskin boleh
berbicara dengan leluasa menyatakan pikirannya yang selama ini dirasakan.
Dengan demikian dapat ditangkap apa yang sebenarnya mereka inginkan dan
diketahui tuntutan dan keinginan masyarakat miskin terhadap kepentingannya.
Setelah mereka menyepakati apa yang sebenarnya dibutuhkan, selanjutnya
148
melakukan Focus Group Discussion untuk kelompok masyarakat lainnya,
seperti tokoh masyarakat guna membahas tentang penyebab kemiskinan,
kriteria kemiskinan dan cirri-ciri orang miskin. Setelah ada kesamaan
pandangan, maka hasilnya kemudian dirangkum menjadi hasil kajian dari
masyarakat. Kedua, hasil rangkuman tersebut dilokakaryakan pada tingkat
kelurahan untuk disepakati secara bersama dalam FGD yang dilaksanakan
pada tiap-tiap RW. Pada saat lokakarya tingkat kelurahan, tokoh masyarakat
dan masyarakat miskin diundang untuk duduk bersama dengan para pemangku
kepentingan membicarakan masalah kemiskinan di wilayahnya. Tidak bisa
lagi mebicarakan kemiskinan tanpa melibatkan mereka dan mereka tidak
hanya menerima begitu saja apa yang diputuskan oleh pemangku kepentingan.
Keterlibatan masyarakat miskin dalam musyawarah ini menunjukkan
adanya proses pemberdayaan dalam memecahkan masalah. Pada kesempatan
ini juga dibahas rencana kegiatan berikutnya, yang tujuannya untuk
memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang PNPM Mandiri
Perkotaan sebagai pembelajaran dalam proses penanggulangan kemiskinan.
Mendorong interaksi masyarakat miskin dan kelompok masyarakat lainnya
dalam kesetaraan dan saling percaya satu sama yang lainnya serta membuka
akses bagi mereka untuk berpartisipasi akatif dalam pelaksanaan program ini.
Selanjutnya mewujudkan rasa memiliki dan kepedulian masyarakat lainnya
terhadap upaya-upaya penanggulangan kemiskinan di wilayahnya.
Proses pemberdayaan yang menempatkan masyarakat sebagai subyek
dalam memecahkan permasalahannya akan mengandung dua kecenderungan.
Pertama, proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan
149
atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada
masyarakat agar individu yang bersangkutan menjadi lebih berdaya (survival
of the fittes). Proses ini dilengkapi dengan upaya membangun asset material
guna mendukung kemandirian mereka melalui organisasi. Kedua, proses
pemberdayaan yang menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau
memotivasi agar individu mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk
menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog.
Sesungguhnya diantara kedua proses pemberdayaan saling terkait agar dapat
terwujud proses pembderdayaan masyarakat tersebut. Seringkali proses
pemberdayaan pertama harus melalui proses pemberdayaan kedua terlebih
dahulu.
Tujuan lain dalam musyawarah refleksi kemiskinan adalah
mengidentifikasi aspirasi masyarakat, khususnya masyarakat miskin tentang
bagaimana sebaiknya PNPM Mandiri Perkotaan diimplementasikan di setiap
Kelurahan. Masyarakat memahami bahwa kemiskinan bukan hanya menjadi
tanggung jawab pemerintah atau masyarakat miskin saja tetapi menjadi
tanggung jawab bersama. Dalam hal ini perlu adanya advokasi untuk
meningkatkan aspek positif dalam diri manusia agar dapat mengatasi
permasalahan yang dihadapi. Advokasi dilakukan melalui proses peubahan
mental dan perilaku serta kerja keras dan internalisasi kesadaran bahwa
masyarakat berdaya dan mandiri adalah kunci utama penanggulangan
kemiskinan.
Advokasi dalam proses pemberdayaan masyarakat miskin melalui PNPM
Mandiri Perkotaan dilakukan olen relawan masyarakat yang sudah ditetapkan
150
melalui Rembug Kesiapan Masyarakat (RKM). Para relawan masyarakat
harus menyadari adanya ketidakberdayaan masyarakat dalam melihat
penyebab masalah kemiskinan. Relawan masyarakat diharapkan dapat
menjadi pelopor perubahan dan penggerak masyarakat dalam menjalani
seluruh proses PNPM Mandiri Perkotaan melalui siklus program, seperti
refleksi kemiskinan, pemetaan swadaya, pembentukan BKM,
pengorganisasian KSM, perencanaan partisipatif dan sebagainya. Peran utama
relawan masyarakat adalah menjadi mitra kerja LKM dalam pengawasan
partisipatif terhadap keseluruhan proses sehingga terbangun control social
yang baik.
Proses pemberdayaan masyarakat dalam implementasi PNPM Mandiri
Perkotaan terjadi pada siklus pemetaan swadaya sebagai bentuk pendekatan
partisipastif yang dilakukan masyarakat untuk menilai serta merumuskan
sendiri berbagai persoalan yang dihadapi dan potensi yang dimiliki. Hasil dari
identifikasi masalah dan potensi yang dimiliki, masyarakat dapat
menyampaikan kebutuhan nyata untuk menanggulangi berbagai persoalan
kemiskinan dengan berbasis pada kekayaan informasi yang bersifat lokal.
Pemetaan swadaya dimaksudkan sebagai penggalian informasi, analisa dan
rumusan masalah oleh masyarakat sebagai orang dalam dan fasilitator
sebagai orang luar. Fasilitasi juga bisa dilakukan oleh relawan yang
merupakan unsure masyarakat.
Siklus pemetaan swadaya dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan
merupakan proses untuk memberikan kesempatan belajar bagi masyarakat
(khususnya masyarakat miskin) untuk mengenali persoalannya serta potensi
151
yang dimilikinya. Dengan demikian pemetaan swadaya dapat ditempatkan
sebagai alat pendorong perubahan sosial atau transformasi sosial agar
masyarakat mampu menganalisis keadaannya sendiri, kemudian memikirkan
apa yang akan dilakukan untuk memperbaiki keadaannya serta
mengembangkan potensi dan ketrampilan mereka. Pada tahap ini, relawan
masyarakat dilatih bagaimana tehnik mendata atau survey terhadap keluarga
yang layak menjadi target group dengan didampingi fasilitator.
Melalui proses pemetaan swadaya oleh relawan masyarakat menunjukkan
bahwa pemecahan masalah yang ada di masyarakat tidak semata-mata
didasarkan pada kehendak dan bantuan orang lain, tetapi lebih banyak
mengutamakan kemampuan sumberdaya dan swadaya masyarakat serta
menumbuhkan rasa tanggungjawab individu dan masyarakat untuk menyadari
tanggungjawab dirinya dalam konteks permasalahan riil yang terjadi di
wilayahnya. Selanjutnya meningkatkan kepedulian dan kerelawanan terhadap
kondisi riil yang ada di wilayahnya tersebut. Keluaran dari hasil pemetaan
swadaya ini adalah data-data dan rumusan-rumusan permasalahan warga
miskin menyangkut lingkungan, sosial dan ekonomi, daftar keluarga miskin,
peta wilayah, peta sebaran warga miskin dan peta-peta tematik (seperti
kesehatan, pendidikan, sarana prasarana, lingkungan dan sebagainya) yang
sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Masyarakat miskin sebagai kelompok sasaran merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi keberhasilan implementasi PNPM Mandiri Perkotaan.
Kelompok sasaran harus dapat menerima dan menyesuaikan diri terhadap
pola-pola interaksi yang ditentukan oleh kebijakan. Sampai seberapa jauh
152
mereka dapat mematuhi atau menyesuaikan diri terhadap kebijakan yang
diimplementasikan tergantung pada kesesuaian isi kebijakan (program)
dengan harapan target group. PNPM Mandiri Perkotaan berisikan kegiatan-
kegiatan penanggulangan kemiskinan dengan pendekatan pemberdayaan
masyarakat dan penguatan peran pemerintah kota dalam mengapresiasi dan
mendukung kemandirian masyarakatnya. PNPM Mandiri Perkotaan
memfasilitasi masyarakat serta pemerintah kota untuk menangani akar
penyebab kemiskinan secara mandiri dan berkelanjutan. Untuk itu masyarakat
dan pemerintah setempat sebagai sasaran program harus saling bersinergi
dalam mengimplementasikan program ini.
Bentuk sinergisitas antara masyarakat dengan pemerintah setempat muncul
dalam konsep lembaga kepemimpinan yang diharapkan mampu memimpin
masyarakat dalam gerakan penanggulangan kemiskinan secara terorganisir.
Pengorganisasian masyarakat dalam PNPM Mandiri Perkotaan merupakan
upaya terstruktur untuk menyadarkan masyarakat akan kondisi yang
dihadapinya, baik persoalan yang dihadapi, potensi dan peluang yang dimiliki.
Sebenarnya proses pengorganisasian masyarakat sudah dimulai pada saat
refleksi kemiskinan, dimana warga berkumpul, mengenali dan merumuskan
cirri kemiskinan. Mengapa terjadi kemiskinan di wilayah mereka, adanya
kesadaranbahwa kemiskinan bukan hanya persoalan kaum miskin, sehingga
terbangun pemahaman bahwa kemiskinan adalah urusan bersama dan musuh
bersama. Situasi yang demikian ini dapat membangun semangat untuk
bekerja.
