Diki Rizkianto 1) , Dr.Agustin Krisna W. STP.,M.Si 2)
1)Alumni Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan,FTP Universitas Brawijaya, Malang 2) Staf Pengajar Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan,FTP Universitas Brawijaya, Malang
ABSTRACT
Biofuels (bioenergy) is the main alternative to overcome the crisis of petroleum-based fuels. One type of bioenergy can be developed is bioethanol. Bioethanol can be produced from a variety of sugar-based raw materials such as palm wine palm (Borassus flabelliber). To establish a process that required a maximum in the production of ethanol fermentation optimization. Ethanol fermentation process requires the precision of concentration of sugar as a carbon source and ammonium sulfate as a nitrogen source. Response Surface Methodology (RSM) is an appropriate method to find optimum conditions in multivariable systems efficiently. The purpose of this study was to determine the concentration of sugar and ammonium sulfate are optimum in the process of ethanol fermentation by Saccharomyces cerevisiae flocculant (NRRL Y-256). The results showed that optimum ethanol production was 10.24% v / v with optimum conditions of 22.67% (v / v) glucose and 0.68% (v / v) ammonium sulfate. Model equation = -17.46636 + 2.31684 X 1 + 4.05809 X 2 - 0.0368 X 1 X 2 - 0.050544 X 1 2 - 2.36942 X 2 2 , yield ethanol 0,4691.
Sejak tahun 1994, Indonesia mengalami penurunan produksi minyak nasional yang disebabkan menurunnya secara alamiah (natural decline) cadangan minyak pada sumur-sumur yang berproduksi. Menurut data BP Statistical Review of World Energy 2005, jumlah cadangan minyak (proved reserves) Indonesia pada akhir tahun 1984 sebesar 9,6 milyar barrel. Pada akhir tahun 1994, cadangan minyak terus berkurang hingga menjadi 5 milyar barrel dan 4,7 milyar barrel (akhir tahun 2004). Di lain pihak, pertambahan jumlah penduduk telah meningkatkan kebutuhan sarana transportasi dan aktivitas industri yang berakibat pada peningkatan kebutuhan dan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) nasional. Melihat kondisi tersebut, pemerintah berencana untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada bahan bakar minyak, dengan mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti Bahan Bakar Minyak. Bahan bakar nabati (bioenergi) merupakan alternatif utama untuk mengatasi krisis bahan bakar berbasis minyak bumi. Salah satu jenis bioenergi yang dapat dikembangkan adalah bioetanol. Bioetanol dapat diproduksi melalui fermentasi gula dari produk pertanian atau limbah bahan tanaman (Bothast, 1997). Nira siwalan merupakan sirup gula yang berasal dari pohon siwalan. Nira siwalan ini memiliki kandungan nutrisi yang lengkap seperti gula, nitrogen, dan vitamin B yang bermanfaat untuk pertumbuhan mikroorganisme. Flocculant Saccharomyces cerevisiae (NRRL Y-256) merupakan khamir unggul untuk produksi etanol karena memiliki kemampuan memecah sukrosa pada medium fermentasi, serta memiliki kemampuan untuk memisahkan sel dari medium fermentasinya sehingga dapat menekan biaya untuk pemurnian etanol. Untuk membangun suatu proses yang maksimal dalam produksi etanol, diperlukan ketepatan konsentrasi gula sebagai sumber karbon dan konsentrasi amonium sulfat sebagai sumber nitrogen. Menurut Gaur (2006) , Gula dan amonium sulfat merupakan faktor yang berpengaruh bagi flocculant S. cerevisiae dalam menghasilkan etanol sehingga konsentrasinya harus dioptimalkan.
Oleh karena itu, pada penelitian ini akan mengkaji pengaruh konsentrasi gula dan ammonium sulfat untuk mendapatkan kondisi optimum dalam produksi etanol dari nira siwalan.
BAHAN DAN METODE
Bahan Nira siwalan yang diambil dari pohon siwalan (Borassus flabellifer) yang tumbuh di daerah Gresik Jawa Timur dengan lama penyimpanan satu hari dan penambahan CaCO 3 1% Mikroorganisme dan media Isolat yang digunakan adalah flocculant Saccharomyces cerevisiae (NRRL- Y265). Isolat disimpan pada media yang mengandung glukosa 2%, yeast extract 1%, pepton 2%. Media disterilisasi pada 121 o C selama 15 menit. Kondisi Fermentasi Flocculant Saccharomyces cerevisiae ditumbuhkan pada medium steril yang mengandung glukosa 2%, yeast extract 1%, pepton 2% pada 30 o C selama 15 jam. Sel dipanen dengan cara sentrifugasi 8000 rpm selama 8 menit. Sel ditumbuhkan pada medium nira siwalan lalu diinkubasi pada shaker waterbath pada 30 o C selama 48 jam. Metode Konsentrasi etanol diukur dengan menggunakan Gas Chromatography (GC). Konsentrasi total gula diukur dengan metode 3,5-dinitrosalicylic acid (DNS) (Ceirwyn, 1995). Analisa pH dilakukan dengan menggunakan pH meter (Apriyantono,1989) dan analisa OD sel dengan menggunakan spektrofotometer. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program design expert 7.1.5. Rancangan yang digunakan pada metode permukaan respon (RSM) adalah rancangan komposit terpusat (CCD) dengan 2 variabel bebas, yaitu: X 1 = Konsentrasi Gula = 15; 20; dan 25 % (v/v) X 2 = Konsentrasi Amonium Sulfat = 0,25; 0,5; dan 0,75 % (v/v)
Data hasil penelitian pada Tabel 2 diolah dengan program design expert 7.1.5 untuk mendapatkan kondisi optimum dari masing-masing faktor. Dalam penelitian ini model yang digunakan adalah model kuadratik.Persamaan polinomial model yang diperoleh adalah:
= -17,46636 + 2,31684 X 1 + 4,05809 X 2
0,0368 X 1 X 2 0,050544 X 1 2 2,36942 X 2 2
(1). Hasil Analisa Ragam (ANOVA) dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Analisa Ragam (ANOVA) Sumber Keragaman Nilai F Nilai P Keterangan Model 11,32 0,0030 Significant A-gula 32,24 0,0008 B- amonium sulfat 0,96 0,3608
AB 0,018 0,8975 Not Significant A 2 23,39 0,0019 Significant B 2 0,32 0,5885 Not Significant Residual Lack of fit 11,11 0,0627 Not Significant Std. Dev 0,69 PRESS 13,58 R-Kuadrat 0,8900
Dari Tabel 3 diatas dapat diketahui bahwa model, A-isolat, A 2 menunjukkan pengaruh signifikan pada produksi etanol dan B 2 tidak menunjukkan pengaruh signifikan. Apabila nilai P (Prob>F) kurang dari 0,0500 berarti memiliki pengaruh yang signifikan. Pengujian ketidaktepatan (Lack of fit) tidak menunjukkan signifikan yang berarti bahwa ketidaktepatan pengujian tidak berpengaruh nyata terhadap respon. Berdasarkan ANOVA, nilai A 2 (gula) menunjukkan hasil yang
signifikan . Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi gula memiliki pengaruh nyata terhadap produksi etanol. Glukosa merupakan salah satu kabohidrat terpenting yang digunakan sebagai sumber energi dan pertumbuhan flocculant Saccharomyces cerevisiae. Fermentasi yang dilakukan oleh flocculant Saccharomyces cerevisiae untuk merubah glukosa menjadi etanol dipengaruhi oleh konsentrasi gula awal yang tinggi diatas 200g/L (20%) ( Thomas et al., 1996). Berdasarkan data, produksi etanol optimal (10,177 g/100 ml) diperoleh pada level konsentrasi gula 22,67% (v/v). Hal ini sesuai dengan pernyataan Budiyanto (2003) yang menyebutkan bahwa konsentrasi gula yang optimum untuk menghasilkan kadar alkohol yang optimum adalah 14%-28% (b/v). Pada nilai B 2 menunjukkan hasil yang tidak signifikan (P > 0,05), dimana konsentrasi amonium sulfat tidak berpengaruh nyata terhadap produksi etanol. Berdasarkan data, produksi etanol optimal (10,177 g/100 ml) diperoleh pada level konsentrasi ammonium sulfat 0,68% (v/v). Hal ini mungkin disebabkan karena peningkatan produksi biomassa flocculant Saccharomyces cerevisiae pada penambahan amonium sulfat tidak sejalan dengan produksi etanol. Amonium sulfat atau (NH 4 ) 2 SO 4
merupakan salah satu sumber nutrisi yang digunakan dalam media pertumbuhan flocculant Saccharomyces cerevisiae karena memberikan sumber asimilasi nitrogen dan belerang yang baik. Saccharomyces cerevisiae dapat menggabungkan ion amonium atau asam amino menjadi protein. Ion amonium dapat langsung berasimilasi membentuk glutamat dan glutamin, yang berfungsi sebagai prekursor untuk biosintesis asam amino lainnya. Hermawan, et al (2000) menyebutkan bahwa konsentrasi dan sumber nitrogen akan mempengaruhi nilai pH medium, pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme dalam proses fermentasi. Penurunan pH yang telalu tajam dapat menghambat jalannya fermentasi, hal ini disebabkan oleh enzimenzim pembentuk etanol hanya dapat bekerja pada interval pH tertentu. Utami et al., (2000) mengemukakan bahwa penambahan amonium sulfat yang berlebih akan berakibat penurunan produksi etanol karena bersifat sebagai inhibitor. Pada nilai AB menunjukkan nilai yang tidak signifikan pula, dimana interaksi antara konsentrasi gula dan amonium sulfat tidak berpengaruh nyata terhadap produkai etanol. Hal ini menunjukkan bahwa kedua faktor tersebut tidak saling mempengaruhi namun salah satu faktor yaitu konsentrasi gula memiliki pengaruh terhadap kadar etanol yang dihasilkan. Sedangkan Nilai R 2
(Koefisien Diterminasi) yang diperoleh adalah 0,8900, menunjukkan bahwa persamaan tersebut 89% mewakili hasil percobaan. Nilai R 2 > 75% dapat digolongkan cukup baik untuk suatu penelitian yang melibatkan mikroorganisme (Haaland, 1989).
. Sesuai dengan uji ANOVA nilai standar deviasi menunjukkan nilai 0,69. Nilai standar deviasi yang rendah ini menunjukkan bahwa model memiliki keakuratan yang baik atau model fit. Keakuratan model ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Distribusi sebaran nilai aktual dan prediksi produksi etanol. nilai prediksi model, nilai aktual
Berdasarkan Gambar 1dapat diketahui nilai aktual penelitian tersebar mendekati garis linier (hasil prediksi model). Hal ini menunjukkan bahwa model memiliki keakuratan yang baik atau model fit. Berdasarkan Gambar 2 dapat diketahui bahwa kondisi optimum untuk memproduksi etanol dari nira siwalan menggunakan flocculant Saccharomyces cerevisiae adalah pada konsentrasi gula 22,67% dan konsentrasi ammonium sulfat 0,68%.
Gambar 2. Respon Permukaan dan Plot Kontur Hubungan Konsentrasi Gula dan Amonium Sulfat Pada Produksi Etanol
Hasil prediksi produksi etanol oleh model pada kondisi optimum selanjutnya diverifikasi dengan melakukan pengujian secara empiris pada uji kondisi optimum. Data perbandingan hasil prediksi dan aktual penelitian terlihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Perbandingan Kadar Etanol yang Diprediksi oleh Model dengan Hasil Penelitian (aktual) pada Kondisi Optimum yang disarankan oleh Model. Variabel Nilai Optimum Kadar etanol Aktual Prediksi Model Gula 22,67 10,24 10,177 Amonium Sulfat 0,68
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui selisih nilai prediksi dan aktual hanya 0,063 % (v/v) yang berarti bahwa terdapat kesamaan yang tinggi antara hasil prediksi model dan aktual hasil penelitian. Hal ini menunjukkan keakuratan model matematis yang dihasilkan (model kuadratik) serta kemampuan aplikasi RSM untuk optimasi produksi etanol. Dalam fermentasi etanol. S. cerevisiae mengkonsumsi substrat untuk pembentukkan biomassa dan etanol. Efisiensi penggunaan substrat dinyakan dalam yield etanol. Berdasarkan data pada Tabel 4 dapat dihitung yield produksi etanol dengan persamaan :
s u l f a t 7.23144 7.82055 8.40965 8.99875 9.58786 5
=
100% = 10,24 0,84 22,67 100% = 46,91%
Hasil ini tidak berbeda jauh dengan yield etanol yang dihitung secara teori. Najafpour and Lim (2002) menunjukkan yield maximum etanol oleh yeast sebesar 0,51 gr etanol/gr glukosa atau 51% yang dihitung melalui reaksi stoikiometri. Berdasarkan hasil penelitian, yield etanol yang dihasilkan sebesar 92% dari nilai maksimum secara teoritis.
KESIMPULAN
Nira siwalan (Borassus flabellifer) sebagai produk pertanian merupakan substrat alternatif yang berpotensi untuk memproduksi etanol. Nira siwalan memiliki kandungan total gula berkisar 10-15%. Optimasi proses produksi etanol dengan RSM menghasilkan persamaan model regresi kuadratik aktual sebagai berikut : Y = -17,466 + 2,316 X 1 + 4,058 X 2 0,036 X 1 X 2 0,0505 X 1 2 2,369 X 2 2
di mana X 1 = konsentrasi gula dan X 2 = konsentrasi amonium sulfat Dari hasil perhitungan matrik persamaan regresi model dapat diketahui bahwa kondisi optimum produksi etanol terjadi pada konsentrasi gula 22,67 % (v/v) dan konsentrasi amonium sulfat 0,68 % (v/v). Pada model RSM, prediksi etanol optimum yang dihasilkan sebesar 10,177% (b/v). Sedangkan hasil verifikasi percobaan pada kondisi optimum diperoleh kadar etanol sebesar 10,24% (b/v) . Perbedaan yang tidak signifikan antara hasil prediksi model dan hasil verifikasi menunjukkan akurasi dan kemampuan aplikasi RSM untuk optimasi produksi etanol. Yield etanol yang dihasilkan sebesar 46,91%, hal ini menunjukkan yield etanol yang dihasilkan telah efisien karena mendekati yield teori sebesar 51%.
DAFTAR PUSTAKA
Apriyantono, A., D. fardiaz, N. L. Puspitasari, Sedarnawati dan Budiyanto.1989. Analisa Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor. Budiyanto, M. A. K. 2003. Mikrobiologi Terapan. Malang: UMM Press. Bothast, R.J. and B.C. Saha. 1997. Ethanol Production From Agricultural biomass Substrates vol. 44. Academic Press Inc: San Diego. P. 261-286 Ceirwyn, S.J. 1995. Analytical Chemistry of Food. London. Blackie Academic & Professional. 84-125. Gaur, K. 2006. Process Optimazation for The Production of Ethanol via Fermentation. Departement of Biotechnology and Enviromental Science Thapper Institute of Engineering. Deemed University. India. Haaland, Perry D. 1989. Experimental Design in Biotechnology, Marcel Dekker, Inc.,New York. Hermawan, D. R. W. A., Utami., T. dan Cahyanto, M. N., 2000. Fermentasi Etanol dari Buah Semu Jambu Mete (Anacardium occidentale L.) oleh Saccharomyces cereviseae FNCC 3015 Menggunakan Ammonium Sulfat dan Urea Sebagai Sumber Nitrogen. Agritech. 20(2) : 93 98. Najafpour, G.D., and J.K. Lim. 2002. Evaluation and Isolation of Ethanol Producer Strain SMP-6, Regional Symposium on Chemical Engineering.http://www.citeulike.org/ pdf_options/user/johnsonw/article/302 3441 tanggal akses: 21 Januari 2011. Thomas, K.C., S.H. Hynes and W.M Ingldew, 1996. Practical and theoretical considerations in production of high concentrations of alcohol by fermentation. Process Biochem., 31 : 321-331.