Anda di halaman 1dari 3

KASUS ADAM AIR

Adam Skyconnection Airlines atau yang lebih dikenal dengan Adam Air mengalami
pailit. Bermula kejadian jatuhnya pesawat Adam Air tahun 2008 dan merembet berbagai
masalah selanjutnya. Klimaksnya pada tahun 2009 maskapai tersebut di putus pailit.
Penarikan modal PT. Bhakti Investama melalui afiliasinya PT Global Transport Service
(19%) dan PT Bright Star Perkasa (31%). Lewat dua investor tersebut PT Bhakti Investama
menguasai 50% saham Adam Air. Sesuai dengan tujuan diberdirikannya perseroan, maka
kedua investor ini mencari keuntungan yang dibagi sesuai proposionalnya. Keadaan
manajemen Adam Air yang menyebabkan penarikan modal, selain tidak terbukanya sistem
keuangan, terjadi juga penggelapan sebesar 11 milyar rupiah belum diusut tuntas. Alasan
tersebut penarikan model tersebut masuk akal karena untuk menyelamatkan modal dari
ketidakberesan keuangan. Pada tahun 2006 neraca keuangan Adam Air terdapat 132 milyard
rupiah yang berada di Bank, akan tetapi manajemen tidak memberitahu kebenaran akan
keberadaan uang tersebut. Maka satu-satunya jalan adalah menarik modal. Jadi setelah PT
Bhakti Investama menarik modalnya maka saham yang tersisa (50%) adalah milik keluarga
Suherman. Dalam suatu perseroan minimal pemegang modal adalah dua orang sehingga
dengan demikian yang tersisa hanya pemegang saham tunggal.
PT.GTS dan PT.BSP yang diwakili wakil direktur sekaligus direktur keuangan Adam
Air, Gustiono Kustianto, mengklaim sebagai korban. Mereka tak mau disebut cuci tangan
atas kemelut Adam Air yang berpotensi memunculkan berbagai gugatan pidana dan perdata
dari berbagai pihak.
Hotman Paris (pengacara korban) lantas menjelaskan kronologi kasus tersebut.
Menurut dia, kasus itu bermula dari investasi PT.GTS dan PT.BSP ke Adam Air pada Mei
2007 lalu. Saat itu PT.GTS yang merupakan anak perusahaan pengusaha Harry Tanosoedibyo
menggelontorkan dana segar Rp 157,5 miliar dengan sejumlah hak dan kewajiban.
Berdasarkan akta notaris, PT Adam Air saat itu mengaku sehat. Namun, di tengah jalan
masalah mulai muncul.
Pada Februari 2008 PT.GTS memperoleh fakta bahwa ada sejumlah kejanggalan di
tubuh maskapai dengan warna dominan oranye itu. Fakta itu didasarkan laporan keuangan PT
Adam Air yang diaudit akuntan publik pada tahun buku 2006. Misalnya, soal uang kas di
bank senilai Rp132,8 miliar, dana pembelian spare part Rp120 miliar, pembayaran pajak
Rp15,2 miliar, pertanggungjawaban selisih penjualan tiket yang mencapai Rp32 miliar,
selisih pendapatan kargo hingga Rp40 miliar, hingga soal rendahnya kualitas rekrutmen pilot.
Untuk spare part saja mereka pakai yang tanpa sertifikat, tambah Hotman sambil
membagikan fotokopian interoffice letter tertanggal 28 Juni 2007. Di dalam surat yang
ditandatangani Lisa Oey itu ditulis adanya permohonan tambahan US$600 untuk pembelian
spare part tanpa sertifikat dari seseorang bernama Jhon Henry. Tak heran pesawat Adam Air
hilang dan jatuh. Para keluarga korban bisa mengajukan tuntutan, tambah Hotman.
Yang dilaporkan adalah empat pendiri Adam Air, termasuk tiga direksi di luar mereka
yang berasal dari PT.GTS. Mereka adalah Adam Aditya Suherman (dirut), Sandra Ang
(wakomut), Yundi Suherman (direktur bagian komersial dan IT) serta Gunawan Suherman
(komisaris).
Sandra Ang diduga menggelapkan dana perusahaan dengan memasukkan uang ke
rekening lain senilai Rp 2,1 triliun lebih. Sementara sejumlah asset barang yang masih
tersimpan di sejumlah tempat, juga lumayan besar, terdiri dari berbagai spare part, mobil, ban
pesawat dan sebagainya. Hasil pengamatan di lapangan memperlihatkan bahwa, dari uang
kas dalam bentuk uang segar ada sekitar Rp. 24 Miliar. Rumah di Bandaramas sekitar Rp, 1,5
M. Ruko di GP sekitar 3-4 Miliar, Mobil sekitar 10 Miliar, Komputer & AC sekitar Rp. 2
miliar, Ban dan alat teknik di OC sekitar Rp.5 miliar. Bagian terbesar adalah alat GSE (20-an
miliar), spare part di mainstore ada 2 versi.
Dikalangan karyawan, sosok Sandra Ang memang dikenal sangat otoriter. Tak sedikit
karyawan yang di PHK sepihak, hanya karena sang pemimpin gila hormat. Kalau nggak
hormat sama dia, besok pasti dipecat. Begitulah keluhan sejumlah karyawan PT Adam Air
yang pernah menjadi korban kekejaman Sandra Ang.
Penetapan tersangka bagi Sandra Ang dalam kasus PT Adam Air, bermula dari laporan
Wakil Presiden Direktur dan Direktur Keuangan AdamAir Gustiono Kustianto pada 26 Maret
2008, tentang penggelapan dana PT Adam Air. Laporan itu menyebutkan ada dugaan
penyimpangan dana sekitar Rp 2,1 triliun di Adam Air. Dana itu terdiri dari kas Rp 130
miliar, suntikan modal Rp 157,5 miliar, dan pendapatan operasional Rp 1,8 triliun. Sementara
Uang Kas dan Bank sebesar Rp 132 miliar, juga tidak jelas penggunaannya.


Red Flags atau Fraud Detection dan penggelapan lain yang dituduhkan kepada Sandra
Ang dan anak-anaknya itu, diantaranya meliputi:
1. Pembelian spare part sebesar Rp 120 miliar yang tidak dapat dipertanggungjawabkan
karena tidak adanya bukti pembelian.
2. Laporan pembelian aktiva tetap senilai Rp 55 miliar yang tidak pernah terlihat fisiknya
dan tidak ada bukti-bukti pembelian.
3. Kewajiban pajak sebesar Rp 15,2 miliar yang belum dibayar kepada pemerintah.
4. Kewajiban pajak dari keuntungan Adam Air Rp 152,8 miliar yang diperkirakan
angkanya mencapai Rp 45,8 miliar diduga juga belum dibayar.
5. Tagihan dari PT Jasa Raharja sebesar Rp 16,3 miliar yang belum tercatat
pembayarannya. Begitu juga dengan tagihan dari PT Angkasa Pura Rp 669 juta dan
601.882 dollar AS dari PT Garuda Maintanance Facility, yang belum jelas
pembayarannya.
6. Selisih hasil penjualan tiket Adam Air pada bulan Agustus 2007 sampai Januari 2008.
Fakta penjualan tercatat Rp 1.172.433.192. 407 tapi yang dilaporkan dan dimasukkan ke
kas hanya Rp 1.139.750.996. 362,-. Sehingga terjadi selisih Rp 32.682.196.045.
7. Tidak ada laporan pertanggungjawaban pembuatan tiket free of charge sebanyak 27.834
pada tahun 2007.
8. Penjualan tiket di Medan untuk tanggal 23 Juni sampai 20 Juli 2007 sebanyak USD
147.200 tidak disetor ke rekening Adam Air.
9. Pemasukan angkutan kargo periode Agustus 2007 sampai Februari 2008. Diperhitungkan
nilainya mencapai Rp 61,3 miliar. Namun uang yang masuk ke kas perusahaan hanya Rp
21 miliar. Sehingga terjadi selisih Rp 40,3 miliar yang tidak dipertanggungjawabkan.
10. Penggunaan kartu kredit atas nama pribadi pada periode Januari 2007 sampai Januari
2008 sebesar Rp 2,071 miliar yang dibebankan kepada perusahaan Adam Air.
11. Perbedaan jumlah pilot dan pramugari. Pada 17 April 2007 tercatat jumlah pilot 215 dan
pramugari 294. Pada 28 Februari pilot tinggal 195 dan pramugari tinggal 261 orang.
Sehingga terjadi selisih jumlah 20 orang pilot dan 33 orang pramugari.
12. Laporan keuangan tahun 2006 telah dipakai untuk mendapatkan persetujuan
perpanjangan atas kredit modal kerja Rp 50 miliar dari BRI.

Anda mungkin juga menyukai