153
Pengorganisasian masyarakat dalam PNPM Mandiri Perkotaan ini tidak
diartikan sebagai membentuk wadah organisasi, melainkan lebih merupakan
kesepakatan bersamauntuk menanggulangi kemiskinan sebagai sebuah
gerakan moral. Untuk memimpin gerakan penanggulangan kemiskinan inilah
diperlukan pimpinan yang dapat diterima oleh semua pihak yang tidak parsial,
tidak mewakili golongan atau kelompok tertentudan juga tidak mewakili
wilayah tertentu yang bersifat imparsial. Pimpinan ini juga harus dijaga untuk
tidak jatuh dalam nafsu berkuasa yang bersifat otoriter, tetapi tetap menjamin
proses demokrasi dalam proses pengambilan keputusan.
Kebutuhan akan adanya lembaga pimpinan seperti Lembaga
Keswadayaan Masyarakat (LKM) sebagai lembaga pengambil keputusan
dalam penanggulangan kemiskinan di tingkat kelurahan tersebut dapat
memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut
1) Bukan lembaga yang dibentuk secara otomatis karena perundang-
undangan atau peraturan pemerintah sebagai alat kelengkapan lembaga
pemerintah, tetapi lembaga yang prakarsa pembentukan maupun
pengelolaannya ditentukan oleh masyarakat
2) Kekuasaan atau kewenangan dan legitimasinya bersumber dari warga
masyarakat setempat
3) Berkedudukan sebagai lembaga kepemimpinan kolektif dan berperan
sebagai representasi warga yang terhimpun dalam suatu himpunan
masyarakat warga setempat yang bersifat organisasi anggota atau
bertumpu pada anggota
154
4) Melakukan proses pengambilan keputusan secara kolektif, demokratis dan
partisipatif
5) Diterima, berfungsi dan berakar di seluruh lapisan masyarakat setempat
6) Mekanisme pemilihan anggota LKM melalui proses pemilihan secara
langsung oleh warga masyarakat
7) Kriteria keanggotaan LKM pada daarnya merupakan perwujudan dari
nilai-nilai kemanusiaan, antara lain : dapat dipercaya masyarakat, jujur,
adil dan ikhlas. Faktor pendidikan, status, pengalaman, ketrampilan,
jabatan dan criteria-kriteria lain yang tidak langsung terkait dengan nilai-
nilai kepribadian manusia merupakan nilai tambahan saja.
8) Dibentuk secara partisipatif, demokratis dan inklusif
9) Bekerja secara kolektif, transparan, partisipatif, demkratis dan akuntabel
10) Mampu mempertahankan sifat independen dan otonom terhadap institusi
pemerintah, politik, agama dan keluarga.
Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM) bertanggungjawab terhadap
keterlibatan semua lapisan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan
yang kondusif untuk pengembangan keswadyaan masyarakat dalam
penanggulangan kemiskinan khususnya dan pembangunan masyarakat pada
umumnya. Sedangkan untuk menjalankan seluruh rangkaian kegiatan yang
telah mendapat persetujuan pemerintah daerah setempat, maka selanjutnya
dibentuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). KSM adalah kelompok
warga masyarakat pemanfaat dana BLM dalam PNPM Mandiri Perkotaan.
KSM ini diorganisasikan oleh tim relawan masyarakat dan dibantu tim
fasilitator yang terdiri dari warga kelurahan yang memiliki ikatan
155
kebersamaan (common bond) dan berjuang untuk mencapai tujuan bersama.
Dengan demikian tidak aka nada lagi kelompok masyarakat yang masih
terjebak dalam lingkarang kemiskinan.
Kemandirian Kelompok Swadaya Masyarakat ini dibutuhkan dalam
rangka membangun masyarakat yang benar-benar mandiri, mampu
memberdayakan dirinya sendiri dengan kekuatan local yang ada.
Memanfaatkan kelompok lokal dapat membantu anggota masyarakat dalam
mengatasi kekurangan-kekurangan, baik sumberdaya ekonomi, kekuasaan
maupun informasi guna mengadopsi teknologi. Masyarakat dapat membuat
jaringan kerjasama untuk memobilisasi sumberdaya yang ada guna mencapai
tujuan program, yaitu penanggulangan kemiskinan.
Untuk melaksanakan kegiatan penanggulangan kemiskinan yang
disepakati oleh seluruh warga kelurahan, maka Lembaga Keswadayaan
masyarakat membentuk unit-unit pengelola kegiatan. Unit pengelola Kegiatan
(UPK) dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan mengikuti konsep Tri
Daya, yang terdiri dari Unit Pengelola Lingkungan (UPL), Unit Pengelola
Sosial dan Unit Pengelola Keuangan.
Unit Pengelola Lingkungan bertanggungjawab dalam hal penanganan
rencana perbaikan kampong, penataan dan pemeliharaan prasarana lingkungan
perumahan dan permukiman. Sedangkan Unit Pengelola Sosial didorong
untuk mengelola relawan-relawan masyarakat, mengelola pusat informasi dan
pengaduan masyarakat, penanganan kegiatan sosial dan lain sebagainya sesuai
dengan kesepakatan warga masyarakat setempat. Unit pengelola Keuangan
bertanggungjawab terhadap pengelolaan pinjaman bergulir, akses chanelling
156
ekonomi dan akses kegiatan yang berkaitan dengan pemupukan dana atau
akses modal masyarakat.
Unit-unit inilah yang melaksanakan secara administrative kegiatan-
kegiatan yang dilakukan oleh KSM-KSM yang merupakan panitia pelaksana
atau penyelenggara seluruh kegiatan dalam PNPM Mandiri Perkotaan yang
telah disetujui proposal kegiatannya dari hasil penyusunan Perencanaan
Jangka Menengah Program Penenggulangan Kemiskinan (PJM Pronangkis).
PJM Pronangkis adalah suatu hasil drai proses perencanaan partisipatif
dengan perspektif waktu tiga tahun dari suatu program penanggulangan
kemiskinan di suatu kelurahan. PJM Pronangkis disusun secara partisipatif
oleh Tim Inti Perencana yang dibentuk oleh LKM, yang terdiri dari KSM,
relawan, warga masyarakat peduli yang secara interaktif dilakukan konsultasi
kepada pemerintah setempat dan masyarakat luas. PJM Pronangkis terdiri dari
investasi pembangunan prasarana yang telah diidentifikasi dari awal survey
yang pelaksanaannya dapat dilakukan langsung oleh LKM dengan membentuk
panitia.
Perencanaan partisipatif dalam PNPM mandiri Perkotaan ini diartikan
sebagai perencanaan dari atas (top down) dan perencanaan dari bawah (bottom
up). Dengan kata lain, perencanaan partisipatif dalam PNPM Mandiri
Perkotaan adalah perpaduan antara perencanaan dari atas yang pada dasarnya
merupakan keputusan kaum elit dan perencanaan dari bawah yang lebih
mewakili aspirasi masyarakat umum di semua tataran. Di tataran masyarakat,
maka LKM akan mempresentasikan titik temu antara perencanaan masyarakat
dengan pemerintah yang terjadi di tingkat kecamatan, dimana PJM Pronangkis
157
merupakan aspirasi masyarakat bertemu dengan perencanaan makro dari
SKPD.
Berdasarkan pandangan Schwart (dalam Suharto, 2005 : 69), agar proyek
pengentasan kemiskinan ini tepat mengenai sasaran, maka aparat pengelola
proyek perlu melaksanakan langkah-langkah sebagai berikut :
1) Mencari persamaan mendasar antara persepsi masyarakat mengenai
kebutuhan mereka sendiri dan aspek-aspek tuntutan sosial yang
dihadapi mereka.
2) Mendeteksi dan menghadapi kesulitan-kesulitan yang menghambat
banyak orang dan membuat frustasi usaha-usaha orang untuk
mengidentifikasikan kepentingan mereka dan kepentingan orang-
orang yang berpengaruh (significant others) terhadap mereka.
3) Memberi kontribusi data mengenai ide-ide, fakta, nilai, konsep yang
tidak dimiliki masyarakat tetapi bermanfaat bagi mereka dalam
menghadapi realitas masalah sosial dan masalah yang dihadapi
mereka
4) Membagi visi kepada masyarakat, harapan dan aspirasi merupakan
investasi bagi interaksi antara masyarakat dari pada bagi
kesejahteraan individu dan sosial.
Selanjutnya karakteristik yang dimiliki oleh kelompok sasaran, seperti
besaran kelompok sasaran, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman,
umur, keadaan sosial ekonomi akan mempengaruhi efektifitas implementasi
program. Karakteristik tersebut sebagian dipengaruhi oleh lingkungan dimana
kelompok sasaran berada, baik lingkungan geografis maupun lingkungan
sosial budaya. Pengaruh lingkungan terhadap implementasi PNPM mandiri
Perkotaan akan dibahas dalam sub bab tersendiri.
4.3.3. Organisasi Pelaksana
Organisasi pelaksana PNPM mandiri Perkotaan terdiri dari lima tingkat,
yaitu tingkat nasional, tingkat propinsi, tingkat kota, tingkat kecamatan dan
158
tingkat kelurahan. Dalam penelitian ini yang akan dianalisa adalah organisasi
pelaksana PNPM Mandiri Perkotaan yang dikoordinir oleh Walikota Kota
Pontianak. Proses implementasi PNPM Mandiri Perkotaan di Kota Pontianak
merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari PNPM Mandiri yang
telah diatur dalam Pedoman Umum Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri. Organisasi penyelenggaraan PNPM Mandiri Perkotaan
secara struktur organisasi berada dibawah Tim Pengendali PNPM Mandiri
Nasional, yakni Kementrian Pekerjaan Umum sebagai lembaga penyelenggara
dan menugasi Direktorat Jendral Cipta Karya untuk menyelenggarakan PNPM
Mandiri Perkotaan. Sedangkan untuk pelaksanaan di lapangan, dibentuk Unit
Manajemen Proyek (Project Management Unit = PMU) yang dipimpin oleh
seorang kepala unit yang akan bertanggung jawab langsung kepada Dirjen
Cipta Karya dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan PNPM Mandiri
Perkotaan.
