Anda di halaman 1dari 87

Bangunan-Bangunan :

Istana Bogor.
Sejarah.

Berawal dari keinginan orang - orang Belanda
yang bekerja di Batavia ( kini Jakarta ) untuk
mencari tempat peristirahatan. Karena mereka
beranggapan bahwa kota Batavia terlalu panas dan
ramai, sehingga mereka perlu mencari tempat -
tempat yang berhawa sejuk di luar kota Batavia.
Gubernur Jendral Belanda bernama G.W. Baron van
Imhoff, ikut melakukan pencarian itu dan berhasil
menemukan sebuah tempat yang baik dan strategis di
sebuah kampung yang bernama Kampong Baroe, pada
tanggal 10 Agustus 1744.
Setahun kemudian, yaitu pada tahun 1745 Gubernur
Jendral van Imhoff ( 1745 - 1750 ) memerintahkan
pembangunan atas tempat pilihannya itu sebuah
pesanggrahan yang diberi nama Buitenzorg, ( artinya
bebas masalah / kesulitan ). Dia sendiri yang membuat
sketsa bangunannya dengan mencontoh arsitektur
Blenheim Palace, kediaman Duke of Malborough, dekat
kota Oxford di Inggris. Proses pembangunan gedung itu
dilanjutkan oleh Gubernur Jendral yang memerintah
selanjutnya yaitu Gubernur Jendral Jacob Mossel yang
masa dinasnya 1750 - 1761

Dalam perjalanan sejarahnya, bangunan ini
sempat mengalami rusak berat sebagai akibat
serangan rakyat Banten yang anti Kompeni, di bawah
pimpinan Kiai Tapa dan Ratu Bagus Buang, yang
disebut Perang Banten 1750 - 1754.
Pada masa Gubernur Jendral Willem Daendels (
1808 - 1811 ), pesanggrahan tersebut diperluas
dengan memberikan penambahan baik ke sebelah
kiri gedung maupun sebelah kanannya. Gedung
induknya dijadikan dua tingkat. Halamannya yang
luas juga dipercantik dengan mendatangkan enam
pasang rusa tutul dari perbatasan India dan Nepal.

Kemudian pada masa pemerintahan Gubernur
Jendal Baron van der Capellen ( 1817 - 1826 ),
dilakukan perubahan besar - besaran. Sebuah
menara di tengah - tengah gedung induk didirikan
sehingga istana semakin megah, Sedangkan lahan di
sekeliling istana dijadikan Kebun Raya yang
peresmiannya dilakukan pada tanggal 18 Mei 1817.
Gedung ini kembali mengalami kerusakan berat,
ketika terjadi gempa bumi yang pada tanggal 10
oktober 1834.
Pada masa pemerintahan Gubernur Jendral Albertus
Yacob Duijmayer van Twist ( 1851 - 1856 ), bangunan
lama sisa gempa dirubuhkan sama sekali. Kemudian
dengan mengambil arsitektur eropa Abad IX, bangunan
baru satu tingkat didirikan. Perubahan lainnya adalah
dengan menambah dua buah jembatan penghubung
Gedung Induk dan Gedung Sayap Kanan serta Sayap Kiri
yang dibuat dari kayu berbentuk lengkung. Bangunan
istana baru terwujud secara utuh pada masa kekuasaan
Gubernur Jendral Charles Ferdinand Pahud de Montager (
1856 - 1861 ). Dan pada pemerintahan, selanjutnya
tepatnya tahun 1870, Istana Buitenzorg ditetapkan
sebagai kediaman resmi para Gubernur Jendral Belanda.
Akhir perang dunia II, Jepang menyerah kepada
tentara Sekutu, kemudian Indonesia menyatakan
kemerdekaannya. Barisan Keamanan Rakyat ( BKR )
sempat menduduki Istana Buitenzorg untuk
mengibarkan bendera merah putih. Istana
Buitenzourg yang namanya kini menjadi Istana
Kepresidenan Bogor diserahkan kembali kepada
pemerintah republik ini pada akhir tahun 1949.
Setelah masa kemerdekaan , Istana Kepresidenan
Bogor mulai dipakai oleh pemerintah Indonesia pada
bulan Januari 1950.
Bangunan-Bangunan :

Gedung Balaikota Bogor.
Sejarah.

Gedung Balaikota Bogor berdiri pada tahun 1950
dengan nama Societeit, bentuk bangunan gaya Kolonial
Belanda. Gedung Balaikota telah mengalami renovasi dan
penggabungan gaya arsitektur Sunda dan Eropa.
Sekarang gedung ini berfungsi sebagai Kantor
Pemerintah Kota Bogor.
Gedung Balai Kota Bogor di sisi Jalan Ir. Juanda, Desa
Pabaton , Kecamatan Bogor Tengah dan terletak pada
garis koordinat 10647' 628" BT dan 0635' 724" LS
(106 47' 868" BT dan 0635' 114" LS), dengan tinggi
858 m di atas permukaan laut

Dibangun pada tahun 1868. berbentuk segi empat
menghadap ke arah jalan (selatan), dan memiliki
halaman yang cukup luas dengan pintu masuk halaman
dari dua pintu masuk-keluar. Bangunan ini diberi cat
warna putih dan dibagian muka gedung memiliki pilar-
pilar ramping yang indah sehingga tampak terkesan
bangunan megah. Atap bangunan tidak tidak tinggi,
relatif rendah, Sedangkan pada bagian badan bangunan
diberi profil geometrik pada bagian-bagian dahi jendela
dan pintu. Pada bagian kaki bangunan (rendah) diberi
batu alam. Gedung ini dimanfaatkan sebagai Kantor
Walikota Bogor. Begitu juga beberapa perkantoran Kota
Bogor terdapat pada bagian belakang yang merupakan
bangunan tambahan (baru tidak menempel pada
bangunan lama), seperti Disbudpar, Dinas Pendidikan
dan sebagainya.
Pakuan sebagai pusat pemerintahan Kerajkaan Sunda
Pajajaran yang terkenal pada pemerintahan Prabu
Siliwangi (Sri Baginda Maharaja) yang penobatanya tepat
pada tanggal 3 Juni 1482, yang selanjutnya hari tersebut
dijadikan hari jadi Bogor, karena sejak tahun 1973 telah
ditetapkan oleh DPRD Kabupaten dan Kota Bogor sebagai
hari jadi Bogor dan selalu diperingati setiap tahunnya
sampai sekarang. Sejak itu, bangunan tersebut
digunakan sebagai Balai Kota Bogor dan terus
membenahi perkantoran Pmeerintah Kota Bogor dengan
membangun beberapa gedung perkantoran yang berada
di di bagian belakang Gedung balai kota Bogor.
Bangunan-Bangunan :




Museum Perjuangan.
Museum perjuangan Bogor didirikan melalui musyawarah para
tokoh Pejuang Karesidenan Bogor yang meliputi Kota dan
Kabupaten Bogor, Sukabumi, Cianjur dan Depok. Diprakasai dan
diresmikan oleh Mayor Ishak Djuarsah PEKUMIL. Daerah Res. INF. 8
Suryakancana Devisi III Siliwangi, pada tanggal 10 Nopember 1957.
Pendirian museum dmaksudkan untuk mewariskan semangat dan
jiwa juang serta nilai nilai '45 kepada generasi sekarang dan yang
akan datang.
Gedung yang digunakan sebagai museum, sebelumnya
adalah milik seorang pengusaha Belanda yang bernama Wilhelm
Gustaf Wissner. Dibangun pada tahun 1879 yang pada awalnya
digunakan sebagai gudang ekspor komoditas pertanian sebelum
dikirim ke negara-negara di Eropa. Pada masa pergerakan gedung
ini digunakan oleh PARINDRA pada tahun 1935 dengan nama
gedung PERSAUDARAAN, dan digunakan sebagai tempat kegiatan
pemuda dibawah panji-panji Kepanduan Indonesia yaitu Pandu
Suryawirawan.



Pada tahun 1942 digunakan sebagai gudang tentara
Jepang untuk menyimpan barang barang milik
interniran Belanda, kemudian digunakan untuk
menyambut dan mempertahankan kemerdekaan RI
pada tahun 1945. Diantara tahun 1945-1950
dipergunakan oleh KNI Karesidenan Bogor, Gelora
Rakyat, Dewan Pertahanan Karesidenan Bogor, Call
Sigen RRI Perjuangan Karesidenan Bogor, GABSI
Cab. Bogor, dan Kantor Pemerintah sementara
Kabupaten Bogor. Pada tahun 1052-1958 dimiliki dan
ditempati oleh Umar Bin Usman Albawahab .Baru
pada tanggal 20 Mei 1958 gedung ini dihibahkan dari
pemiliknya yang terakhir yaitu Umar Bin Usman
Albawahab menjadi Museum Perjuangan Bogor.



Koleksi Museum.

Koleksi museum terdiri atas macam-macam
senapan yang digunakan para pejuang saat
merebut kemerdekaan, juga terdapat senapan
hasil rampasan dari Jepang dan Inggris, mata
uang serta dilengkapi dengan diorama yang
menggambarkan pertempuran di daerah Bogor
dan sekitarnya. Selain itu, museum ini juga
memiliki koleksi pakaian pejuang yang sebagian
di antaranya memiliki noda darah asli.





























Lokasi: Jl. Jalan Merdeka No.56, Kelurahan Cibogor,
Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor 16124.
Bangunan-Bangunan :




Museum PETA :




Museum PETA .

Gedung yang difungsikan sebagai museum ini dibangun pada tahun 1745
oleh tentara Knil dengan gaya bangunan Eropa (Inggris). Pembangunan
monumen dan Museum PETA (Pembela Tanah Air) atas prakarsa YAPETA
(Yayasan Pembela Tanah Air) yang bertujuan untuk memberikan
penghargaan kepada mantan tentara PETA dan kontribusinya pada
pendirian bangsa dan negara ini. Disamping untuk memberikan gambaran
perjuangan kemerdekaan Indonesia dan persiapan dalam mengisi
kemerdekaan tersebut.

Persiapan pendirian museum dimulai pada tanggal 14 Nopember
1993 dengan peletakan batu pertamanya oleh Wakil Presiden RI, yang
juga sesepuh YAPETA, yaitu Bapak Umar Wirahadikusumah. Museum ini
sebelumnya membaur dengan komplek zeni. Gedung ini diresmikan
sebagai Museum yang didedikasikan untuk para prajurit PETA pada
tanggal 18 Desember 1995 oleh H. M. Soeharto (Presiden RI ke II) juga
sebagai mantan Perwira PETA angkatan I.



Lokasi gedung terletak sekitar 700m dari Istana Bogor. pada tahun
1943 gedung ini digunakan sebagai pusat pelatihan pasukan tanah
air (walaupun masih di bawah kontrol Jepang) . namun di kemudian
hari , pasukan PETA sering mengadakan perlawanan ke pihak
jepang . dan PETA ini lah yang akhirnya menjadi salah satu cikal
bakal satuan yang bersatu membentuk BKR (lalu TKR dan lalu TNI)
.
Lokasi:
Dari Terminal Baranang Siang Naik Angkot 03 Turun Depan Sekolah
Regina Pacis.



Banguan-Bangunan :



MUSEUM ZOOLOGI

Berdirinya Museum Zoologi merupakan gagasan
dari J. C. Koningsberger, seorang ahli botani
berkebangsaan Jerman yang menetap di Belanda.
Pada awal pembangunannya tahun 1894, tempat
ini berfungsi sebagai laboratorium zoologi yang
menjadi wadah penelitian yang berkaitan dengan
pertanian dan zoologi, meliputi kegiatan
inventarisasi fauna Indonesia dengan nama
Landbouw Zoologisch Laboratorium. Seiring
dengan perkembangannya, Museum Zooglogi
mengubah namanya sesuai dengan fungsinya.











Museum Zoologi Bogor terletak di Jalan Ir. H. Juanda No. 9 Bogor,
Jawa Barat dengan pintu masuk melalui Gerbang Kebun Raya
Bogor.

Bangunan-Bangunan :




Bangunan-Bangunan :

Kebun Raya Bogor.

Kebun Raya Bogor Pada Awalnya Adalah bagian Dari Samida (
Rimba Buatan Atau Taman Buatan ) Yang Sekurang-Kurangnya
Sudah Ada Pada Pemerintahan Sri Baduga Maharaja ( Prabu
Siliwangi, 1474-1513 ) Dari Kerajaan Sunda, Sebagaimana Tertulis
Didalam Prasasti Batutulis. Rimba Buatan Itu Ditujukan Untuk
Kepentingan Melindungi Kelestarian Lingkungan Sebagai Area
Memelihara Benih Benih Kayu Yang Langka. Di Samping Samida Itu
Dibikin Juga Samida Yang Sama Di Perbatasan Cianjur Dengan
Bogor ( Rimba Ciung Wanara ). Rimba Ini Lantas Dilewatkan
Sesudah Kerajaan Sunda Takluk Dari Kesultanan Banten, Sampai
Gubernur Jenderal Van Der Capellen Membangun Rumah
Peristirahatan Di Di Antara Sudutnya Pada Pertengahan Abad Ke-18.






Pada Awal 1800-An Gubernur Jenderal Thomas
Stamford Raffles, Yang Menempati Istana Bogor Serta
Mempunyai Ketertarikan Besar Didalam Botani, Tertarik
Mengembangkan Halaman Istana Bogor Jadi Sesuatu
Kebun Yang Cantik. Dengan Pertolongan Beberapa Pakar
Botani, W. Kent, Yang Turut Membangun Kew Garden Di
London, Raffles Menyulap Halaman Istana Jadi Taman
Bergaya Inggris Klasik. Inilah Semula Kebun Raya Bogor
Didalam Memiliki Bentuk Saat Ini.
Pada Th. 1814 Olivia Raffles ( Istri Dari Gubernur
Jenderal Thomas Stamford Raffles ) Meninggal Dunia
Dikarenakan Sakit Serta Dimakamkan Di Batavia. Sebagai
Pengabadian, Monumen Untuknya Didirikan Di Kebun
Raya Bogor.



Pada Th. 1814 Olivia Raffles ( Istri Dari
Gubernur Jenderal Thomas Stamford
Raffles ) Meninggal Dunia Dikarenakan
Sakit Serta Dimakamkan Di Batavia.
Sebagai Pengabadian, Monumen Untuknya
Didirikan Di Kebun Raya Bogor.


Inspirasi Pendirian Kebun Raya Bermula Dari Seorang Pakar
Biologi Yakni Abner Yang Menulis Surat Pada Gubernur
Jenderal G. A. G. Ph. Van Der Capellen. Didalam Surat Itu
Terungkap Keinginannya Untuk Menghendaki Sebidang
Tanah Yang Dapat Jadikan Kebun Tumbuhan Yang
Bermanfaat, Area Pendidikan Guru, Serta Koleksi Tumbuhan
Untuk Pengembangan Kebun-Kebun Yang Lain.
Prof. Caspar Georg Karl Reinwardt Yaitu Seseorang
Berkebangsaan Jerman Yang Beralih Ke Belanda
Serta Jadi Ilmuwan Botani Serta Kimia. Ia Lantas
Diangkat Jadi Menteri Bidang Pertanian, Seni, Serta
Ilmu Dan Pengetahuan Di Jawa Serta Sekitarnya. Ia
Tertarik Menyelidiki Beragam Tanaman Yang Dipakai
Untuk Penyembuhan. Ia Mengambil Keputusan Untuk
Menghimpun Seluruh Tanaman Ini Di Sesuatu Kebun
Botani Di Kota Bogor, Yang Waktu Itu Dimaksud
Buitenzorg ( Dari Bhs Belanda Yang Bermakna Tak
Perlu Cemas ). Reinwardt Juga Jadi Perintis Di Bidang
Pembuatan Herbarium. Ia Lantas Dikenal Sebagai
Seorang Pendiri Herbarium Bogoriense.



Kebun Raya Bogor
Pada Th. 18 Mei 1817, Gubernur Jenderal Godert
Alexander Gerard Philip Van Der Capellen Dengan
Resmi Membangun Kebun Raya Bogor Dengan Nama
S Lands Plantentuin Te Buitenzorg. Pendiriannya
Dimulai Dengan Menancapkan Ayunan Cangkul
Pertama Di Bumi Pajajaran Sebagai Tandanya
Dibangunnya Pembangunan Kebun Itu, Yang
Pelaksanaannya Dipimpin Oleh Reinwardt Sendiri,
Dibantu Oleh James Hooper Serta W. Kent ( Dari
Kebun Botani Kew Yang Populer Di Richmond, Inggris
).




Lebih Kurang 47 Hektare Tanah Di Lebih Kurang
Istana Bogor Serta Bekas Samida Jadikan Tempat
Pertama Untuk Kebun Botani. Reinwardt Jadi
Pengarah Pertamanya Dari 1817 Hingga 1822.
Peluang Ini Digunakannya Untuk Menghimpun
Tanaman Serta Benih Dari Sisi Lain Nusantara.
Dengan Segera Bogor Jadi Pusat Pengembangan
Pertanian Serta Hortikultura Di Indonesia. Pada Saat
Itu Diperkirakan Lebih Kurang 900 Tanaman Hidup
Ditanam Di Kebun Tersebut.


Pada Th. 1822 Reinwardt Kembali Ke Belanda Serta
Digantikan Oleh Dr. Carl Ludwig Blume Yang Lakukan
Inventarisasi Tanaman Koleksi Yang Tumbuh Di
Kebun. Ia Juga Menyusun Katalog Kebun Yang
Pertama Sukses Dicatat Sejumlah 912 Type ( Spesies
) Tanaman. Proses Pembangunan Kebun Ini Dulu
Terhenti Dikarenakan Kekurangan Dana Namun
Lantas Dirintis Lagi Oleh Johannes Elias Teysmann (
1831 ), Seorang Pakar Kebun Istana Gubernur
Jenderal Johannes Van Den Bosch. Dengan Dibantu
Oleh Justus Karl Hasskarl, Ia Lakukan Pengaturan
Penanaman Tanaman Koleksi Elompokkan Menurut
Suku ( Familia ).



Pada Waktu Kepemimpinan Tokoh-Tokoh Itu Sudah
Dikerjakan Aktivitas Pembuatan Katalog Tentang
Kebun Raya Bogor, Pencatatan Lengkap Perihal
Koleksi Tumbuh-Tumbuhan Cryptogamae, 25 Spesies
Gymnospermae, 51 Spesies Monocotyledonae Serta
2200 Spesies Dicotyledonae, Usaha Pengenalan
Tanaman Ekonomi Mutlak Di Indonesia,
Pengumpulan Tanam-Tanaman Yang Bermanfaat
Untuk Indonesia ( 43 Type, Diantaranya Vanili,
Kelapa Sawit, Kina, Getah Perca, Tebu, Ubi Kayu,
Jagung Dari Amerika, Kayu Besi Dari Palembang
Serta Kalimantan ), Serta Mengembangkan
Kelembagaan Internal Di Kebun Raya Yakni :



1. Herbarium
2. Museum
3. Laboratorium Botani
4. Kebun Percobaan
5. Laboratorium Kimia
6. Laboratorium Farmasi
7. Cabang Kebun Raya Di Sibolangit, Deli Serdang Serta
Di Purwodadi, Kabupaten Pasuruan
8. Perpustakaan Fotografi Serta Tata Usaha
9. Pendirian Kantor Perikanan Serta Akademi Biologi (
Cikal Akan Ipb ).



Kebun Raya Bogor Selama Perjalanan Sejarahnya
Memiliki Beragam Nama Serta Julukan, Seperti

1. S Lands Plantentuin
2. Syokubutzuer ( Zaman Pendudukan Jepang )
3. Botanical Garden Of Buitenzorg
4. Botanical Garden Of Indonesia
5. Kebun Gede
6. Kebun Jodoh




Bangunan-Bangunan :




Tugu Kujang.

Tugu Bogor atau dikenal juga dengan namaTugu
Kujang .
SETIAP kali kita memasuki sebuah kota, biasanya akan disambut
dengan keberadaan simbol selamat datang yang lazimnya
dilambangkan dengan bangunan berbentuk menara atau biasa
disebut dengan monumen atau tugu .
Ketika kita memasuki wilayah kota Bogor melalui pintu tol Jagorawi
kemudian berbelok kearah barat menuju jalan Pajajaran menuju
Cibinong, maka kita akan melihat sebuah bangunan megah
berbentuk menara dengan tinggi 17 meter, dengan tambahan
bangunan berbentuk sebuah senjata khas Jawa Barat atau dikenal
dengan nama kujang yang dibangun setinggi 6 meter. Bangunan ini
disebut dengan nama Tugu Bogor atau lebih dikenal dengan nama
Tugu Kujang.












Tujuan pendirian tugu ini adalah untuk menghormati
pemindahan ibukota kerajaan Pajajaran dari Galuh ke
Pakuan oleh Sri Baduga Maharaja pada tahun 1482.
yang dimaksud dengan tugu pengembalian kota
tersebut adalah witte pal atau pal utama
Tugu Kujang didirikan pada simpang tiga Jalan Raya
Pajajaran-Otista-Baranangsiang pada luas tanah berukuran 26
X 23 meter, bangunan berbentuk kujang terbuat dari stainless
steel berlapiskan perunggu dan kuningan. Disetiap menara
beton yang berdimensi tiga ini dipasang perisai lambang Kota
Bogor yang terdiri dari gambar Burung Garuda sebagai
lambang negara, Istana Bogor, Gunung Salak, dan senjata
khas Jawa Barat atau Kujang.
Disamping tugu ini dibuat juga suatu plaza berukuran 48 X 19
meter yang berisikan duplikat prasasti Lingga dan Batutulis
peninggalan Kerajaan Pajajaran.
Penggunaan senjata kujang sebagai bangunan puncak
monemen memiliki arti yang tinggi, hal ini dikarenakan kujang
selain sebagai senjata rakyat Pajajaran, juga merupakan panji
kebesaran kerajaan Pajajaran.

Senjata dari bahan baja berlekuk tujuh dengan tiga
lubang dibagian pinggir dan satu lubang dibagian
tengah adalah senjata yang menjadi ciri khas
kerajaan di Jawa Barat khususnya kerajaan
Pajajaran.
Prasasti :

Prasasti :

Prasasti Ciaruteun.

Prasasti Ciaruteun di Bogor selatan peninggalan Raja
Purnawarman, salah satu benda cagar budaya yang
berhasil diselamatkan pada masa pemerintahan Hindia
Belanda. Prasasti tersebut kini ditempatkan di Museum
Batutulis, Kel. Batutulis, Bogor.
DI era globalisasi saat ini ada kecenderungan bahwa
masyarakat lebih menghargai budaya asing dibandingkan
dengan budaya "pituin" kita sendiri. Globalisasi memang
tidak bisa kita hindari, namun kita dituntut agar pandai
memilih dan memilah budaya asing yang masuk, mana
yang baik dan mana yang tidak baik untuk diterima.


Selayaknya juga kita lebih arif untuk sekadar "melirik"
kearifan lokal yang terpendam dalam khazanah budaya
peninggalan nenek moyang melalui kearifan lokal yang antara
lain tercermin dalam prasasti. Tanpa kita sadari, banyak
manfaat serta informasi budaya hasil kreativitas dan warisan
karuhun dalam prasasti yang bisa kita gali dan kita ungkapkan
di masa kini.
Prasasti yang dalam bahasa asing disebut glory, laudation,
direction, atau guidance merupakan pujian, sanjungan,
keagungan, petunjuk, pedoman atau doa yang menyatakan
suatu permohonan (keinginan untuk kedamaian dalam
kerajaan, atau inskripsi dalam bahasa yang indah (berirama).
Prasasti merupakan salah satu peninggalan nenek moyang
masa lampau yang bisa dijadikan sebagai ciri utama adanya
perubahan dalam kehidupan budaya orang Sunda dari
kebudayaan prasejarah kepada kebudayaan sejarah.
Prasasti :

Prasasti :

Prasasti Batutulis.
Prasasti Batutulis ditemukan di Desa Batutulis
pada sekitar bekas kabuyutan dekat lokasi keraton.
Prasasti ini ditulis dengan huruf dan bahasa Sunda
Buhun, terdiri atas delapan baris, yang isinya
memberitakan tokoh Sri Baduga Maharaja yang telah
berjasa membangun tanda peringatan, mengeraskan
jalan dengan batu, dan membuat hutan, telaga Rena
Mahawijaya. Beliau adalah penguasa Pakuan
Pajajaran yang dinobatkan dengan gelar Prabu guru
Dewataprana.
Prasasti Batutulis dibuat pada tahun 1455 Saka (1533)
oleh Surawisesa Jaya Prakosa putra Sri Baduga Maharaja
sebagai tanda peringatan dalam upacara srada. Nama Sri
Baduga Maharaja (1482-1521) terungkap dalam Prasasti
Batutulis Bogor. Prasasti ditemukan dan berada di daerah
Bogor sampai saat ini. Dikatakan bahwa Sri Baduga
Maharaja adalah seorang raja yang bertakhta dan
berkuasa di Pakuan Pajajaran (Ratu Haji di Pakuan
Pajajaran). Dia bergelar lebih dari satu, bergantung
kepada kedudukannya (diwastu), di antaranya: Prebu
Guru Dewataprana, Sri Baduga Maharaja, Sri Sang Ratu
Dewata, dan setelah meninggal bergelar Prebu Ratu.
Prasasti :

Orang yang pertama kali membaca Prasasti-prasasti
Kawali adalah Friederich pada tahun 1853-1855. Hasil
bacaannya tersebut kemudian dilanjutkan Holle disertai
koreksi dan pembahasan secara lebih luas, bertalian
dengan salah satu upaya untuk menjelaskan perihal
bahasa yang terdapat pada prasasti-prasasti Kawali dan
prasasti Batutulis Bogor.

Bahkan, terbersit berita bahwa perhatian terhadap
prasasti di kedua prasasti itu mula-mula dari Friederich.
Demikian besar minatnya terhadap pemecahan isi
prasasti, sampai-sampai ia membuat prasasti sendiri
yang diletakkan di Kebun Raya Bogor. Prasasti-prasasti
tersebut terletak di kompleks pemakaman Astana Gede
Kecamatan Kawali, Kabupaten Ciamis.

Ada enam batu di sana, satu di antaranya tidak berisi tulisan yang
oleh juru kunci biasa dinamakan Batu Pangradinan (tempat
bersolek) Pangagung Baheula. Satu batu lagi berisi guratan
berbentuk kotak-kotak berjumlah 45 buah, dan di luar guratan
tersebut terdapat sepasang bekas telapak kaki dan telapak tangan
kiri. Batu ini dianggap sebagai kalender abadi yang merupakan
sistem penanggalan tradisional bagi masyarakat Sunda dari abad
ke-8 Masehi, yang telah berkembang seabad sebelum kerajaan
Mataram Kuno.

Dua di antara empat prasasti lainnya berisi tulisan: Sang hyang
Linggahyang dan Sanghyang Linggabingba yang mungkin
dipancangkan sebagai tanda penghormatan terhadap kedua nama
tokoh tersebut. Sementara dua prasasti lainnya berisi wangsit Prabu
Raja Wastu bagi para penerusnya. Kedua prasasti tersebut oleh
para pakar diberi nomor I dan II. Prasasti Kawali I terdiri atas
sepuluh baris, dan jika diteliti lebih lanjut, sebenarnya pada bagian
punggungnya pun masih terdapat tulisan. Prasasti Kawali II terdiri
atas tujuh baris. Berikut ini transliterasi kedua prasasti tersebut
disajikan berdasarkan bacaan Holle.
Prasasti :

Prasasti Jambu atau prasasti Pasir Koleangkak.

Prasasti Jambu atau prasasti Pasir Koleangkak,
ditemukan di bukit Koleangkak di perkebunan jambu,
sekitar 30 km sebelah barat Bogor, prasasti ini juga
menggunakan bahwa Sansekerta dan huruf Pallawa
serta terdapat gambar telapak kaki yang isinya
memuji pemerintahan raja Purnawarman.

Prasasti :

Prasasti Kebon Kopi.

Prasasti Kebon Kopi ditemukan di kampung Muara
Hilir kecamatan Cibungbulang Bogor . Yang menarik
dari prasasti ini adalah adanya lukisan tapak kaki
gajah, yang disamakan dengan tapak kaki gajah
Airawata, yaitu gajah tunggangan dewa Wisnu.

Prasasti :

Prasasti Muara Cianten.

Prasasti Muara Cianten, ditemukan di Bogor, tertulis
dalam aksara ikal yang belum dapat dibaca. Di
samping tulisan terdapat lukisan telapak kaki.

Prasasti :

Prasasti Cidanghiyang/prasasti Lebak.

Prasasti Cidanghiyang atau prasasti Lebak,
ditemukan di kampung lebak di tepi sungai
Cidanghiang, kecamatan Munjul kabupaten
Pandeglang Banten. Prasasti ini baru ditemukan
tahun 1947 dan berisi 2 baris kalimat berbentuk puisi
dengan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta. Isi
prasasti tersebut mengagungkan keberanian raja
Purnawarman.

Upacara Adat :

Upacara Adat :

Upacara Adat :

Upacara Adat :

Upacara Adat :

Upacara Adat :

Upacara Adat :

Upacara Saren Taun.

Seren Taun adalah upacara adat masyarakat Sunda yang
dilakukan setiap tahun, biasanya diadakan di bulan Januari
berdasarkan penanggalan adat dan untuk tahun ini
berlangsung pada 18 - 23 Januari 2011 di Desa Pasir Eurih,
Sindang Barang, Bogor, Jawa Barat.

Kabupaten Bogor yang merupakan peninggalan Kerajaan
Padjadjaran kaya akan budaya yang masih lestari. Masyarakat
di kaki sebelah timur Gunung Salak, di kampung Cibogel di
Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari masih setia dengan
nilai-nilai adat mereka dan karena alasan inilah, mereka
mejadikan desa mereka sebagai desa adat dengan nama
Kampung Budaya Sindangbarang.




Upacara adat masyarakat Sunda ini dilaksanakan
sebagai bentuk syukur masyarakat agraris kepada
Tuhan Yang Maha Kuasa, terlebih di kala menghadapi
panen, agar panen berjalan lancar dan terhindar dari
cuaca yang buruk, yang bisa mengakibatkan
kegagalan panen, serta di lancarkan pula untuk
musim tanam mendatang. Acara ini akan diramaikan
ribuan masyarakat Bogor dan sekitarnya, bahkan dari
beberapa daerah di Jabar dan wisatawan
mancanegara.




Kegiatan adat yang berlangsung selama 7 hari ini
diisi dengan rangkaian acaranya sebagai berikut:

Hari ke 1, Neutepkeun
Neutepken ini dimaksud adalah memanjatkan niat
agar acara Seren Taun berjalan lancar serta
memohon agar kebutuhan pangan selama acara
terpenuhi tanpa ada kekurangan. Upacara ritual ini
dipimpin oleh Sang Rama dan Kokolot Panggiwa
yang dilaksanakan di tempat pabeasan (tempat
menyimpan beras) di Imah Gede.


Hari ke 2, Ngembang
Ngembang / nyekar / ziarah dipimpin oleh Kokolot
Panggiwa dan Panengen dilakukan ke makam
sebagai leluhur warga Sindangbarang yaitu Sang
Prabu Langlangbuana, Prabu Prenggong
Jayadikusumah di Gunung Salak.

Hari ke 3, Sawer Sudat dan Ngalage
Sunatan massal, yaitu upacara sudat (sunat) bagi
anak-anak di kampung Sindang Barang, dengan
berpakaian adat lengkap serta duduk di atas tandu
(jampana) Acara ini dilaksanakan di alun-alun.

Hari ke 4, Sebret Kasep
Pelaksanaan sudat (sunat) di Bale Pangriungan.

Hari ke 5, Ngukuluan
Ngukuluan ini adalah mengambil air dari tujuh
sumber mata air, bermula dari Imah kolot. Dilepas
oleh Sang Rama kepada para kokolot dan parawari
(panitia). Perjalanan mengambil air dari sumber
mata air ini diiringi dengan kesenian tradisional
Angklung Gubrag.



Hari ke 6, Sedekah kue, Helaran, Nugel Munding,
Sedekah daging, Pertunjukan seni.
Acara hari keenam dilaksanakan pagi hari di alun-
alun, diawali dengan parawari (panitia)
mempersiapkan sebanyak 40 tampah yang berisi
aneka kue, upacara dipimpin oleh kokolot, diawali
dengan meriwayatkan sejarah leluhur
Sindangbarang. Serta membacakan doa buat para
leluhur .



Hari ke 7, Helaran dongdang, Majiekeun Pare,
Pintonan kesenian.

Persiapan oleh masayarakat sudah diawali sejak
subuh, karena pagi harinya sebanyak 54 RT di kampung
Sindangbarang sudah berkumpul di depan masjid
Sindangbarang dengan membawa dongdang (hasil bumi)
yang dihias aneka bentuk. Pawai dongdang ini dilengkapi
oleh barisan pembawa Rengkong (padi) hasil panen, para
kokolot, rombongan kesenian, dan sebagainya. Jam
08.00 WIB rombongan bergerak menuju kampung
budaya Sindangbarang untuk melaksanakan Upacara
puncak yaitu Majiekeun Pare ayah dan ambu ke dalam
lumbung Ratna Inten.



Senjata :





Kujang.

Kujang adalah sebuah senjata unik dari daerah Jawa
Barat. Kujang mulai dibuat sekitar abad ke-8 atau ke-9,
terbuat dari besi, baja dan bahan pamor, panjangnya sekitar
20 sampai 25 cm dan beratnya sekitar 300 gram.
Kujang merupakan perkakas yang merefleksikan ketajaman
dan daya kritis dalam kehidupan juga melambangkan
kekuatan dan keberanian untuk melindungi hak dan
kebenaran. Menjadi ciri khas, baik sebagai senjata, alat
pertanian, perlambang, hiasan, ataupun cindera mata.
Menurut Sanghyang siksakandang karesian pupuh XVII,
kujang adalah senjata kaum petani dan memiliki akar pada
budaya pertanian masyarakat Sunda.




Karakteristik sebuah kujang memiliki sisi
tajaman dan nama bagian, antara lain :
papatuk/congo (ujung kujang yang menyerupai
panah), eluk/silih (lekukan pada bagian
punggung), tadah (lengkungan menonjol pada
bagian perut) dan mata (lubang kecil yang
ditutupi logam emas dan perak). Selain bentuk
karakteristik bahan kujang sangat unik
cenderung tipis, bahannya bersifat kering,
berpori dan banyak mengandung unsur logam
alam.



Dalam Pantun Bogor sebagaimana dituturkan oleh Anis
Djatisunda (996-2000), kujang memiliki beragam fungsi
dan bentuk. Berdasarkan fungsi, kujang terbagi empat
antara lain : Kujang Pusaka (lambang keagungan dan
pelindungan keselamatan), Kujang Pakarang (untuk
berperang), Kujang Pangarak (sebagai alat upacara) dan
Kujang Pamangkas (sebagai alat berladang).
Sedangkan berdasarkan bentuk bilah ada yang disebut
Kujang Jago (menyerupai bentuk ayam jantan), Kujang
Ciung (menyerupai burung ciung), Kujang Kuntul
(menyerupai burung kuntul/bango), Kujang Badak
(menyerupai badak), Kujang Naga (menyerupai binatang
mitologi naga) dan Kujang Bangkong (menyerupai katak).
Disamping itu terdapat pula tipologi bilah kujang berbentuk
wayang kulit dengan tokoh wanita sebagai simbol
kesuburan.

Anda mungkin juga menyukai