0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
648 tayangan10 halaman
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang perspektif pendidikan vokasi dalam Kurikulum 2013 dan perannya terhadap pembangunan ekonomi Indonesia.
2. Pendidikan vokasi diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang siap kerja dan dapat berkontribusi pada pembangunan ekonomi nasional.
3. Implementasi Kurikulum 2013 di sekolah menengah kejuruan (SMK) diarahkan untuk meningkat
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang perspektif pendidikan vokasi dalam Kurikulum 2013 dan perannya terhadap pembangunan ekonomi Indonesia.
2. Pendidikan vokasi diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang siap kerja dan dapat berkontribusi pada pembangunan ekonomi nasional.
3. Implementasi Kurikulum 2013 di sekolah menengah kejuruan (SMK) diarahkan untuk meningkat
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang perspektif pendidikan vokasi dalam Kurikulum 2013 dan perannya terhadap pembangunan ekonomi Indonesia.
2. Pendidikan vokasi diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang siap kerja dan dapat berkontribusi pada pembangunan ekonomi nasional.
3. Implementasi Kurikulum 2013 di sekolah menengah kejuruan (SMK) diarahkan untuk meningkat
M. Agphin Ramadhan dan Sulaeman Deni Ramdani Mahasiswa Program Studi Pendidikan Teknologi Kejuruan Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta Kampus Karangmalang, Yogyakarta 55281 Telp. +62274-550836 Email: agphin.ramadhan@gmail.com
Abstrak Kurikulum 2013 pada pendidikan vokasi, khususnya Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) tidak hanya bertujuan menghasilkan lulusan yang siap kerja, melainkan menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Salah satu tantangan ke depan bagi SMK adalah bagaimana meningkatkan kontribusi pendidikan vokasi bagi pembangunan Indonesia, khususnya pembangunan ekonomi. Thompson (1973) menyatakan bahwa vocational education is economic education as it geared to the needs of the job marked and thus contributed to the national economic growth. Pendidikan vokasi pada dasarnya adalah pendidikan untuk menumbuhkan atau menggerakkan kegiatan ekonomi, karena pendidikan vokasi dirancang untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja dan jelaslah hal ini akan memberikan sumbangsih positif bagi dunia kerja produktif yang menghasilkan barang dan komoditi yang mempunyai nilai ekonomi. Untuk itulah dengan diberlakukannya Kurikulum 2013 diharapkan dapat menjawab tantangan tersebut. Makalah ini akan menyajikan tentang perkembangan SMK di Indonesia, implementasi kurikulum 2013 pada pendidikan vokasi, khususnya SMK, dan upaya-upaya yang dapat memaksimalkan kontribusi SMK dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Pendahuluan Pertumbuhan ekonomi sangat penting bagi suatu negara. Pertumbuhan ekonomi tinggi diyakini mencerminkan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya, strategi yang dianggap efektif adalah dengan melakukan industrialisasi. Dalam prosesnya industrialisasi membutuhkan tenaga-tenaga kerja terampil (skilled workers) yang tidak hanya mampu mengoperasikan teknologi tersebut, melainkan juga memeliharanya. Oleh karena, dalam rangka menunjang pertumbuhan ekonomi, pendidikan vokasi menjadi penting. Pendidikan vokasi pada awal sejarahnya berkembang di berbagai negara. Sebagai contoh, pengembangan pendidikan vokasi sudah dimulai pada Mesir Kuno sekitar 2000 tahun sebelum masehi. Program-program magang yang terorganisir (apprenticeship) mencakup belajar kemampuan dasar menulis dan membaca karya sastra. Hal tersebut sebagai usaha awal penggabungan antara belajar di kelas untuk kemampuan-kemampuan dasar dan belajar langsung di tempat kerja. Cara ini sempat menyebar ke berbagai bagian dunia lain sampai sekitar