Anda di halaman 1dari 27

1

BAB 1
PENDAHULUAN

Tiratana secara keseluruhan adalah Tiga Permata (Tiga Mustika) yang nilainya tidak
bisa diukur; karena merupakan sesuatu yang agung, luhur, mulia, yang perlu sekali
dimengerti (dipahami) dan diyakini oleh umat Buddha. Perlindungan kepada Tiratana
bukanlah seperti mendapatkan perlindungan dari perisai atau benteng yang dibangun di luar
diri kita. Maksud perlindungan di sini adalah bahwa Tiratana yang terdiri dari Buddha,
Dhamma, dan Sangha yang bersifat simbolis. Tindakan pertama ke arah keselamatan dan
kebebasan ialah dengan berlindung secara benar, yaitu suatu tindakan sadar daripada
keyakinan, pengertian dan pengabdian.
Berlindung kepada Buddha bukan berarti pasrah dan bergantung pada sosok Buddha,
tapi dengan melihat dan meniru sifat-sifat positif yang dimiliki oleh Sang Buddha dalam
kehidupan sehari-hari. Misalnya saja kesabaran, cinta kasih, kebijaksanaan, dsb. Berlindung
kepada Dhamma bukan hanya sekedar bawa atau baca paritta bisa selamat, melainkan dengan
menjalankan hidup sesuai dengan Dhamma yang telah diajarkan oleh Sang Buddha. Misalnya
saja, berkumpul dengan orang bijaksana dan menjauhi pergaulan dengan orang yang tidak
bijaksana, jauhi kejahatan (sila), tambah kebajikan (dana), dsb. Berlindung pada Sangha
bukan berarti jika kita ada masalah meminta tolong kepada bhiksu atau bhiksuni dan
memohon pada arahat, tapi dengan meneladani kehidupan para Arahanta seperti yang dimuat
dalam Sanghanussati. Arahanta adalah siswa Sang Bhagava yang telah bertindak baik, lurus,
benar dan patut.
Oleh karena itu, seseorang yang melaksanakan ketiga perlindungan di atas, tentu saja
akan mendapatkan kebahagiaan dalam kehidupan ini maupun yang akan datang, bahkan
sangat mungkin mencapai kesucian dalam kehidupan ini pula. Jadi, perlindungan kepada
2

Tiratana bukanlah di luar diri kita, melainkan ada dalam perbuatan kita setiap saatnya. Tidak
hanya dengan membaca doa atau paritta dan pergi ke vihara.


3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Tiratana
Tiga Permata, juga disebut Tiga Treasures, Triple Siemese,
atau tiga perlindungan. Kata Tiratana terdiri dari kata Ti, yang
artinya tiga dan Ratana, yang artinya permata/ mustika; yang
maknanya sangat berharga. Jadi, arti Tiratana secara keseluruhan adalah Tiga Permata
(Tiga Mustika) yang nilainya tidak bisa diukur, karena merupakan sesuatu yang agung,
luhur, mulia, yang perlu sekali dimengerti (dipahami) dan diyakini oleh umat Buddha.
Pali: Pali Tiratana, tisarana
Sanskrit: Sanskerta ( triratna ), ( ratna-traya )
Thai: Thailand
(trairat), (rattanatrai)
Lao: Lao ti k u

ti lt
Sinhalese: Sinhala
(teruwan)
Burnese: Burma
(Burma pengucapan: [jadan u ba] )
Chinese: Cina , snbo
Vietnamese: Vietnam
Tam bo
Khmer: Khmer
(Preah Ratanak-trey)
Korean: Korea (sambo)
Japanese: Jepang samb, samp
Mongolian: Mongolia
urban erdeni perkotaan erdeni
Tibetan: Tibet
, ,
(dkon mchog gsum)
4

English: Bahasa Inggris
Three Jewels, Three Refuges, Three Treasures,
Triple Gem/ Tiga Permata, tiga perlindungan,

Marathi: Marathi (trisharan)

B. Isi Tiratana
Sesuai dengan arti katanya, yaitu Tiga Mustika atau Tiga Permata, maka isi Tiratana
memang terdiri dari 3 permata atau tiga ratana, yaitu: Buddha Ratana; Dhamma Ratana;
dan Sangha Ratana. Rumusannya berbunyi:
Buddham saranam gacchmi - Aku berlindung kepada Buddha
Dhammam saranam gacchmi - Aku berlindung kepada Dhamma
Sangham saranam gacchmi - Aku berlindung kepada Sangha

Versi Kamboja:
1.
.
I go for refuge in the Buddha, the Greatest in the world, the Guru of human beings
and Devada, whom was enlightened and teaching to men. Aku pergi untuk berlindung
pada Buddha, yang terbesar di dunia, Guru manusia dan Devada, yang tercerahkan
dan mengajar manusia.

.
Membimbing ke jalan benar, cara yang dapat menghilangkan semua penderitaan.
5

. 2.
.
Ajaran-Nya saat ini, manusia dengan takdir dari masa lalu mencoba untuk belajar dan
mendengarkan, dan praktek untuk kebahagiaan.

.
Tidak ada kebahagiaan seperti yang asli sebagai salah satu yang bebas dari
penderitaan, dari dunia ini sekarang, kebahagiaan berlaku karena Dharma.
. 3.