Di tiap kota, implementasi PNPM mandiri Perkotaan dipimpin oleh
seorang Korkot (Koordinator Kota) yang dibantu oleh beberapa tenaga ahli
sesuai kebutuhan. Sedangkan di tingkat kelurahan, tiap 7 sampai dengan 10
kelurahan didampingi oleh Tim Fasilitator yang telah dikontrak oleh Satker
Provinsi dan bertanggung jawab langsung kepada Korkot. Disamping itu di
tiap kelurahan, warga masyarakat didorong untuk memilih para relawan
(sekurang-kurangnya 30 orang setiap kelurahan) yang berperan sebagai agen
pembangunan dan bekerja sama untuk meningkatkan kesejahteraan warga di
kelurahannya masing-masing, terutama warga miskin dan kelompok
masyarakat rentan lainnya. Secara rinci hubungan kerja antar unsur pelaksana
159
PNPM Mandiri Perkotaan dari tingkat pusat sampai dengan tingkat
masyarakat adalah sebagai berikut :
Gambar 4. 5
Struktur Organisasi Pengelolaan PNPM Mandiri Perkotaan
Sumber : Kantor Walikota Pontianak, 2011
Organisasi pelaksana di tingkat Kota dikoordinasikan langsung oleh
walikota melalui Bappeda kota dengan menunjuk Tim Koordinasi Pelaksana
PNPM (TKPP) yang anggotanya terdiri dari pejabat instansi terkait d daerah
dibawah koordinasi TKPKD Kota. TKPKD Kota dalam PNPM Mandiri
Perkotaan berperan mengkoordinasikan TKPP dari berbagai program
penanggulangan kemiskinan. Tim Koordinasi Pelaksanaan PNPM Mandiri
perkotaan ini mempunyai tugas :
160
1) Melakukan sosialisasi program PNPM Mandiri Perkotaan kepada camat.
PJOK dan perangkat kecamatan di wilayah kerjanya
2) Memfasilitasi berlangsungnya koordinasi dan konsolidasi dalam
pelaksanaan PNPM mandiri perkotaan di wilayah kerjanya
3) Melakukan pemantauan pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di wilayah
kerjanya
4) Melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala.
Sebagai pelaksana administratif di tingkat Kota berdasarkan keputusan
Menteri Pekerjaan Umum, atas usulan walikota setempat ditunjuk Satker
Pembangunan Infrastrukur Permukiman Kota yang mempunyai tugas :
1) Menyalurkan dan mengadministrasikan dana BLM PNPM mandiri
Perkotaan
2) Melakukan pemantauan pemanfaatan dana yang disalurkan
3) Bersama Korkot dan TKPP menindaklanjuti berbagai pengaduan
terkaitdengan PNPM mandiri Perkotaan di wilayah kerjanyasampai ke
proses hokum ke tangan penegak hokum dengan tetap mengutamakan
penyelesaian secara kekeluargaan.
Di tingkat Kota, Pemerintah Propinsi mengangkat Koordinator Kota
(Korkot) PNPM Mandiri Perkotaan yang dibantu beberapa Asisten Korkot di
bidang manajemen keuangan, teknik/infrastruktur, manajemen data dan
penataan ruang untuk pengendalian pelaksanaan kegiatan di bawah koordinasi
Team Leader KMW.
Di tingkat kecamatan, unsur utama pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan
adalah : Camat dan perangkatnya serta Penanggung Jawab Operasional
161
Kegiatan (PJOK) dengan peran dan tugas masing-masing unsur sebagai
berikut :
1) Camat, berperan memberikan dukungan dan jaminan atas kelancaran
pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di wilayah kerjanya, dengan
rincian tugasnya :
(1) Melakukan sosialisasi program PNPM mandiri Perkotaan kepada
lurah dan perangkat lurah di wilayah kerjanya
(2) Memfasilitasi berlangsungnya koordinasi dan konsolidasi dalam
pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di wilayah kerjanya
(3) Melakukan pemantauan pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di
wilayah kerjanya dan menerima serta memverifikasi laporan para lurah
(4) Mendorong dan mendukung tumbuhnya forum LKM tingkat
kecamatan
(5) Memfasilitasi berlangsungnya integrasi antara rencana program
masyarakat dan program daerah lainnya dalam musrenbang kecamatan
(6) Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan forum LKM di tingkat
kecamatandan kota, KSM dan kelompok peduli lainnyauntuk
meningkatkan keberhasilan PNPM Mandiri Perkotaan di wilayah
kerjanya
(7) Berkoordinasi dengan PJOK dan Tim Fasilitator dalam penyelesaian
persoalan, konflik dan penanganan pengaduan mengenai pelaksanaan
PNPM Mandiri Perkotaan di wilayahnya.
2) Penanggung Jawab Operasional Kegiatan (PJOK), adalah perangkat
kecamatan yang diangkat oleh walikotauntuk pengendalian kegiatandi
162
tingkat kelurahan administrasi pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan
yang tugas pokoknya adalah :
(1) Memantau pelaksanaan PNPM mandiri Perkotaan di wilayah kerjanya
(2) Melaksanakan administrasi program berupa penandatanganan SPPB,
memproses SPPB ke bank pembayar
(3) Membuat laporan bulanan pelaksanaan tugas setiap bulan
(4) Membuat laporan pertanggungjawaban pada akhir masa jabatan dan
menyerahkannya kepada walikota paling lambat satu bulan setelah
masa tugasnya berakhir
(5) Melakukan koordinasi dan sinkronisasi kegiatan PNPM Mandiri
Perkotaan dengan KMW dan Tim Fasilitator untuk bersama-sama
menangani penyelesaian permasalahandan pengaduan mengenai
pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di wilayahnya
(6) Melakukan pemeriksaan terhadap penggunaan dana yang telah
disalurkan kepada masyarakat sesuai dengan usulan yang disetujui
fasilitator
Sedangkan di tingkat kelurahan , unsur utama pelaksanaan PNPM Mandiri
Perkotaan adalah : Lurah dan perangkatnya, Relawan masyarakat, Lembaga
Keswadayaan Masyarakat (LKM) , Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).
1) Lurah, berperan memberikan dukungan dan jaminan agar pelaksanaan
PNPM Mandiri perkotaan di wilayah kerjanya dapat berjalan dengan
lancar sesuai dengan aturan yang berlaku, sehingga tujuan yang
diharapkan melalui PNPM Mandiri Perkotaan dapat tercapai dengan baik.
Untuk itu lurah dapat mengerahkan perangkat kelurahan sesuai dengan
163
fungsinya masing-masing. Secara rinci tugas dan tanggung jawab lurah
dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan adalah sebagai berikut :
(1) Membantu sosialisasi tingkat kelurahan dan Rembug Kesiapan
Masyarakat yang menyatakan kesiapan seluruh masyarakat untuk
mendukung dan melaksanakan PNPM Mandiri Perkotaan
(2) Memfasilitasi tereselenggaranya pertemuan pengurus RT/RW dan
masyarakat dengan KMW/Tim Fasilitator dan relawan masyarakat
dalam upaya penyebarluasan informasi dan pelaksanaan PNPM
Mandiri Perkotaan
(3) Memfasilitasi pelaksanaan pemetaan swadaya (community Self
Survey) dalam rangka pemetaan kemiskinan dan potensi sumber daya
masyarakat yang dilaksanakan secara swadaya oleh masyarakat
(4) Memfasilitasi proses pembentukan LKM (Lembaga Keswadayaan
Masyarakat)
(5) Memfasilitasi dan mendukung penyusunan Program Jangka
Menengah Penanggulangan Kemiskinan dan rencana tahunannya oleh
masyarakat yang diorganisasikan oleh lembaga kepemimpinan
masyarakat setempat
(6) Memfasilitasi koordinasi dan sinkronisasi kegiatan yang terkait
dengan penanggulangan kemiskinan termasuk peninjauan lapangan
oleh berbagai pihak yang berkepentingan
(7) Memfasilitasi PJM Pronangkis sebagai program kelurahan untuk
dibahas dalam musrenbang kelurahan
164
(8) Memberi laporan bulanan kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan di
wilayahnya kepada Camat
(9) Berkoordinasi dengan Tim Fasilitator, relawan masyarakat dan LKM,
memfasilitasi penyelesaian persoalan dan konflik serta penanganan
pengaduan yang muncul dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan
di wilayah kerjanya.
Apabila dilihat dari struktur organisasi pelaksana PNPM Mandiri
Perkotaan, nampak adanya pengaturan yang jelas hubungan antara bagian-
bagian dari komponen dan posisi masing-masing. Spesifikasi pembagian kerja
dan fungsi-fungsinya saling terkait dengan adanya garis koordinasi, garis
pelaporan maupun garis pengendalian, sehingga menunjukkan tingkat-tingkat
spesialisai, hirarki, wewenang dan hubungan dari masing-masing komponen.
Melalui struktur organisasi yang baik dapat mewujudkan pembagian kerja dan
tanggung jawab sehingga tercipta harmonisasi dan akhirnya tujuan program
dapat tercapai.
PNPM Mandiri Perkotaan dirancang sebagai gerakan bersama yang
terpadu dalam penanggulangan kemiskinan melalui proses pemberdayaan
masyarakat. Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan berbagai
pihak, antara lain pemerintah, kelompok ahli, dunia usaha dan masyarakat
luas. Berbagai pihak yang terlibat dalam implementasi program ini tergambar
pada struktur organisasi pelaksanan PNPM mandiri Perkotaan di atas, dari
level paling bawah yakni masyarakat sampai dengan level yang paling atas
(pemerintah pusat).