abad ke-19 (Ana: 2009). Sedangkan di Cina, perkembangan pendidikan vokasi di mulai pada Masa Konfusianisme, akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20. Tujuan pendidikan pada masa itu adalah untuk menciptakan sebuah tatanan sosial yang ideal dimana orang bisa hidup dalam harmoni, rasa hormat dan ketulusan (konfusianisme). Pendidikan Vokasi diajarkan oleh orang tua masyarakat kelas bawah. Filsafat Pendidikan Vokasi diperkenalkan oleh Mo Tzu (476 390 SM). Ia berpendapat bahwa pendidikan vokasi jangan hanya fokus pada keahlian melainkan juga pada ilmu pengetahuan, moral, dan bagaimana menciptakan makna (Schmidtke,C., & Chen,P. :2012). Di Indonesia, awal perkembangan pendidikan vokasi bermula ketika zaman pejajahan Belanda. Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel) tahun 1830 dan Sistem Liberal tahun 1870 yang dilaksanakan Pemerintah Belanda di tanah jajahannya, Hindia Belanda, merupakan politik pengerukan keuntungan yang luar biasa. Dan dari sinilah muncul Politik Etika yang dicanangkan Ratu Belanda dalam sidang parlemen Belanda tahun 1901. Sejak pencangan Politik Etika inilah, pemerintah Balanda berusaha mengembangkan ekonomi agar memiliki anggaran sendiri dan akhirnya dari pendidikanlah unsur yang perlu dibenahi dan dibangun. Pendidkan vokasi adalah salah satu di dalamnya, dimana dari sekolah vokasi akan diperoleh lulusan dengan keahlian teknik. Pada permulaannya, pendidikan vokasi yang pertama kali adalah Sekolah Pertukangan, sekolah yang merupakan sarana yang digunakan untuk memajukan pertukangan di Indonesia (Supriadi: 2002). Seiring berjalannya waktu, kini pendidikan vokasi memasuki tahap baru, dimana menyesuaikan dengan kurikulum yang telah ditetapkan pemerintah, dalam hal ini Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 merupakan hasil evaluasi terhadap KTSP dan menjadi penguat dalam peningkatan kompetensi yang seimbang antara sikap (attitude), keterampilan (skill), dan pengetahuan (knowledge). Kompetensi nantinya bukan penguatan pada kognitif saja namun memuat sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang merupakan dasar dari kompetensi inti. Pada Kurikulum 2013 proses pembelajaran berbasis pada kompetensi yang didukung oleh 4 pilar aktivitas pembelajaran, yaitu: produktif, kreatif, inovatif, dan afektif pada penekanan penguatan soft skill (Dit.PSMK: 2013). Khusus untuk SMK, berdasarkan Struktur Kurikulum Pendidikan Menengah SMK, ada 7 isu terkait dengan hal ini, yaitu: (1). Ujian Nasional sebaiknya tahun ke XI sehingga tahun ke XII konsentrasi ke ujian sertifikasi keahlian (2). Bidang keahlian yang tidak sesuai dengan kebutuhan global (3). Penambahan life and career skills (bukan sebagai mata pelajaran) (4). Perlunya melibatkan pengguna (industri terkait) dalam penyusunan kurikulum (5). Pembelajaran SMK berbasis proyek dan sekolah terbuka bagi siswa untuk waktu yang lebih lama dari jam pelajaran (6). Keseimbangan hard skill dan soft skill dan (7). Perlunya membentuk kultur sekolah yang kondusif. Isu-isu tersebut tidak menutup kemungkinan nantinya akan diterapkan di SMK. Hadirnya kurikulum 2013 jelas membawa beberapa elemen perubahan. Berdasarkan Bahan Uji Publik November 2012, elemen perubahan pada SMK antara lain: pada kurikulum ini jumlah jam pelajaran normatif dan adaptif dikurangi sedangkan porsi mata pelajaran produktif ditambah. Pada proses pembelajaran, kompetensi keterampilan akan disesuaikan dengan trend perkembangan DU/DI. Termasuk penambahan jenis keahlian berdasarkan spektrum kebutuhan global dan tetap memperhatikan hard skill dan soft skill. Perubahan-perubahan di atas dimaksudkan untuk memberikan kontribusi maksimal agar dihasilkan lulusan SMK yang sesuai dengan tujuan Kurikulum 2013. Lalu yang menjadi pertanyaan adalah bagaimanakah implementasi Kurikulum 2013 pada SMK?, bagaimana perannya terhadap pembangunan ekonomi?, serta upaya-upaya apa saja yang dapat memaksimalkan kontribusi SMK dalam pembangunan ekonomi Indonesia?. Tulisan ini akan memaparkan tentang perspektif pendidikan vokasi dalam Kurikulum 2013 dan perannya terhadap pembangunan ekonomi Indonesia. Kajian Pustaka
