Anda di halaman 1dari 38

c

a
k
u
l

5
0
8
0
b
y
k
h
b
a
s
a
r
;
s
e
m
1
2
0
1
0
-
2
0
1
1
Bab 4
Dierensial dan Integral
4.1 Review Singkat
Pengertian Turunan (dierensial)
Turunan suatu fungsi f(x) terhadap variabel x dilambangkan dengan no-
tasi
df(x)
dx
. Secara geometrik, turunan suatu fungsi di suatu titik tertentu
menyatakan besar kemiringan fungsi di titik yang dimaksud, sebagaimana di-
tunjukkan dalam Gambar 4.1. Berangkat dari pengertian limit, maka denisi
turunan f(x) terhadap x dapat diperoleh dari:
df(x)
dx
= lim
x0
f(x + x) f(x)
x
(4.1)
Pengertian Integral
Integral merupakan operasi kebalikan dari turunan (dierensial) sehingga se-
ring disebut juga bahwa integral adalah antiturunan. Integral suatu fungsi
f(x) terhadap x dinyatakan dengan
_
f(x)dx . Jika g(x) =
_
f(x)dx maka
berarti g(x) adalah fungsi yang turunannya terhadap x sama dengan f(x),
yang dipenuhi untuk sangat banyak (bahkan tak hingga banyaknya). Misal-
kan f(x) = 2x berarti g(x) adalah fungsi yang turunannya terhadap x sama
dengan 2x, yang dipenuhi oleh x
2
; x
2
+1; x
2
0, 3; x
2
1000 dan lain seba-
gainya yang secara umum mempunyai bentuk x
2
+ C dengan C merupakan
konstanta sembarang. Konstanta C ini disebut sebagai konstanta integrasi.
Operasi integral dengan batas a dan b yang dinyatakan dengan
_
b
a
f(x)dx
dinamakan integral tertentu yang secara geometrik mempunyai arti sebagai
luas daerah yang dibentuk antara kurva f(x), sumbu x, garis x = a dan garis
x = b. Perhatikan Gambar 4.2 .
53
54 BAB 4. DIFFERENSIAL DAN INTEGRAL
x
y
f(x)
x
y
x
0
x
y
dx
df
x x

=
=
0
Gambar 4.1: Turunan menyatakan gradien garis singgung di suatu titik.
f(x)
a
b

b
a
dx x f ) (
Gambar 4.2: Integral tertentu menyatakan luas daerah di bawah suatu kur-
va.
c
a
k
u
l

5
0
8
0
b
y
k
h
b
a
s
a
r
;
s
e
m
1
2
0
1
0
-
2
0
1
1
4.2. DIFFERENSIAL PARSIAL 55
4.2 Dierensial Parsial
Untuk fungsi yang mempunyai dua atau lebih variabel, misalnya z = f(x, y)
yang menggambarkan suatu permukaan dalam sistem koordinat kartesian,
turunan terhadap salah satu variabel dapat dilakukan dengan menganggap
variabel lainnya konstan. Misalkan pada suatu permukaan yang dinyatak-
an dengan fungsi f(x, y) bila diambil x konstan, maka akan didapat kurva
yang merupakan hasil perpotongan permukaan f(x, y) dengan bidang x kon-
stan tersebut. Turunan atau dierensial seperti ini dinamakan dierensial
parsial (turunan sebagian). Jika x dianggap konstan, maka turunan yang
diperoleh adalah terhadap variabel y dan interpretasinya tetap sama yaitu
menunjukkan slope (kemiringan) dari kurva yang dibentuk dari perpotongan
kedua permukaan tersebut.
Notasi yang digunakan untuk menuliskan turunan parsial dari fungsi
f(x, y) terhadap variabel y (dengan menganggap x konstan) adalah
f
y
atau
lebih lengkapnya sering juga dituliskan sebagai
_
f
y
_
x
.
Karena fungsi f juga merupakan fungsi dengan variabel y, maka dapat
juga diperoleh turunan parsial f(x, y) terhadap variabel x (dengan meng-
anggap variabel y konstan) dan hal ini dinyatakan sebagai
f
x
atau lebih
lengkapnya sering juga dituliskan sebagai
_
f
x
_
y
.
Jika dierensial biasa didenisikan dengan limit sebagaimana ditunjukkan
dalam persamaan 4.1, maka untuk turunan parsial denisinya adalah
f(x, y)
x
= lim
x0
f(x + x, y) f(x, y)
x
f(x, y)
y
= lim
y0
f(x, y + y) f(x, y)
y
(4.2)
Turunan kedua juga dapat diperoleh untuk fungsi multivariabel tersebut,
misalnya untuk fungsi f(x, y) dapat diperoleh turunan-turunan berikut:

x
f
x
=

2
f
x
2
,

x
f
y
=

2
f
xy
,

x

2
f
xy
=

3
f
x
2
y
, dlsb
Notasi lain yang sering digunakan untuk menuliskan turunan parsial adalah
f
x
untuk menyatakan
f
x
.
Umumnya (walaupun tidak selalu) terdapat hubungan

x
f
y
=

y
f
x
,
yang disebut sebagai hubungan resiprok (reciprocity relation).
56 BAB 4. DIFFERENSIAL DAN INTEGRAL
4.3 Dierensial Total
Jika z = f(x, y), maka dierensial total dari z dinyatakan dengan
dz =
z
x
dx +
z
y
dy (4.3)
dz menyatakan perubahan variabel z dalam arah bidang singgung ketika x
berubah sebesar dx dan y berubah sebesar dy.
Untuk fungsi yang memiliki variabel lebih banyak, cara yang sama juga
dapat dilakukan. Jika u = f(x, y, z, . . .), maka dierensial total dari u adalah
du =
f
x
dx +
f
y
dy +
f
z
dz + . . . (4.4)
Dalam persoalan numerik, du adalah pendekatan yang baik untuk u
jika turunan parsial dari fungsi f kontinu dan dx, dy, dz, dst cukup kecil.
4.4 Aturan Rantai
Dalam persoalan dierensial biasa, jika f merupakan fungsi dari x sedangkan
x merupakan fungsi dari variabel t, maka laju perubahan fungsi s terhadap
variabel t dapat diperoleh dengan aturan rantai, yaitu
df
dt
=
df
dx
dx
dt
(4.5)
Hal yang sama juga dapat dilakukan untuk fungsi multivariabel. Misalkan
z = f(x(t), y(t)), maka dapat dinyatakan
dz
dt
=
z
x
dx
dt
+
z
y
dy
dt
(4.6)
Misalnya z = 2t
2
sin t, maka diperoleh
dz
dt
= 4t sin t + 2t
2
cos t
Misalkan suatu fungsi multivariabel z = f(x, y) dengan x dan y masing-
masing adalah fungsi dengan dua variabel yaitu s dan t. Hal ini berarti z
adalah fungsi dari s dan t sehingga dapat diperoleh turunan parsial z ter-
hadap s dan juga terhadap t. Turunan parsialnya dapat dinyatakan sebagai
berikut
z
s
=
z
x
x
s
+
z
y
y
s
z
t
=
z
x
x
t
+
z
y
y
t
(4.7)
c
a
k
u
l

5
0
8
0
b
y
k
h
b
a
s
a
r
;
s
e
m
1
2
0
1
0
-
2
0
1
1
4.5. APLIKASI DIFFERENSIAL PARSIAL 57
Misalnya suatu fungsi z = xy dengan x = sin(s + t) dan y = s t, maka
z
x
= y
z
y
= x
x
s
= cos(s + t)
x
t
= cos(s + t)
y
s
= 1
y
t
= 1
sehingga diperoleh
z
s
= y cos(s + t) + x(1)
= (s t) cos(s + t) + sin(s + t)
z
t
= y cos(s + t) x(1)
= (s t) cos(s + t) sin(s + t)
Persamaan 4.7 dapat juga dituliskan dalam notasi matriks. Jika u =
f(x, y, z), x(s, t), y(s, t), z(s, t), maka dapat dituliskan
_
u
s
u
t
_
=
_
u
x
u
y
u
z
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
x
s
x
t
y
s
y
t
z
s
z
t
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
(4.8)
4.5 Aplikasi Dierensial Parsial
Persoalan maksimum dan minimum
Dalam kasus satu variabel, konsep dierensial dapat digunakan untuk menca-
ri nilai ekstrimum (maksimum atau minimum) suatu fungsi. Titik ekstrimum
suatu fungsi ditandai dengan nilai turunan sama dengan nol di titik tersebut.
Untuk mengetahui apakah suatu titik ekstrimum merupakan titik maksimum
atau minimum diperlukan informasi tentang turunan kedua di titik tersebut.
Telah diketahui bahwa fungsi multivariabel misalnya z = f(x, y) menya-
takan suatu permukaan dalam sistem koordinat xy. Jika pada permukaan
58 BAB 4. DIFFERENSIAL DAN INTEGRAL
Gambar 4.3: Titik pelana.
tersebut terdapat titik puncak ataupun titik lembah, maka kurva x = const
dan y = const yang memotong permukaan tersebut dan melalui titik puncak
tersebut juga akan mengalami nilai ekstrimum di titik puncak yang sama.
Hal ini berarti di titik puncak tersebut berlaku
z
x
= 0 dan
z
y
= 0 (4.9)
Sama halnya dengan persoalan maksimum-minimum dalam kasus satu va-
riabel, titik yang memenuhi kondisi
z
x
= 0 dan
z
y
= 0 dapat berupa ti-
tik maksimum, atau titik minimum, atau titik pelana dan lain sebagainya.
Dengan demikian untuk memastikan apakah suatu titik merupakan titik mi-
nimum atau titik maksimum atau titik pelana (Gambar 4.3) diperlukan in-
formasi tambahan tentang turunan kedua di titik tersebut (meskipun tidak
sesederhana persoalan satu variabel).
Contoh 1
Ingin dibuat suatu kotak (tanpa tutup) yang volumenya 5 m
3
dengan luas
permukaan kotak minimal.
Misalkan ukuran kotak tersebut adalah p, l dan t sebagaimana ditunjukkan
c
a
k
u
l

5
0
8
0
b
y
k
h
b
a
s
a
r
;
s
e
m
1
2
0
1
0
-
2
0
1
1
4.5. APLIKASI DIFFERENSIAL PARSIAL 59
p
l
t
Gambar 4.4: Kotak berukuran p l t.
dalam Gambar 4.4. Volume kotak adalah V = plt. Luas permukaan total
kotak adalah A = 2pt + 2lt + pl. Dengan menggunakan V , maka dapat
dinyatakan
p =
V
lt
A = 2t
V
lt
+ 2lt +
V
lt
l
= 2
V
l
+ 2lt +
V
t
A(l, t) = 10l
1
+ 2lt + 5t
1
Untuk meminimalkan A berarti turunan parsial A terhadap l dan juga ter-
hadap t sama dengan nol, hal ini memberikan
A
l
=
10
l
2
+ 2t = 0,
A
t
= 2l
5
t
2
= 0
Bila kedua persamaan tersebut diselesaikan diperoleh hasil l = 2t.
Kemudian karena p =
V
lt
=
5
lt
maka didapat p =
5
2t
2
.
60 BAB 4. DIFFERENSIAL DAN INTEGRAL
Contoh 2
Tentukan jarak terdekat dari titik pusat koordinat ke permukaan z = xy +5.
Jarak suatu titik (x, y, z) dari pusat koordinat diberikan dengan
_
x
2
+ y
2
+ z
2
.
Karena permukaan tersebut diberikan dengan persamaan z = xy + 5, maka
diperoleh
d =
_
x
2
+ y
2
+ (xy + 5)
2
=
_
x
2
+ y
2
+ x
2
y
2
+ 10xy + 25
=
_
x
2
+ y
2
+ x
2
y
2
+ 10xy + 25
_
1/2
Untuk meminimalkan d berarti
d
x
=
1
2
_
x
2
+ y
2
+ x
2
y
2
+ 10xy + 25
_
1/2
(2x + 2xy
2
+ 10y) = 0
d
y
=
1
2
_
x
2
+ y
2
+ x
2
y
2
+ 10xy + 25
_
1/2
(2y + 2x
2
y + 10x) = 0
Bila persamaan tersebut masing-masing dikalikan dengan x dan y, maka
didapat
2x
2
+ 2x
2
y
2
+ 10xy = 0
2y
2
+ 2x
2
y
2
+ 10xy = 0
Kemudian keduanya dikurangkan
2x
2
2y
2
= 0 = x = y
Jadi jarak terpendek dari titik pusat koordinat ke permukaan adalah
d =
_
x
2
+ y
2
+ x
2
y
2
+ 10xy + 25
_
1/2
=
_
y
4
+ 12y
2
+ 25
_
1/2
Contoh 3
Sebuah kawat dilengkungkan sehingga membentuk kurva dengan persamaan
y = 1 x
2
. Tentukan jarak terpendek lengkungan tersebut dari titik pusat
koordinat.
Misalkan titik (x, y) adalah titik yang terletak pada lengkungan. Maka jarak
titik tersebut dari pusat koordinat adalah d =
_
x
2
+ y
2
. Berarti yang harus
diminimumkan adalah fungsi d tersebut. Meminimalkan fungsi d =
_
x
2
+ y
2
sama artinya dengan meminimalkan fungsi f = d
2
= x
2
+ y
2
.
f = x
2
+ (1 x
2
)
2
= x
2
+ 1 2x
2
+ x
4
= x
4
x
2
+ 1
c
a
k
u
l

5
0
8
0
b
y
k
h
b
a
s
a
r
;
s
e
m
1
2
0
1
0
-
2
0
1
1
4.5. APLIKASI DIFFERENSIAL PARSIAL 61
turunan fungsi tersebut terhadap x memberikan
df
dx
= 4x
3
2x
Untuk memperoleh kondisi minimal turunan tersebut sama dengan nol se-
hingga
df
dx
= 4x
3
2x = 0 x = 0 atau x =
_
1
2
Dengan mensubstitusikan ketiga nilai x tersebut dapat diperoleh bahwa jarak
minimum dipenuhi untuk x =
_
1
2
dengan y =
1
2
yaitu d
min
=
1
2

3.
Contoh 4
Cara penyelesaian di atas merupakan cara eliminasi langsung. Cara lain yang
dapat digunakan adalah dengan menggunakan turunan implisit.
Fungsi yang akan dicari minimumnya adalah f = x
2
+y
2
, diperoleh turunan
fungsi tersebut yaitu
df = 2xdx + 2ydy atau
df
dx
= 2x + 2y
dy
dx
Karena y = 1 x
2
maka berarti dy = 2xdx. Dengan demikian diperoleh
df = (2x 4xy)dx atau
df
dx
= 2x 4xy
Untuk meminimumkan f berarti df/dx = 0 yang memberikan x = 0 atau
x =
_
1
2
. Sebagaimana yang telah diperoleh sebelumnya.
Metode Pengali Lagrange
Cara lain yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan maksimum-
minimum adalah dengan menggunakan metode pengali Lagrange (Lagrange
Multipliers).
Telah ditunjukkan bahwa dalam penyelesaian persoalan maksimum-mi-
nimum, pada intinya adalah ingin dicari minimum atau maksimum suatu
fungsi f(x, y) di mana x dan y terhubung dengan persamaan yang dinya-
takan dengan (x, y) = const. Kemudian dengan mengatur agar df/dx = 0
(sebagaimana contoh 3 di atas) atau df = 0 (sebagaimana contoh 4 di atas).
62 BAB 4. DIFFERENSIAL DAN INTEGRAL
Selanjutnya karena = const, maka d = 0 sehingga
df =
f
x
dx +
f
y
dy = 0
d =

x
dx +

y
dy = 0
Pada metode pengali Lagrange persamaan d dikalikan dengan suatu kon-
stanta kemudian dijumlahkan dengan persamaan df, sehingga didapat ben-
tuk persamaan
df + d = 0
_
f
x
+

x
_
dx +
_
f
y
+

y
_
dy = 0 (4.10)
Kemudian jika nilai dipilih sedemikian sehingga
f
y
+

y
= 0 (4.11)
maka berarti dari persamaan 4.10 diperoleh
f
x
+

x
= 0 (4.12)
Kemudian persamaan-persamaan 4.11, 4.12 dan (x, y) = const diselesaikan
untuk memperoleh tiga variabel x, y dan .
Secara ringkas metode pengali lagrange untuk menentukan nilai maksi-
mum atau minimum dari suatu fungsi f(x, y) dengan x dan y mempunyai
hubungan (x, y) = const langkahnya adalah sebagai berikut:
tuliskan fungsi F(x, y) = f(x, y) + (x, y)
selesaikan persamaan
F
x
= 0,
F
y
= 0 dan (x, y) = const untuk
memperoleh x, y dan .
Contoh 1
Sebuah kawat dilengkungkan sehingga membentuk kurva dengan persamaan
y = 1 x
2
. Tentukan jarak terpendek lengkungan tersebut dari titik pusat
koordinat dengan metode pengali lagrange.
Dalam hal ini f(x, y) = x
2
+ y
2
dan (x, y) = y + x
2
= 1.
Persamaan F(x, y) berbentuk
F(x, y) = f(x, y) + (x, y) = (x
2
+ y
2
) + (y + x
2
) (4.13)
c
a
k
u
l

5
0
8
0
b
y
k
h
b
a
s
a
r
;
s
e
m
1
2
0
1
0
-
2
0
1
1
4.5. APLIKASI DIFFERENSIAL PARSIAL 63
Kemudian
F
x
= 2x + 2x = 0
F
y
= 2y + y = 0
(4.14)
Dari persamaan pertama diperoleh bahwa x = 0 atau = 1. Bila nilai
x = 0, maka akan memberikan nilai y = 1, dan bila nilai = 1 maka akan
memberikan y =
1
2
yang kemudian memberikan x
2
=
1
2
. Hal tersebut sama
dengan yang diperoleh sebelumnya.
Contoh 2
Gunakan metode pengali Lagrange untuk menentukan jarak minimum dari
titik pusat koordinat ke perpotongan xy = 6 dengan 7x + 24z = 0
Fungsi yang akan dicari minimumnya adalah fungsi jarak dari titik pusat
koordinat yang dapat dinyatakan dalam bentuk x
2
+ y
2
+ z
2
. Syarat yang
harus dipenuhi berkaitan dengan dua kondisi yaitu xy = 6 dan 7x+24z = 0.
Dengan menggunakan metode pengali Lagrange berarti persamaan F(x, y)
berbentuk
F(x, y, z) = x
2
+ y
2
+ z
2
+
1
(7x + 24z) +
2
xy
Selanjutnya diperoleh
F
x
= 2x + 7
1
+
2
y = 0
F
y
= 2y +
2
x = 0
F
z
= 2z + 24
1
= 0
Selain ketiga persamaan tersebut terdapat juga dua persamaan lainnya yaitu
xy = 6
7x + 24z = 0
Dari persamaan kedua dan keempat diperoleh hubungan
2
=
2y
x
, semen-
tara persamaan ketiga memberikan
1
=
z
12
. Bila nilai-nilai
1
dan
2
ini
64 BAB 4. DIFFERENSIAL DAN INTEGRAL
disubstitusikan ke persamaan pertama dan kemudian dengan menggunakan
persamaan keempat akan diperoleh
2x
7
12
x
2y
2
x
= 0 = 2x
4

7
12
x
3
z 72 = 0
Kemudian dengan menggunakan persamaan kelima dapat dieliminasi varia-
bel z sehingga didapat
x
4
_
625
288
_
= 72 = x =
12
5
Selanjutnya dapat diperoleh variabel lainnya yaitu y =
5
2
dan z =
7
10
.
Akhirnya diperoleh jarak minimum yaitu d =
_
x
2
+ y
2
+ z
2
=
5

2
.
4.6 Aturan Leibniz
Berdasarkan denisi integral sebagai anti turuan, yaitu jika
f(x) =
dF(x)
dx
berarti
_
x
a
f(t)dt = [F(t)]
x
a
= F(x) F(a)
dengan a adalah konstanta. Kemudian bila persamaan tersebut didierensi-
alkan akan diperoleh
d
dx
_
x
a
f(t)dt =
d
dx
[F(x) F(a)] =
dF(x)
dx
= f(x)
Hal yang sama juga dapat diperoleh
d
dx
_
a
x
f(t)dt =
dF(x)
dx
= f(x)
Jika batas-batas integralnya merupakan fungsi dari variabel x, maka dapat
diperoleh
d
dx
_
v(x)
u(x)
f(t)dt =
d
dx
[F(v) F(u)] =
d
dx
F(v)
d
dx
F(u)
=
dF
dv
dv
dx

dF
du
du
dx
= f(v)
dv
dx
f(u)
du
dx
(4.15)
c
a
k
u
l

5
0
8
0
b
y
k
h
b
a
s
a
r
;
s
e
m
1
2
0
1
0
-
2
0
1
1
4.6. ATURAN LEIBNIZ 65
Misalnya ingin dihitung
dI
dx
dengan I =
_
x
1/3
0
t
2
dt. Dalam hal ini f(t) = t
2
,
u(x) = 0 dan v(x) = x
1/3
, sehingga
f(u) = f(0) = 0
du
dx
= 0
f(v) = f(x
1/3
) = x
2/3
dv
dx
=
1
3
x
2/3
Dengan demikian diperoleh
d
dx
_
x
1/3
0
t
2
dt = (x
2/3
)
_
1
3
x
2/3
_
(0)(0) =
1
3
Berikutnya tinjau suatu fungsi yang terdiri dari dua variabel sedemiki-
an sehingga F(x) =
_
b
a
f(x, y)dy. Sedangkan dari denisi turunan, telah
diuraikan bahwa
dF
dx
= lim
h0
F(x + h) F(x)
h
Dengan demikian dapat dinyatakan
dF
dx
= lim
h0
_
b
a
f(x + h, y)dy
_
b
a
f(x, y)dy
h
= lim
h0
_
b
a
_
f(x + h, y) f(x, y)
h
_
dy
=
_
b
a
lim
h0
_
f(x + h, y) f(x, y)
h
_
dy
d
dx
_
b
a
f(x, y)dy =
_
b
a
f(x, y)
x
dy
(4.16)
Jika fungsi yang diintegralkan adalah fungsi multivariabel, maka menurut
aturan Leibniz
1
d
dx
_
v(x)
u(x)
f(x, t)dt = f(x, v)
dv
dx
f(x, u)
du
dx
+
_
v
u
f
x
dt (4.17)
1
Untuk penurunan detail aturan Leibniz, kunjungi:
http://en.wikipedia.org/wiki/Leibniz integral rule
66 BAB 4. DIFFERENSIAL DAN INTEGRAL
y = f(x)
x a b
x
y
Gambar 4.5: Integral tertentu merupakan penjumlahan luas strip-strip kecil
di bawah suatu fungsi.
4.7 Integral Ganda (Multiple Integrals)
Telah disinggung sebelumnya bahwa
_
b
a
f(x)dx menyatakan luas daerah di
bawah kurva f(x). Integral tertentu tersebut merupakan penjumlahan luas
strip-strip kecil di bawah kurva f(x) sebagaimana ditunjukkan dalam Gam-
bar 4.5.
4.7.1 Integral Lipat Dua dan Integral Lipat Tiga
Tinjau suatu fungsi multivariabel f(x, y) yang bila digambarkan dalam sis-
tem koordinat kartesian fungsi tersebut membentuk suatu permukaan (bi-
dang). Dengan pemahaman yang sama untuk fungsi dengan variabel tunggal,
maka dapat dipahami bahwa integral lipat dua dari fungsi f(x, y) tersebut
menyatakan volume ruang di bawah permukaan yang dibentuk oleh fungsi
f(x, y) tersebut. Ilustrasinya ditunjukkan dalam Gambar 4.6.
Dengan demikian, integral lipat dua (double integrals) dari suatu fungsi
f(x, y) pada suatu daerah A dalam bidang xy menyatakan volume di bawah
fungsi f(x, y) dan dibatasi luasan A. Integral ini biasanya ditulis sebagai
__
A
f(x, y)dxdy.
Selain pengertian tersebut di atas, integral lipat dua juga dapat diinter-
pretasikan sebagai luas suatu daerah yang dibatasi oleh suatu kurva tertentu.
c
a
k
u
l

5
0
8
0
b
y
k
h
b
a
s
a
r
;
s
e
m
1
2
0
1
0
-
2
0
1
1
4.7. INTEGRAL GANDA (MULTIPLE INTEGRALS) 67
Gambar 4.6: Integral lipat dua sebagai volume ruang di bawah suatu per-
mukaan.
Perhatikan dari pengertian di atas bahwa
__
A
f(x, y)dxdy menyatakan volu-
me di bawah suatu permukaan dengan batas luasan A, maka bila diambil
f(x, y) = 1 integral
__
A
f(x, y)dxdy =
__
A
dxdy sama dengan luas daerah A
itu sendiri. Dengan demikian integral lipat dua juga dapat diinterpretasikan
sebagai luas suatu daerah.
Dengan analogi di atas, dapat dengan mudah dipahami bahwa integral
lipat tiga yang berbentuk
___
V
f(x, y, x)dxdydz dapat diinterpretasikan se-
bagai hyper-volume atau volume dalam ruang berdimensi 4. Interpreta-
si lainnya adalah integral lipat tiga
___
V
dxdydz menyatakan volume suatu
objek. Selain itu
___
V
f(x, y, x)dxdydz dapat juga dipahami sebagai mas-
sa suatu objek tiga dimensi dengan rapat massa yang dinyatakan dengan
f(x, y, z).
Multiple integrals biasanya dapat diselesaikan dengan cara perulangan
integrasi. Contohnya seperti ditunjukkan berikut ini.
Contoh 1
Tentukan volume di bawah bidang z = 1 + y yang dibatasi dengan bidang-
bidang koordinat dan bidang vertikal yang dinyatakan dengan 2x + y = 2.
Dalam hal ini f(x, y) = 1 + y dan luasan A adalah daerah pada bidang
68 BAB 4. DIFFERENSIAL DAN INTEGRAL
1
2
1
2
Gambar 4.7: Luasan A pada integral dalam contoh 1.
xy yang dibatas sumbu-sumbu x, y dan garis y = 2 2x, sebagaimana di-
tunjukkan Gambar 4.7
V =
_
1
x=0
__
22x
y=0
(1 + y)dy
_
dx =
5
3
Dalam perhitungan di atas, fungsi z diintegralkan dulu terhadap y dengan
batas-batas yang sesuai kemudian bari diintegralkan terhadap x.
Integral yang sama dapat pula dihitung dengan mengintegralkan lebih dulu
terhadap x kemudian baru terhadap y
V =
_
2
y=0
_
_
1y/2
x=0
(1 + y)dx
_
dy
=
_
2
y=0
(1 + y)x

1y/2
0
dy
=
_
2
y=0
(1 + y)(1 y/2)dy
=
_
2
y=0
(1 + y/2 y
2
/2)dy =
5
3
Contoh 2
Hitung volume benda pada Contoh 1 di atas dengan menggunakan integral
lipat tiga.
c
a
k
u
l

5
0
8
0
b
y
k
h
b
a
s
a
r
;
s
e
m
1
2
0
1
0
-
2
0
1
1
4.7. INTEGRAL GANDA (MULTIPLE INTEGRALS) 69
Dalam hal ini obejk tersebut dapat dipandang sebagai kumpulan kotak-kotak
kecil yang masing-masing berukuran sama dengan volume yang dinyatakan
dengan dV = dx dy dz.
Volume total benda dapat dihitung menggunakan integral lipat tiga sebagai
berikut
V =
_
dV =
___
V
dx dy dz
=
_
1
x=0
_
22x
y=0
__
1+y
z=0
dz
_
dy dx
=
_
1
x=0
_
22x
y=0
(1 + y)dy dx =
5
3
4.7.2 Penggunaan Integral Ganda
Tinjau suatu kurva yang dinyatakan dengan persamaan y = x
2
antara x = 0
hingga x = 1. Luas daerah yang dibentuk kurva tersebut dengan sumbu x
dan sumbu y adalah
A =
_
1
x=0
ydx =
_
1
x=0
x
2
dx =
x
3
3

1
0
=
1
3
Luas suatu permukaan
Luas permukaan tersebut dapat pula dihitung dengan integral lipat dua se-
bagai berikut
A =
_
dA =
_
1
x=0
_
x
2
y=0
dydx =
_
1
x=0
x
2
dx =
x
3
3

1
0
=
1
3
Massa Suatu Objek
Elemen luas permukaan yang telah dihitung di atas dinyatakan dengan dA =
dxdy. Bila rapat massa objek tersebut adalah = xy, maka massa elemen
yang luasnya dA adalah dM = dA = xydxdy. Dengan demikian massa
70 BAB 4. DIFFERENSIAL DAN INTEGRAL
total objek (permukaan) tersebut adalah
M =
_
dM =
_
1
x=0
_
x
2
y=0
xydydx
=
_
1
x=0
xdx
_
y
2
2
_
x
2
0
=
_
1
0
x
5
2
dx
=
1
12
Panjang Lengkungan Kurva
Jika variabel x berubah sebesar dx dan variabel y berubah sebesar dy, maka
panjang lengkungan kurva akibat perubahan tersebut dapat dinyatakan
ds =
_
dx
2
+ dy
2
=

dx
2
_
1 +
dy
dx
_
= dx

_
_
1 +
_
dy
dx
_
2
_
Karena kurva tersebut mempunyai persamaan y = x
2
maka diperoleh
dy
dx
=
2x atau
_
dy
dx
_
2
= 4x
2
.
Dengan demikian panjang lengkungan kurva tersebut adalah
s =
_
ds =
_
1
0
dx

_
_
1 +
_
dy
dx
_
2
_
=
_
1
0
dx
_
(1 + 4x
2
) =
2

5 + ln(2 +

5)
4
Pusat Massa Objek
Posisi pusat massa suatu objek ditentukan dengan cara sebagai berikut:
x
pm
=
1
M
_
xdM; y
pm
=
1
M
_
ydM; z
pm
=
1
M
_
zdM
dengan M adalah massa total objek.
Untuk objek yang berbentuk permukaan seperti yang dimaksud di atas dan
mempunyai rapat massa = xy, telah dihitung bahwa M =
1
12
. Kemudian
c
a
k
u
l

5
0
8
0
b
y
k
h
b
a
s
a
r
;
s
e
m
1
2
0
1
0
-
2
0
1
1
4.7. INTEGRAL GANDA (MULTIPLE INTEGRALS) 71
karena objek yang dimaksud terletak pada bidang xy, maka z
pm
= 0.
x
pm
=
1
M
_
xdM = 12
_
1
x=0
_
x
2
y=0
x
2
ydydx
= 12
_
1
x=0
x
2
_
y
2
2
_
x
2
0
dx = 12
_
1
x=0
x
6
2
dx
= 3
_
x
7

1
0
= 3
y
pm
=
1
M
_
ydM = 12
_
1
x=0
_
x
2
y=0
xy
2
dydx
= 12
_
1
x=0
x
_
y
3
3
_
x
2
0
dx = 12
_
1
x=0
x
7
3
dx
=
1
2
_
x
8

1
0
=
1
2
Dengan demikian posisi pusat massa objek tersebut adalah (3,
1
2
).
Momen Inersia Objek
Momen inersia terhadap sumbu x, terhadap sumbu y dan terhadap sumbu
z yang masing-masing dilambangkan dengan I
x
, I
y
dan I
z
dihitung sebagai
berikut
I
x
=
_
y
2
dM
I
y
=
_
x
2
dM
I
z
=
_
(x
2
+ y
2
)dM
(4.18)
Dengan demikian untuk objek yang dimaksud akan didapatkan
I
x
=
_
y
2
dM =
_
1
x=0
_
x
2
y=0
y
2
xydydx =
_
1
0
x
9
4
dx =
1
40
I
y
=
_
x
2
dM =
_
1
x=0
_
x
2
y=0
x
2
xydydx =
_
1
0
x
7
2
dx =
1
16
I
z
=
_
(x
2
+ y
2
)dM =
_
1
x=0
_
x
2
y=0
(x
2
+ y
2
)xydydx =
7
80
72 BAB 4. DIFFERENSIAL DAN INTEGRAL
4.8 Pengubahan Variabel dalam Persamaan
Dierensial Parsial
Salah satu penggunaan penting dari dierensial parsial adalah dalam hal
pengubahan variabel (misalnya dari sistem koordinat kartesian ke sistem
koordinat silinder). Tinjau suatu persamaan dierensial parsial yang dikenal
sebagai persamaan gelombang yaitu

2
F
x
2

1
v
2

2
F
t
2
= 0 (4.19)
Terlihat bahwa persamaan dierensial parsial tersebut mempunyai variabel
x dan t. Kemudian akan dilakukan pengubahan variabel dengan variabel
baru r dan s, di mana r = x + vt dan s = x vt.
Dengan menggunakan konsep dierensial parsial dan aturan rantai, maka
dapat dinyatakan
F
x
=
F
r
r
x
+
F
s
s
x
=
F
r
+
F
s
=
_

r
+

s
_
F
F
t
=
F
r
r
t
+
F
s
s
t
= v
F
r
v
F
s
= v
_

r


s
_
F
Kemudian turunan kedua juga dapat diperoleh

2
F
x
2
=

x
_
F
x
_
=
_

r
+

s
__
F
r
+
F
s
_
=

2
F
r
2
+ 2

2
F
rs
+

2
F
s
2

2
F
t
2
=

t
_
F
t
_
= v
_

r


s
__
v
F
r
v
F
s
_
= v
2

2
F
r
2
2

2
F
rs
+

2
F
s
2
(4.20)
Dengan demikian, dalam variabel yang baru, persamaan gelombang tersebut
dapat dituliskan dalam bentuk

2
F
x
2

1
v
2

2
F
t
2
= 4

2
F
rs
= 0 (4.21)
Terlihat bahwa dalam variabel baru tersebut persamaan gelombang menjadi
bentuk yang lebih sederhana dan lebih mudah diselesaikan (dicari solusinya).
c
a
k
u
l

5
0
8
0
b
y
k
h
b
a
s
a
r
;
s
e
m
1
2
0
1
0
-
2
0
1
1
4.9. PENGUBAHAN VARIABEL INTEGRAL: JACOBIAN 73
4.9 Pengubahan Variabel Integral: Jacobian
Dalam penyelesaian suatu persoalan terkadang lebih mudah bila digunakan
sistem koordinat yang berbeda. Penggunaan sistem koordinat yang berbe-
da membawa dampak pada variabel integrasi. Misalnya, elemen luas dalam
sistem koordinat kartesian dinyatakan dengan dA = dxdy. Bagaimana ben-
tuk elemen luas dalam sistem koordinat yang lainnya? Dalam BAB 3 telah
diuraikan penentuan elemn luas secara geometri. Cara lain yang dapat dila-
kukan untuk menentukan bentuk elemen luas (dan juga elemen volume) dari
suatu sistem koordinat adalah dengan menggunakan Jacobian.
Misalkan terdapat integral lipat tiga dalam sistem koordinat uvw dan
dinyatakan dalam bentuk
___
f(u, v, w)dudvdw, kemudian sistem koordinat
lain yaitu rst dan hubungan antara variabel-variabel dalam sistem koordinat
uvw dan sistem koordinat rst diberikan dengan persamaan u = u(r, s, t),
v = v(r, s, t), w = w(r, s, t), maka Jacobian dari uvw terhadap rst adalah
J =
(u, v, w)
(r, s, t)
=

u
r
u
s
u
t
v
r
v
s
v
t
w
r
w
s
w
t

(4.22)
Dengan menggunakan Jacobian tersebut maka integral lipat tiga tersebut
bila dinyatakan dalam variabel rst adalah
___
fdudvdw =
___
f |J| dr ds dt (4.23)
dengan catatan fungsi f(u, v, w) harus diubah menjadi f(r, s, t) dan batas
integrasi juga harus diubah menyesuaikan dengan variabel integral yang baru
sesuai dengan hubungan antar variabel yang dinyatakan dengan u = u(r, s, t),
v = v(r, s, t), w = w(r, s, t)
Contoh 1
Hitunglah luas lingkaran yang jari-jarinya R.
Persamaan sisi lingkaran yang berpusat di pusat koordinat dan berjejari r
dinyatakan dengan
x
2
+ y
2
= R
2
= y =

R
2
x
2
74 BAB 4. DIFFERENSIAL DAN INTEGRAL
Dalam sistem koordinat kartesian, luas suatu permukaan dinyatakan dengan
A =
_
dA =
_ _
dxdy
Dengan demikian luas lingkaran tersebut adalah
A =
_
dA =
_
x=R
x=R
_

R
2
x
2
y=

R
2
x
2
dydx
Integral tersebut sulit diselesaikan. Sekarang tinjau sistem koordinat polar
(silinder 2D), di mana
x = r cos
y = r sin
Jacobian yang bersangkutan adalah
J =
(x, y)
(r, )
=

x
r
x

y
r
y

cos r sin
sin r cos

= r
Dengan demikian integral lipat dua yang berkaitan dengan luas dinyatakan
sebagai
A =
_
dA =
_ _
rdrd
Batas integrasi adalah r : 0 R dan : 0 2. Dengan demikian luas
lingkaran dihitung sebagai
A =
_
2
=0
_
R
r=0
rdrd =
_
2
=0
R
2
2
d = R
2
Contoh 2
Diketahui suatu integral dalam variabel xy dinyatakan dengan
I =
_
1/2
x=0
_
1x
y=x
_
x y
x + y
_
2
dydx
Hitunglah integral tersebut dalam variabel rs jika
x =
1
2
(r s)
y =
1
2
(r + s)
c
a
k
u
l

5
0
8
0
b
y
k
h
b
a
s
a
r
;
s
e
m
1
2
0
1
0
-
2
0
1
1
4.10. DIFFERENSIAL VEKTOR 75
Jacobian yang berkaitan dengan transformasi tersebut adalah
J =
(x, y)
(r, s)
=

x
r
x
s
y
r
y
s

1
2

1
2
1
2
1
2

=
1
2
Batas-batas integrasi dalam integral yang baru adalah s : 0 r dan r : 0
1. Fungsi f(x, y) bila dinyatakan dalam variabel r dan s adalah
_
x y
x + y
_
2
=
_
s
r
_
2
=
_
s
r
_
2
Dengan demikian
I =
_
1/2
x=0
_
1x
y=x
_
x y
x + y
_
2
dydx =
_
1
r=0
_
r
s=0
_
s
r
_
2
1
2
dsdr
=
1
6
_
1
r=0
rdr =
1
12
4.10 Dierensial Vektor
Jika suatu vektor (misalnya A) komponen-komponennya tidak konstan (mi-
salkan merupakan fungsi dengan variabel t), maka dapat diperoleh turunan
dari vektor tersebut terhadap variabel yang bersangkutan dan hal ini dipero-
leh dengan mendierensialkan masing-masing komponennya sebagai berikut
dA
dt
=
dA
x
dt
i +
dA
y
dt
j +
dA
z
dt
k (4.24)
Jika suatu vektor yang dinyatakan dengan A = A u
A
dengan u
A
menyatakan
vektor satuan dalam arah A, maka turunan vektor A terhadap t juga harus
memperhatikan aturan rantai:
dA
dt
=
dA
dt
u
A
+ A
d u
A
dt
(4.25)
Hal ini penting dalam membahas kinematika benda dalam sistem koordinat
ortogonal sebagaimana yang telah diuraikan dalam BAB 3.
Operator dierensial vektor yang sangat penting dan sering muncul dalam
perumusan hukum-hukum sika adalah (baca: nabla atau del) yang
76 BAB 4. DIFFERENSIAL DAN INTEGRAL
merupakan operator dierensial terhadap variabel ruang. Bentuk operator
nabla ini berbeda antara satu sistem koordinat dengan sistem koordinat yang
lain. Dalam sistem koordinat kartesian, bentuk operator nabla adalah
=

x
i +

y
j +

z
k (4.26)
4.11 Turunan Berarah dan gradient
Untuk fungsi yang terdiri dari satu variabel, turunan menyatakan kemiring-
an kurva di titik tertentu. Fungsi multivariabel dapat digambarkan sebagai
permukaan pada sistem koordinat xyz. Turunan di fungsi multivariabel di
suatu titik tertentu dapat diperoleh dari turunan parsialnya. Misalnya tu-
runan pada arah x dinyatakan dengan f/x. Akibatnya turunan di suatu
titik bergantung pada arah mana perubahan terjadi. Hal ini disebut sebagai
turunan berarah (directional derivative).
Misalkan arah yang dimaksud dinyatakan dengan suatu vektor v, maka
turunan fungsi f di titik (x, y, z) dalam arah vektor v dituliskan sebagai

v
f(x, y, z) atau ringkasnya sebagai
v
f.
Gradient dari suatu fungsi skalar (x, y, z) didenisikan sebagai berikut
(dalam sistem koordinat kartesian):
= grad =

x
i +

y
j +

z
k (4.27)
Dengan demikian turunan berarah fungsi dalam arah suatu vektor satuan
tertentu u adalah
d
ds
= u (turunan berarah) (4.28)
Misalnya turunan berarah dalam arah i (yaitu searah sumbu x) adalah
i =
_

x
i +

y
j +

z
k
_
i
=

x
4.12 Integral Garis
Ini sangat sering dijumpai dalam persoalan mekanika (misalnya ketika meng-
hitung usaha). Integral garis biasanya dihitung berdasarkan lintasan (garis)
tertentu dan misalnya dilambangkan dengan
_
C
.
c
a
k
u
l

5
0
8
0
b
y
k
h
b
a
s
a
r
;
s
e
m
1
2
0
1
0
-
2
0
1
1
4.12. INTEGRAL GARIS 77
Contoh 1
Gaya yang dinyatakan dengan F = xyi y
2
j bekerja pada suatu benda dan
benda tersebut bergerak sepanjang lintasan yang menghubungkan titik (0,0)
dan (2,1) pada bidang kartesian. Tentukan usaha yang dilakukan oleh gaya
F tersebut jika lintasan yang menghubungkan kedua titik tersebut berupa
parabola dengan persamaan y =
1
4
x
2
.
Usaha yang dilakukan oleh gaya F adalah
W =
_
dW =
_
F dr
Karena F = xyi y
2
j dan dr = dxi + dxj + dzk, maka
F dr = xydx y
2
dy
Dengan demikian
W =
_
F dr =
_
xydx y
2
dy
Pada lintasan yang dimaksud (yaitu parabola) terdapat hubungan antara
variabel y dengan x sesuai dengan persamaan parabola yaitu y =
1
4
x
2
, dan
dapat diperoleh bahwa dy =
1
2
xdx dengan demikian dapat dinyatakan
W =
_
parabola
xydx y
2
dy
=
_
2
0
x(
1
4
x
2
)dx (
1
4
x
2
)
2
(
1
2
xdx)
=
_
2
0
_
1
4
x
3

1
32
x
5
_
dx =
2
3
Contoh 2
Sebagaimana Contoh 1 namun lintasan yang digunakan adalah garis lurus
yang menghubungkan titik (0,0) dengan (2,1).
Pada lintasan ini hubungan antara variabel x dan y dinyatakan dengan persa-
maan garis yang menghubungkan kedua titik yaitu y =
1
2
x. Karena y =
1
2
x,
78 BAB 4. DIFFERENSIAL DAN INTEGRAL
berarti dy =
1
2
dx. Dengan demikian dapat dinyatakan
W =
_
garis lurus
xydx y
2
dy
=
_
2
0
x(
1
2
x)dx (
1
2
x)
2
(
1
2
dx)
=
_
2
0
_
1
4
x
2

1
8
x
2
_
dx = 1
Contoh 3
Sebagaimana Contoh 1 dan Contoh 2 namun lintasan yang digunakan ada-
lah garis lurus yang menghubungkan titik (0,0) ke (0,1) kemudian dari (0,1)
ke (2,1).
Untuk lintasan yang dimaksud terdapat dua segmen garis. Yang pertama
adalah garis lurus yang menghubungkan titik (0,0) dengan titik (0,1). Pada
garis ini berlaku hubungan x = 0, dengan demikian dx = 0. Batas integrasi-
nya adalah dari y = 0 hingga y = 1. Sedangkan segmen garis kedua adalah
garis lurus yang menghubungkan titik (0,1) dengan titik (2,1). Pada garis
ini berlaku y = 0, dengan demikian dy = 0. Batas integrasi adalah dari
x = 0 hingga x = 2. Integral lintasan tersebut dapat dituliskan menjadi dua
bagian sesuai segmen garis yang digunakan yaitu
W =
_
lintasan yg dimaksud
xydx y
2
dy
=
_
segmen 1
xydx y
2
dy +
_
segmen 2
xydx y
2
dy
Dengan demikian diperoleh
W =
_
1
y=0
(y
2
)dy +
_
2
x=0
(xdx)
=
1
3
+ 2 =
5
3
Dari ketiga contoh tersebut terlihat bahwa hasil integral yang diperoleh
tergantung pada lintasan yang digunakan. Terdapat bentuk fungsi F ter-
tentu sedemikian sehingga integral lintasannya sama dan tidak bergantung
pada lintasan yang digunakan. Dalam pembahasan mekanika, fungsi F yang
seperti ini dinamakan fungsi (medan) yang bersifat konservatif.
c
a
k
u
l

5
0
8
0
b
y
k
h
b
a
s
a
r
;
s
e
m
1
2
0
1
0
-
2
0
1
1
4.13. DIVERGENCE 79
4.13 Divergence
Divergence menyatakan bagaimana suatu medan vektor menyebar (divergen)
dari suatu titik tertentu. Pengertian lain yang dapat diberikan untuk diver-
gensi suatu medan vektor adalah bahwa divergensi menyatakan uks medan
vektor yang keluar dari suatu satuan volume. Secara matematis jika suatu
medan vektor dinyatakan dengan V = V
x
i + V
y
j + V
z
k, maka divergensinya
adalah
V = div V =
V
x
x
+
V
y
y
+
V
z
z
(4.29)
4.14 Curl
Curl menyatakan bagaimana suatu medan vektor berrotasi terhadap suatu
titik tertentu. Oleh karenanya curl sering disebut juga sebagai rotasi.
V = curl V
=
_
V
z
y

V
y
z
_
i +
_
V
x
z

V
z
x
_
j +
_
V
y
x

V
x
y
_
k
=

i j k

z
V
x
V
y
V
z

(4.30)
4.15 Laplacian
Selain divergensi dan rotasi, operator dierensial vektor yang juga sering
muncul adalah divergensi dari suatu gradient skalar. Operasi ini dinamakan
sebagai laplacian. Laplacian dari suatu fungsi skalar didenisikan sebagai
(dalam koordinat kartesian):

2
= = div grad
=

2

x
2
+

2

y
2
+

2

z
2
(4.31)
80 BAB 4. DIFFERENSIAL DAN INTEGRAL
4.16 Operator dierensial vektor dalam sis-
tem koordinat ortogonal (silinder dan
bola)
Faktor Skala
Panjang lengkungan ds dalam suatu sistem koordinat dapat dikaitkan dengan
operasi dot product dari vektor elemen panjang ds, yaitu
ds
2
= ds ds (4.32)
Secara umum, misalkan suatu sistem koordinat mempunyai variabel ko-
ordinat yang dinyatakan dengan x
1
, x
2
dan x
3
dan jika sistem koordinat
tersebut ortogonal (vektor-vektor basisnya saling tegak lurus) maka dapat
dinyatakan:
ds
2
= h
2
1
dx
2
1
+ h
2
2
dx
2
2
+ h
2
3
dx
2
3
=
3

i=1
h
2
i
dx
2
i
(4.33)
dengan h
i
disebut sebagai faktor skala.
Dengan menggunakan faktor skala (h
i
), vektor perpindahan ds dalam
suatu sistem koordinat ortogonal dapat diperoleh dengan cara
ds = e
1
h
1
dx
1
+ e
2
h
2
dx
2
+ e
3
h
3
dx
3
=
3

i=1
e
i
h
2
i
dx
2
i
(4.34)
dengan e
i
adalah vektor satuan dalam sistem koordinat ortogonal tersebut.
Karena vektor elemen panjang dalam sistem koordinat kartesian adalah
ds = dxi + dyj + dzk, maka berarti faktor skala dalam koordinat kartesian
adalah h
1
= h
2
= h
3
= 1. Sedangkan vektor elemen panjang dalam sistem
koordinat silinder adalah ds = dr e
r
+ rd e

+ dz e
z
, maka berarti faktor
skala dalam koordinat kartesian adalah h
1
= 1, h
2
= r, h
3
= 1. Dengan cara
yang sama dapat diperoleh faktor skala untuk sistem koordinat bola yaitu
h
1
= 1, h
2
= r sin , h
3
= r.
Dengan menggunakan faktor skala tersebut, ungkapan operator dierensi-
al vektor dalam sistem koordinat ortogonal dapat digeneralisasi sebagaimana
diuraikan berikut ini.
c
a
k
u
l

5
0
8
0
b
y
k
h
b
a
s
a
r
;
s
e
m
1
2
0
1
0
-
2
0
1
1
4.17. TEOREMA GREEN 81
Gradient
Dalam sistem koordinat yang ortogonal, bentuk umum dari gradient adalah
u = e
1
1
h
1
u
x
1
+ e
2
1
h
2
u
x
2
+ e
3
1
h
3
u
x
3
=
3

i=1
e
i
1
h
i
u
x
i
(4.35)
Divergence
Perumusan umum untuk divergence dalam sistem koordinat ortogonal adalah
V =
1
h
1
h
2
h
3
_

x
1
(h
2
h
3
V
1
) +

x
2
(h
1
h
3
V
2
) +

x
3
(h
1
h
2
V
3
)
_
(4.36)
Curl
Rotasi (curl ) dalam sistem koordinat ortogonal dirumuskan sebagai berikut
V =
1
h
1
h
2
h
3

h
1
e
1
h
2
e
2
h
3
e
3

x
1

x
2

x
3
h
1
V
1
h
2
V
2
h
3
V
3

(4.37)
Laplacian
Perumusan umum untuk laplacian dalam sistem koordinat ortogonal adalah

2
u =
1
h
1
h
2
h
3
_

x
1
_
h
2
h
3
h
1
u
x
1
_
+

x
2
_
h
1
h
3
h
2
u
x
2
_
+

x
3
_
h
1
h
2
h
3
u
x
3
__
(4.38)
4.17 Teorema Green
Teorema dasar dalam Kalkulus memberikan ungkapan tentang hubungan
antara dierensial dan integral dari suatu fungsi, yaitu dinyatakan dalam
bentuk
_
b
a
d
dt
f(t)dt = f(b) f(a) (4.39)
82 BAB 4. DIFFERENSIAL DAN INTEGRAL
a
b
x
y
C
A
y
u
(x)
y
l
(x) c
d
x
y
C
A
x
r
(y)
x
l
(y)
Gambar 4.8: Luasan A yang berbentuk sembarang.
Misalkan terdapat fungsi multivariabel yaitu P(x, y) dan Q(x, y) di mana
turunan keduanya merupakan fungsi yang kontinu. Misalkan suatu luasan A
adalah bentuk sembarang dengan batas-batas absis adalah x = a dan x = b
sedangkan batas-batas ordinatnya adalah y = c dan y = d sebagaimana
ditunjukkan dalam Gambar 4.8.
Bila dicari integral lipat dua dari turunan parsial P(x, y) terhadap y,
maka dapat dinyatakan
__
A
P(x, y)
y
dydx =
_
b
a
dx
_
y
u
y
l
P(x, y)
y
dy
=
_
b
a
[P(x, y
u
) P(x, y
l
)] dx
=
_
b
a
P(x, y
l
)dx
_
a
b
P(x, y
u
)dx
Terlihat bahwa
_
b
a
P(x, y
l
)dx merupakan integral garis dengan lintasan ber-
upa bagian bawah dari kurva C dari titik 1 ke titik 2. Demikian juga bahwa
integral
_
a
b
P(x, y
u
)dx merupakan integral garis dengan lintasan berupa ba-
gian atas dari kurva C dari titik 2 ke titik 1. Artinya integral tersebut di atas
dapat diganti menjadi integral garis dengan lintasan berupa kurva tertutup
C (dari titik 1 kembali ke titik 1) dengan arah berlawanan arah jarum jam.
c
a
k
u
l

5
0
8
0
b
y
k
h
b
a
s
a
r
;
s
e
m
1
2
0
1
0
-
2
0
1
1
4.17. TEOREMA GREEN 83
Dengan demikian dapat dituliskan kembali sebagai
_
C
Pdx =
__
A
P(x, y)
y
dydx (4.40)
Dengan cara yang sama (tapi dengan mengintegralkan terhadap x terlebih
dahulu) dapat pula diperoleh untuk fungsi yang lain yaitu fungsi Q(x, y)
__
A
Q
x
dxdy =
_
d
c
dy
_
x
r
x
l
Q
x
dx =
_
d
c
[Q(x
r
, y) Q(x
l
, y)] dy
=
_
C
Qdy
Artinya diperoleh
__
A
Q
x
dxdy =
_
C
Qdy (4.41)
Kemudian dengan menambahkan persamaan 4.40 dengan persamaan 4.41
maka akan didapat
__
A
_
Q
x

P
y
_
dx dy =
_
C
(Pdx + Qdy) (4.42)
dengan C menyatakan kurva tertutup yang membatasi permukaan A. Inte-
gral lintasan yang dihitung arahnya adalah berlawanan arah jarum jam.
Ungkapan persamaan 4.42 dikenal sebagai teorema Green dan teorema ini
menyatakan bahwa integral permukaan dapat dinyatakan dalam bentuk inte-
gral garis. Atau sebaliknya integral garis pada suatu lintasan tertutup dapat
diubah menjadi integral permukaan (lipat dua) pada luasan yang dibentuk
oleh lintasan tertutup tersebut.
Contoh
Dengan menggunakan teorema Green, hitunglah integral lintasan
_
(xydx y
2
dy)
pada lintasan tertutup yang merupakan garis lurus dari titik (2,1) ke (0,1)
kemudian garis lurus dari titik (0,1) ke titik (0,0) dan dilanjutkan dengan
lengkungan y = x
2
yang menghubungkan titik (0,0) ke titik (2,1).
84 BAB 4. DIFFERENSIAL DAN INTEGRAL
Dengan menggunakan teorema Green, integral lintasan tertutup tersebut
dapat diubah menjadi integral permukaan (integral lipat dua) dengan da-
erah yang dibatasi oleh kurva lintasan tertutup tersebut. Bila digunakan
persamaan 4.42 maka dapat dinyatakan bahwa
P(x, y) = xy dan Q(x, y) = y
2
dengan demikian
Q
x
= 0 dan
P
y
= x
Maka diperoleh
_
C
(xydx y
2
dy) =
__
A
_
Q
x

P
y
_
dx dy =
__
A
x dx dy
=
_
1
y=0
_
2

y
x=0
x dxdy = 1
4.18 Teorema Divergensi
Misalkan suatu vektor V = V
x
i + V
y
j, di mana V
x
= Q(x, y) dan V
y
=
P(x, y) adalah berupa fungsi multivariabel dalam x dan y. Karena vektor
V tidak mempunyai komponen dalam arah sumbu z, maka dapat dinyatakan
Q
x

P
y
=
V
x
x
+
V
y
y
= div V = V (4.43)
Kemudian tinjau kurva tertutup C yang melingkupi suatu daerah luasan A
sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 4.9.
Sepanjang kurva C tersebut vektor dr merupakan vektor yang menying-
gung kurva C, dalam hal ini vektor dr dapat dinyatakan sebagai
dr = dxi + dyj
Sedangkan vektor normal yang bersangkutan adalah
nds = dyi dxj (4.44)
dengan n menyatakan vektor satuan normal (berarah ke luar dari luasan A)
dan ds =
_
dx
2
+ dy
2
. Dengan demikian dapat dinyatakan
Pdx + Qdy = V
y
dx + V
x
dy = (V
x
i + V
y
j) (dyi dxj)
= V n ds
(4.45)
c
a
k
u
l

5
0
8
0
b
y
k
h
b
a
s
a
r
;
s
e
m
1
2
0
1
0
-
2
0
1
1
4.18. TEOREMA DIVERGENSI 85
C
A
dr
nds
dx
dy
Gambar 4.9: Luasan A yang dilingkupi oleh kurva tertutup C.
Kemudian bila persamaan 4.43 dan persamaan 4.45 disubstitusikan ke per-
samaan 4.42 akan diperoleh
__
A
( V) dx dy =
_
C
(V n) ds (4.46)
Persamaan tersebut dikenal sebagai teorema divergensi dalam dua dimensi.
Dalam kasus 3 dimensi, teorema divergensi dapat dinyatakan dalam ben-
tuk
___
Vd =
__
permukaan
V nd (4.47)
dengan menyatakan volume yang dibatasi oleh suatu permukaan tertutup.
Terlihat bahwa teorema divergensi mengaitkan antara integral lipat tiga (in-
tegral volume) dengan integral lipat dua (integral permukaan).
Contoh
Suatu medan vektor berbentuk V = x
2
i+y
2
j+z
2
k. Hitunglah
__
permukaan
Vnd
pada permukaan kubus yang bersisi satu satuan dan titik-titik sudutnya ada-
lah pada (0,0,0), (0,0,1), (0,1,0), (1,0,0).
86 BAB 4. DIFFERENSIAL DAN INTEGRAL
Integral tersebut dapat diselesaikan langsung maupun dengan menggunakan
teorema divergensi.
Permukaan kubus tersebut ada 6 buah masing-masing dengan vektor normal
i,i,j,j,k dan k. Bila dihitung integralnya secara langsung maka berarti
__
permukaan kubus
V nd =
__
perm. 1
V i dy dz +
__
perm. 2
V i dy dz
+
__
perm. 3
V j dx dz +
__
perm. 4
V j dx dz
+
__
perm. 5
V kdx dy +
__
perm. 6
V kdx dy
Bila dihitung akan menghasilkan
__
permukaan kubus
V nd =
_
1
y=0
_
1
z=0
1
2
dy dz +
_
1
y=0
_
1
z=0
0
2
dy dz
+
_
1
x=0
_
1
z=0
1
2
dy dz +
_
1
y=0
_
1
z=0
0
2
dx dz
+
_
1
x=0
_
1
y=0
1
2
dx dy +
_
1
y=0
_
1
z=0
0
2
dx dy
= 3
Bila menggunakan teorema divergensi, integral tersebut dapat dihitung se-
bagai berikut
V =
_

x
i +

y
j +

z
k
_

_
x
2
i + y
2
j + z
2
k
_
= 2x + 2y + 2z
kemudian
___
V =
_
1
z=0
_
1
y=0
_
1
x=0
(2x + 2y + 2z) dx dy dz = 3
4.19 Teorema Stoke
Sekarang misalkan Q = V
y
dan P = V
x
sedangkan suatu vektor V dinyatakan
dengan V = V
x
i + V
y
j. Kemudian akan dapat dinyatakan
Q
x

P
y
=
V
y
x

V
x
y
= (V) k (4.48)
c
a
k
u
l

5
0
8
0
b
y
k
h
b
a
s
a
r
;
s
e
m
1
2
0
1
0
-
2
0
1
1
4.19. TEOREMA STOKE 87
n
C
d
Permukaan
Gambar 4.10: Suatu permukaan yang tepinya dinyatakan oleh kurva ter-
tutup C.
Dengan menggunakan notasi-notasi dalam Gambar 4.9, maka diperoleh
Pdx + Qdy = (V
x
i + V
y
j) (dxi + dyj) = V dr (4.49)
Dengan mensubstitusi persamaan 4.48 dan persamaan 4.49 ke persamaan
4.42 akan diperoleh
__
A
(V) kdx dy =
_
C
V dr (4.50)
Persamaan tersebut dinamakan teorema Stoke dalam dua dimensi. Bentuk
teorema Stoke dalam kasus tiga dimensi adalah
_
kurva C
V dr =
__
permukaan
(V) nd (4.51)
Untuk memahami notasi yang digunakan dalam teorema Stoke, perhatikan
Gambar 4.10
Teorema Stoke menghubungkan integral lipat dua dengan integral lin-
tasan. Hal ini mirip dengan bentuk teorema Green, namun perlu dicatat
bahwa permukaan yang digunakan dalam teorema Green adalah permuka-
an datar, sedangkan permukaan yang digunakan dalam teorema Stoke tidak
perlu berupa permukaan datar.
88 BAB 4. DIFFERENSIAL DAN INTEGRAL
Contoh
Hitunglah integral
_
(V) nd pada permukaan yang berbentuk kubah
(setengah bola) yang dinyatakan dengan persamaan x
2
+y
2
+z
2
= a
2
dengan
z 0 jika V = 4yi + xj + 2zk.
Dengan menggunakan persamaan 4.30 dapat diperoleh bentuk rotasi dari
medan vektor V, yaitu
V = 3k
Permukaan yang digunakan dalam integral tersebut adalah permukaan sete-
ngah bola dengan jari-jari a. Vektor normal permukaan tersebut dinyatakan
dengan
n =
r
|r|
=
xi + yj + zk
a
Selanjutnya dapat diperoleh
(V) n = 3k
r
a
= 3
z
a
Kemudian dengan menggunakan sistem koordinat bola, dapat diperoleh hu-
bungan
z = r cos
d = r
2
sin dd
Sehingga
_
perm. stgh. bola
3
z
a
d =
_
2
=0
_
/2
=0
3
a cos
a
a
2
sin dd
= 3a
2
_
2
0
d
_
/2
0
sin cos d = 3a
2
Integral tersebut dapat juga dihitung menggunakan teorema Stoke. Bi-
la menggunakan teorema Stoke, integral permukaan tersebut dapat diubah
menjadi integral garis (lintasan). Dalam hal ini kurva tertutup yang digu-
nakan adalah lingkaran berjejari a yang berpusat di titik pusat koordinat.
Jika digunakan sistem koordinat silinder dua dimensi (polar) maka dapat
dinyatakan
dr = ad(sin i + cos j)
Sehingga
V dr = a
2
d(4 sin
2
+ cos
2
)
c
a
k
u
l

5
0
8
0
b
y
k
h
b
a
s
a
r
;
s
e
m
1
2
0
1
0
-
2
0
1
1
4.19. TEOREMA STOKE 89
Dengan demikian
_
lingkaran
V dr = a
2
_
2
=0
(4 sin
2
+ cos
2
)d
Karena
_
sin
2
axdx =
x
2

sin 2ax
4a
+ C, dan
_
cos
2
axdx =
x
2
+
sin 2ax
4a
+ C
maka diperoleh
_
lingkaran
V dr = a
2
_
2
=0
(4 sin
2
+ cos
2
)d = 3a
2
Bila menggunakan teorema Stoke dapat dipahami bahwa integral tersebut
juga dapat dihitung menggunakan bentuk permukaan lainnya asalkan per-
mukaan tersebut dibatasi oleh kurva tertutup yang identik yaitu lingkaran
berjejari a dan berpusat di pusat koordinat. Misalnya saja dapat digunakan
permukaan datar berbentuk lingkaran (lingkaran di bidang xy). Bila digu-
nakan permukaan ini, maka arah normal permukaan adalah k. Sehingga
(V) n = 3k k = 3
Selanjutnya
_
(V) nd = 3
_
d = 3a
2
90 BAB 4. DIFFERENSIAL DAN INTEGRAL

Anda mungkin juga menyukai