Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

TEKS AKADEMIK

OLEH :
1 MSY.RUSTINRA KHAIRUNNISA (062240422485)
.
2 REISYA NABILA (062240422491)
.
3 RIDHO RIZKI ANANDA (062240422492)
.
4 TARISAH (062240422495)
.

DOSEN PEMBIMBING : MUHAMMAD BUJAYA, M.Pd


JURUSAN TEKNIK KIMIA
PROGRAM STUDI D4 TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI
TAHUN AJARAN 2022/2023

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah Swt. yang sudah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-
Nya sehingga kami bisa menyusun tugas Bahasa Indonesia ini dengan baik serta tepat waktu.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta
sahabatnya, keluarganya, dan ummatnya hingga akhir zaman.

Tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada bapak Muhammad Bujaya, S.Pd., M.Pd
selaku dosen pengampu mata kuliah Bahasa Indonesia yang telah membimbing kami agar
dapat mengerti tentang bagaimana cara menyusun makalah ini.

Seperti yang sudah kita tahu “Teks Akademik” itu sangat penting sebagai alat berargumentasi
atau sarana penyampaian pesan tentang suatu hal. Semoga makalah ini dapat memberikan
informasi kepada pembacanya. Kami juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai Teks Akademik. Oleh sebab itu, kami berharap kritik dan saran
yang membangun untuk perbaikan makalah ini.

Palembang, 19 Maret 2023


Kelompok 2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…...………………………………………………………………..…...i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………..…ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………….....1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………….......….2
1.3 Tujuan………………………………………………………………………………...……2
1.4 Manfaat……………………………………………………………...……………………..2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Ragam Teks Akademik……………………………………………………………………3
2.2 Kedudukan Teks Akademik…………………………………………………………….....7
2.3 Mengorak Ciri Teks Akademik……………………………………………………...…….7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………….19
3.2 Saran…………………………………………………………………………………..….19
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Memasuki abad informasi, keberadaan sebuah teks menjadi suatu keniscayaan. Dalam
kehidupan sehari-hari, teks telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan bagi manusia. Iklan,
selebaran, baliho, koran, dan berbagai media komunikasi menyajikan informasi yang
beragam. Media informasi tersebut pada dasarnya adalah sebuah teks.
Teks dalam arti yang paling sederhana dapat dikatakan sebagai bahasa yang
digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan ini selanjutnya dipandang sebagai
orientasi sebuah teks, artinya kepada siapa teks tersebut ditujukan, untuk apa teks tersebut
dibuat, dan bahasa seperti apa yang harus digunakan. Dengan demikian, tujuan sebuah teks
senantiasa bersifat sosial. Hal ini disebabkan oleh kenyataan fungsi utama bahasa adalah
sebagai alat berkomunikasi dan berinteraksi sosial. Sebuah teks senantiasa dibuat untuk
ditujukan kepada pihak tertentu, dengan bahasa tertentu, dan dengan maksud tertentu.
Berdasarkan uraian di atas, teks dapat didefinisikan sebagai kesatuan bahasa utuh
yang berisi informasi lengkap yang dihasilkan untuk mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan
tujuannya, teks dapat dibedakan atas teks narasi, deskripsi, argumentasi, eksemplum,
anekdot, prosedural, dan ragam teks lainnya. (Kridalaksana, 2011) menyatakan bahwa Teks
akademik merupakan teks yang diproduksi dan digunakan dalam keperluan akademik. Teks
akademik atau teks ilmiah dapat berwujud dalam berbagai jenis, misalnya buku, ulasan buku,
proposal penelitian, laporan praktikum, laporan penelitian, dan artikel kimia.
Keberagaman jenis teks ini selanjutnya dikenal dengan istilah genre. Dengan
demikian, genre adalah ragam teks berdasarkan ciri khas tertentu yang membedakannya
dengan jenis teks lain. Selain berdasarkan tujuannya, teks juga dapat dibedakan berdasarkan
beragam sudut pandang. Sudut pandang tersebut mencakup formalitas, penggunaan,
keinformatifan, dan keberfungsian. Sudut pandang lain yang biasanya digunakan adalah
berdasarkan tingkat kompleksitas genre yang terkandung dalam sebuah teks. Berdasarkan
sudut pandang terakhir ini, dikenal teks bergenre mikro dan bergenre makro. Teks bergenre
mikro merupakan teks yang hanya mengandung satu jenis teks, seperti narasi, deskripsi,
argumentasi, dan persuasi. Teks bergenre makro merupakan teks yang dibangun oleh
beberapa jenis teks genre mikro, seperti laporan ulasan buku, proposal penelitian, laporan
penelitian, dan artikel ilmiah.
Berbagai ragam teks bergenre mikro merupakan materi ajar pembelajar bahasa
Indonesia pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Teks bergenre makro di sisi lain
merupakan materi ajar yang dikaji dan dipelajari pada jenjang perguruan tinggi. Oleh sebab
itu, Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU) Bahasa Indonesia pada dasarnya akan mengkaji
beberapa jenis teks bergenre mikro. Beberapa teks tersebut meliputi teks laporan ulasan buku,
proposal penelitian, laporan penelitian, dan artikel ilmiah.
Dalam mengkaji beberapa ragam teks bergenre makro, terdapat beberapa langkah
yang harus dilakukan. Langkah-langkah ini pada dasarnya mengacu pada tahapan
pembelajaran berbasis genre. Tahapan tersebut meliputi pemodelan teks, penulisan teks
secara bersama, dan penulisan teks secara mandiri. Langkah-langkah belajar ini kemudian
dikembangkan sejalan dengan kompetensi dasar MKWU Bahasa Indonesia yang tercantum
dalam kurikulum MKWU Bahasa Indonesia tahun 2013 yang dikembangkan oleh Dirjen
Dikti. Secara terperinci, tahapan tersebut mempelajari beragam teks makro yang diuraikan
dalam kompetensi inti dan kompetensi dasar MKWU Bahasa Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa itu teks?
2) Apa itu teks akademik?
3) Apa itu teks genre makro dan mikro dalam teks akademik?
1.3 Tujuan
1) Untuk mengetahui apa itu teks
2) Untuk mengetahui apa itu teks akademik
3) Untuk mengetahui genre makro dan mikro dalam teks akademik
1.4 Manfaat
1) Dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang teks akademik
2) Dapat memahami perbedaan teks akademik dengan non akademik
3) Dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang ciri-ciri teks akademik
4) Dapat mengetahui ragam teks akademik.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Ragam Teks Akademik

