Anda di halaman 1dari 13

Rasio Bubur Rumput Laut Euchema cottoni dan Sargassum sp., Luthfiyana et al.

JPHPI 2016, Volume 19 Nomor 3


Available online: journal.ipb.ac.id/index.php/jphpi DOI: 10.17844/jphpi.2016.19.3.183

RASIO BUBUR RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii DAN Sargassum sp.


SEBAGAI FORMULA KRIM TABIR SURYA

Ratio of Seaweed Porridge Eucheuma cottonii and Sargassum sp.


as a Sunscreen Cream Formula

Novi Luthfiyana1*, Nurjanah1, Mala Nurilmala1, Effionora Anwar2, Taufik Hidayat3


1
Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor,
Kampus IPB Darmaga, Jalan Agatis, Telepon (0251) 8622909-8622906, Faks. (0251) 8622915 Bogor 16680
Jawa Barat
2
Departemen Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Indonesia Kampus Depok Jawa Barat
3
Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jalan Raya Pakupatan Km 4
Serang Banten.
*Korespondensi: luthfiyananovi@gmail.com
Diterima: 15 Oktober 2016/ Review: 05 November 2016/ Disetujui: 15 Desember 2016

Cara sitasi: Luthfiyana N, Nurjanah, Nurilmala M, Anwar E, Hidayat T. 2016. Rasio bubur rumput laut
Euchema cottonii dan Sargassum sp. sebagai formula krim tabir surya. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan
Indonesia 19(3): 183-195.

Abstrak
Penggunaan krim tabir surya sangat dianjurkan untuk melindungi kesehatan kulit dari radiasi sinar
ultraviolet. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan rasio terbaik sediaan krim tabir surya dari bubur
E. cottonii dan Sargassum sp. melalui uji total mikroba, antioksidan dan nilai SPF serta mendapatkan sediaan
krim yang stabil secara fisik melalui uji sensori, pengukuran pH, konsistensi, cycling test dan centrifugal test.
Bahan utama yang digunakan adalah E. cottonii, Sargassum sp. dan bahan baku sediaan krim. Penelitian ini
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari empat perlakuan dengan dua kali ulangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio terbaik sediaan krim tabir surya adalah krim dengan penambahan
E. cottonii dan Sargassum sp. (1:1). Hasil yang diperoleh adalah tidak adanya mikroba pada sediaan krim
serta sediaan bubur E. cottonii dan Sargassum sp. Aktivitas antioksidan sediaan bubur E. cottonii 127,23 ±
2,77 µg/mL, Sargassum sp. 119,66 ± 0,25 µg/mL dan sediaan krim 83,4 ± 0,03 µg/mL Nilai SPF sediaan
krim adalah 7,03 ± 0,01. Penerimaan konsumen terhadap produk melalui uji sensori berkisar antara normal
sampai suka. Krim tabir surya memiliki kestabilan fisik yang baik dan daya awet dapat mencapai satu tahun.

Kata kunci: stabilitas krim, uji mekanik, Sun Protective Factor (SPF), antioksidan

Abstract
The use of sunscreen is highly recommended to protect the health of the skin from ultraviolet radiation.
The aim of this study were to get the best ratio sunscreen preparation of porridge E. cottonii and Sargassum
sp. through the total test microbes, antioxidants and SPF value, get a stable cream preparations physically
through sensory test, pH, consistency, Cycling test and centrifugal test. The main materials used were E.
cottonii, Sargassum sp. and raw materials stocks cream. This study used a completely randomized design
(CRD), which consisted of four treatments with two replications.The results showed that the best ratio of
sunscreen cream was cream with the addition of E. cottonii and Sargassum (1:1). The result obtained was
the absence of microbs at creams and porridge E. cottonii and Sargassum sp. The antioxidant activity of E.
cottonii porridge 127.23 ± 2.77µg/mL, Sargassum sp. 119.66 ± 0.25 µg/mL, and cream 83.4 ± 0.03 µg/mL.
Cream SPF value was 7.03 ± 0.01. Consumer acceptance of the products through sensory test ranged from
normal to like. Sunscreen creams had good physical stability and the cream has a shelf life preparation one
year.

Keywords: cream stability, mechanical tests, Sun Protection Factor (SPF), antioxidant

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 183


JPHPI 2016, Volume 19 Nomor 3 Rasio Bubur Rumput Laut Euchema cottoni dan Sargassum sp., Luthfiyana et al.

PENDAHULUAN derivat imine yang mengandung kromofor


Kesadaran masyarakat terhadap aminocycloheximine pengabsorbsi UV.
pentingnya perawatan kesehatan kulit Misonou et al. (2003) melaporkan bahwa jenis
merupakan faktor pendorong terjadinya rumput laut merah mengandung senyawa
peningkatan permintaan produk – produk antioksidan yang dapat menghambat penetrasi
kosmetik perawatan kulit. Menurut Talarosha sinar UV yang kuat ke dalam jaringan atau sel.
(2005), kelembapan udara di Indonesia dapat Selain itu Nurjanh et al. (2015) melaporkan
mencapai angka 80% dengan suhu udara aktivitas antioksidan E. cottonii menunjukkan
relatif tinggi yaitu mencapai 35οC serta sinar IC50 sebesar 105,04 µg/mL. Komponen aktif
matahari yang menyengat dan mengganggu. yang dihasilkan antara lain flavonoid, fenol
Purwanti et al. (2005) melaporkan beberapa hidrokuinon dan triterpenoid yang diduga
dampak negatif terhadap kulit akibat paparan merupakan senyawa yang potensial digunakan
langsung sinar ultraviolet secara terus menerus sebagai bahan baku krim tabir surya.
diantaranya pencoklatan, kulit kemerahan, Sargassum sp. dan E. cottonii yang
kulit kering, kulit terbakar, keriput, kerusakan akan digunakan sebagai sediaan krim tabir
kulit, iritasi, serta promotor kanker kulit. surya adalah berupa sediaan bubur. Secara
Salah satu cara untuk mengatasi dampak ekonomi, sediaan bubur cenderung lebih
negatif akibat radiasi sinar ultraviolet adalah murah, mudah diaplikasikan di masyarakat
penggunaan krim tabir surya. aman dan ramah lingkungan. Produk sediaan
Schneider et al. (2012) melaporkan krim bubur rumput laut Sargassum sp. dan
kosmetik umumnya mengandung campuran E. cottonii yang dibuat sudah dipasarkan melalui
senyawa kimia dan tidak banyak yang berasal Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
dari sumber alami. Bahan baku dari hasil yang dilaksankan oleh Kementrian Kelautan
perairan memiliki peluang sangat besar untuk dan Perikanan. Secara empiris sediaan krim
dikembangkan menjadi produk kosmetika, dari bubur rumput laut Sargassum sp. dan
salah satunya rumput laut. FAO (2015) E. cottonii memiliki banyak manfaat dalam
melaporkan produksi rumput laut Indonesia bidang kosmetik, namun perlu bukti secara
jenis E. cottonii pada tahun 2013 menempati ilmiah dan adanya pengembangan. Melihat
urutan pertama dunia sebanyak 8,3 juta ton. fakta-fakta yang disebutkan, maka diperlukan
Basmal (2010) melaporkan bahwa produksi adanya penelitian. Penelitian ini bertujuan
rumput laut jenis Sargassum sp. mencapai mendapatkan rasio terbaik sediaan krim tabir
482.400 ton per tahun. surya dari bubur E. cottonii dan Sargassum
Penelitian sebelumnya telah banyak sp. melalui uji total mikroba, antioksidan dan
mengkaji potensi Sargassum sp. sebagai bahan nilai SPF serta mendapatkan sediaan krim
kosmetik. Yangthong (2009) melaporkan yang stabil secara fisik melalui uji sensori,
Sargassum sp. memiliki aktivitas antioksidan pengukuran pH, konsistensi, cycling test dan
lebih besar dibandingkan jenis Caulerpa centrifugal test.
racemosa, Ulva lactuca dan Gracilaria
tenuistipitata dengan nilai IC50 masing- BAHAN DAN METODE
masing 1,08±0,83, 15,05±0,61, 103,73±0,59, Bahan dan Alat
24,22±0,87µg/mL. Sunarwidhi et al. (2010), Bahan utama yang digunakan adalah
melaporkan bahwa Sargassum sp. merupakan rumput laut merah E. cottonii dan rumput
jenis alga coklat yang mampu menyerap sinar laut coklat Sargassum sp. Bahan pembuatan
UV. Samee et al. (2009) melaporkan bahwa sediaan krim yang digunakan antara lain
Sargassum sp. mengandung fucoidan dan emulgade, asam stearat, metil paraben, setil
komponen fenolik yang mampu menangkap alkohol, parafin cair, butil hidroksi toluen
radikal bebas. (BHT), gliserin, trietanolamin (TEA),
Rumput laut merah E. cottonii menurut deionize water, pewangi dan krim komersial.
Zhaohui dan Gao (2005) mengandung Bahan yang digunakan dalam analisis antara
senyawa phycocyanin yang mengandung lain akuades, etanol 96%, asam askorbat,
asam mycosporine (MAAs) dan terdiri atas CaO, serbuk 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl

184 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


Rasio Bubur Rumput Laut Euchema cottoni dan Sargassum sp., Luthfiyana et al. JPHPI 2016, Volume 19 Nomor 3

(DPPH), metanol p.a, Plate Count Agar (PCA), air laut. Rumput laut yang telah dicuci
alkohol 70%. dengan air laut, kemudian dibilas dengan air
Alat utama yang digunakan dalam tawar yang mengalir untuk menghilangkan
penelitian ini adalah timbangan digital (Tanita kandungan garam atau pasir yang menempel.
KD-160), timbangan analitik tipe 210-LC Sargassum sp. yang sudah dibilas dengan air
(Adam, Amerika Serikat), spektrofotometer tawar kemudian dikeringkan dan disimpan
UV-Vis - 1601 (Shimadzu, Jepang), pH meter dalam wadah sterofoam pada saat proses
tipe 510 (Eutech Instrument, Singapura), pengangkutan.
homogenizer (Omni-Multimix Inc., Malaysia),
penetrometer (Herzoo, Jerman), sentrifugator Preparasi Bubur Rumput Laut
(Kubota 5100, Jepang), oven (Memmert, E. cottonii dan Sargassum sp.
Jerman), dan alat-alat gelas (Pyrex), pengaduk, Pembuatan bubur rumput laut ini
blender (Philiphs), aluminium foil, inkubator mengacu pada penelitian Chaidir (2007),
37oC (Memmert), Counter, bunsen, botol dengan adanya modifikasi. Proses pembuatan
semprot. bubur Sargassum sp. dilakukan melalui tiga
tahap yaitu pencucian, perendaman dan
Prosedur Penelitian penirisan. Rumput laut Sargassum sp. yang
Penelitian ini menggunakan Rancangan telah dicuci bersih dan dikeringanginkan
Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari empat dibilas kemudian direndam selama selama
perlakuan dengan dua kali ulangan. Perlakuan 9 jam menggunakan deionize water.
yang dilakukan adalah penambahan sediaan Sargassum sp. yang telah 9 jam direndam
bubur E. cottonii dan Sargassum sp. pada kemudian ditiriskan. Pembuatan
perbandingan (1:1), (1:2), (2:1) dan kontrol. bubur Sargassum sp. dilakukan dengan
Penelitian yang dilakukan terdiri atas tiga mencampurkan Sargassum sp. dan
tahap. Tahap pertama merupakan pembuatan deionize water, kemudian dihomogenisasi
bubur E. cottonii dan Sargassum sp. kemudian menggunakan blender.
dilakukan pengujian total mikroba dan Pembuatan bubur rumput laut E.
antioksidan. Tahap kedua adalah pembuatan cottonii dilakukan melalui empat tahap, yaitu
sediaan krim tabir surya. Pengujian yang pencucian, pemucatan, perendaman dan
dilakukan antara lain total mikroba, aktivitas penirisan. Pencucian E. cottonii dilakukan
antioksidan, Sun Protective Factor (SPF), dengan air mengalir untuk mendapatkan
evaluasi fisik sediaan krim (uji sensori, rumput laut yang bersih dari benda asing
homogenitas, konsistensi) dan uji stabilitas seperti pasir, kayu, ranting dan kotoran yang
dipercepat (uji pada suhu yang berbeda suhu menempel. Pemucatan E. cottonii dilakukan
rendah 4±2oC, ruang 28±2oC, tinggi 40±2oC, untuk mendapatkan kenampakan yang putih
cycling test dan centrifugal test). Penelitian dan menarik. Pemucatan menggunakan
tahap ketiga adalah mengetahui keamanan kombinasi deionize water dan kapur
krim dengan uji iritasi pada sediaan krim tohor (CaO) 0,5 % selama 30 menit sambil
terpilih dengan uji human 4-hour patch test. terus diremas-remas untuk membantu
mempercepat proses pemucatan. E. cottonii
Pengambilan Sampel kembali dibilas dan dilanjutkan proses
Rumput laut E. cottonii diperoleh dari perendaman E. cottonii dengan deionize water
hasil budidaya di Serang, Banten. Sampel E. selama 9 jam. Proses selanjutnya adalah
cottonii yang digunakan dalam bentuk yang pembuatan bubur dengan mencampurkan
sudah kering dan pada usia panen maksimal E. cottonii dan deionize water, kemudian
45 hari. Rumput Sargassum sp. berasal dari dihomogen menggunakan blender.
Kepulauan Seribu. Pengambilan dilakukan
dengan menyelam secara langsung di laut. Pembuatan Sediaan Krim Tabir Surya
Sargassum sp. dibersihkan dan disortir dari Proses pembuatan sediaan krim mengacu
pasir atau benda – benda yang ikut terbawa pada penelitian Mishra et al. (2014), dengan
saat proses pengambilan dan dicuci dengan modifikasi. Bahan – bahan yang digunakan

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 185


JPHPI 2016, Volume 19 Nomor 3 Rasio Bubur Rumput Laut Euchema cottoni dan Sargassum sp., Luthfiyana et al.

