Anda di halaman 1dari 9

Prof. Dr. dr. Farid Anfasa Moeloek, Sp.

OG (K)
Thinking Out Of The Box

Prof. Dr. dr. Farid Anfasa Moeloek atau biasa dipanggil Prof. Moeloek lahir di
Lampung 28 Juni 1944. Beliau mewarisi darah Sumatra Barat dari kedua
orangtuanya, namun Prof. Moeloek merasa dirinya adalah orang Lampung. Saya
orang lampung, begitu kata beliau. Baginya, Lampung adalah tanah airnya.
Mengingat masa kecil, membawa kenangan tersendiri dalam hidupnya. Sosok sang
ayah alm. Dr. Abdul Moeloek, membuat memiliki sudut pandang yang unik tapi luhur
tentang seorang dokter. Melalui sepak terjang dan karya sang ayah, natur seorang
dokter sangat berbeda dimatanya dibandingkan kebanyakan orang pada umumnya.
Dokter itu bukan hanya periksa pasien, ngobatin dan bikin orang sembuh, katanya.
Dokter itu harusnya menjadi agent of change., lanjutnya menjelaskan. Dengan pola
pikir seperti itu, tidak heran, Prof. Dr. dr. Farid Anfasa Moeloek mampu memperluas
kapasitasnya sampai mendapatkan kepercayaan sebagai menteri kesehatan era
Soeharto dan Habibie.
Sebagai dokter, sang ayah jelas memberikan pengaruh bagi pasien-pasiennya.
Namun tidak berhenti disini semata. Sang ayah juga ternyata menjadi tokoh
masyarakat di wilayah Lampung dan sekitarnya. Saat ini nama sang ayah diabadikan
sebagai penghargaan atas semua karya yang telah dilakukannya, yaitu menjadi nama
RSUD Abdul Moeloek di Tanjungkarang Lampung. Farid masih ingat ketika sang
ayah mempelopori air bersih bagi masyarakat Lampung. Bersama sahabatnya, dr.
Johannes Leimena, yang merupakan Menteri Kesehatan pada masa itu, sang ayah
mengupayakan bantuan dari WHO untuk proyek air bersih. Menurut sang ayah,
dengan adanya air bersih di tengah-tengah masyarakat berarti menandakan adanya
kehidupan. Kesehatan lebih terjamin karena aliran air juga bisa membasuh kuman-
kuman penyakit, termasuk pemberantasan malaria pada waktu itu. Membuat
masyarakat juga hidup bersih dan dampaknya lingkungan menjadi lebih sehat.
Dengan pemikiran inilah, yang membuat sudut pandang Farid keluar dari yang
biasanya. Yaitu bagaimana seorang dokter harusnya memiliki fokus sehat dan bukan
sakit. Sejauh ini, bukan rahasia kalau dokter memiliki konotasi dengan sakit. Artinya,
selama banyak yang sakit, dokter bisa memiliki pasien yang banyak. Bagi beliau,
justru harus dibalik. Mestinya, dokter sebagai agent of change, mengupayakan
kehidupan dan masyarakat lebih sehat. Masyarakat sehat akan membuat lebih
sejahtera. Kesejahteraan membawa dampak perbaikan yang jauh lebih kondusif untuk
semua pihak dan segala aspek terkait didalamnya. Termasuk dokter juga.
Meski melihat sosok dan sepak-terjang sang ayah, Farid tidak membayangkan
dirinya dimasa depan juga sebagai dokter. Bayangan masa depan farid kecil adalah
menjadi engineering. Ia berminat pada jurusan civil engineering. Saat dewasa, sang
kakak sudah terlebih dulu mengambil jurusan engineering. Tiba gilirannya selepas
SMA untuk memilih melanjutkan ke perguruan tinggi. Saat itu ai berhasil diterima di
dua perguruan tinggi, FKUI dan ITB. Sang ayah memberikan masukan untuk
mengambil kuliah kedokteran. Menimbang sang kakak sudah masuk jurusan teknik
untuk menjadi engineer, dan apa yang diusulkan sang Ayah, Farid memutuskan untuk
masuk FKUI.