. Pembahasan Perkembangan SMK di Indonesia Perkembangan pendidikan vokasi di Indonesia dibagi menjadi 2 periode, yaitu: Pra Kemerdekaan dan Pasca Kemerdekaan. Pada periode Pra Kemerdekaan, pendidikan vokasi di Indonesia berawal dari pemikiran Ratu Belanda yaitu Politik Etika (Etische Politiek) merupakan bentuk pertanggungjawaban politik Pemerintah Belanda terhadap Hindia Belanda (Indonesia) atas diberlakukannya Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel) tahun 1830 dan Sistem Liberal tahun 1870 yang dilaksanakan Pemerintah Belanda. Pendidikan kejuruan yang pertama kali adalah Sekolah Pertukangan, sekolah yang merupakan sarana yang digunakan untuk memajukan pertukangan di Indonesia, kemudian berkembang lagi Pendidikan Kejuruan Pertanian yaitu sekolah yang berkonsentrasi pada kursus untuk pendidikan pertanian praktis. Kemudian dibangun Pendidikan Kejuruan Teknik, dimana banyak sekali keahlian yang dikembangkan seperti keahlian bangunan, keahlian pertambangan, pendidikan masinis, dan lain-lain. Inilah sejarah singkat mengapa ada pendidkan kejuruan dan bagaimana prosesnya, walaupun bagaimana juga pendidikan yang awalnya oleh pemerintah Belanda hanya untuk kebangsaan Eropa dan China, tetapi akhirnya mereka mengembangkan untuk masyarakat Pribumi (Supriadi: 2002). Seperti yang dijelaskan Supriadi (2002) dalam bukunya Sejarah Pendidikan Teknik dan Vokasi di Indonesia, pada periode Pasca Kemerdekaan, pendidikan vokasi dibagi menjadi tiga babak yaitu: Pertama, tahun 1945-1968 yaitu sejak diproklamasikan kemerdekaan Indonesia sampai sebelum pelaksanaan Pelita I. Pada periode ini mulai dilakukannya pendekatan ke masyarakat akan pentingnya pendidikan (social demand approach). Pendidikan vokasi dianggap mampu menghasilkan tamatan yang dapat langsung bekerja namun keadaan sekolah kejuruan memprihatinkan dengan fasilitas yang sangat minim. Pendidikan vokasi yang dikenal pada saat itu adalah STM dan SMEA. Kedua, pelaksanaan Pelita tahun 1969/1970 hingga akhir Pelita VI tahun 1997/1998. Pada masa ini dilakukan pendekatan kebutuhan tenaga kerja (manpower demand approach) secara terbatas, proses mencari bentuk yang tepat untuk pendidikan teknisi industri. Saat itu, pertumbuhan ekonomi di Indonesia sedang baik dengan tingkat pertumbuhan 7% per tahun, sehingga diperlukan banyak tenaga kerja untuk mengisi kekosongan di dunia kerja. Akan tetapi pendidikan kejuruan hanya mampu mengisi 50% saja kebutuhan. Dan keterlibatan dunia industri di pendidikan kejuruan belum melembaga secara formal. Pendidikan vokasi pada masa itu terdiri dari vokaasi bidang industri (STMP, SMEA Pembina, SMTK 4 tahun), dan juru teknik (STM-BLPT, SMEA,SMKK). Digunakan pula pendekatan kebutuhan masyarakat (untuk sekolah yang belum direhabilitasi): SMEA, SMKK,SMPS, SMM, SMIK, dan SMSR. Pada Pelita VI diperkenalkan kebijakan baru untuk pembangunan pendidikan, yang disebut Link and Match. Dalam pelaksanaannya diberlakukan Pendidikan Sistem Ganda di SMK. Ketiga, periode reformasi tahun 1998 yang berlanjut dengan dilaksanakannya otonomi daerah sejak tahun 2001 hingga sekarang. Pada periode ini momentum pertumbuhan kuantitatif pendidikan kejuruan semakin meningkat. Hubungan dengan pihak industri semakin baik. Pemerintah sudah sangat menyadari pentingnya mengembangkan pendidikan teknologi dan kejuruan di Indonesia. Kita semua mengetahui bahwa Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk tumbuh dan berkembang menjadi bangsa yang sejahtera. Di samping sumberdaya alam yang kaya, Indonesia memiliki tenaga kerja dalam jumlah yang berlimpah. Agar potensi tersebut dapat menjadi sumber daya pembaruan, yang diperlukan pendidikan yang bermutu dan relevan. Begitu pula dengan Diklat Kejuruan dituntut untuk mampu meningkatkan kompetensi generasi muda Indonesia yang akan memasuki dunia kerja, melatih ulang dan meningkatkan kompetensi mereka yang sudah bekerja, selaras dengan perkembangan teknologi dan perubahan pasar kerja.
