Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

ALGINAT
Dosen Pengampu : Dr, Andarini Diharmi, S.Pi., M.Si

Kelompok :
Anggina Shaleh Putri : (2204111518)
Mona Bela Agustia : (2204112934)
Naurah Aathirah : (2204111532)

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN


TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
UNIVERSITAS RIAU
2023

1.1 Latar Belakang

1.2 Tujuan

1.3 Tinjuan pustaka

1.4 Pemanfaatan Alginat untuk pangan dan non pangan

1.4.1 Pemanfaatan Alginat Sebagai Non Pangan

1.4.2 Pemanfaatan Alginat Sebagai Non Pangan

1. Penambahan konsentrasi alginat dari sargassum polycystum untuk formulasi krim


lulur

Alginat dari Sargassum polycystum digunakan sebagai bahan baku industri kosmetika karena
merupakan bahan alami yang aman untuk digunakan (Mariani, 2007). Di dalam krim lulur
terdapat kandungan setil alkohol yang merupakan pengental yang dapat diganti dengan bahan
alami alginat (Rasyid, 2005). Metode penelitian pembuatan alginat dengan metode Le-
Gloahec-Herter, pembuatan krim lulur dengan metode fase minyak dan fase air, pengujian
karakteristik kualitas bahan baku S. polycystum dan kualitas alginat. pengujian daya simpan
dengan pengujian fisik-kimia Hasil penelitian S. polycystum sebagai bahan baku memiliki
nilai sensori 8, kadar air 12,75%, CAW 76,85%, impuritis 0,98%. Hasil karakteristik tersebut
sesuai dengan SNI. Natrium alginat yang dihasilkan memiliki nilai rendemen kadar air
19,46% yaitu 11,45%, kadar abu 23,5%, viskosita.

Sargassum polycystum mengandung alginat, vitamin C, vitamin E (α-tokoferol), mineral,


karotenoid, klorofil, florotanin, polisakarida sulfat, asam lemak, dan asam amino. Tumbuhan
ini memiliki potensi dalam penyembuhan penyakit kantung kemih, gondok, kolesterol,
digunakan sebagai kosmetik, sumber alginat, dan antioksidan (Gazali 2018). Alginat
merupakan komponen utama dari getah ganggang coklat (Phaeophyceae) dan merupakan
senyawa penting dalam dinding sel spesies ganggang yang tergolong dalam kelas
Phaeophyceae. Ada dua jenis monomer penyusun alginat, yaitu β-D-Mannopyranosil Uronat
dan α-L-Asam Gulopyranosyl Uronat. Alginat berfungsi sebagai bahan pengental, pengatur
keseimbangan, pengemulsi dan pembentuk lapisan tipis tahan terhadap minyaks 45 cP, dan
nilai pH 9,85. Hasil karakterisasi telah memenuhi standar FCC (Food Chemical Codex) 1981.
Formulasi terbaik diperoleh dengan penambahan konsentrasi alginat 1,25%

2. Pembuatan Natrium Alginat Dari Alga Coklat (Phaeophyta) Dan Pengaruh


Penambahannya Pada Sifat Antibakterial Sabun Minyak Dedak Padi (Rice Bran Oil)
Dedak Padi Sabun dengan bahan baku minyak dedak padi diharapkan dapat menghasilkan
sabun yang mempunyai sifat antimikroba. Penambahan Natrium alginat sebagai pendispersi,
pengental, dan pengemulsi, diharapkan mampu menghomogenkan campuran sehingga sabun
yang terbentuk dapat menunjukkan sifat antibakterial. Natrium alginat berukuran partikel
nano yang ditambahkan ke dalam kain katun, mengakibatkan serat memiliki aktivitas
antimikroba (Rinaudo, 2014). Partikel nanosilver dalam keadaan stabil di dalam matriks
natrium alginat memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri patogen yang signifikan,
seperti Staphylococcus aureus, Enterococcus faecalis, Escherichia coli, Proteus vulgaris,
Enterobacter cloacae (Kubyshkin, et al., 2016). Selanjutnya perlu dilakukan penelitian
mengenai kemampuan Natrium alginat sebagai pengemulsi, penstabil, dan pendispersi yang
diaplikasikan pada formula sabun dengan menggunakan bahan baku Dedak padi (Rice bran).

