Anda di halaman 1dari 4

Saat ini dalam situasi normal, PDAM Parepare hanya mampu menghasilkan debit air sebesar 240

liter kubik per detik. Kondisi ini menurun dratis pada muslim kemarau hingga 80 liter per detik,

bahkan pada puncak kemarau tinggal 60 detik perdetik. (Rahman, 2015)

http://benangmerah.net/place/idn/sulawesi-selatan/kota-pare-pare#dataukpgoiddatasetjumlah-

rumah-tangga-berdasarkan-sumber-air-minum-per-kabupaten

Menurut Fachruddin, mata air Salo Karajae menjadi salah satu sumber air baku PDAM Kota
Parepare. Namun terus terjadi penyusutan debit air hingga 50 persen, terutama pada musim
kemarau seperti saat ini.

Suplai airnya hanya sekitar 90 liter per detik. Sedangkan normalnya mencapai 200 liter per
detik. Kemampuan suplai tersebut hanya mampu memenuhi kebutuhan 70 persen dari 18 ribu
rumah tangga.

Fachruddin mengutip ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005. Dalam
peraturan itu disebutkan PDAM hanya sebagai operator layanan air bersih. Adapun
pengadaan sumber air bersih, termasuk sarana-prasarananya, menjadi kewajiban pemerintah
pusat dan pemerintah daerah.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Parepare Syamsuddin Thaha menuturkan, untuk
mengatasi kriris air bersih, Pemerintah Kota Parepare mengucurkan dana Rp 6 miliar lebih.
Di antaranya untuk pembuatan sumur dalam di Kelurahan Jawi Jawi dan di Kilometer 2,
dengan anggaran masing-masing Rp 2,7 miliar.

Dua sumur dalam itu mampu menyuplai 20 liter air per detik, sehingga bisa mengatasi
kekurangan suplai dari Salo Karajae. Selain itu, akan dilakukan perbaikan jaringan pipa
distribusi PDAM, yang saat ini sedang dalam proses penawaran. “Dalam dua pekan ke depan
akan terlaksana dan direncanakan rampung akhir 2014,” ujar Syamsuddin.

(gattang, 2014)

Ditinjau dari keadaan hidrologisnya, Kota Parepare dalam memanfaatkan sumber air
baku yang melayani masyarakat adalah air permukaan dari aliran air
sungai Karajae. Sungai ini
mempunyai debit air 100 liter/detik pada musim kemarau dan 500 liter/detik pada musim hujan.
Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa pengelolaan dan pengawasan daerah aliran sungai di
Kota Parepare sangat mendesak dilakukan, terlebih lagi dengan wilayah yang terkait langsung
dengannya, seperti kawasan hutan lindung, kawasan konservasi dan daerah resapan hujan

Sumber air permukaan di Kota Parepare berasal dari aliran air sungai yang melintas
di Kota Parepare dengan sungai utama yaitu sungai Karajae yang mengalir dari arah timur ke
arah barat kota dan beberapa sungai kecil lainnya. Sungai tersebut merupakan sala
h satu potensi
yang dimiliki Kota Parepare dan dimanfaatkan sebagai sumber air baku untuk pengelolaan air
bersih. Selain air permukaan, sumber air yang dapat dimanfaatkan masyarakat adalah air tanah
dangkal dan tanah dalam.
(BAPPEDA Kota Pare-Pare, 2015)

Suatu “daerah aliran sungai” atau DAS adalah sebidang lahan yang menampung air hujan
dan mengalirkannya menuju parit, sungai dan akhirnya bermuara ke danau atau laut. Istilah
yang juga umum
digunakan untuk DAS adalah daerah tangkapan air (DTA) atau catchment atau watershed.
Batas DAS adalah
punggung perbukitan yang membagi satu DAS dengan DAS lainnya (Gambar 1).
Gambar 1. Skema sebuah Daerah Aliran Sungai (DAS).

Karena air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah sepanjang lereng
maka garis batas sebuah DAS adalah punggung bukit sekeliling sebuah sungai. Garis batas
DAS tersebut merupakan garis khayal yang tidak bisa dilihat, tetapi dapat digambarkan pada
peta.

Batas DAS kebanyakan tidak sama dengan batas wilayah administrasi. Akibatnya sebuah
DAS bisa berada pada lebih dari satu wilayah administrasi. Ada DAS yang meliputi wilayah
beberapa negara (misalnya DAS Mekong), beberapa wilayah kabupaten (misalnya DAS
Brantas), atau hanya pada sebagian dari suatu kabupaten.

Tidak ada ukuran baku (definitif) suatu DAS. Ukurannya mungkin bervariasi dari beberapa
hektar sampai ribuan hektar.

DAS dapat dibagi ke dalam tiga komponen yaitu: bagian hulu, tengah dan hilir. Ekosistem bagian
hulu merupakan daerah tangkapan air utama dan pengatur aliran. Ekosistem tengah sebagai daerah
distributor dan pengatur air, sedangkan ekosistem hilir merupakan pemakai air. Hubungan antara
ekosistem-ekosistem ini menjadikan DAS sebagai satu kesatuan hidrologis. Di dalam DAS
terintegrasi berbagai faktor yang dapat mengarah kepada kelestarian atau degradasi tergantung
bagaimana suatu DAS dikelola.

Sumber: Fahmudin Agus dan Widianto (2004). “Petunjuk Praktik Konservasi Tanah Pertanian
Lahan Kering “. Bogor: World Agroforestry Centre ICRAF Southeast Asia. Hal 3 – 4

EFEKTIVITAS RENCANA POLA RUANG WILAYAH DAERAH ALIRAN SUNGAI KARAJAE TERHADAP

PENINGKATAN DAYA DUKUNG SUMBER DAYA AIR DI KOTA PARE-PARE

EFEKTIVITAS : BAGAIMANA RENCANA MENCAPAI TUJUAN PENINGKATAN DAYA DUKUNG SUMBER

DAYA AIR DI KOTA PARE-PARE

Anda mungkin juga menyukai