Anda di halaman 1dari 16

Jurnal Ilmiah AL-Jauhari (JIAJ)

Volume 3 No 1, Juni 2018


ISSN: 2541-3430
E-ISSN: 2541-3449
Halaman 17-32

Internalisasi Nilai-Nilai Pendidikan Kewirausahaan dalam


Kurikulum di SMK Salafiyah Syafi’iyah

Oleh:
Nurhamida

Abstrak
Artikel ini menunjukan bahwa Internalisasi nilai-nilai pendidikan
kewirausahaan pada mata pelajaran sudah diterapkan yaitu dimasukkannya nilai-
nilai tersebut ke dalam perencanaan pembelajaran dan silabus, walaupun dalam
pelaksanaan pembelajaran dengan segala keterbatasan guru yang tidak berlatar
belakang pendidikan sesuai dengan mata pelajaran yang di ampuhnya, dan telah
telihat perubahan sikap peserta didik di dalam pembelajaran dari penanaman lima
nilai kewirausahaan kreatif dan mandiri, namun dalam hal evaluasi pembelajaran
belum mengacu pada standar penilaian yang baku.

Abstract
This article shows that the internalization of the values of entrepreneurship
education in subjects has been implemented, namely the inclusion of these values
into learning planning and syllabus, even though the implementation of learning
with all the limitations of teachers who are not educational in accordance with the
subject matter is effective, and has seen changes in the attitude of students in
learning from planting five values of creative and independent entrepreneurship,
but in terms of evaluation of learning it has not referred to standardized
assessment standards.

Kata Kunci: Internalisasi, Pendidikan Kewirausahaan, Kurikulum,

Pendahuluan
Pendidikan kewirausahaan di sekolah mulai tahun 2010 telah
disosialisasikan oleh Kementerian Pendidikan Nasional di pendidikan dasar dan
pendidikan menengah didasarkan pada butir-butir kebijakan nasional yang
tertuang dalam RPJMN 2010-2014 yaitu peningkatan akses pendidikan yang
berkualitas, terjangkau, relevan, dan efisien menuju terangkatnya kesejahteraan
hidup rakyat, kemandirian, keluhuran budi pekerti, dan karakter bangsa yang kuat.
Pembangunan bidang pendidikan diarahkan demi tercapainya pertumbuhan

17
ekonomi yang didukung keselarasan antara ketersediaan tenaga terdidik dengan
kemampuan: 1) menciptakan lapangan kerja atau kewirausahaan, 2) menjawab
tantangan kebutuhan tenaga kerja. b). Penataan ulang kurikulum sekolah yang
dibagi menjadi kurikulum tingkat nasional, daerah, dan sekolah sehingga dapat
mendorong penciptaan hasil didik yang mampu menjawab keutuhan SDM untuk
mendukung pertumbuhan nasional dan daerah dengan memasukkan pendidikan
kewirausahaan, seperti yang terjadi Di SMK Salafiyah Syafi’iyah Randangan di
mana kurikulumnya memasukkan pendidikan kewirausahaan sebagai mata
pelajaran wajib dan melakukan penambahan jam di luar waktu pembelajaran yaitu
di sore hari.
Hal ini sejalan dengan perkataan mantan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian (Menko Perekonomian masa pemerintahan SBY) Hatta Rajasa,
bahwa “wirausaha adalah kunci bagi Indonesia untuk memajukan perekonomian”.
Dalam rangka menciptakan wirausaha-wirausaha tersebut, salah satu caranya
adalah dengan memberikan pendidikan kewirausahaan kepada peserta didik pada
semua jenjang pendidikan
Pendidikan kewirausahaan merupakan aspek penting bagi perkembangan
sumber daya manusia, sebab pendidikan kewirausahaan merupakan wahana atau
salah satu instrumen yang digunakan bukan saja untuk membebaskan manusia
dari keterbelakangan, melainkan juga dari kebodohan dan kemiskinan. Disisi lain,
pendidikan kewirausahaan dipercayai sebagai wahana perluasan akses dan
mobilitas sosial dalam masyarakat baik secara horizontal maupun vertikal.
Semakin maju suatu negara semakin banyak orang yang terdidik, dan
banyak pula oarng yang menganggur, maka semakin dirasakan pentingnya dunia
kewirausahaan pembangunan akan lebih berhasil jika ditunjang oleh entrepreneur
yang dapat membuka lapangan kerja karena kemanpuan pemerintah sangat
terbatas. Pemerintah tidak akan mampu menggarap semua aspek pembangunan
karena sangat banyak membutuhkan anggaran belanja, persoanalia, dan
pengawasan.1
Dalam mengatasi pengangguran salah satu bentuk pendekatan yang sangat
strategis adalah melalui pendidikan kewirausahaan. Ciputra menawarkan alternatif
solusi terhadap masalah lapangan kerja, pengangguran dan kemiskinan melalui
pendidikan kewirausahaan pada pendidikan formal. Beberapa alasan yang
dikemukanan antara lain adalah:Pertama, dengan penerapan nilai-nilai pendidikan
kewirausahaan berarti memersiapkan generasi yang mampu menciptakan
lapangan kerja serta berwirausaha. Pada gilirannya akan lahir entrepreneur-
entrepreneur baru yang dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Kedua,
kewirausahaan dapat mengatasi secara massal terhadap pengangguran dan
kemiskinan, sekaligus menjadi tangga menuju impian setiap warga masyarakat
mencapai kemandirian finansial serta membangun kemakmuran. Lalu secara
bersama-sama mewujudkan masyarakat makmur - sejahtera Ketiga, output
pendidikan selama ini terbukti kurang mampu mengantarkan lulusan ke pasar
kerja. Untuk itu diperlukan kesadaran oleh pengelola lembaga pendidikan untuk
merancang dan melaklsanakan langkah-langkah penguatan bekal kompetensi dan