165
Keterlibatan pemerintah pusat dan daerah dalam implementasi PNPM
Mandiri Perkotaan sesuai perannya diharapkan dapat :
1) Menumbuhkan iklim yang mendukung untuk upaya pemberdayaan
masyarakat khususnya masyarakat miskin
2) Mendorong pelembagaan mekanisme yang menjamin terwujudnya
komunikasi, koordinasi dan keterpaduan antara pemerintah dengan
aspirasi dan kebutuhan masyarakat
3) Melakukan audit untuk semua pelaku PNPM Mandiri Perkotaan.
Perangkat pemerintah khususnya pemerintah daerah harus mampu untuk
mengalihkan perannya sebagai pelaksana menjadi fasilitator atau pendamping
warga dan selalu berorientasi pada pengembangan masyarakat dengan
mengedepankan prakarsa masyarakat (Pedoman PNPM Mandiri Perkotaan,
2010). Apabila dilihat dalam pedoman tersebut, maka pelaksana program yang
paling dekat dengan upaya pemberdayaan masyarakat dalam implementasi
PNPM mandiri Perkotaan adalah masyarakat kelurahan yang terorganisir
dalam relawan masrarakat, LKM (Lembaga Keswadayaan Masyarakat) dan
KSM (Kelompok Swadaya masyarakat).
Relawan masyarakat adalah pelopor-pelopor penggerak dari masyarakat
yang mengabdi tanpa pamrih, ikhlas dan peduli serta memiliki komitmen kuat
pada kemajuan masyarakat di wilayahnya. PNPM Mandiri Perkotaan
mendorong masyarakat untuk membantu melaksanakan seluruh tahapan
kegiatan dalam program ini agar bermanfaat bagi masyarakat miskin serta
seluruh masyarakat di wilayahnya. Dengan demikian peran utama relawan
masyarakat adalah :
166
1) Pelopor perubahan
2) Penggerak masyarakat dalam menjalani seluruh proses PNPM Mandiri
Perkotaan yang memang direncanakan sebagai upaya pemberdayaan
masyarakat atau peningkatan kapasitas, sehingga secara rinci relawan
diharapkan menjadi pelopor dalam siklus program : refleksi kemiskinan,
pemetaan swadaya, pembentukan BKM, pengorganisasian KSM,
perencanaan partisipatif dan sebagainya
3) Pengawalan nilai-nilai luhur, seperti transparansi, demokrasi, kejujuran
dan sebagainya. Sehingga setelah LKM terbentuk, para relawan harus
berfungsi sebagai pengawas partisipatif terhadap keseluruhan proses.
4) Mitra kerja LKM, oleh sebab itu para relawan membentuk Forum relawan
dan berhak mendapat informasi perkembangan kegiatan penanggulangan
kemiskinan yang dipimpin oleh LKM.
Organisasi masyarakat kelurahan lain yang menjadi pelaksana PNPM
Mandiri Perkotaan adalah LKM (Lembaga Keswadayaan Masyarakat) yang
berperan sebagai Dewan Amanah atau Pimpinan Kolektif organisasi
masyarakat kelurahan setempat. LKM ini bertanggung jawab menjamin
keterlibatan semua lapisan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan
yang kondusif untuk pengembangan keswadayaan masyarakat dalam
penanggulangan kemiskinan khususnya dan pembangunan masyarakat
kelurahan pada umumnya. Oleh sebab itu peran utama LKM adalah sebagai
berikut :
167
1) Mengorganisasikan warga secara partisipatif untuk merumuskan rencana
jangka menengah (3 tahun) pennggulangan kemiskinan dan diajukan ke
PJOK untuk mencairkan dana BLM
2) Sebagai dewan pengambilan keputusan untuk hal-hal yang menyangkut
pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan pada khususnya dan
penanggulangan kemiskinan pada umumnya di tingkat komunitas
3) Mempromosikan dan menegakkan nilai-nilai luhur dalam setiap keputusan
yang diambil dan kegiatan pembangunan yang dilaksanakan
4) Menumbuhkan berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat miskin agar
mampu meningkatkan kesejahteraan mereka
5) Mengembangkan jaringan LKM di tingkat kecamatan dan kota sebagai
mitra kerja pemerintah daerah dan wahana untuk menyuarakan aspirasi
masyarakat diwilayahnya
6) Menetapkan kebijakan dan mengawasi proses pemanfaatan dana BLM
(Bantuan Langsung Masyarakat) yang sehari-hari dikelola oleh UPK.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap organisasi pelaksana dalam
implementasi PNPM Mandiri Perkotaan d Kota Pontianak menunjukkan
bahwa masing-masing implementor telah melaksanakan fungsinya, tetapi
masih terkendala pada sumber daya manusianya. Unsur pelaksana program
ini adalah pemerintah sebagai pemegang otoritas kebijakan dan pihak swasta
sebagai konsultan dan penggerak dalam implementasi PNPM Mandiri
Perkotaan. Adanya unsur swasta dalam implementasi program ini
menunjukkan bahwa konsep good governace sudah diterapkan. Secara
konseptual good governance menggabungkan unsur pemerintah, swasta dan
168
masyarakat dalam penyelanggaraan pemerintahan (Tlokroamidjojo, 2000 :
54), termasuk juga dalam menerapkan kebijakan publik. Sudah waktunya
pemerintah lebih berperan sebagai facilitating dan enabling (yang
memungkinkan masyarakat sendiri berperan aktif sebagai pelaku ekonomi
sosial) serta berperan sebagai empowering rather than serving
(memberdayakan dari pada melayani) menurut Osborne (1998 : 96)
Pernyataan tegas Drucker (1997 : 68) bahwa semua hal yang dapat dikerjakan
lebih baik atau dengan hasil yang sama oleh organisasi non-pemerintah
seharusnya tidak dikerjakan sama sekali oleh pemerintah.
Dalam rangka implementasi PNPM mandiri Perkotaan di Kota Pontianak
juga sudah menerapkan konsep good governance, dimana pemerintah telah
memberikan kepercayaan kepada pihak swasta (konsultan pelaksana) untuk
mengelola program ini dengan memberikan supervisi kepada pemerintah
daerah dan masyarakat. Konsultan pelaksana meliputi Konsultan Manajemen
Pusat (KMP) yang berkedudukan di pusat, Konsultan Manajemen Wilayah
(KMW) di tingkat provinsi dan Koordinator Kota di tingkat Kota serta
penempatan tenaga-tenaga pendamping atau fasilitator kelurahan (faskel).
Konsultan Manajemen Pusat bertugas melaksanakan tugas PMU
(Program Manajemen Unit) dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan,
khususnya dalam pengendalian mutu yang menyangkut substansi. Secara
umum tugas KMP meliputi perencanaan, koordinasi, monitoring dan supervisi
(pengendalian), pelaporan dan melakukan tindakan penanggulangan terhadap
berbagai persoalan yang muncul dalam pelaksanaan PNPM Mandiri
Perkotaan. Sedangkan KMW bertugas melakukan perencanaan, persiapan,
169
pelaksanaan, koordinasi, monitoring, supervisi dan pelaporan seluruh kegiatan
pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di Satuan Wilayah kerja. Ruang
lingkup kegiatan KMW adalah sebagai berikut :
1) Perencanaan, terhadap strategi pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di
lingkup satuan wilayah kerjanya yang kemudian disosialisasikan kepada
instansi pemerintah daerah setempat dan masyarakat setelah
dikonsultasikan dan mendapat persetujuan KMP
2) Orientasi dan persiapan untuk tingkat pusat dan daerah dengan mendukung
dan sebagian terlibat pada proses lokakarya orientasi, sosialisasi dan
kampanye nasional PNPM Mandiri Perkotaan serta kegiatan lainnya.
3) Pelaksanaan :
(1) Sebagai pelaksana lapangan kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan di
wilayah kerja masing-masing
(2) Menjamin realisasi pemberdayaan masyarakat dilakukan secara tepat
melalui manajemen dan fasilitasi yang benar dan tepat oleh team
fasilitator
(3) Memfasilitasi, mengkoordinasi dan mendukung pembentukan Forum
BKM tingkat Kota dan menghubungkan dengan stakeholders lainnya,
termasuk dinas pemerintah kota dalam rangka membangun kemitraan
serta networking yang saling menguntungkan diantara mereka.
(4) Mengkondisikan masyarakat, kelompok-kelompok masyarakat serta
kekuatan-kekuatan sosial yang ada termasuk didalamnya perangkat
pemerintah kota agar memahami esensi dan substansi PNPM Mandiri
170
Perkotaan, sehingga dapat memberikan dukungan maupun control
yang memadai
(5) Membangun dan mengembangkan kapasitas pemerintah local dan
stakeholders lainnya untuk bekerja lebih efektif dengan masyarakat
dalam menanggulangi kemiskinan
(6) Mendorong dan mengembangkan terbentuknya kelompok independen
yang berfungsi sebagai control sosial bagi PNPM mandiri Perkotaan
(7) Menumbuhkembangkan dan melembagakan kembali nilai-nilai dan
prinsip PNPM Mandiri perkotaan sebagai bagian proses pembangunan
lokal, khususnya dalam penanggulangan kemiskinan
(8) Menjamin berfungsinya SIM PNPM Mandiri Perkotaan melalui
pengelolaan dan penyediaan input data yang akurat
(9) Berkoordinasi dengan pemerintah provinsi dan kota dalam rangka
menyelesaikan berbagai masalah yang ada dan mendukung kelancaran
pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan.