3. Kajian mutu sabun mandi padat rumput laut eucheuma spinosum dengan konsentrasi yang
berbeda

Eucheuma spinosum merupakan salah satu jenis rumput laut penghasil alginate dan karaginan
yang dapat dimanfaatkan dalam bidang kosmetik, seperti dalam pembuatan sabun mandi
padat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk dikaji terkait dengan sifat kimia, fisik, dan
organoleptik, serta formulasi yang tepat sehingga menghasilkan sabun mandi padat yang
memenuhi syarat mutu. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) satu
faktor. Penelitian ini terdiri atas lima perlakuan dan tiga ulangan (P0 = tanpa penambahan
Eucheuma spinosum; P1= penambahan Eucheuma spinosum 5%, P2= penambahan
Eucheuma spinosum 10%, penambahan Eucheuma spinosum 15%. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kandungan kimia sabun mandi padat rumput laut Eucheuma spinosum
dengan konsentrasi yang berbeda didapatkan nilai rata-rata kadar air sebesar47%-63.63%, pH
sebesar 10.8-11.07, alkali bebas sebesar 1.04%-1,07%. Kandungan fisik sabun mandi padat
rumput laut Eucheuma spinosum dengan konsentrasi yang berbeda diperoleh nilai rata-rata
stabilitas busa sebesar 17.3%-38.6%, tingkat kekerasan sabun sebesar 4.13gf-5gf. Hasil uji
organoleptik menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai sabun mandi padat yang berwarna
cerah, tekturnya padat, serta aroma wangi dan tingkat kesukaan penelis menunjukkan bahwa
tingkat kesukaan tertinggi pada formulasi P3 sebesar 7 (sangat suka)

Rumput laut banyak dimanfaatkan dalam pembuatan sabun diantaranya adalah jenis rumput
laut Eucheuma spinosum karena memiliki banyak manfaat bagikulit, karena mengandung
antioksidan yang berperan dalam penyembuhan dan peremajaan kulit (Nurjanah et al., 2019).
Vitamin A dan vitamin C yang bekerja dalam memelihara kolagen. Sedangkan kandungan
protein dari rumput laut penting untuk membentuk jaringan baru pada kulit sehingga
mencegah penuaan dini (Salsabillah et al., 2021). Rumput laut kaya akan kandungan Vitamin
B kompleks, C, Magnesium, dan berbagai mineral lainnya yang membantu metabolisme sel
kulit (Hildianti et al., 2016). Menurut penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh
Agusnia et al. (2021) bahwa senyawa bioaktif yang terkandung dalam rumput laut Eucheuma
cottonii dapat berperan sebagai senyawa antibakteri yang memungkinkan dapat menghambat
pertumbuhan bakteri patogen pada manusia.

1.5 Kesimpulan
PROSES PEMBUATAN KARAGINAN

Karagenan adalah polisakarida yang diekstrak dari alga laut merah (Rhodophyceae)
dan sering digunakan dalam industri makanan. Sebagai bahan yang berperan sebagai
pengental, pengemulsi, dan stabilisator, karagenan memberikan kontribusi penting dalam
meningkatkan tekstur, konsistensi, dan daya tahan produk makanan. Karaginan merupakan
polisakarida yang linier atau lurus, dan merupakan molekul galaktan dengan unit- unit
utamanya adalah galaktosa. Karaginan merupakan getah rumput laut yang diekstraksi dengan
air atau larutan (Arifin 2013) . Keberhasilan penggunaannya dalam industri panumtgan
menyoroti sifat-sifat khas karagenan yang berasal dari alga laut, menciptakan peluang untuk
inovasi dalam formulasi produk dan meningkatkan pengalaman konsumen.

Karagenan, ditemukan dalam alga laut merah, memainkan peran sentral dalam
meningkatkan kualitas produk pangan. Keunikan polisakarida ini terletak pada
kemampuannya sebagai agen pengental, pengemulsi, dan stabilisator, yang secara signifikan
memengaruhi tekstur, konsistensi, dan daya tahan produk. Penggunaan karagenan dalam
industri makanan mencakup berbagai aplikasi, mulai dari produk susu hingga makanan
kalengan dan makanan laut. Karena sifat-sifat fungsionalnya yang bervariasi, karagenan
memberikan kontribusi vital terhadap formulasi produk, sementara asal-usulnya dari alam
laut memberikan daya tarik tambahan dalam konteks keberlanjutan dan tren ramah
lingkungan di industri pangan. Inovasi terus mendorong penggunaan karagenan,
menjadikannya elemen krusial dalam perkembangan industri pangan modern. Menurut
Agustin (2017) karaginan merupakan senyawa yang termasuk kelompok polisakarida
galaktosa hasil ekstraksi dari rumput laut. Sebagian besar karaginan mengandung natrium,
magnesium, dan kalsium yang dapat terikat pada gugus ester sulfat dari galaktosa dan
kopolimer 3,6-anhydro-galaktosa.

Alat-alat yang digunakan pada penelitian dan pengujian ini yaitu:


1. Tangki Ekstraksi atau Reaktor
2. Pemeras
3. Pemurnian (Filtrasi dan Pemisahan)
4. Mesin Pengering
5. Peralatan Pengujian (Spektrofotometer, dll.)
6. Peralatan Penyimpanan Steril
Bahan utama yang digunakan pada penelitian:
1. Alga Laut Merah (Eucheuma, Kappaphycus)
2. Pelarut (Air atau Larutan Garam)
3. Asam (untuk ekstraksi)
4. Alkali (opsional untuk modifikasi)
Rumput Laut

Pembersihan Pasir, garam, dll.