Mulailah Farid menjalani kehidupan kampus di FKUI tahun 1962. Pada
semeter-semester awal pernah mengalami kegagalan tidak naik tingkat. Hal ini terjadi
karena diakui masih banyak main dan tidak terlalu serius. Sang Paman yang menjadi
dokter bedah di FKUI/RSCM juga pernah memberi nasehat. Rid, kamu jangan
serius-serius belajarnya. Perjalanan kamu masih jauh. Otak kamu masih panjang. Hal
ini ditangkap oleh Farid untuk tidak perlu terlalu serius belajarnya, tidak usah terburu-
buru untuk selesai, nanti kalau sudah tiba saatnya selesai pasti lulus juga., Nikmati
saja menjadi mahasiswa, begitu kata sang paman. Meski pernah gagal dalam
perkuliahan, hal ini tidak membuat Farid menyesal. Karena menurutnya, dari sekian
banyak nasib keberhasilannya, tetap juga pernah mengalami kegagalan. Dan bahkan
kegagalannya tersebut, ketika disadari, memacunya untuk memperbaiki diri dan
meningkatkan hasil belajar secara maksimal. Dan memang, terbukti setelah
kegagalannya tersebut, Farid benar-benar berubah dan melakukan lompatan. setelah
saya nggak naik tingkat, saya mulai lari kencang, katanya.
Kencangnya ia berlari, sampai akhirnya lulus sebagai dokter umum dan
langsung masuk spesialis kebidanan. Pada waktu itu, dekan FKUI Prof. Mahar
Mardjono menawarkan dan membuka lowongan untuk mengambil spesialis karena
tenaga spesialis masih kurang. Jadi Farid beruntung lagi sebab tidak perlu untuk
menjalani penugasan di daerah. Rencana mengambil studi spesialis membuatnya
kembali harus memilih. Pada waktu itu, dirinya masih penuh dengan semangat belajar
yang tinggi. Ada dua pilihan. Masuk ke bedah atau kebidanan. Kadua bidang spesialis
ini menarik perhatiannya karena dianggap merupakan bidang yang sulit. Akhirnya
pilihat jatuh pada kebidanan, karena di kebidanan juga mempelajari bedah dan
dianggap lebih sulit mengingat menangani dua nyawa, sang ibu dan bayinya. Jadi
Farid merasa lebih tertantang belajar spesialis kebidanan. Lulus kebidanan, ia
merencanakan untuk masuk di RS Fatmawati. Namun sang guru, Prof. Hanifa sebagai
kepala bagian Departemen Obsgyn menawarkannya menjadi staf di kebidanan. Farid
merasa mendapatkan kepercayaan dari sang guru. Tawaran ini diberikan menurut
Farid, karena sang guru sudah melihat kemampuan dan kapasitasnya yang pernah
menjadi asisten teladan saat menempuh studi spesialis kebidanan. Setelah menjadi
dokter spesialis Obgin, Farid melanjutkan dengan menekuni subspesialis dalam
bidang infertility di John Hopkins USA.
Di John Hopkins, Farid mendalami micro surgery yaitu belajar melakukan
pembedahan pada sel telur. Khususnya membuka sel telur yang tersumbat. Agar sel
sperma bisa masuk untuk proses pembuahan. Ia-lah orang pertama di Indonesia yang
membawa teknologi laparaskopi. Disebut juga sebagai operasi dengan minimal
invasive atau (MIS), laparaskopi merupakan metode pembedahan dengan membuat
dua atau tiga lubang kecil di sekitar perut pasien. Satu lubang pada pusar untuk
memasukan sebuah alat yang dilengkapi kamera agar gambar yang ditangkap kamera
dapat dipindahkan ke layar monitor, sementara dua lubang yang lain untuk peralatan
bedah lainnya. Dibandingkan dengan metode konvensional, dimana pasien dibedah
dengan sayatan yang lebar disekitar perut, metode laparoskopi merupakan metode
terkini., Itulah sebabnya metode laparaskopi masih menjadi golden standard, kata
Farid. Artinya, belum ada metode pembedahan yang dapat menyaingi efektivitas dan
manfaat yang dihasilkan saat ini. , Bukan berarti tidak ada, tadi belum ada. Mungkin
dengan biomolekuler suatu saat adalagi yang lebih canggih dari pada laparascopi,
begitu katanya lagi.