Implementasi Kurikulum 2013 pada SMK Sebagaimana konsep pendidikan vokasi adalah pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Untuk itu, Pendidikan vokasi di SMK, hendaknya tidak hanya mempersiapkan peserta didik sebagai pemenuhan (to fit) dan persiapan (to prepare) kebutuhan pasar, melainkan pendidikan vokasi harus berfungsi sebagai pendidikan yang mengembangkan (to develop) keterampilan, kemampuan, pemahaman, sikap, etos kerja, dan apresiasi yang diperlukan oleh pekerja untuk masuk dan membuat kemajuan dalam pekerjaan secara berguna dan produktif (Maclean, 2009). Hal inilah yang diangkat oleh Kurikulum 2013, agar menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Berdasarkan Sistem EPIK (Elektronik Pemantauan Implementasi Kurikulum 2013) total ada 1142 SMK yang terdata sebagai sekolah sasaran implementasi Kurikulum 2013, sedangkan sampai Agustus 2013 Kurikulum 2013 SMK sudah memasuki tahap implementasi bertahap-terbatas pada Kelas X di 1021 SMK di seluruh wilayah Indonesia. Langkah awal yang telah dilakukan untuk persiapan implementasi Kurikulum 2013 SMK adalah melakukan Pendidikan dan Pelatihan kepada pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah serta unsur-unsur lain yang terlibat langsung dalam proses pendidikan. Untuk mempercepat peningkatan pemahaman dan penguasaan keterampilan mengimplementasikan kurikulum tersebut, diprogramkan kegiatan pendampingan untuk para guru dan kepala sekolah. Program pendampingan dilakukan sebagai penguatan untuk memahami konsep Kurikulum 2013 dengan berbagai perubahannya dalam implementasi di lapangan, serta untuk membantu mengatasi berbagai kendala yang muncul pada saat kurikulum tersebut diimplementasikan di sekolah. Program pendampingan ini juga merupakan upaya menuju implementasi Kurikulum 2013 secara meluas, sehingga pada Juni 2016 akan dilakukan penilaian menyeluruh terhadap pelaksanaan kurikulum ini secara nasional. Ada beberapa faktor pendukung implementasi Kurikulum 2013 di SMK, antara lain: Pertama, kesesuaian kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan dengan kurikulum yang diajarkan dan buku teks yang dipergunakan. Kedua, ketersediaan buku sebagai bahan ajar dan sumber belajar yang mengintegrasikan keempat standar pembentuk kurikulum. Ketiga, penguatan manajemen dan budaya sekolah. Keempat, penguatan peran pemerintah dalam pembinaan dan pengawasan. Dan terakhir, kerja sama yang baik antara SMK dengan DU/DI sehingga terjalin link and match. Namun, pada pelaksanaannya ada beberapa temuan permasalahan dalam pengimplementasian Kurikulum 2013. Sebagai contoh pada proses pembelajaran, total 48 jam per minggu di tambah Mulok dirasa memberatkan baik oleh guru maupun peserta didik, pendekatan scientific tidak dapat dilaksanakan disemua pelajaran, regulasi pelaksanaan praktik Industri dan Ujian Nasional belum sepenuhnya ada kejelasan, SMK masih belum siap untuk langsung terjun ke industri demikian juga dukungan industri pada pelaksanaan prakerin selama 6 bulan belum mendapat tanggapan positif dari pihak industri (FGD Implementasi Kurikulum 2013 FPTK UPI). Dengan demikian, implementasi Kurikulum 2013 di SMK masih harus dibenahi, mulai dari kesiapan dan kompetensi tenaga pendidik, manajemen dan budaya sekolah, dan kebijakan pemerintah dalam memperbaiki dan mengembangkan kekurangan yang selama ini terjadi pada proses implementasi Kurikulum 2013.