Teks akademik dapat pula disebut sebagai karya tulis ilmiah adalah tulisan yang
diperoleh dari pengamatan, peninjauan, penelitian dalam bidang tertentu, disusun menurut
metode tertentu dan dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa
karya tulis ilmiah merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan
akademik. Dalam setiap langkah akademik, karya tulis ilmiah selalu hadir dan menjadi tugas
utama bagi insan akademik guna menunjukkan derajat keilmiahannya. Dengan karya tulis
ilmiah inilah, insan akademik akan diukur wawasan keilmuannya, keterampilan dan
kecakapan penerapan wawasan, serta kemampuan membuat aplikasi dari ilmu pengetahuan
yang telah dimilikinya.
Apa sebenarnya karya tulis ilmiah itu? Karya tulis ilmiah merupakan tulisan yang
membahas ilmu pengetahuan yang disusun secara sistematis dengan lisan menggunakan
bahasa yang benar. Dari pengertian ini dapat dikemukakan (Kridalaksana, 2011) bahwa ada
empat syarat minimal dalam sebuah karya ilmiah yaitu bahwa karya tulis ilmiah harus (1)
merupakan karya yang menggunakan bahasa tulis medianya, (2) membahas konsep ilmu
pengetahuan (3) disusun secara sistematis, dan (4) dituangkan dengan menggunakan bahasa
yang benar. Keempat syarat ini menjadi mutlak keberadaannya sebab jika salah satu syarat
tidak dapat dipenuhi maka tulisan itu tidaklah dapat dikatakan sebagai karya ilmiah.
Selain memiliki empat syarat mutlak, (Abidin, Yunus, dkk., 2017) menjelaskan karya
tulis ilmiah beberapa ciri pembeda dari karya nonilmiah. Ciri-ciri tersebut antara lain : (1)
objektif artinya memiliki objek dan memberikan penilaian secara terhadap objek tersebut, (2)
faktual artinya dibuat berdasarkan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya,
(3) sistematis artinya memiliki sistematika tertentu yang harus ditaati. (4) bermetode artinya
berdasarkan metode ilmiah tertentu, (5) cermat dan jujur artinya mengangkat hal yang
sebenarnya. Kelima ciri ini masih harus ditambah dengan ciri aktual yakni bahwa karya
ilmiah yang baik adalah karya tulis yang membahas fenomena baru atau memiliki sifat
kekinian, isinya tidak memihak, sungguh-sungguh, tidak bercorak mendebat, dan
mengesampingkan pendapat yang tidak mempunyai dasar.
Setiap insan akademik dituntut untuk mampu menulis karya tulis baik bagi kelancaran
studinya maupun sebagai syarat penyelesaian studinya.
Namun demikian (Abidin, Yunus, dkk. 2017) menyatakan sebagai penyusun karya tulis
ilmiah, insan akademik harus memiliki ciri antara lain: (1) memiliki pengetahuan dan konsep
keilmuan dalam bidang yang dibahasnya, (2) memiliki rasa ingin tahu. (3) memiliki sifat
terbuka atas kritik dan saran terhadap karya yang telah disusunnya (4) memiliki sifat berani
dalam melakukan kebenaran, (5) jujur atas segala hal yang diungkapkannya, (6) objektif
dalam memberikan penilaian terhadap masalah yang dikajinya, dan (7) berpandangan ke
masa depan, artinnya bahwa karya ilmiah yang disusunnya harus memberikan manfaat.
Berdasarkan ciri karya tulis ilmiah dan ciri penulis karya tulis ilmiah di atas, dapat
ditarik sebuah benang merah bahwa pada terjadinya merupakan kajian atas sebuah masalah
tertentu yang tujuan pembahasannya harus mampu memberikan alternatif penyelesaian
masalah tersebut. Karya ilmiah yang tidak mampu memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun secara praktis tidak bisa dikategorikan karya ilmiah yang baik.
(Ekosusilo dan Triyanto, 1995) mengemukakan bahwa Karya tulis ilmiah sebagai teks
akademik dapat dibedakan atas beberapa jenis. Pembedaan ini biasanya dilihat dari sudut
pandang kekomprehensifan isi, tujuan penulisan, maupun dari media yang digunakan. Secara
umum, karya tulis ilmiah ini dapat dibedakan atas jenis sebagai berikut:
1. Makalah
Makalah merupakan salah satu jenis karya tulis ilmiah yang ditulis dengan tujuan
untuk pemenuhan tugas tertentu. Dalam dunia akademik/pendidikan, makalah bisa ditulis
sebagai pemenuhan Salah satu tugas mata kuliah/mata pelajaran tertentu yang harus dibuat
oleh seorang mahasiswa/siswa yang sedikitnya berjumlah satu judul makalah untuk satu mata
pelajaran/mata kuliah tertentu. Dalam dunia umum makalah bisa disusun sebagai salah satu
kewajiban seorang pembicara seminar atau kejadian sejenis sebelum menyampaikan suatu
materi di depan peserta seminar. Secara khusus, karakteristik, teknik penulisan, dan contoh
makalah akan disajikan dalam bab selanjutnya.
Susunan makalah terdiri atas :
 Cover, kata pengantar, daftar isi
 Pendahuluan
 Studi Pustaka
 Pembahasan
 Penutup
 Daftar Pustaka

2. Laporan Penelitian
Laporan penelitian merupakan salah satu jenis karya ilmiah yang biasanya disusun
dengan tujuan untuk menyajikan/melaporkan kegiatan penelitian yang telah dilaksanakan.
Secara khusus laporan penelitian biasanya ditulis oleh mahasiswa program D-3 sebagai salah
satu syarat kelulusannya atau sebagai tugas akhir yang harus dipenuhi. Secara umum laporan
penelitian biasanya disusun oleh peneliti atas penelitian yang telah dilakukannya. Sistematika
dan teknik penulisan laporan penelitian tidak memiliki sistematika khusus karena biasanya
sistematika dan teknik penulisan sama dengan sistematika dan teknik penulisan skripsi.
(Nuzula, Khalida. 2019) mengatakan susunan penelitian terdiri atas :
 Cover, kata pengantar, daftar isi
 Pendahuluan
 Studi Pustaka
 Metode
 Hasil
 Pembahasan Hasil
 Kesimpulan
 Daftar Pustaka

3. Kertas Kerja
Kertas kerja merupakan salah satu jenis karya ilmiah yang disusun dengan tujuan
untuk melaporkan kegiatan tertentu yang telah dilaksanakan penulisnya. Dalam pengertian ini
kerja keras dapat pula disejajarkan dengan laporan kegiatan atau laporan kerja. Karya ilmiah
jenis ini biasanya disusun oleh penulis yang telah menyelesaikan kegiatan kerja tertentu,
seperti kuliah kerja nyata, praktik kerja lapangan, program pengalaman lapangan, kerja
laboratorium, atau kegiatan sejenis. Sistematika dan teknik penulis kertas kerja biasanya akan
sangat tergantung pada lembaga yang penulis melaksanakan kegiatan tersebut. Susunan
penel:
 Abstrak
 Pendahuluan
 Studi Pustaka
 Metode Penelitian
 Hasil
 Simpulan
 Daftar Pustaka

4. Skripsi
Skripsi merupakan karya seni resmi yang membahas permasalahan dalam bidang
tertentu yang digunakan sebagai cara penyelesaian studi akhir jenjang sarjana. Skripsi
merupakan bukti kemampuan akademik mahasiswa dalam penelitian yang berhubungan
dengan bidang keahliannya.

5. Tesis
Tesis adalah karya tulis ilmiah resmi yang disusun oleh seorang mahasiswa sebagai
salah satu syarat menyelesaikan program magister (S-2). Menurut (Sunaryo, 1994) Tesis
merupakan salah satu bukti kemampuan mahasiswa dalam penelitian dan pengembangan
ilmu dalam disiplin ilmu tertentu memiliki karakteristik antara lain: (a) fokus pada kajian
mengenai Salah satu isi yang tercakup dalam disiplin ilmu tertentu, (b) merupakan suatu
bukti pengujian empiris terhadap posisi teoritis dalam disiplin ilmu tertentu, dan (c) berfokus
pada pengujian teori yang telah ada.

6. Disertasi
Disertasi adalah karya tulis ilmiah resmi akhir seorang mahasiswa dalam
menyelesaikan program doktor (S-3). Disertasi merupakan bukti kemampuan seorang
mahasiswa dalam melakukan penelitian yang berhubungan dengan penemuan teori baru
dalam disiplin ilmu tertentu. Disertasi biasanya memiliki karakteristik antara lain: (a)
berfokus pada penemuan sesuatu yang baru dalam disiplin ilmu tertentu, (b) berfungsi pada
pengembangan prinsip-prinsip teori yang telah ada, dan (c) berisi pengembangan model-
model baru yang diuji di lapangan.