Farid juga adalah orang pertama yang membawa kuldoskopi ke Indonesia.
Kuldoskopi adalah teknik diagnostik yang penting untuk pemeriksaan reproduksi
wanita. Jenis teknik ini adalah untuk prosedur sterilisasi melalui vagina. Namanya
diturunkan dari sitilah Cul-de-sac, yaitu sebuah daerah di belakang mulut rahim
wanita, dimana yang mungkin dengan bius lokal untuk memasukkan telskop kecil
untuk pemeriksaan organ pelvic tanpa membuat operasi besar di perut yang biasanya
dilakukan. Kondisi pemeriksaan diagnosa dengan kuldoskopi termasuk tubal
adhesion (penyebab sterilitas), kehamilan ectopic, salpingitis dan usus buntu. Farid
belajar kuldoscopi di Singapore. Jadi baik micro surgery, kuldoscopi dan laparaskopi,
adalah ketrampilan dan pengetahuan yang ia pelajari di luar negeri dan dibawa ke
tanah air. Saat pulang ke tanah air, Farid menjajal ketrampilan dan pengetahuan
dalam micro surgery melalui operasi pertama pembuka sel telur seorang wanita yang
sudah pernah di sterilisasi. Hal ini terjadi pada tahun 1978-1979. Dan ia berhasil.
Sehingga, si wanita bisa hamil kembali. Jadi untuk pasien-pasien yang sulit hamil
ataupun yang sudah di sterilisasi, Faridlah pada saat itu yang menjadi dokter yang
mampu memberikan treatment sampai bisa hamil. Memang tidak semua berhasil.
Tapi menurutnya, sebagian besar bisa dikatakan berhasil.
Ketrampilan dan pengetahuan inilah yang merupakan prestasi yang
menurutnya telah dicapai sebagai seorang dokter spesialis Obgin. Hal ini merupakan
karya yang dipersembahkan juga bagi Departemen Obgin, Profesi dan bahkan bagi
bangsa dan negara. Disamping itu, sebagai lulusan John Hopkins, selama 2-3 tahun
terus akif JPIEGO atau John Hopkins Program For International Education in
Obstetric & Gynaecology. Sebagai anggota, ia juga mewakili Indonesia. Banyak lagi
yang telah ia lakukan bagi Obgin diantaranya mengembangkan kompetensi bidan dan
perawat kerja sama dengan John Hopkins atai membawa bidan dan perawat belajar di
John Hopkins.
Saat studi di John Hopkins inilah Farid sekaligus mengambil program studi
doktoralnya. Penelitian doktoralnya merupakan kolaboratif studi tentang micro
surgery. Artinya, penelitian dilakukan secara bersama oleh beberapa negara seperti
Thailand dan Filipina. Dengan pengambilan data di negara masing-masing, kemudian
diolah dan digabung menjadi colaborative research dari John Hopkins. Penelitian ini
bernilai tinggi dibandingkan penelitian doktoral pada umumnya, karena melibatkan
banyak pihak dan juga responder yang lebih luas. Disamping itu, tingginya nilai riset
ini karena berdampak juga pada bidang micro surgery di Indonesia dan di mata dunia
internasional. Jadi, menurutnya selaku peneliti, pengajar dan profesi dokter, micro
surgery dengan laparaskopinya ini adalah sebuah karya yang outstanding bagi
Departemen Obgin juga kesehatan di Indonesia dan tentu saja bagi profesinya sebagai
dokter Obgin
Selain menjadi profesi sebagai dokter, pengajar dan peneliti Farid juga aktif
dalam organisasi. Salah satunya beliau yang menggagas PKMI atau Perkumpulan
Kontrasepsi Mantap Indonesia. Saat itu BKKBN sudah ada namun belum berani
menjalankan program sterilisasi. Karena BKKBN mendapatkan tantangan dari para
ulama. Melalui PKMI, Farid melakukan realisasi program sterilisasi. Penentangan
terjadi karena para ulama menilai upaya sterilisasi menentang kondrat sebagai
manusia yang diberikan pada TUHAN. Ia berdiskusi dengan tokoh ulama pada masa
itu., Apa kita mau menghasilkan anak-anak yang lemah?. Begitu Farid
berargumen. Dengan keterampilan micro surgery yang mampu dilakukannya, langkah
sterilisasi tidak perlu ditakuti karena terbukti peluang untuk bisa hamil kembali masih
terbuka bagi mereka yang sudah di sterilisasi. Kontrol terhadap kehamilan dan
kelahiran akan berdampak pada perencanaan bayi dan anak-anak yang lebih kuat,
kokoh dan memastikan generasi yang lebih baik. Farid juga membangun kerjasama
PKMI, John Hopkins, International Voluntary Sterilization dan USAID. Dan menjadi
penerima donor terbesar dari USAID untuk urusan sterilisasi yaitu dengan
membangun sentra-sentra sterilisasi atau kontrasepsi tubektomi maupun vasektomi di
Indonesia. Selama menjadi keria PKMI, ia telah membangun 100-200 kamar operasi
yang melayani tubektomi dan vasektomi.
