Anda di halaman 1dari 13

EKSTRAKSI ALGINAT

Oleh:
Nama : Risdan Miftahul Huda
NIM : B1A016121
Kelompok :2
Rombongan : VI
Asisten : Fabian Rizky Fathurahman

LAPORAN PRAKTIKUM FIKOLOGI

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2018
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara maritim dengan panjang pantai sekitar 81.000
km, memiliki kawasan laut yang mengandung sumberdaya hayati sangat besar dan
keanekaragaman tinggi. Salah satu sumberdaya hayati laut yang sangat potensial untuk
dikembangkan karena memiliki nilai ekonomis tinggi adalah rumput laut. Cukup banyak
jenis rumput laut di Indonesia yang memiliki nilai ekonomis tinggi seperti
seperti Gracilaria dan Gelidium merupakan penghasil agar, Eucheuma dan Hypea
sebagai penghasil karaginan, dan Sargassum sebagai penghasil alginat (Kadi, 2005).
Rumput laut menghasilkan senyawa koloid yang disebut fikokoloid yaitu berupa
agar, alginat, dan karaginan. Alginat diekstrak dari alga coklat (Phaeophyceae) seperti
Laminaria dan Sargassum. Alginat merupakan polimer murni dari asam uronat yang
tersusun dalam rantai linier yang panjang, monomer penyusun alginat ada dua jenis
struktur dasar yaitu β-D-Asam Manuronat dan α-L-Asam Guluronat. Alginat telah banyak
dimanfaatkan oleh berbagai industri sebagai bahan pengental, pengatur keseimbangan,
pengemulsi dan pembentuk lapisan tipis tahan minyak (Istiani et al., 2006).
Asam alginat merupakan komponen utama dalam alga coklat yang banyak
digunakan dalam industri kosmetik untuk membuat sabun, cream, lotion, dan shampoo.
Industri farmasi memerlukan alginat untuk pembuatan emulsifier, stabilizer, tablet, salep,
dan kapsul. Alginat banyak juga digunakan dalam industri makanan dan minuman, tekstil,
kertas, keramik, fotografi, dan lain-lain. Alginat berfungsi sebagai pemelihara bentuk
jaringan pada makanan yang dibekukan, pensuspensi dalam sirup, pengemulsi pada salad
dressing, serta penambah busa pada industri bir. Di bidang farmasi dan kosmetik, alginat
dimanfaatkan dalam bentuk asam alginat atau garam sodium alginat dan kalsium alginat
(Murtini et al., 2000).

B. Tujuan

Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui rendemen dan proses ekstraksi
alginat dari rumput laut Sargassum sp.
II. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah kompor, panci, pengaduk,
nampan atau baki, blender, kain saring, gelas ukur, dan kertas pH
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah rumput laut Sargassum
sp., KOH 0,7%, Na2CO3 7%, NaOCl 13%, HCl 5%, dan NaOH 2%.

B. Metode

Rumput laut Sargassum sp. direndam


KOH 0,7% selama 30 menit

Dicuci dengan air mengalir

Direndam HCl 5% selama 1 jam

Dicuci dengan air mengalir &


ditimbang 50gr

Ditambah 350 ml Na2CO3 7%


dan direbus 15 menit

Ditambah 150 ml NaOCl 13% dan


direbus 15 menit

Ditambah 350 ml HCl 5% dan direbus


15 menit

Ditambah NaOH secukupnya


hingga pH stabil Cek pH

Disaring

Dituang ke baki

Dijemur hingga kering dan


ditimbang rendemennya
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 3.1. Hasil Rendemen Alginat Rombongan VI


No. Kelompok Hasil Rendemen (gram)
1. 1 3.34
2. 2 1.9
3. 3 3.32
4. 4 1.98

Perhitungan
Hasil rendemen karagenan kelompok 2

Produk akhir (g)


Rendemen (%) = x 100%
Bahan baku (g)