7. Karya Tulis Ilmiah Populer


Karya tulis ilmiah populer merupakan salah satu jenis karya tulis ilmiah yang
medianya berupa media cetak atau Media elektronik yang dipublikasikan ada publik
pembaca. Karya ilmiah populer biasanya ditulis dengan teknik penulisan yang menarik agar
mudah dimengerti oleh pembacanya namun, tentu saja tetap mempertahankan keberadaan
ilmiah/objektif yang terkandung di dalamnya.

8. Orasi Ilmiah
Orasi ilmiah merupakan salah satu jenis karya tulis ilmiah yang biasanya disampaikan
dalam kegiatan akademik di perguruan tinggi, contohnya peresmian guru besar.

2.2 Kedudukan Teks Akademik


Sebagai bagian tidak terpisahkan dari kehidupan akademik, penulisan karya tulis
ilmiah memiliki berapa tujuan dan fungsi. (Yamilah dan Samsoerizal 1994: 90) memaparkan
bahwa tujuan penulisan karya ilmiah dapat diperinci sebagai berikut.
1. Karya ilmiah disusun dengan tujuan untuk memecahkan masalah tertentu.
2. Karya ilmiah disusun untuk mencapai tujuan khusus.
3. Karya ilmiah disebut dengan tujuan menambah pengetahuan, ilmu, dan konsep
pengetahuan tentang pokok masalah tertentu.
4. Karya ilmiah disusun dengan tujuan untuk membina kemampuan menulis ilmiah bagi
penulisnya
5. Karya ilmiah disusun dengan tujuan untuk membina kemampuan berpikir ilmiah bagi
penulisnya.
Selain tujuan-tujuan tersebut, karya ilmiah memiliki beberapa fungsi sebagai berikut.
1. Fungsi pendidikan, yaitu karya tulis ilmiah berfungsi memberikan pengamalan yang
berharga bagi penulisnya sehingga ia mampu menulis, berpikir, dan
mempertanggungjawabkan tulisannya secara ilmiah.
2. Fungsi penelitian, yaitu karya tulis ilmiah berfungsi sebagai sarana bagi penulis guna
menerapkan prosedur ilmiah dan mempraktikkannya dalam usaha mengembangkan ilmu
pengetahuan.
3. Fungsi fungsional, yaitu karya tulis ilmiah berfungsi sebagai alat pengembangan ilmu
pengetahuan, tambahan bahan pustaka, dan kepentingan praktis di lapangan dalam disiplin
ilmu tertentu.
Berdasarkan tujuan dan fungsi penulisan karya ilmiah tersebut, jelaslah bahwa
menulis karya ilmiah merupakan kegiatan yang bermanfaat baik bagi penulis maupun bagi
perkembangan ilmu pengetahuan. Melihat betapa pentingnya karya tulis ilmiah, penulis karya
ilmiah harus benar-benar menyusun karyanysa dengan baik dan benar, serta dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

2.3 Mengorak Ciri Teks Akademik


Sejalan dengan syarat karya tulis ilmiah yang telah dikupas sebelumnya, bahasa yang
digunakan untuk menulis karya tulis ilmiah adalah bahasa yang memiliki ciri yang berbeda
dengan bahasa karya nonakademik. Secara umum, Arifin (2002) dan Sugihastuti (2000)
menjelaskan beberapa ciri bahasa teks akademik sebagai berikut.
1. Bahasa yang taat asas baik dalam hal teknik penulisan (ejaan), kata dan pilihan kata,
Susunan kalimat, paragraf, serta unsur makna yang terkandung dalam bahasa tersebut.
2. Titik pandang kebahasaan harus taat asas, baik dalam ragam dan modus maupun mengenai
kata diri dan kata ganti diri.
3. Istilah yang digunakan dalam karya tulis ilmiah haruslah istilah-istilah keilmuan sehingga
berbeda dengan istilah sastra dan istilah umum lainnya.
4. Karya tulis ilmiah sebaiknya menghindari bahasa yang telah usang, kolot, dan basi.
5. Karya tulis ilmiah harus menghindari bahasa yang ekstrem berlebihan dan haru.
6. Bahasa yang digunakan lebih menekankan pada aspek komunikasi dengan pikiran daripada
perasaan.
7. Pemakaian kata kiasan dalam karya tulis ilmiah sebaiknya dibatasi.
8. Kalimat dan alinea dalam karya tulis ilmiah sebaiknya sedang.
Secara lebih mendetail. (Wiratno, dkk., 2014) menjelaskan bahwa bahasa karya tulis ilmiah
berbeda dengan bahasa dalam karya nonilmiah. Oleh sebab itu, seorang penulis karya tulis
ilmiah harus benar-benar memahami kaidah kebahasaan yang berlaku.

Perbedaan Kaidah Kebahasaan antara Teks Akademik dan Teks Nonakademik


 Teks Akademik diartikan sebagai tulisan yang akan membahas ilmu pengetahuan dan
disusun secara sistematis menggunakan bahasa yang benar.
1.Teks akademik sederhana dalam hal struktur kalimat.
2.Teks akademik padat informasi.
3.Teks akademik padat akan kata-kata leksikal.
4.Teks akademik banyak memanfaatkan nomalisasi.
5.Teks akademik banyak memanfaatkan metafora,gramatika sehingga banyak mengandung
ungkapan yang inkongruen.
6.Teks akademik banyak memanfaatkan istilah teknis.
7.Teks akademik bersifat taksonomik dan abstrak.
8.Teks akademik banyak memanfaatkan sistem pengacuan esfora.
9.Teks akademik banyak memanfaatkan proses relasional identifikatif untuk membuat
definisi atau identifikasi dan proses relasional atributif untuk membuat deskripsi.
10.Teks akademik bersifat monologis sehingga lebih banyak mendayagunakan jenis kalimat
Indikatif-Deklaratif.
11.Teks akademik memanfaatkan bentuk pasif untuk memberikan tekanan pada pokok
persoalan yang dikemukakan, bukan kepada pelaku. Dengan demikian teks akademik
menjadi objektif, bukan subjektif.
12.Teks Akademik seharusnya tidak mengandung kalimat minor.
13.Teks Akademik seharusnya tidak mengandung kalimat takgramatikal.
14.Teks Akademik biasanya mengambil genre faktual deskripsi, prosedur, ekspalanasi,
eksposisi, dan diskusi, bukan penceritaan (kecuali untuk jenis tertentu).

 Teks Nonakademik artinya segala sesuatu di luar yang bersifat hal-hal ilmiah dan
tidak selalu terpaku pada teori tertentu.
1.Teks nonakademik rumit dalam struktur kalimat.
2.Teks nonakademik cenderung tidak padat informasi.
3.Teks nonakademik padat akan kata-kata struktual.
4.Teks nonakademik cenderung sedikit memanfaatkan nominalisasi
5.Teks nonakademik cenderung sedikit memanfaatkan metafora gramatika dan sehingga tidak
banyak mengandung ungkapan yang inkongruen.
6.Teks akademik cenderung sedikit memanfaatkan istilah teknis.
7.Teks nonakademik lebih konkret dan cederung tidak bersifat taksonomik.
8.sistem pengacuan esfora tidak merupakan ciri penting pada teks nonakademik.
9.Teks nonakademik tidak menonjol pada salah satu jenis proses.
10.Teks nonakademik bersifat dialogis sehingga mendayagunakan jenis kalimat yang lebih
bervariasi.
11.Teks nonakademik memberikan tekanan pada pelaku dalam peristiwa dialog sehingga
pelaku peristiwa yang menjadi lebih penting tersebut menimbulkan sifat subjektif.
12.Teks nonakademik sering mengandung kalimat minor.
13.Teks nonakademik sering mengandung kalimat takgramatikal.
14.Genre pada teks nonakademi bervariasi dan dapat faktual atau fiksional.

