Anda di halaman 1dari 60

PERANAN KONSELING PRA TUBEKTOMI POMEROY

TERHADAP FUNGSI SEKSUAL PASIEN PASCA


TUBEKTOMI POMEROY DI RSUP. H. ADAM MALIK DAN
RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN

TESIS

OLEH :

ALIM SAHID

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP.H.ADAM MALIK / RS. PIRNGADI
MEDAN
2009
Alim Sahid : Peranan Konseling Pra Tubektomi Pomeroy Terhadap Fungsi Seksual Pasien Pasca Tubektomi Pomeroy Di
Rsup. H. Adam Malik Dan Rsud Dr. Pirngadi Medan, 2009
LEMBARPENGESAHAN

Penelitianinidisetujuiolehtim5

Pembimbing :

Dr.IchwanulAdenin,SpOG(K) ..

PembimbingI Tanggal

Dr.MohdRhizaZ.Tala,SpOG(K) ..

PembimbingII Tanggal

PENYANGGAH:

Dr.HerbertSihite,SpOG

DivisiFetoMaternal Tanggal

Dr.AswarAboet,SpOG ...

DivisiFertilitas,Endokrinologi Tanggal

Reproduksi

Dr.DeriEdianto,SpOG(K) .

DivisiOnkologiGinekologi Tanggal


PENELITIAN INI DIBAWAH BIMBINGAN TIM 5

PEMBIMBING : Dr. Ichwanul Adenin, SpOG(K)

Dr. Mohd. Rhiza Z Tala, SpOG(K)

PENYANGGAH : Dr.Herbert Sihite, SpOG

Dr. Aswar Aboet, SpOG

Dr. Deri Edianto, SpOG(K)

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan

memenuhi salah satu syarat untuk mencapai keahlian

dalam bidang Obstetri dan Ginekologi

KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wataala, Tuhan Yang Maha

Kuasa, berkat Rahmat dan Karunia-Nya penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat

memperoleh keahlian dalam bidang Obsteri dan Ginekologi. Sebagai manusia biasa saya

menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya

kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan

khususnya tentang:

PERANAN KONSELING PRA TUBEKTOMI POMEROY TERHADAP FUNGSI

SEKSUAL PASIEN PASCA TUBEKTOMI POMEROY DI RSUP. H. ADAM MALIK

DAN RSUD. Dr. PIRNGADI MEDAN

Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankan saya menyampaikan rasa terima

kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program

Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran USU Medan.

2. Prof. Dr. Delfi Lutan, SpOG(K), Kepala Bagian Obstetri dan Ginekologi FK-USU; Dr.

Muhammad Rusda, SpOG, Sekretaris Bagian Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan;

Prof. Dr. M. Fauzie Sahil, SpOG(K), Ketua Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan

Ginekologi FK-USU Medan; Dr. Deri Edianto, SpOG(K), Sekretaris Program Studi

Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; Prof. Dr. M. Jusuf Hanafiah,
SpOG(K), Dr. Erjan Albar,SpOG(K) ( Alm) ; Prof. Dr. Herbert Hutabarat, SpOG(K);

Prof. Dr. Pandapotan Simanjuntak, SpOG(K) (Alm); Prof. Dr. Djaffar Siddik, SpOG(K);

Prof. Dr. Hamonangan Hutapea, SpOG(K); Prof. DR. Dr. M. Thamrin Tanjung,

SpOG(K); Prof. Dr. R. Haryono Roeshadi, SpOG(K); Prof. Dr. T.M. Hanafiah,

SpOG(K); Prof. Dr. Daulat H. Sibuea, SpOG(K); Prof. Dr. Budi Hadibroto, SpOG(K);

yang secara bersama-sama telah menerima saya untuk mengikuti pendidikan spesialis di

bagian Obstetri dan Ginekologi.

3. Dr. Ichwanul Adenin, SpOG(K) yang telah memberikan ide dan arahan kepada saya

untuk melakukan penelitian ini sekaligus sebagai pembimbing utama bersama dengan Dr.

Mohd Rhiza Z. Tala, SpOG(K) yang telah meluangkan waktu yang sangat berharga

untuk membimbing, memeriksa dan melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai. Dr.

Herbert Sihite, SpOG, Dr. Aswar Aboet, SpOG dan Dr. Deri Edianto, SpOG(K) selaku

tim penyanggah dan narasumber dalam penulisan tesis ini, yang telah memberikan

bimbingan dan masukan dalam perbaikan tesis ini.

4. Prof. Dr. R. Haryono Roeshadi, SpOG(K) selaku bapak angkat saya selama menjalani

masa pendidikan, yang telah memberikan bimbingan, nasehat-nasehat yang bermanfaat

kepada saya dalam menghadapi masa-masa sulit dalam pendidikan.

5. Dr.A.Jalil Amri Arma, M.Kes, yang telah meluangkan waktu untuk membimbing saya

dalam penyelesaian uji statistik tesis ini.

6. Seluruh staf pengajar di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK USU Medan, yang

secara langsung telah banyak membimbing dan mendidik saya sejak awal hingga akhir

pendidikan. Semoga Yang Maha pengasih membalas budi baik guru guru saya.

7. Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan RI dan Kepala Kantor Wilayah Departemen

Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, atas izin yang diberikan kepada saya untuk

mengikuti program Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK USU Medan.


8. Direktur RSUP Haji Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan dan sarana

untuk bekerja selama mengikuti pendidikan di Departemen Obstetri dan Ginekologi.

9. Direktur RSUD Dr. Pirngadi Medan dan Kepala SMF Kebidanan dan Penyakit

Kandungan RSUD Dr. Pirngadi Medan, yang telah memberikan kesempatan dan sarana

bekerja selama mengikuti pendidikan.

10. Direktur RS PTPN II Tembakau Deli Medan, Dr. Sofian Abdul Ilah, SpOG dan Dr.

Nazaruddin Jafar, SpOG(K) beserta staf yang telah memberi kesempatan dan bimbingan

selama saya bertugas di bagian tersebut.

11.Direktur RSUD Penyabungan beserta Staf atas kesempatan kerja dan bantuan moril

selama saya bertugas di rumah sakit tersebut.

12.Kepala Departemen Patologi Anatomi FK USU Medan beserta Staf, atas kesempatan dan

bimbingan yang telah diberikan selama saya bertugas di departemen tersebut.

13.Kepada senior-senior saya, Dr. Harry Simanjuntak, SpOG, Dr. Riza Rivani, SpOG, Dr.

Cut Adeya Adella, SpOG, Dr. Johny Marpaung, SpOG, Dr. Melvin P. Barus, SpOG, Dr.

M. Oky Prabudi, SpOG, Dr. Dudy Aldiansyah, SpOG, Dr. Hayu Lestari Haryono, SpOG,

Dr. A. Hadi, SpOG, Dr. Juni Hardi Tarigan, SpOG, terima kasih atas segala bimbingan,

bantuan dan dukungannya yang telah diberikan selama ini.

14.Kepada Sejawat terutama Dr. Dwi Faradina, SpOG, Dr. Sim Romi, SpOG, Dr. Dessy S.

Hasibuan, SpOG, Dr. Ferry Simatupang, SpOG, Dr. Rony P. Bangun, Dr. Yusmardi, Dr.

Nur Aflah, Dr. Silvia, Dr. David L. Lubis, Dr. Gorga Udjung, Dr. M. Ikhwan, Dr.

Edward, Dr. Yasnil, Dr. Jefri, Dr. Made, Dr. Elvira, Dr. Haika, Dr. Pantas, Dr. Liza, Dr.

Ferdyansyah, Dr. Yuda, Dr. Hendry. Terima kasih atas bantuan dan dukungannya selama

ini serta kebersamaan kita selama menjalani program pendidikan spesialis di bagian

Obstetri dan Ginekologi.


15.Kepada adik-adikku, Dr. Aidil Akbar, Dr. T. Johan Avisena, Dr. Meity Elvina, saya

sampaikan terima kasih atas dukungan dan bantuan yang diberikan selama ini serta

kebersamaan kita selama pendidikan dan kenangan indah selama kita jaga bersama.

16.Seluruh teman sejawat PPDS yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih

atas kebersamaan, dorongan semangat dan doa yang telah diberikan selama ini.

17.Dokter muda, bidan dan paramedis yang telah ikut membantu dan bekerja sama dalam

menjalani pendidikan di Departemen Obstetri dan Ginekologi di FK USU / RSUP H.

Adam Malik RSUD Dr. Pirngadi Medan. Terima kasih atas dorongan dan semangat

yang telah diberikan kepada saya.


Sembah sujud dan terima kasih yang tidak terhingga saya haturkan kepada Almarhum Abah,

H. Moch Abubakar dan Ibunda Hj. Masrukhah yang telah membesarkan, mendidik, dan

membimbing saya dengan penuh cinta dan kasih sayang dari masa kanak-kanak hingga kini.