1.98-0.9
=
50
1.08
=
50
= 0.0216 x 100%
= 2.16%

Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3


Sargassum sp.direbus Penambahan 150 ml Penambahan 350 ml
dengan 350 ml NaOCl 13% HCl 5%
Na2CO3 7%
Gambar 3.4 Pengecekan Gambar 3.5 Dituang ke Gambar 3.6 Hasil
Kadar pH baki kemudian disaring ekstraksi ijemur
hingga kering
B. Pembahasan

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada praktikum kali ini diperoleh hasil nilai
rendemen alginat adalah 2,16%. Hasil ini tidak sesuai dengan pernyataan dari
Anggadiredja et al., (1996) kisaran rendemen alginat yang baik yaitu 8 hingga 32 %
tergantung jenis, musim dan kondisi perairan tempat tumbuhnya Sargassum sp. Kondisi
lingkungan tersebut mempengaruhi laju fotosintesis rumput laut sehingga berpengaruh
pada pertumbuhan rumput laut yang pada akhirnya juga berpengaruh pada alginat yang
dihasilkan. Hal ini ditegaskan oleh Soviyeti (1990), yang menyatakan bahwa
pertumbuhan rumput laut ditentukan oleh tempat tumbuhnya. Laju pertumbuhan,
fotosintesis dan respirasi pada rumput laut cenderung berkorelasi dengan suhu, cahaya,
pH dan nutrien tempat tumbuhnya. Suhu berpengaruh terhadap hasil rendemen alginat.
Warna coklat senyawa alginat yang dihasilkan oleh Sargasum sp. Hal ini sesuai dengan
pernyataan yang diungkapkan oleh Murtini et al. (2000), bahwa tanpa perlakuan
pemberian pemucatan terhadap ekstraksi natrium alginat, tidak akan diperoleh natrium
alginat yang sesuai dengan standar Food Chemical Codex (FCC).
Rendemen alginat dipengaruhi oleh beberapa faktor lainnya seperti spesies, iklim,
metode ekstraksi, waktu pemanenan, dan lokasi budidaya (Kadi, 2005). Menurut Sadhori
(1986), faktor-faktor fisika yang mempegaruhi sifat-sifat larutan alginat adalah suhu,
konsentrasi dan ukuran polimer. Karakeristik fisik garam alginat yaitu berupa tepung atau
serat, berwarna putih sampai dengan kekuningan, hampir tidak berbau, dan berasa,
sedangkan faktor-faktor kimia yang berpengaruh adalah pH dan adanya pengikat logam,
serta garam monovalen dan kation polivalen.
Alginat berperan sebagai komponen penguat dinding sel dengan kandungan yang
melimpah dan dapat mencapai 40% dari berat kering rumput laut coklat. Alginat juga
merupakan salah satu bahan pikokoloid yang mempunyai fungsi sebagai bahan pengental,
pengatur keseimbangan, pengemulsi, serta pembentuk suatu lapisan tipis terhadap
minyak. Alginat merupakan polimer murni dari asam uronat yang tersusun dalam rantai
linier yang panjang, monomer penyusun alginat ada dua jenis struktur dasar yaitu β-D-
Asam Manuronat dan α-L-Asam Guluronat. Alginat merupakan grup dari polisakarida
yang diekstrak dari rumput laut coklat (Phaeophyceae). Alginat dalam dinding sel dan
ruang intraseluler pada rumput laut coklat ditemukan sebagai campuran garam kalsium,
kalium, dan natrium dari asam alginat. Sedangkan alginat yang sering disebut sebagai
“algin” adalah hidrokoloid, yaitu sebagai substansi dengan molekul yang sangat besar
dan dapat dipisahkan dalam air untuk memberikan kekentalan pada larutan (Istiani et al.,
2006).
Alginat adalah polimer yang paling umum digunakan untuk enkapsulasi sel
mikroba, juga disebut immobilisasi. Sumber utama adalah makroalga coklat, di mana
komponen struktural dinding sel dan matriks interselular memberikan sifat mekanik pada
alga. Rantai polimer terbuat dari asam mannuronik (M) dan guluronik (G) dalam beberapa
proposi dan pengaturan sekuens. Menurut Mushollaeni dan Endang (2012), alginat adalah
isi utama dari dinding sel rumput laut coklat atau alginofit. Alginat dapat digunakan
dalam industri makanan terkait dengan sifat biofisiknya. Alginat dimanfaatkan sebagai
pengental, sehingga produk lebih stabil, dapat juga digunakan untuk melunakkan tekstur
kue, serta menstabilkan campuran, dispersi dan emulsi yang berhubungan dengan sifatnya
sebagai agen pembentuk gel dan meningkatkan viskositas. (Mushollaeni dan Endang,
2012).
Indriani dan Sumiarsih (1999), menyatakan algin digunakan dalam industri:
a. Makanan: pembuatan es krim, serbat, susu es, roti, kue, permen, mentega, saus,
pengalengan daging, selai, sirup, dan pudding.
b. Farmasi : tablet, saleb, kapsul, plester, dan filter.
c. Kosmetik : krim, lotion, sampho, dan cat rambut.
d. Testil: kertas, kertas, keramik, fotografi, insektisida, pestisida, dan bahan pengawet
kayu.
Tahapan ekstraksi alginat adalah pencucian dan pembersihan, perendaman dan
pemucatan, pelembutan, penghancuran, pemasakan (ekstraksi), pendinginan,