4) Koordinasi, kepada seluruh pihak terkait di wilayah kerja masing-masing,
yaitu instansi pemerintah daerah, LSM lokal, lembaga komunitas dan
masyarakat lokasi sasaran
5) Monitoring, terhadap seluruh pelaksanaan kegiatan PNPM Mandiri
Perkotaan di satuan wilayah kerjanya dengan membuat laporan yang
didasarkan pada data
6) Supervisi, terhadap pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh fasilitator.
Lembaga konsultan yang ada pada PNPM Mandiri perkotaan diberi
kepercayaan untuk memberikan bantuan teknik atau pendampingan dan
171
pengembangan kapasitas kepada pemerintah daerah. Bentuk bantuan yang
diberikan kepada pemerintah mencakup : a) Fasilitas pertemuan-pertemuan
musyawarah di tingkat daerah, b) Pendalaman pemahaman maupun
penyebarluasan informasi, c) penyediaan media-media sosialisasi , d)
kunjungan lapangan dalam rangka pendalaman pemahaman dan penggalian
aspirasi masyarakat, e) pengorganisasian, monitoring, fasilitas, supervise dan
evaluasi bersama.
Menurut Jones (1995: 33) untuk mengukur kinerja atau keefektifan
organisasi dapat digunakan tiga pendekatan, yaitu: External resource
approach, Technical approach dan Internal systems approach. External
resource approach adalah pengukuran yang didasarkan pada kemampuan
sumber daya yang dimiliki dan dikelola oleh organisasi untuk mencapai
kinerja atau efektifitas. Technical approach adalah pengukuran yang
didasarkan pada kemampuan tehnologi yang diterapkan oleh organisasi untuk
mencapai kinerja atau efektifitas. Sedangkan Internal system approach, yaitu
pengukuran yang didasarkan pada kemampuan organisasi dalam
mengembangkan dan membuat sesuatu yang baru (inovasi) untuk merespon
secara cepat terhadap perubahan lingkungan.
Dalam implementasi kebijakan publik, organisiaisi pelaksana yang
berperan dominan sebagai implementor, kinerjanya secara internal akan
ditentukan oleh kapasitas organisasi yang dimilikinya. Menurut Goggins
(1990: 120): Organizational or administrative capacity refers to an
institutional ability to take purposeful action. Kinerja organisasi secara
internal ditentukan oleh kapasitas organisasi atau administrative yang
172
dimilikinya. Selanjutnya kapasitas organisasi merupakan fungsi dari struktur,
personil dan karakteristik financial yang dimiliki oleh badan pemerintah
sebagai implementing organizational.
Adapun bentuk-bentuk dan jenis pelatihan yang diberikan kepada
pemerintah daerah seperti yang diuraiakan dalam Pedoman PNPM Mandiri
Perkotaan adalah pelatihan (coaching) perencanaan partisipatif. Pelatihan ini
dilakukan untuk pemerintah kota yang difasilitasi oleh Konsultan Manajemen
Wilayah (KMW), dalam bentuk :
1) Peningkatan kapasitas kepada pemerintah kota dan pelaku lainnya tentang
perencanaan partisipatif yang berbasis community based development
2) Peningkatan kapasitas pengelolaan dan pengendalian system informasi
manajemen PNPM Mandiri Perkotaan
3) Peningkatan kapasitas system informasi manajemen berbasis website di
tingkat pemerintah kota, yang bertujuan agar dapat mengelola,
mengendalikan serta memantau seluruh perkembangan kegiatan PNPM
Mandiri Perkotaan di wilayahnya secara transparan dan akuntabel
4) Peningkatan kapasitas pengelolaan pengaduan masyarakat
Titik berat pelaksanaan bantuan pendampingan di tingkat pemerintah kota
adalah membangun kesadaran kritis bagi perangkat pemerintah daerah dan
kelompok peduli untuk mencapai sinergi antara masyarakat, pemerintah dan
kelompok peduli serta reformasi kebijakan, program dan penganggaran yang
berorientasi pada masyarakat miskin. Disamping itu pemerintah kota harus
membangun media pengaduan masyarakat untuk menampung berbagai
keluhan dari masyarakat. Tujuannya agar terbangun kontrol sosial warga
173
dalam memonitor seluruh pelaksanaan kegiatan sehingga segala bentuk
penyimpangan dapat dikurangi serta diantisipasi lebih dini oleh pemerintah
kota dan masyarakat itu sendiri. Media pengaduan ini sampai sekarang juga
belum berjalan secara efektif, karena masyarakat belum melihat media ini
dapat membantu aspirasi mereka.
Pelatihan perencanaan partisipatif lebih difokuskan pada lurah maupun
pejabat diatasnya sebagai target pelatihan, dengan harapan bahwa bekal
pengetahuan yang dimiliki oleh lurah dapat mentransfer pengetahuannya
tentang PNPM mandiri Perkotaan kepada aparat dan masyarakatnya.
Kenyataannya seluruh paket pelatihan yang dilakukan oleh PNPM Mandiri
perkotaan tidak mengikutsertakan seluruh perangkat kelurahan, sehingga
menjadi kesulitan ketika pelatihan itu hanya diberikan kepada lurah dan
ternyata terjadi mutasi jabatan. Pada hal program ini adalah program yang
berkelanjutan dan berkesinambungan, sehingga dalam setiap kegiatan yang
ada dalam PNPM Mandiri Perkotaan juga harus berkelanjutan. Kurangnya
ketrampilan pengelolaan terutama yang menyangkut pengetahuan akan
pelaksanaan strategi pemberdayaan merupakan problem tersendiri yang
dihadapi oleh pelaksana program, sebab minimnya sumberdaya yang dapat
digunakan untuk pelatihan profesional.
Pihak swasta selain konsultan-konsultan pelaksana di atas (KMP dan
KMW), yang terlibat dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan adalah
Tim Fasilitator yang merupakan pelaksana proyek dan pendamping
masyarakat untuk mensosialisasikan kepada masyarakat tentang PNPM
Mandiri Perkotaan serta melakukan intervensi dalam rangka pemberdayaan
174
masyarakat untuk membantu masyarakat merumuskan dan melaksanakan
kegiatan penanggulangan kemiskinan. Untuk itu tugas utama fasilitator adalah
sebagai pelaksana proyek dan sebagai pendamping masyarakat dalam
implementasi PNPM Mandiri perkotaan. Sebagai pendampingan masyarakat,
maka rincian tugasnya adalah :
1) Melaksanakan kegiatan-kegiatan sosialisasi
2) Melaksanakan kegiatan-kegiatan pelatihan
3) Melaksanakan kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat
Tugas-tugas tim fasilitator tersebut diarahkan untuk mendorong
masyarakat agar mau terlibat dalam proses pemberdayaan masyarakat untuk
menanggulangi kemiskinan. Bersama para relawan masyarakat, fasilitator
memfasilitasi KSM untuk mengidentifikasi peluang usaha sekaligus
memberikan pelatihan-pelatihan kepada masyarakat miskin. Tugas ini akan
terasa berat apabila masyarakat miskin tersebut tidak mendukungnya. Untuk
itu yang diperlukan adalah pemberian advokasi dan membangun jalinan
kemitraan antar semua pelaku atau implementor agar bermanfaat bagi
masyarakat dan pihak lainnya.
Advokasi (Suharto, 2008:124) adalah proses yang melibatkan seperangkat
tindakan politis yang dilakukan oleh warga Negara yang terorganisir untuk
mentransformasikan hubungan-hubungan kekuasaan. Tujuan advokasi adalah
untuk mencapai perubahan kebijakan tertentu yang bermanfaat bagi penduduk
yang terlibat dalam proses tersebut. Advokasi yang efektif dilakukan sesuai
dengan rencana strategis dan dalam kerangka waktu yang sesuai. Dalam
implementasi PNPM Mandiri Perkotaan diperlukan adanya advokasi, karena
175
pendekatan dalam program ini adalah pemberdayaan masyarakat dan
pemerintah daerah untuk penenggulangan kemiskinan.
Advokasi kebijakan dapat menjadi sarana untuk mengembangkan
partisipasi masyarakat, mengubah karakter pengambil kebijakan dan pada
akhirnya mengadakan perubahan di tingkat local. Menurut Dede Mariana
(2006: 214), advokasi kebijakan diarahkan untuk mencapai outcome berupa:
(1) penguatan kapasitas pengorganisasian masyarakat sebagai basis partisipasi
dan (2) perubahan watak birokrasi dan parlemen sebagai bagian dari institusi
pengambil keputusaa (decision maker).
Keberhasilan advokasi banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara
lain pendidikan analis kebijakan, dukungan stakeholders dan kejelasan sasaran
atau audiens advokasi. Advokasi yang efektif mempunyai karakteristik
sebagai berikut: jelas sasarannya, berorientasi pada hasil, terencana, kreatif,
relevan dengan kebutuhan masyarakat, persuasif, strategis, berpengaruh dan
terukur. Namun demikian ada dua faktor penting yang sangat menentukan
keberhasilan advokasi, yaitu :
1) Pengetahuan mengenai siapa yang terlibat dalam atau terpengaruh oleh
proses kebijakan publik
2) Pengetahuan mengenai perangkat kelembagaan apa saja yang diperlukan
bagi implementasi kebijakan.
Dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan, advokasi dilakukan
dengan memfasilitasi dan membimbing masyarakat secara intensif agar
masyarakat mengikuti ketentuan Pedoman PNPM mandiri Perkotaan dalam
seluruh tahapan kegiatan yang ada dalam implementasi program ini. Advokasi
176
disini lebih banyak dilakukan oleh tim fasilitator bekerja sama dengan relawan
masyarakat dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan pendampingan masyarakat
khususnya dalam pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu, ada dua
kegiatan yang perlu dilakukan dalam merancang advokasi kebijakan, yaitu
analisiis stakeholders atau pemangku kepentingan dan analisis perangkat
kelembagaan.
