Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ORGANISASI PENDIDIKAN KEJURUAN

Disusun untuk Memenuhi Matakuliah Manajemen Pendidikan Kejuruan

Yang Dibimbing oleh Bapak Prof. Dr. Tri Atmaji S., M.Pd.

Oleh :

Andika Prastyo (1605346116)

Artina Tri Wistiawati (160534611609)

Yusdiar Sandy (1605346116)

S1 PTE 16 OFF A

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

PRODI S1 PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO

MARET 2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan dunia pendidikan saat ini sedang memasuki era yang ditandai
dengan gencarnya inovasi teknologi, sehingga menuntut adanya penyesuaian sistem
pendidikan yang selaras dengan tuntutan dunia kerja. Pendidikan harus mencerminkan
proses memanusiakan manusia dalam arti mengaktualisasikan semua potensi yang
dimilikinya menjadi kemampuan yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari di
masyarakat luas. Hari Sudrajat (2003) mengemukakan bahwa: “Muara dari suatu proses
pendidikan, apakah itu pendidikan yang bersifat akademik ataupun pendidikan kejuruan
adalah dunia kerja, baik sektor formal maupun sektor non formal”. Tingkat keberhasilan
pembangunan nasional Indonesia di segala bidang akan sangat bergantung pada sumber
daya manusia sebagai aset bangsa dalam mengoptimalkan dan memaksimalkan
perkembangan seluruh sumber daya manusia yang dimiliki. Upaya tersebut dapat
dilakukan dan ditempuh melalui pendidikan, baik melalui jalur pendidikan formal maupun
jalur pendidikan non formal. Salah satu lembaga pada jalur pendidikan formal yang
menyiapkan lulusannya untuk memiliki keunggulan di dunia kerja, diantaranya melalui
jalur pendidikan kejuruan.

Pendidikan kejuruan yang dikembangkan di Indonesia diantaranya adalah Sekolah


Menengah Kejuruan (SMK), dirancang untuk menyiapkan peserta didik atau lulusan yang
siap memasuki dunia kerja dan mampu mengembangkan sikap profesional di bidang
kejuruan. Lulusan pendidikan kejuruan, diharapkan menjadi individu yang produktif yang
mampu bekerja menjadi tenaga kerja menengah dan memiliki kesiapan untuk menghadapi
persaingan kerja. Gambaran tentang kualitas lulusan pendidikan kejuruan yang disarikan
dari Finch dan Crunkilton (1979), bahwa : “Kualitas pendidikan kejuruan menerapkan
ukuran ganda, yaitu kualitas menurut ukuran sekolah atau in-school success standards dan
kualitas menurut ukuran masyarakat atau out-of school success standards”. Kriteria
pertama meliputi aspek keberhasilan peserta didik dalam memenuhi tuntutan kurikuler
yang telah diorientasikan pada tuntutan dunia kerja, sedangkan kriteria kedua, meliputi
keberhasilan peserta didik yang tertampilkan pada kemampuan unjuk kerja sesuai dengan
standar kompetensi nasional ataupun internasional setelah mereka berada di lapangan kerja
yang sebenarnya. Upaya untuk mencapai kualitas lulusan pendidikan kejuruan yang sesuai
dengan tuntutan dunia kerja tersebut, perlu didasari dengan kurikulum yang dirancang dan
dikembangkan dengan prinsip kesesuaian dengan kebutuhan stakeholders. Kurikulum
pendidikan kejuruan secara spesifik memiliki karakter yang mengarah kepada
pembentukan kecakapan lulusan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pekerjaan
tertentu. Kecakapan tersebut telah diakomodasi dalam kurikulum SMK yang meliputi
kelompok Normatif, Adaptif dan kelompok Produktif. Pengembangan kurikulum
merupakan suatu proses yang dimulai dari berpikir mengenai ide kurikulum sampai
bagaimana pelaksanaannya di sekolah.

1.2. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, ada beberapa rumusan masalah yang akan di bahas pada
bab selanjutnya, yaitu :

1. Apa saja landasan dalam penyelenggaraan Pendidikan Kejuruan ?

2.Apa saja model pembelajaran pada Pendidikan Kejuruan ?