pengepresan, pengeringan, dan perhitungan rendemen alginat. Perubahan-perubahan
dalam hal warna, tekstur dan bau terjadi selama proses ekstraksi. Proses ekstraksi rumput
laut coklat dilakukan dalam suasana basa bertujuan untuk memisahkan selulosa dan
alginat. Bahan pengekstrak yang dapat digunakan adalah Na2CO3 dan NaOH (Basmal et
al., 2001). Na2CO3 berfungsi untuk mengekstrak kandungan alginat yang terdapat
didalam talus rumput laut coklat. Kecepatan ekstraksi alginat yang ada dalam talus sangat
tergantung pada konsentrasi Na2CO3, suhu, dan lama waktu ekstraksi yang diberikan.
NaOH yang merupakan salah satu golongan senyawa alkali dalam proses ekstraksi
rumput laut berfungsi membentuk natrium alginat dari asam alginat (Basmal et al., 2001).
Proses ekstraksi alginat juga menggunakan HCl yang berfungsi dalam demineralisasi
(Susanto et al., 2001). Standar mutu secara umum dari algin adalah pH 3,5-10, viskositas
10-5000 cps per 1% larutan air, kadar air 5-20%, logam berbahaya, arsen negatif.
Penilaian lainnya yaitu mutunya tergantung penggunaan. Algin yang kan digunakan
untuk campuran makanan harus bebas dari selulosa, berwarna putih terang. Algin dalam
proses farmasi juga harus bebas dari selulosa dan berwarna putih bersih. Algin dalam
industri lain dapat mengandung sedikit selulosa dan berwarna coklat sampai jernih
(Indriani dan Sumiarsih, 1999).
Perendaman selanjutnya menggunakan HCl 0,5%. Suasana yang terlalu basa dapat
menyebabkan terhidrolisisnya sebagian alginat di dalam rumput laut sehingga saat
direaksikan dengan asam (HCl) jumlah asam alginat yang diperoleh sedikit. Warna
setelah perendaman ini adalah tetap. Pengasaman menyebabkan larutan menjadi berbusa,
warna coklat kehitaman, dan agak kental. Menurut Glicksman (1998) penggunaan HCl
pada alginat akan memecah dinding sel sehingga memudahkan ekstraksi, karena HCl
merupakan asam kuat dan akan terionisasi sempurna.
Pemucatan menggunakan larutan H2O2 6% menghasilkan warna coklat jernih.
Penggunaan bahan pemucatan (sumber Ca) yang ditambahkan pada proses pemucatan,
semakin kuat asam yang digunakan menyebabkan makin lunaknya dinding sel rumput
laut, sehingga dengan ekstraksi semakin banyak bahan-bahan yang dapat dikeluarkan dari
jaringan ini (Winarno, 1990). Pengendapan kemudian dilakukan dengan penambahan
NaOH 10%. NaOH 10% ini berfungsi untuk mengeluarkan atau memisahkan natrium
alginat dan asam alginat sehinga terbentuk natrium alginat dari asam alginat. Perlakuan
akhir dengan isopropanol 95% pada suhu kamar akan mengikat natrium alginat sehingga
akan menggumpal (Basmal et al., 2001). Alkohol 95% selama ± 30 menit dan disaring,
untuk pemurnian dan untuk menarik air yang tersisa. Tekstur yang terbentuk menjadi
lebih keras. Pengeringan dengan oven pada suhu 400C, untuk menghilangkan kadar air
yang tersisa. Setelah kering alginat yang diperoleh kemudian diblender. Menurut
Soegiarto et al. (1992), menyatakan bahwa kandungan senyawa alginat yang terdapat
pada Phaeophyceae tergantung dari jenis rumput laut, kondisi tempat tumbuh dan iklim.
Menurut Budiyarto dan Djazuli (1997), menyatakan bahwa kandungan senyawa alginat
juga dipengaruhi oleh habitat (intensitas cahaya, besar kecilnya ombak atau arus, nutrisi
dan sebagainnya) serta umur rumput laut tersaebut. Faktor lain yang mempengaruhi
proses ekstraksi alginat adalah suhu, waktu perlakuan dengan senyawa kimia dan
pengeringan (Budiyarto dan Djazuli, 1997).
Bahan yang digunakan dalam proses ekstraksi alginat adalah H2O2 6% berfungsi
untuk memutihkan alginat dari coklat menjadi coklat keputihan. NaOH 0,5% berfungsi
untuk menghilangkan kotoran. Na2CO3 5% berfungsi untuk mengekstrak kandungan
alginat yang terdapat didalam thalus rumput laut coklat. KOH 2% berfungsi untuk
melunakkan dinding sel. KOH 10% berfungsi untuk mengendapkan kalsium alginat. HCl
0,5% berfungsi untuk mengurangi garam-garam mineral, sedangkan HCl 5% berfungsi
sebagai agen demineralisasi dan hirdolisis (Susanto et al., 2001).
Alginat yang dipakai dalam industri makanan dan farmasi harus memenuhi
persyaratan bebas dari selulosa dan warnanya sudah dipucatkan sehingga berwarna putih
dan terang (Winarno, 1990). Standar mutu internasional untuk asam alginat dan natrium
alginat sesuai dengan Food Chemical Codex dapat dilihat pada tabel standar mutu asam
alginat dan natrium alginat sebagai berikut:
Karakteristik Asam alginate Natrium alginat