1
Buchari Alma ,Entrepreneurship, (Bandung : Alfabeta , 2013), hlm. 1

18
profesionalitas yang diperlukan peserta didik setelah mereka lulus melalui
pengembangan jiwa entrepreneurship.
Untuk mencapai kemampuan tersebut perlu adanya Internalisasi nilai-nilai
pendidikan kewirausahaan. Sehingga tercipta perilaku wirausaha pada santri atau
peserta didik, seperti halnya pada observasi sebagai tahapan awal dalam penelitian
ini diperoleh data dan informasi bahwa struktur kurikulum di SMK Salafiyah
Syafi’iyah Randangan dengan jurusan Ternak Ruminansia berisi mata pelajaran
wajib, mata pelajaran Kejuruan, Muatan Lokal, dan Pengembangan Diri.
Menurut UU No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, pasal 37, menyatakan
bahwa kurikulum SMK wajib memuat tentang Pendidikan Agama, Pendidikan
kewarganegaraan, Bahasa, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu
Pengetahuan Sosial, Seni dan budaya, Pendidikan jasmasi dan olah raga,
Keterampilan/kejuruan, dan Muatan lokal. Atas dasar itu, maka mata pelajaran
wajib pada KTSP SMK terdiri atas Pendidikan Agama, Pendidikan
Kewarganegaraan, Bahasa, Matematika, IPA, IPS, Seni dan Budaya, Pendidikan
Jasmani Olahraga dan Kesehatan, dan Keterampilan/Kejuruan (terdiri atas
Keterampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi dan Kewirausahaan).
Mata pelajaran tersebut bertujuan untuk membentuk manusia Indonesia
seutuhnya dalam spektrum manusia kerja. Oleh karena itu hal tersebut menjadi
acuan bagi penulis untuk menggali sejauh mana Integrasi nilai-nilai pendidikan
kewirausahaan dalam kurikulum tersebut untuk menghasilkan peserta didik yang
berjiwa kewirausahaan di SMK Salafiyah Syafi’iyah Randangan Gorontalo.
Tujuan pendidikan nasional terutama yang mengarah pada perilaku
entrepreneur peserta didik, selama ini belum dapat diketahui secara pasti. Hal ini
mengingat pengukurannya cenderung bersifat kualitatif, dan belum ada standar
nasional untuk menilainya.
Dengan demikian kewirausahaan dapat diajarkan melalui penanaman nilai-
nilai kewirausahaan yang akan membentuk karakter dan perilaku untuk
berwirausaha agar para peserta didik kelak dapat mandiri dalam bekerja atau
mandiri usaha.
Salah satu komponen penting dari sistem pendidikan tersebut adalah
kurikulum, karena kurikulum merupakan komponen pendidikan yang dijadikan
acuan oleh setiap satuan pendidikan, baik oleh pengelola maupun penyelenggara;
khususnya oleh guru dan kepala sekolah. Kurikulum tingkat satuan pendidikan
tahun 2006 menekankan bahwa satuan-satuan pendidikan harus mampu
mengembangkan komponen-komponen dalam kurikulum tingkat satuan
pendidikan. Komponen yang dimaksud mencakup visi, misi, dan tujuan tingkat
satuan pendidikan; struktur dan muatan; kalender pendidikan; silabus sampai pada
rencana pelaksanaan pembelajaran.
. Dalam kurikulum di SMK Salafiyah syafi’iyah Randangan terdapat mata
pelajaran kewirausahaan yang memang dirancang untuk memberikan pengetahuan
tentang kewirausahaan kepada siswa. Adapun materi pelajaran kewirausahaan
yang diberikan telah mencakup karakter kewirausahaan yang terkandung di
dalamnya. Oleh karena itu sangat penting untuk mengembangkan Kurikulum
Pendidikan Kewirausahaan agar mampu mencetak wirausaha-wirausaha baru
yang handal. Hal ini tentu saja tidak menjadi tanggung jawab pemerintah semata,

19
atau guru semata namun manjadi tanggung jawab bagi semua pihak yang terkait
di dalamnya termasuk juga stakeholder/masyarakat.