Analisis stakeholders atau pemangku kepentingan adalah sebuah teknik
yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kepentingan orang-orang kunci,
kelompok-kelompok orang atau lembaga-lembaga yang secara signifikan
mempengaruhi keberhasilan penerapan kebijakan. Analisis ini sangat
berpengaruh pada rancangan advokasi kebijakan karena menyediakan
informasi mengenai tujuan, sikap dan peranan berbagai kelompok kepentingan
yang berbeda dan rekomendasi mengenai cara-cara melibatkan mereka dalam
proses advokasi. Analisis stakeholders merupakan salah satu langkah penting
dalam membangun hubungan dan jaringan yang diperlukan bagi keberhasilan
implementasi kebijakan yang partisipatis seperti halnya dalam PNPM Mandiri
Perkotaan. Langkah awal yang dilakukan adalah dengan menerangkan
kelompok-kelompok mana saja yang bisa diajak bekerja sama dalam
merancang proses dan tujuan advokasi. Dalam kaitannya ini, analisis
stakeholders dapat digunakan untuk :
1) Mengidentifikasi karakteristik dan pengaruh orang-orang kelompok dan
lembaga yang akan terkait dengan proses advokasi kebijakan
177
2) Mengidentifikasi konflik kepentingan, relasi dan kapasitas diantara
stakeholders yang memungkinkan terciptanya partisipasi dan koalisi
diantara mereka
3) Mengembangkan strategi yang tepat untuk meningkatkan dukungan dan
mengurangi hambatan sehingga alternatif-alternatif kebijakan yang
diusulkan dapat diterima oleh sasaran kebijakan.
Stakeholders dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan ini ada dua
jenis, yakni: stakeholders primer, yaitu masyarakat yang mempunyai
kepentingan langsung dengan kebijakan/program dan stakeholders sekunder,
yaitu lembaga perantara dan pelaksana dalam proses perumusan kebijakan dan
implementasinya. Stakeholders sekunder meliputi lembaga-lembaga
pemerintah dan badan-badan publik yang merupakan bagian dari proses
tersebut.
Sedangkan analisis perangkat kelembagaan adalah teknik untuk
meramalkan mengenai kemungkinan diterima atau tidaknya usulan kebijakan
yang didasari informasi mengenai dukungan atau penolakan politis pada
waktu tertentu. Teknik ini pada hakekatnya merupakan teknik untuk
menganalisis perangkat kelembagaan, seperti struktur birokrasi pemerintah,
peraturan yang mendukung implementasi kebijakan. Dalam melakukan
kegiatan ini harus dipastikan bahwa PNPM Mandiri perkotaan dapat diterima
dan kemudian diimplementasikan, sehingga sumberdaya yang akan
mendukungnya telah disiapkan dengan baik.
178
4.3.4. Faktor Lingkungan
Faktor keempat yang mempengaruhi implementasi PNPM Mandiri
Perkotaan di Kota Pontianak dalam penelitian ini adalah faktor lingkungan
kebijakan publik. Ada dua lingkungan yang menyebabkan implementasi
program ini kurang berhasil dalam mencapai tujuan, yakni lingkungan internal
dan lingkungan eksternal. Lingkungan internal berkaitan dengan interaksi
antara lembaga pelaksana kebijakan dengan lembaga yang terkait, sedangkan
lingkungan eksternal berkaitan dengan aspek-aspek budaya,sosial, ekonomi
dan politik.
Lingkungan internal atau yang disebut sebagai variabel endogen , yaitu
authoritative arrangement yang berkenaan dengan kekuatan sumber otoritas
dari kebijakan, network composition yang berkenaan dengan komposisi
jejaring dari berbagai organisasi yang terlibat dalam kebijakan, baik dari
pemerintah maupun masyarakat, implementation setting yang berkenaan
dengan posisi tawar-menawar antara otoritas yang mengeluarkan kebijakan
dan jejaring yang berkenaan dengan implementasi kebijakan publik.
Implementasi PNPM mandiri Perkotaan merupakan salah satu program
penanggulangan kemiskinan yang melibatkan masyarakat, swasta dan
pemerintah. Penanggulangan kemiskinan bukan hanya tanggung jawab
pemerintah pusat, namun pemerintah daerah juga dituntut mempunyai peran
nyata untuk menanggulangi kemiskinan di wilayahnya dengan segala
kewenangannya. Artinya upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
penanggulangan kemiskinan menjadi tugas yang telah didesentralisasikan dari
pusat ke daerah. Dengan demikian kewenangan pemerintah daerah untuk
179
mengelola program ini sangat mempengaruhi keberhasilan implementasi
program tersebut. Program ini menekankan upaya penanggulangan
kemiskinan dengan basis atau modal kemandirian masyarakat itu sendiri.
Kemandirian yang dibangun program ini akan berkelanjutan jika pemerintah
daerah ikut memberikan dukungannya kepada masyarakat melalui Badan
Keswadayaan Masyarakat yang merupakan kelembagaan lokal.
Guna mendesentralisasikan peran penanggulangan kemiskinan, PNPM
Mandiri Perkotaan melakukan penambahan kapasitas pemerintah daerah untuk
mengikuti TOT (Training of Trainer) sebagai pemandu. Keberadaan
pemandu ini untuk memberikan pelatihan kepada fasilitator kelurahan.
Pengelolaan program ini diintegrasikan oleh Pemerintah Daerah melalui
kebijakan-kebijakan yang bersifat lokal. Kebijakan lokal tersebut
direalisasikan dalam bentuk dukungan kepala daerah, DPRD hingga
melembagakan sebuah program pemberdayaan masyarakat yang disesuaikan
dengan kebutuhan daerah setempat.
Pernyataan diatas menunjukkan bahwa implementasi PNPM Mandiri
Perkotaan antara lain dipengaruhi oleh kewenangan pemerintah daerah untuk
mengelola program ini, karena program ini ditujukan untuk kemandirian
pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan di wilayahnya. Salah
satu strategi dasar dalam program ini adalah menciptakan sustainability
development dalam penanggulangan kemiskinan, maka pelaksana program ini
harus mampu mengintegrasikan perannya dengan program pemberdayaan.
Strategi ini dapat terwujud dengan cara memberi akses kepada masyarakat
miskin untuk bisa berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Proses
180
pengambilan keputusan berkaitan dengan seberapa jauh lower level manager
diikutsertakan dalam setiap tahapan atau langkah pengambilan keputusan.
Sebagaimana telah dikembangkan bahwa proses pengambilan keputusan
yang efektif harus ditempuh melalui langkah-langkah seperti yang
dikemukakan Robbins (1990 : 114), yaitu :
1. Collecting information to pass on to the decision maker about what
can be done
2. Processing and interpreting that information to present advice to the
decision maker about what should be done
3. Making the choise as to what is intended to be done
4. Authoricing else where what is intended to be done
5. Executing or doing.
Untuk itulah kemampuan BKM di tingkat masyarakat harus diperkuat
dan kapasitas stakeholders (pemangku kepentingan) juga harus ditingkatkan.
Pelaksana program yang merupakan pelaku lokal harus mampu menjalin
kemitraan yang sinergis dengan stakeholders, pemerintah daerah dan
kelompok peduli lainnya. Thoha (2002 : 37) mengemukakan bahwa nilai,
kepercayaan, asumsi, persepsi, norma prilaku, dan pola sikap, termasuk ke
dalam aspek-aspek kebudayaan yang bersifat intangible. Dengan kata lain
sikap merupakan faktor budaya yang dimiliki oleh birokrasi dan dapat
diposisikan sebagai energi sosial yang dapat menggerakkan implementor.
PNPM Mandiri Perkotaan menggunakan forum komunitas belajar
Perkotaan untuk menggalang kepedulian bersama dalam menanggulangi
kemiskinan di wilayah kota Pontianak . Dengan menggandeng individu-
individu dari berbagai unsur pelaksana program, KBP (Komunitas Belajar
Perkotaan) menjadi komunitas pembelajaran bagi para pelaku, relawan kota,
aktivis LSM agar saling bersinergi untuk menanggulangi kemiskinan.
181
Sinergisitas yang sudah terbangun diantara para pelaksana program dalam
membangun kemandirian masyarakat telah sesuai dengan tujuan PNPM
Mandiri Perkotaan. Para relawan yang berasal dari unsur masyarakat di
masing-masing kelurahan telah dikoordinir, dilatih dan diarahkan untuk
mandiri dalam suatu wadah yang bernama Badan Keswadayaan Masyarakat.
Bermula dari BKM itulah, masyarakat dibangkitkan semangat dan
kepeduliannya untuk ikut serta mencari solusi terbaik dalam menanggulangi
kemiskinan.
Dengan diserahkannya pengelolaan PNPM Mandiri Perkotaan ini berarti
masyarakat dan pemerintah daerah serta kalangan swasta, maka dalam
implementasinya ketiga komponen tersebut harus saling berkoordinasi
membentuk jejaring dengan satu tujuan, yakni penenggulangan kemiskinan.
Artinya ada proses tawar menawar (bargaining) atau negosiasi diantara
implementor program ini. Negosiasi pada prinsipnya memiliki makna yang
sama, yaitu membuka ruang pertukaran sumber daya untuk memenuhi
kebutuhan. Untuk itu diperlukan kemampuan impersonal yang lebih tinggi,
seperti kemampuan mengolah proses pertukaran kepentingan. Tuntutan untuk
melakukan negosiasi biasanya muncul ketika seseorang atau suatu kelompok
tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan atau
kepentingannya, sehingga perlu bantuan dari pihak lain.