Yang terhormat, Almarhum Abak Mertua, H. Basril Jamaan dan Ibu Mertua Hj. Jusmiati

yang telah banyak membantu, memberikan dorongan, nasehat dan perhatian kepada saya

selama mengikuti pendidikan, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Tiada kata yang dapat kuucapkan selain rasa syukur kepada Allah SWT untuk

mengungkapkan rasa cinta, kekaguman dan terima kasih kepada isteriku tercinta Dr. Devi

Julianti dan anak-anakku tersayang Aisha Aulia, Muhammad Fathan Arsyah dan

Muhammad Hafizan Ar Rahman atas pengertian, kesabaran, dorongan semangat,

pengorbanan dan doa yang diberikan sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan.

Kepada seluruh keluarga dan handai taulan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang

secara langsung maupun tidak langsung telah banyak memberikan bantuan, dukungan dan

doa, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan berkah-Nya kepada kita semua.

Amin Ya RabbalAlamin.

Medan, Juli 2009

ALIM SAHID
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i

DAFTAR ISI .....................................................................................................................vi

DAFTAR TABEL .............................................................................................................ix

DAFTAR DIAGRAM .......................................................................................................x

DAFTAR SINGKATAN .................................................................................................xi

ABSTRAK........................................................................................................................xii

BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1 LATAR BELAKANG ............................................................................... 1

1.2 PERUMUSAN MASALAH ...................................................................... 4

1.3 TUJUAN PENELITIAN ............................................................................ 4

1.4 MANFAAT PENELITIAN ........................................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 5

2.1 KONSELING ............................................................................................. 5

2.2 TUBEKTOMI ............................................................................................. 9

2.3 FUNGSI SEKSUAL ................................................................................. 14

2.4 KERANGKA TEORI ................................................................................16

2.5 UJI KUESIONER SEBAGAI ALAT UKUR ........................................... 17

2.6 INDEKS FUNGSI SEKSUAL WANITA ................................................ 18

2.7 INSTRUMEN PENYARING ................................................................... 20


BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 21

3.1 RANCANGAN PENELITIAN ................................................................ 21

3.2 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ................................................. 21

3.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN ............................................ 22

3.3.1 POPULASI PENELITIAN ........................................................... 22

3.3.2 SAMPEL PENELITIAN .............................................................. 22

3.4 KRITERIA PENELITIAN ....................................................................... 23

3.4.1 KRITERIA INKLUSI .................................................................. 23

3.4.2 KRITERIA EKSLUSI .................................................................. 23

3.5 KERANGKA KONSEP PENELITIAN .................................................... 24

3.6 BATASAN OPERASIONAL ................................................................... 25

3.7 CARA PENELITIAN ............................................................................... 26

3.7.1 PENGUMPULAN DATA ............................................................ 26

3.7.2 PENGOLAHAN DATA ................................................................ 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 28

4.1 KARAKTERISTIK RESPONDEN .......................................................... 28

4.1.1 KARAKTERISTIK RESPONDEN BERDASARKAN

UMUR...............................................................................................28

4.1.2 KARAKTERISTIK RESPONDEN BERDASARKAN

PARITAS..........................................................................................28

4.1.3 KARAKTERISTIK RESPONDEN BERDASARKAN

TINGKAT PENDIDIKAN..............................................................29

4.2 PENYAJIAN DATA HASIL KUESIONER KONSELING PRA

TUBEKTOMI ...........................................................................................30
4.3. HASIL DARI KUESIONER KONSELING PRA TUBEKTOMI

DAN INDEKS FUNGSI SEKSUAL WANITA ....................................32

4.4. HASIL KUESIONER KONSELING PRA TUBEKTOMI DAN

INDEKS FUNGSI SEKSUAL WANITA BERDASARKAN

KARAKTERISTIK TINGKAT PENDIDIKAN RESPONDEN..........32

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 36

5.1 KESIMPULAN ...................................................................................... 36

5.2 SARAN ................................................................................................... 36

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 37

LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

TABEL 1. KARAKTERISTIK RESPONDEN BERDASARKAN PARITAS .......... 28

TABEL 2. KARAKTERISTIK RESPONDEN BERDASARKAN TINGKAT

NDIDIKAN ............................................................................................... 29

TABEL 3. HASIL KUESIONER KONSELING PRA TUBEKTOMI ....................... 30

TABEL 4. HASIL KONSELING PRA TUBEKTOMI DAN INDEKS FUNGSI

SEKSUAL WANITA ................................................................................ 32


DAFTAR DIAGRAM

Diagram 1 KARAKTERISTIK RESPONDEN BERDASARKAN PARITAS .......... 25

Diagram 2. KARAKTERISTIK RESPONDEN BERDASARKAN TINGKAT

PENDIDIKAN ...........................................................................................30

Diagram 3. HASIL KUESIONER KONSELING PRA TUBEKTOMI ........................31

Diagram 4. RESPONDEN YANG TIDAK MENDAPAT KONSELING PRA

TUBEKTOMI DENGAN KATEGORI INDEKS FUNGSI

SEKSUAL....................................................................................................33

Diagram 5. RESPONDEN YANG KURANG MENDAPAT KONSELING PRA

TUBEKTOMI DENGAN KATEGORI INDEKS FUNGSI

SEKSUAL....................................................................................................34

Diagram 6. RESPONDEN YANG MENDAPAT KONSELING PRA TUBEKTOMI

BAIK DENGAN KATEGORI INDEKS FUNGSI

SEKSUAL....................................................................................................35
DAFTAR SINGKATAN

KIE : Komunikasi, Informasi, dan Edukasi

KB : Keluarga Berencana

WHO : World Health Organization

HIV : Human Immunodeficency Virus

AIDS : Aquired Immunodeficiency Syndrome

ACTH : Adenocorticotropic hormone

CRH : Corticotropine Realising Hormone

FSH : Folicle Stimulating Hormone

LH : Lutein Hormon

FSFI : Female Sexual Function Index (Indeks Fungsi Seksual Wanita)

L-MMPI : Lie Scale - Minnesota Multiphasic Personality Inventory

PT : Perguruan Tinggi
ABSTRAK

Tujuan : Untuk mengetahui bagaimana peranan konseling terhadap pasien pra tubektomi

terhadap fungsi seksual pasca tubektomi di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSUD. Dr.

Pirngadi Medan selama 5 tahun.

Rancangan Penelitian : Penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Populasi dalam

penelitian ini diambil dari data data pasien untuk kasus tubektomi pomeroy yang

dilakukan di RSUP H. Adam Malik dan RSUD Dr. Pirngadi Medan mulai Januari 2004 s/d

Desember 2008. Responden yang memenuhi kriteria inklusi diberikan instrumen penyaring

Skala-L MMPI sampai terpenuhi jumlah sampel 43 orang, dan dilanjutkan dengan pengisian

kuesioner tentang konseling dan kuesioner Indeks Fungsi Seksual Wanita yang telah diuji

validitas dan reliabilitasnya.

Hasil Penelitian : Populasi pada penelitian ini adalah pasien-pasien yang telah dilakukan

tubektomi pomeroy baik secara laparatomi maupun mini laparatomi di RSUP H. Adam

Malik Medan dan RSUD Dr. Pirngadi Medan sejak Januari 2004 s/d Desember 2008.

Dengan jumlah sampel 43 orang, diperoleh dari rumus besar sampel Simple Random

Sampling. Dari karakteristik umur responden penelitian, didapati seluruh responden berusia

> 26 tahun sebanyak 43 orang (100 %), dari karakteristik paritas responden didapati paritas

yang paling tinggi adalah 3-4 sebanyak 31 responden (72,09%), dari karakteristik tingkat

pendidikan responden didapati responden dengan tingkat pendidikan SMA adalah yang

paling banyak yaitu 21 orang (48%). Dari seluruh responden, didapatkan responden yang

mendapat konseling pra tubektomi dengan baik menempati urutan terbanyak yaitu sebanyak
31 orang (72,09%), responden yang mendapat konseling pra tubektomi dengan baik

memiliki indeks fungsi seksual wanita kategori sedang yang paling banyak yaitu 21 orang

(67,74 %), responden yang kurang mendapat konseling pra tubektomi seluruhnya memiliki

indeks fungsi seksual kategori buruk sebanyak 1 orang (100%), responden yang tidak

mendapat konseling pra tubektomi memiliki indeks fungsi seksual kategori sedang yang

paling banyak yaitu 6 orang (54,55%).

Kesimpulan : Responden yang mendapat konseling pra tubektomi dengan baik sebanyak 31

orang (72,09%), responden yang mendapat konseling pra tubektomi dengan baik memiliki

indeks fungsi seksual wanita kategori sedang yang paling banyak yaitu 21 orang (67,74 %),

responden yang kurang mendapat konseling pra tubektomi seluruhnya memiliki indeks

fungsi seksual kategori buruk sebanyak 1 orang (100%), responden yang tidak mendapat

konseling pra tubektomi memiliki indeks fungsi seksual kategori sedang yang paling banyak

yaitu 6 orang (54,55%).