Kemurnian (% berat
91-104 % 90,8-106 %
kering)

Rendemen >20 % >18 %

Kadar CO2 <23 % <21 %

Kadar As <3 ppm <3 ppm

Kadar Pb <0,004 % <0,004 %

Kadar abu <4 % 18-27 %

Susut Pengeringan <15 % <15 %

Fungsi alginat juga ada yang digunakan sebagai pengawet makanan. Substitusi alginat
dapat meningkatkan kestabilan emulsi kamaboko ikan Kuniran pada subtitusi alginat
2,5% dan tepung tapioka 7,5%. Nilai stabilitas emulsi kamaboko dengan substitusi alginat
hari ke-0 sampai hari ke-3 selama simpan ruang lebih tinggi dibandingkan dengan
kamaboko tanpa substitusi alginat, dan terdapat interaksi positif antara kamaboko yang
disubstitusi alginat dan tanpa substitusi alginat terhadap lama simpan 3 hari pada uji
stabilitas emulsi (Utomo et al., 2014). Alginat adalah polimer alami yang telah
dieksplorasi dalam dekade terakhir untuk pengembangan sistem pengiriman obat karena
sifat toksisitas, biodegradabilitas, biokompatibilitas, biaya rendah, mukoadhesif, dan non-
imunogeniknya. Beberapa agen antijamur telah dimasukkan dalam sistem pengiriman
berbasis alginat, termasuk mikro dan nano, dengan sukses besar, menunjukkan hasil in
vitro dan in vivo yang menjanjikan untuk aktivitas antijamur, pengurangan toksisitas dan
dosis obat total yang digunakan dalam pengobatan, dan diperbaiki. Ketersediaan hayati
Tinjauan ini bertujuan untuk membahas penggunaan dan manfaat potensial dari alga
berbasis nanokarbon dan sistem pengiriman lainnya yang mengandung agen antijamur
dalam terapi infeksi jamur (Spadari et al., 2017).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Rendemen alginat dari Sargassum sp. sebesar 2,16 %.
2. Tahapan ekstraksi karagenan adalah pencucian dan pembersihan, pengeringan,
pemasakan (ekstraksi), pengepresan, pendinginan, pengeringan, dan perhitungan
rendemen alginat
B. Saran