Keempat belas ciri teks akademik tersebut selanjutnya diperinci pembahsannya


sebagai berikut.
A. Teks Akademik Bersifat Sederhana dalam Hal Struktur Kalimat
Teks akademik dikatakan sederhana karena biasanya menggunakan kalimat simpleks.
Perbedaan antara kalimat simpleks dan kalimat kompleks tidak diukur dari panjang
pendeknya, tetapi dari Jumlah aksi atau peristiwa yang dikandung. Kalimat simpleks adalah
kalimat yang hanya mengandung satu atau peristiwa, sedangkan kalimat kompleks adalah
kalimat yang mengandung lebih dari satu aksi atau peristiwa dan dapat dinyatakan dengan
hubungan parataktik atau hipotaktik. Perhatikan contoh kalimat simpleks di bawah ini
(1) Pemuda yang peduli terhadap nasib bangsanya adalah mereka yang giat belajar untuk
mencapai cita-citanya di masa yang akan datang.
Kalimat di atas jika diperhatikan secara saksama terdiri atas tiga unsur, yakni subjek,
finit, pelengkap. Kesederhanaan struktur pada kalimat simpleks tersebut mendukung ciri
keilmiahan teks akademik sebagai bentuk pemadatan informasi. Halliday (Wiratno, dkk.,
2014) menganggap kalimat simple sebagai favorite clause type pada teks akademik, dengan
alasan sebagai berik
they are the most frequent.... But they are the most critical in the semantic load that they
carry in developing scientifc argument. What is interesting about them is that their structure
is extremely
Simple: typically one nominal plus one verbal group plus a second nominal group or else
prepositional phase.
Walaupun kalimat simpleks lebih banyak digunakan dalam teks akademik kalimat
kompleks pun dapat digunakan. Kalimat kompleks biasanya digunakan untuk mendukung
sebuah argumentasi dari seorang penulis. Kalimat kompleks hipotaktik (dengan konjungsi
seperti "apabila", "karena", dan "ketika") adalah jenis kalimat kompleks yang cenderung
dipilih untuk me nyampaikan argumentasi, bukan kalimat kompleks yung berhubungan
secara paratakrik (dengan konjungsi seperti “dan" "kemudian, dan lalu) Secara
logikosemantik, kalimat kompleks hipotakik tersebut menunjukkan nilai logis dalam hal
persyaratan (untuk konjungsi "apabila"), sebab akibat untuk konjungsi "karena"), dan sebab
akibat dan/atau urutan peristiwa (untuk konjungsi "ketika"). Di pihak lain, kalimat kompleks
paratakrik-sebagaimana tercermin pada konjungsi yang digunakan - berfungsi sebagai
ekstensi informasi yang lazim dijumpai pada gaya nonakademik lisan. Sebenarnya nilai logis
teks akademik masih dapat dilihat dari hubungan konjungtif yang ada, dan dari hubungan
semantis antarleksis dalam rajutan leksikal, tetapi karena terbatasnya ruang hal itu tidak
disajikan (Wiratno, dkk., 2014).
B. Teks Akademik itu Padat Informasi
Wiratno, dkk. (2014) menyatakan bahwa yang dimaksud padat pada teks akademik
adalah padat akan informasi dan padat akan kata-kata leksikal. Kepadatan informasi pada
teks akademik dapat dijelaskan dari dua sisi, Pertama, informasi dipadatkan melalui kalimat
simpleks. Kedua, informasi dipadatkan melalui nominalisasi. Pemadatan informasi pada
Contoh (1) adalah pemadatan campuran, yaitu pemadatan yang terjadi pada unsur baik
Subjek maupun Pelengkap. Pemadatan informasi yang lain hanya terjadi pada unsur Subjek
atau Pelengkap. Secara berturut-turut Contoh (2) dan Contoh (3) menunjukkan pemadatan
informasi (dicetak tebal) yang berupa kalimat ter- pancang untuk memperluas Kelompok
Nomina (KN) pada unsur Subjek dan Pelengkap. Contoh (1-4) dan Contoh (1-5) secara
berturut-turut menunjukkan pemadatan informasi (dicetak tebal) yang berupa Kelompok
Adverbia (KA) untuk memperluas KN pada unsur Subjek dan Pelengkap
(2) Variabel kemampuan membaca [[yang dimaksud dalam penelitian ini]] adalah
kemampuan siswa dalam memahami isi bacaan secara mendalam yang dibuktikan dengan
kesanggupannya menceritakan kembali isi bacaan.
(3) Jadi membaca adalah aktivitas [[yang dilakukan pembaca untuk memahami makna-makna
yang terkandung dalam sebuah wacana yang dibacanya]].
(4) Secara teoretis, penelitian ini diharapkan bermanfaat [dalam memperkaya khazanah
keilmuan [mengenai pembelajaran membaca pemahaman di sekolah]].
(5) Konsep membaca akan mengawali uraian [tentang pembelajaran membaca teks akademik
di perguruan tinggi]
Berdasarkan contoh tersebut, jelaslah bahwa kalimat simpleks yang disertai dengan
pemadatan informasi dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk memadatkan informasi.
Dengan demikian, dari sisi pemadatan Informasi melalui kalimat simpleks, semua teks yang
dicontohkan dapat dikatakan menunjukkan ciri teks akademik secara ideasional. Namun,
perlu digarisbawahi pula bahwa tidak semua kalimat simpleks mengandung pemadatan
informasi, dan kalimat kompleks juga mempunyai potensi pemadatan.
Pada sisi nominalisasi, pemadatan informasi terjadi pada tingkat leksis. Nommalisasi
adalah upaya pembendaan dari beberapa hal, seperti proses (Verba), kondisi (Adjektiva),
sirkumstansi (Adverbia), dan logika (Konjungsi). Bukti bahwa nominalisasi berdampak pada
pemadatan informasi dapat ditunjukkan pada kata "aktivitas" pada Contoh (3) di halaman
sebelumnya yang sesungguhnya merupakan pemadatan dari “sejumlah kegiatan yang
dilakukan seseorang (pembaca) terdapat sebuah bahan bacaan yang ditulis oleh seorang
penulis”. Apabila kegiatan tersebut diungkapkan dengan kalimat, akan dibutuhkan sejumlah
kalimat, tetapi sejumlah kalimat tersebut dapat diungkapkan dengan hanya satu kata,
"aktivitas".

C. Teks Akademik Padat Kata Leksikal


Wiratno, dkk. (2014) menyatakan bahwa kepadatan leksikal pada teks akademik
berarti teks akademik lebih banyak mengandung kata leksikal ata kata isi (Nomina, Verba-
Predikator, Adjektiva, Adverbia tertentu) daripada kata struktural (Konjungsi, Kata Sandang,
Preposisi, dan sebagainya). Pada Contoh (1-6) sampai dengan Contoh (1-9), kata-kata yang
dicetak tebal adalah kata-kata struktural, sedangkan kata-kata yang tidak dicetak tebal adalah
kata-kata leksikal. Halliday (Wiratno, dkk, 2014) lebih jauh berpendapat bahwa semakin
ilmiah suatu teks, semakin besar pula kandungan kata-kata leksikalnya.
Perhatikan semua teks akademik yang dicontohkan di bawah ini.
(6) Kesimpulan bahwa kemampuan membaca dipengaruhi oleh kemampuan seseorang
beraktivitas mental selama membaca mematahkan dugaan sebelumnya yang menyebutkan
bahwa kemampuan tersebut dipengaruhi secara fisik selama membaca.
(7) Dasar teori untuk menjawab pertanyaan mengenai hubungan motivasi dan kinerja
karyawan beserta variabel perantaranya, yaitu komitmen organisasi dan promosi pada
dasarnya berakar pada teori: psikologi, sosiologi, psikologi sosial, ekonomi, dan akuntansi.
Meskipun jumlahnya lebih kecil, kata struktural sering muncul dalam teks akademik.
Namun demikian, kandungan kata leksikal pada teks-teks akademik yang dicontohkan di atas
lebih besar daripada kata struktural. Berdasarkan kenyataan ini, segi kepadatan leksikal teks-
teks tersebut mempunyai ciri keilmiahan.

D. Teks Akademik Banyak Memanfaatkan Nominalisasi


Teks akademik biasanya menggunakan kata-kata yang dinominalisasi. Nominalisasi
digunakan untuk memadatkan informasi yang terkandung dalam teks akademik. Sebagai
upaya pembendaan, nominalisasi dirempuh dengan mengubah leksis nonbenda (Verba,
Ajektiva, Adverbia, dan Konjungsi) menjadi leksis benda (Nomina). Nominalisasi pada teks
akademik ditunjukan untuk mengungkapkan pengetahuan dengan lebih ringkas dan padat
(Martin dalam Wiratno, dkk., 2014). Oleh karena itu, nominalisasi menjadi ciri penting pada
reks akademik. Perharikan contoh di bawah ini.
(8) Peningkatan kemampuan membaca dapat dilakukan melalui pembiasaan olah mental
selama membaca.
(9) Analisis uji dua rerata digunakan untuk menguji perbedaan kemampuan antara satu kelas
kontrol dengan kelas eksperimen.
(10) Keterbatasan pengetahuan tentang kompetensi abad ke-21 dapat menyebabkan guru
mengajar dengan tidak bersungguh-sungguh.
Contoh yang diambil dari teks-teks akademik yang dicontohkan tersebut mengandung
nominalisasi antara lain: "peningkatan", "pembiasaan", "analisis", "perbedaan",
"pengetahuan, dan "kompetensi yang secara berturut-turut dibendakan dari Verba:
"meningkatkan", "membiasakan", "menganalisis", "memengaruhi". "mengetahui", dan
berkompetensi". Nominalisasi tersebut mengakibatkan pemadatan informasi. Dapat
dijelaskan bahwa tiap-tiap nomina tersebutsebagaimana telah dinyatakan pada Angka (1.2) di
atas-merupakan serangkaian kegiatan yang sesungguhnya diungkapkan dengan sejumlah
kalimat, tetapi dapat diringkas hanya dengan satu leksis.
Pemadatan informasi akan menjadi semakin kompleks apabila dua atau lebih leksis
hasil nominalisasi tersebut dihimpun dalam satu gugusan pad KN. Gugusan leksis sejenis itu
oleh Hyland discbut cluster, yaitu gugusan yang merupakan satu kesatuan yang terdiri atas
dua sampai dengan empat kata (Hyland dalam Wiratno, dkk, 2014), Menurut Hyland, pada
teks akademik sebagian besar gugusan berupa KN atau KA yang dapat berfungsi sebagai
sarana untuk mempolakan makna teks secara ideasional, interpersonal, dan tekstual. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa dari sudut pandang nominalisasi, teks-teks tersebut
menunjukkan ciri keilmiahan secara ideasional.

E. Teks Akademik Banyak Memanfaatkan Metafora Gramatika melalui Ungkapan yang


Inkongruen
Wiratno, dkk. (2014) menyatakan bahwa metafora gramatika adalah pergeseran dari
satu jenis leksis ke jenis leksis lain atau dari tataran gramatika yang lebih tinggi ke tataran
gramatika yang lebih rendah. Metafora gramatika terjadi pada ungkapan yang inkongruen,
sebagai kebalikan dari ungkapan yang kongruen (Halliday, 1985, Martin, 1992, dalam
Winona, dkk., 2014), Realisasi secara kongruen adalah realisasi yang sewajar- wajarnya
sesuai dengan realitas, seperti benda direalisasikan sebagai Nomina, Proses direalisasikan
sebagai Verba, Kondisi direalisasikan sebagai Adjektiva, dan Sirkumstansi direalisasikan
sebagai Adverbia. Sebaliknya, pada realisasi secara inkongruen, proses tidak diungkapkan
dengan Verba tetapi dengan Nomina, Kondisi tidak diungkapkan dengan Ajektiva tetapi
dengan Nomina dan sebagainya.
Pada Contoh (II) berikut ini, bagian yang dicetak tebal menunjukkan leksis-leksis
yang mengalami pergeseran, dari sebelum bergeser (kongruen) menuju setelah bergeser
(inkongruen).
(11) Kongruen (sebelum terjadi pergeseran):
Kecerdasan anak dapat terhambat berkembang sebab demam tinggi menyerangnya. Neuron
pada otak anak akan mengalami beberapa kerusakan. Kecerdasan anak pun akan menurun.
Inkongruen (setelah terjadi pergeseran):
Serangan demam tinggi dapat menyebabkan terhambatnya perkembangan otak anak dan
penurunan kecerdasan.
Tampak bahwa “terhambat” bergeser menjadi berkembang menjadi “terhambatnya”,
“berkembang” menjadi “perkembangan”, “sebab” menjadi “menyebabkan”, “menyerang”
menjadi “serangan”, dan “menurun” menjadi “penurunan”. Ternyata, pergeseran tersebut
sekaligus merupakan penyederhanaan struktur kalimat dan penurunan tataran gramatika.
Penyederhanaan tersebut melibatkan tidak hanya pergeseran jenis leksis (misalnya dari Verba
menjadi Nomina), tetapi juga pergeseran tataran (misalnya dari kalimat menjadi KN), dan
dari tiga kalimat (dua kalimat kompleks dan satu kalimat simpleks) menjadi satu kalimat
simpleks.
Berdasarkan contoh di atas, jelaslah bahwa dari segi metafora gramatika teks-teks
akademik menunjukkan ciri keilmiahan baik secara ideasional maupun tekstual. Secara
ideasional, melalui metafora gramatika isi materi yang disampaikan menjadi lebih padat.
Secara tekstual, cara penyampaian materi yang melibatkan pergeseran tataran tersebut juga
berdampak pada perbedaan tara organisasi di tingkat kelompok kata atau kalimat.

F. Teks Akademik Banyak Memanfaatkan Istilah Teknis


Istilah teknis pada prinsipnya merupakan istilah yang digunakan dalam bidang
tertentu. Istilah teknis merupakan bagian yang esensial pada teks akademik karena istilah
teknis digunakan sesuai dengan tuntutan bidang, tingkat, dan setting pokok persoalan yang
disajikan di dalamnya. Oleh sebab itu, bidang- bidang tertentu menggunakan istilah yang
berbeda dengan bidang lain untuk mengacu pada suatu makna yang sama.
Sebagai contoh, dalam bidang penelitian, istilah sampel, populasi, dan metode
digunakan untuk membedakannya dengan istilah yang digunakan dalam bidang umum,
seperti contoh atau wakil, keseluruhan subjek, dan cara. Dalam bidang kedokteran, imunisasi,
amputasi, dan diagnosis merupakan istilah teknis yang banyak digunakan untuk membedakan
dengan istilah umum. Sementara itu, istilah turis, wisatawan, dan travelling merupakan istilah
teknis bidang pariwisata.
Bertemali dengan koteks di atas, Wiratno, dkk. (2014) menyatakan bahwa ada dua hal
perlu digarisbawahi tentang istilah teknis. Pertama, istilah teknis merupakan alat yang baik
untuk membuat taksonomi terhadap pokok persoalan yang dibahas di dalam teks. Kedua,
istilah teknis perlu didefinisikan untuk meningkatkan pemahaman terhadap isi secara
keseluruhan.

G. Teks Akademik Bersifat Taksonomik dan Abstrak


Pada dasarnya, taksonomi adalah pemetaan pokok persoalan melalui klasifikasi
terhadap sesuatu. Taksonomi menjadi salah satu ciri teks akademik. Oleh Wignell, Martin,
dan Eggins dalam Wiratno. dkk. (2014), masalah taksonomi dibahas dalam konteks bahwa
dari perpindahan dari pemaparan peristiwa duniawi dengan bahasa sehari-hari menuju
penyusunan ilmiah yang sistematis dengan bahasa yang lebih teknis adalah perpindahan dari
deskripsi menuju klasifikasi.
Wiratno, dkk. (2014) sebagaimana mengutip Halliday dan Martin menjelaskan bahwa
teks akademik dikatakan abstrak karena pokok persoalan yang dibicarakan di dalamnya
sering kali merupakan hasil dari formulasi pengalaman nyata menjadi teori. Formulasi yang
dilakukan tersebut sesungguhnya merupakan proses abstraksi yang dapat dicapai dengan
nominalisasi dalam kerangka metafora gramatika. Proses abstraksi tersebu digunakan untuk
memahami dan menginterpretasikan realitas.

H. Teks Akademik Banyak Memanfaatkan Sistem Pengacuan Esfora


Sebagai pengacuan di dalam KN, pengacuan esfora dimanfaatkan pada teks akademik
untuk menunjukkan prinsip generalitas, bahwa benda yang disebut di dalam KN tersebut
bukan benda yang mengacu pada penyebutan sebelumnya (Martin dalam Wiratno, dkk.,
2014). Perhatikan contoh di bawah ini.
penyakit demam tinggi pireksia [[yang menyerang beberapa balita...]]
perbedaan [antara kemampuan menulis dan kemampuan membaca]
guru kreatif [di sekolah tersebut]
Pada contoh di atas, arah anak panah menunjukkan arah pengacuan Tampak jelas
bahwa "penyakit demam tinggi pireksia" mengacu pada “[[yang menyerang beberapa
balita ...]]", "perbedaan mengacu pada "Jantaro pengacuan. kemampuan menulis dan
kemampuan membacal", dan "guru kreatif" mengacu pada "[di sekolah tersebut]". Dapat
digarisbawahi bahwa pengacuan hanya ditujukan pada substansi yang berada di dalam KN
yang dimaksud.
Pada teks-teks akademik yang dicontohkan, sekitar 50% dari jumlah KN yang ada
mengandung penegas, yaitu benda pada KN tersebut diberi penjelasan berupa kualifikasi. Hal
ini berarti bahwa sejumlah besar KN pada teks-teks tersebut merupakan KN yang
memberlakukan pengacuan esfora menjadi ciri penting pada teks akademik, dan terbukti
bahwa teks-teks akademik yang dicontohkan menggunakan pengacuan esfora dengan
persentase yang tinggi, dapat disimpulkan bahwa teks-teks tersebut menunjukkan ciri
keilmiahan apabila dilihat dari segi penggunaan pengacuan cafora (Wiratno, dkk, 2014).

I. Teks Akademik Banyak Memanfaatkan Proses Relasional Identifikatif dan Proses


Relasional Atributif
Terdapat dua jenis proses relasional yaitu proses relasional identifikatif dan proses
relasional atributif. Proses relasional identifikatif merupakan alat yang baik untuk membuat
definisi atau identifikasi terhadap sesuatu. Sementara itu, proses relasional atributif
merupakan alat yang baik untuk membuat deskripsi dengan menampilkan sifat, ciri, atau
keadaan benda yang dideskripsikan tersebut.
Mengenai pentingnya proses relasional identifikatif untuk membuat definisi pada teks
akademik, Wignell, Martin, dan Eggins sebagaimana dikutip dalam Wiratno, dkk. (2014)
menyatakan bahwa biasanya definiss dibuat terhadap istilah teknis. Istilah teknis diposisikan
sebagai token (sesuatu. yang didefinisikan) dan definisi itu sendiri (sesuatu yang terkandung
di dalam istilah teknis) diposisikan sebagai Nilai. Kalimat definisi tersebut dapat dibalik
sehingga token yang berada di depan dapat dipindahkan ke belakang Sebaliknya, Nilai yang
berada di belakang dapat dipindahkan ke depan.
Pada contoh tersebut tampak bahwa subjek yang diposisikan sebagai penyandang
dideskripsikan dalam hal ciri, sifat, dan keadaanya. Dengan cara demikian, subjek yang
dideskripsikan menjadi lebih jelas dan lugas atau tampak seperti adanya. Hal ini berarti pulaa
bahwa sesuatu yang dideskripsikan adalah sesuatu yang ditampilkan secara objektif.
Kejelasan tersebut tidak saja tertuju pada kelas atau kelompok benda yang menjadi objek
pembicaraan, tetapi juga pada cakupan wilayah pengetahuan yang dijangkau.

J. Teks Akademik Bersifat Monologis dengan Banyak Mendayagunakan Kalimat Indikatif –


Deklaratif
Wiratno, dkk. (2014) menyatakan bahwa sifat monologis pada teks akademik
mengandung arti bahwa teks tersebut memberikan informasi kepada pembaca dalam satu
arah. Teks akademik tidak meminta kepada pembaca, baik informasi maupun jasa untuk
melakukan sesuatu. Untuk memenuhi sifat monologis tersebut, teks akademik
mendayagunakan kalimat Indikatif-Deklaratif yang bersifat Propoosisi-Memberi. Pada sistem
kalimat,kalimat Indikatif-Deklaratif berfungsi sebagai Proposisi-Memberi,berbeda dengan
kalimat Indikatif-Interogatif yang berfungsi sebagai proposisi-Meminta atau kalimat
Imperatif yang berfungsi sebagai Proposisi-Meminta, yang diberikan adalah informasi
mengenai pokok persoalan yang dibahas.
K. Teks Akademik Memanfaatakan Bentuk Pasif untuk Menekankan Pokok Persoalan,
Bukan Pelaku (Teks Akademik Menjadi Objektif, Bukan Subjektif)
Teks Akademik lebih banyak menggunakan kalimat pasif dibandingkan dengan
kalimat aktif. Penggunaan bentuk pasif pada teks akademik dimasukkan untuk
menghilangkan pelaku manusia, sehingga unsur kalimat yang berperan sebagai Subjek
dijadikan pokok persoalan yang dibicarakan di dalam teks tersebut. Dengan menganggap
pelaku tidak penting, Subjek atau pokok pembicaraan yang bukan pelaku dianggap lebih
penting sehingga ditemakan. Pemilihan tema seperti ini sangat diperlukan korena teks
akademik tidak membahas para pelaku atau ilmuwan, tetapi membahas pokok persoalan
tertentu yang disajikan di dalamnya. Pokok persoalan tersebut ditempatkan sebagai tema pada
kalimat kalimat yang ada: dan penggunaan bentuk pasif dimaksudkan sebagai strategi
pemetaan tema tersebut (Martin dalam Wiratno, dkk, 2014). untuk lebih jelas perhatikan
contoh di bawah ini.
(12) Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa…..
bandingkan
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, penulis menyimpulkan disimpulkan bahwa.....
(13) Sampel penelitian ini dipilih dengan menggunakan teknik acak.
bandingkan
Peneliti memilih sampel dalam penelitian dengan menggunakan teknik acak.
Pada contoh tersebut, pelaku kalimat (penulis/peneliti) dilesapkan sehingga subjek
manusia dianggap kurang penting dan lebih mementingkan subjek bukan manusia. Oleh
sebab itu, dapat dikatakan bahwa teks akademik yang menghilangkan pelaku dan lebih
mementingkan peristiwa yang terjadi menunjukkan sifat objektif. Pada konteks ini, bentuk
pasif merupakan sarana untuk menyajikan aksi, kualitas, dan peristiwa dengan menganggap
bahwa aksi, kualitas, dan peristiwa tersebut sebagai objek (Halliday dalam Wiratno, dkk.,
2014). Dengan demikian, pada teks akademik, tidak terkecuali teks-teks akademik yang
dicontohkan, terjadi objektifikasi.