3. Apa saja program pembelajaran pada Pendidikan Kejuruan ?

1.3. Tujuan

Adapun tujuan dalam penyusunan makalah ini, yaitu:

1. Untuk memaparkan landasan-landasan dalam penyelenggaran Pendidikan Kejuruan.

2. Untuk memaparkanmodel – model pembelajaran pada Pendidikan Kejuruan.

3. Untuk memaparkanprogram pembelajaran pada Pendidikan Kejuruan.


BAB II

PEMBAHASAN

A. LANDASAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEJURUAN

2.1 LANDASAN FILOSOFIS

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, filosofi atau filsafat adalah 1 )


pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab,
asal, dan hukumnya; 2) teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan; 3) ilmu
yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistimologi.

Wowo Sunaryo Kuswana (2013: 27) menyatakan bahwa filsafat pendidikan


merupakan bidang filsafat terapan, dan merupakan transformasi filsafat tradisional
(ontologi, etika, epistemologi), serta pendekatan kelembagaan (filsafat
spekulatif,perspektif dan atau analitik). Filsafat pendidikan merupakan studi filosofis
mengenai
tujuan dan proses dalam mencapai cita-cita pendidikan. Mencakup hal yang sangat
mendasar, seperti pola pengasuhan dalam mendidik, nilai-nilai dan norma melalui proses
pendidikan, batas-batas dan legitimasi pendidikan sebagai disiplin akademis serta
hubungan antara teori dengan praktik pendidikan.

Pendidikan kejuruan dipengaruhi oleh beberapa aliran filsafat. Putu Sudira (2016:
26-28) menyatakan bahwa filosofi pragmatisme adalah filosofi yang palingsesuai
diterapkan dalam TVET masa depan (Miller & Gregson, 1999; Rojewski: 2009). Filosofi
pragmatisme mendudukan TVET sebagai pendidikan yang bertujuan memenuhi kebutuhan
individu dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam kehidupan modern TVET tidak
sekadar memenuhi kebutuhan ekonomi, tetapi kebutuhan bersosialisasi, mengekspresikan
diri dan kebahagiaan spriritual juga harus dipenuhi. Pembelajaran dalam filosofi
pragmatisme dikonstruksi berdasarkan pengetahuan sebelumnya. Pengalaman yang telah
dimiliki digunakan untuk merespon dan mengantisipasi isu-isu perubahan dunia kerja.
Karakteristik dasarnya adalah menekankan pada kemampuan pemecahan masalah dan
berpikir orde tinggi.Pragmatisme bersifat antisipasif terhadap perubahan-perubahan
pendidikan abad 21.
Filosofi esensialisme memiliki keterkaitan dengan pendidikan teknologi dan
kejuruan. Filosofi esensialisme mengarahkan tujuan pokok TVET untuk memenuhi
kebutuhan pasar tenaga kerja. Filosofi esensialisme mendudukan TVET dalam kaitannya
dengan efisiensi sosial. Kurikulum dan pembelajaran dikembangkan berdasarkan
kebutuhan bisnis dunia usaha dan industri. Teori Human Capital meneguhkan manusia
sebagai modal utama pembangunan sehingga harus dididik dan dilatih agar mampu
berkompetisi dalam pasar kerja. TVET dianggap berhasil bila nilai baliknya melebihi nilai
investasi yang dikeluarkan, jika tidak maka dianggap gagal. Aliran esensialisme
memisahkan antara sistem pendidikan akademik dan vokasional. Di Indonesia KKNI
memisahkan pendidikan akademik dan vokasional (Putu Sudira, 2016: 28).

Aliran eksistensialisme yang menganggap individu adalah semata-mata


bertanggung jawab untuk memberikan makna kehidupan sendiri. Aliran eksistensialisme
menganggap bahwa manusia sangat ditentukan oleh tindakan dan pengalamannya.
Eksistensialisme melandasi pembelajaran pendidikan kejuruan yang erat dengan kegiatan
praktik untuk mendapat makna atau pengalaman bagi kehidupannya sendiri.

2.2 LANDASAN PSIKOLOGIS

Pendidikan senantiasa berkaitan dengan perilaku manusia. Dalam setiap proses


pendidikan terjadi interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, baik lingkungan
yang bersifat fisik maupun lingkungan sosial. Melalui pendidikan diharapkan adanya
perubahan perilaku peserta didik menuju kedewasaan, baik dewasa dari segi fisik, mental,
emosional, moral, intelektual, maupun sosial. Harus diingat bahwa walaupun pendidikan
dan pembelajaran adalah upaya untuk mengubah perilaku manusia, akan tetapi tidak semua
perubahan perilaku manusia/peserta didik mutlak sebagai akibat dari intervensi program
pendidikan.Perubahan perilaku peserta didik dipengaruhi oleh faktor kematangan dan
faktor dari luar program pendidikan atau lingkungan.

Dalam hubungannya dengan proses belajar mengajar (pendidikan), Syamsu Yusuf


(2005:23), menegaskan bahwa penahapan perkembangan yang digunakan sebaiknya
bersifat elektif, artinya tidak terpaku pada suatu pendapat saja tetapi bersifat luas untuk
meramu dari berbagai pendapat yang mempunyai hubungan yang erat. Atas dasar itu
perkembangan individu sejak lahir sampai masa kematangan dapat digambarkan melewati
fase-fase berikut:
TAHAP PERKEMBANGAN USIA
Masa usiaprasekolah 0 - 6 tahun
Masa usiasekolahdasar 6 – 12 tahun
Masa usiasekolahmenengah 12 – 18 tahun
Masa usiamahasiswa 18 – 25 tahun

Setiap tahap perkembangan memiliki karakteristik tersendiri, karena ada dimensi-


dimensi perkembangan tertentu yang lebih dominan dibandingkan dengan tahap
perkembangan lainnya. Atas dasar itu kita dapat memahami karakteristik profil pada setiap
tahapan perkembangannya.

2.3 LANDASAN SOSIOLOGIS

SebagaimakhlukciptaanTuhan yang paling mulia,


manusiamemilikiakalpikiranataurasio,
sehinggaiamampumengembangkandirinyasebagaimanusia yang berbudaya.
Kemampuanmengembangkandirinyaitudilakukanmelaluiinteraksidenganlingkungannya,
baiklingkunganfisikmaupunlingkungansosial. Sebagaimakhluksosial,
manusiaterikatolehsuatusistemsosialdengansegalakomponennya, sepertipranatasosial,
tatananhidupkemasyarakatan, dansebagainya.

Terkaitdenganlandasansosiologisini, garapanpendidikansecaranyatamerupakan
proses sosialisasiantarwargamelaluiinteraksiinsanimenujumasyarakat yang berbudaya.
Dalamkonteksinilahpesertadidikdihadapkandenganbudayamanusia.
Iadibinadandikembangkansesuaidengannilaibudaya yang dianutnya,
sertadipupukdandikembangkansesuaidengankemampuandirinya agar
menjadisosokmanusia yang berbudayasesuaidenganacuan format budayabangsa yang
dianutnya.

2.3 LANDASAN NEUROSCIENCE

Sebagai makhluk Tuhan, manusia mendapatkan anugrah yang baik dengan cara
berpikirnya melalui otak yang dimiliki. Neuroscience adalah pembelajaran yang
berlandaskan pada kemampuan otak manusia yang didesain secara alamiah untuk dapat
belajar hal-hal yang baik bagi otak, selain itu manusia juga dapat membedakan hal-hal
mana yang dianggap baik dan tidak. Otak dibagi menjadi dua bagian yaitu otak kanan dan
otak kiri, kedua bagian ini mempunyai fungsi masing-masing.
Penggunaan Fungsi Otak dan Gaya Pemikiran yang distimulasikan:
Kiri Kanan

Logis Konseptual
Analistis Idialitas
Realitas Visionari
Faktual Emosional
Prosedural Humanistis
Praktis Intuitif
Organisatoris Spiritual

Seperti pada biasanya, pada setiap dasar atau landasan pendidikan mempunyai
kelebihan dan kelemahan, begitu juga dengan landasan neuroscience. Kelebihan yang
dimiliki oleh landasan neuroscience adalah teori ini mendukung siswa mencapai apa yang
akan ia inginkan sesuai pada kemampuan kerja otaknya tetapi juga didampingi oleh guru
sebagai pengubah keberhasilan siswa, karena guru akan memberikan dorongan supaya
memberikan suatu pemikiran baru untuk otak dapat bekerja dengan baik.sedangkan untuk
kelemahannya yaitu sebagian besar pendidikan di Indonesia lebih menekankan pada aspek
kognitif atau intelektualnya saja dan yang berkembang hanya otak bagian kiri saja
sehingga untuk dapat mengembangkan kemampuan otak bagian kanan masih kurang,
selain itu guru juga tidak semuanya sepaham dengan teori-teori yang dipelajari dan
diinginkan oleh siswa, sehingga terkadang susah untuk siswa mencapai tujuan yang ingin
dicapai. Kemudian yang perlu untuk lebih dipahami lagi adalah, setiap manusia
mempunyai kemampuan otak yang berbeda-beda tergantung bagaimana ia berusaha untuk
lebih baik yaitu dengan belajar.
2.3 LANDASAN TEKNOLOGIS

Landasan Teknologis ini tidak perlu


diragukanlagipengaruhnyadalamgarapanpendidikan, terutama pendidikan
kejuruan,mengingatperkembanganipteksangatpesatsebagaibuahdarikegiatanpenelitiandala
mbidangmurni (pure science) danilmuterapan (applied science).
Ilmupengetahuandanteknologimerupakanisikurikulumpendidikan,
sedangkankurikulumitusendirimerupakankumpulanpengalamanmanusia yang
disusunsecarasistematisdansistemiksebagaihasilataubuahkaryakebudayaanumatmanusia.
Oleh sebabitu, pemilihansebarandanisikurikulumdalamsuatu program
pendidikanpadahakikatnyamerupakanpenetapanisiatauilmu yang
relevandengankebutuhandantuntutanmasyarakat. Artinya,
perkembanganilmupengetahuandanteknologisebagai salah
satukarakterperkembangansosialbudayaakanmembericorakdanwarnabagiperencanaandanpe
laksanaanpembangunanpendidikan.
Ilmupengetahuandanteknologimerupakannilai-nilai
yangbersumberpadapikirandanlogika, sedangkansenibersumberpadaperasaanatauestetika.
Perkembanganilmupengetahuandanteknologisecaralangsungakanmenjadiisi/materipendidik
an,
sedangkansecaratidaklangsungmembekalimasyarakatdengankemampuanuntukmemecahka
nmasalahpendidikan yang dihadapi.

B. MODEL – MODEL PEMBELAJARAN PADA PENDIDIKAN KEJURUAN

Pembelajaranadalah proses interaksiantarpesertadidik,antarapesertadidikdan


pendidik,danantara peserta dan sumberbelajarlainnya padasuatulingkunganbelajar yang
berlangsungsecaraedukatif, agar pesertadidikdapatmembangunsikap,
pengetahuandanketerampilannyauntukmencapaitujuan yang telahditetapkan.Model
pembelajaran adalah kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam
melakukan pembelajaran yang disusun secara sistematis untuk mencapai tujuan belajar
yang menyangkut sintaksis, sistem sosial, prinsip reaksi dan sistem pendukung
(Joice&Wells).

Kurikulum 2013 menggunakan 3 (tiga) model pembelajaranutama(Permendikbud


No. 103 Tahun 2014) yang diharapkandapatmembentukperilakusaintifik,
perilakusosialsertamengembangkan rasa keingintahuan. Ketiga model tersebutadalah:
model PembelajaranBerbasisMasalah(Problem Based Learning), model
PembelajaranBerbasisProjek (Project Based Learning),dan model
PembelajaranMelaluiPenyingkapan/Penemuan(Discovery/Inquiry Learning). Disamping
model pembelajaran di atas dapat juga dikembangkan model pembelajaran Production
Based Education (PBE) sesuai dengan karakteristik pendidikan menengah kejuruan .

Tidaksemua model pembelajarantepatdigunakanuntuksemua


KD/materipembelajaran. Model
pembelajarantertentuhanyatepatdigunakanuntukmateripembelajarantertentu.
Sebaliknyamateripembelajarantertentuakandapatberhasilmaksimaljikamenggunakan model
pembelajarantertentu. Oleh karenanya guru harusmenganalisisrumusanpernyataansetiap
KD, apakahcenderungpadapembelajaranpenyingkapan(Discovery/Inquiry Learning)
ataupadapembelajaranhasilkarya (Problem Based Learning dan Project Based Learning).

Rambu-rambupenentuan model penyingkapan/penemuan:


1. Pernyataan KD-3 dan KD-4 mengarahkepencarianataupenemuan;
2. Pernyataan KD-3 lebihmenitikberatkanpadapemahamanpengetahuanfaktual, konseptual,
procedural, dandimungkinkansampaimetakognitif;
3. Pernyataan KD-4 padataksonomimengolahdanmenalar

Rambu-rambupenemuan model hasilkarya(Problem Based Learning dan Project Based


Learning):
1. Pernyataan KD-3 dan KD-4 mengarahpadahasilkaryaberbentukjasaatauproduk;
2. Pernyataan KD-3 padabentukpengetahuanmetakognitif;
3. Pernyataan KD-4 padataksonomimenyajidanmencipta, dan
4. Pernyataan KD-3 dan KD-4 yang
memerlukanpersyaratanpenguasaanpengetahuankonseptualdanprosedural.

Masing-masing model pembelajarantersebutmemilikiurutanlangkahkerja(syntax)tersendiri,


yang dapatdiuraikansebagaiberikut.

1. Model PembelajaranPenyingkapan (penemuandanpencarian/penelitian)

Model pembelajaranpenyingkapan (Discovery Learning) adalahmemahamikonsep,


arti, danhubungan, melalui proses intuitifuntukakhirnyasampaikepadasuatukesimpulan
(Budiningsih, 2005:43). Discovery dilakukanmelaluiobservasi, klasifikasi, pengukuran,
prediksi, penentuandaninferi. Proses tersebutdisebutcognitive process sedangkandiscovery
itusendiriadalahthe mental process of assimilating concepts and principles in the mind
(Robert B. Sunddalam Malik, 2001:219).

a. Sintak model Discovery Learning


1) Pemberianrangsangan(Stimulation);
2) Pernyataan/Identifikasimasalah(Problem Statement);
3) Pengumpulan data (Data Collection);
4) Pembuktian(Verification), dan
5) Menariksimpulan/generalisasi (Generalization).

2. Model PembelajaranProblem Based Learning (PBL)

Merupakanpembelajaran yang
menggunakanberbagaikemampuanberpikirdaripesertadidiksecaraindividumaupunkelompok
sertalingkungannyatauntukmengatasipermasalahansehinggabermakna,
relevan,dankontekstual (Tan Onn Seng, 2000).
Tujuan PBL adalahuntukmeningkatkankemampuandalammenerapkankonsep-konseppadapermasalah
a. Sintak model Problem Based Learningdari Bransford and Stein (dalam Jamie Kirkley,
2003:3) terdiriatas:
1) Mengidentifikasimasalah;
2) Menetapkanmasalahmelaluiberpikirtentangmasalahdanmenyeleksiinformasi-informasi
yang relevan;
3) Mengembangkansolusimelaluipengidentifikasianalternatif-alternatif, tukar-
pikirandanmengecekperbedaanpandang;
4) Melakukantindakanstrategis, dan
5) Melihatulangdanmengevaluasipengaruh-pengaruhdarisolusi yang dilakukan.

3. Model pembelajaranProject Based Learning (PjBL).

Model pembelajaran PJBL


merupakanpembelajarandenganmenggunakanproyeknyatadalamkehidupan yang
didasarkanpadamotivasitinggi, pertanyaanmenantang, tugas-
tugasataupermasalahanuntukmembentukpenguasaankompetensi yang
dilakukansecarakerjasamadalamupayamemecahkanmasalah (Barel, 2000 and Baron 2011).

Tujuan Project Based Learning adalahmeningkatkanmotivasibelajar, team work,


keterampilankolaborasidalampencapaiankemampuanakademik level tinggi/
taksonomitingkatkreativitas yang dibutuhkanpadaabad 21 (Cole &Wasburn Moses, 2010).

Sintak/tahapan model pembelajaranProject Based Learning, meliputi:


a. Penentuanpertanyaanmendasar(Start with the Essential Question);
b. Mendesainperencanaanproyek;
c. Menyusunjadwal(Create a Schedule);
d. Memonitorpesertadidikdankemajuanproyek (Monitor the Students and the Progress of
the Project);
e. Mengujihasil(Assess the Outcome), dan
f. Mengevaluasipengalaman (Evaluate the Experience).

4. Model PembelajaranProduction Based Training (PBT)

Di samping tiga model pembelajaran di atas, di SMK dapatdigunakan model


Production Based Training (PBT)untukmendukungpengembanganTeaching
Factorypadamatapelajaranpengembanganprodukkreatif. Model PembelajaranProduction
Based Trainingmerupakan proses pendidikandanpelatihan yang menyatupada proses
produksi, dimanapesertadidikdiberikanpengalamanbelajarpadasituasi yang
kontekstualmengikutialirankerjaindustrimulaidariperencanaanberdasarkanpesanan,
pelaksanaandanevaluasiproduk/kendalimutuproduk,hinggalangkahpelayananpascaproduksi
.

Sintaks/tahapan model pembelajaranProduction Based Trainningmeliputi:


a. Merencanakan produk;
b. Melaksanakan proses produksi;
c. Mengevaluasi produk (melakukan kendali mutu), dan
d. Mengembangkan rencana pemasaran.
(G. Y. Jenkins, Hospitality 2005).

C. PROGRAM PEMEBELAJARAN PADA PENDIDIKAN KEJURUAN

Pendidikan kejuruan merupakan salah satu lembaga pembentuk sumber daya manusia.
Adanya arus industri berbasis pengetahuan berdampak pada pemenuhan tenaga kerja yang
memiliki skill motorik dan kemampuan berpikir tinggat tinggi. Tuntutan essential skill
abad 21 akibat dampak dari perkembangan industri berbasis pengetahuan berimplikasi
pada perubahan strategi / program pembelajaran pendidikan kejuruan. Pendidikan
kejuruan bertanggungjawab langsung pada pemenuhan kebutuhan tenaga kerja
industri. Oleh karena itu, pendidikan kejuruan harus menyiapkan skill peserta didik
sesuai tuntutan industri.Beberapa alternatif Program pembelajaran yang dapat
digunakan dijabarkan berikut ini :

1. Pembelajaran Pola Kewirausahaan


Pembelajaran ini berbasis wirausaha atau entrepreneurship dengan
mengadopsi prinsip-prinsip wirausaha.Dalam pembelajaran terintegrasi 3 ranah
atau domain taksonomi menurut Bloom yaitu kognitif, psikomotorik, dan afektif.
Guru berperan aktif mengatur lingkungan belajar wirausaha bersama dengan siswa.
Pembelajaran ini dibagi dalam kelompok-kelompok. Dalam pembelajaran ini
peserta didik berperan aktif melaksanakan kegiatan sebagai seorang
entrepreneur, yaitu menentukan komoditas, membuat proposal, melaksanakan
kegiatan, memecahkan masalah, kerjasama dalam tim, memanen hasil,
memasarkan produk, dan mengelola keuangan. Dalam pembelajaran ini peserta
didik memperoleh kecakapan holistik karena semua skill secara utuh telah
masuk di dalamnya. Selama proses kegiatan pembelajaran berlangsung peserta
didik aktif menemukan pengetahuan dan memecahkan masalah sendiri dengan
membuka internet,membaca buku atau bertanya pada guru. Prinsip konstruktivis
tampak pada
pembelajaran ini, adanya kemampuan berpikir tingkat tinggi dan
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.
2. Praktik Kerja Industri (Prakerin)
Prakerin populer dimasyarakat dengan istilah Praktik Kerja Lapangan
(PKL). Konsep pembelajaran Prakerin mirip dengan pembelajaran Workplace
Learning merupakan belajar ditempat kerja. Peserta didik belajar dengan praktik
langsung di dunia usaha atau dunia industri. Tujuan prakerin untuk memberikan
kecakapan yang diperlukan dalam pekerjaan sesuai bidang keahliannya. Hal
ini berguna untuk peserta didik agar dapat beradaptasi di dunia kerja ketika
kelak lulus dari sekolah. Manfaat Prakerin bagi peserta didik antara lain: 1)
memperoleh gambaran pilihan pekerjaan dan karir mereka, 2) mengetahui
kriteria pekerja yang diinginkan oleh pemberi pekerjaandunia usaha atau
industri, 3) mengasah kemampuanbekerja, berkomunikasi di tempat kerja,
kemandirian dan kerja sama dalam tim, 4) mengembangkan keahlian khusus pada
bidang kerja yang diinginkan,
5) melatih kepercayaan diri dan kedewasaan melalui partisipasi dalam
lingkungan kerja, 6) melatih kemampuan beradaptasi di dunia kerja.
Pembelajaran prakerin dilaksanakan minimal 3 bulan dengan bekerja penuh
pada dunia usaha atau industri DUDI). Jam belajar menyesuaikan dengan
DUDI tempat belajar. Konsep Prakerin sangat sesuai dengan pendidikan
vokasional apabila dikerjakan sesuai dengan yang diharapkan. Kelemahan
Prakerin umumnya DUDI kurang memberikan pelatihan praktik peserta didik
sesuai standar.
3. Teaching Factory
Teaching factory sebagai salah satu strategi pembelajaran memiliki
beberapa tujuan. Dalam makalah yang dipublikasikan American Society for
Engineering Education Annual Conference and Exposition, Alptekin, et al (2001:
1) menyatakan bahwa tujuan teaching factory ialah: menghasilkan lulusan
yang professional di bidangnya, mengembangkan kurikulum yang fokus pada
konsep modern, mendemonstrasikan solusi yang tepat untuk tantangan yang
dihadapi dunia industri, serta transfer teknologi dari industri yang menjadi partner
dengan siswa dan institusi pendidikan.
Konsep Teaching factory di Indonesia mengalami penyesuaian makna, tidak
hanya kerjasama dengan industri tetapi dapat membuat replika atau tiruan
factory di sekolah. Tiruan factory dilingkungan SMK populer dengan sebutan
Unit Produksi (UP). Di Indonesia Teaching factory merupakankegiatan
pembelajaran dimana siswa secara langsung melakukan kegiatan produksi baik
berupa barang atau jasa di dalam lingkungan sekolah. Barang atau jasa yang
dihasilkan memiliki kualitas sehingga layak jual dan diterima oleh masyarakat atau
konsumen.Teaching factory digunakan sebagai salah satu model untuk
memberdayakan SMK dalam menciptakan lulusan yang berjiwa wirausaha dan
memiliki kompetensi keahlian melalui pengembangan kerjasama dengan industri
dan entitas bisnis yang relevan. Selain itu teaching factory bertujuan untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran melalui wahana belajar sambil berbuat
(learning by doing). Pembelajaran dengan pendekatan seperti ini, akan
menumbuhkan jiwa entrepreneurship bagi siswa.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

a) Landasan pembelajaran pendidikan kejuruan adalah dasar yang digunakan sebagai


patokan dalam melakukan kegiatan belajar dan mengajar pada lingkungan sekolah
pendidikan kejuruan.
b) Landasan filosofis adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi
mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya dan berintikan
logika, estetika, metafisika, dan epistimologi.
c) Landasan psikologis adalah landasan pendidikan sebagai dasar diharapkan adanya
perubahan mengenai perilaku peserta didik menuju kedewasaan, baik dewasa dari
segi fisik, mental, emosional, moral, intelektual, maupun sosial.
d) Landasan sosiologis adalah dasar manusia untuk mampu mengembangkan dirinya
menjadi manusia yang berbudaya, yang dapat diwujudkan dengan cara berinteraksi
dengan lingkungannya.
e) Landasan neuroscience adalah pembelajaran yang berlandaskan pada kemampuan
otak manusia yang dapat dipengaruhi dengan usaha-usaha pada setiap pribadi
lakukan.
f) Landasan teknologis adalah landasan dalam pembelajaran yang terpenting karena
pada pembelajaran saat ini teknologi yang maju adalah hal utama yang akan
mempengaruhi kualitas peserta didik, terutama pada pendidikan kejuruan.

DAFTAR RUJUKAN

Dirjen Dikmen.2017. Pelatihan Impelementasi Kurikulum 2013 SMK : Analisis Penerapan


Model Pembelajaran. Jakarta : Dirjen Dikmen

Putu Sudira (2012). Filosofi dan teori pendidikan vokasi dan kejuruan. Yogyakarta:
UNYPress.
Putu Sudira. (2006). Pembelajaran di SMK. Jakarta: Depdiknas.

Prosser, C.A. & Quigley, T.H. (1950). Vocational Education in a


Democracy.Revised Edition. Chicago: American Technical Society.

Anda mungkin juga menyukai