Farid juga pernah menjadi ketua IDI periode 2000-2003. Yang sangat
dikenang olehnya adalah saya menjadi ketua IDI ia bekerja dengan generasi muda.
Farid merasa bekerja dengan koleganya yang masih muda mendapatkan lingkungan
yang dinamis dan energis. Dan sebaliknya anak buahnya tersebut juga merasakan
mendapatkan manfaat yang besar dengan bekerja bersamanya membangun IDI.
Disamping itu dalam lingkup internasional, Farid juga pernah menjadi President
International Human Reproduction (IHR) selama 3 tahun. Cakupan aktivitas
organisasi ini secara internasional menangani fertilitas, infertilitas, keluarga
berencana dan lain-lain. Tahun 1993, ia mendapatkan kesempatam membuat
International conference di Bali. Farid mengundang Presiden RI masa itu Bpl.
Soeharto. Disinilah kali pertama ia bertemu muka denga Pak Harto. Dan mungkin
juga, moment ini menjadi sanjungan tersendiri bagi pak Harto. Karena event
international tersebut dilakukan di Indonesia dan pimpinan tertingginya adalah orang
Indonesia juga., Mungkin dari situ, beliau sudah mulai tertarik dengan saya,
makanya saya bisa jadi menteri, canda Farid.
Awal keterlibatan Farid dalam organisasi ini adalah saat ikut aktif mewakili
Indonesia sebagai anggita IHR. Cukup vokal menyampaikan usulan bahkan kritikan.
Karena menonkol dan selalu memberikan ide-ide terobosan, ia akhirnya terpilih
menjadi Presiden IHR. Pengalaman yang sangat berkesan dan mengharukan adalah
terpilihnya Indonesia khususnya Bali sebagai tempat pelaksanaan konferensi tersebut.
Meski terpilih menjadi presiden, bukan serta merta Farid tanpa perjuangan agar
Indonesia menjadi penyelenggara. Dengan koleganya dokter Jaya, Farid sudah
mempersiapkan brosur leaflet tentang Bali. Sampai di Helsinki, ia menemui duta
besar dan meminta disediakan wanita cantik yang bisa menari, baju daerah dan lagu
iringan tarian Bali. Beberapa negara juga sebagai kandidat. Tiba hari dan waktu
presentasi berupa wanita cantik yang menari mengikuti irama tarian Bali seadanya.
Karena diketahui sang wanita sama sekali bukan penari Bali.
Ketika pemilihan, akhirnya suara terbanyak para anggota memilih Bali
sebagai tempat diadakannya konferensi betapa terharunya dirinya dengan dokter Jaya,
karena perjuangannya berhasi dan menangis tatkala lagu kebangsaan Indonesia Raya
dikumandangkan sebagai sebuah kebiasaan organisasi untuk menandakan
kemenangan negara yang terpilih.
Perjalanan keorganisasian yang ditekuni lama makin tinggi dan besar
tanggung jawab yang diemban. Dalam karir berorganisasi inilah Farid akhirnya
terpilih menjadi menteri kesehatan pada Kabinet Pembangunan VII tahun 1998, dan
pada Kabinet Reformasi Pembangunan tahun 1998-1999. Saat itu Farid banyak
menghasilkan pemikiran-pemikiran dengan konsep-konsep yang baru dan strategis.
Nampaknya, pola pikir agent of change masih kental terasa. Dengan thinking out of
the box nya, Farid mampu melahirkan program-program terobosan yang tertuang
dalam Indonesia Sehat 2010. Program-program tersebut antara lain, pembangunan
berwawasan kesehatan. Yaitu setiap kali sz menggunakan asas gotong royong,
dimana semua lapisan masyarakat tetap memberikan kontribusi dalam pembayaran
pajak. Makin tinggi penghasilan, makin banyak pajak yang diambil. Sehingga,
subsidi silang pun dapat dilakukan. Saat ini, dengan belum adanya sistem asuransi
kesehatan, sebagian besar masyarakat dengan tingkat sosial yang rendah mendapatkan
subsidi dari pemerintah.
Namun keberadaan program subsidi ini sendiri bukan rahasia lagi mengalami
banyak kebocoran karena korupsi. Sehingga, usulan beliau adalah masyarakatlah yang
mengupayakan sunsidi melalui mekanisme pajak. Idenya, there is no free lunch.
Artinya, seberapapun penghasilan yang di dapat tidak berpengaruh. Yang penting
dibuatkan mekanisme pembayaran pajak sesuai dengan penghasilan bulanan yang
didapat setiap warga negara. Lalu dengan memanfaatkan dokter keluarga, sebagai
pengelola dan pengontrol kesehatan di suatu wilayah permukiman masyarakat, sang
dokter bertugas untuk menciptakan kondisi dan situasi agar tetap sehat dan
memelihara kesehatan bisa dipertahankan. Inilah realisasi dokter yang berorientasi
sehat. Sejumlah dana besar yang adalah dana asuransi tadi setiap bulan akan diberikan
kepada sang dokter sersebut. Sehingga, bila ada yang sakit di wilayah tersebut,
masyarakat tidak perlu lagi mengeluarkan uang karena ditanggung dari dana jaminan
kesehatan yang dikelola oleh sang dokter keluarga. Sehingga dampaknya selain pada
masyatakat, juga pada dokternya. Sebab besar kecilnya pengeluaran atau pemakaian
dana jaminan kesehatan akan tergantung dari tata kelola dan penjaaan dokter keluarga
tersebut pada wilayah yang ditanganinya.
Semakin baik ia mempertahankan masyarakat dalam keadaan sehat (artinya
tidak banyak yang sakit, maka semakin besar dana jaminan kesehatan yang akan
menjadi kompensasi bagi dirinya karena telah berhasi mempertahankan keadaan
kesehatan masyarakat yang kesehatannya ia kelola. Dengan konsep dokter keluarga,
mereka benar-benar dapat menjadi agent of change. Sehingga, penganganan kematian
ibu dan anak dapat mereka lakukan. Tidak perlu dokter kebidanan untuk melakukan
partus normal. Dokter keluarga juga dapat melakuka sterilisasi. Sehingga, produksi
dokter-dokter spesialis kebidanan tidak perlu dijadikan program yang mendesak untuk
realisasikan. Kehadiran puskesmas bisa diintegrasikan dengan konsep dokter
keluarga. Bedanya, dari sudut pandang. Jika puskesmas masih berorientasi sakit,
dengan kehadiran dokter keluarga, puskesmas berubah menjadi lembaga yang
mengupayakan dan mengelola agar kesehatan bisa terwujud.
Terobosan pemikiran lain adalah masalah rokok. Beliau melihat dari segala
macam sisi, baik itu kesehatan, ataupun ekonomi dan bahkan terkait kesejahteraan,
rokok tidak memiliki hal yang positif sama sekali. , percuma bila mengejar angka
GNP tinggi, tapi masalah sosial tidak diperbaiki, begitu katanya. Hal ini juga pernah
disampaikan kepada atasannya Presiden Habibie. Ia mengatakan, seperti komputer,
kalau kapasitasnya terbatas tapi dimasukkan program yang memorinya besar untuk
memproses data apa yang akan terjadi? Ya Hank dong pak., katanya. Pak Habibie
pun menurut cerita Farid kala itu juga kaget ketika dijelaskan demikian. Menurutnya,
rokok menjadi pintu masuk penggunaan narkoba. Rokok juga memperluas
kemiskinan. Karena pengeluaran belanja dari masyarakat dengan tingkat sosial yang
rendah sampai yang tinggi sekalipun menjadikan rokok sebagai konsumsi yang
dominan. Apalagi kaum marginal yang masih lebih banyak populasinya di Indonesia.
Ia pernah melakukan sebuah survey. Karena tidak ada regulasi yang kuat yang
berpihak pada kaum marginal akan menyebabkan dampak mengkonsumsi rokok
berefek domino., kalian tahu, kalau keluarga-keluarga sederhana dan miskin yang
memiliki 2 atau 3 anak, setelah mendapatkan uang atau rejeki, apa yang mereka
belanjakan setelah beras dan kebutuhan pokok lainnya? begitu kami tanya. Kami
coba menebak., rokok ya Prof...?., Ya, tepat!, kata beliau. Dampaknya anak-anak
tidak mendapat cukup gizi seperti telur, susu, ikan dan lain-lain. Hal ini menyebabkan
asupan nutrisi buat otak mereka kurang cerdas. Akibatnya, hasil pendidikan tidak
maksimal. Sama dengan komputer yang terbatasmemorinya tadi. Olahan datanya akan
sulit dan bahkan menuai masalah. Malah makin banyak penyakit yang membuat anak-
anak Indonesia jadi lemah dan tidak akan sanggup bersaing dan berkompetisi dengan
anak-anak lainnya dari negara lain. Ujungnya adalah, anak-anak Indonesia tumbuh
dan besar menjadi sumber daya manusia yang lemah dan akan kalah dalam
persaingan global. , kalau saja pemerintah menaikkan pajak rokok, sehingga
membuat kalangan tertentu saja yang mengkonsumsi rokok, maka populasi rokok
pemula akan bisa ditekan, orang marginal dan yang menengah juga akan mampu
dikendalikan pola konsumsinya dan akhirnya perbaikan sistematis terhadap kualitas
anak-anak dan keluarga agar lebih sehat dan kuat dapat terwujud, demikian ia
menjelaskan dengan lugas dan tegas. Tidak heran dengan keberaniannya bertindak
dan berpikir secara kritis dan tajam, beliau mendapatkan bintang mahaputera oleh
presiden Habibie. Meski ketika ditanya apa kriteria dan alasannya ia bisa terpilih,
Farid hanya berucap,Saya juga tidak tahu sama sekali,

BIODATA
Nama Farid Anfasa Moeloek
Tempat/ Tgl. Lahir Liwa, 28 Juni 1944
Agama Islam
Status pernikahan Berkeluarga dengan Prof. Dr.dr Nila Djuwita Moeloek,
SpM (K) dengan tiga orang anak
RIWAYAT PENDIDIKAN
SD, SMP DAN SMA Tanjung Karang
1970 Institut Teknologi Bandung
Fakultas Kedokteran UI
1976 Spesialis Obstetri dan Ginekologi FKUI
1977 Kursus Fertility Management dan perawatan kesehatan
ibu dan anak oleh WHO, Singapura
1979 Ilmu Kebidanan di University John Hopkins, Amerika
Serikat (1979)
1980 Pendidikan Lanjutan Operasi Endoskopi dalam
sterilisasi dan infertilitas di Jerman Barat
1983 Doktor Ilmu Kebidanan dan Ginekologi FKUI
1994 Dikukuhkan sebagai Guru Besar FKUI

ORGANISASI
Kepengurusan Dalam Organisasi Profesi
Dosen Pascasarjana FKUI, mengajar Obstetri dan Ginekologi
Direktur Program Pascasarjana Universitas Indonesia (1990-1996)
Keanggotaan Organisasi Profesi Nasional
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI)
Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia (PKMI)
Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI)
Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
Internasional
Medical Association of South East Asia Nation
Honorary Member of International Society on Huma Reproduction
Honorary Member of Society on Fallopian Tube in Health and Disease
Jabatan Dalam Kabinet Pemerintah
Menteri Kesehatan RI Kabinet Pembangunan VII
Menteri Kesehatan RI Kabinet Teformasi Pembangunan
Anggota MPR RI (1999)

Anda mungkin juga menyukai