Aku pergi untuk berlindung pada Dharma dan Sangha, semua digabungkan sebagai
Tiga Permata, naungan dingin dunia.

.
Semoga Tiga Permata menjadi panduan Kamboja (dan rakyatnya) menuju
kebahagiaan selamanya
.

6

Versi Cina, Korea, Jepang
, , , .
Aku berlindung pada Buddha, berharap semua makhluk hidup untuk memahami Jalan
terbaik dan membuat tekad terbesar.
, ,
, .
Aku berlindung pada Dharma, berharap semua makhluk hidup untuk menggali dalam
Sutra Pitaka, menyebabkan kebijaksanaan mereka seluas laut.
, ,
, .
Aku berlindung pada Sangha, berharap semua makhluk hidup untuk memimpin
jemaat dalam harmoni, sepenuhnya tanpa halangan.

Versi Buddhisme Tibet
Sang-Gye cho-dang tsog-Kyi cho-nam-la
Aku berlindung pada Buddha, Dharma, dan Sangha


Jang-chub bar-du dag-ni kyab-su-chi Jang Chub bar-du dag-ni-su kyab-chi
Sampai aku mencapai pencerahan.

7


Dag-gi jin-sog gyi-pe so-nam-kyi Dag-gi jin-SOG Gyi-pe-nam-sehingga Kyi
Dengan prestasi yang telah saya kumpulkan dari melatih kedermawanan dan
kesempurnaan yang lainnya

Dro-la pan-chir sang-gye drub-par-shog Dro-la pan-Chir bernyanyi-Gye mengalahkan
par-shog
Mungkin saya mencapai pencerahan, untuk kepentingan semua migrator.

C. Asal
Rumusan Tiratana ini disabdakan oleh Sang Buddha sendiri (bukan oleh para
siswaNya atau mahluk lain) pada suatu ketika di Taman Rusa Isipatana dekat Benares,
pada enam puluh orang arahat siswa Beliau, ketika mereka akan berangkat menyebarkan
Dhamma demi kesejahteraan dan kebahagiaan umat menusia. Sang Buddha bersabda :
"Para bhikkhu, ia (yang akan ditahbiskan menjadi smanera dan bhikkhu) hendaklah:
setelah mencukur kepala dan mengenakan jubah kuning . . . bersujud di kaki para
bhikkhu, lalu duduk bertumpu lutut dan merangkapkan kedua tangan di depan dada, dan
berkata: "Aku berlindung kepada Buddha", "Aku berlindung kepada Dhamma", "Aku
berlindung kaprda Sangha" (Vinaya Pitaka I, 22).
Sang Buddha menetapkan rumusan tersebut bukan hanya bagi mereka yang akan
ditahbiskan menjadi samanera dan bhikkhu, tetapi juga bagi umat awam. Setiap orang
yang memeluk agama Buddha, baik ia seorang awam ataupun seorang bhikkhu,
menyatakan keyakinannya dengan kata-kata rumusan Tisarana tersebut. Nampaklah
betapa luhurnya kedudukan Buddha, Dhamma dan Sangha. Bagi umat Buddha
8

'berlindung kepada Tiratana' merupakan ungkapan keyakinan, sama seperti 'syahadat' bagi
umat Islam dan 'credo' bagi umat Kristen.

D. Lambang Triratna
Terdiri dari:
c Sebuah teratai bunga dalam lingkaran.
Teratai (Sansekerta dan Tibet padma) adalah salah
satu dari Delapan Simbol Kejayaan dan salah satu
representasi paling pedih dari ajaran Buddha. Meskipun
ada tanaman air lain yang mekar di atas air, hanya teratai
yang karena kekuatan batangnya, teratur naik delapan sampai dua belas inci di atas
permukaan. Dalam beberapa gambar Buddha berdiri, masing-masing kaki berpijak
pada teratai terpisah. Warna teratai memiliki pengaruh penting pada simbologi yang
terkait dengan itu:
Teratai Putih: Ini merupakan keadaan kesempurnaan rohani dan kemurnian jiwa
total (bodhi). Hal ini terkait dengan Tara Putih dan menyatakan sifat yang sempurna,
kualitas yang diperkuat oleh warna tubuhnya.
Lotus merah muda (Skt. padma; Tib pad ma dmar po.): Ini teratai tertinggi,
umumnya dicadangkan untuk dewa tertinggi. Sehingga secara alami hal ini terkait
dengan Buddha Agung sendiri.
Lotus Merah: ini menandakan sifat asli dan kemurnian hati (hrdya). Ini adalah teratai
cinta, kasih sayang, semangat, dan semua kualitas lain dari jantung. Ini adalah bunga
dari Avalokiteshvara, bodhisattva yang welas asih.
9

Lotus Biru: Ini adalah simbol dari semangat kemenangan atas indra, dan menandakan
kebijaksanaan pengetahuan. Tidak mengherankan, itu adalah bunga yang disukai
Manjushri, bodhisattva yang bijaksana.
c Sebuah berlian batang atau vajra
Vajra diyakini untuk mewakili keteguhan jiwa dan kekuatan rohani.
c Sebuah ananda-chakra
c Sebuah trisula dengan tiga cabang, yang mewakili tiga permata Buddha: Buddha,
Dhamma, dan Sangha.
Para trihsula (juga dieja Trishul atau trisula, bahasa Sansekerta untuk "tombak
tiga") adalah sebuah tombak trisula yang
merupakan lambang dewa Siwa. Senjata
melambangkan kekaisaran dan kekuatan yang tak
tertahankan realitas transendental.
Tiga gigi dari trishula mewakili tiga aspek Shiva, yaitu: pencipta, pemelihara, dan
perusak. Serta tiga shaktis (kekuatan), yaitu: kehendak, tindakan, dan kebijaksanaan.
Dewi Durga yang menakutkan juga mengacung-acungkan sebuah trishula di salah
satu dari tujuh tangannya.
Pada representasi dari jejak Buddha , Triratna biasanya juga berada pada roda Dharma.
Simbol triratna juga disebut nandipada, atau "kuku banteng", oleh Hindu .