1. Pendidikan Kewirausahaan
Pendidikan adalah. “Proses pengubahan sikap dan perilaku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran
dan pelatihan”2
Istilah Pendidikan, dalam bahasa Inggris “education”, berakar dari bahasa
Latin “educare”, yang dapat diartikan pembimbing berkelanjutan (to lead forth).
Jika diperluas, arti etimologis itu mencerminkan keberadaan pendidikan yang
berlangsung dari generasi ke generasi sepanjang eksistensi kehidupan manusia 3
Makna pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha manusia
untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan
kebudayaannya. Dengan demikian, bagaimanapun sederhananya peradaban suatu
masyarakat, di dalamnya terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan. Karena
itulah sering dinyatakan pendidikan telah ada sepanjang peradaban umat manusia.
Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha manusia melestarikan hidupnya.
Pendidikan dalam arti mengajarkan segala sesuatu yang bermanfaat bagi
kehidupan manusia, baik terhadap aktivitas jasmania, pikiran-pikirannya maupun
terhadap ketajaman dan kelembutan hati nuraninya.4
Sementara Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai upaya
untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat
memajukan kesempurnaan hidup dan menghidupkan anak yang selaras
dengan alam dan masyarakatnya.
Lebih lanjut Ki Hajar Dewantara mejelaskan bahwa pendidikan
5
harus mengutamakan aspek-aspek berikut:
1. Segala alat, usaha dan cara pedidikan harus sesuai dengan kodratnya keadaan
2. Kodratnya keadaan itu tersimpan dalam adat-istiadat setiap rakyat, yang
oleh karenanya bergolong-golong merupakan kesatuan dengan sifat
prikehidupan sendiri-sendiri, sifat-sifat mana terjadi dari bercampurnya
semua usaha dan daya upaya untuk mencapai hidup tertib damai.
3. Adat istiadat, sebagai sifat peri kehidupan atau sifat percampuran usaha
dan daya upaya akan hidup tertib damai itu tiada terluput dari pengaruh
zaman dan tempat.; oleh karena itu tidak tetap senantiasa berubah.
4. Akan mengetahui garis-hidup yang tetap dari sesuatu bangsa perlulah
kita mempelajari zaman yang telah lalu
5. Pengaruh baru diperoleh karena bercampurgaulnya bangsa yang satu
dengan yang lain, percampuran mana sekarang ini mudah sekali terjadi
disebabkan adanya hubungan modern. Haruslah waspada dalam memilih
2
Fajri, Em Zul, dan Ratu Aprillia Senja., Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (
Yokyakarta: Publisher, 2005), hlm. 254
3
Suhartono, Suparlan. Filsafat Pendidikan. Cet. III, April(. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
2008), hlm. 77
4
Salahuddin Anas, “Filsafat Pendidikan (Bandung: CV Pustaka Setia. 2011), hlm. 19
5
http://www.diwarta.compengertian-pendidikan-menurut-ki-hajar-dewantara.html.
Diaklses Tanggal 16 Desember 2015

20
mana yang baik untuk menambah kemuliaan hidup kita dan mana yang
akan merugikan.
Dari definisi pendidikan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan
adalah proses pelatihan yang dilakukan secara terus menerus yang mampu
mendewasakan dan merubah kepribadian selain juga bertambahnya ilmu
pengetahuan sehingga seseorang tersebut mandiri.

1. Hakikat Pendidikan Kewirausahaan.


Secara sederhana arti wirausahawan (entrepreneur) adalah orang yang
berjiwa berani mengambil risiko untuk membuka usaha dalam berbagai
kesempatan. Berjiwa berani mengambil risiko artinya bermental mandiri dan
berani memulai usaha, tanpa diliputi rasa takut atau cemas sekalipun dalam
kondisi tidak pasti. Kegiatan wirausaha dapat dilakukan seorang diri atau
berkelompok.6
Kewirausahaan merupakan mata pelajaran yang dapat diajarkan di
sekolah-sekolah dan telah bertumbuh sangat pesat. Transformasi pengetahuan
kewirausahaan telah berkembang pada akhir-akhir ini. Demikian pula di negara
kita pengetahuan kewirausahaan diajarkan di sekolah dasar, sekolah menengah,
perguruan tinggi di berbagai kursus bisnis. Berikanlah para peserta didik
penanaman sikap-sikap perilaku untuk membuka bisnis kemudian kita akan
membuat mereka menjadi seorang wirausaha yang berbakat7. Pendidikan
kewirausahaan merupakan salah satu bentuk aplikasi kepedulian dunia pendidikan
terhadap kemajuan bangsanya. Di dalam pendidikan kewirausahaan diperlihatkan
di antaranya adalah nilai dan bentuk kerja untuk mencapai kesuksesan.
Ada dua pendapat tentang pengertian kewirausahaan, yaitu Peter F.
Drucker mengatakan bahwa kewirausahaan merupakan kemampuan dalam
menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Pengertian ini mengandung maksud
bahwa seorang entrepreneur adalah orang yang memiliki kemampuan untuk
mencipta sesuatu yang baru, atau mampu menciptakan sesuatu yang berbeda
dengan sesuatu yang sudah ada sebelumnya. Sementara itu, Zimmerer
mengartikan kewirausahaan sebagai suatu proses penerapan kreativitas dan
inovasi dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk
memperbaiki kehidupan.8
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan
merupakan suatu kemampuan dalam hal menciptakan kegiatan usaha. Seorang
entrepreneur harus memiliki kemampuan yang kreatif dan inovatif dalam
menemukan dan menciptakan berbagai ide.
Kewirausahaan pada hakikatnya adalah sifat, ciri, dan watak seseorang yang
memiliki kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata
secara kreatif. Entrepreneursip merupakan gabungan dari kreativitas, keinovasian,
dan keberanian menghadapi risiko yang dilakukan dengan cara kerja keras untuk
membentuk dan memelihara usaha baru.
6
Muhammad Anwar, Pengantar Entrepreneurship Teori dan Aplikasiu, (
Jakarta:Prenada Media Group, 2014 ), hlm. 16
7
Alma, Buchari, Entrepreneurship.( Bandung: Penerbit ALFABETA 2009), hlm.5
8
Ibid, Alma, Buchari, Entrepreneurship , hlm. 8.