Sedangkan lingkungan eksternal yang disebut sebagai variabel eksogen
merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi
PNPM Mandiri Perkotaan di luar hal-hal yang berkenaan dengan posisi dan
kemampuan implementor dalam mengelola program. Faktor-faktor tersebut
182
lebih banyak berasal dari lingkungan fisik dan kondisi masyarakat sebagai
penerima dan pemanfaat program, seperti kondisi geografis, kondidi sosial,
ekonomi, budaya dan politik masyarakat Kota Pontianak.
Kondisi geografis Kota Pontianak yang merupakan dataran rendah dan
terbelah oleh dua sungai besar, yakni Sungai Kapuas dan Sungai Landak
menjadikan Kota Pontianak lebih banyak dikelilingi oleh sungai-sungai kecil.
Ada sekitar 33 sungai kecil yang mengelilingi Kota Pontianak dan ini
membuat penataan kotanya harus lebih banyak mengikuti alur sungai tersebut.
Secara umum permasalahan permukiman yang dihadapi oleh Pemerintah
Kota Pontianak adalah semakin menjamurnya kawasan-kawasan kumuh
dibeberapa kawasan tertentu, yang dicirikan dengan :
1) Luas dan ukuran bangunan yang sempit dengan kondisi rata-rata yang
tidak memenuhi standar kesehatan maupun standar kehidupan sosial yang
layak
2) Kondisi bangunan rumah yang saling berimpitan, sehingga rentan dan
rawan terhadap bahaya kebakaran
3) Kurangnya suplai kebutuhan air bersih
4) Jaringan listrik yang tidak tertata dan terpasang secara baik serta dengan
kapasitas yang terbatas
5) Drainase yang sangat buruk
6) Jalan lingkungan yang buruk dan tidak memadai
Persepsi dan paradigma yang terbangun di masyarakat saat ini tentang
lingkungan permukiman kumuh adalah bahwa lingkungan permukiman
kumuh merupakan bagian wilayah di perkotaan yang sangat tidak produktif,
183
kotor, tidak memiliki potensi, tidak efisien dan mengganggu estetika serta
keindahan kota. Sehingga solusi yang paling baik adalah memindahkan atau
menghilangkan kawasan humuh tersebut dari lingkungan wilayah perkotaan.
Tumbuhnya kawasan kumuh di perkotaan tidak dapat dihindari sebagai
konsekuensi dari perkembangan kota yang pesat, seperti halnya Kota
Pontianak. Untuk itu yang diperlukan adalah sebuah kebijakan pemerintah
kota yang mendukung perbaikan permukiman kumuh tersebut serta
pendanaannya.
Salah satu kebijakan yang mendukung perbaikan permukiman di Kota
Pontianak adalah PNPM Mandiri Perkotaan, khususnya komponen kegiatan
lingkungan. Jenis kegiatan lingkungan yang meliputi infrastruktur, sarana dan
prasarana permukiman pada dasarnya bersifat fleksibel sesuai dengan
kebutuhan masyarakat, baik yang sifatnya individual (individu masyarakat
miskin) maupun kolektif (untuk kepentingan umum). Semua jenis kegiatan
yang akan dilaksanakan tersebut harus memenuhi persyaratan dan diusulkan
oleh KSM atau panitia. Panitia adalah sebutan bagi KSM yang mengelola
kegiatan lingkungan (pembangunan sarana dan prasarana) dalam program
PNPM Mandiri Perkotaan. KSM/ Panitia merupakan kelompok
kemasyarakatan yang ada di kelurahan yang tumbuh dan berkembang serta
diakui keberadaannya dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat setempat.
KSM/Panitia ini juga merupakan kelompok swadaya yang dibentuk karena
adanya kesamaan kepentingan dan kebutuhan dalam kelompok tersebut. Jadi
bukan organisasi yang dibentuk karena mengejar keuntungan (financial) dari
melaksanakan kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan.
184
Lingkungan eksternal lain yang turut mempengaruhi keberhasilan
implementasi PNPM Mandiri Perkotaan di Kota Pontianak adalah kondisi
ekonomi masyarakat. Dalam proses pembangunan di Kota Pontianak yang
telah dilaksanakan selama ini telah banyak membawa perubahan, baik
perubahan kearah yang lebih baik maupun sebaliknya. Dampak pembangunan
kota yang positif antara lain adanya peningkatan ekonomi masyarakat,
sedangkan yang negatif antara lain munculnya masalah-masalah sosial di
masyarakat akibat banyaknya pendatang yang ingin mengubah nasibnya.
Dengan demikian juga terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin di Kota
Pontianak yang mengakibatkan semakin meningkatnya ketidakmampuan
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Kondisi ini juga membuat
semakin meningkatkan masalah sosial lainnya, karena kemiskinan bersumber
dari ketidakberdayaan secara ekonomi, seperti pengangguran, permukiman
kumuh dan sebagainya.
Pengangguran dapat menimbulkan kemiskinan dan sebaliknya kemiskinan
dapat pula menyebabkan pengangguran. Orang yang tiba-tiba kehilangan
pekerjaan secara otomatis tidak memiliki penghasilan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Orang miskin yang dihimpit oleh berbagai persoalan,
termasuk rendahnya pendapatan, rendahnya pendidikan, ketrampilan dan
akses sumber pelayanan sosial, akan semakin sulit memperoleh pekerjaan
yang layak sehingga sulit memenuhi kebutuhan pendidikan dan kesehatan
anggota keluarganya. Akibatnya permasalahan sosial meningkat pesat seiring
dengan meningkatnya kemiskinan dan pengangguran. Selain itu,
pengangguran dan kemiskinan pada akhirnya dapat menimbulkan desintegrasi
185
sosial, seperti terjadinya kerusuhan sosial, konflik sosial dan perilaku tindak
kejahatan lainnya.
Kondisi masyarakat yang demikian akan mempengaruhi keberhasilan
implementasi PNPM Mandiri Perkotaan di Kota Pontianak, karena untuk
dapat mengimplementasikan program ini dibutuhkan pelaku-pelaku kebijakan
yang mampu mengaktualisasikan dirinya ke dalam program tersebut. Untuk
dapat menjadi relawan masyarakat yang akan memperjuangkan kaumnya
maka relawan masyarakat tersebut seharusnya sudah dapat menunjukkan
bahwa dirinya mampu menjadi wakil masyarakat dalam menyalurkan
keinginan masyarakat miskin di wilayahnya. Mereka harus mampu
mengorganisasikan diri dan masyarakatnya ke dalam lembaga keswadayaan
masyarakat agar dapat memperjuangkan kegiatan-kegiatan penenggulangan
kemiskinan di wilayahnya.
Melalui pengembangan kapasitas masyarakat seperti pemberdayaan dan
partisipasi serta kapasitas lembaga keswadayaan masyarakat tersebut, kegiatan
PNPM Mandiri Perkotaan dapat dimplementasikan dengan baik, sebab dalam
program ini dapat :
1) Memberikan kesempatan kepada masyarakat ikut berpartisipasi dalam
perencanaan pembangunan sarana dan prasarana di wilayahnya
2) Meningkatkan kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat baik dalam
hal pengelolaan program yang bersifat teknis maupun dalam hal
berorganisasi
3) Menumbuhkan rasa tanggung jawab masyarakat terhadap sarana dan
prasarana yang akan dibangun
186
4) Memberikan peluang dan kesempatan berfungsinya gerakan keswadayaan
modal masyarakat unuk turut serta dalam proses implementasi program
5) Mendayagunakan dan melibatkan organisasi atau lembaga kemasyarakatan
yang ada terkait dengan pembangunan daerah.
Penguatan kapasitas masyarakat dilakukan melalui pembentukan lembaga-
lembaga yang memberi peluang seluas-luasnya kepada warga untuk
menyampaikan aspirasi dan berpartisipasi didalamnya. Partisipasi masyarakat
merupakan komponen penting dalam pembangkitan kemandirian dan proses
pemberdayaan. Sebaiknya masyarakat harus terlibat dalam proses tersebut
sehingga mereka dapat lebih memperhatikan hidupnya untuk memperoleh rasa
percaya diri, memiliki harga diri dan pengetahuan untuk mengembangkan
keahlian baru. Prosesnya dilakukan secara kumulatif sehingga semakin banyak
ketrampilan yang dimiliki seseorang semakin baik kemampuan
berpartisipasinya. Penguatan kapasitas masyarakat melalui program
pemberdayaan seperti PNPM Mandiri Perkotaan, pada prinsipnya
dimaksudkan untuk penguatan peluang masyarakat untuk mendapatkan
pendapatan yang memadai. Salah satu masalah yang dihadapi masyarakat
miskin dalam program ini adalah ketrampilan sumberdaya yang tergolong
rendah dan lemah dalam mengakses perolehan modal. Melalui PNPM Mandiri
Perkotaan, kelompok-kelompok masyarakat yang tergabung dalam Usaha
kecil berkesempatan untuk mendapatkan pinjaman dana untuk pengembangan
usahanya. Kegiatan tersebut dalam bentuk pinjaman bergulir yang
implementasinya dikelola oleh kelompok-kelompok swadaya masyarakat.
187
Berbagai bantuan yang disalurkan kepada kelompok-kelompok swadaya
masyarakat diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat miskin perkotaan.
Bentuk kegiatannya antara lain melalui pelatihan ketrampilan usaha,
manajemen keuangan, pembentukan kelembagaan ekonomi sampai dengan
memberikan bantuan modal. Semua program bantuan yang ditujukan untuk
pemberdayaan ekonomi masyarakat seharusnya diawali dengan kegiatan
pengembangan kapasitas sumberdaya manusianya. PNPM Mandiri Perkotaan
selalu diawali dengan pelatihan dan pembinaan kepada kelompok-kelompok
swadaya masyarakat. Kelompok swadaya masyarakat yang menjadi sasaran
program yang mempunyai peminatan atau preferensi sejenis dapat
memanfaatkan program dengan membentuk KSM, seperti :
1) Kelompok Pengusaha Mikro
2) Kelompok Simpan Pinjam
3) Kelompok Usaha Bersama.
Sedangkan bentuk pelatihan yang dilakukan adalah BKM dilatih
merealisasi PJM Pronangkis dan Rencana Tahunannya dengan melakukan
kegiatan pembangunan Tridaya (Sosial, Ekonomi dan lingkungan) dengan
dana Bantuan Langsung Tunai (BLM) dari APBN, APBD maupun sumber
lain. BKM juga dilatih melakukan kerja sama pembangunan dengan
pemerintah daerah melalui pembeayaan bersama melalui kegiatan
Penanggulangan Kemiskinan Terpadu (PAKET). Selanjutnya BKM dilatih
merealisasikan PJM Pronangkis dengan melakukan kemitraan dengan
pemerintah daerah, lembaga usaha, perorangan dan lembaga masyarakat
lainnya.
188
Apabila kelompok swadaya masyarakat sudah mampu mandiri dalam
menanggulangi kemiskinan, menunjukkan bahwa tujuan dari kegiatan
kemitraan yang ada dalam PNPM Mandiri Perkotaan juga telah tercapai.
Adapun tujuan dari kegiatan kemitraan tersebut adalah sebagai berikut :
1) Melakukan percepatan (akselerasi) upaya penanggulangan kemiskinan
2) Meningkatkan daya tanggap dan peran serta stakeholder pembangunan
dalam penanggulangan kemiskinan
3) Mendukung upaya pemandirian masyarakat dan pemerintah daerah dalam
penanggulangan kemiskinan
4) Mendukung realisasi Program Jangka Menengah Penanggulangan
Kemiskinan dari BKM
5) Mendekatkan akses penanggulangan kemiskinan pada kelompok sasaran
(warga miskin)
6) Memfasilitasi BKM dan calon mitra sehingga terjadi calon mitra.
Dalam PNPM Mandiri Perkotaan terdapat sejumlah kegiatan sosial yang
harus diimplementasikan untuk memperkuat ikatan sosial (social cohesion)
dengan menggalang kepedulian /solidaritas, kebersamaan dan menumbuhkan
kepercayaan dengan menggerakkan kapasitas sosial di masyarakat. Untuk
mencapai ujuan itu diperlukan dukungan dari masyarakat agar mau peduli
terhadap masalah yang ada disekitarnya, yaitu dengan menumbuhkan
kebiasaan mengelol program sosial secara berkelanjutan, mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan sampai evaluasi kegiatan. Semua itu
dipengaruhi oleh kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat. Kondisi
sosial budaya masyarakat Kota Pontianak yang terdiri dari berbagai suku/etnik
189
berarti juga menunjukkan adanya berbagai budaya/tradisinya. Etnik terbesar
penduduk yang ada di Kota Pontianak adalah Melayu, Dayak dan China,
mempunyai karakter yang sangat berlainan. Dengan adanya perbedaan
karakter masing-masing etnik, juga akan mempengaruhi etos kerja maupun
budaya kerja penduduk tersebut. Etos kerja penduduk yang berasal dari etnis
Melayu berbeda dengan etos kerja atau budaya kerja penduduk etnis Dayak
atau China.
Selain ketiga etnis tersebut, masih ada banyak penduduk Kota Pontianak
yang berasal dari berbagai etnis, seperti Jawa, Madura, Bugis, Batak dan lain-
lain. Ketiga etnis besar (Melayu, Dayak dan China) diklaim oleh pemerintah
setempat sebagai penduduk asli (putra daerah) Kota Pontianak, sedangkan
etnis yang lainnya disebut sebagai etnis pendatang. Dalam kehidupan
bermasyarakat, penduduk dengan berbagai etnis tersebut menunjukkan bahwa
adanya kebersamaan diantara mereka. Hal ini dilambangkan dengan adanya
visi Pemerintah Kota Pontianak pada waktu itu dan masih melekat sampai
sekarang, yaitu : Tertib Administrasi Pemerintahan, Maju Dalam Usaha dan
Bersatu Dalam Etnis. Apabila visi ini dipegang oleh seluiruh masyarakat
Kota Pontianak, maka akan menjadikan Kota Pontianak yang damai dan
rukun.
Kondisi yang demikian tersebut di atas berpengaruh terhadap
pemerintahan, kemajuan dunia usaha dan kerukunan penduduk Kota
Pontianak. Termasuk didalamnya adalah keterlibatannya berbagai etnis yang
ada dalam mengelola PNPM Mandiri Perkotaan di Kota Pontianak. Pengelola
kegiatan-kegiatannya berasal dari berbagai etnis, karena salah satu prinsipnya
190
adalah program dilaksanakan oleh KSM, dimana setiap warga masyarakat
mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi anggota KSM, baik tua-
muda, kaya-miskin, laki-laki maupun perempuan, tetapi dengan syarat
penerima manfaat adalah warga miskin.
Berbagai faktor yang telah diuraikan di atas merupakan faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan implementasi PNPM mandiri Perkotaan di Kota
Pontianak. Keempat faktor tersebut salaing terintegrasi dan merupakan satu
kesatuan serta saling berkaitan sehingga membentuk policy cycle dalam
implmentasi kebijakan publik. Program yang diidealkan dalam PNPM
Mandiri Perkotaan berbasis pemberdayaan mendorong kepada sasaran
program untuk berpartisipasi sebagai pelaksana program dengan
mengorganisir dirinya ke dalam kelompok keswadayaan masyarakat dengan
tujuan penanggulangan kemiskinan masyarakat di wilayahnya. Semua ini
tercapai apabila lingkungan kebijakannya mendukung, baik lingkungan
internal maupun lingkungan eksternalnya.
Interaksi antara keempat faktor dalam implementasi PNPM Mandiri
Perkotaan terjadi secara timbal balik antara faktor yang satu dengan faktor
yang lainnya, sehingga seringkali dapat menimbulkan tensions yang bisa
menyebabkan adanya perbedaan-perbedaan persepsi diantara pelaku program.
Adanya perbedaan persepsi yang terjadi diantara pelaksana program dan
sasaran program dapat menimbulkan konflik atau perbedaan kepentingan.
Dengan mengembangkan kemampuan negosiasinya, setiap pihak bisa
mendapatkan apa yang dibutuhkannya tanpa harus melakukan cara-cara yang
ekstrim. Proses negosiasi dilakukan dengan menciptakan penyelesaian
191
melalui consensus atau kesepakatan bersama yang mengikat semua pihak.
Proses ini mengakomodasi kedua kepentingan antara pelaksana program
dengan sasaran program dalam implementasi PNPM Mandiri Perkotaan.
Sehingga memerlukan komitmen yang besar dari kedua belah pihak untuk
dapat menumbuhkan hubungan dan mencari titik temu kedua kepentingan
tersebut.
Dalam PNPM Mandiri Perkotaan, hubungan sinergisitas antara
masyarakat, pemerintah kota dan kelompok peduli dilakukan dalam kegiatan
PAKET (Penanggulangan Kemiskinan Terpadu). PAKET merupakan
komponen program untuk mendorong dan memperkuat kemitraan sinergisitas
sehingga upaya penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan secara mandiri
dan berkelanjutan serta melembaganya proses pembangunan yang bersifat
partisipatif di tingkat kota. Dengan adanya kegiatan PAKET telah terjadi
proses pembelajaran kemitraan dan gerakan bersama oleh seluruh pelaku di
tingkat kota sehingga terjalin sinergi upaya-upaya penanggulangan
kemiskinan di wilayahnya.
Kemitraan merupakan upaya kolaboratif yang terus menerus guna
mencapai tujuan bersama, dengan melibatkan kerja sama diantara dua atau
lebih pihak (komponen) yang saling terkait. Dalam kemitraan terdapat unsur-
unsur sebagai berikut :
1) Terdapat dua atau lebih pihak (komponen) yang terlibat, yakni pemerintah,
swasta dan masyarakat
2) Keduanya bekerjasama sebagai mitra, dalam hal ini tidak ada yang
sifatnya membawai pihak lain
192
3) Adanya tujuan bersama berdasarkan komitmen yang hendak dicapai
4) Setiap pihak mempunyai tanggung jawab sendiri
5) Setiap pihak memberikan input berupa financial, teknologi, pengetahuan
atau sumber lainnya dalam sebuah proses pembelajaran.
Masyarakat sebagai pihak sasaran program yang sekaligus menjadi
pelaksana PNPM Mandiri Perkotaan mempunyai banyak potensi sebagai
kekuatan yang apabila digali dan disalurkan dapat berubah menjadi energi
yang besar untuk mengatasi masalah yang ada. Cara menggali dan
mendayagunakan sumber daya yang ada di masyarakat dilakukan dengan
upaya pemberdayaan masyarakat. Faktor yang paling penting adalah
bagaimana mendudukkan masyarakat pada posisi pelaku (subyek) pelaksanaan
program yang aktif, bukan hanya penerima yang pasif. Gerakan pemberdayaan
masyarakat ini lebih mengutamakan inisiatif dan kreasi masyarakat dengan
strategi pokok adalah memberi kekuatan (power) kepada masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai