Anda di halaman 1dari 9

1

I. PENDAHULUAN
Kulit merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai pertahanan yang terus
menerus terpengaruh oleh lingkungan luar dan selalu beradaptasi dengan perubahan
lingkungan. Insidens penyakit infeksi kulit dipengaruhi oleh beberapa hal misalnya
keadaan kulit, iklim dan kondisi geografis.
Pioderma didefinisikan sebagai infeksi bakteri pada kulit yang disebabkan
oleh Staphylococcus, Streptococcus atau oleh keduanya. Penyebab utamanya adalah
Staphylococcus aureus dan Streptococcus B hemolyticus, sedangkan Staphylococcus
epidermidis merupakan flora normal di kulit dan jarang menyebabkan infeksi. Faktor
predisposisi yang menyebabkan infeksi antara lain, hygiene yang kurang,
menurunnya daya tahan tubuh, ada penyakit kulit lain menyertai.
1,2

Pioderma diklasifikasikan atas pioderma primer dan pioderma sekunder.
Pioderma primer adalah infeksi yang terjadi pada kulit normal dimana penyebabnya
biasanya satu macam mikroorganisme. Pioderma sekunder adalah infeksi yang terjadi
pada kulit yang telah ada penyakit kulit yang lain. Gambaran klinis nya tak khas dan
mengikuti peyakit yang telah ada. Jika penyakit kulit disertai pioderma sekunder
disebut impetigenisata. Tanda impetigenisata adalah terdapat pus, pustule, bula
purule, krusta berwarna kuning kehijauan, pembesaran kelenjar getah bening
regional, leukositosis dan dapat pula disertai dengan demam.
1,2


2

Salah satu jenis pioderma yang akan dibahas lebih lanjut adalah impetigo.
Impetigo secara klinis didefinisikan sebagai penyakit infeksi menular pada kulit yang
superfisial yaitu hanya menyerang epidermis kulit, yang menyebabkan terbentuknya
lepuhan-lepuhan kecil berisi nanah (pustula). Terdapat dua jenis impetigo yaitu
impetigo vesikobulosa yang disebabakan oleh Staphyilococcus aureus dan impetigo
krustosa yang disebabkan oleh Streptococcus hemolitikus.
2


II. EPIDEMIOLOGI
Insiden impetigo ini terjadi hampir di seluruh dunia. Paling sering mengenai
usia 2-5 tahun, umumnya mengenai anak yang belum sekolah, namun tidak menutup
kemungkinan untuk semua umur dimana frekuensi laki-laki dan wanita sama.
5
Di
Inggris kejadian impetigo pada anak sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan
1,6% pada anak usia 5-15 tahun. Impetigo nonbullous atau impetigo krustosa
meliputi kira-kira 70 persen dari semua kasus impetigo.
2,3
Di Belanda, insidensi
impetigo meningkat dari 16,5 (1987) menjadi 20,6 (2001) per 1000 penduduk.
Kebanyakan kasus ditemukan di daerah tropis atau beriklim panas serta pada negara-
negara yang berkembang dengan tingkat ekonomi masyarakatnya masih tergolong
lemah atau miskin.
4




3

III. ETIOLOGI
Impetigo vesikobulosa disebabkan oleh toksin epidermolitik yang dihasilkan
pada titik infeksi, dimana peling sering oleh Staphylococcus faga grup II
(Staphylococcus aureus). Toksin menyebabkan pembelahan intraepidermal dibawah
atau didaerah stratum granulosum.
5

Impetigo vesikobulosa menyebar melalui kontak langsung dengan lesi (daerah
kulit yang terinfeksi). Pasien dapat lebih jauh menginfeksi dirinya sendiri atau orang
lain setelah menggaruk lesi. Infeksi seringkali menyebar dengan cepat pada tempat
dengan higiene yang buruk atau tempat tinggal yang padat penduduk. Faktor
predisposisi antara lain kontak langsung dengan pasien impetigo, kontak tidak
langsung melalui handuk, selimut, atau pakaian pasien impetigo, cuaca panas maupun
kondisi lingkungan yang lembab, kegiatan/olahraga dengan kontak langsung antar
kulit, pasien dengan dermatitis.
1,2

IV. PATOFISIOLOGI
Impetigo vesikobulosa (impetigo staphylococcal) disebabkan oleh
Staphylococcus aureus yang menghasilkan racun eksfoliatif serta mengandung
protease serin yang berkerja pada desmoglein 1, yaitu suatu ikan peptide penting yang
terikat pada molekul yang menahan sel epidermal secara bersamaan. Proses ini
memungkinkan bakteri Staphylococcus aureus untuk menyebar dibawah stratum


4

korneum dan kemudian mengeluarkan toksin yang akan menyebabkan epidermis
terpisah dari stratum granulosum. Lesi yang besar kemudian terbentuk pada bagian
epidermis dengan sebukan neutrofil dan sering terjadi migrasi bakteri pada rongga
bulosa. Sekitar 30% dari populasi bakteri ini berkoloni di daerah nares anterior.
Bakteri dapat menyebar dari hidung ke kulit yang normal di dalam 7-14 hari, dengan
lesi impetigo yang muncul 7-14 hari kemudian.Mekanisme terbentuknya lesi dapat
menjelaskan bagaimana tubuh mampu menahan masuknya benda asing melalui
permukaan epidermis. Pada impetigo vesikobulosa pecahnya bula dapat terjadi secara
cepat menyababkan erosi dangkal dan krusta kuning.
5,6

V. GAMBARAN KLINIS
Impetigo vesiobulosa paling sering terjadi pada bayi dan anak-anak tetapi
terdapat kemungkinan untuk terjadi pada orang dewasa. Bakteri umumnya
menginfeksi bagian wajah tetapi juga memungkinkan menginfeksi permukaan tubuh
lainnya. Terdapat beberapa lesi yang terlokalisasi pada suatu area. Tempat predileksi
tersering pada impetigo bulosa adalah di ketiak, dada, punggung. Sering bersama-
sama dengan miliaria. Terdapat pada anak dan dewasa. Kelainan kulit berupa vesikel
(gelembung berisi cairan dengan diameter 0,5cm) kurang dari 1 cm pada kulit yang
utuh, dengan kulit sekitar normal atau kemerahan. Pada awalnya vesikel berisi cairan
yang jernih yang berubah menjadi berwarna keruh. Atap dari bulla pecah dan


5

meninggalkan gambaran collarette pada pinggirnya. Krusta varnishlike terbentuk
pada bagian tengah yang jika disingkirkan memperlihatkan dasar yang merah dan
basah. Bulla yang utuh jarang ditemukan karena sangat rapuh.
2,5,7

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa dan gambaran klinis dari
penyakit, pemeriksaan penunjang dapat digunakan untuk memberikan gambaran
terapi terhadap obat-obatan yang sensitif dan menyingkirkan kemungkinan diagnosa
banding. Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain:

1. Kultur bakteri dan sensitivitas antibiotik, dapat digunakan dalam menentukan
terapi antibiotik yang sensitif untuk mengeradikasi bakteri penyebab infeksi.
2. Pengecatan gram, digunakan untuk melihat bakteri penyebab infeksi, apabila
ditemukan bakteri gram positif dengan bentuk coccus (bulat) dab berkelompok
dapat menunjukkan adanya Staphylococcus aureus.
3. Pengecatan KOH, digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi jamur.
4. Pengecatan tzank atau biakan virus, digunakan untuk menyingkirkan
kemungkinan infeksi herpes simpleks.
8




6

VII. DIAGNOSIS
Diagnosis impetigo vesikobulosa dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa
dan gambaran klinis dari lesi. Kultur dilakukan bila terdapat kegagalan pengobatan
dengan terapi standar, biopsi jarang dilakukan. Biasanya diagnosa dari impetigo dapat
dilakukan tanpa adanya tes laboratorium. Namun demikian, apabila diagnosis tersebut
masih dipertanyakan, pemeriksaan mikroskopis dapat membantu dalam penegakan
diagnosis.
8


VIII. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari impetigo vesikobulosa, antara lain:
1. Erythema multifome vesikel atau bula berasal dari sebagian plak merah
dengan diameter 1-5 cm pada permukaan dari tungkai bagian ekstensor.
2. Lupus erythematous penyebaran dari vesikobula yang telah pecah dan kadang
disertai dengan gatal cenderung terjadi pada tubuh dan ekstremitas atas bagian
proksimal.
3. Herpes simpleks virus vesikel bergerombol dengan dasar eritema yang apabila
ruptur menyebabkan erosi dengan bagian yang tertutup krusta, biasanya terjadi
pada daerah mulut dan genital.
4. Varisela vesikel berdinding tipis dengan dasar eritema, dimana penyebaran
dimulai dari badan kemudian meyebar ke wajah dan ekstremitas.


7

5. Sindrom Steven-Johnson penyakit vesikobulosa yang menyerang kulit, mulut,
mata, dan genitalia. Ulserasi stomatitis dengan krusta hemoragis merupakan
gambaran yang khas.
6. Luka bakar termal diikuti dengan riwayat paparan trauma panas.
2,7


IX. PENATALAKSANAAN
1. Terapi medikamentosa:
2

Antibiotik Dosis dan Durasi Terapi
Topikal
Mupirocin 2% ointment

Oleskan pada lesi 3 kali sehari selama 3 -5 hari
Oral
Amoxicilin/clavulanate

Cefuroxime

Cephalexin

Dicloxacillin

Erythromicin

Dewasa: 250-500 mg 2 kali sehari selama 10 hari
Anak: 90 mg/KgBB per hari dibagi dalam 2 dosis
Dewasa: 250-500 mg 2 kali sehari selama 10 hari
Anak: 90 mg/KgBB per hari dibagi dalam 2 dosis
Dewasa: 250-500 mg 4 kali sehari selama 10 hari
Anak: 90 mg/KgBB per hari dibagi dalam 2-4 dosis
Dewasa: 250-500 mg 4 kali sehari selama 10 hari
Anak: 90 mg/KgBB per hari dibagi dalam 2-4 dosis
Dewasa: 250-500 mg 4 kali sehari selama 10 hari
Anak: 90 mg/KgBB per hari dibagi dalam 2-4 dosis


8

2. Terapi non-medikamentosa:
2,7

Mencegah untuk menggaruk daerah lesi. Dapat dengan menutup daerah yang
lecet dengan perban dan memotong kuku penderita.
Lanjutkan pengobatan sampai semua lesi sembuh
Lakukan drainase pada bula dan pustule secara aseptic dengan jarum suntik
untuk mencegah penyebaran lokal.
Dapat dilakukan kompres dengan menggunakan larutan NaCl 0,9% pada lesi
yang basah.
Menjaga hyegenitas dengan mandi.

X. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : ad bonam
Quo ad fungtionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam




9

DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, A, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima. Jakarta :
FKUI. 2007
2. Cole, C. dan John G. Diagnosis and Treatment of Impetigo. American
Academy of Family Physician 2007. 75:859-64,868
3. George, A. dan Rubin, G. A Systematic Review and Meta-Analysis of
Treatment of Impetigo. British Journal of General Practice 2003. 53;480-487
4. Koning, R.S.A. Mohammedamin, J.C. van der Wouden, L.W.A. van
Suijlekom-Smit, F.G. Schellevis, S. Thomas Impetigo: incidence and
treatment in Dutch general practice in 1987 and 2001: results from two
national surveys. British Journal of Dermatology: jrg. 154, 2006, p. 239-243
5. Habif, T.P. Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy.
Mosby 2004:p. 267-269
6. http://bestpractice.bmj.com/best-
practice/monograph/476/basics/pathophysiology.html (diakses pada tanggal
30 Oktober 2012)
7. Ferri, F.F. Ferris Fast Facts in Dermatology. Saunders Elsevier 2011. p. 195-
197.
8. http://emedicine.medscape.com/article/965254-clinical (diakses pada tanggal
30 Oktober 2012)

Anda mungkin juga menyukai