21
Sejalan dengan tuntutan perubahan yang cepat pada paradigma pertumbuhan
yang wajar dan perubahan ke arah globalisasi yang menuntut adanya keunggulan,
pemerataan, dan persaingan, maka dewasa ini sedang terjadi perubahan paradigma
pendidikan. Pendidikan kewirausahaan telah diajarkan sebagai suatu disiplin ilmu
tersendiri yang independen.9 Hal itu menurut Soeharto Prawirokusuma (1997 )
dikarenakan:
a) kewirausahaan berisi body of knowledge yang utuh dan nyata, yaitu ada
teori, konsep dan metode ilmiah yang lengkap
b) kewirausahaan memiliki dua konsep yaitu posisi venture start-up dan
venture-growth. Ini jelas tidak masuk dalam frame work general
management cources yang memisahkan management dan business
ownership
c) kewirausahaan merupakan disiplin ilmu yang memiliki objek tersendiri,
yaitu kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda.
kewirausahaan merupakan alat untuk menciptakan pemerataan berusaha
dan pemerataan pendapatan atau kesejahteraan rakyat yang adil dan
makmur.
Sementara itu kewirausahaan menurut Instruksi Presiden RI No. 4 Tahun
1995 kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku, dan kemampuan
seseorang dalam menangani usaha dan atau kegiatan yang mengarah pada upaya
mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi, dan produk baru
dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih
baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar.10
Dari uraian konsep pendidikan kewirausahaan di atas, dapat disimpulkan
bahwa kewirausahaan pada dasarnya terfokus pada upaya untuk mempelajari
tentang nilai, kemampuan dan perilaku seseorang dalam berkreasi dan inovasi.
Oleh sebab itu, objek studi kewirausahaan adalah nilai-nilai dan kemampuan
seseorang yang diwujudkan dalam bentuk sikap.

2. Internalisasi Pendidikan Kewirausahaan dalam Islam


Keberhasilan seorang entrepreneur dalam Islam bersifat independen.
Artinya keunggulan berpusat pada integritas pribadinya, bukan dari luar dirinya.
Hal ini selain menimbulkan keandalan menghadapi tantangan, juga merupakan
garansi tidak terjebak dalam praktik-praktik negatif yang bertentangan dengan
peraturan, baikperaturan agama ataupun peraturan teknis negara tentang usaha.
Integritas entrepreneur Muslim terlihat dalam sifat-sifatnya, antara lain: 11
a. Takwa, tawakal, zikir, dan bersyukur
b. Motivasinya bersifat vertical dan horizontal
c. Niat suci dan ibadah
d. Azam “bangun lebih pagi”
e. Selalu berusaha meningkatkan ilmu dan keterampilan

9
Soeharto Prawirokusuma, dalam Muhammad Anwar, Pengantar Entrepreneurship Teori
dan Aplikasi, ( Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), hlm. 15
10
Basrowi, Entrepreneurship untuk Perguruan Tinggi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011),
hlm. 2
11
Muhammad Anwar,Pengantar entrepreneurship teori dan aplikasi, hlm. 129-132

22
f. Jujur
g. Suka menyambung silaturahmi
h. Menunaikan zakat, infak, dan sedekah
i. Puasa, salat sunat, dan salat malam
j. Mengasuh anak yatim
Sebagai konsekuensi pentingnya kegiatan kewirausahaan, Islam
menekankan pentingnya pembangunan dan penegakan budaya kewirausahaan
dalam kehidupan setiap Muslim. Budaya kewirausahaan Muslim itu bersifat
manusiawi dan religious, berbeda dengan budaya profesi lainnya yang tidak
menjadikan pertimbangan agama sebagai landasan kerjanya. Dengan demikian,
pendidikan entrepreneur Muslim akan memiliki sifat-sifat dasar yang
mendorongnya untuk menjadi pribadi yang kreatif dan andal dalam menjalankan
usahanya.
Jiwa entrepreneur seseorang bukanlah merupakan faktor keturunan, namun
dapat dipelajari secara ilmiah dan ditumbuhkan bagi siapa pun juga. Pendidikan
kewirausahaan dapat dilakukan apabila pendidik sudah memiliki jiwa
entrepreneur yang tinggi. Yang penting dan yang utama dari pendidikan
kewirausahaan adalah semangat untuk terus mencoba dan belajar dari
pengalaman. “gagal itu biasa, berusaha terus itu yang luar biasa”, mungkin
seperti itulah gambaaran yang harus dikembangkan oleh manusia-manusia
Indonesia agar tetap eksis dalam pertarungan bisnis yang semakin transparan
dan terbuka.

3. Kegiatan Kewirausahaan menurut Pandangan Islam


Konsekuensi pentingnya kegiatan kewirausahaan, Islam menekankan
pentingnya pembangunan dan penegakan budaya kewirausahaan dalam
kehidupan setiap Muslim. Budaya kewirausahaan Muslim bersifat manusiawi
dan religious, berbeda dengan budaya profesi lainnya yang tidak menjadikan
pertimbangan agama sebagai landasan kerjanya. Dalam QS. At-Taubah (9):
105, Allah swt. Berfirman:
ِ ‫ست ُ َردﱡونَ إِلَ ٰى ٰ َع ِل ِم ۡٱلغ َۡي‬
‫ب‬ ۖ ‫سولُ ۥهُ َو ۡٱل ُم ۡؤ ِم ُن‬
َ ‫ونَ َو‬ ُ ‫ع َملَ ُك ۡم َو َر‬ َ ‫ٱع َملُواْ َف‬
َ ُ ‫سيَ َرى ٱ ﱠ‬ ۡ ‫َوقُ ِل‬
١٠٥ ‫ش ٰ َهدَةِ فَيُنَ ِبّئ ُ ُكم ِب َما ُكنت ُ ۡم ت َعۡ َملُون‬
‫َوٱل ﱠ‬
Terjemahnya:
“ Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-
orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan
kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu
diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.’’12
Oleh karena itu, apabila salat telah ditunaikan, maka bertebaranlah kamu di
muka bumi dan carilah karunia ( rezeki) Allah. Dalam QS. Al-Jumuah (62) : 10
Allah berfirman:

12
Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahynya, ( Jakarta : Proyek Pengadaan
Kitab Suci al-Quran, 2006 ), hlm. 200

23
َ ‫ض ِل ٱ ﱠ ِ َو ۡٱذ ُك ُرواْ ٱ ﱠ‬ ِ ‫صلَ ٰوةُ فَٱنتَشِ ُرواْ فِي ۡٱﻷ َ ۡر‬
ۡ َ‫ض َو ۡٱبتَغُواْ ِمن ف‬ ‫ت ٱل ﱠ‬
ِ َ‫ضي‬ ِ ُ‫فَإِذَا ق‬
١٠ َ‫َكثِ ٗيرا لﱠعَلﱠ ُك ۡم ت ُ ۡف ِلحُون‬
Terjemahnya:
‘’Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung.’’13
Berdasarkan beberapa definisi dan hasil penelitian terdahulu yang telah
diungkapkan maka penelitian ini dapat disusun suatu kerangka konseptual tentang
Internalisasi Pendidikan Kewirausahaan dalam Kurikulum di SMK Salafiya
Syafi’iyah Randangan Gorontalo sebagai berikut.
Landasan Yuridis Formal : Landasan religious :
 UU No. 20 thn 2003  Al-Qur’an
 Inpres No. 6 thn 2009  Al-Hadist

Integrasi Nilai-Nilai Pendidikan


Kewirausahaan dalam Kurikulum di SMK
Salafiyah Syafi’iyah Randangan Gorontalo
SMK Salafiyah
Syafi’iyah
Kreatif
Pendidikan
Kewirausahaan
Mandiri

Kepeminpinan

Penanggung
Risiko

Berorientasi
pada tindakan

Semua mata Perubahan Ekstra Pengem-


pemebelajaran Kultur Muatan
pelajaran kurikuler bangan
entrepreneurship
diri sekolah lokal

Peserta Didik Berjiwa Entrepreneurship

13
Ibid. hlm. 234

24
A. Nilai-Nilai Pendidikan Kewirausahan
Dalam proses belajar mengajar dibutuhkan suatu strategi untuk
memudahkan pendidik maupun peserta didik dalam memahami dan
mengintrepretasikan suatu ilmu khususnya dalam bidang pendidikan
kewirausahaan yang diterapkan di sekolah SMK sesuai dengan kurikulum yang
diharapkan dengan menginternalisasi lima nilai-nilai pokok kewirausahaan
diantaranya nilai kreatif, mandiri, kepeminpinan, berani menanggun risiko dan
beriorentasi pada tindakan dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Nilai Kreatif
Hasil penelitian menunjukan bahwa pendidikan kewirausahaan di sekolah
SMK Salafiyah syafi’iyah Randangan terintegrasi di dalam proses pembelajaran
yang diinternalisasikan ke dalam nilai kreatif dan akan terbentuk karakter
wirausaha dan pembiasaan nilai-nilai kewirausahaan ke dalam tingkah laku
peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran baik yang berlangsung di
dalam kelas maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Langkah
internalisasi ini dapat dilihat pada saat guru menyampaikan materi, melalui
metode pembelajaran maupun melalui sistem penilaian. Sekolah juga sebaiknya
menyediakan alat-alat praktik yang lain,sehingga saat guru mengajarkan materi
khusus praktik yang menggunakan alat tidak mengalami kesulitan, di luar dari
yang telah siswa buat sendiri dari hasil kreativitasnya.

2. Nilai Kemandirian
Hasil penelitian menunjukan bawa dengan adanya nilai-nilai kemandirian
yang ditanamkan pada diri peserta didik melalui pendidikan kewirausahaan di
sekolah telah diinternalisasikan ke dalam semua mata pelajaran maka peserta
didik dapat berperilaku mandiri dalam berpikir dan bertindak kreatif maupun
inovatif dalam menyelesaikan berabagai masalah yang dihadapinya sebagaimana
wawancara yang dilakukan kepada salah seorang guru disekolah salafiyah
syafi’iyah Randangan yakni terdapat beberapa perubahan-perubahan yang
sebelumnya sangat mengandalkan guru, namun dengan adanya nilai-nilai
kemandirian tersebut setiap peserta didik sudah mampu berpikir dan bertindak
kreatif dengan penuh inisiatif serta percaya diri untuk memperoleh kepuasan dari
usahanya, seperti peserta didik dapat melakukan praktek langsung dengan
menghasilkan suatu produk, dan kerajinan-kerajinan tangan lainnya.14

3. Nilai Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan suatu kemampuan seseorang untuk tidak
bergantung dengan orang lain serta bertanggung jawab atas apa yang
dilakukannya, dan hal tersebut sejalan dengan penjelasan dari informan yang
merupakan salah seorang guru SMK Salafiyah safi’iyah Randangan Gorontalo
pada saat peneliti mengadakan wawancara dan hasilnya sebagai berikut:

14
Agus Riyadi, guru, wawancara tanggal 26 September 2015

25
“Nilai kepemimpinan merupakan dorongan kepada peserta didik untuk
memiliki karakter seorang pemimpin, jadi setiap peserta didik telah
diajarkan untuk menjadi seorang pemimpin seperti hari senin peserta didik
dapat melaksanakan upacara bendera, kegiatan pramuka dan di dalam
kelas peserta didik selalu diajarkan membentuk kelompok diskusi
sehingga dengan sendirinya peserta didik telah diajarkan tentang
bagaimana menjadi seorang pemimpin”.15

Mengacu pada pernyataan informan di atas bahwa kepemimpinan


merupakan faktor kunci bagi peserta didik dalam melakukan kegiatan –kegiatan
sekolah dan mudah bergaul terhadap lingkungannya, mampu bekerja sama,
mengkoordinir, dan mengoreksi maupun menegur teman yang dianggap keliru
demikian pula datang di sekolah tepat pada waktunya, semangat kerja yang tinggi,
dan jujur.

4. Nilai Berani Menanggung Risiko


Berani menanggung risiko dalam pendidikan kewirausahaan yang
diterapkan di sekolah khususnya di sekolah Salafiyah Syafi’iyah Randangan
Gorontalo yang selanjutnya peneliti melakukan wawancara kepada salah seorang
informan selaku wakil kepala sekolah bagian kurikulum dan hasil wawancaranya
sebagai berikut:
“Berani menanggung risiko dalam hal ini peserta didik menyukai tugas yang
menantang yang diberikan oleh guru dan berani menerima akibat dari tugas
tersebut, seperti berjualan produk olahan susu sapi dan kripik jagung
dikalangan santri dan kegiatan bulanan pondok yakni kegiatan majelis taklim
setiap malam jum’at yang di pondok pesantren salafiyah syafi’yah dan
terkadang produk yang dijual tidak semuanya laku namu tetap berusaha keras
untuk meningkatkan kualiats agar penjualan produk dapat ditingkatkan”. 16

Satu hal yang harus dimiliki peserta didik adalah suatu keberanian untuk
mengambil keputusan yang siap dengan risikonya dan keyakinan yang kuat
tentang keputusan apapun yang diambilnya pasti mengandung risiko yang harus
ditanggung.

5. Berorientasi pada Tindakan


Berorientasi pada tindakan merupakan suatu kemampuan seseorang untuk
tidak bergantung dengan orang lain serta bertanggung jawab atas apa yang
dilakukannya, dan hal tersebut sejalan dengan penjelasan dari informan yang
merupakan salah seorang guru SMK Salafiyah Safi’iyah Randangan Gorontalo
pada saat peneliti mengadakan wawancara dan hasilnya sebagai berikut
“Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menerapkan
gagasannya seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa saat anak diberi tugas
dan anak tersebut senang melakukannya, dan peserta didik dapat
15
Solehuddin, Wawancara tanggal 26 September 2015
16
Agus Riyadi, wakil kepala sekolah bagian kurikulum, wawancara tanggal, 26
September 2015

26
mewujudkan gagasan dengan tindakan, misalnya diminta untuk membuat
alat-alat peraga dan mereka langsung mewujudkannya dengan mencari
bahan-bahannya”.17
Peserta didik harus mempelajari bagaimana menghadapi risiko,
ketidakpastian, dan keterbatasan dalam setiap masalah yang dihadapi dan
bagaimana mengambil suatu tindakan atau keputusan dengan cepat agar dapat
menggunakan kesempatan sebaik-baiknya seperti seorang entrepreneur yang ingin
maju dalam bisnisnya, maka harus dapat mengandalkan intuisi, ide-ide yang
penuh kreatif dan inovatif.

B. Faktor Pendukung Internalisasi Nilai-Nilai Pendidikan Kewirausahaan


Dalam proses pembelajaran di kelas guru membutuhkan pendukung
berupa media sebagai sumber belajar. Adapun media yang digunakan
diantaranya adalah: white board, LCD, buku paket, internet dan lain sebagainya.
Sedangkan untuk sumber materi praktikan menggunakan beberapa buku acuan
yang tersedia di perpustakaan, buku pegangan guru, kurikulum dan dari internet
serta laboratorium tempat praktik. Sesuai dengan hasil pengamatan penulis di
lapangan, bahwa di SMK Salafiyah Syafi’iyah Randangan Gorontalo semua
fasilitas ini di gunakan oleh guru sebagai alat pendukung pada saat proses
pembelajaran berlangsung. Selain itu faktor pendukung penginternalisasian nilai-
nilai kewirausahaan adalah semangat belajar yang tinggi dari peserta didik, ruang
belajar yang nyaman, suasana belajar yang kondusif, metode pembelajaran yang
tepat, media atau alat belajar yang lengkap dan berfungsi baik, pengajar yang
pakar dibidangnya, dan adanya keteladanan yang baik dan berperilaku oleh para
pendidik. Dengan adanya pendukung tersebut tentunya akan mendukung
internalisasi nilai-nilai pendidikan kewirausahaan dengan tersedianya fasilitas
yang dibutuhkan oleh guru dalam proses pembelajaran, berarti penerapan
internalisasi nilai-nilai pendidikan kewirausahaan di sekolah dapat tercapai
dengan baik dan benar sesuai harapan dan tujuan diberlakukannya sebuah
kurikulum.

C. Faktor Penghambat Internalisasi Nilai-Nilai Pendidikan Kewirausahaan

Pendidikan kewirausahaan di sekolah jika terinternalisasi di setiap mata


pelajaran maka perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks
kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran yang berwawasan
pendidikan kewirausahaan tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh
pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-
hari di masyarakat. 18
Hal tersebut sebagaimana yang di jelaskan oleh informan secara singkat
saat diwawancarai , bahwa factor penghambat yang sering dihadapi dalam
internalisasi nilai-nilai pendidikan kewirausahaan adalah sebagai berikut:
17
Gunawan, guru, wawancara tanggal, 26 September 2015
18
Budi Wahyono,.” Permasalahan Pendidikan Entrepreneurship di Indonesia dan
Bagaimana Solusinya”, dalam www.pendidikanekonomi.com, diakses tanggal 26 Desember
2015

27
“Seorang pengajar butuh kesabaran dalam menyampaikan materi karena
tingkat pemahaman peserta didik berbeda-beda sehingga materi yang
disampaikan harus dilakukan secara berulang-ulan akibatnya materi seringkali
tertinggal dari hal yang telah direncanakan”.19

Dengan tingkat pemahaman peserta didik yang berbeda-beda untuk


memahami pelajaran maka seorang guru dalam menyajikan materi perlu adanya
keterampilan atau kompetensi untuk memahami secara khusus setiap peserta didik
dalam mentransfer materi karena setiap pesarta didik dalam memahami setiap
materi yang diberikan ada yang cepat menerima materi yang disampaikan oleh
guru dan adapula yang lambat sehingga seorang guru dibutuhkan kesabaran
dalam proses pembelajaran.
Secara singkat hal lain juga disampaikan informan selaku guru disaat
peneliti menemui di ruang kepala sekolah bahwa hambatan sering muncul dalam
internalisasi nilai-nilai pendidikan kewirausahaan di sekolah khususnya di SMK
Salafiyah Syafi’iyah sebagai berikut:
Dalam internalisasi nilai-nilai pendidikan kewirausahaan di sekolah yang
menjadi penghambatnya adalah padatnya jam mengajar yang dibebankan
kepada guru, kelas yang tidak sebanding dengan jumlah siswa, ruangan
praktek terbatas dan keterbatasan alat penunjang mata pelajaran serta belum
ada mitra kerja dari luar sekolah.20

Bahwa faktor penghambat selalu ada dalam setiap kegiatan seperti


padatnya jam mengajar yang diampuh oleh seorang guru mengangkibatkan guru
tidak mampu mengajar secara maksimal sehingga peserta didik tidak dapat
menerima materi dengan baik, hal tersebut merupakan hambatan dalam proses
pembelajaran di sekolah khususnya dalam menginternalisasi nilai-nilai
pendidikan kewirausahaan di sekolah perlu adanya guru yang profesional,
demikian pula faktor penghambat dalam menerapkan internalisasi nilai –nilai
kewirausahaan di sekolah adalah fasilitas atau ruangan untuk melakukan praktik
kewirausahaan sangat terbatas dan mitra dari pihak lain untuk mengembangkan
usaha kreativitas dan produktivitas siswa tidak dapat dikembangkan tetapi hanya
sebatas praktik.

Kesimpulan
Kecenderungan sikap atau nilai-nilai kewirausahaan yang dimiliki siswa
berdasarkan hasil tes menunjukkan angka yang relatif belum optimal hal ini
meng-indikasikan bahwa sikap kewirausahaan siswa belum terbentuk dengan
baik, hasil analisis kurikulum yang digunakan oleh SMK Salafiyah Syafi’iyah
Randangan menunjukkan bahwa kompetensi yang ingin dicapai dengan sajian
materi pelajaran kewirausahaan, menunjukkan masih sangat minim materi yang
diarahkan pada pembentukan sikap/nilai namun lebih kepenambahan wawasan

19
Siti maria Ulfa, guru, wawancara pada tanggal 26 September 2015
20
Agus Riadi, Guru, wawancara pada tanggal 26 September 2015

28
kewirausahaan dan demikian pula bahwa keterampilan mengelola bisnis, serta
bahan ajar yang dipergunakan sebagai referensi guru untuk mata pelajaran
kewirausahaan sangat terbatas, hal tersebut menimbulkan keterbatasan alokasi
waktu sebab, SMK Salafiyah Syafi’iyah Randangan belum memiliki sarana dan
fasilitas yang memadai terutama dalam membuat IB ( Inseminasi Buatan).
Internalisasi nilai-nilai kewirausahaan ke semua mata pelajaran telah
diterapkan namun belum maksimal, terbukti sudah dimasukkannya nilai-nilai
tersebut ke dalam perencanaan pembelajaran seperti memasukkan nilai yang di
internalisasi ke dalam silabus ataupun RPP, begitupula dalam pelaksanaan
pembelajaran dengan segala keterbatasan guru yang tidak berlatar belakang
pendidikan kewirausahaan sehingga sedikit sulit dalam menentukan nilai yang
akan diinternalisasikan dengan materi yang diajarkan, Selain itu evaluasi
pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru masih sederhana yaitu dalam hal nilai
setelah pembelajaran ada evaluasi yang diberikan kepada peserta didik hanya
berbentuk nilai yang telah di tetapkan sendiri oleh setiap guru mata pelajaran yang
terangkum dalam absen guru tanpa membuat instrumen atau desain evaluasi
seperti pemberian tugas dengan essai dan pilihan ganda yang belum mengacu
pada standar penilaian diantaranya dengan membuat instrument.
Adapun yang manjadi kendala dalam internalisasi nilai-nilai pendidikan
kewirausahaan di SMK Salafiyah Syafi’iyah Randangan yaitu keterlambatan
peserta didik di ruang belajar, tingkat pemahaman peserta didik yang berbeda-
beda, guru yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan, metode
pembelajaran yang dilakukan guru yang tidak tepat, serta tidak bervariasi yang
mengakibatkan peserta didik jenuh saat pembelajaran, ketersediaan sarana dan
prasarana praktik yang minim, serta keterbatasan modal dari sekolah dalam
mendukung praktik siswa.

29
DAFTAR PUSTAKA

Alma, Buchari, Kewirausahaan, Bandung : Penerbit Alfabeta, 2009.

Anas, Salahuddin, “Filsafat Pendidikan , Bandung: CV Pustaka Setia, 2011.

Anwar, Muhammad, Pengantar Kewirausahaan Teori dan Aplikasi, Jakarta:


Prenadamedia Group, 2014.

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:


Rineka Cipta, 1999.

Astamoen, Moko P., Entrepreneurship dalam Perspektif Kondisi Bangsa


Indonesia, Bandung: Alfabeta, 2005.

Badudu, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakatra: Pustaka Sinar Harapan, 1994.

Basrowi, Kewirausahaan untuk Perguruan Tinggi, Bogor: Ghalia Indonesia,


2011.

Bisri, Cik Hasan, Penuntutan Penyusunan Rencana Penelitian , Jakarta: PT


Rajagrafindo Persada, 2003)

Bogdan, Robert dan Steven J. Tailor, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif.


terjemahan A. Khosin Afandi, Surabaya: Usaha Nasional, 1993.

Ciputra, dalam Rianto Nugroho,Memahami Latar Belakang Pemikiran


Entreprenership Ciputra, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2010.

Danim, Sudarwam, Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia, 2002

Daryanto, Kewirausahaan, Yokyakarta: Gava Media, 2013

Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahnya, Jakarta : Proyek Pengadaan


Kitab Suci al-Quran, 2006.

Gay,L.R, Educational Research: Competencies for Analysis and Applications, To-


ronto: Merril Pubhlishing Company, 1987.

Halim, Abdul, Model Pengembangan Kewirausahaan Sekolah Menengah


Kejuruan (Smk) Dalam Menciptakan Kemandirian Sekolah, Jurnal,
Riptek, Vol.4, No.1, Tahun 2010

30
Hasanah, Muwahidah Nur,” Implementasi Pendidikan Kewirausahaan dalam
Perspektif Islam Di Smk Muhammadiyah 2 Ngawi Jawa Timur”,Tesis,
Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2013/2014

Kasmir, Kewirausahaan, Ed.Revisi, Jakarta: Rajawali Pers, 2014.

Kepmendiknas. Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran


Berdasarkan Nilai-nilai Budaya untuk Membentuk Daya saing bangsa.
Pendidikan Kewirausahaan. Jakarta: Pusat Kurikulum Muslimin Ibrahim,
dkk.. Pembelajaran Kooperatif(. Surabaya: University Press 2010)

Marja, Upaya Pembelajaran Nilai Kewirausahaan dalam Menumbuhkembangkan


Kemandirian Nelayan, Tesis: IKIP Bandung, 1998.
Mathew B.Miles and A.Michael Huberman, Qualitative Data Analysis. London :
Sage Publication,Inc.

Muliani, Endang, Jurnal Ekonomi dan Pendidikan, vol. 8 Nomor 1, April 2011

Mulyadi, Implementasi Nilai Manajemen Qalbu di Pondok Pesantren Dar Al


Tawhid, Bandung: Tesis SPS UPI, 2007.

Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif; Edisi Revisi, Bandung : PT


Remaja Rosdakarya, 2014.

Nata , Abuddin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Grapindo
Persada, 2012
.
Prawirokusuma, Soeharto, dalam Muhammad Anwar, Pengantar Kewirausahaan
Teori dan Aplikasi, Jakarta: Prenadamedia Group, 2014.

Siswanto , Ibnu, Faktor Pendukung Dan Penghambat Pelaksanaan Unit Produksi,


Jurnal Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (PPKM) LP3M-PB
UNSIQ Wonosobo Volume 2 No 2 Mei 2015 ISSN 2354-869X

Susilo, Muhammad Joko, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Manajemen


Pelaksanaan dan Kesiapan Sekolah Menyongsongnya, Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 2007.

Usman, Husaini, Peran Baru Administrasi Pendidikan dari Sentralistik Menuju


Sistem Desentralistik, Artikel dalam Jurnal Ilmu Pendidikan , Jakarta:
Pebruari 2001, Jilid 8 No.1

Usman, Husaini & Nuryadin Eko Raharjo, “Model Pendidikan Karakter


Kewirausahaan di Sekolah Menengah Kejuruan”Jurnal Pendidikan
Teknologi dan Kejuruan,Vol.21 Nomor 2,Oktober 2012.

31
Wiratno, Siswo,pelaksanaan pendidikan kewirausahaan, Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan, Vol. 18, Nomor 4, Desember 2012
.
Winarno , Agung, Pendidikan Kewirausahaan Smk Dengan K-13: Persepektif
Guru Dan Sekolah, Seminar Nasional Ekonomi Manajemen Dan
Akuntansi (Snema) Fakultas Ekonomi Universitas Negeri PadangSnema-
2015.

Yulianingsih , Wiwiw,” Efektifitas Program Pendidikan Kewirausahaan Masyarakat


melalui Model Enam Fitur Inti Sebagai Upaya Menumbuhkan Wirausahadi Wilayah
Binaan Upt Skb Cerme Kabupaten Gresik” ,Tesisi Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri, Surabaya, 2014.

Zubaedi, Isu-Isu Baru dalam Diskursus Filsafat Pendidikan Islam dan Kapita
selekta Pendidikan islam,, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.

32

Anda mungkin juga menyukai