L. Teks Akademik Seharusnya Tidak Mengandung Kalimat


Minor
Kalimat minor adalah kalimat yang memiliki subjek atau predikat. Kalimat ini sering
disebut dengan kalimat tidak lengkap. Akibatnya, menurut (Wiratno, dkk. 2014)kalimat
tersebut tidak dapat dianalisis dari sudut pandang leksikogramatika, serta tidak dapat pula
dianalisis menurut jenis dan fungsinya. Keberadaan kalimar minor pada teks akademik tidak
saja menyebabkan tidak dapat didentifikasinya unsur-unsur leksikogramatika secara
ideasional dan interpersonal tetapi juga menyebabkan terhentinya arus informasi tekstual.
Secara ideasional, karena transitivitas podo kalimat minor tidak dapat dikenali, makna
yang bersifat eksperiensial yang melibatkan partisipan. proses, dan sirkumstansi pada kalimat
tersebut tidak dapat diungkapkan Selain itu, karena hubungan interdependensi pada kalimat
minor tidak dapat didentifikasi, makna logikosemantik pada kalimat tersebut juga tidak dapat
diungkapkan. Berdasarkan hal tersebut, dapat digarisbawahi bahwa secara ideasional derajat
keilmiahan teks akademik yang mengandung kalimat minor berkurang. Secara interpersonal,
karena kalimat minor tidak dapat digolongkan ke dalam kalimat Indikatif
Deklaratif/Interogatif atau Imperatif, kalimat tersebut tidak mengungkapkan fungsinya
sebagai Proposisi-Memberi arou Proposisi Meminta. Padahal, informasi pada teks akademik
perlu disampaikan melalui penggunaan kalimat Indikatif -Deklaratif yang mengemban fungsi
sebagai Proposisi Memberi. Berdasarkan hal tersebut, dapat digarisbawahi bahwa secara
interpersonal teks akademik yang mengandung kalimat minor tampak sebagai teks lisan,
sehingga menunjukkan ciri nonilmiah.
Demikian pula, secara tekstual, paragraf yang mengandung kalimat minor tidak
kohesif secara tematis. Selain pola tema-rema pada kalimat minor tidak dapat diidentifikasi,
pola hiper-tema dan hiper-rema pada paragraf yang mengandung kalimat tersebut juga tidak
dapat ditentukan. Secara keseluruhan, informasi pada paragraf tersebut tidak dapat mengalir
menuju atau dari kalimat minor tersebut. Berdasarkan hal tersebut, dapat ditegaskan bahwa
kalimat minor mengganggu tematisasi baik di tingkat kalimat maupun paragraf (wacana), dan
karenanya secara tekstual, derajat keilmiahan teks akademik yang mengandung kalimat
minor berkurang.

M. Teks Akademik Seharusnya Tidak Mengandung Kalimat Takgramatikal


Wiratno, dkk. (2014) menyatakan bahwa kalimat takgramatikal adalah kalimat yang
secara gramatikal mengandung kekurangan atau kelebihan unsur-unsur tertentu. Sebagai
contoh, kata-kata leksikal seperti Nomina (yang berfungsi sebagai Subjek) dan Verba (yang
berfungsi sebagai Finit/Predikator). atau kata-kata struktural seperti Konjungsi dan Preposisi.
Perhatikan contoh di bawah ini!
(14) Rendahnya kemampuan membaca (?) adanya kesalahan dalam pembel ajaran membaca
di sekolah.
(15) Para guru diharuskan mempelajari dan (mereka harus pula) mempraktik kan metode
yang dilatihkan..
Berdasarkan kasus pada Contoh (14), terdapat satu kata berupa predikar yang hilang.
Predikat yang tepat untuk kalimat tersebut seharusnya adalah kata "menunjukkan".
Sebaliknya, pada Contoh (15) terdapat subjek ganda yakni "para guru" dan "mereka". Kata
mereka seharusnya dilesapkan sehingga kalimat menjadi lebih gramatikal. Secara tekstual,
ketakgramatikalan pada teks-teks yang dicontohkan tersebut menunjukkan ciri
ketidakilmiahan atau ciri lisan. Selain sulit ditabulasikan ke dalam struktur kalimat,
ketakgramatikalan juga mengganggu pemahaman pembaca, yang pada akhirnya juga
mengurangi tingkat keterbacaan teks tersebut. Teks Akademik Tergolong ke Dalam Genre
Faktual, Bukan Genre Fiksional
Teks akademik merupakan teks yang disusun atas fakta, bukan imajinasi. Oleh sebab
itu, teks akademik dikatakan teks faktual karena teks-teks tersebut ditulis berdasarkan
kenyataan empiris. Teks sastra sebaliknya dapat dikatakan bukan teks akademik karena
dikembangkan berdasarkan imajinasi. Oleh sebab itu, teks ini disebut dengan teks bergenre
fiksional.
Demikianlah beberapa ciri teks akademik yang membedakannya dari teks
nonakademik. Ciri-ciri teks tersebut harus muncul dalam teks akademik yang akan Anda
buat. Hal ini diperlukan agar salah satu ciri karya ilmiah yakni bahasa yang harus benar dapat
terpenuhi.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari makalah yang telah kami buat, dapat disimpulkan bahwa teks akademik atau teks
ilmiah adalah teks yang bisa dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Ada berbagai ragam
teks akademik yaitu: 1) Makalah, 2) Laporan Penelitian, 3) Kertas Kerja, 4) Skripsi, 5) Tesis,
6) Disertasi, 7) Karya tulis ilmiah populer, 8) Orasi Ilmiah. Dan teks akademik memiliki
tujuan dan fungsinya tersendiri antara lain: untuk menambah, mencapai tujuan
khusus,membina kemampuan penulis, dan kemampuan berpikir. Adapun fungsinya yaitu :
fungsi pendidikan,fungsi penelitian, dan fungsi fungsional.
3.2 Saran
1. Para pembaca diharapkan dapat memahami dan mengerti apa itu teks akademik
atau dapat disebut juga karya tulis ilmiah.
2. Para pembaca diharapkan dapat memahami dan mengerti apa itu perbedaan teks
akademik dan non akademik.
3. Para pembaca diharapakan mampu membuat teks akademik sesuai dengan ciri-ciri
dan ciri kebahasaan sesuai dengan kaidah yang telah ditentukan.
Pertanyaan Dari Hasil Presentasi

Pertanyaan 1

Nama : Nova Kharisma (Kelompok 7)

NPM: 062240422488

Apakah teks nonakademik dapat diubah menjadi teks akademik?

Jawab: Teks nonakademik dapat diubah ke teks akademik karena, jenis teks nonakademik
penulisannya tidak didukung oleh fakta umum dan biasanya hanya berdasarkan pada fakta
pribadi serta menggunakan suatu bahasa formal yang popular.