Kata Kunci : Konseling, Tubektomi, Fungsi Seksual


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Konseling yang dilakukan kepada pasangan pra tubektomi memegang peranan penting

karena dapat membantu suatu pasangan mempertimbangkan bahwa tubektomi merupakan

suatu metode kontrasepsi yang permanen. Konseling yang cermat akan mengurangi

penyesalan pasca operasi dan kedukaan karena kehilangan kesuburan yang dialami

beberapa wanita.1

Selama konseling dengan suatu pasangan, harus membahas apa yang mereka rasakan bila

terjadi sesuatu pada anak mereka, apa yang akan mereka rasakan bila terjadi sesuatu dengan

pasangan mereka saat ini, apakah mereka menginginkan anak dengan pasangan yang baru,

apakah mereka berdua yakin tidak ingin punya anak lagi. Tidak ada jawaban yang dapat

diprediksi untuk pertanyaan-pertanyaan ini. Tetapi hal ini perlu dipertimbangkan dengan

baik.1

Penting untuk tidak memberikan pandangan yang menimbulkan bias saat membahas

tubektomi. Konselor harus dapat menyimpan pandangan pribadinya mengenai metode ini,

dan sebaiknya hal ini tidak mempengaruhi pasangan tersebut dalam mengambil keputusan.

Konseling lebih bermanfaat jika dilakukan kepada pasangan secara bersamaan, daripada

hanya kepada wanita sendiri, karena keputusan tubektomi mempengaruhi kedua belah

pihak. Selain itu, perlu dijelaskan saat konseling tentang efektifitas dan efek samping dari

tubektomi. Tubektomi adalah bentuk kontrasepsi yang sangat efektif, tetapi jika gagal ada
peningkatan risiko kehamilan ektopik. Dan pengembalian prosedur ini sangat sulit sehingga

pasangan sepenuhnya memahami keputusan yang mereka ambil.1

Keadaan pasca tubektomi pada wanita juga harus dijelaskan saat konseling, karena dapat

menimbulkan rasa penyesalan terhadap keputusan mereka, namun ada kalanya beberapa

wanita yang dilakukan tubektomi, dapat merasa dibebaskan dari rasa cemas akan kehamilan.

Seringkali ketakutan akan kehamilan memicu permintaan untuk dilakukan tubektomi.

Kebebasan dari rasa cemas tersebut memungkinkan mereka menikmati hubungan seksual

mereka dengan cara yang sebelumnya tidak dapat mereka lakukan.1

Beberapa wanita yang telah dilakukan tubektomi dapat mengalami gangguan cemas, depresi

ataupun gejala neurotik sindrom lainnya. Dimana, cemas maupun depresi merupakan gejala

psikologis yang dapat menjadi salah satu penyebab perubahan fungsi seksual. Fungsi

seksual tersebut meliputi hasrat, rangsangan, lubrikasi, orgasme, kepuasan, dan rasa nyeri.2

Kehilangan fungsi seksual (loss of sexual function) adalah gejala umum pada depresi.

Seseorang dengan depresi umumnya tidak mempunyai keinginan untuk melakukan

hubungan seksual atau menderita gangguan rangsangan seksual.3

Tubektomi wanita adalah satu-satunya metode kontrasepsi wanita yang permanen. Metode

ini pertama kali dilontarkan oleh Hipokrates, tetapi metode ini tidak digambarkan dengan

sempurna sampai pada tahun 1834 oleh Von Blundell. Tahun 1896 pertama dilaporkan

tubektomi tuba pada waktu itu dilaksanakan bersamaan dengan Seksio Sesaria oleh Samuel

Smith di Lungren Toledo,Ohio. Pada pertemuan ke 21 American Gynecologi Society setelah

melalui proses perdebatan dimana wanita mempuyai hak untuk dilakukan atau tidak

dilakukan tubektomi. Dahulu tubektomi dilakukan atas indikasi medis, seperti kelainan
jiwa, kemungkinan kehamilan yang dapat membahayakan nyawa ibu atau penyakit

keturunan. Kini tubektomi dilakukan untuk membatasi jumlah anak.4

Di Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

RSUP. H. Adam Malik dan RSUD Dr. Pirngadi Medan, tindakan tubektomi yang lazim

dilakukan adalah tubektomi Pomeroy.

Tubektomi merupakan metode kontrasepsi yang efektif dan semakin populer untuk

mengontrol kelahiran sejak 40 tahun belakangan. Namun, beberapa wanita yang memilih

tubektomi kadang menderita Neurotik sindrom, dimana manifestasinya dapat berupa depresi

dan penurunan hasrat seksual yang berpengaruh pada fungsi seksual seorang wanita.3

Seksualitas merupakan bagian penting dalam kehidupan setiap wanita. Beberapa literatur

psikologi menyebutkan bahwa normalnya fungsi seksual seseorang dapat menambah

kualitas hidupnya (quality of life). Keingintahuan dan kekhawatiran tentang seksualitas

dialami sepanjang umur seorang wanita, mulai dari pertanyaan tentang pubertas hingga

kekhawatiran tentang perubahan fungsi seksual.5

Banyak wanita yang kehilangan ingatan, gelisah, letargi dan kehilangan hasrat setelah

dilakukan tubektomi, hal ini seakan mengindikasikan menopause spontan yang iatrogenik.

Para dokter sering menghubungkan gejala-gejala ini sebagai masalah psikologis, sehingga

tubektomi tidak hanya terbatas pada profesi medis saja, namun harus serius memberikan

informasi tentang tubektomi dengan lengkap kepada para wanita maupun pasangan yang

ingin menjalani tubektomi.5


1.2. PERUMUSAN MASALAH

Bagaimana peranan konseling terhadap pasien pra tubektomi terhadap fungsi seksual pasca

tubektomi?

1.3. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan Umum

- Untuk mengetahui peranan konseling terhadap pasien pra tubektomi terhadap fungsi

seksual pasca tubektomi?

Tujuan Khusus

- Untuk mengetahui apakah pasien yang mendapat konseling dengan baik pra

tubektomi mempunyai fungsi seksual yang baik pasca tubektomi ?

- Untuk mengetahui apakah pasien yang kurang mendapat konseling pra tubektomi

mempunyai fungsi seksual yang kurang baik pasca tubektomi ?

- Untuk mengetahui apakah pasien yang tidak mendapat konseling pra tubektomi

mempunyai fungsi seksual yang buruk pasca tubektomi ?

1.4. MANFAAT PENELITIAN

1. Konseling pra tubektomi diharapkan dapat mempersiapkan psikologis pasien

terhadap fungsi seksual pasca tubektomi

2. Hasil penelitian ini dapat merupakan data dasar untuk penelitian selanjutnya
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. KONSELING

Menurut Burks dan Stefflre, Konseling merupakan suatu hubungan professional antara

konselor terlatih dengan seorang pasien. Hubungan dirancang untuk membantu klien

memahami dan memperjelas pandangan hidupnya, dan belajar mencapai tujuan yang

ditentukan sendiri melalui pilihan-pilihan yang bermakna dan penyelesaian masalah


7
emosional antar pribadi. Konseling pra tubektomi berarti penjelasan yang diberikan oleh

dokter atau paramedis kepada pasien sebelum dilakukan tindakan tubektomi.

Konseling merupakan tindak lanjut dari KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi), yang

termasuk komponen dalam pelayanan keluarga berencana (KB) di Indonesia.7 Bila

seseorang telah termotivasi melalui KIE, ia perlu diberikan konseling. Jenis dan bobot

konseling yang diberikan tergantung pada tingkatan KIE yang telah diterimanya. Konseling

dibutuhkan agar seseorang yang menghadapi suatu masalah dapat menemukan cara

penyelesaiannya. Tujuan Konseling adalah :7

1. Memahami diri secara lebih baik

2. Mengarahkan perkembangan diri sesuai dengan potensinya

3. Lebih realistis dalam melihat diri dan masalah yang dihadapi, sehingga :

o Mampu memecahkan masalah secara kreatif dan produktif

o Memiliki taraf aktualisasi diri sesuai dengan potensi yang dimiliki

o Terhindar dari gejala-gejala kecemasan dan salah penyesuaian diri

o Terhindar dari rasa penyesalan akan keputusan yang diambil

o Mampu menyesuaikan dengan situasi dan lingkungan


o Memperoleh dan merasakan kebahagiaan

Dalam Konseling diadakan percakapan dua arah untuk :

1. Membahas berbagai pilihan kontrasepsi

2. Memberikan informasi selengkapnya mengenai konsekuensi pilihannya, baik

ditinjau dari segi medis, teknis, maupun non-medis agar tidak menyesal di kemudian

hari

3. Membantu memutuskan pilihan kontrasepsi yang paling sesuai dengan keadaan

khusus pribadi dan keluarganya

4. Membantu dalam menyesuaikan diri terhadap kondisi barunya, terutama bila ia

mengalami permasalahan.

Informasi yang diberikan dalam konseling untuk pemilihan kontrasepsi mantap wanita

meliputi :7

1. Arti keluarga berencana (KB)

2. keluarga berencana

3. Cara ber-KB atau metode kontrasepsi, dalam hal ini metode tubektomi

4. Keuntungan dan kerugian serta efek dari kontrasepsi metode tubektomi

5. Pola perencanaan keluarga yang rasional

6. Rujukan pelayanan kontrasepsi, dalam hal ini persiapan tubektomi

Hal-hal yang perlu diperhatikan supaya konseling berhasil dengan baik adalah bahwa

konseling merupakan suatu kegiatan dalam hubungan antar-manusia, di mana kita

melakukan serangkaian tindakan yang akhirnya akan membantu pasien dalam memecahkan

permasalahan yang dihadapinya, antara lain masalah pemilihan penggunaan kontrasepsi

yang paling cocok dengan keadaan dan kebutuhan yang dirasakannya. Bila setiap pasien
sebelum memutuskan pilihan kontrasepsinya melalui proses konseling yang baik, maka

tidak akan timbul rasa penyesalan di kemudian hari.

Menurut WHO Family Planning Cornerstones (Johns Hopkins Bloomberg School of Public

Health) 2009, Dalam melakukan konseling pra tubektomi harus dijelaskan bahwa

tubektomi.23

Merupakan tindakan pembedahan

Rahim tidak diangkat sehingga masih mendapat menstruasi

Bersifat permanen.

Sangat efektif

Sangat aman

Tidak ada efek samping dalam jangka panjang

Tidak dapat melindungi dari penyakit kelamin dan HIV/AIDS

Waktu untuk melaksanakan Tubektomi :

Tubektomi hampir dapat dilakukan kapan saja.

Tapi harus ditunda pada keadaan tertentu seperti :

Baru melahirkan antara 1 sampai 6 minggu

Hamil

Infeksi organ genital

Sakit berat
Sebelum dilakukan tubektomi, perlu dilakukan diskusi tentang :

Masih ada metode kontrasepsi lain

Tubektomi merupakan tindakan pembedahan

Ada kelebihan dan kekurangannya

Mencegah mempunyai anak lagi

Bersifat permanen-keputusan harus mantap

Pasien dapat membatalkan keputusan kapan saja sebelum dilakukan pembedahan

Dalam konseling sebelum tubektomi, harus dijelaskan mengenai prosedur pembedahan,

seperti :

1. Pasien akan dibius, namun masih tetap sadar

2. Akan dibuat sayatan kecil, namun tidak terasa sakit oleh karena pembiusan

3. Saluran indung telur kiri dan kanan digunting dan diikat

4. Kemudian luka dijahit

5. Istirahat selama beberapa jam di tempat pelayanan kesehatan/rumah sakit

Selanjutnya :

Pasien harus istirahat selama 2 3 hari.

Hindari mengangkat beban berat selam 1 minggu

Tidak boleh behubungan seks selama 1 minggu

Kunjugan kembali ke rumah sakit setelah dilakukan tubektomi, apabila :

Dalam minggu pertama:

Demam tinggi

Ada perdarahan atau nanah pada luka bekas operasi

Terasa nyeri, panas, bengkak, atau kemerahan pada luka bekas operasi
Nyeri yang menetap atau makin hebat, kram atau tegang pada perut

Pingsan atau pusing yang berat

Kapan saja:

Anda merasa hamil

Nyeri perut atau pingsan

2.2. TUBEKTOMI

DEFINISI

Tubektomi merupakan tindakan medis berupa penutupan tuba fallopi dengan maksud

tertentu untuk tidak mendapatkan keturunan dalam jangka panjang sampai seumur hidup.

Kadang-kadang tindakan ini masih dapat dipulihkan seperti semula.8

CARA UNTUK MELAKUKAN TUBEKTOMI 8,9,10,11

A. Laparotomi

Tindakan ini paling banyak dilakukan pada tubektomi di Indonesia sebelum tahun 70-an.

Tubektomi dengan tindakan laparotomi biasa dilakukan terutama pasca persalinan. Selain

itu, dapat dilakukan bersamaan dengan seksio sesaria.

B. Laparotomi Mini

Tindakan ini paling mudah dilakukan 1-2 hari pasca persalinan. Saat itu, uterus masih besar,

tuba fallopi masih panjang dan dinding perut masih longgar sehingga mudah dalam

mencapai tuba fallopi dengan sayatan kecil 1-2 cm dibawah pusat.


C. Kolpotomi

Adalah suatu cara operasi mencapai tuba melalui insisi pada forniks posterior atau pungsi

pada Cul de Sac dengan visualisasi alat kuldoskop. Bila dibandingkan dengan laparoskop,

kuldoskop lebih sederhana. Tidak memerlukan insuflasi gas untuk pneumoperitoneum

namun dapat memvisualisasi saluran telur dan uterus. Cahaya optik dimasukkan melalui

kawat yang lemas kebagian ujung dari kuldoskop yang berasal dari sumber cahaya luar.

Biasanya akseptor dalam posisi genupektoral.

D. Laparoskopi

Laparoskopi adalah cara visualisasi rongga perut dan panggul melalui insisi kecil pada

dinding perut setelah pneumoperitoneum, dan memasukkan teropong dan alat-alat lain yang

digunakan lewat dinding abdomen .

CARA PENUTUPAN TUBA DIANTARANYA8,9,10,11,12

A.Pomeroy

Cara yang favorit dilakukan dokter di Indonesia adalah dengan tehnik Pomeroy yang

pertama kali dikembangkan oleh dr.Ralph Pomeroy. Tindakan seterilisasi ini dapat

dilakukan saat tindakan Sectio Caesarea pada ibu yang ingin langsung ditubektomi.

Sedangkan jika persalinan berlangsung normal maka tindakan dapat dilakukan 1 atau 2 hari

setelah melahirkan. Karena pada saat tersebut rahim masih besar sehingga tidak sulit untuk

mencari saluran tuba. Konsep dasar tehnik tubektomi Pomeroy membuat ikatan pada tuba

yang tidak terdapat pembuluh darah, meminimalisasi rusaknya jaringan, memotong sebagian

tuba, dan menggunakan benang yang dapat diserap (Chromic atau plain catgut).
B. Kroener

Fimbria dijepit dengan sebuah klem. Bagian tuba proksimal dari jepitan diikat dengan

sehelai benang sutera, atau dengan cat gut yang tidak mudah direabsorbsi. Bagian tuba distal

dari jepitan dipotong (fimbriektomi).

C. Irving

Tuba dipotong pada pertengahan panjangnya setelah kedua ujung potongan diikat dengan

catgut kromik no. 0. Ujung potongan proksimal ditanamkan di dalam miometrium dinding

depan uterus Ujung potongan distal ditanamkan di dalam ligamentum latum.

D. Pemasangan cincin fallopi/klip

Dengan aplikator, bagian isthmus tuba ditarik dan cincin/klip dipasang pada bagian tuba

tersebut. Sesudah terpasang lipatan tuba tampak keputih-putihan oleh karena tidak mendapat

suplai darah lagi dan akan menjadi fibrotik.

E. Prosedur Uchida

Serosa dibebaskan dari tuba sepanjang 4-5 cm, tuba dijepit, diikat, lalu digunting. Ujung

tuba proksimal akan tertanam di bawah serosa, ujung distal dibiarkan berada di luar serosa.

F. Prosedur Medlener

Dinding tuba dirusak dengan klem dan diikat dengan jahitan yang tidak bisa diserap tetapi

tidak dipotong.
G. Prosedur Aldridge

Buat insisi kecil pada peritoneum ligamentum latum, buka sedikit dengan klem, fimbriae

ditangkap lalu ditanam kedalam atau bawah ligamentum. Luka kemudian dijahit.

H. Elektro-koagulasi atau pemutusan tuba

Cara ini dipakai pada tubektomi laparoskopik dengan memasukkan Gasping Forceps yang

digunakan untuk kauterisasi tuba, 2 cm dari kornu.

I. Prosedur Parkland

Dirancang untuk menghindari pendekatan ujun-ujung tuba falllopi yang sering terjadi pada

prosedur Pomeroy

Indikasi Tubektomi: 12

Usia > 26 tahun.

Paritas > 2

Yakin telah mempunyai besar keluarga yang sesuai dengan kehendak

Pada kehamilannya akan menimbulkan resiko kesehatan yang serius

Pasca persalinan

Pasca keguguran

Paham dan secara sukareka setuju dengan prosedur ini

Kontraindikasi tubektomi 12

Hamil

Perdarahan pervaginam yang belum jelas sebabnya

Infeksi sistemik atau pelvik yang akut


Tidak boleh menjalani proses pembedahan

Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas dimasa depan

Belum memberikan persetujuan tertulis

Waktu untuk melakukan tubektomi 12

Setiap waktu selama siklus mens apabila diyakini secara rasional pasien tersebut tidak

hamil

Hari ke 6 13 siklus menstruasi ( fase proliferasi )

Pasca persalinan

Minilap : didalam waktu 2 hari atau setelah 6 minggu atau 12 minggu

Laparoskopi : tidak tepat untuk klien pasca persalinan

Pasca keguguran: minilap/laparoskopi

Komplikasi 8,12,13

Komplikasi estetika

Koagulasi tanpa dikehendaki pada struktur yang penting

Emboli pulmoner yang kadang kadang dijumpai

Kegagalan untuk menghasilkan kemandulan tanpa disadari mengakibatkan kehamilan

ektopik yang ditangani secara keliru

Anestesi
2.3. FUNGSI SEKSUAL

Fungsi seksual berhubungan dengan fase tertentu dari siklus respon seksual. Fase seksual

meliputi fase inisiasi, arousal, orgasme dan resolusi. Fungsi seksual adalah berupa gejala

biologis (biogenik) atau gejala yang bermanifestasi dari konflik intrapsikis/intrapersonal

(psikogenik) atau kombinasi dari kedua faktor tersebut. Fungsi seksual dapat terganggu oleh

stres dalam tiap bentuknya, gangguan emosional dan ketidaktahuan akan fungsi dan fisiologi

seksual.3

Setelah tubektomi sebagian wanita merasa kehilangan citra dirinya sebagai seorang wanita

yang sempurna. Berkembangnya informasi yang salah mengenai tubektomi, mereka

beranggapan bahwa operasi tubektomi sama dengan pengebirian atau memandulkan.14

Hal ini terjadi oleh karena wanita tersebut merasa kehilangan fungsi salah satu organ genital

sehingga menyebabkan hilangnya rasa percaya diri dan pada akhirnya menyebabkan

timbulnya konflik intrapsikis/intrapersonal (psikogenik) salah satunya adalah depresi yang

dapat mempengaruhi fungsi seksual seorang wanita.3

Penelitian dari Purba J, 1993 didapatkan bahwa pasca kontap laparoskopi dengan

menggunakan cincin fallope, dijumpai sekitar 60% akseptor mengalami perbaikan

kehidupan seksual ke arah yang lebih baik dan usia tidak mempunyai hubungan yang

bermakna dengan kehidupan seksual (p > 0,05).15

Beberapa literatur menerangkan bahwa kortisol dan glukokortikoid disekresi atas respon

dari stimulator tunggal yaitu ACTH dari hipofisis anterior. ACTH (Adrenocorticotropic

hormone) sendiri disekresikan dibawah kontrol CRH (Corticotropin-releasing hormone) dari

hipothalamus. Sistem saraf pusat yang memegang kendali respon glukokortikoid, hal ini
merupakan contoh keterlibatan yang erat antara kegelisahan dengan sistem endokrin.

Testosteron yang tinggi akan menempati reseptor estradiol, FSH dan LH di folikel ovarium

sehingga folikel tersebut mengalami atresia. Temuan kadar estradiol yang lebih rendah pada

penderita depresi mempunyai implikasi terhadap pemahaman kita tentang gangguan mood

pada wanita.10,11,12

2.4. KERANGKA TEORI

Konseling pra tubektomi


Tubektomi

Tidak atau kurang Mendapat konseling

mendapat konseling dengan baik

Pasca tubektomi Pasca tubektomi

pada wanita dapat timbul pada wanita dapat terbebas dari

rasa penyesalan terhadap rasa cemas akan kehamilan

keputusan mereka

Timbul gangguan cemas, depresi Memungkinkan mereka menikmati

atau gejala neurotik sindrom hubungan seksual lebih baik dari

sebelumnya

Fungsi Seksual

(Diukur dengan Indeks Fungsi Seksual Wanita)

2.5. UJI KUESIONER SEBAGAI ALAT UKUR


Kuesioner yang digunakan sebagai alat ukur perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitasnya.

Untuk itu suatu kuesioner harus dilakukan uji coba (trial) di lapangan. Syarat mutlak agar

diperoleh distribusi nilai hasil pengukuran mendekati normal, jumlah responden yang diuji

coba paling sedikit 20 orang.22

Validitas adalah menunjukkan bahwa suatu alat ukur benar-benar mengukur apa yang

diukur. Untuk mengetahui apakah kuesioner yang kita susun tersebut mampu mengukur apa

yang hendak kita ukur, maka perlu diuji dengan uji korelasi antara skor (nilai) tiap-tiap item

(pertanyaan) dengan skor total kuesioner tersebut. Apabila semua pertanyaan itu mempunyai

korelasi yang bermakna (construct validity). diharapkan nilai korelasi tiap-tiap pertanyaan

itu significant dan sesuai dengan tabel nilai product moment pada statistik. Sehingga semua

item (pertanyaan) yang ada di dalam kuesioner itu mengukur konsep yang akan kita ukur

(valid).

Reliabilitas adalah sejauh mana suatu alat pengukur itu dapat dipercaya atau dapat

diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten

bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan

mempergunakan alat ukur yang sama. Untuk itu sebelum digunakan untuk penelitian harus

dites (diuji coba). Uji coba tersebut kemudian diuji dengan tes menggunakan rumus korelasi

product moment. Rumus Korelasi Product Moment :

R = N ( X Y) (X . Y)

(NX2 (X)2) (NY2 (Y)2)

Dimana nilai korelasi ini significant untuk tiap-tiap pertanyaan apabila sesuai dengan nilai

tabel product moment statistik.

2.6. INDEKS FUNGSI SEKSUAL WANITA/ Female Sexual Function Index


(Yang dimodifikasi)

Indeks Fungsi Seksual Wanita adalah suatu instrumen multidimensi berupa kuesioner yang

bersifat self-report yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya untuk mengukur fungsi

seksual wanita. Kuesioner Indeks Fungsi Seksual Wanita telah digunakan sejak tahun 1982

di berbagai institusi pendidikan dan kesehatan khususnya bidang psikiatri secara

internasional. Berdasarkan interpretasi klinik dari Female Sexual Function Index (FSFI ),

Index fungsi seksual wanita terdiri dari 6 (enam) struktur yang dapat diukur : 16

1. Hasrat

Hasrat atau nafsu merupakan cerminan dasar psikologis tentang motivasi dan dorongan

yang ditandai oleh khayalan seksual dan keinginan untuk melakukan aktivitas seksual.3

2. Rangsangan

Perangsangan adalah suatu keadaan yang merupakan hasil respon sensoris terhadap

stimulasi seksual dimana selanjutnya menjadi prominen timbulnya kesiapan organ-organ

seksual melakukan hubungan seksual.17,18

3. Lubrikasi

Dalam hal ini lubrikasi yang terjadi adalah lubrikasi pada vagina, dimana lubrikasi ini

merupakan proses sekresi mukus pada vagina yang dihasilkan oleh beberapa kelenjar

vestibular diantaranya Kelenjar Bartholin yang terdapat diantara hymen dan labia minora.

Lubrikasi terjadi saat wanita terstimulasi seksual baik stimulasi yang dilakukan secara fisik

maupun stimulasi psikis. 2

Lubrikasi vagina dipengaruhi oleh :

- Hasrat seksual yang dipengaruhi psikis


-
Penggunaan obat-obatan atau larutan pencuci vagina
-
Dehidrasi
-
Menyusui
-
Menopause

4. Orgasme

Orgasme adalah puncak kenikmatan seksual ditandai dengan pelepasan ketegangan seksual

dan kontraksi ritmik pada otot-otot perineal dan organ reproduktif pelvis. Pada wanita,

orgasme ditandai oleh 3 sampai 15 kali kontraksi involunter pada sepertiga bagian bawah

dan oleh kontraksi uterus yang kuat dan lama, berjalan dari fundus turun ke serviks. Baik

wanita dan laki-laki mengalami kontraksi involunter pada sfingter internal dan eksternal.

Kontraksi tersebut selama orgasme terjadi dengan interval 0,8 detik. Manifestasi lain adalah

gerakan volunter dan involunter pada kelompok otot-otot besar, termasuk otot wajah.3

5. Kepuasan Seksual

Kepuasan seksual dideskripsikan sebagai kemampuan mencapai orgasme setiap kali

melakukan hubungan seksual. Hal ini tercapai saat keadaan perangsangan maksimal (a state

of maximal arousal). Kepuasan seksual dapat mengurangi stress dan dapat meningkatkan

kedekatan hubungan emosional dengan pasangan.18

6. Nyeri saat berhubungan seksual

Nyeri saat berhubungan seksual (dyspareunia) adalah nyeri saat melakukan hubungan

seksual, baik disebabkan kelainan fisik maupun psikologis. Dyspareunia dapat digolongkan

menjadi 2 tipe nyeri : 1. Superficial Dyspareunia adalah nyeri yang berasal dari bagian luar

dan dalam vaginas, sering berhubungan dengan trauma psikologis. 2. Deep Dyspareunia
adalah nyeri yang berasal saat penetrasi dari penis dan tempatnya spesifik. Nyeri ini dapat

dihindarkan dengan perubahan posisi, sering disebabkan oleh penyakit-penyakit organik

(Infeksi, Tumor, endometriosis) 19

2.7. INSTRUMEN PENYARING

Minnesota Multiphasic Personality Inventory - Lie Scale (SKALA L-MMPI) 6

Skala L-MMPI adalah bagian dari skala validitas MMPI (Minnesota Multiphasic Personality

Inventory). Penggunaan skala L- MMPI sangat penting karena instrumen - instrumen

pemeriksaan yang dipergunakan dalam penelitian ini bersifat self rating sehingga

validitas penelitian ini sangat dipengaruhi kejujuran responden dalam mengisi instrumen-

instrumen pemeriksaan yang diberikan.

Skala L-MMPI ini sudah dipergunakan sejak tahun 1949 dibidang pendidikan dan kesehatan

khususnya psikiatri secara internasional.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah metode

penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau

deskripsi mengenai fenomena yang ditemukan, baik berupa faktor risiko maupun

efek atau hasil. Data hasil penelitian disajikan apa adanya, peneliti tidak

menganalisis mengapa fenomena itu dapat terjadi, karena itu pada penelitian

deskriptif tidak diperlukan hipotesis.20

Populasi dalam penelitian ini diambil dari data data pasien untuk kasus tubektomi

pomeroy yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik dan RSUD Dr. Pirngadi Medan.

Responden yang memenuhi kriteria inklusi diberikan instrumen penyaring Skala-L

MMPI sampai terpenuhi jumlah sampel 43 orang, dan dilanjutkan dengan pengisian

kuesioner tentang konseling dan kuesioner Indeks Fungsi Seksual Wanita yang telah

diuji validitas dan reliabilitasnya.

3.2. Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP H. Adam

Malik dan RSUD Dr. Pirngadi Medan mulai Mei 2009 sampai tercapainya besar

sampel sebanyak 43 orang.


3.3. Populasi & Sampel Penelitian

3.3.1. Populasi Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah pasien pasien yang telah dilakukan tubektomi

pomeroy baik secara laparatomi maupun mini laparatomi yang dilakukan di RSUP

H. Adam Malik dan RSUD Dr. Pirngadi Medan.

3.3.2. Sampel Penelitian

Untuk Simple Random Sampling, Sampel penelitian memakai rumus :21,22

n = Z2 p(1-p)

d2

dimana :

n = Besar sampel

d = Penyimpangan terhadap populasi atau derajat ketepatan yang diinginkan 15%

Z = standar deviasi normal pada 1,96 sesuai dengan tingkat kepercayaan 95%

p = Proporsi keadaan yang dicari, bila proporsi sebelumnya tidak diketahui, maka

pada subyek yang dipilih secara simple random sampling dipergunakan

p = 0,50

q = 1,0 p

n = (1,96)2 x 0,5 (1-0,5)

(0,15)2

n = 42,6 43 orang
Jumlah sampel 43 orang, harus merupakan responden yang sudah melewati

instrumen penyaring Skala-L MMPI dengan Raw Score < 5, yang kemudian

dilanjutkan mengisi kuesioner tentang konseling dan kuesioner indeks fungsi seksual

wanita.

3.4. Kriteria Penelitian

3.4.1. Kriteria Inklusi

a. Wanita yang telah dilakukan tubektomi pomeroy.

b. Bersedia mengikuti penelitian dengan mengisi kuesioner secara lengkap

c. Melewati instrumen penyaring Skala L-MMPI dengan Raw Score < 5

d. Belum menopause

e. Tidak pernah operasi ginekologi

f. Tidak sedang menggunakan obat-obatan tertentu dalam jangka waktu lama

f. Berdomisili di kota Medan

3.4.2. Kriteria Eksklusi

a. Tidak memiliki pasangan seksual pada saat ini

b. Pernah hamil post tubektomi


3.5. Kerangka Konsep Penelitian

TUBEKTOMI POMEROY

INSTRUMEN PENYARING
SKALA L MMPI

KUESIONER
TENTANG
KONSELING

KUESIONER
INDEKS FUNGSI SEKSUAL WANITA
- Hasrat seksual
- Rangsangan seksual
- Lubrikasi
- Orgasme
- Kepuasan seksual
- Nyeri saat berhubungan seksual
3.6 Batasan Operasional

1. Konseling Pra Tubektomi

Konseling adalah suatu hubungan professional antara konselor terlatih dengan

seorang pasien. Konseling pra tubektomi berarti penjelasan yang diberikan oleh

dokter atau paramedis kepada pasien sebelum dilakukan tindakan tubektomi.

Konseling pra tubektomi pada penelitian ini dinilai dengan kuesioner.

Sistem skoring kuesioner konseling pra tubektomi dibagi ke dalam tiga

kategori:

- Kategori Tidak mendapat konseling pra tubektomi : bila respoden

menjawab Tidak pada soal nomor 1.

- Kategori Kurang mendapat konseling pra tubektomi : bila skor 1 s/d <

Nilai rata-rata ( Nilai rata-rata = 7 skor 1 s/d < 7 )

- Kategori Baik mendapatkan konseling pra tubektomi : Bila skor 7-10.

2. Tubektomi

Tubektomi adalah tindakan medis berupa penutupan tuba fallopi dengan

maksud tertentu untuk tidak mendapatkan keturunan dalam jangka panjang

sampai seumur hidup. Tubektomi Pomeroy adalah menjepit tuba pada

pertengahannya, kemudian diangkat sampai melipat. Dasar lipatan diikat dengan

sehelai catgut. Lipatan tuba kemudian dipotong di atas ikatan cat gut tadi.

3. Minnesota Multiphasic Personality Inventory - Lie Scale (SKALA L-MMPI)

Skala L- MMPI adalah bagian dari skala validitas Minnesota Multiphasic

Personality Inventory. Skala ini terdiri dari 15 butir pertanyaan yang harus

dijawab Ya atau Tidak. Raw Score diambil dari jumlah jawaban tidak
yang maksimal adalah 5 dari 15 pertanyaan. Bila Raw Score lebih dari 5

berarti responden tersebut cenderung tidak jujur dalam menjawab pertanyaan

instrumen yang diberikan. Sehingga jawaban dari responden tersebut tidak dapat

dipercaya dan tidak dapat dipakai dalam penelitian.

4. Indeks Fungsi Seksual Wanita (Female Sexual Function Index) yang

dimodifikasi

Suatu instrumen multidimensi yang bersifat self-report berupa kuesioner yang

telah diuji validitasnya untuk mengukur index fungsi seksual wanita, terdiri dari

6 domain struktur yang mengidentifikasi : hasrat (desire), rangsangan (arousal),

lubrikasi (lubrication), orgasme (orgasm), kepuasan (satisfaction) dan nyeri

berhubungan seksual. Indeks Fungsi Seksual Wanita dinyatakan baik bila nilai

skor > 30, sedang dengan nilai skor 23-29 dan buruk bila nilai skor < 23. 24

3.7. Cara Penelitian

3.7.1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan berdasarkan data-data pasien yang telah

dilakukan tubektomi pomeroy di RSUP H. Adam Malik dan RSUD Dr.

Pirngadi Medan . Pasien yang memenuhi kriteria inklusi dilakukan informed

consent. Kemudian diwajibkan mengisi kuesioner instrumen penyaring skala

L MMPI, yang selanjutnya mengisi kuesioner tentang konseling tubektomi

dan kuesioner Indeks fungsi seksual wanita.

3.7.2. Pengolahan Data


Populasi diambil dari pasien yang sudah dilakukan tubektomi di RSHAM

dan RSPM yang memenuhi kriteria inklusi, kemudian dilakukan pengisian

instrumen penyaring skala-L MMPI sampai terpenuhi jumlah sampel sebesar

43 orang. Selanjutnya dilakukan pengisian kuesioner tentang konseling dan

kusioner indeks fungsi seksual wanita. Data yang telah diperoleh dilakukan

pengolahan secara manual, dengan sistem skoring masing-masing kuesioner

yang sudah ditentukan yaitu kuesioner Skala-L MMPI dan kuesioner Indeks

Fungsi Seksual Wanita. Sedangkan untuk kuesioner tentang konseling bila

responden menjawab Tidak pada soal nomor 1, responden dinyatakan tidak

mendapat konseling pra tubektomi. Data-data yang telah diolah secara

manual disajikan dalam bentuk tabel, diagram dan narasi.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data-data dari pasien yang telah dilakukan

tubektomi di RSUP H. Adam Malik dan RSUD Dr.Pirngadi Medan yang memenuhi kriteria

inklusi kemudian dilakukan pengisian kuesioner instrumen penyaring skala L MMPI,

sampai terpenuhi jumlah sampel sebesar 43 orang yang selanjutnya mengisi kuesioner

tentang konseling tubektomi dan kuesioner Indeks Fungsi Seksual Wanita.

4.1. Karakteristik responden

4.1.1. Karakteristik responden berdasarkan umur

Pada penelitian ini ditemukan karakteristik berdasarkan umur > 26 tahun sebanyak 43 orang

(100%), tidak ditemukan pasien yang dilakukan tubektomi pada umur 26 tahun

4.1.2 Karakteristik responden berdasarkan paritas

Tabel 1. Karakteristik responden berdasarkan paritas

Karakteristik Jumlah

Paritas N %

12 1 2,33 %

34 31 72,09 %

>5 11 25,58 %
Dari karakteristik paritas responden penelitian, didapati paritas yang paling tinggi adalah 3-

4 sebanyak 31 responden (72,09%), diikuti dengan paritas > 5 sebanyak 11 responden

(25,58%), dan yang terakhir paritas 1-2 sebanyak 1 orang (2,33%). Menurut literatur,

indikasi tubektomi dianjurkan untuk paritas lebih dari 2.12

4.1.3. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan

Tabel 2. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan

Karakteristik Jumlah

Pendidikan N %

SD 3 6,97 %

SMP 5 11,63 %

SMA 21 48,84 %

PT 14 32,56 %
Dari karakteristik tingkat pendidikan responden, didapati responden dengan tingkat

pendidikan SMA adalah yang paling banyak yaitu 21 orang (48%), responden dengan

tingkat pendidikan perguruan tinggi sebanyak 14 orang (32,56%), responden dengan tingkat

pendidikan SMP sebanyak 5 orang (11,63%) dan responden dengan tingkat pendidikan SD

sebanyak 3 orang (6,97%).

4.2. Penyajian data hasil kuesioner konseling pra tubektomi

Tabel 3. Hasil kuesioner konseling pra tubektomi

Skor
Tidak mendapat Kurang mendapatkan Baik mendapatkan
konseling pra konseling pra konseling pra
Kategori tubektomi tubektomi tubektomi
Nilai 0 Nilai 1 s/d < 7 Nilai 7 s/d 10

N 11 1 31
% 25,58 % 2,33 % 72,09 %
Dari hasil kuesioner konseling pra tubektomi, didapati bahwa responden yang mendapat

konseling dengan baik yaitu dengan nilai skor 7-10 menempati urutan pertama yaitu

sebanyak 31 orang (72,09%). Urutan kedua adalah responden yang tidak mendapat

konseling pra tubektomi dengan nilai skor = 0 sebanyak 11 orang (25,58%). Dan terakhir,

responden yang kurang mendapat konseling pra tubektomi dengan nilai skor 1 s/d < 7

sebanyak 1 orang (2,33%)


4.3. Hasil dari kuesioner konseling pra tubektomi dan indeks fungsi seksual wanita

Tabel 4. Hasil kuesioner konseling pra tubektomi dan indeks fungsi seksual wanita

Skor
Tidak mendapat konseling Kurang mendapatkan Baik mendapatkan konseling
pra tubektomi konseling pra tubektomi pra tubektomi

Nilai 0 Nilai 1 s/d < 7 Nilai 7 s/d 10

FSFI skoring FSFI skoring FSFI skoring


Buruk Sedang Baik Buruk Sedang Baik Buruk Sedang Baik
< 23 23 -29 > 30 < 23 23 -29 > 30 < 23 23 -29 > 30

1 6 4 1 0 0 0 21 10

9,09% 54,55 % 36,36% 100% 0% 0 % 0% 67,74% 32,26 %

4.4. Hasil kuesioner konseling pra tubektomi dan indeks fungsi seksual wanita

berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan responden.

Responden dengan tingkat pendidikan SD sebanyak 3 orang dimana yang kurang mendapat

konseling 2 orang dan 1 orang tidak mendapatkan konseling , dengan indeks fungsi seksual

wanita kategori sedang sebanyak 2 orang dan kategori buruk 1 orang. Responden dengan

tingkat pendidikan SMP sebanyak 5 orang dimana yang mendapatkan konseling dengan

baik sebanyak 3 orang dan yang tidak mendapatkan konseling 2 orang, dengan indeks

fungsi seksual wanita seluruhnya adalah kategori sedang. Responden dengan tingkat

pendidikan SMA sebanyak 21 orang dimana yang mendapat konseling sebanyak 15 orang,

dan yang tidak mendapatkan konseling sebanyak 6 orang, dengan indeks fungsi seksual

wanita kategori sedang 17 orang dan kategori baik sebanyak 4 orang. Responden dengan

tingkat pendidikan Perguruan Tinggi sebanyak 14 orang, dimana yang mendapatkan

konseling dengan baik sebanyak 12 orang dan yang tidak mendapatkan konseling sebanyak

2 orang, dengan indeks fungsi seksual wanita kategori sedang sebanyak 10 orang, kategori
baik sebanyak 3 orang dan kategori buruk sebanyak 1 orang. Hubungan tingkat pendidikan

responden dengan konseling pra tubektomi dan indeks fungsi seksual wanita pada

penelitian ini tidak dilakukan uji korelasi.

Responden yang tidak mendapat konseling pra tubektomi dengan


kategori Indeks Fungsi Seksual Wanita

Indeks Fungsi Seksual Wanita

ari hasil kuesioner konseling pra tubektomi dan indeks fungsi seksual wanita, didapati

bahwa responden yang tidak mendapat konseling pra tubektomi memiliki indeks fungsi

seksual wanita kategori sedang yang menempati urutan pertama sebanyak 6 orang (54,55%),

urutan kedua memiliki indeks fungsi seksual kategori baik sebanyak 4 orang (36,36%) dan

yang memiliki indeks fungsi seksual kategori buruk hanya 1 orang (9,09%)
Responden yang kurang mendapatkan konseling pra tubektomi dengan kategori
Indeks Fungsi Seksual Wanita

Indeks Fungsi Seksual Wanita

Dari hasil kuesioner konseling pra tubektomi dan indeks fungsi seksual wanita, didapati

bahwa responden yang kurang mendapat konseling pra tubektomi seluruhnya memiliki

indeks fungsi seksual wanita kategori sedang sebanyak 1 orang (100%).


Responden yang mendapatkan konseling pra tubektomi dengan baik

Dengan kategori Indeks Fungsi Seksual Wanita

Indeks Fungsi Seksual Wanita

- Dari hasil kuesioner konseling pra tubektomi dan indeks fungsi seksual wanita,

didapati bahwa responden yang mendapat konseling pra tubektomi dengan baik

memiliki indeks fungsi seksual wanita kategori sedang menempati urutan pertama

sebanyak 21 orang (67,74 %), urutan kedua memiliki indeks fungsi seksual kategori

baik sebanyak 10 orang (32,26 %) dan yang memiliki indeks fungsi seksual kategori

buruk tidak ada (0 %)


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.KESIMPULAN
1. Tubektomi yang dilakukan di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSUD. Dr.
Pirngadi Medan dalam kurun waktu 5 tahun, sejak Januari 2004 s/d Desember 2008,
didapati karakteristik umur responden penelitian paling banyak berusia > 26
tahun sebanyak 43 orang (100 %). Dari karakteristik paritas responden penelitian,
didapati paritas yang paling tinggi adalah 3-4 sebanyak 31 orang (72,09%). Dari
karakteristik tingkat pendidikan responden, didapati responden dengan tingkat
pendidikan SMA adalah yang paling banyak yaitu 21 orang (48%).

2. Dari seluruh responden, didapati responden yang mendapat konseling pra tubektomi
dengan baik menempati urutan terbanyak yaitu sebanyak 31 orang (72,09%),

3. Responden yang mendapat konseling pra tubektomi dengan baik memiliki indeks
fungsi seksual wanita kategori sedang yang paling banyak yaitu 21 orang (67,74 %).

4. Responden yang kurang mendapat konseling pra tubektomi seluruhnya memiliki


indeks fungsi seksual kategori buruk sebanyak 1 orang (100%).

5. Responden yang tidak mendapat konseling pra tubektomi memiliki indeks fungsi
seksual kategori sedang yang paling banyak yaitu 6 orang (54,55%).

5.2. SARAN
1. Peran konseling pra tubektomi perlu dilakukan oleh konselor terlatih sehingga dapat

mempersiapkan psikologis pasien terhadap fungsi seksual pasca tubektomi. Dimana

dalam melakukan konseling pra tubektomi harus dijelaskan berdasarkan standar

WHO Family Planning Cornerstones.

2. Perlu disiapkan tenaga konselor terlatih melalui pelatihan khusus tentang konseling

pra tubektomi.
DAFTAR PUSTAKA

1. . Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. Perkembangan Pencapaian

Peserta KB baru Menurut Alat kontasepsi. Disitasi dari :

http://www.bkkbn.go.ig/ditfor/download/Data-DESEMBER.2007/.

2. http://www.womentowomen.com-causes and natural lifeh.html

3. Kaplan, Saddock, Sinopsis Psikiatri, jilid 2, 2000, hal 129-130

4. Andrew M. Kaunitz, MD, Chair, Obstetric sterilization following vaginal or cesarean

delivery: A technical update, OBG management April 2008,

www.obgmanagement.com.

5. http://www.vivo.colostate.edu/hbooks/pathphys.endocrine/adrenal/gluco.html

6. Graham et all, Instrument of Psychiatric Assesment, McGraw Hill,1987

7. Hartanto H, Keluarga Berencana dan Kontrasepsi, Pustaka Sinar Harapan, Edisi

5,Jakarta, 2004.

8. .Sarwono. Ilmu Kebidanan.2006. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka, 2006.hal 91-933.

9. .Prawirohardjo, S. Ilmu Bedah Kebidanan.1989. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka, ed

1. 2007.239-60.

10. Mochtar, R, Sinopsis Obstetri, Obstetri Operatif, Obstetri Sosial. Ed. II, EGC.

Jakarta. 1995. Hal 346-373.

11. Wiknyosastro, H, Ilmu Kandungan, Ed 2, 2007, Kontrasepsi mantap, hal. 79-87,

563-575.
12. Minilaparotomy for Female Sterilization: An Illustrated Guide for Service Providers,

2003 EngenderHealth

13. http://www.archgenpsychiatry.com. Original Article, Published on September 16, 2008.

14. Wastariyani, Ika. Citra diri pada wanita yang menjalani tubektomi. Skripsi

FPSI.2006. www.lib.gunadharma.ac.id

15. Purba, J, Gambaran Pola Haid dan Perilaku Seks Pasca Kontrasepsi Mantap

Laparoskopik Dengan Cincin Fallope, FK USU, Medan, 1993, hal.72-73

16. For the complete FSFI questionnaire, instructions and scoring algori thm,

www.FSFIquestionnaire.com, or contact Raymond Rosen Ph.D., (Department of

Psychiatry: UMDNJRobert Wood Johnson Medical School, 675 Hoes Lane,

Piscataway, NJ 08854)

17. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta 1998

18. http: //www.wikipedia-free encyclopedia.html

19. http://www.drmirkin.com/women/7670.html. Title : Dyspareunia (Painful Intercourse)

20. Sastroasmoro S, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis, Edisi III, Penerbit

Sagung Seto, Jakarta, 2008

21. Notoatmodjo S, Metodologi Penelitian Kesehatan, Edisi Revisi, Penerbit PT. Rineke

Cipta, Jakarta, 2002

22. Arlinda S, Statistika Kedokteran dengan disertai Aplikasi dengan SPSS, Edisi I,

Medan, 2008
23. World Health Organizations Family Planning Cornerstones, Implementation Guide

in Contraception, 2009.

24. Zucchi, Alessandro, Costantini. Female sexual dysfunction in urogenital prolapse

surgery : Colposacropexy vs hysterocolposacropexy. The journal of sexual medicine,

volume 5 , number 1, January 2008, pp 139-145.

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

Saya yang namanya tersebut dibawah ini:


Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Setelah mendapatkan keterangan dan penjelasan secara lengkap, maka dengan penuh
kesadaran dan tanpa paksaan saya menandatangani dan menyatakan bersedia berpartisipasi
pada penelitian ini. Bila ingin mendapatkan penjelasan lebih lanjut saya akan bisa
mendapatkannya dari dokter peneliti.

Medan, / / 20
Peserta Penelitian

Dokter Peneliti _____________________

Dr. Alim Sahid


Dept. Obstetri & Ginekologi FK USU-RSHAM
Telp. 061-77932820 / 0811643012
LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBYEK PENELITIAN

Ibu-ibu Yth,
Nama saya dr. Alim Sahid, saat ini saya sedang menjalani program pendidikan spesialis
kebidanan dan kandungan (OBGIN) FK-USU.
Saya sedang meniliti tentang peranan penyuluhan sebelum kontrasepsi mantap terhadap
fungsi seksual sesudah kontrasepsi mantap. Data menunjukkan terjadinya peningkatan
pemakaian kontrasepsi mantap di kalangan wanita usia reproduksi, sehingga penting untuk
tidak memberikan pandangan yang bisa menimbulkan bias saat membahas kontrasepsi
mantap.
Adapun tujuan penelitian ini, untuk mengetahui peranan konseling terhadap pasien sebelum
kontrasepsi mantap, terhadap fungsi seksual wanita pasca kontrasepsi mantap.
Adapun manfaat penelitian ini diharapkan dengan adanya penyuluhan sebelum kontrasepsi
mantap dapat memberikan gambaran yang benar tentang apa yang dilakukan terhadap
peserta kontrasepsi mantap (yang diikat dan dipotong adalah saluran indung telur saja) dan
pada akhirnya pasien akan mempersiapkan diri sebelum menjalani kontrasepsi mantap dan
pasien akan mempersiapkan psikologisnya terhadap fungsi seksual sesudah dilakukan
kontrasepsi mantap, sehingga tidak akan terjadi penyesalan yang ditimbulkan setelah pasien
menjalani kontrasepsi mantap.
Pada penelitian ini, saya akan melakukan tanya jawab dengan ibu-ibu dengan menggunakan
lembaran kuesioner skala I-MMPI ( Minoesota Multiphasic Personality-Lic Scale). Bila
memenuhi kriteria inklusi dilanjutkan dengan kuesioner konseling Tubektomi dan
dilanjutkan mengisi kuesioner FSFI ( Female Sexual Function Index), yang berisi beberapa
pertanyaan dimana ibu-ibu hanya memberikan informasi mengenai kontrasepsi mantap dan
fungsi seksual ibu-ibu. Kerahasiaan pribadi ibu ibu tetap saya pelihara.
Penelitian ini tidak berbahaya, dan biaya penelitian ini sepenuhnya tidak dibebankan kepada
ibu-ibu. Partisipasi pasien dalam penelitian ini bersifat sukarela dan tanpa paksaan, maupun
tekanan dari pihak manapun. Seandainya ibu-ibu menolak untuk berpartisipasi dalam
penelitian ini, maka tidak akan kehilangan hak sebagai pasien.
Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkan ibu-ibu yang
terpilih sebagai sukarela dalam penelitian ini dapat mengisi lembar persetujuan turut serta
dalam penelitian yang telah disiapkan.
Terimakasih saya ucapkan kepada ibu-ibu yang telah berpartisipasi di dalam penelitian ini.
Jika selama menjalani penelitian ini terdapat hal-hal yang kurang jelas maka ibu-ibu dapat
menghubungi dr. Alim Sahid, Departemen Obgin FK-USU telp : 061-77932820 atau telepon
genggam 0811643012. Terima kasih.

Medan, Mei 2009


Hormat saya

Dr. Alim Sahid


TAHUN TEMPAT
UMU PARIT OPERASI OPERASI PENDIDIK S
NO. NAMA
R AS TUBEKTO TUBEKTO AN
MI MI
1. Misriani 31 4 2003 RSPM SD
2. Sri Gianti 41 5 2006 RSPM SMP
3. Samian 46 4 2004 RSHAM SMA
4. Diana M. 46 4 2004 RSHAM SMA
5. Juliana Tarigan 43 3 2004 RSHAM PT
6. Sry Liswati 41 5 2007 RSHAM PT
7. Melpinna Felly 39 3 2005 RSHAM PT
8. Ansiyam Damanik 46 3 2004 RSHAM PT
9. Idawaty 37 3 2006 RSHAM SMA
10. Netty Wani Sarabili 39 4 2007 RSPM SMA
11. Sonti P. 43 4 2004 RSHAM PT
12. Murniati 36 3 2005 RSHAM SMA
13. Indrawati 42 3 2004 RSPM SD
14. Asih Trivena 36 3 2007 RSHAM PT
15. Kenden Sembiring 38 3 2004 RSHAM SMA
16. Intan Yulia 33 4 2005 RSPM PT
17. Yahmilawati 39 3 2004 RSHAM SMA
18. Ratna 36 3 2004 RSPM SMP
19. Intan J. Siahaan 43 2 2004 RSHAM SMA
20. Elcelitaria B. 41 3 2006 RSHAM PT
21. Ernawati 40 4 2000 RSHAM SMA
22. Susi Artina 38 4 2007 RSHAM SMA
23. Susi Sandra 39 5 2006 RSHAM SMA
24. Rosida 42 3 2004 RSHAM PT
25. Mariati 31 3 2008 RSPM PT
26. Fitria dewi 38 4 2007 RSPM SMA
27. Madurani 42 6 2007 RSPM SMP

28. Herlina 38 6 2005 RSPM SMA


29. Martina Y P Hardjo 37 4 2008 RSPM PT
30. Maslina 43 5 2004 RSPM SMA
31. Enna 38 4 2006 RSPM PT
32. Zubaidah br Sembiring 38 3 2007 RSHAM SMA
33. Nurhasiah br Sitepu 44 6 2004 RSPM SMA
34. Jermina 43 5 2005 RSPM SMP
35. Roslina Nainggolan 43 4 2004 RSPM PT
36. Rosdiana Marpaung 38 4 2007 RSPM SMA
37. Tan Hua Li 45 3 2005 RSPM SMP
38. Kamilah 41 6 2006 RSPM PT
39. Elnora Yani Panjaitan 36 5 2006 RSPM SMA
40. Eva Juliani 38 5 2006 RSPM SMA
41. Marlina Simanjuntak 35 4 2006 RSPM SMA
42. Asri Dewita 38 4 2005 RSPM SD
43. Marhalente Silalahi 40 4 2004 RSPM SMA

Anda mungkin juga menyukai