Sang Buddha adalah orang yang "memutar roda dharma" dan
dengan demikian simbol roda adalah Dharmachakra, atau roda
hukum. Gerak roda adalah metafora untuk perubahan spiritual yang
cepat ditimbulkan oleh ajaran Buddha: wacana pertama Buddha di Taman Rusa di Sarnath
10

dikenal sebagai balik pertama dari roda dharma. Wacana selanjutnya di Rajgir dan
Shravasti dikenal sebagai liku kedua dan ketiga dari roda dharma. Delapan jari-jari roda
melambangkan Jalan Mulia Berunsur Delapan yang ditetapkan oleh Sang Buddha dalam
ajaran-ajarannya.
Roda juga merupakan siklus tak berujung dari samsara, atau kelahiran kembali, yang
hanya dapat melarikan diri dengan cara ajaran Buddha.
E. Buddha Ratana
Sang Buddha adalah guru suci junjungan kita. Yang telah memberikan ajarannya kepada
umat manusia dan para dewa. Untuk mencapai kebebasan mutlak (Nibbana).
i. Pengertian
Kata Buddha berasal dari kata Budh yang artinya bangun atau sadar. Buddha bukanlah
nama diri seperti nama seseorang, melainkan merupakan sebuah gelar kesucian bagi
mereka yang telah mencapai kesempurnaan. Jadi Buddha itu berarti orang yang telah
sadar / bangun dari kegelapan bathin atau orang yang telah mencapai atau mendapatkan
penerangan sempurna (Bodhi), yang menjadi guru manusia dan para dewa.

Sifat utama seorang Buddha adalah Maha Panna ( bijaksana), Maha Parisuddhi (suci), dan
Maha Karuna (pengasih dan penyayang). Buddha yang menjadi guru kita saat ini adalah
Buddha Sakyamuni,, memiliki sifat utama dalam hal bijaksana; karena itu beliau disebut
juga Sakyamuni, yang artinya suku Sakya yang bijaksana.

Kemampuan seorang Buddha antara lain adalah memilik 6 kekuatan gaib (Abhinna),
yaitu memiliki kekuatan gaib, telinga dewa, penembus hati orang lain, ingatan pada
kelahiran-kelahiran yang masa lalu, mata dewa, dan kemampuan untuk melenyapkan
11

semua ikatan Abhinna pertama hingga kelima.

Selain itu seorang Buddha memiliki kemampuan untuk menghadapi berbagai sifat
manusia dengan penuh bijaksana. Menguraikan kesalahan mereka yang sedang berada di
jalan kehidupan yang salah dan membimbing mereka mencapai kesucian. Seorang
Buddha juga memiliki kemampuan utnuk membimbing para dewa atau Brahma untuk
menghapuskan kegelapan bahtin mereka, dalam usahannya mencapai kesucian. Selain
manusia dan para Dewa, hewan-hewan juga tunduk dan mengasihi Sang Buddha.
ii. Arti Buddha (dalam Khuddaka Nikaya) adalah:
Dia Sang Penemu (Bujjhita) Kebenaran
Ia yang telah mencapai Pengerangan Sempurna
Ia yang memberikan penerangan (Bodhita) dari generasi ke generasi
Ia yang telah mencapai kesempurnaan melalui 'penembusan', sempurna penglihatannya,
dan mencapai kesempurnaan tanpa bantuan siapapun.
iii. Sembilan Buddhaguna
Di dalam Anguttara Nikaya Tikanipata 20/265, disebutkan tentang sifat-sifat mulia
Sang Buddha, atau disebut Buddhaguna. Ada sembilan Buddhaguna, yaitu:
Araham: manusia suci yang terbebas dari kekotoran batin.
Sammasambuddho: manusia yang mencapai penerangan sempurna dengan
usahanya sendiri.
Vijjacaranasampanno: mempunyai pengetahuan sempurna dan tindakannya juga
sempurna.
Sugato: yang terbahagia.
Lokavidu: mengetahui dengan sempurna keadaan setiap alam.
Anuttaro purisadammasarathi: pembimbing umat manusia yang tiada bandingnya.
12

Satta devamanussanam: guru para dewa dan manusia.
Buddho: yang sadar.
Bhagava: yang patut dimuliakan (dijunjung).
iv. Macam Buddha
Tingkat kebuddhaan adalah tingkat pencapaian penerangan sempurna. Menurut tingkat
pencapaiannya, Buddha dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:
1. Sammasambuddha
Tingkat ke-Buddha-an ini dicapai dengan usaha / kekuatan sendiri tanpa bantuan
makhluk lain, dan dapat mengajarkan Dhamma kepada para dewa dan manusia. Yang
diajar tersebut bisa mencapai tingkat-tingkat kesucian seperti dirinya. Terdiri dari
Pannadhika Buddha ( Sammasambuddha sempurna dalam kebijaksanaan), Saddhadhika
Buddha (Sammasambuddha sempurna dalam keyakinan), Viriyadhika Buddha
(Sammasambuddha sempurna dalam semangat)
2. Pacceka Buddha
Tingkat ke-Buddha-an ini dicapai dengan usaha / kekuatan sendiri, tetapi tidak
menurunkan ajaran / tidak mengajarkan Dhamma kepada para Dewa dan Manusia.
3. Sutta Buddha
Tingkat ke-Buddha-an ini dicapai setelah mendengarkan Dhamma yang langsung
diberikan oleh Sammasambuddha dan melasanakannya.
4. Anu/Savaka Buddha
Tingkat ke-Buddha-an yang dicapai dengan melaksanakan Dhamma / ajaran
Sammasambuddha. Mampu mengajarkan ajaran yang ia peroleh kepada mahluk lain,
dan yang diajar bisa mencapai tingkat-tingkat kesucian seperti dirinya.
v. Prinsip dasar ajaran Buddha
13

Para Buddha pada dasarnya mempunyai tiga prinsip dasar ajaran, yaitu seperti yang
tercantum di dalam Dhammapada 183 sebagai berikut:
Sabbapapassa akaranam = tidak melakukan segala bentuk kejahatan
Kusalasupasampada = senantiasa mengembangkan kebajikan
Sacittapariyodapanam = membersihkan batin atau pikiran
Etam buddhana sasanam = inilah ajaran para Buddha
Ajaran Sang Buddha memberikan bimbingan kepada kita untuk membebaskan batin
dari kemelekatan kepada hal yang selalu berubah (anicca), yang menimbulkan
ketidakpuasan (dukkha); karena semuanya itu tidak mempunyai inti yang kekal, tanpa
kepemilikan (anatta). Usaha pembebasan ini dilakukan sesuai dengan kemampuan dan
pengertian masing-masing individu.
Jadi, ajaran Buddha bukan merupakan paksaan untuk dilaksanakan. Sang Buddha
hanya penunjuk jalan pembebasan, sedangkan untuk mencapai tujuan itu tergantung
pada upaya masing-masing. Bagi mereka yang tidak ragu-ragu lagi dan dengan
semangat yang teguh melaksanakan petunjuk-Nya itu, pasti akan lebih cepat sampai
dibandingkan dengan mereka yang masih ragu-ragu dan kurang semangat.
vi. Pedoman Buddha
Sang Buddha sebagai penunjuk jalan tidak menjanjikan sesuatu hadiah ataupun
hukuman bagi para pengikutnya, sebab Beliau mengajarkan Dhamma atas dasar cinta
kasih, tanpa pamrih apapun bagi dirinya. Beliau berpedoman kepada 3 dasar
kebijaksanaan yang bebas dari pamrih, yaitu:
Beliau tidak girang atau gembira bilamana ada orang yang mau mengikuti ajarannya.
Beliau tidak akan kecewa atau menyesal bilamana tidak ada orang yang mau mengikuti
ajarannya.
14

Beliau tidak merasa senang atau kecewa bilamana ada sebagian orang yang mau
mengikuti ajaran-Nya, dan ada sebagian lagi yang tidak mau mengikuti ajaran-Nya.
vii. Lambang Triratna pada telapak kaki Buddha







F. Dhamma Ratana
Dhamma adalah kebenaran mutlak, dan juga merupakan ajaran Buddha. Yang
menunjukkan umat manusia dan para dewa ke jalan yang benar, yaitu yang terbebas dari
kejahatan, dan Membimbing mereka mencapai kebebasan mutlak (Nibbana).
i. Pengertian
Dhamma (bahasa Pali) atau Dharma (bahasa Sansekerta) bila diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia adalah berarti ajaran, agama. Falsafah, hukum, pandangan hidup, ilmu
jiwa, peraturan-peraturan dan lain lain. Dhamma yang diuraikan dalam ajaran Sang
Buddha bukanlah ciptaan Sang Buddha, tetapi adalah hukum kesunyataan, hukum-
hukum alam yang telah berlaku di alam semesta ini. Buddha adalah seorang yang telah
mencapai Penerangan Sempurna sehingga mampu melihat jalannya hukum-hukum
Kesunyataan ini. Kemudian mengajarkan kepada kita, agar kita dapat menyesuaikan
diri dalam memperoleh kebahagiaan dan ketenangan hidup serta kesucian. Untuk
penyesuaian ini Sang Buddha membuat Sila untuk ditaati umat Buddha.
15

Jadi, Dhamma adalah ajaran yang telah sempurna dibabarkan oleh Sang Bhagava,
berada di sekeliling / sangat dekat, tidak terkekang oleh waktu, mengundang untuk
dibuktikan, sahih, dan dapat diselami para bijaksana dalam batin masing-masing.
ii. Macam Dhamma
1. Pannati Dhamma: kenyataan yang bukan ada dengan sendirinya, sebutan, konsep
untuk dijadikan panggilan atau keberadaannya karena dibuat / diberikan nama sesuai
dengan keinginan manusia, misalnya: kalung, kuali, dll.
2. Paramattha Dhamma: Kenyataan tertinggi, ada 4, yaitu citta (kesadaran), cetasika
(faktor batin), rupa (materi), dan Nibbana.
a. Sankhata Dhhamma, Yang mempunyai ciri-ciri "Muncul (uppado pannayati),
berubah (thitassa annathattan pannayati), lenyap (vayo pannayati)" atau "Berawal,
berubah dan berakhir".
b. Asankhata Dhamma, Yang mempunyai ciri-ciri "Tidak muncul (na uppado
pannayati), tidak berubah (na thitassa annathattan pannayati), tidak lenyap (na vayo
pannayati)" atau "Tidak berawal, tidak berakhir".
iii. Tiga aspek Dhamma bila ditinjau dari mutu, adalah:
1. Kusala Dhamma = Keadaan baik.
2. Akusala Dhamma = Keadaan yang tidak baik.
3. Abyakata Dhamma = Keadaan yang netral, tidak baik dan tidak jahat.
iv. Tiga aspek Dhamma ditinjau dari pelaksanaan:
1. Pariyatti Dhamma Mempelajari Dhamma secara teori, dalam hal ini, yaitu
mempelajari dengan tekun Kitab Suci Tipitaka (Dhamma-Vinaya). Terdiri atas: Vinaya
pitaka, Sutta Pitaka dan Abhidhamma Pitaka.
2. Patipatti Dhamma Melaksanakan Dhamma dan Vibnaya dalam kehidupan sehari-
hari. Terdiri atas: Sila, Samadhi, Panna.
16

3. Pativedha Dhamma Penembusan Dhamma, yaitu hasil menganalisa dan
merealisasi kejadian-kejadian hidup melalui meditasi pandangan terang (vipassana)
hingga merealisasi Kebebasan Mutlak (Nibbana). Terdiri atas: Magga, Phala, Nibbana.
v. Enam Dhammaguna
Di dalam Anguttara Nikaya Tikanipata 20/266, disebutkan tentang sifat Dhamma, atau
Dhammaguna. Ada enam Dhammaguna, yaitu:
Svakkhato Bhagavata Dhammo Dhamma: Ajaran Sang Bhagava telah sempurna
dibabarkan.
Sanditthiko: Berada sangat dekat (kesunyataan yang dapat dilihat dan dilaksanakan
dengan kekuatan sendiri).
Akaliko: Tak ada jeda waktu atau tak lapuk oleh waktu
Ehipassiko: Mengundang untuk dibuktikan
Opanayiko: Menuntun ke dalam batin (dapat dipraktikkan)
Paccattam veditabbo vinnuhi: Dapat diselami oleh para bijaksana dalam batin
masing-masing.
Dhamma akan melindungi mereka yang mempraktikkan Dhamma. Praktik Dhamma
akan membawa kebahagiaan. Barang siapa mengikuti Dhamma, maka tidak akan jatuh
ke alam penderitaan.

G. Sangha Ratana
Sangha mengajarkan Dhamma kepada orang lain untuk ikut melaksanakannya sehingga
bisa mencapai kebebasan mutlak (Nibbana).
i. Pengertian
Sangha adalah kumpulan siswa Sang Bhagava yang telah bertindak baik, lurus, patut,
dan benar. Mereka merupakan empat pasang siswa mulia, terdiri dari delapan jenis
17

siswa mulia. Mereka disebut Ariya Sangha: mahluk-mahluk yang telah mencapai
Sotapatti Maga dan Phala, Sakadagami Magga dan Phala, Anagami Magga dan Phala
dan Arahatta Magga dan Phala sebagai pengawal dan pelindung Dhamma. Itulah
Sangha siswa Sang Bhagava. Patut menerima persembahan yang layak; tempat
bernaung yang layak; penghormatan yang layak, serta merupakan lapangan untuk
menanam jasa yang tiada taranya di dunia. Secara singkat, Sangha adalah persaudaraan
agung para Bhikkhu suci yang telah mencapai tingkat-tingkat kesucian dengan jumlah
minimal 5 (lima) orang Bhikkhu.
ii. Jenis Sangha
1. Sammuti Sangha (Magga-Sangha) = persaudaraan para Bhikkhu biasa, artinya yang
belum mencapai tingkat-tingkat kesucian. Umat Buddha yang melepaskan ikatan
duniawi untuk menjalankan sila-sila tertentu, sebagai suatu usaha untuk
mempercepat tercapainnya kesucian.
2. Ariya Sangha = persaudaraan para Bhikkhu suci, artinya yang telah mencapai
tingkat-tingkat kesucian.
iii. Tugas Sangha
Sangha bertugas untuk memelihara keutuhan Ajaran Sang Buddha, Sangha juga
bertugas untuk menyebarkan Dhamma / Ajaran Sang Buddha. Oleh sebab itu, Sangha
juga dapat disebut sebagai wakil Sang Buddha dari masa ke masa. Setiap orang yang
menjadi Bhikkhu atau Bhikkhuni dengan sendirinya menjadi anggota Sangha.
iv. Di dalam ajaran Agama Buddha, dikenal adanya mahluk suci, yang disebut dengan
istilah Ariya Puggala. Ariya puggala ini ada 4 tingkat, yaitu:
y Sotapanna = orang suci tingkat pertama yang terlahir paling banyak tujuh kali lagi.
y Sakadagami = orang suci tingkat kedua yang akan terlahir sekali lagi (di alam
nafsu).
18

y Anagami = orang suci tingkat ketiga yang tidak akan terlahir lagi (di alam nafsu).
y Arahat = orang suci tingkat keempat yang terbebas dari kelahiran dan kematian.
v. Untuk dapat mencapai tingkat-tingkat kesucian, maka mereka harus dapat mematahkan
'belenggu' (disebut Samyojana) yang mengikat mahluk pada roda kehidupan. Ada 10
jenis belenggu yang harus dipatahkan bertahap sehubungan dengan pencapaian tingkat-
tingkat kesucian, yaitu:
1. Sakkayaditthi = kepercayaan tentang adanya diri / kepemilikan / atta yang kekal dan
terpisah.
2. Vicikiccha = keraguan terhadap Buddha dan ajarannya.
3. Silabbataparamasa = kepercayaan tahyul, bahwa dengan upacara sembahyang saja,
dapat membebaskan manusia dari penderitaan.
4. Kamachanda / kamaraga = hawa nafsu indera
5. Byapada / patigha = kebencian, dendam, itikad jahat.
6. Ruparaga = keinginan untuk hidup di alam yang bermateri halus.
7. Aruparaga = keinginan untuk hidup di alam tanpa materi.
8. Mana = kesombongan, kecongkakan, ketinggihatian.
9 Uddhacca = kegelisahan, pikiran kacau dan tidak seimbang.
10.Avijja = kegelapan / kebodohan batin.
Mereka yang telah terbebas dari 1 - 3 adalah Sotapanna.
Mereka, yang disamping telah terbebas dari 1 - 3, dan telah dapat mengatasi /
melemahkan no. 4 dan 5, disebut Sakadagami.
Mereka yang telah sepenuhnya bebas dari no. 1 - 5, adalah Anagami.
Mereka yang telah bebas dari kesepuluh belenggu tersebut, disebut mahluk suci tingkat
keempat (Arahat), yang telah merealisasi Nibbana (Kebebasan Mutlak).
19

vi. Mahluk suci juga dapat ditinjau dari segi Kekotoran batin (kilesa)-nya, yang telah
berhasil mereka basmi. Ada 10 kilesa yang harus dibasmi sehubungan dengan
pencapaian tingkat-tingkat kesucian tersebut, yaitu:
1. Lobha = ketamakan
2. Dosa = kebencian
3. Moha = kebodohan batin
4. Mana = kesombongan
5. Ditthi = kekeliruan pandangan
6. Vicikiccha = keraguan (terhadap hukum kebenaran / Dhamma)
7. Thina-Middha = kemalasan dan kelambanan batin
8. Uddhacca = kegelisahan
9. Ahirika = tidak tahu malu (dalam berbuat jahat)
10.Anottappa = tidak takut (terhadap akibat perbuatan jahat)
Sotapanna, dapat membasmi no. 5 dan 6; Sakadagami, dapat membasmi nomor 5 dan 6
serta melemahkan kilesa yang lainnya; Anagami, dapat membasmi nomor 5, 6 dan 2
serta melemahkan kilesa yang lainnya; Arahatta, dapat membasmi kesepuluh kekotoran
batin tersebut.
vii. Sifat Sangha
Di dalam Anguttara Nikaya, Tikanipata 20/267, disebutkan tentang sifat-sifat mulia
Sangha, yang disebut Sanghaguna. Ada 9 jenis Sanghaguna, yaitu:
Supatipanno: Bertindak / berkelakuan baik.
Ujupatipanno: Bertindak jujur / lurus.
Nayapatipanno: Bertindak benar (berjalan di 'jalan' yang benar, yang mengarah pada
perealisasian Nibbana).
Samicipatipanno: Bertindak patut, penuh tanggung jawab dalam tindakannya.
20

Ahuneyyo: Patut menerima pemberian / persembahan.
Pahuneyyuo: Patut menerima (diberikan) tempat bernaung.
Dakkhineyyo: Patut menerima persembahan / dana.
Anjalikaraniyo: Patut menerima penghormatan (patut dihormati).
Anuttaram punnakhettam lokassa: Lapangan (tempat) untuk menanam jasa yang
paling luhur, yang tiada bandingnya di alam semesta.
viii. Sangha di Indonesia terdiri atas 3 kelompok, yaitu:
1. Sangha Agung Indonesia
a. Sangha Agung Sangha Theravada Indonesia
b. Sangha Agung Sangha Mahayana Indonesia
c. Sangha Agung Sangha Wanita Indonesia
d. Sangha Agung Sangha Tantrayana Indonesia
2. Sangha Theravada Indonesia
3. Sangha Mahayana Indonesia
Setelah Perwalian Umat Buddha (WALUBI) dibubarkan, maka ketiga Sangha yang ada di
Indonesia membentuk Konfrensi Agung Sangha Indonesia atau yang disebut dengan KASI
yang hingga kini merupakan pemberi fatwa tertinggi umat Buddha di Indonesia.

H. Aspek dalam kata berlindung
Trisarana adalah ungkapan keyakinan (saddha) bagi umat Buddha. Saddha yang
diungkapkan dengan kata 'berlindung' itu mempunyai tiga aspek :
1) Aspek kemauan : Seorang umat Buddha berlindung kepada Tiratana dengan penuh
kesadaran, bukan sekedar sebagai kepercayaan teoritis, adat kebiasaan atau tradisi belaka.
Tiratana akan benar-benar menjadi kenyataan bagi seseorang, apabila ia sungguh-
sungguh berusaha mencapainya. Karena adanya unsur kemauan inilah, maka saddha
21

dalam agama Buddha merupakan suatu tindakan yang aktif dan sadar yang ditujukan
untuk mencapai Pembebasan, dan bukan suatu sikap yang pasif, 'menunggu berkah dari
atas'.
2) Aspek Pengertian : ini mencakup pengertian akan perlunya perlindungan yang
memberi harapan dan menjadi tujuan bagi semua mahluk dalam samsara ini, dan
pengertian akan adanya hakekat dari perlindungan itu sendiri.
Adanya Tiratana sebagai Perlindungan telah diungkapkan sendiri oleh Sang Buddha.
Tetapi hakekat Tiratana sebagai Perlindungan Terakhir hanya dapat dibuktikan oleh
setiap orang dengan mencapainya dalam batinnya sendiri. Dalam diri seseorang,
Perlindungan itu akan timbul dan tumbuh bersama dengan proses untuk mencapainya. "
Dengan daya upaya, kesungguhan hati dan pengendalian diri, hendaklah orang yang
bijaksana membuat untuk dirinya pulau yang tidak akan tenggelam oleh air bah"
(Dhammapada, V : 25).
3) Aspek Perasaan (emosionil) : yang berlandaskan aspek pengertian di atas, dan
mengandung unsur-unsur keyakinan, pengabdian dan cinta kasih. Pengertian akan adanya
Perlindungan memberikan kayakinan yang kokoh dalam diri sendiri, serta menghasilkan
ketenangan dan kekuatan. Pengertian akan perlunya Perlindungan mendorong pengabdian
yang mendalam kepada-Nya; dan pengertian akan hakekat Perlindungan memenuhi batin
dengan cinta kasih kepada Yang Maha Tinggi, yang memberikan semangat, kehangatan
dan kegembiraan.
Ketiga aspek daripada 'berlindung' ini sesuai dengan aspek kemauan, aspek rasionil dan
aspek emosionil dari batin manusia. Oleh karena itu untuk mendapatkan perkembangan
batin yang harmonis, ketiga aspek ini harus dipupuk bersama-sama.

I. Tiratana dalam kehidupan sehari-hari
22

Kebudayaan Buddhis telah meresap ke dalam setiap aspek kehidupan kita.
Buddhisme merupakan satu agama yang membimbing kita menuju kehidupan yang lebih
baik di alam ini dan selanjutnya. Menjadi tugas kita untuk menyisati, mempelajari,
memahami serta melaksanakan apa yang disediakan untuk kita oleh agama ini. Kita
memerlukan bimbingan agama untuk kehidupan sehari-hari. Kemajuan batin merupakan
aspek terpenting di dalam agama. Untuk mencapai kemajuan batin, kita harus bermula
dengan memupuk asas moral yang kuat supaya kita mempunyai satu dasar yang teguh.
Dengan memahami ajaran Buddha kita akan mendapat inspirasi batin yang diperlukan.
Untuk itulah kita harus berterima-kasih dan memberi penghormatan kepada Buddha,
Ajarannya dan Sanghanya.
Pencapaian kemajuan batin dan penghormatan kepada Tiratana adalah jalan terbaik
yang dapat membimbing kita agar memiliki cara hidup yang benar menuju kedamaian,
kebahagian dan keselamatan mutlak, yang merupakan keinginan setiap Buddhis. Melalui
bimbingan Tiratana kita harus memperkaya kehidupan kita dengan melaksanakan ajaran
murni dan luhur dari pemimpin agama kita untuk hidup secara terhormat, sopan dan
berguna, berbuat kebajikan bila mungkin dan selalu menjauhkan diri dari perbuatan jahat.
Ketika kita sedang dalam berduka, banyak masalah, bingung, takut, maka kita harus
selalu mengingat ajaran Sang Buddha pada saat itu, sehingga dapat muncullah
kebijaksanaan, keyakinan serta ketegaran dalam menghadapi berbagai macam derita. Jadi,
setiap hari kita harus selalu meningkatkan keyakinan kita kepada Sang Triratna sehingga
batin kita tidak mudah tergoyahkan, menjadi lebih tenang, tentram, damai, dan bahagia.

J. Tiratana dalam Perkawinan
Pada hakikatnya, hanya sebagian kecil saja umat Buddha (upasaka/upasika) yang
dapat menyelaraskan diri mengikuti jejak langkah Sang Buddha dengan menempuh
23

kehidupan Pabbajja (petapa/ samana) dengan menjadi bhikkhu, bhikkhuni, samanera,
samaneri, meici, ayya, sayale, dan lain sebagainya. Sebagian besar umat Buddha,
upasaka/upasika menempuh jalur kehidupan normal sebagai perumah tangga
gharvsa. Sang Buddha menganjurkan dan menunjukkan kepada pasangan suami-
istri yang akan menempuh kehidupan rumah tangga agar mendapat keharmonisan dan
kebahagiaan.
Dalam kehidupan sehari-hari, saddha/keyakinan suami istri yang baik tentu saja
adalah kepada Tiratana Buddha, Dhamma, dan Sagha, sebagai pengejawantahan
Ketuhanan Yang Maha Esa, sehingga kita dapat mengetahui keberadaan Tuhan Yang
Maha Esa dan tentang Dhamma Niyama (Hukum Universal) yang mengatur alam
semesta di jagad raya ini beserta isinya. Untuk memperkuat saddhkeyakinan pada
Tiratana, pasangan suami istri yang baik harus sering melakukan perenungan tentang
adanya Hukum Kamma. Majjhima Nikya, 135

K. Makna Berlindung kepada Tiratana
1. Aku Berlindung kepada Buddha
Di samping kita berlindung kepada Buddha Gotama yang merupakan Buddha
yang sekarang (Paccupanna-Buddha), kita juga berlindung kepada Buddha-Buddha
yang telah lampau (Atita-Buddha) dan Buddha-Buddha yang akan datang (Anagata-
Buddha).
Aku berlindung kepada Sang Buddha, hingga tercapainya Nibbana.
Kepada para Buddha yang lampau,
Kepada para Buddha yang akan datang,
Kepada para Buddha yang sekarang ini,
Setiap hari aku menyampaikan hormatku,
24

Aku tidak mencari perlindungan lain,
Sang Buddha Pelindungku yang tiada bandingannya,
Semoga demi kebenaran dalam kata-kata ini,
Kebahagiaan dan kejayaan menjadi bagianku,
Secara hidmat dengan menundukkan kepala,
Pada kaki Yang Maha Suci, aku menghormati Beliau.
2. Aku Berlindung kepada Dhamma
Di samping kita berlindung kepada Dhamma yang sekarang (Paccuppanna-
Dhamma), kita juga berlindung kepada Dhamma yang telah lampau (Atita DhamIria)
dan Dhamma yang akan datang (Anagata-Dhamma).
Aku berlindung kepada Sang Dhamma, hingga tercapai Nibbana.
Kepada Dhamma yang lampau,
Kepada Dhamma yang akan datang,
Kepada Dhamma yang sekarang ini,
Setiap hari aku menyampaikan hormatku.
Aku tidak mencari perlindungan lain,
Sang Dhamma Pelindungku yang tiada bandingannya,
Semoga demi kebenaran dalam kata-kata ini,
Kebahagiaan dan kejayaan menjadi bagianku
Secara hidmat dengan menundukkan kepala,
Aku menghormati Dhamma Tiga Masa yang Agung.
3. Aku Berlindung kepada Sangha
Di samping kita berlindung kepada Sangha yang sekarang (Paccuppanna-
Sangha), kita juga berlindung kepada Sangha yang telah lampau (Atita-Sangha) dan
Sangha yang akan datang (Anagata-Sangha).
25

Aku berlindung kepada Sang Sangha, hingga tercapai Nibbana.
Kepada Sangha yang lampau,
Kepada Sangha yang akan datang,
Kepada Sangha yang sekarang ini,
Setiap hari aku menyampaikan hormatku.
Aku tidak mencari perlindungan lain,
Sang Sangha Pelindungku yang tiada bandingannya,
Semoga demi kebenaran dalam kata-kata ini,
Kebahagiaan dan kejayaan menjadi bagianku.
Secara hidmat dengan menundukkan kepala,
Aku menghormati Sangha Tiga Masa yang Agung.
BERLINDUNG KEPADA SANGHA adalah dimaksudkan kita berlindung
kepada Ariya-Sangha (Persaudaraan Bhikkhu Suci) dan kita tidak berlindung kepada
SammutiSangha (Persaudaraan Bhikkhu Biasa), hanya menghormati para beliau karena
mengemban Amanat Sang Buddha Gotama sebagai Pelindung dan Penyebar Dhamma.


26

BAB III
KESIMPULAN

Buddha, Dhamma dan Sangha dalam aspeknya sebagai Perlindungan mempunyai sifat
mengatasi keduniaan (lokuttara). Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa Buddha, Dhamma dan
Sangha merupakan manifestasi daripada Yang Mutlak, Yang Esa, yang menjadi tujuan
terakhir semua makhluk. Buddha, Dhamma dan Sangha sebagai Tiratana adalah bentuk
kesucian tertinggi yang dapat ditangkap oleh pikiran manusia biasa, dan oleh karena itu
diajarkan sebagai Perlindungan yang Tertinggi oleh Sang Buddha.
Tiratana adalah perlindungan sejati. Jadi, untuk mendapatkan perlindungan sejati
bukan hanya bertekad dan melakukan ritual penghormatan tetapi dengan mempraktikkan
ajaran-ajaran yang telah disampaikan oleh Sang Buddha.










27

DAFTAR PUSTAKA


Dhammananda, K. Sri. Religion in a multi Religious Society. 1988. Malaysia: Buddhist
Missionary Society.

Dhammananda, K. Sri. Amalan Harian Seorang Buddhis. Kelantan: Persatuan Buddha Wakaf
Baru.

http://www.indoforum.org
http://www.religionfacts.com

http://khemakalyani.blogspot.com

http://buddhaschool_blogspot.com

http://www.buddhistonline.com

http://www.dhammacakka.org

Anda mungkin juga menyukai