Pertanyaan 2

Nama : M. Arfan Rasyid Lubis (Kelompok 4)

NPM: 062240422483

Apa substansi yang membedakan proposal kegiatan dan proposal penelitian, jelaskan!
jawab: Proposal kegiatan itu lebih sederhana dibandingkan proposal penelitian titik proposal
penelitian digunakan untuk mengajukan suatu penelitian secara ilmiah titik secara format, ada
bagian tinjauan pustaka, landasan teori, metode ilmiah dan rumusan masalah titik sedangkan
proposal kegiatan digunakan untuk memberikan rincian mengenai suatu jenis kegiatan yang
akan diadakan titik secara format proposal kegiatan tidak mencantumkan bagian tinjauan
pustaka dan metode ilmiah.

Pertanyaan 3

Nama : Dea Dwi Puspita (Kelompok 8)

NPM : 062240422476

Jelaskan mengapa kita memerlukan teks akademik dalam berbagai teks genre makro?

Jawab : Karena pada saat merancang penelitian atau kegiatan, kita memerlukan teks yang
disebut proposal penelitian atau proposal kegiatan.

Pertanyaan 4

Nama: Sonia Rahayu (Kelompok 5)

NPM: 062240422494

Mengapa penting untuk menggunakan referensi yang valid dan akurat dalam teks akademik?

Jawab:

•Menunjukkan bagian tulisan yang diambil dari acuan sumber tertentu

•Menghindari praktik plagiat

•Membantu pembaca untuk mencari sumber rujukan yang dipakai

•Memberi penghargaan pada penulis lain yang dijadikan sumber acuan referensi

Pertanyaan 5
Nama: R.A. Amanda Luthfia Sari (Kelompok 7)

NPM: 062240422490

Ciri-ciri teks akademik seharusnya tidak mengandung kalimat takgramatikal, apa maksud
kalimat takgramatikal dan bagaimana contoh kalimat yg mengandung takgramatikal?

Kalimat takgramatikal adalah Kalimat yang secara gramatikal mengandung kekurangan atau
kelebihan unsur-unsur tertentu. Sebagai contoh kata leksikal seperti Nomina (yang berfungsi
sebagai subjek) dan verba (yang berfungsi sebagai Finit/Predikator) atau kata-kata struktural
seperti konjungsi dan preposisi.

contoh kalimat takgramatikal :

 Para guru diharuskan mempelajari dan mereka harus pula mempraktikkan metode
yang dilatihkan.
 Rendahnya kemampuan membaca adanya kesalahan dalam pembelajaran membaca di
sekolah

Pertanyaan 6

Nama : Ghazzi Al Gufari (Kelompok 7)

NPM :062240422480

Apa persamaan dan perbedaan teks makro dan mikro ?

jawab:

Tidak ada persamaan teks makro dan mikro

Perbedaan :

 Teks bergenre mikro merupakan teks yang hanya mengandung satu jenis teks seperti
narasi, deksripsi, argumentasi, dan persuasi.
 Teks bergenre makro merupakan teks yang dibangun oleh beberapa jenis teks genre
mikro, seperti aporan ulasan buku, proposal penelitian, laporan penelitian,dan artikel
ilmiah.
Pertanyaan 7

Nama : Shabrina Okviani (Kelompok 7)

NPM : 062240422493

Apa yang dimaksud dengan teks akademik penuh dengan kata leksikal?

Jawab: Kepadatan leksikal dapat dijelaskan sebagai berikut. Teks akademik lebih banyak
mengandung kata leksikal atau kata isi (nomina, verba-predikator, adjektiva, dan adverbia
tertentu) daripada kata struktural (konjungsi, kata sandang, preposisi, dan sebagainya). kata-
kata yang dicetak tebal adalah kata-kata struktural dan kata-kata yang tidak dicetak tebal
adalah kata-kata leksikal menyatakan bahwa semakin ilmiah suatu teks, semakin besar pula
kandungan kata-kata leksikalnya. Semua teks akademik yang dikutip sebagai contoh di
bawah ini memiliki leksis yang padat.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Yunus, dkk. (2017). Kemahiran Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi.
Jakarta: PT Bumi Aksara.

Arifin, S. R. (2017). Analisis Keilmiahan Teks Akademik dan Implikasinya Terhadap


Pembelajaran Menulis Teks Laporan Observasi. Tesis. Makassar: Universitas Negeri
Makssar.

Arifin, Z. (2002). Dasar-dasar menulis karya ilmiah. Jakarta: Grasindo.

Azra, Azyumardi. (2008). Pedoman Penulisan Skripsi,Tesis, dan Disertai, Jakarta: UIN
Jakarta Press.

Djuhari, Otong Setiawan. (2001). Panduan Membuat Karya Tulis. Bandung: Yrama Widya.

Djuharie, O Setiawan dan Suherli. (2001). Panduan Membuat Karya Tulis: Resensi, Laporan
Buku, Skripsi, Tesis, Artikel, Makalah, Berita Essei, dll. Yrama Widya: Bandung.
Djuroto, Tototk, dan Bambang Suprijadi. (2005). Menulis Artikel dan Karya Ilmiah.
Bandung PT Remaja Rosdakarya Offset.

Dwiloka, Bambang. (2005) Teknik Menulis Karya Ilmiah. Bandung: Penerbit Rineka Cipta.

Ekosusilo, Madyo dan Bambang Triyanto. (1995). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah.
Semarang: Dahara Prize.

Emilia, E., (2012). Pendekatan Genre Based dalam Pengajaran Bahasa Inggris: Petunjuk
Untuk Guru. Bandung: Rizqi Press.

Halliday, M. A. K. (1985). An Introduction to Functional Grammar. London: Continuum.

Hariwijaya, M. (2008). Pedoman Penulisan Ilmiah Proposal dan Skripsi. Indonesia: Tugu
Publisher.

Hasnun, Anwar. (2004). Pedoman Petunjuk Praktis Karya Tulis. Yogyakarta: Absolut.

H. P., Achmad. (2008). Penulisan Karya Ilmiah. Makalah. Jakarta: Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah.

Nuzula, Khalida. (2019). “Struktur Teks Akademik”,


http://lmsspada.kemendikbud.go.id/mod/resource/view.php?id=74769, diakses pada
17 Maret 2023 pukul 13.05.

Mahsun. (2014). Teks Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum 2013. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.

Mumtaz, Fairuzul. (2020). Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi Terampil Berbahasa,
Menulis, dan Berbicara Didepan Umum.

Nasucha, Yakub, dkk. (2009). Bahasa Indoonesia untuk Penulisan Karya Tulis Ilmiah.
Yogyakarta: Media Perkasa.
Sasangka, Sry Satia Tjatur Wisnu. (2013). Gapura Bahasa Indonesia.Yogyakarta: Elmatera.

Suyatno dan Asep Jihad. (2009). Betapa Mudah Menulis Karya Ilmiah. Yogyakarta: Eduka.

Tim UPI. (2003). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Laporan Buku, Makalah, Skripsi, Tesis,
dan Disertasi. Bandung: UPI Bandung.

Tantawi, Isma. (2009). Terampil Berbahasa Indonesia. Jakarta: Kencana.

Wiratno. dkk. (2014). Ekpresi Diri dan Akademik Untuk Perguruan Tinggi, Jakarta:
Kemendikbud.

Widiastuti, (2019). Analisis Ciri Keilmiahan Teks Akademik Pada Teks Laporan Hasil
Observasi, Makasar: Universitas Negeri Makasar.

Anda mungkin juga menyukai