dalam pembuatan sediaan krim dibagi dalam Analisis Sun Protection Factor
dua fase. Bahan – bahan yang larut dalam Penentuan SPF tabir surya menggunakan
minyak meliputi emulgade, setil alkohol, alat spektrofotometer UV-Vis berdasarkan
parafin cair, asam stearat, dilarutkan hingga Pissavini dan Ferrero (2004). Sampel diambil
homogen pada suhu ±75oC disebut fase sebanyak 1 gram pada masing-masing sampel,
minyak (sediaan 1). Secara bersamaan, dilarutkan dalam etanol 95% sebanyak 100
bahan-bahan yang larut dalam air meliputi mL dicampur hingga homogen. Sebanyak
gliserin, TEA, dan deionize water dilarutkan 5 mL larutan dipindahkan ke dalam labu
hingga homogen pada suhu ±75oC disebut ukur dan ditambah etanol sampai 25 mL.
fase air (sediaan 2). Setelah (sediaan 1) dan Sebelumnya spektrofotometer dikalibrasi
(sediaan 2) homogen dan mencapai suhu dengan menggunakan etanol 96%, caranya
yang sama ±70oC, dilakukan pencampuran etanol sebanyak 1 mL dimasukkan kedalam
hingga terbentuk (sediaan 3) berupa krim kuvet kemudian kuvet tersebut dimasukkan
yang homogen. Sediaan bubur rumput laut E. dalam spektrofotometer UV-Vis untuk
cottonii dan Sargassum sp. ditambahkan pada proses kalibrasi. Langkah selanjutnya adalah
(sediaan 3) dilanjutkan penambahan BHT membuat kurva serapan uji dalam kuvet,
dan metil paraben sedikit-demisedikit dan dengan panjang gelombang antara 290-350
dihmogen selama ±10 menit pada suhu 40oC. nm, gunakan etanol 96% sebagai blanko
Fragnance dimasukan pada sediaan 3 hingga kemudian tetapkan serapan rata-ratanya
homogen selama ±3 menit. Sediaan krim yang (Ar) dengan interval 10 nm. Hasil absorbansi
dihasilkan disimpan dalam wadah yang tidak dicatat, kemudian dihitung nilai SPFnya.
tembus cahaya.
Analisis Sensori
Analisis Total Mikroba Uji sensori pada penelitian ini berdasarkan
Analisis total mikroba dilakukan secara Carpenter et al. (2000). Pengujian penerimaan
aseptis berdasarkan SNI 19-2897-1992. bertujuan untuk mengevaluasi daya terima
Sebanyak 10 gram sampel dimasukkan panelis terhadap produk yang dihasilkan.
ke dalam garam fisiologis kemudian Skala hedonik yang dihasilkan berkisar 1-7,
dihomogenkan. Pengenceran dilakukan dimana: (1) sangat tidak suka; (2) tidak suka;
sampai 10-3. Sebanyak 1 mL dari sampel (3) agak tidak suka; (4) normal; (5) agak suka;
diinokulasikan pada cawan petri steril. Media (6) suka; (7) sangat suka. Uji sensori yang
Plate Count Agar (PCA) yang steril pada dilakukan menggunakan panelis sebanyak 30
suhu 45-55oC dituangkan pada cawan petri orang mahasiswa usia 20 – 30 tahun. Sampel
sebanyak 10-15 mL. Cawan petri digerakan yang digunkan adalah krim yang telah diberi
dan dibiarkan memadat. Inkubasi dilakukan perlakuan dan menggunkan sediaan krim
pada suhu kamar selama 48 jam. Jumlah komersial sebagai pembanding.
koloni yang tumbuh dihitung sebagai total
mikroba. Penentuan Konsistensi
Penentuan konsistensi sediaan krim
Aktivitas Antioksidan berdasarkan metode Jones dan Rolt (1991).
Aktivitas antioksidan dianalisis Sediaan yang akan diperiksa dimasukkan ke
berdasarkan metode yang telah digunakan dalam wadah khusus dan diletakkan pada
oleh Salazar-Aranda et al. (2009). Uji meja penetrometer. Pemeriksaan konsistensi
aktivitas antioksidan dilakukan dengan dilakukan pada minggu ke-0 dan minggu ke-
metode DPPH. Metode tersebut didasarkan 12 dengan penyimpanan pada suhu kamar.
pada kemampuan sampel yang digunakan
dalam mereduksi radikal bebas stabil DPPH. Pengukuran pH
Persentase penghambatan aktivitas radikal Pengukuran pH dilakukan berdasarkan
bebas diperoleh dari nilai absorbansi sampel. Apriyantono et al. (1989), pemeriksaan
Persamaan regresi diperoleh dari hubungan dilakukan dengan menggunakan alat pH
antara konsentrasi sampel dan presentase meter. Alat tersebut dikalibrasi terlebih dahulu
penghambatan aktivitas radikal bebas. sebelum digunakan. Kalibrasi dilakukan

186 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


Rasio Bubur Rumput Laut Euchema cottoni dan Sargassum sp., Luthfiyana et al. JPHPI 2016, Volume 19 Nomor 3

dengan menggunakan larutan dapar pH 4 dan analisis non parametrik yaitu uji Kruskal-
pH 10. Pemeriksaan pH dilakukan dengan Wallis menggunakan software Statistical
mencelupkan elektroda ke dalam 1 gram Process for Social Science (SPSS) 16.0.
sediaan krim yang diencerkan dengan air
suling hingga 10 mL. HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Sediaan Bubur
Analisis Stabilitas E. cottonii dan Sargassum sp.
Analisis stabilitas suhu tahap awal pada Preparasi pembuatan sediaan bubur E.
sediaan sediaan krim meliputi cycling test cottonii dan Sargassum sp. menggunakan
dan centrifugal test. Djajadisastra (2004) deionize water pada suhu ruang. Deionize
menyatakan bahwa sediaan krim yang water digunakan pada proses pencucian,
digunakan pada uji cycling test disimpan pada pembilasan, dan perendaman rumput laut.
suhu 4±2oC selama 24 jam lalu dipindahkan Penggunaaan deionize water disebabkan
kedalam oven bersuhu 40±2oC selama 24 memiliki tingkat kemurnian yang sangat
jam, waktu selama penyimpanan dua suhu tinggi (Ultra Pure Water) dengan jumlah
tersebut dianggap satu siklus. Cycling test kandungan zat-ionik dan an-ionik mendekati
dilakukan sebanyak 6 siklus, kemudian nol, menghilangkan ion garam dan berbagai
diamati ada tidaknya perubahan warna, macam ion logam yang tidak dikehendaki.
aroma dan pemisahan fase pada sediaan krim Menurut Lee (2005), deionisasi air merupakan
setelah perlakuan yang diberikan. Sediaan proses penghilangan kation anion yang
krim yang digunakan pada uji mekanik/ terkandung di dalamnya. Kandungan mineral
centrifugal test dimasukkan ke dalam tabung sebagai bentuk kation anion dalam air secara
dengan berat yang sama dan ditutup. Tabung makro diantaranya adalah Na+, Ca+2, Mg+2, K+,
dimasukkan ke dalam sentrifugator pada Fe+3, Cl-, SO4-2, dan CO3-2.
kecepatan 3.800 rpm selama 5 jam. Krim Rumput laut E. cottoni yang digunakan
yang sudah disentrifugasi kemudian diamati berasal dari petani rumput laut yang berada
untuk melihat adanya pemisahan fase minyak di Serang, Banten dalam keadaan kering dan
dengan air dari emulsi. Pengukuran dilakukan pada usia panen. Umur panen yang optimum
pada minggu ke 0. adalah 40-45 hari, hal ini sangat disarankan
karena pada umur tanaman tersebut
Analisis Data kandungan karagenannya sangat optimum.
Data dianalisis berdasarkan metode Menurut Anggadiredja et al. (2006), rumput
Steel dan Torrie (1993). Penelitian ini laut siap panen pada umur 6 – 28 minggu
menggunakan rancangan acak lengkap setelah tanam.
dengan satu faktor yaitu konsentrasi bubur Rumput laut E. cottonii dilakukan proses
rumput laut E. cottonii dan Sargassum sp. pemucatan untuk menghasilkan warna putih
dan terdiri dari dua kali ulangan. Faktor bersih yang diinginkan. Pemucatan dalam
perlakuan adalah penambahan rumput laut penelitian ini menggunakan kapur tohor
Sargassum sp. dan E. cottonii. Selang 0,5% selama 30 menit untuk menghilangkan
kepercayaan yang digunakan adalah 95% pigmen warna pada rumput laut. Angka dan
untuk menyatakan perbedaan nyata. Suhartono (2000) melaporkan bahwa untuk
Selanjutnya data dianalisis dengan analisis mendapatkan rumput laut yang tidak berwarna
ragam. Jika dari hasil analisis ragam berbeda (cenderung putih bersih) dapat dilakukan
nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan proses pemucatan yaitu perendaman dalam
menggunakan uji Duncan. Uji normalitas data larutan pemutih/pemucat. Larutan pemucat
dilakukan sebelum data dimasukkan kedalam yang dapat digunakan adalah larutan kapur
perhitungan. Uji normalitas menggunakan tohor (CaO) 0,5%. Menurut Chang dan
uji Kolmogorov-Smirnov, apabila hasil uji Tikkanen (1988), kapur tohor merupakan
menunjukkan nilai signifikan >0,05 maka data bahan yang bersifat reaktif dengan air.
dikatakan menyebar normal. Perhitungan Reaksi CaO dengan air membentuk Ca(OH)2
uji sensori dilakukan dengan menggunakan merupakan reaksi eksoterm yang akan

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 187


JPHPI 2016, Volume 19 Nomor 3 Rasio Bubur Rumput Laut Euchema cottoni dan Sargassum sp., Luthfiyana et al.

melepaskan kalor dan menghasilkan bahan mikroba. Hasil pengujian menunjukan bahwa
yang berbentuk serbuk putih. secara mikrobiologi bubur rumput laut
Preparasi bubur Sargassum sp. melalui Sargassum sp. dan E. cottonii aman digunakan
proses pencucian, perendaman dan penirisan, sebagai bahan tambahan pembuatan sediaan
tetapi tidak melalui proses pemucatan. krim. Hasil uji total mikroba pada sediaan
Sargassum sp. diperoleh dari Kepulauan krim A, B, C dan kontrol menunjukkan tidak
Seribu dan pengambilan dilakukan secara terdapat koloni mikroba, yang berarti bahwa
langsung dengan menyelam, sehingga krim aman dari mikroba dan sesuai dengan
Sargassum sp. yang digunakan dalam keadaan standar yang disyaratkan oleh SNI, karena
segar. Menurut Suryaningrum et al. (2006), total mikroba berada dibawah batas total
rumput laut segar mempunyai aktivitas mikroba yang disyaratkan SNI 16- 4399-1996
antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan yaitu maksimal 1,0x102 koloni/gram.
dengan rumput laut kering.
Proses perendaman E. cottonii dan Aktivitas Antioksidan
Sargassum sp. dilakukan selama 12 jam. Pengujian aktivitas antioksidan pada
Perendaman bertujuan untuk menghilangkan sediaan bubur E. cottonii dan Sargassum sp.
sisa–sisa kapur tohor (CaO) pada proses menggunakan metode penangkapan radikal
pemucatan E. cottonii. Tujuan lain dari bebas DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil)
perendaman untuk menghasilkan gel pada dengan vitamin C sebagai pembanding. Nilai
rumput laut dan memastikan rumput laut IC50 vitamin C dan sediaan bubur E. cottonii
dalam keadaan bersih sebelum pembuatan dan Sargassum sp. tersaji pada Tabel 1.
sediaan bubur. Sediaan bubur dibuat dengan Sediaan bubur E. cottonii dan Sargassum
menghomogenisasi menggunakan blender sp. memiliki aktivitas antioksidan lebih
dengan deionize water dengan perbandingan rendah bila dibandingkan dengan vitamin
yang sama. Pembuatan sediaan bubur E. C. Aktivitas antioksidan vitamin C tergolong
cottonii dan Sargassum sp. masing-masing sangat kuat dimana IC50 vitamin C <50 µg/
dilakukan terpisah. Pengujian total mikroba mL. Sediaan bubur E. cottonii dan Sargassum
dan aktivitas antioksidan dilakukan pada sp. memiliki aktivitas antioksidan sedang
sediaan bubur dan pada sediaan krim. dikarenakan nilai IC50 >50 µg/mL. Suatu
senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat
Karakteristik Mikrobiologi kuat jika nilai IC50 kurang dari 50 µg/mL, kuat
Total Mikroba untuk IC50 antara 50-100 µg/mL, sedang jika
Mikroorganisme dapat tumbuh apabila IC50 bernilai 100-150 µg/mL dan lemah jika
terdapat kandungan air pada produk dan IC50 bernilai 150-200 µg/m (Molyneux 2004).
terjadi proses lipolitik sehingga menyebabkan Pinnell (2003), asupan antioksidan
bau. Kontaminasi mikroba dalam sediaan didapat secara oral ataupun topikal dengan
farmasi dapat menurunkan kualitas sediaan dioleskan pada kulit. Aktivitas antioksidan
dengan terjadinya perubahan warna, bau, pada sediaan krim sangat penting untuk
bercak-bercak miselium, kekeruhan warna, mengetahui efektifitas suatu produk. Nilai
perubahan pH (Djide 2003). Hasil uji total IC50 sediaan krim tabir surya disajikan pada
mikroba bubur Sargassum sp. dan E. cottonii Gambar 1.
pada tiga kali pengenceran dalam tiga kali Krim dengan penambahan E. cottonii
ulangan menunjukkan tidak terdapat koloni dan Sargassum (1:1), (1:2) dan (2:1) memiliki

Tabel 1 Nilai IC50 vitamin C dan sediaan bubur E. cottonii dan


Sargassum sp.
Sampel IC50 (µg/mL)
Sediaan bubur E. cottonii 127,23 ± 2,77
Sediaan bubur Sargassum sp. 119,66 ± 0,25
Vitamin C 6,29 ± 0,38

188 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


Rasio Bubur Rumput Laut Euchema cottoni dan Sargassum sp., Luthfiyana et al. JPHPI 2016, Volume 19 Nomor 3

Gambar 1 Nilai IC50 krim. : E. cottonii dan Sargassum sp. (1:1), : E. cottonii dan
Sargassum sp. (1:2), : E. cottonii dan Sargassum sp. (2:1), : tanpa penambahan
bubur E. cottonii dan Sargassum sp. Huruf superscript yang berbeda menunjukkan
berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%

aktivitas antioksidan yang kuat, nilai IC50 <100, Nilai SPF Krim Tabir Surya
sedangkan Krim kontrol (tanpa penambahan Nilai SPF menunjukkan efektivitas krim
bubur E. cottonii dan Sargassum sp.) dapat tabir surya dalam melindungi kulit. Hasil
dikategorikan memiliki aktivitas antioksidan perhitungan nilai Sun protective Factor (SPF)
yang lemah disebabkan nilai IC50 >100 µg/mL sediaan krim tabir surya disajikan pada
(Gambar 1). Penambahan bubur E. cottonii Tabel 2.
dan Sargassum sp., diduga memberikan Sediaan krim dengan penambahan bubur
pengaruh terhadap nilai IC50 sediaan krim. E. cottonii dan Sargassum sp. (1:1), (1:2), dan
Zubia et al. (2007) rumput laut memiliki (2:1) memiliki nilai SPF yang lebih tinggi
komponen fenolik dan mengandung bila dibandingkan dengan krim kontrol dan
antioksidan yang mampu melawan radikal krim komersial (Tabel 2). Adanya bubur
bebas dengan cara menyumbangkan satu rumput laut E. cottonii dan Sargassum sp. yang
atau lebih elektron kepada radikal bebas. ditambahkan pada sediaan krim. Sargassum
Berdasarkan Wade dan Weller (1994), sp. berperan sebagai agen fotoprotektor,
butilhidroksitoluen merupakan senyawa fenol memiliki komponen fenolik dan mengandung
yang digunakan sebagai antioksidan dalam antioksidan yang mampu melawan radikal
kosmetik dan farmasi dan digunakan untuk bebas akibat radiasi sinar ultraviolet. Saewan
memperlambat atau mencegah hilangnya dan Jimtaisong (2013) menyatakan bahwa
aktivitas vitamin larut lemak. Konsentrasi favonoid memiliki tiga sifat fotoprotektor yaitu
BHT yang digunakan pada sediaan topikal penyerapan sinar ultraviolet, sifat antioksidan
adalah 0,0075 - 0,1%. dan dan memodulasi beberapa jalur pen-

Tabel 2 Hasil perhitungan nilai SPF sediaan krim


Sampel Nilai SPF SPF label
Krim + E. cottonii dan Sargassum sp. (1:1) 7,03 ± 0,01a -
Krim + E. cottonii dan Sargassum sp. (1:2) 6,81 ± 0,07b -
Krim + E. cottonii dan Sargassum sp. (2:1) 6,07 ± 0,02c -
Krim tanpa E. cottonii dan Sargassum sp. 2,06 ± 0,04f -
Produk Komersial 1 3,03 ± 0,01 e
-
Produk Komersial 2 3,22 ± 0,01 d
15
Keterangan: Simbol huruf superscript yang berbeda menunjukkan beda nyata pada selang
kepercayaan 95%

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 189


JPHPI 2016, Volume 19 Nomor 3 Rasio Bubur Rumput Laut Euchema cottoni dan Sargassum sp., Luthfiyana et al.

sinyalan DNA. Menurut Lee et al. (2004), Karakteristik Sensori


polifenol dapat bersifat sebagai antioksidan Uji sensori merupakan pengujian
karena kemampuannya mendonorkan subjektif yang diimplementasikan dengan nilai
atom hidrogen, menangkap radikal bebas, kesukaan konsumen terhadap penerimaan
dan sebagai pengikat logam. Eucheuma produk. Pengujian sensori menggunakan
cottonii merupakan jenis alga merah yang skala hedonik dengan panelis tidak terlatih
memiliki aktivitas antioksidan cukup tinggi berusia 20-35 tahun berjumlah 30 orang.
dan dapat mengabsorbsi sinar ultraviolet. Menurut Trihapsoro (2003), usia 20-35
Groniger et al. (2000), melaporkan bahwa alga tahun merupakan usia kerja dan usia pelajar/
merah mengandung kromofor cyclohexenimine mahasiswa, yang banyak menggunakan
yang dapat menyerap sinar ultraviolet. kosmetik. Parameter yang diamatai dalam
Kandungan mycosporine-like amino acids penelitian ini antara lain kenampakan, warna,
(MAAs) dalam alga merah sangat potensial aroma dan homogenitas. Nilai rata-rata
dalam menyerap sinar UV-A. parameter kenampakan, warna, aroma dan
Tabel 2 menunjukkan bahwa krim homogenitas pada sediaan krim disajikan
dengan penambahan bubur E. cottonii dan pada Gambar 2.
Sargassum sp.(1:1), (1:2), dan (2:1) memiliki
nilai SPF berkisar antara 6 - 7 sehingga dapat Kenampakan
dikatagorikan memiliki kemampuan ekstra Kenampakan merupakan faktor
dalam melindungi kulit. Produk komersial penting dalam suatu produk. Rochima dan
1 dan 2 serta krim tanpa penambahan E. Rizki (2009) kenampakan mempengaruhi
cottonii dan Sargassum sp memiliki nilai SPF penerimaan konsumen. Kesan kenampakan
lebih rendah berkisar antara 2-4, sehingga yang baik dan disukai, maka panelis akan
dikategorikan memiliki kemampuan minimal. melihat nilai yang baik pada parameter yang
Demogalad et al. (2013), melaporkan lainya (warna, aroma dan homogenitas).
kemampuan tabir surya dalam melindungi Nilai kesukaan panelis terhadap kenampakan
kulit dikategorikan
kenampakan, minimal
warna, aroma (2-4), sedangNilai rata-rata
dan homogenitas. krim berkisar antara
parameter 4,9-5,43 warna,
kenampakan, yang berarti
(4-6), ekstra (6-8), maksimal (8-15), dan ultra panelis memberikan penilaian antara normal
(>15).dan homogenitas pada sediaan krim disajikan pada Gambar 2.
aroma

kenampakan,
kenampakan, warna, aroma dan homogenitas. warna,
Nilai aroma
rata-rata dan homogenitas.
parameter Nilai
kenampakan, rata-rata parame
warna,
kenampakan, warna, aroma dan homogenitas. Nilai rata-rat
kenampakan, warna, aroma dan homogenitas. Nilai rata-rata parameter kenampakan, warna,
kenampakan,
kan, warna, aroma aroma
warna, dan
aroma
dan homogenitas. homogenitas
danrata-rata
Nilai pada sediaan
homogenitas. aroma dan
Nilaikenampakan,
parameter rata-rata homogenitas
krim disajikan pada
parameter
warna, pada sediaan
Gambar
kenampakan, krim disajikan pada Gambar 2.
2. warna,
aroma dan homogenitas pada sediaan krim disajikan pada G
aroma dan homogenitas pada sediaan krim disajikan pada Gambar 2.
aroma
an homogenitas padadan homogenitas
sediaan pada sediaan
krim disajikan krim disajikan
pada Gambar 2. pada Gambar 2.

Gambar
Gambar2. 2Nilai
Nilairata-rata kesukaan
rata-rata panelis terhadap
kesukaan panelis sediaan krim.
terhadap sediaan: E. cottonii dan: Sargassum
krim. E. cottonii dan
sp. (1:1), : E. cottonii dan Sargassum sp. (1:2), : E. cottonii dan Sargassum sp.
Sargassum
(2:1),
sp. (1:1), : E. cottonii dan Sargassum sp.
: tanpa penambahan bubur E. cottonii dan Sargassum sp.,
(1:2), ::E.produk
cottonii dan
Sargassum
komersial 1, sp. (2:1), : tanpa2 penambahan
: produk komersial bubur
. Huruf superscript E. cottonii
yang dan Sargassum sp.,
berbeda menunjukkan
berbeda :nyata produkpadakomersial 1,
selang kepercayaan 95%. komersial 2 . Huruf superscript yang berbeda
: produk
menunjukkan berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%

Kenampakan
190 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia
Kenampakan merupakan faktor penting dalam suatu produk. Berdasarkan Rochima

dan Rizki (2009), kenampakan mempengaruhi penerimaan konsumen. Kesan kenampakan


Rasio Bubur Rumput Laut Euchema cottoni dan Sargassum sp., Luthfiyana et al. JPHPI 2016, Volume 19 Nomor 3

sampai agak suka. Hasil uji Kruskal-Wallis dibandingkan dengan aroma yang tidak
menunjukkan bahwa penambahan bubur dikenali. Nilai kesukaan panelis terhadap
E. cottonii dan Sargassum sp. tidak aroma krim berkisar antara 5,56-6,03 yang
memberikan pengaruh terhadap tingkat berarti panelis memberikan penilaian antara
kesukaan kenampakan krim. normal sampai suka. Hasil uji Kruskal-Wallis
menunjukkan bahwa penambahan bubur E.
Warna cottonii dan Sargassum sp. tidak memberikan
Warna merupakan salah satu parameter pengaruh terhadap tingkat kesukaan aroma
suatu sediaan yang cara pemakaiannya adalah dioleskan pada tempat terapi, sehingga setiap
pengamatan visual yang melekat pada suatu krim.
produk. Warna dapat menjadi salah satu faktor
zat harus memiliki kesempatan yang sama untuk menempati tempat terapi. Homogenitas
penilaian dalam pemilihan suatu produk oleh Homogenitas
konsumen. Nilai kesukaan panelis terhadap Homogenitas merupakan parameter
berpengaruh terhadap efektivitas terapi karena berhubungan dengan kadar yang sama dalam
warna krim berkisar antara 5,23-5,70 yang untuk melihat efektifitas merata atau tidaknya
berarti panelis memberikan penilaian antara pencampuran bahan-bahan pada produk.
setiap pemakaian. Nilai kesukaan panelis terhadap homogenitas krim berkisar antara 5,00-
normal sampai agak suka. Hasil uji Kruskal- Berdasarkan Purwanto et al. (2013), krim
suatu sediaan
Wallis menunjukkan bahwayang suatu sediaan
cara yangadalah
pemakaiannya
penambahan caraadalah
pemakaiannya
dioleskan
suatu sediaan adalah
pada
yang dioleskan
caratempat padasehingga
terapi,
pemakaiannya tempat terapi,
setiap
5,59 yang berarti panelis memberikan penilaian antara normal sampai suka. Hasil uji
bubur E. cottonii dan Sargassum sp. tidak adalah dioleskan pada tempat terapi, sehingga
memberikan zat harus memiliki
pengaruh zat harus
terhadap memiliki
kesempatan
tingkat yang kesempatan
setiapsama yang
untuk
zat harus sama kesempatan
menempati
memiliki untuk menempati
tempat terapi. tempat terap
yang Homogenitas
Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa penambahan bubur E. cottonii dan Sargassum sp.
kesukaan warna krim. Warna kecokelatan sama untuk menempati tempat terapi.
pada Sargassum berpengaruh berpengaruh
sp. didugaterhadap terhadap
efektivitas
mempengaruhi terapiefektivitas terapi
karena berhubungan
Homogenitas karena
berpengaruh berhubungan
dengan dengan
kadar yang samakadar
dalamya
memberikan pengaruh terhadap tingkat kesukaan homogenitas krim. Hasil terhadap
uji lanjut
warna krim yang dihasilkan. Penggunaan efektivitas terapi karena berhubungan dengan
konsentrasi setiap pemakaian.
Sargassum setiap
Nilaipemakaian. Nilai kesukaan
kesukaan kadar
panelis terhadap panelis terhadap
homogenitas homogenitas
krim berkisar krim 5,00-
Nilai 1antara berkis
memperlihatkan bahwa nilai kesukaan homogenitasyang
sp. lebih banyak akan sama dalam
tertinggi setiap
pada produk pemakaian.
krim komersial
menyebabkan warna krim menjadi lebih gelap. kesukaan panelis terhadap homogenitas krim
Mitsui 5,59 yang 5,59
berarti yang
panelis berarti
memberikanpanelispenilaian
memberikan
antarapenilaian
normal antara
sampai normal sampai
suka. Hasil uji s
yang(1997) menjelaskan
berbeda bahwa krim
nyata terhadap warnakontrol
yang / krim berkisar
tanpaantara 5,00-5,59
penambahan yang
bubur berarti panelis
E. cottonii dan
terbentuk pada suatu produk dipengaruhi memberikan penilaian antara normal sampai
Kruskal-Wallis
menunjukkan bahwa menunjukkan bahwabuburpenambahan bubur cottonii dan
dan E.Sargassum
oleh warna Kruskal-Wallis
bahan-bahan
Sargassum sp. penyusunnya. suka.penambahan
Hasil uji Kruskal-Wallis E. cottonii
menunjukkan sp.
bahwa penambahan bubur E. cottonii dan
memberikan pengaruh memberikan pengaruh
terhadap tingkatterhadap
kesukaantingkat kesukaankrim.
homogenitas homogenitas
Hasil uji krim.
lanjutH
Aroma Sargassum sp. memberikan pengaruh
Aroma merupakan salah satu paramter terhadap tingkat kesukaan homogenitas krim.
memperlihatkan memperlihatkan bahwahomogenitas
bahwa nilai kesukaan nilai kesukaan homogenitas
tertinggi tertinggi
pada produk krimpada produk 1kr
komersial
sensori yang melekat
Konsistensi Krim pada suatu produk Hasil uji lanjut memperlihatkan bahwa nilai
yang diamati dengan indera penciuman. kesukaan homogenitas tertinggi pada produk
yang berbeda nyata yangterhadap
berbeda krim
nyatakontrol
terhadap krimtanpa
/ krim kontrol / krim tanpa
penambahan penambahan
bubur E. cottoniibubur
dan
Berdasarkan Winarno (2008) aroma adalah
Penentuan konsistensi sediaan krim semisolid krim komersial
dilakukan(produk
dengan komersial 1) yangalat
menggunakan
bau yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia berbeda nyata terhadap krim kontrol / krim
Sargassum sp. Sargassum sp.
yang tercium olehPengukuran
penetrometer. syaraf - syaraf
nilai olfaktori
konsistensi tanpa penambahan
dilakukan pada minggububur E. ke- cottonii
0 dan danakhir
yang berada dalam rongga hidung Aroma Sargassum sp.
merupakan
penyimpanan salah
yaitusatu
minggu faktor penilaian
ke- 12. Suhu yang digunakan dalam pengujian konsistensi adalah
penting dalam pemilihan suatu produk Konsistensi Krim
Konsistensi Krim Konsistensi Krim
oleh konsumen. Aroma yang enak dan
suhu ruang. Hasil pengukuran konsistensi sediaan krim Penentuan konsistensi pada
tabir suryadisajikan sediaan
Gambarkrim3.
mudah dikenali umumnya akan lebih dipilih semisolid dilakukan dengan menggunakan
Penentuan konsistensiPenentuan konsistensi
sediaan sediaan dilakukan
krim semisolid krim semisolid
dengan dilakukan denganalat
menggunakan me

penetrometer.nilai
penetrometer. Pengukuran Pengukuran
konsistensinilai konsistensi
dilakukan pada dilakukan pada0 minggu
minggu ke- ke-
dan akhir

penyimpanan
penyimpanan yaitu minggu ke-yaitu minggu
12. Suhu ke-digunakan
yang 12. Suhu yang
dalamdigunakan
pengujiandalam pengujian
konsistensi ko
adalah

suhu ruang. Hasilsuhu ruang. Hasil


pengukuran pengukuran
konsistensi konsistensi
sediaan sediaan
krim tabir krim tabirpada
suryadisajikan suryadisajikan
Gambar 3. pa

Gambar3 Konsistensi
Gambar 3. Konsistensi krim. minggu
krim. minggu ke-0
ke-0 dandan minggu
minggu ke-12.
ke-12

Hasil pengukuran konsistensi sediaan krim dengan penambahan bubur rumput laut E.
Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 191
cottoni dan Sargassum sp. pada minggu ke-0 dan ke-12 merupakan sediaan krim semisolid

(Gambar 3). Angka penetrasi tersebut memenuhi kriteria sediaan krim sehingga terasa mudah
JPHPI 2016, Volume 19 Nomor 3 Rasio Bubur Rumput Laut Euchema cottoni dan Sargassum sp., Luthfiyana et al.

alat penetrometer. Pengukuran nilai rendah (4±2oC), suhu ruang (28±2oC) dan
konsistensi dilakukan pada minggu ke- 0 dan serta suhu tinggi (40±2oC) disajikan pada
akhir penyimpanan yaitu minggu ke- 12. Suhu Gambar 4.
yang digunakan dalam pengujian konsistensi Nilai pH pada sediaan krim dengan
adalah suhu ruang. Hasil pengukuran penambahan bubur E. cottonii dan Sargassum
konsistensi sediaan krim tabir surya disajikan sp. (1:1), (1:2), (2:1) serta kontrol selama 12
pada Gambar 3. minggu pada suhu yang berbeda mengalami
Hasil pengukuran konsistensi sediaan kenaikan. Pengujian nilai pH untuk
krim dengan penambahan bubur rumput perlakuan suhu dan lama penyimpanan
laut E. cottonii dan Sargassum sp. pada berbeda menunjukkan hasil yang berbeda
dioleskan
minggu disebarkan
ke-0 dan ke-12 di kulit.
merupakan Nilai konsistensi
sediaan dipengaruhi
p<0,05, namun masiholeh banyaknya
sesuai bahan
dengan rentang
krim semisolid (Gambar 3). Angka penetrasi nilai pH balance kulit dan sesuai dengan
sebagaimemenuhi
tersebut formula konsistensi yaitu setil
kriteria sediaan krimalkohol.
SNIJuwita
Nomoret al. (2011), melaporkan
16-4399-1996 sehinggabahwa
krim
sehingga terasa mudah dioleskan dan aman dan memenuhi kriteria. Berdasarkan
konsistensidiyangkulit.
disebarkan dihasilkan
Nilaidipengaruhi oleh banyaknya
konsistensi bahan(1997),
Wasitaatmadja penambah nilaikonsistensi seperti
derajat keasaman
dipengaruhi oleh banyaknya bahan sebagai untuk produk kosmetik atau produk yang
setil alkohol yang merupakan alkohol
formula konsistensi yaitu setil alkohol. Juwitarantai panjang berbentuk
digunakan padat,
secara semakin
topikal banyak4,5-7.
adalah setil
et al. (2011) melaporkan bahwa konsistensi Menurut SNI Nomor 16-4399-1996 pH
alkohol yang dipakai maka semakin tinggi konsistensinya. Menurut Djajadisastra (2004),
yang dihasilkan dipengaruhi oleh banyaknya produk krim yang disarankan berkisar antara
bahan
semakin tinggi nilai konsistensi sediaan krim 4,5-8,0.
penambah konsistensi seperti setil Perbedaan
menunjukkan bahwapH krimsediaan
tersebutdengan pH
memiliki
alkohol yang merupakan alkohol rantai fisiologis kulit semakin besar maka dampak
panjang berbentuk padat, semakin banyak
karakteristik penyebaran yang baik, dimana jumlah negatifpartikel
yang yang
ditimbulkan semakin hampir
tersebar menjadi besar.
setil alkohol yang dipakai maka semakin tinggi Apabila sediaan memiliki pH lebih rendah dari
konsistensinya.
sama rata. Menurut Djajadisastra (2004), pH fisiologis kulit akan menyebabkan reaksi
semakin tinggi nilai konsistensi sediaan krim iritasi dan apabila memiliki pH lebih tinggi
menunjukkan bahwa krim tersebut memiliki dari pH fisiologis kulit akan menyebabkan
karakteristik penyebaran yang baik, dimana kulit kering dan bersisik.
Nilaipartikel
jumlah pH yang tersebar menjadi hampir
sama rata. Cycling Test
Hasil pengukuran pH selama 12 minggu pada Uji suhu yangtest
Cycling berbeda yaitu pada
dilakukan pada suhu
dua
Nilai pH kondisi yang berbeda, yaitu pada suhu rendah
rendah (4 ± 2oC), suhu
Hasil pengukuran ruang 12
pH selama ± 2oC) dan 4serta
(28minggu ± 2osuhu
C dantinggi
suhu (40 ± 240
tinggi
o
C)±disajikan pada6
2oC selama
pada suhu yang berbeda yaitu pada suhu siklus atau 12 hari. Rieger (2000), pengamatan
Gambar 4.

Suhu rendah (4 ± 2oC) Suhu ruang (28 ± 2oC)

Suhu tinggi (40 ± 2oC)


Gambar 4 KurvaGambar
perubahan pH perubahan
4. Kurva pada suhu pHberbeda
pada suhuselama12 minggu.minggu: Krim A (1:1)
berbeda selama12
E. cottonii
: Krim : Sargassum
A (1:1) E. sp.
cottonii : Sargassum : sp.
Krim B (1:2) E.Bcottonii
: Krim Sargassum
(1:2) E.: cottonii sp.
: Sargassum sp.: Krim
Krim CE.(2:1)
C: (2:1) cottonii : Sargassum
E. cottonii sp. sp.: Krim: Krim
: Sargassum K (0)K/ (0)
tanpa penambahan
/ tanpa penambahan E. cottonii :
Sargassum sp. E. cottonii : Sargassum sp.

192
Nilai pH pada sediaan krim dengan penambahan bubur E. cottonii dan Sargassum sp.
Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia

(1:1), (1:2), (2:1) serta kontrol selama 12 minggu pada suhu yang berbeda mengalami

kenaikan. Pengujian nilai pH untuk perlakuan suhu dan lama penyimpanan berbeda
Rasio Bubur Rumput Laut Euchema cottoni dan Sargassum sp., Luthfiyana et al. JPHPI 2016, Volume 19 Nomor 3

Gambar 5 Hasil pengamatan setelah dilakukan centrifugal test

uji cycling dilakukan untuk menguji produk sp. (1:1), (1:2), (2:1) serta krim kontrol
terhadap kemungkinan mengalami kristalisasi tidak terjadi perubahan warna, perubahan
atau berawan dan untuk menguji emulsi dan bau maupun pemisahan fase (Gambar 5).
krim sebagai indiaktor kestabilan emulsi. Andirisnanti (2012) menyatakan bahwa tidak
Hasil dari cycling test menunjukkan adanya pemisahan fase pada sediaan krim
tidak terjadinya pemisahan fase pada emulsi disebabkan surfaktan yang digunakan mampu
krim, tidak terjadi perubahan warna maupun melindungi tetesan-tetesan minyak pada
aroma (Gambar 5). Sediaan krim dengan sediaan krim sehingga fase minyak dan fase
penambahan bubur E. cottonii dan Sargassum air tercampur dengan baik.
sp. (1:1), (1:2), (2:1) dan kontrol (tanpa Kestabilan sediaan krim berhubungan
penambahan) menunjukkan tidak terjadi dengan daya simpan sediaan krim. Hasil yang
pemisahan emulsi, tidak terjadi kristalisasi, diperoleh dapat diduga bahwa sediaan krim
tidak ada perubahan warna, dan tidak terjadi memiliki daya simpan selama satu tahun. Hal
perubahan bau. Zat yang bertindak sebagai tersebut disebabkan tidak terjadi pemisahan
pengemulsi mampu menyatukan fase minyak fase setelah diberikan efek gaya sentrifugal
dan fase air secara baik sehingga tercampur yang diberikan oleh sentrifugator dengan
homogen dan tetap stabil. Andirisnanti kecepatan 3.800 rpm selama 5 jam. Lachman
(2012), melaporkan bahwa bahan-bahan et al. (1994) menyatakan bahwa uji mekanik
pengemulsi misalnya asam stearat, gliserol, dilakukan untuk mengetahui umur simpan
setil alkohol dan juga TEA (trietanolamin) krim selama 1 tahun, dimana gaya grafitasi
mampu menyatukan fase minyak dan fase selama 1 tahun dapat tergambarkan dengan
air pada sediaan krim sehingga krim dapat kecepatan perputaran 3750 rpm selama 5
tercampur homogen dan tetap stabil. jam. Gravitasi dan kenaikan gravitasi dapat
mempercepat pemisahan fase.
Centrifugal Test
Uji mekanik atau centrifugal test KESIMPULAN
merupakan salah satu indikator stabilitas Kesimpulan yang diperoleh adalah rasio
fisik pada sediaan krim semisolid. Manfaat terbaik sediaan krim tabir surya adalah
uji mekanik salah satunya untuk mengetahui krim dengan penambahan E. cottonii dan
umur simpan sediaan krim. Sentrifugasi Sargassum (1:1). Hasil yang diperoleh adalah
dilakukan pada kecepatan 3800 rpm selama tidak adanya mikroba pada sediaan krim
5 jam. Hasil uji sentrifugasi dari sediaan krim serta sediaan bubur E. cottonii dan Sargassum
bubur rumput laut E. cottonii dan Sargassum sp. Kandungan aktivitas antioksidan pada
sp. pada persentase (1:1), (1:2), (2:1) dan krim tergolong kuat dan nilai SPF sediaan
kontrol (tanpa penambahan) disajikan pada krim dikategorikan memiliki kemampuan
Gambar 5. ekstra. Penerimaan konsumen terhadap
Hasil pengamatan setelah pengujian produk melalui uji sensori berkisar antara
sentrifugasi menunjukkan bahwa sediaan krim normal sampai suka. Krim tabir surya
bubur rumput laut E. cottonii dan Sargassum memiliki kestabilan fisik yang baik, terbukti

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 193


JPHPI 2016, Volume 19 Nomor 3 Rasio Bubur Rumput Laut Euchema cottoni dan Sargassum sp., Luthfiyana et al.

tidak mengalami perubahan warna, bau dan UNSRAT 2(2): 12 – 16.


pemisahan fase. Daya awet krim diasumsikan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
dapat mencapai satu tahun. Nilai pH sediaan 1995. Formularium Kosmetika Indonesia
krim sesuai dengan SNI dan pH balance kulit (Cetakan I). Jakarta: Departemen
normal manusia. Kesehatan RI.
Djajadisastra J. 2004. Cosmetic Stability.
DAFTAR PUSTAKA Departemen Farmasi Fakultas
[FAO] Food and AquacultureOrganization. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
2015. Global Aquaculture Production Universitas Indonesia. Depok: Seminar
Data Base updated to 2013-Summary Hari HIKI.
Information. Djide N. 2008. Dasar-Dasar Mikrobiologi
[SNI] Standar Nasional Indonesia 164399. Farmasi. Makassar: Universitas
1996. Sediaan Tabir Surya. Jakarta: Badan Hasanuddin.
Standarisasi Nasional. Ebrahimzadeh MA, Nabavi SF, Nabavi SM.
[SNI] Standar Nasional Indonesia 192897. and Eslami, B. 2010. Antihemolytic
1992. Penentuan Total Mikroba.Jakarta: and antioxidant activities of Allium
Badan Standarisasi Nasional. paradoxum. Central European Journal of
Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Biology 5: 338 – 345.
Sedarnawati, Budiyanti S. 1989. Analisis Gröniger A, Sinha RP, Klisch M, Häder
Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas DP. 2000. Photoprotective compounds
Pangan dan Gizi, Institut Pertanian in cyanobacteria, phytoplankton
Bogor. and macroalgae–a database. Journal
Basmal J, Syarifuddin, Ma’ruf WF. 2003. Photochem Photobiol. B: Biology 58:
Pengaruh konsentrasi larutan potassium 115–122.
hidroksida terhadap mutu kappa Jones CR, Rolt J. 1991. Operating Instructions
karaginan yang diekstraksi dari Eucheuma for the TRL Dynamic Cone Penetrometer.
cottonii. Jurnal Penelitian Perikanan 2nd Ed. Transport Research Laboratory.
Indonesia 9(5):95 – 103. Juwita NK, Djajadisastra J, Azizahwati.
Andirisnanti WA. 2012. Uji manfaat ekstrak 2011. Uji penghambatan tirosinase dan
kolagen kasar dari teripang (Stichopus stabilitasfisik sediaan krim pemutih yang
hermanni) sebagai bahan pelembab kulit. mengandung ekstrak kulit batang nangka
Tesis. Depok: Universitas Indonesia. (Artocarpus heterophyllus). Majalah Ilmu
Anggadiredja T, Zatnika A, Purwoto H, Istini Kefarmasian 8 (3).
S. 2006. Rumput Laut. Jakarta: Penebar Lachman L. 1994. Teori dan Praktek Farmasi
Swadaya. Hal. 26-38. Industri II. Penerjemah: Siti Suyatmi.
Chaidir A. 2007. Kajian rumput laut Edisi ketiga. Jakarta: Universitas
sebagai sumber serat alternatif untuk Indonesia.
minuman berserat. Tesis. Bogor: Sekolah Lee J, Koo N, Min DB. 2004. Reactive
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. oxygen species, aging, and antioxidative
Chang R, Tikkanen W. 1988. The Top Fifty nutrceuticals. Comprehensive Reviews in
Industrial Chemicals. Random House, Food Science and Food Safety 3:21 – 33.
New York. Lewerissa KB. 2007. BIOETANOL: Bahan
Carpenter RP, Lyon DH, Hasdell TA. 2000. Bakar Masa Depan. Bios Majalah Biologi
Guidelines for Sensory Analysis in Food Populer 1(1), hal. 52.
Product Development and Quality Mishra AP, Saklani S, Milella L, Tiwari P. 2014.
Control. 2nd Ed. Maryland:Marylands Formulation and evaluation of herbal
Aspen Publisher. antioxidant face cream of Nardostachys
Damogalad V, Edy HJ, Supriati HS. 2013. jatamansi collected from Indian
Formulasi krim tabir surya ekstrak kulit Himalayan region. Asian Pacific Journal
nanas (Ananas comosus L. Merr) dan uji of Tropical Biomedicine. 4(2): 79 – 82.
in vitro nilai sun protecting factor (SPF). Misonou T, Saitoh J, Oshiba S, Tokitomo Y,
Pharmacon. Jurnal Ilmiah Farmasi Maegawa M, Inoue Y, Hori H, Sakurai

194 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


Rasio Bubur Rumput Laut Euchema cottoni dan Sargassum sp., Luthfiyana et al. JPHPI 2016, Volume 19 Nomor 3

T. 2003. UV-ab-sorbing substance in from brown seaweeds. Journal of Zhejiang


red alga Porphyra yezoensis (Bangiales, University Science B 10(2):147 – 153.
Rhodophyta) block thymine photodimer Schneider, GuntherAG, Beiersdorf. 2012.Skin
production. Mar. Biotechnol 5: 194 – 200. Cosmetics, Encyclopedia of Industrial
Mitsui. 1997. New Cosmetic Science. New Chemistry, Germany: Federal Republic.
York: Elsevier. Steel RGD, Torrie JH. 1991. Prinsip dan
Molyneux P. 2004. The use of stable free radical Prosedur Statistika. Sumantri B,
diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) for penerjemah. Jakarta: Gramedia Pustaka
estimating antioksidan activity. Journal of Utama. Terjemahan dari Principlesand
Sciencesand Technology 26(2): 211 – 219. Procedures of Statistics.
Nurjanah, Nurilmala N, Anwar E, Luthfiyana Sunarwidhi PE, Untari LF, Sudarman IM,
N. 2015. Identification of bioactive Istriyati.2010. Potensi makroalgae dari
compounds seaweed as raw sunscreen Nusa Tenggara Barat sebagai alternatif
cream. The 2nd International Symposium pelindung kulit alami dari paparan
on Aquatic Products Processing and sinar uv dan menjaga kelembapan
Health [ISAPROSH]. kulit. Seminar Nasional Biologi Bidang
Pinnell. 2003. Evidence-based Herbal Biofarmaka Gizi.
Medicines. Philadelphia: Hanley and Suryaningrum TD, Suwarno T, Soekarto, Putro
Belfus 387-395. S. 1991. Kajian sifat-sifat mutu komoditi
Pissavini M, Ferrero L. 2004. In vitro rumput laut budidaya jenis Eucheuma
determination of sun protection factor. cottonii dan Eucheuma spinosum. Jurnal
Chemist and Head Sun ProductResearch, Penelitian Pasca Panen 68:13 – 24.
International Research & Development Talarosha B. 2005. Menciptakan kenyamanan
Center 1 – 5. thermal dalam bangunan. Jurnal Sistem
Purwanti T, Erawati T, Kurniawati E. 2005. Teknik Industri 6(3):2 – 12.
Penentuan komposisi optimal bahan tabir Trihapsoro, Iwan. 2003. Dermatitis Kontak
surya kombinasi oksibenson-oktildimetil Alergi Pada Pasien Rawat Jalan di RSUP
paba dalam formula vanishing cream. Haji Adam Malik Medan. Medan:
Majalah Farmasi Airlangga 5(2):1. Universitas Sumatra Utara.
Purwanto, Mufrod, Swastika A. 2013. Wade A, Weller PJ. 1994. Handbook of
Antioxidant activity cream dosage form pharmaceutical excipient. 2nd edition.
of tomato extract (Solanum lycopersicium London : The Pharmaceutical Press.
L.). Traditional Medicine Journal 18(3): Wasitaatmadja SM. 1997. Penuntun Ilmu
3–6. Kosmetik Medik. Jakarta: Universitas
Rahmanto A. 2011. Pemanfaatan minyak jarak Indonesia. (3):58-59, 62-63, 111-112.
pagar (Jatropha curcas, Linn) sebagai Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi.
komponen sediaan dalam formulasi Bogor: MBRIO Press.
produk hand and body cream. Tesis. Yangthong M. 2009. Antioxidant activities of
Bogor: InstitutPertanian Bogor. four edible seaweeds from the southern
Rieger MM. 2000. Harry’s Cosmeticologi.8th coast of Thailand. Plant Foods Human
Edition. New York: Chemical Publishing Nutrition, 64: 218 – 223. New York: Taylor
Co. Inc. pp 359. and Francis Group.
Rochima I, Rizki A. 2009. Pengaruh suhu Zhaohui Z, Gao X. 2005. The isolation of
pengeringan terhadap karakteristik prophyra-334 from marine algae and its
kimiawi filet lele dumbo asap cair UV-Absorption behavior. Chinese Journal
pada penyimpanan suhu ruang. Jurnal of Oceanology and Limnology 23(4): 400
Bionatura 11(1): 21 – 36. – 405.
Saewan N, Jimtaisong A. 2013. Photoprotection Zubia M, Robledo D, Freile-Pelegrin Y.
of natural flavonoids. Journal of Applied 2007. Antioxidant activities in marine
Pharmaceutical Science 3(9): 129 – 141. macroalgae from the coasts of quintana
Samee H, Li ZH, Lin H, Khalid J, Guo YC. Roo and Yucatan, Mexico. Journal of
2009. Antialergic effects of ethanol extracs Applied Phycology 19: 449 – 458.

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 195

Anda mungkin juga menyukai