Larutan kaporit 5% (b/v) Bleaching 1 Jam

Air Pencucian

Panas Matahari Pengeringan 5 hari

Perendaman
Air = 40x berat rumput laut KOH = pH 8,5-9
kering Waktu = 12jam

Penghancuran

Ekstraksi Ultrasonik
Frekuenzi 20-40 kHz
Waktu = 10,15,20,25, dan 30 menit
Suhu ekstraksi = 60,70,80, dan 90˚C
Rasio rumput laut/pelarut = 1:20

Ekstrak

Filtrasi
(kain saring 150 mikron nilon mesh)

Filtrat

Isoprophyl Alkohol Pengendapan Karagenan 1:2

Endapan

Pengeringan dengan oven


Suhu = 60˚C
Waktu = 10 jam

Penepungan

Tepung Karagenan

Analisa Mutu

Kadar Air
Viskositas
Kekuatan Gel
Proses Pembersihan Rumput Laut untuk Pembuatan Karagenan:
Rumput laut dikelompokkan berdasarkan senyawa kimia yang dikandungnya,
sehingga dikenal rumput laut penghasil karaginan (karagenofit), agar (agarofit) dan alginat
(alginofit)
Pilih rumput laut berkualitas tinggi, seperti Eucheuma atau Kappaphycus, sebagai bahan
mentah (Kasran 2021). Pertama tama cuci rumput laut dengan air bersih untuk
menghilangkan kotoran dan material asing. Lalu Pisahkan bagian yang tidak diinginkan dari
rumput laut, memastikan hanya bagian yang sesuai untuk ekstraksi karagenan yang
digunakan. Selanjutnya keringkan rumput laut secara ringan untuk mengurangi kadar air
sebelum dilanjutkan ke tahap ekstraksi.
Langkah Bleaching Selama 1 Jam dengan Larutan Kaporit 5% (b/v)
Menurut Djaeni (2012) Kualitas karaginan yang dihasilkan oleh industri dalam negeri
belum dapat menyamai karaginan import terutama dari segi warna. Kalaupun ada yang
menyamai karagianan import, bahan yang digunakan untuk bleaching adalah bahan kimia
yang tidak diperbolehkan sebagai bahan aditif makanan.
a. Persiapan Larutan Kaporit:
Campurkan kaporit dengan air untuk membuat larutan dengan konsentrasi 5% (b/v).
Pastikan pencampuran dilakukan dengan baik untuk mendapatkan larutan homogen.
b. Penyemprotan atau Perendaman:
Aplikasikan larutan kaporit pada rumput laut dengan metode penyemprotan atau
perendaman. Pastikan semua bagian terendam atau tertutup secara merata.
c. Waktu Bleaching:
Biarkan rumput laut terpapar larutan kaporit selama 1 jam. Waktu ini dapat
disesuaikan tergantung pada kebutuhan atau spesifikasi produk.
d. Kontrol dan Pemantauan:
Awasi proses bleaching secara teratur selama satu jam untuk memastikan bahwa
rumput laut terpapar dengan konsentrasi larutan yang diinginkan.
e. Pembersihan Pasca-Bleaching:
Setelah 1 jam, bilas atau cuci rumput laut secara menyeluruh untuk menghilangkan
residu larutan kaporit yang mungkin masih ada.
f. Pengeringan:
Keringkan rumput laut yang telah melalui proses bleaching secara merata untuk
mengurangi kadar air dan mempersiapkannya untuk langkah-langkah berikutnya
dalam produksi karagenan.
Proses Pencucian dengan Menggunakan Air:

Proses perendaman sekaligus pencucian pertama dilakukan selama ±20 menit dan di
dalam ruangan yang biasa, dimana bahan baku dikeluarkan dari karung dan dimasukkan ke
dalam keranjang yang berkapasitas 600 kg (Engelen 2017).Sebelum pencucian utama,
lakukan prapencucian dengan menyiram atau merendam rumput laut menggunakan air bersih.
Langkah ini bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa larutan kaporit dan partikel-partikel
kecil lainnya.
a. Pencucian Utama:
Cuci rumput laut secara menyeluruh dengan menggunakan air bersih. Gunakan metode
penyiraman atau perendaman, pastikan air bersih meresap ke dalam rumput laut dan
membawanya pergi. Proses ini membantu menghilangkan residu larutan kaporit dan
membawa rumput laut ke tingkat kebersihan yang diinginkan.
b. Berulang-ulang jika Diperlukan:
Jika diperlukan, ulangi langkah pencucian dengan air bersih untuk memastikan bahwa rumput
laut benar-benar bebas dari kaporit dan kontaminan lainnya. Pencucian yang efektif sangat
penting untuk menjaga kualitas akhir karagenan.
c. Pengeringan:
Setelah pencucian selesai, keringkan rumput laut dengan hati-hati. Pastikan kadar airnya telah
dikurangi secara signifikan untuk mempersiapkannya untuk langkah-langkah selanjutnya
dalam proses produksi karagenan.

Proses Pengeringan dengan Matahari Selama 5 Hari:


Pengeringan matahari adalah metode alami untuk mengurangi kadar air dalam bahan
mentah. Pengeringan matahari melibatkan eksploitasi energi panas dan angin dari matahari
untuk menghilangkan kelebihan air dari bahan mentah. Sinar matahari meresap ke dalam
rumput laut dan memanaskan air yang ada di dalamnya, menyebabkan penguapan. Rumput
laut yang telah dipersiapkan ditempatkan dalam lapisan yang tipis dan merata untuk
memastikan paparan sinar matahari yang maksimal ke setiap bagian. Hal ini memungkinkan
proses pengeringan yang seragam.
Selama 5 hari, sinar matahari terus memanaskan dan mengeringkan rumput laut.
Proses penguapan secara bertahap mengurangi kadar air dalam rumput laut, menghasilkan
konsentrasi yang diinginkan untuk produksi karagenan. Pengeringan membutuhkan
pemantauan teratur untuk memastikan kondisi cuaca mendukung proses pengeringan yang
efektif. Pemantauan juga membantu mencegah kerusakan akibat cuaca buruk atau
kelembaban yang tinggi. Meskipun pengeringan terjadi selama siang hari, malam hari dapat
memberikan kelembaban tambahan. Oleh karena itu, perlu menyimpan rumput laut di tempat
yang aman pada malam hari untuk mencegah kondisi yang dapat memperlambat proses
pengeringan. Setelah 5 hari, dilakukan pengujian kadar air pada rumput laut untuk
memastikan bahwa telah mencapai tingkat yang sesuai untuk melanjutkan ke tahap produksi
karagenan.

Langkah Perendaman dengan KOH


Perlakuan yang terbaik diperoleh dari perendaman rumput laut coklat segar dalam
larutan KOH 0,1 % selama 60 menit dengan mutu fisiko-kimia yang dihasilkan adalah kadar
air 14,8 %, kadar abu 23,8 %, viskositas 981 cps dan rendemen sebesar 4,2 % (Darmawan
2006) Campurkan kalium hidroksida (KOH) dengan air untuk membuat larutan dengan pH
antara 8,5-9. Pastikan pencampuran dilakukan dengan baik untuk mendapatkan larutan
homogen. Timbang rumput laut yang telah kering untuk mendapatkan jumlah yang
diperlukan. Pastikan perbandingan air yang digunakan sebanyak 40 kali berat rumput laut
kering. Letakkan rumput laut kering ke dalam larutan KOH. Pastikan seluruh rumput laut
terendam sepenuhnya dalam larutan tersebut.Biarkan rumput laut merendam dalam larutan
KOH selama 12 jam. Waktu perendaman ini penting untuk memastikan bahwa proses
hidrolisis berlangsung dengan efektif.Pantau secara berkala kondisi perendaman dan lakukan
pengadukan ringan agar larutan KOH merata menyentuh seluruh bagian rumput laut.Selama
perendaman, periksa pH larutan dan lakukan penyesuaian jika diperlukan untuk menjaga
kondisi optimum sekitar 8,5-9. Pembersihan Setelah Perendaman.
Setelah 12 jam, angkat rumput laut dari larutan KOH. Bilas atau cuci rumput laut
dengan air bersih untuk menghilangkan residu larutan KOH yang mungkin masih menempel.
Keringkan rumput laut yang telah melalui proses perendaman dengan hati-hati hingga
mencapai tingkat kekeringan yang sesuai untuk proses selanjutnya dalam produksi
karagenan.
Proses perendaman dengan larutan KOH bertujuan untuk mengawali hidrolisis dan
meningkatkan rendemen karagenan. Pastikan untuk memantau parameter seperti pH dan
waktu perendaman sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.

Proses Penghancuran
Proses penghancuran adalah langkah dalam produksi karagenan di mana rumput laut
yang telah melalui tahap perendaman dan pengeringan dihancurkan menjadi partikel-partikel
yang lebih kecil. Tujuan utama dari proses ini adalah untuk meningkatkan efisiensi ekstraksi
karagenan dengan meningkatkan luas permukaan rumput laut yang dapat terlibat dalam
proses selanjutnya. Rumput laut yang direndam dengan air selama ±24 jam untuk
mengurangi bau amis supaya mempermudah saat proses penghancuran rumput laut. Rumput
laut yang sudah direndam ditiriskan dan dilakukan penghancuran dengan blender. Rumput
laut yang sudah hancur dilakukan penjemuran hingga kering dan rapuh (Lukito 2017)
Metode penghancuran dapat bervariasi tergantung pada peralatan yang tersedia dan
skala produksi. Beberapa metode umum melibatkan penggunaan mesin penggiling atau
blender yang mampu menghasilkan ukuran partikel seragam. Pilihan metode penghancuran
yang efisien membantu memastikan bahwa seluruh bahan mentah dipecahkan secara merata,
sehingga memudahkan ekstraksi zat-zat yang diinginkan, seperti karagenan, selama tahap-
tahap produksi berikutnya.
Penting untuk memperhatikan kontrol kebersihan dan sterilisasi selama proses
penghancuran untuk mencegah kontaminasi dan menjaga kualitas produk akhir. Selain itu,
ukuran partikel yang dihasilkan juga harus sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan untuk
mendapatkan hasil ekstraksi yang optimal. Proses penghancuran adalah bagian integral dalam
rangkaian langkah-langkah produksi karagenan yang berkontribusi pada kualitas akhir
produk.

Ekstraksi Ultrasonik dalam Produksi Karagenan


Keuntungan terbesar dari pembentukan gel karaginan menggunakan metode ekstraksi
ultrasonik adalah menjaga kualitas tekstur gel, dan prosesnya lebih aman, sederhana, efektif
dan efisien. Penggunaan gelombang dengan frekuensi 20-40 kHz dapat meningkatlan sifat
tekstur gel karaginan, seperti kekerasan gel (Mahyati 2018)
Ekstraksi ultrasonik melibatkan penggunaan gelombang ultrasonik (suara di atas batas
pendengaran manusia) untuk mempercepat proses ekstraksi bahan kimia dari bahan mentah.
Gelombang ultrasonik menciptakan getaran mikroskopis dalam cairan, yang dapat
meningkatkan pergerakan molekul dan memfasilitasi pelepasan senyawa-senyawa tertentu.
Dalam kasus ini, frekuensi ultrasonik yang digunakan adalah antara 20 hingga 40 kHz.
Rentang ini dipilih karena dapat memberikan energi yang cukup untuk merangsang proses
ekstraksi tanpa menyebabkan kerusakan pada senyawa yang diinginkan.Lima waktu ekstraksi
yang berbeda, yaitu 10, 15, 20, 25, dan 30 menit, digunakan untuk memahami pengaruh
durasi ekstraksi terhadap hasil akhir karagenan. Waktu ekstraksi yang bervariasi dapat
memberikan informasi tentang tingkat ekstraksi senyawa-senyawa tertentu seiring
berjalannya waktu.
Empat suhu ekstraksi yang berbeda, yaitu 60, 70, 80, dan 90˚C, digunakan untuk
menggambarkan dampak suhu terhadap efisiensi ekstraksi. Suhu yang lebih tinggi cenderung
meningkatkan kelarutan dan pergerakan senyawa dalam pelarut. Rasio 1:20 antara rumput
laut dan pelarut menunjukkan proporsi bahan mentah terhadap pelarut yang digunakan
selama proses ekstraksi. Rasio ini dapat mempengaruhi konsentrasi senyawa yang diekstraksi
ke dalam pelarut. Pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi dapat bervariasi, tergantung
pada kebutuhan dan sifat-sifat bahan mentah. Sebaiknya, pelarut yang dipilih mendukung
efisiensi ekstraksi karagenan.
Proses ekstraksi ultrasonik memerlukan pemantauan cermat untuk memastikan
parameter seperti frekuensi, waktu, suhu, dan rasio rumput laut/pelarut sesuai dengan desain
percobaan. Pengendalian yang baik akan memastikan hasil ekstraksi yang konsisten. Setelah
ekstraksi, lakukan analisis kualitas pada ekstrak untuk mengevaluasi kandungan karagenan
dan karakteristik lainnya. Metode analisis meliputi uji fisik, kimia, dan mikrobiologi sesuai
dengan standar yang berlaku. Penerapan variabel seperti waktu, suhu, dan rasio rumput
laut/pelarut dalam ekstraksi ultrasonik memungkinkan penentuan kondisi optimal yang
menghasilkan ekstrak karagenan dengan kualitas maksimal. Kontrol dan pemantauan yang
baik pada setiap tahap sangat penting untuk mendapatkan hasil ekstraksi yang konsisten dan
dapat diandalkan.

Filtrasi dengan Kain Saring 150 Mikron Nilon Mesh

Kain saring yang dipilih memiliki ukuran mesh sebesar 150 mikron. Ukuran mesh ini
menunjukkan seberapa banyak celah atau lubang yang ada dalam satu inci persegi kain
saring. Pemilihan ukuran mesh yang tepat penting untuk menyaring partikel-partikel dengan
ukuran tertentu. Larutan encer yang terbentuk dari ekstraksi dengan menggunakan jumlah air
40 kali berat bahan baku kering dapat lebih mudah menembus pori-pori saringan alat filtrasi,
sehingga karaginan yang terlarut didalamnya pun dapat dengan mudah lolos melalui pori-pori
saringan(Arifini 2013). Filtrasi adalah proses pemisahan partikel-padatan dari cairan
menggunakan media penyaring. Dalam hal ini, kain saring berfungsi sebagai media
penyaring untuk memisahkan partikel yang tidak diinginkan dari larutan yang mengandung
ekstrak karagenan. Kain saring bekerja berdasarkan prinsip mekanis, di mana partikel-
partikel yang lebih besar dari ukuran lubang pada mesh akan terjebak di dalam kain saring,
sementara cairan yang lebih kecil dapat melewati. Kain saring nilon mesh memiliki
keunggulan dalam ketahanan dan kekuatan, serta ketahanan terhadap pelarut tertentu. Selain
itu, kain saring nilon juga cenderung elastis, yang memudahkan proses
penyaringan.Pemilihan ukuran mesh yang sesuai dengan karakteristik partikel yang
diinginkan untuk disaring. Dalam kasus ini, ukuran mesh 150 mikron dapat memisahkan
partikel yang cukup halus sesuai dengan kebutuhan.

Terkadang, proses filtrasi perlu diulang beberapa kali untuk memastikan bahwa semua
partikel yang tidak diinginkan telah dihilangkan sepenuhnya dari larutan. Tahapan filtrasi
berulang ini dapat meningkatkan kejernihan dan kemurnian larutan. Filtrasi dengan kain
saring dapat dilakukan dengan menerapkan tekanan (vacuum atau tekanan positif) atau
menggunakan gaya gravitasi, tergantung pada desain sistem dan kebutuhan produksi. Setelah
beberapa kali penggunaan, kain saring perlu diperiksa secara rutin dan dibersihkan atau
diganti jika diperlukan. Hal ini penting untuk memastikan kinerja optimal kain saring dan
menghindari kontaminasi silang antara proses filtrasi. Filtrasi dengan menggunakan kain
saring 150 mikron nilon mesh merupakan langkah kritis dalam proses pemurnian ekstrak
karagenan, membantu menghasilkan larutan yang lebih jernih dan bebas dari partikel-partikel
kasar yang mungkin masih ada setelah proses ekstraksi.

Pengendapan Karagenan dengan 1:2 Isopropil Alkohol


Isopropil alkohol (isopropanol) digunakan sebagai pelarut dalam proses pengendapan
karagenan. Pemilihan isopropil alkohol dapat dipengaruhi oleh sifat-sifatnya yang dapat
memfasilitasi pengendapan karagenan. konsentrasi Isopropil Alkohol (IPA) memberikan
pengaruh terhadap sifat mikrobiologis dan organoleptik, yaitu semakin tinggi konsentrasi IPA
maka semakin rendah tingkat pertumbuhan total mikroba, total kapang serta kadar air
karaginan berdasarkan hasil uji statistik (Hidayah 2013). Rasio 1:2 antara karagenan dan
isopropil alkohol menunjukkan perbandingan jumlah bahan mentah dan pelarut yang
digunakan dalam proses pengendapan. Rasio ini dapat disesuaikan tergantung pada
karakteristik karagenan yang diinginkan.
Pengendapan adalah metode pemisahan partikel-padatan dari larutan dengan
mengubah kondisi larutan tersebut. Dalam hal ini, pengendapan digunakan untuk
mendapatkan karagenan dalam bentuk padatan dari larutan isopropil alkohol.Isopropil
alkohol ditambahkan ke larutan karagenan dengan rasio yang telah ditentukan. Penambahan
alkohol menyebabkan larutan menjadi jenuh, mengubah kondisi fisik dan kimia yang
menyebabkan karagenan mengendap.
Kecepatan pengendapan dapat dipengaruhi oleh faktor seperti suhu, kecepatan penambahan
alkohol, dan durasi pengadukan. Kecepatan yang tepat dan waktu yang cukup dalam
pengendapan akan memastikan bahwa karagenan mengendap dengan baik. Setelah proses
pengendapan, larutan yang mengandung karagenan yang mengendap dipisahkan dari cairan.
Hal ini dapat dilakukan dengan cara dekantasi atau menggunakan alat pemisahan seperti
sentrifugasi.
Padatan karagenan yang dihasilkan setelah pengendapan perlu dicuci untuk
menghilangkan sisa-sisa pelarut atau kontaminan lainnya. Proses pencucian membantu
meningkatkan kemurnian dan kebersihan karagenan. Setelah proses pencucian, karagenan
yang telah diendapkan perlu dikeringkan untuk menghilangkan kelebihan air. Pengeringan
dapat dilakukan dengan menggunakan mesin pengering atau secara alami di bawah kondisi
tertentu.Proses pengendapan karagenan dengan isopropil alkohol membantu mendapatkan
karagenan dalam bentuk padatan, memudahkan proses selanjutnya dalam produksi dan
formulasi produk. Pemilihan kondisi pengendapan dan parameter lainnya memainkan peran
penting dalam menghasilkan karagenan dengan karakteristik yang diinginkan.

Pengeringan dengan Oven pada Suhu 60˚C selama 10 Jam


Pengeringan dengan oven dipilih sebagai metode karena oven menyediakan kontrol
suhu yang stabil dan dapat diatur. Pemilihan suhu dan waktu secara tepat akan mempengaruhi
efisiensi pengeringan dan kualitas akhir produk. Suhu pengeringan dipilih sebesar 60˚C.
Pemilihan suhu ini mempertimbangkan kebutuhan untuk mengeringkan karagenan tanpa
menyebabkan kerusakan pada komponen atau sifat-sifat yang diinginkan. Waktu pengeringan
yang ditetapkan adalah 10 jam. Waktu ini merupakan hasil dari pertimbangan untuk mencapai
tingkat kekeringan yang diinginkan tanpa mempengaruhi kualitas atau kestabilan karagenan.
Rumput laut yang mengandung karagenan ditempatkan dalam oven pada suhu 60˚C
selama 10 jam. Suhu yang relatif rendah dan waktu yang cukup panjang memastikan
pengeringan yang lembut dan merata tanpa risiko kerusakan. Pemilihan suhu yang tepat
(60˚C) membantu mencegah penggumpalan atau pembakaran pada karagenan selama proses
pengeringan. Pengaturan suhu yang rendah juga meminimalkan risiko perubahan sifat-sifat
karagenan. Proses pengeringan perlu dipantau secara berkala untuk memastikan bahwa suhu
tetap konstan dan tidak terjadi masalah selama proses. Pemantauan melibatkan pengecekan
visual serta pengukuran suhu secara teratur. Setelah 10 jam, rumput laut atau karagenan yang
telah mengalami proses pengeringan perlu diuji kadar airnya untuk memastikan bahwa telah
mencapai tingkat kekeringan yang diinginkan. Setelah proses pengeringan selesai, karagenan
dapat dipisahkan dan disimpan dalam wadah tertutup untuk melindunginya dari kelembaban
dan kontaminasi. Proses pengeringan dengan oven pada suhu 60˚C selama 10 jam bertujuan
untuk menghilangkan kadar air dari karagenan tanpa merusak struktur dan kualitasnya.
Pemilihan parameter seperti suhu dan waktu perlu disesuaikan dengan karakteristik bahan
mentah dan persyaratan produk akhir.

Penepungan
Penepungan merupakan proses mekanis yang digunakan untuk mengubah ukuran
partikel bahan mentah. Metode penepungan dapat bervariasi, dan pemilihan metode tertentu
tergantung pada jenis bahan mentah dan hasil akhir yang diinginkan. Tujuan penepungan
dapat beragam, termasuk pengurangan ukuran partikel, peningkatan luas permukaan, atau
penyediaan ukuran partikel yang sesuai untuk aplikasi tertentu. Dalam konteks karagenan,
penepungan bertujuan untuk mempersiapkan rumput laut atau karagenan dalam bentuk yang
lebih halus. Alat penepung yang digunakan dapat mencakup berbagai jenis, seperti mesin
penggiling, blender, atau alat penepung khusus. Pemilihan alat bergantung pada kebutuhan
dan sifat-sifat bahan mentah. Ukuran partikel yang diinginkan dapat ditentukan berdasarkan
aplikasi atau langkah-langkah produksi selanjutnya. Dalam konteks karagenan, penentuan
ukuran partikel dapat mempengaruhi sifat reologi dan karakteristik produk akhir.
Bahan mentah (rumput laut atau karagenan) dimasukkan ke dalam alat penepung.
Proses penepungan melibatkan gesekan atau pemotongan bahan mentah oleh pisau, pemukul,
atau alat penggiling lainnya, yang menghasilkan ukuran partikel yang lebih kecil.Proses
penepungan perlu dipantau secara cermat untuk memastikan bahwa ukuran partikel sesuai
dengan yang diinginkan. Kontrol suhu juga penting untuk mencegah pemanasan berlebih
yang dapat mempengaruhi sifat karagenan. Setelah penepungan, hasilnya dapat disaring
untuk menghilangkan partikel-partikel yang lebih besar atau tidak diinginkan. Langkah ini
dapat meningkatkan homogenitas dan kualitas produk.Hasil penepungan (misalnya, serbuk
karagenan) dapat disimpan dalam wadah yang sesuai untuk melindunginya dari kelembaban
dan kontaminasi. Proses penepungan adalah tahap persiapan bahan mentah yang penting
dalam produksi karagenan. Pemilihan metode, kontrol suhu, dan pemantauan ukuran partikel
adalah aspek-aspek kunci untuk memastikan kualitas dan konsistensi produk akhir.

Analisis Mutu pada Karagenan


Analisis mutu pada karagenan melibatkan evaluasi berbagai parameter untuk
memastikan bahwa produk karagenan memenuhi standar kualitas yang diinginkan. Beberapa
parameter utama yang sering dievaluasi dalam analisis mutu karagenan meliputi:
a. Kadar Air:
Kadar air adalah parameter penting yang mengukur jumlah air yang masih terkandung
dalam karagenan. Kadar air yang tinggi dapat menyebabkan penurunan kualitas dan daya
simpan karagenan. Analisis kadar air dilakukan dengan metode tertentu, seperti oven drying,
untuk menentukan persentase air dalam produk karagenan.
b. Viskositas:
Viskositas mengukur sejauh mana karagenan dapat menghasilkan larutan yang kental
atau lengket. Karagenan memiliki sifat gelling dan thickening yang diinginkan dalam banyak
aplikasi industri makanan dan farmasi. Pengukuran viskositas membantu memahami
konsistensi dan kemampuan pengentalan karagenan dalam berbagai kondisi, yang dapat
memengaruhi aplikasi produk akhir.
c. Kekuatan Gel:
Kekuatan gel mengukur kemampuan karagenan untuk membentuk gel atau jeli saat
dilarutkan dalam air atau larutan lainnya. Kekuatan gel mempengaruhi tekstur dan kestabilan
produk seperti selai, pudding, dan produk lainnya. Pada umumnya, semakin tinggi kekuatan
gel, semakin baik karagenan dapat berfungsi sebagai agen pengental dan pembentuk gel.
Metode Analisis
Kadar Air: Analisis kadar air dapat dilakukan dengan menggunakan oven drying, di
mana sampel karagenan dipanaskan dalam oven untuk menghilangkan air, dan kemudian
berat sampel diukur sebelum dan setelah pengeringan.
Viskositas: Pengukuran viskositas dapat dilakukan menggunakan viskosimeter atau
alat pengukur viskositas lainnya, yang memberikan informasi tentang resistensi karagenan
terhadap aliran.
Kekuatan Gel: Pengukuran kekuatan gel melibatkan pembentukan gel karagenan dan
pengukuran ketebalan atau kekuatannya. Metode ini dapat bervariasi tergantung pada produk
akhir yang diinginkan, namun, uji gel strength umumnya dilakukan dengan memanfaatkan
perangkat rheologi.
Signifikansi Analisis:
Analisis mutu karagenan melalui parameter kadar air, viskositas, dan kekuatan gel
penting untuk memastikan konsistensi dan kualitas produk. Hasil analisis membantu
produsen mengendalikan proses produksi, menyesuaikan formulasi, dan memenuhi
spesifikasi produk akhir yang diinginkan oleh pelanggan.
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, A., Saputri, A. I., & Harianingsih, H. (2017). Optimasi Pembuatan Karagenan Dari
Rumput Laut Aplikasinya Untuk Perenyah Biskuit. Jurnal Inovasi Teknik Kimia, 2(2).
Arfini, F. (2013). Optimasi proses pembuatan karaginan dari rumput laut merah (Euchema
cottonii). Jurnal Galung Tropika, 2(1).
Darmawan, M., Tazwir, T., & Hak, N. (2006). Pengaruh perendaman rumput laut coklat segar
dalam berbagai larutan terhadap mutu Natrium alginat. Jurnal Pengolahan Hasil
Perikanan Indonesia, 9(1).
Djaeni, M. (2012). Peningkatan Kecepatan Proses Pengeringan Karaginan Menggunakan
Pengering Adsorpsi dengan Zeolit. Teknik, 33(1), 8-11.
Engelen, A. (2017). Standar Prosedur Operasional (SPO) pada proses produksi pengolahan
rumput laut menjadi tepung di PT Bantimurung Indah Kabupaten Maros. Journal Of
Agritech Science (JASc), 1(01), 11-25.
Hidayah, N. (2013). Pengaruh konsentrasi isopropil alkohol terhadap sifat mikrobiologis dan
organoleptik karaginan Eucheuma cottonii (Doctoral dissertation, Universitas
Mataram).
Kasran, K., CP, H. T., & Patahiruddin, P. (2021). Kajian Kandungan Klorofil Rumput Laut
Eucheuma cottonii Dengan Bobot Bibit Berbeda Terhadap Laju Pertumbuhan
Menggunakan Jaring Trawl di Kabupaten Luwu. Fisheries Of Wallacea Journal, 2(1),
45-51.
Lukito, M. S., Giyarto, G., & Jayus, J. (2017). Sifat fisik, kimia dan organoleptik dodol hasil
variasi rasio tomat dan tepung rumput laut. Jurnal Agroteknologi, 11(01), 82-95.
Mahyati, M., Yusuf, M., & Hikmah, N. (2018, December). EKSTRAKSI KARAGENAN
DARI RUMPUT LAUT KAPPAPHYCUS ALVAREZII DENGAN METODE
EKSTRAKSI GELOMBANG ULTRASONIK. In Seminar Nasional Hasil Penelitian
& Pengabdian Kepada Masyarakat (SNP2M) (Vol. 3, No. 1).
Dharmayanti, N., Mufida, N., Permadi, A., Asriani, Salampessy, R. B., Nurbani, S. Z., &
Indriati, N. (2021). Penambahan konsentrasi alginat dari Sargassum polycystum untuk
formulasi krim lulur. Jurnal Akuatek, 2(2), 81-94.

Wadu, L. G., Meiyasa, F., & Ndahawali, S. (2023). Kajian mutu sabun mandi padat rumput
laut Eucheuma spinosum dengan konsentrasi yang berbeda. Marinade, 6(2), 1-10.
Setyoaji, M. I., Subehi, M., Susanty, & Nugrahani, R. A. (2019). Pembuatan natrium alginat
dari alga coklat (Phaeophyta) dan pengaruh penambahannya pada sifat antibakterial
sabun minyak dedak padi (rice bran oil). Jurnal Rekayasa dan Manajemen
Agroindustri, 7(3), 370-379.

Anda mungkin juga menyukai