Upaya Memaksimalkan Kontribusi SMK dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia SMK harus memperluas fungsinya dari fungsi tunggal menjadi SMK Model yang menyelenggarakan fungsi majemuk yang selaras dengan kemajemukan kebutuhan masyarakat. Hasil-hasil penelitian mengenai peran pendidikan dalam pembangunan ekonomi menunjukkan bahwa investasi di bidang pendidikan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi, seperti yang telah disimpulkan oleh Boediono dan McMahon (2001). Joesoef, J.R, dkk (2007) dalam jurnalnya yang berjudul Peran SMK dalam Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Daerah: Sebuah Analisis Makroekonomi menyatakan bahwa SMK berperan positif dalam pertumbuhan ekonomi daerah. Peran ini dapat dilacak dari tiga hal yang saling berurutan yaitu: (1) preferensi masyarakat terhadap SMK, (2) kapasitas SMK bagi lulusan SMP, dan (3) kemampuan SMK dalam mencetak lulusan yang berkualitas. Senada dengan hasil penelitian sebelumnya, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Ke-juruan (2008) melakukan penelitian yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara rasio siswa SMK dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Selain itu, hasil penelitiannya juga menemukan bahwa terdapat hubungan yang positif antara rasio siswa SMK dan laju pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan pemaparan di atas, jelaslah bahwa pendidikan vokasi memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Selanjutnya, bagaimana cara memaksimalkan kontribusi SMK dalam pembangunan ekonomi?. Menurut Slamet, P.H (2012) upaya-upaya yang dapat memaksimalkan kontribusi pendidikan kejuruan untuk pembangunan ekonomi dapat dilakukan dengan 4 cara, yaitu: menawarkan pendidikan kejuruan berdasarkan karakteristik Indonesia, penguatan link and match dengan dunia kerja, mengintegrasikan soft skill ke dalam pembelajaran, dan menerapkan pendidikan kewirausahaan. Pertama, menawarkan pendidikan kejuruan berdasarkan karakteristik Indonesia. Ilmu-ilmu yang diajarkan kepada peserta didik pendidikan vokasi semestinya ilmu-ilmu yang cocok untuk memfasilitasi pengembangan peserta didik agar menjadi manusia seutuhnya dan ilmu-ilmu yang sesuai dengan karakteristik Indonesia sebagai-mana disebut sebelumnya. Keduanya sama-sama diperlukan dan jangan sampai terpeleset mengorbankan salah satu. Mengorbankan pengembang-an eksistensi peserta didik berarti men-dehumanisasi manusia dan mengem bangkan peserta didik yang tidak ada keselarannya dengan kebutuhan masyarakat, khususnya dunia kerja, akan membuat pendidikan vokasi terisolasi dan terlepaskan dari kait-annya dengan masyarakat, terutama dengan dunia kerja. Jika ini terjadi, maka pendidikan vokasi tidak ber-peran sama sekali terhadap pemba-ngunan masyarakat. Kedua, Memperkuat kemampuan soft skills peserta didik pendidikan vokasi me-lalui berbagai ragam cara. Secara ma- tematis, soft skills = kualitas intraper-sonal + keterampilan interpersonal. Kualitas intrapersonal adalah kuali-tas batiniah (kualitas rohaniah) ma-nusia yang bersumber dari dalam lu-buk hati manusia yang dimensi-di-mensinya meliputi antara lain keren-dahan hati, harga diri, integritas, tang-gung jawab, komitmen, motivasi diri, rasa keingintahuan, menyukai apa yang belum diketahui (umumnya ma-nusia menyukai apa yang sudah di-ketahui), kejujuran, kerajinan, kasih sayang (cinta sesama), disiplin diri, kontrol diri, kesadaran diri, dapat di-percaya, dan berjiwa kewirausahaan dimana yang terakhir ini umumnya bersumber dari pendidikan yang me-merdekakan manusia sehingga tidak tertekan dan menjadi kreatif yang aki-batnya menjadi inovatif dan mampu membentuk jiwa kewirausahaan ma-nusia. Tentu saja masih banyak di-mensi kualitas intrapersonal yang la-in, tetapi terlalu banyak untuk dise-but satu per satu. Keterampilan inter-personal adalah keterampilan yang berkaitan dengan hubungan antar-manusia yang dimensi-dimensinya meliputi antara lain bertanggung jawab atas semua perbuatannya, si-kap hormat/respek kepada orang lain, perdamaian, kecintaan kepada sesama, komunikasi yang mengenak-kan, kepemimpinan, kerjasama/kerja kelompok, kehalusan berbudi, sosia-bilitas, solidaritas, toleransi/tenggang rasa, bijaksana, beradap, berani ber-buat benar meskipun tidak populer, demokratis, sikap adil, sikap tertib, dan masih banyak dimensi-dimensi keterampilan interpersonal lainnya yang terlalu banyak untuk disebut satu per satu. Istilah soft skills sangat erat kaitannya dengan istilah- istilah lain, seperti karakter, akhlak, budi pekerti, kecerdasan emosi, nilai-nilai kehidupan (living values), moralitas, personality, dan employability skills bagi yang sudah bekerja. Sepanjang ber-urusan dengan hubungan antarma-nusia yang dilandasi oleh humanitas, itu disebut soft skills.
Simpulan Daftar Pustaka Ana, dkk. (2009). Sejarah Pendidikan Teknologi dan Vokasi. Makalah, tidak diterbitkan, UPI, Bandung. Boediono & McMahon. (2001). Pembangunan Pendidikan untuk Mendukung Pertumbuhan Ekonomi. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Schmidtke,C., & Chen,P. (2012). Philosophy of Vocational Education in China: A Historical Overview. Journal of Philosophy of Education, --,-- Supriadi, Dedi. (2002). Sejarah Pendidikan Teknik dan Vokasi di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pembinaan SMK. (2013). Petunjuk Teknis Pendampingan Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Vokasi. Direktorat Pembinaan SMK. (2008). Peran SMK dalam Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Daerah. Focus Group Disscussion Implementasi Kurikulum 2013. (2013, 7 Oktober). Diambil pada tanggal 26 November 2013, dari http://fptk.upi.edu/2013/10/07/focus-group-disscussion-implementasi-kurikulum- 2013-2/ Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Sekolah Sasaran Implementasi Kurikulum 2013. Diambil pada tanggal 26 November 2013, dari http://kurikulum.kemdikbud.go.id/public/school Jalal, Fasli, & Supriadi, Dedi. (2001). Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Thompson, John F. (1973). Foundation of Vocational Education Social and Philosophical Concepts, New Jersey: Prentice-Hall. Joesoef, J.R., dkk. (2007). Peran SMK dalam Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Daerah: Sebuah Analisis Makroekonomi. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
Ekonomi makro menjadi sederhana, berinvestasi dengan menafsirkan pasar keuangan: Cara membaca dan memahami pasar keuangan agar dapat berinvestasi secara sadar berkat data yang disediakan oleh ekonomi makro