Saran untuk praktikum kali ini adalah bisa menggunakan dua jenis rumput laut yang
berbeda sebagai hasil perbandingan.
DAFTAR REFERENSI

Anggadiredja, J. T., A. Zatnika, H. Purwoto, dan S. Istini. 1996. i. Jakarta: Penebar


Swadaya.
Basmal, J., Y. Sekarasih, dan T.K. Bunasor. 2001. Pengaruh Konsentrasi Bahan Pemucat
dan Jenis Bahan Pengendap Terhadap Pembentukan Sodium Alginat dari Rumput
Laut Cokelat Sargassum filipendula C. Agarth. Jurnal Penelitian Perikanan
Indonesia, 7(4): 74-81.
Budiyarto dan Djazuli. 1997. Teknologi Pengolahan Alginat dari Berbagai Jenis Rumput
Laut Marga Sargassum sp. Jurnal Penelitian Pasca Panen Perikanan, 5(1):12-16.
Glicksman, M. 1998. Gum Technology in the Food Industry. Academic Press. New York.
Indriani, H dan Sumiarsih. 1994. Budidaya, Pengelolaan serta Pemasaran Rumput Laut.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Istiani, S., Zatnika, A. & Suhaimi. 2006. Manfaat dan Pengolahan Rumput Laut. Jakarta:
Erlangga.

Kadi, A. 2005. Potensi Rumput Laut di Beberapa Perairan Pantai Indonesia. Oseania.
Jurnal Oseana, 29(4), pp. 25-36.

Mushollaeni, W. dan Endang, R.S. 2012. Optimizing the Use of Alginate from Sargassum
and Padina as Natural Emulsifier and Stabilizer in Cake. J. Agric. Food Tech, 2(7):
108-112.
Murtini, J. T., Hak, N. & Yunizal. 2000. Pengaruh Perlakuan Asam Klorida dan
Formaldehid pada Ekstraksi Rumput Laut Coklat Sargassum illicifolium Terhadap
Sifat Fisiko-Kimia Natrium Alginat. Prosiding Seminar Hasil Penelitian
Perikanan. 318-328.

Sadhori, N. 1986. Budidaya Rumput Laut. Balai Pustaka. Jakarta.

Soegiarto, Sulistijo, A., Atmadja & Mubarak, H. 1992. Rumput Laut (Algae), Manfaat,
Potensi dan Usaha Budidaya. Jakarta: Lembaga Oseanologi Nasional LIPI.

Soviyeti, B. 1990. Laju Pertumbuhn Dan Persentase Berat Kering Dari Alga Merah pada
Metode Penanaman Rakit Terapung dan lepas Dasar di Perairan Pantai Geger, Nusa
Dua Bali. Skripsi. Institute Pertanian, Bogor.

Spadari, C.C., Lopes, L.B., & Ishida, K. 2017. Potential Use of Alginate-Based Carriers
As Antifungal Delivery System. Frontiers in Microbiology, 8, pp: 1-11.

Susanto, T., S. Rakhmadino, dan Muljianto. 2001. Karakterisasi Ekstrak Alginat dari
Padina sp. Jurnal Teknologi Pertanian, 2 (2): 96-109.
Utomo, A. P., Riyadi, P. H., & Wijayanti, I. 2014. Aplikasi Alginat sebagai Emulsifier di
dalam Pembuatan Kamaboko Ikan Kuniran (Upeneus sulphureus) pada
Penyimpanan Suhu Ruang. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil
Perikanan, 3(1), pp. 127-136.
Winarno, F. G. 1990. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai