Anda di halaman 1dari 13

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV

Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa


PEMODELAN SPASIAL TINGKAT KERAWANAN KECELAKAAN
LALU LINTAS DI SURABAYA PUSAT
DENGAN MEMANFAATAN FOTO UDARA

Aktiva Primananda
1
dan Suharyadi
1

1
J urusan Kartografi dan Penginderaan J auh Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta


Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk membuat model spasial tingkat kerawanan kecelakaan lalu lintas di Surabaya Pusat.
Metode analisis data yang digunakan adalah dengan pendekatan kuantitatif. Sumber data utama yang digunakan berupa
foto udara pankromatik hitam putih skala 1 : 5.000. Data primer yang diperoleh dari foto udara meliputi informasi
karakteristik parameter-parameter penentu kerawanan kecelakaan yang diambil dari aspek jalan dan lingkungan
(penggunaan lahan, radius belokan, jarak pandang bebas, trotoar, bahu jalan, fasilitas penyeberangan, marka jalan, pola
arus lalu lintas, persimpangan, perlintasan kereta api); serta unsur geometrik jalan (tipe jalan, lebar badan jalan, lebar
bahu jalan, lebar trotoar) untuk perhitungan kapasitas jalan dan V/C Ratio. Data sekunder instansional meliputi jumlah
penduduk, volume lalu lintas per jam, jumlah rambu yang telah ada dan kebutuhan rambu, kecepatan rata-rata
kendaraan, dan kecelakaan dari kepolisian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa foto udara pankromatik hitam putih skala 1:5.000 memiliki kemampuan yang baik
dan bermanfaat dalam menyadap parameter kondisi jalan dan lingkungan yang mempengaruhi kerawanan kecelakaan
lalu lintas. Hal tersebut ditunjukkan dari tingkat ketelitian interpretasi parameter mencapai minimal 89,97%. Model
spasial tingkat kerawanan kecelakaan memberikan hasil yang baik karena mempunyai kesesuaian dengan data
kecelakaan dari kepolisian, dimana jalan dengan klas rawan juga mempunyai angka kecelakaan yang tinggi. J alan-jalan
yang masuk ke dalam klas rawan adalah jalan Alun-alun Contong, Demak, Dupak, Kalibutuh, Kalianyar, Kapasan,
Kapasari, Kedungsari, Pasar Kembang, Pasar Turi, Raya Darmo, Raya Diponegoro, Semarang, dan Tegalsari. Potensi
terjadinya kecelakaan paling tinggi adalah pada jam sibuk sore.



1. PENDAHULUAN

Daerah perkotaan merupakan tempat berkumpulnya
warga bermata pencaharian dari kegiatan non-
agraris, dan daerah yang relatif dinamis, baik dari
segi komposisi penduduknya maupun dari kondisi
struktur bangunannya. Daerah perkotaan terus
berkembang selaras dengan perkembangan zaman
yang selalu meningkat. Pada sejarah perkembangan
daerah perkotaan terjadi suatu interaksi antara
penduduk dan wilayah kota yang tidak selalu
berdampak positif. Penduduk daerah perkotaan
berkembang sangat cepat dan sering lebih cepat dari
penyediaan fasilitasnya, akibatnya terjadi
penurunan tingkat akses terhadap fasilitas dan
utilitas kota (Suharyadi, 2002).

Penurunan akses terhadap fasilitas kota yang
cukup dominan di beberapa kota di Indonesia,
termasuk Kota Surabaya, terutama akses terhadap
fasilitas transportasi. Hal ini disebabkan dari
pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi disertai
dengan peningkatan perekonomian dan
kesejahteraan, maka tingkat mobilitas baik orang
maupun barang akan meningkat pula.

Kegiatan transportasi memanfaatkan fasilitas jalan
raya merupakan modal transportasi yang paling
dominan dibandingkan dengan modal transportasi
lainnya. Oleh karena itu, permasalahan
transportasi yang dihadapi oleh hampir sama,
yaitu: kemacetan, kesemrawutan, dan kecelakaan
lalu lintas.

Masalah keselamatan lalu lintas menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari kajian transportasi
dan lalu lintas, dan hal ini juga merupakan
bahasan menarik ditinjau dari sisi kemanusiaan
maupun ekonomi. Sebagian besar kecelakaan lalu
lintas terjadi di daerah perkotaan (Malkhamah,
1994).


Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya, 14 15 September 2005
MBA - 133
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV
Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa
Usaha penanggulangan masalah keselamatan lalu
lintas secara garis besar meliputi usaha pre-emptif
(penangkalan), preventif (pencegahan), dan
represif (penanggulangan).

Penelitian yang berkaitan dengan transportasi
telah banyak dilakukan oleh berbagai kalangan
dengan berbagai metode penelitian. Salah satu
metode yang dapat digunakan adalah
penginderaan jauh. Citra penginderaan jauh dapat
digunakan untuk menyadap variabel permukaan
lahan yang berhubungan dengan kerawanan
kecelakaan lalu lintas. Selain itu diperlukan data
sekunder dan data primer lapangan untuk
melengkapi informasi yang tidak dapat disadap
dari data penginderaan jauh.

2. METODOLOGI PENELITIAN

2.1. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian:
- Foto udara pankromatik hitam putih skala 1:
5.000 tahun 2002
- Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala
1:25.000 tahun 1996 lembar 1608-432, 1608-
441, 1608-414, 1608-423.
- Peta jaringan jalan skala 1: 20.000 tahun 2002.
- Data atribut jalan (volume lalu lintas,
kecepatan rerata, rambu lalu lintas) tahun
2003.
- Data jumlah penduduk tahun 2003.
Alat yang digunakan dalam penelitian :
- Alat-alat untuk interpretasi foto udara:
stereoskop cermin, measurement loupe,
penggaris, alat tulis dan gambar.
- Alat-alat untuk survei lapangan: GPS, pita
ukur dan alat tulis.
- Seperangkat komputer PC dengan software
Arc View 3.3.

2.2. Daerah Penelitian

Daerah penelitian yang dipilih adalah wilayah
Surabaya Pusat, yang mana secara administratif
merupakan bagian wilayah dari Kota Surabaya.

2.3. Penentuan Sampel dan Satuan Analisis

Pemilihan sampel untuk perolehan data yang
dilakukan dalam penelitian ini menggunakan
metode purposive sampling, dimana tidak semua
ruas jalan yang ada di wilayah Surabaya Pusat
akan diteliti dan diambil datanya. Sampel yang
diambil adalah ruas jalan arteri dan kolektor pada
daerah penelitian, sedangkan untuk ruas jalan
lokal dan jalan lain (jalan lingkungan) tidak
diambil sebagai sampel karena tidak ikut diteliti.
Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa
volume lalu lintas dan heterogenitas kegiatan lalu
lintas lebih terlihat pada jalan arteri dan kolektor,
dimana kecelakaan lalu lintas lebih potensial
untuk terjadi di sana.

Satuan analisis yang digunakan adalah ruas jalan,
yaitu potongan jalan yang didasarkan atas:
- Keseragaman jenis, ukuran, dan karakteristik
unsur geometrik jalan.
- Keseragaman blok penggunaan lahan.
- Keberadaan perpotongan atau persimpangan
jalan.

2.4. Data penelitian

2.4.1. Data Primer

Data primer yang diekstraksi atau diperoleh
langsung melalui interpretasi foto udara
pankromatik hitam putih skala 1:5.000, yaitu:
a. Informasi karakteristik parameter-parameter
penentu kerawanan kecelakaan lalu lintas yang
diambil dari aspek kondisi jalan dan
lingkungan, yaitu:
- Penggunaan Lahan
- Radius belokan / tikungan
- J arak pandang bebas
- Trotoar
- Bahu jalan
- Fasilitas penyeberangan jalan
- Marka jalan
- Pola arus lalu lintas
- Pengendalian persimpangan
- Perlintasan kereta api
b. Unsur geometrik jalan sebagai salah satu
elemen yang diperlukan untuk perhitungan
kapasitas dan tingkat pelayanan jalan (V/C
Ratio).
c. J aringan jalan daerah penelitian.

2.4.2. Data Sekunder

- Data jumlah penduduk Kota Surabaya.
- Data atribut jalan (volume lalu lintas, kecepatan
rerata, rambu lalu lintas)

2.5. Analisis Data

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya, 14 15 September 2005
MBA - 134
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV
Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa

Analisis data untuk memperoleh model spasial
tingkat kerawanan kecelakaan dilakukan melalui
teknik pengharkatan terhadap parameter-
parameter jalan dan lingkungan yang berpengaruh
terhadap kerawanan kecelakaan pada tiap satuan
analisis, dengan menggunakan pendekatan
kuantitatif berjenjang tertimbang. Dalam
pengharkatan berjenjang tertimbang ini, tiap unsur
pada tiap parameter diberi harkat yang berjenjang
1-5, sesuai dengan besarnya kontribusi tiap unsur
terhadap model yang dikembangkan. Di samping
itu, tiap parameter sendiri juga mempunyai bobot
kontribusi yang berbeda sesuai dengan
dominasinya dalam mempengaruhi tingkat
kerawanan kecelakaan lalu lintas, sehingga
diberikan pula faktor pembobot (weighting factor)
yang berkisar 13 pada tiap parameter, sesuai
dengan tingkat peranannya terhadap model
kerawanan kecelakaan lalu lintas yang
dikembangkan.

Adapun parameter kondisi jalan dan lingkungan
yang diperhitungkan dalam pemodelan tingkat
kerawanan kecelakaan lalu lintas ini adalah
sebagai berikut:

1). Penggunaan Lahan

Tabel 1. Harkat Penggunaan Lahan

No Jenis Penggunaan Lahan Harkat
1
Daerah permukiman, jalan dengan
jalan samping
1
2
Daerah permukiman, beberapa
kendaraan umum, dsb
2
3
Daerah industri, beberapa toko di
sisi jalan
3
4
Daerah komersial, aktivitas sisi jalan
tinggi
4
5
Daerah komersial dengan aktivitas
pasar di samping jalan
5
Sumber: Manual Kapasitas J alan Indonesia 1997










2). Radius Belokan atau Tikungan

Tabel 2. Harkat Radius Belokan atau Tikungan












No
Radius Belokan atau
Tikungan
Harkat
1
J alan lurus (bukan
belokan)
1
2
Lurus kemudian belokan
transisi
2
3 Belokan melingkar 3
4 Belokan bersudut >90
o
4
5 Belokan bersudut =90
o
5
Sumber : Hobbs, 1979 dengan modifikasi

3). J arak Pandang Bebas

Tabel 3. Harkat Jarak Pandang Bebas

Sumber: Analisis data primer
No Jarak Pandang Bebas Harkat
1
Pandangan ke depan tidak
terhalang oleh bangunan atau
obyek lain
1
2
Pandangan ke depan terhalang
oleh bangunan atau obyek lain
5

4). Trotoar

Tabel 4. Harkat Trotoar

No Trotoar Harkat
1
Ada trotoar yang bebas dari
halangan
1
2
Ada trotoar tetapi sudah berubah
fungsi
3
3 Tidak ada trotoar 5
Sumber: Narieswari, 2002 dengan modifikasi

5). Bahu J alan

Tabel 5. Harkat Bahu Jalan
Sumber: Analisis data primer
No Bahu J alan Harkat
1
Ada bahu jalan yang bebas dari
halangan
1
2
Ada bahu jalan tetapi sudah
berubah fungsi
3
3 Tidak ada bahu jalan 5




Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya, 14 15 September 2005
MBA - 135
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV
Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa
6). Fasilitas Penyeberangan J alan

Tabel 6. Harkat Fasilitas Penyeberangan Jalan

No Fasilitas Penyeberangan J alan
Harka
t
1
Kawasan komersial maupun non-
komersial, ada fasilitas
penyeberangan jalan pada areal
sepanjang 46 m
1
2
Kawasan non-komersial, tidak ada
fasilitas penyeberangan jalan pada
areal sepanjang 46 m
3
No Fasilitas Penyeberangan J alan
Harka
t
3
Kawasan komersial, tidak ada
fasilitas penyeberangan jalan pada
areal sepanjang 46 m
5
Sumber : Malkhamah, 1994

7). Pengendalian Persimpangan

Tabel 7. Harkat Pengendalian Persimpangan

Sumber : Malkamah, 1994
















8) Rambu Lalu Lintas

Tabel 8. Harkat Rambu Lalu Lintas

Sumber: Narieswari, 2002 dengaan modifikasi
No Persentase Ketersediaan Rambu Harkat
1
Rasio ketersediaan dengan
kebutuhan minimal rambu 80
100%
1
2
Rasio ketersediaan dengan
kebutuhan minimal rambu 60 80%
2
3
Rasio ketersediaan dengan
kebutuhan minimal rambu 40 60%
3
4
Rasio ketersediaan dengan
kebutuhan minimal rambu 20 40%
4
5
Rasio ketersediaan dengan
kebutuhan minimal rambu 0 20%
5

9). Marka J alan

Tabel 9. Harkat Marka Jalan

Sumber: Analisis data primer
No Marka J alan Harkat
1
Ada marka jalan yang jelas dan
sesuai dengan standard
1
2
Tidak ada marka jalan, atau marka
jalan yang kurang sesuai dengan
standard
5
No
Tipe Pengendalian
Persimpangan
Harkat
1
Persimpangan tidak sebidang,
atau bukan persimpangan
1
2
Persimpangan sebidang 3 kaki
dengan kanalisasi
2
3
Persimpangan sebidang 4 kaki
dengan kanalisasi
3
4
Persimpangan sebidang banyak
kaki dengan kanalisasi maupun
bunderan
4
5
Persimpangan tanpa kanalisasi,
atau tanpa pengendalian
5

10). Pola Arus Lalu Lintas

Tabel 10. Harkat Pola Arus Lalu Lintas
No Pola Arus Lalu Lintas Harkat
1 Satu arah dengan median 1
2 Satu arah tanpa median 2
3
Dua arah dengan lebih dari satu
median
3
4 Dua arah dengan satu median 4
5 Dua arah tanpa median 5

Sumber: Abubakar, dkk, 2000 dengan modifikasi

11). Kecepatan rata-rata kendaraan

Tabel 11. Harkat kecepatan rata-rata kendaraan

No
Kecepatan rata-rata
kendaraan (km/jam)
Harkat
1 <20 1
2 20 30 2
3 30 40 3
4 40 50 4
5 >50 5
Sumber: Malkamah, 1994

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya, 14 15 September 2005
MBA - 136
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV
Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa
12). Perlintasan Kereta Api

Tabel 12. Harkat perlintasan kereta api

No Perlintasan Kereta Api Harkat
1 Tidak ada perlintasan kereta api sebidang 1
2 Ada perlintasan kereta api sebidang 2
Sumber: Analisis data primer

13). Tingkat Pelayanan J alan (V/C Rasio)

Tabel 13. Harkat Tingkat Pelayanan Jalan (V/C Ratio)


No
Nilai
V/C Ratio
Karakteristik Arus Lalu Lintas Harkat
1
0,00 0,19
(Level A)
Arus lalu lintas bebas, volume lalu lintas rendah, kepadatan jalan rendah, pengemudi
dapat memilih kecepatan yang dikehendaki tanpa hambatan.
1
2
0,20 0,44
(Level B)
Arus lalu lintas stabil, tetapi kecepatan operasi mulai dibatasi oleh kondisi lalu lintas
akibat peningkatan volume lalu lintas, pengemudi masih memiliki kebebasan yang cukup
untuk memilih kecepatan.
2
3
0,45 0,69
(Level C)
Arus lalu lintas stabil, tetapi kecepatan dan gerak kendaraan dikendalikan oleh volume
lalu lintas, pengemudi dibatasi dalam memilih kecepatan.
3
4
0,70 0,84
(Level D)
Arus lalu lintas mendekati tidak stabil, kecepatan masih dikendalikan, volume lalu lintas
masih dapat ditolerir
4
5
0,85
(Level E-F)
Arus lalu lintas tidak stabil, kecepatan rendah dan terkadang terhenti, volume lalu lintas
berada / di bawah kapasitas, terjadi hambatan-hambatan yang besar.
5
Pada pengharkatan kuantitatif berjenjang
tertimbang ini, masing-masing parameter
mempunyai bobot kontribusi yang berbeda sesuai
dengan dominasinya dalam mempengaruhi tingkat
kerawanan kecelakaan lalu lintas, sehingga
diberikan pula faktor pembobot (weighting factor)
yang berkisar 13 pada tiap parameter, sesuai
dengan tingkat peranannya terhadap model
kerawanan kecelakaan lalu lintas yang
dikembangkan.

Dalam penelitian ini, parameter yang berkaitan
langsung dengan pergerakan kontinyu kendaraan
di jalan diberi faktor pembobot yang lebih besar.
Parameter trotoar, bahu jalan, dan fasilitas
penyeberangan jalan diberi faktor pembobot yang
paling kecil, yaitu 1, dengan pertimbangan bahwa
fungsi trotoar, bahu jalan, dan penyeberangan
jalan sebagai fasilitas/kelengkapan jalan kurang
berpengaruh langsung terhadap pergerakan
kontinyu kendaraan di jalan. Parameter
perlintasan kereta api juga diberi faktor pembobot
= 1, disebabkan karena kasus kecelakaan yang
terjadi pada perlintasan kereta api jarang
dijumpai. Adapun untuk parameter radius
belokan/tikungan, jarak pandang bebas, rambu,
marka, pola arus lalu lintas, pengendalian
persimpangan, kecepatan kendaraan, dan
penggunaan lahan, diberi faktor pembobot yang
lebih besar, yaitu 2, dengan pertimbangan bahwa
kontribusinya lebih dominan dalam
mempengaruhi tingkat kerawanan kecelakaan lalu
lintas, karena lebih berpengaruh langsung
terhadap pergerakan kontinyu kendaraan di jalan.
Sedangkan untuk parameter tingkat pelayanan
jalan (V/C Ratio) diberi faktor pembobot yang
paling besar, yaitu 3, dengan pertimbangan bahwa
model kerawanan kecelakaan ini dibuat
berdasarkan time interval, sehingga parameter
yang mengadung elemen waktu (time) perlu diberi
faktor pembobot yang paling besar. Dalam hal ini,
elemen yang berhubungan dengan time tersebut
adalah volume lalu lintas, yang mana
dipresentasikan ke dalam parameter tingkat
pelayanan jalan (V/C Ratio). Faktor pembobot
dari setiap parameter disajikan dalam tabel
berikut:

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya, 14 15 September 2005
MBA - 137
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV
Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa
Tabel 14. Faktor Pembobot Tiap Parameter

No Parameter Kerawanan
Kecelakaan Lalu Lintas
Faktor
Pembobot
1 Penggunaan lahan 2
2 Radius belokan / tikungan 2
3 J arak pandang bebas 2
4 Trotoar 1
5 Bahu jalan 1
6 Fasilitas penyeberangan jalan 1
7 Rambu lalu lintas 2
8 Marka jalan 2
9 Pola arus lalu lintas 2
10 Pengendalian persimpangan 2
11 Kecepatan rata-rata kendaraan 2
12 Tingkat pelayanan jalan (V/C
Ratio)
3
13 Perlintasan kereta api 1
Sumber : Analisis data primer

Adapun rumus yang digunakan untuk
mendapatkan harkat total adalah sebagai berikut :

Harkat total = (Harkat A x pembobot A)
+(Harkat B x pembobot B) +.......(harkat n x
pembobot n)

Dari rumus tersebut kemudian dilakukan
klasifikasi tingkat kerawanan kecelakaan lalu
lintas yang sebagai berikut :

Tabel 15. Klasifikasi Tingkat Kerawanan Kecelakaan
Sumber : Analisis data primer

Model spasial yang dihasilkan disajikan dalam
bentuk peta tingkat kerawanan kecelakaan lalu
lintas. Model kerawanan kecelakaan ini dibuat
berdasarkan time interval sesuai dengan
karakteristik volume lalu lintas dalam sehari. Peta
tingkat kerawanan kecelakaan yang dihasilkan
menggambarkan tingkat kerawanan kecelakaan
pada empat interval waktu yang berbeda, yaitu
antara jam 06.00-10.00, jam 10.00-14.00, jam
14.00-18.00, dan jam 18.00-22.00. Sedangkan
interval waktu antara jam 22.00-06.00 tidak ikut
diperhitungkan. Sebagai pengontral adalah
pemodelan kecelakaan dari kepolisian.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil Pemodelan Tingkat Kerawanan
Kecelakaan Lalu Lintas

Tingkat kerawanan kecelakaan lalu lintas
ditentukan dengan menggabungkan informasi dari
semua parameter kondisi jalan dan lingkungan,
yaitu: penggunaan lahan, radius belokan/tikungan,
jarak pandang bebas, trotoar, bahu jalan,
penyeberangan jalan, rambu, marka, pola arus lalu
lintas, pengendalina persimpangan, kecepatan
rata-rata kendaraan, V/C Ratio, serta perlintasan
kereta api. Hasilnya disajikan pada Peta Tingkat
Kerawanan Kecelakaan Lalu Lintas

Berdasarkan hasil yang diperoleh, kondisi
kerawanan kecelakaan lalu lintas pada ruas-ruas
jalan yang diteliti dapat dijabarkan kurang lebih
sebagai berikut :
Ruas jalan yang rawan kecelakaan pada pagi
hari adalah: jalan Alun-alun Contong (1 ruas),
Demak (6 ruas), Dupak (1 ruas), Kalibutuh (3
ruas), Kapasan (4 ruas), Kapasari (6 ruas),
Pasar Turi (1 ruas), Raya Darmo (semua ruas),
Semarang (3 ruas), dan Tegal Sari (1 ruas).
Total: 31 ruas (9,81% dari keseluruhan ruas
jalan yang dianalisis).
Ruas jalan yang rawan kecelakaan pada siang
hari adalah: Alun-alun Contong (1 ruas),
Demak (9 ruas), Dupak (4 ruas), Kalibutuh (3
ruas), Kalianyar (1 ruas), Kapasan (4 ruas),
Kapasari (6 ruas), Kedung Sari (1 ruas), Pasar
Kembang (1 ruas), Pasar Turi (2 ruas), Raya
Darmo (semua ruas), Raya Diponegoro (6
ruas), Semarang (5 ruas), dan Tegal Sari (1
ruas).
Total: 49 ruas (15,51% dari keseluruhan ruas
jalan yang dianalisis).
Harkat
Total
Klas Keterangan
23 45 Tidak Rawan
Potensi terjadinya
kecelakaan rendah
46 68 Agak Rawan
Potensi terjadinya
kecelakaan sedang
69 91 Rawan
Potensi terjadinya
kecelakaan tinggi
92
115
Sangat
Rawan
Potensi terjadinya
kecelakaan sangat tinggi
Ruas jalan yang rawan kecelakaan pada sore
hari adalah: Alun-alun Contong (1 ruas),
Demak (semua ruas), Dupak (4 ruas),
Kalibutuh (3 ruas), Kapasan (4 ruas), Kapasari
(6 ruas), Kedung Sari (1 ruas), Pasar Kembang
(2 ruas), Pasar Turi (2 ruas), Raya Darmo
(semua ruas), Raya Diponegoro (6 ruas),
Semarang (5 ruas), dan Tegal Sari (1 ruas).
Total : 59 ruas (18,57% dari keseluruhan ruas
jalan yang dianalisis).

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya, 14 15 September 2005
MBA - 138
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV
Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa
Ruas jalan yang rawan kecelakaan pada malam
hari adalah : Demak (6 ruas), Dupak (1 ruas),
Kalibutuh (3 ruas), Kapasan (4 ruas), Kapasari
(1 ruas), Pasar Turi (1 ruas), Semarang (3 ruas),
dan Tegal Sari (1 ruas).
Total : 20 ruas (6,33% dari keseluruhan ruas
jalan yang dianalisis).
Tidak terdapat ruas jalan yang kondisinya
sangat rawan kecelakaan.
Ruas jalan yang termasuk tidak rawan
kecelakaan sangat sedikit jumlahnya, yaitu : 5
ruas pada pagi hari, 2 ruas pada siang hari, dan
5 ruas pada malam hari. Sedangkan pada sore
hari tidak ada ruas jalan yang tidak rawan.
Dengan demikian, klas tidak rawan ini hanya
sekitar 0,63 % 1,58 % dari keseluruhan ruas
jalan yang dianalisis.
Sebagian besar ruas jalan yang dianalisis
termasuk ke dalam klas agak rawan, yaitu : 280
ruas pada pagi hari, 265 ruas pada siang hari,
257 ruas pada sore hari, dan 291 ruas pada
malam hari. Dengan demikian, prosentase klas
agak rawan ini sekitar 81,33%92,09% dari
keseluruhan ruas jalan yang dianalisis.

Dari sini selanjutnya dapat dievaluasi apakah
model kerawanan kecelakaan yang dihasilkan
dapat mencerminkan kondisi aktual di lapangan.

Berdasarkan data kejadian kecelakaan di atas,
tercatat ada 104 kejadian kecelakaan lalu lintas
yang terjadi di wilayah Surabaya Pusat dalam
kurun waktu 3 tahun terakhir, dan bila
diperhatikan, jalan-jalan yang menjadi lokasi
kecelakaan tersebut juga tidak jauh berbeda dari
tahun ke tahun dengan frekuensi yang kurang
lebih sama tiap tahunnya. J ika dibandingkan
dengan hasil pemodelan, terdapat kesamaan pada
sebagian besar ruas jalan yang diteliti dalam hal
besarnya frekuensi kecelakaan dengan klas
kerawanan kecelakaannya. Suatu jalan yang pada
data kepolisian mempunyai angka kecelakaan
yang tinggi atau frekuensi terjadinya kecelakaan
tinggi, ternyata pada hasil pemodelan juga
dikategorikan ke dalam klas rawan kecelakaan.
Perbandingan antara hasil pemodelan kerawanan
kecelakaan dengan data kecelakaan kepolisian
tersebut dapat dilihat pada Tabel 16.

Terkait dengan volume lalu lintas, parameter
penelitian yang berkaitan langsung dengan
kondisi kerawanan kecelakaan adalah V/C Ratio
(tingkat pelayanan jalan). Angka V/C Ratio ini
merupakan perbandingan antara volume lalu lintas
(V) dengan nilai kapasitas jalan (C). Nilai V/C
Ratio ini menggambarkan kondisi ruas jalan
dalam melayani volume lalu lintas yang
melintasinya. Semakin besar nilai V/C Ratio pada
suatu ruas jalan, maka ruas jalan tersebut
cenderung semakin berkurang kemampuannya
dalam melayani para pengguna jalan. Hal ini
dikarenakan jalan menampung aktifitas pengguna
jalan melebihi kapasitasnya, atau dengan kata lain
volume lalu lintas jauh melebihi kapasitas
jalannya. J ika hal ini terjadi, maka arus lalu lintas
menjadi tidak stabil, kepadatan lalu lintas tinggi,
kecepatan menjadi rendah dan tidak dapat
diperkirakan, terjadi hambatan-hambatan yang
besar, dan pada akhirnya potensial bagi timbulnya
konflik antar pemakai jalan sehingga dapat
meningkatkan kerawanan kecelakaan lalu lintas.
Hal ini mengingat angka kecelakaan lalu lintas
yang terjadi pada ruas-ruas jalan perkotaan
cenderung lebih tinggi pada ruas jalan yang padat,
sibuk, dengan tingkat pelayanan jalan yang berada
pada level rendah.

Tabel 16. Perbandingan Hasil Pemodelan dengan Data
Kecelakaan

Nama J alan
Frekuensi
Kecelakaan
(Data
Kepolisian)
Klas Tingkat Kerawanan
Kecelakaan
(Hasil Pemodelan)
Demak 21
Rawan
(pagi,siang,sore,malam)
Dupak 18
Rawan (siang,sore) ;
Agak rawan
(pagi,malam)
Raya
Diponegoro
18
Rawan (siang,sore) ;
Agak rawan
(pagi,malam)
Raya
Darmo
12
Rawan (pagi,siang,sore)
; Agak rawan (malam)
Pasar
Kembang
9
Rawan (siang,sore) ;
Agak rawan
(pagi,malam)
Kapasari 5
Rawan (pagi,siang,sore)
; Agak rawan (malam)
Bubutan 3
Agak rawan
(pagi,siang,sore,malam)
Sumber: Satlantas Polwiltabes Surabaya; pengolahan
data primer, sekunder dan lapan

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya, 14 15 September 2005
MBA - 139
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV
Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa
Peningkatan volume lalu lintas mulai tampak pada
pagi hari sewaktu orang mulai pergi ke tempat
kerja atau sekolah. Pada pagi hari (interval pukul
06.00-10.00), terdapat 31 ruas jalan yang rawan
kecelakaan, 280 ruas agak rawan, dan 5 ruas yang
tidak rawan. Dilihat dari nilai V/C Rationya, ruas-
ruas jalan yang termasuk ke dalam klas rawan
kecelakaan tersebut mempunyai nilai V/C Ratio
berada pada level C (jalan Alun-alun Contong,
Demak, Pasar Turi), level D (jalan Dupak,
Kalibutuh, Kapasan), level E (jalan Kapasari,
Raya Darmo). Suatu kondisi yang wajar, dimana
pada level-level tersebut kecepataan dan gerak
kendaraan sudah mulai dikendalikan oleh
peningkatan volume lalu lintas, ditambah lagi
jalan-jalan tersebut memang menjadi akses ke
beberapa institusi dan perkantoran serta
terdapatnya pasar. Namun ada satu fenomena
dimana jalan Semarang dan Tegalsari juga
termasuk rawan kecelakaan pada pagi hari,
meskipun nilai V/C Ratio-nya hanya berada pada
level B. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi
rawan kecelakaan pada jalan tersebut bukan
dipicu oleh volume lalu lintas, melainkan akibat
kondisi fisik jalan dan lingkungannya sendiri yang
memang tidak ideal (akan dijelaskan lebih lanjut
pada sub-bab 4.6).

Pada siang hari, volume lalu lintas umumnya
meningkat bersamaan dengan dimulainya
aktivitas di CBD, khususnya aktivitas
perdagangan. Hal ini tampak dari fenomena
padatnya lalu lintas di kawasan perdagangan dan
jasa. Ada beberapa ruas jalan yang tidak
mengalami peak hour pada pagi hari, melainkan
justru pada siang hari. Ini umumnya terjadi pada
ruas jalan yang penggunaan lahannya adalah
pertokoan. Aktivitas jual beli maupun bongkat
muat barang baru tampak pada siang hari,
sedangkan pada pagi hari masih sepi. Pada siang
hari (interval pukul 10.00-14.00), terdapat 49 ruas
jalan yang rawan kecelakaan, 265 ruas agak
rawan, dan 2 ruas yang tidak rawan. Dilihat dari
nilai V/C Rationya, ruas-ruas jalan yang termasuk
ke dalam klas rawan kecelakaan tersebut
mempunyai nilai V/C Ratio berada pada level C
(jalan Kedungsari, Semarang), level D (jalan
Alun-alun Contong, Demak, Kapasan, Pasar
Kembang, Pasar Turi), level E (jalan Dupak,
Kalianyar, Kapasari, Raya Darmo, Raya
Diponegoro), level F (jalan Kalibutuh). Suatu
kondisi yang wajar, dimana pada level-level
tersebut arus lalu lintas mendekati tidak stabil
akibat volume lalu lintas yang terus meningkat,
ditambah lagi jalan-jalan tersebut merupakan area
perdagangan dan jasa yang cukup ramai. Sama
halnya dengan pagi hari, nilai V/C Ratio jalan
Tegalsari pada siang hari masih berada pada level
B, tetapi masuk ke dalam klas rawan,
menunjukkan kondisi fisik jalan dan
lingkungannya memang tidak ideal terlebih untuk
mendukung volume lalu lintas yang terus
bertambah.

Pada sore hari kembali terdapat suatu periode
peak hour saat orang pulang dari kantor atau
sekolah, dimana jam pulang ini juga bervariasi
antara satu tempat dengan tempat lainnya. Pada
umumnya volume lalu lintas pada jam sibuk sore
ini lebih tinggi daripada jam sibuk pagi, karena
seiring dengan orang pulang dari tempat
beraktivitas, kegiatan perdagangan di CBD masih
tetap tetap berjalan, sehingga terjadi penumpukan
kendaraan pada ruas jalan. Pada sore hari (interval
pukul 14.00-18.00), terdapat 59 ruas jalan yang
rawan kecelakaan, 257 ruas agak rawan, dan tidak
terdapat ruas yang tidak rawan. Dilihat dari nilai
V/C Rationya, ruas-ruas jalan yang termasuk ke
dalam klas rawan kecelakaan tersebut mempunyai
nilai V/C Ratio berada pada level C (jalan
Tegalsari), level D (jalan Alun-alun Contong,
Kapasan, Kedungsari, Semarang), level E (jalan
Demak, Dupak, Kapasari, Pasar Kembang, Raya
Diponegoro), level F (jalan Kalibutuh, Pasar Turi,
Raya Darmo). Suatu kondisi yang wajar, dimana
pada level-level tersebut arus lalu lintas tidak
stabil akibat volume lalu lintas hampir berada atau
di bawah kapasitas, sehingga terjadi hambatan-
hambatan yang besar, ditambah lagi jalan-jalan
yang merupakan area perdagangan dan jasa yang
cukup ramai tersebut juga dijadikan akses *dari
dan ke beberapa institusi dan perkantoran.

Pada malam hari kepadatan lalu lintas memang
tidak separah pagi, siang, atau sore hari, namun
pada beberapa ruas jalan terdapat kondisi lalu
lintas yang sama dengan saat hari terang. Hal ini
terjadi di sekitar tempat hiburan malam yang baru
memulai aktivitasnya dan di kawasan pusat
perbelanjaan atau pertokoan yang tetap buka pada
malam hari, terlebih mendekati jam pulang
karyawan dan jam tutup toko. Pada malam hari
(interval pukul 18.00-22.00), terdapat 20 ruas
jalan yang rawan kecelakaan, 291 ruas agak
rawan, dan 5 ruas yang tidak rawan. Dilihat dari
nilai V/C Rationya, ruas-ruas jalan yang termasuk

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya, 14 15 September 2005
MBA - 140
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV
Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa
ke dalam klas rawan kecelakaan tersebut
mempunyai nilai V/C Ratio berada pada level B
(jalan Kapasan, Pasar Turi, Semarang, Tegalsari),
level C (jalan Demak, Dupak, Kalibutuh,
Kapasari). Walaupun pada level-level tersebut
arus lalu lintas masih cukup stabil karena volume
lalu lintas hanya sedikit membatasi kecepatan
kendaraan, namun kondisi malam hari (terlebih
jika penerangan jalan kurang) akan menyebabkan
kondisi fisik jalan dan lingkungan yang tidak ideal
akan lebih sulit diwaspadai dibanding saat hari
terang. Kondisi tersebut potensial untuk memicu
kondisi rawan kecelakaan (untuk lebih jelasnya
lihat sub-bab 4.6).

J umlah ruas jalan yang rawan kecelakaan ternyata
terus bertambah dari pagi hari hingga siang hari,
mencapai jumlah terbanyak pada sore hari, dan
kembali berkurang pada malam hari. Hal ini
seiring dengan perputaran aktivitas harian
masyarakat pada umumnya. Namun disamping
faktor waktu dan volume lalu lintas, kondisi
kerawanan kecelakaan juga tetap tidak terlepas
dari pengaruh kondisi fisik jalan lingkungan tiap
ruas jalan itu sendiri. Ada kalanya volume lalu
lintas ataupun nilai V/C Ratio yang tidak terlalu
besar juga dapat memicu kondisi rawan
kecelakaan akibat kondisi fisik jalan dan
lingkungannya sendiri tidak ideal (seperti pada
jalan Semarang dan Tegalsari). Ada kalanya juga
volume lalu lintas atau nilai V/C Ratio yang besar
ternyata tidak begitu berpengaruh terhadap
kerawanan kecelakaan karena kondisi fisik jalan
dan lingkungannya masih dapat mendukung
(seperti pada jalan Basuki Rahmat, Gubernur
Suryo, dan jalan-jalan lain yang termasuk ke
dalam klas agak rawan). Atau dapat pula
sebaliknya, kondisi fisik jalan dan lingkungan
yang sudah cukup ideal pun dapat pula memicu
kondisi rawan kecelakaan akibat volume lalu
lintas yang melintasinya sudah tidak dapat
ditolerir (seperti pada jalan Raya Darmo dan Raya
Diponegoro). Dan ada kalanya juga kondisi fisik
jalan dan lingkungan tidak ideal namun masih
dapat mendukung volume lalu lintas yang
melintasinya sehingga kurang dapat memicu
kondisi rawan kecelakaan (seperti pada jalan
J agalan, Pasar Besar, dan jalan-jalan lain yang
termasuk ke dalam klas agak rawan).

3.2. Karakteristik Daerah Rawan Kecelakaan
dan Pola Penyebaran Daerah Rawan
Kecelakaan Lalu Lintas
Berdasarkan hasil penelitian, jalan yang
dikategorikan ke dalam klas rawan kecelakaan
secara keseluruhan adalah : Alun-alun Contong,
Demak, Dupak, Kalibutuh, Kalianyar, Kapasan,
Kapasari, Kedungsari, Pasar Kembang, Pasar
Turi, Raya Darmo, Raya Diponegoro, Semarang,
dan Tegalsari. Masing-masing jalan tersebut
berdasarkan hasil pemodelan mempunyai kondisi
rawan kecelakan hanya pada bagian ruas jalan
tertentu dan ada pula yang pada seluruh bagian
ruas jalannya, yang tentu saja menunjukkan
perbedaan pada tiap interval waktu. Karakteristik
kecelakaan (kaitannya dengan faktor pendorong
terjadinya kecelakaan) pada jalan-jalan tersebut
juga bervariasi satu dengan lainnya. Berikut ini
akan dijabarkan karakteristik atau faktor
pendorong terjadinya kecelakan pada jalan-jalan
yang rawan kecelakaan tersebut di atas :
1. Alun-alun Contong (ruas 02)
Beberapa hal yang dominan dalam mempengaruhi
kerawanan kecelakaan pada ruas jalan ini adalah :
jarak pandang bebas dan radius belokan/tikungan.
Pada ruas jalan ini terdapat belokan bersudut >90
o

dan parahnya tepat pada belokan tersebut terdapat
bangunan tinggi yang berbatasan langsung dengan
badan jalan tanpa ada trotoar maupun bahu jalan
yang bebas dan tanpa rambu peringatan, sehingga
otomatis mengurangi kebebasan pandang. Hal ini
mendorong kondisi yang rawan kecelakaan,
terlebih bila kecepatan kendaraan saat melintasi
belokan tersebut cukup tinggi.
2. Demak (semua ruas)
Karakteristik kerawanan kecelakaan pada jalan
Demak ini cukup bervariasi pada tiap ruasnya.
Permasalahan yang tampak menyolok pada ruas 1
adalah adanya persimpangan sebidang 3 kaki
tanpa pengendalian, baik kanalisasi maupun
lampu lalu lintas, bahkan rambu peringatan pun
tidak ada. Pada persimpangan tersebut semua
kendaraan dari semua kaki simpang dapat
berbelok ke arah mana saja dengan bebas. Hal ini
sangat membahayakan, mengingat jalan Demak
adalah jalan arteri primer dan banyak dilewati
kendaraan-kendaraan berat dengan kecepatan rata-
rata cukup tinggi. Di samping itu, ruas 1 jalan
Demak ini berbatasan langsung dengan jalan
Kalibutuh yang merupakan pasar, serta terdapat
beberapa insitusi di dekat persimpangan tersebut.
Tentu saja kondisi semakin mendorong
kerawanan kecelakaan pada ruas jalan ini. Pada
ruas 2-4, kondisi rawan disebabkan oleh adanya
perlintasan kereta api. Walaupun perlintasan
tersebut telah memiliki palang pintu penjaga,

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya, 14 15 September 2005
MBA - 141
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV
Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa
namun kondisinya tetap memicu kerawanan. Hal
ini disebabkan perlintasan KA tersebut sering
digunakan sebagai tempat untuk berputar/berbalik
arah kendaraan (sepeda motor, sepeda ontel,
becak) dengan cukup leluasa akibat terdapat celah
median jalan yang cukup lebar di situ. Ditambah
lagi tepat pada perlintasan KA tersebut terdapat
perempatan/ perismpangan minor. Pada ruas 5-19,
kondisi rawan lebih dipengaruhi oleh V/C Ratio,
terutama pada jam sibuk siang yang mencapai
angka 0,81 dan pada jam sibuk sore yang
mencapai angka 0,85.
3. Dupak (ruas 1,3,4,5)
Pada dasarnya kondisi fisik jalan ruas 1 dan 3
sudah cukup memenuhi kriteria rancangan jalan
yang benar, yakni jalan lurus dengan kebebasan
pandang cukup baik, dilengkapi median, trotoar,
bahu, dan fasilitas penyeberangan, serta marka
jalan cukup jelas. Namun faktor yang memicu
kerawanan kecelakan disini adalah kecepatan rata-
rata kendaraan yang cukup tinggi. Sebagai jalan
arteri sekunder yang banyak dilewati kendaraan-
kendaraan berat, dengan lebar jalan yang
mencapai 24 meter, maka pengemudi cenderung
memacu kecepatan kendaraannya. Sebagaimana
diketahui, semakin tinggi kecepatan kendaraan,
kemungkinan mengalami kecelakaan juga
semakin besar. Pada ruas 4 dan 5 permasalahan
tampak pada perlintasan kereta api. Kondisi pada
perlintasan KA yang berbatasan langsung dengan
pasar tersebut sangat tidak ideal, dimana
permukaan jalan pada perlintasan ini tidak rata
(aspalnya bergelombang/ menggelembung) dan
tidak sama rata dengan relnya, sehingga otomatis
menghambat laju kendaraan. Di tambah lagi, di
tengah-tengah rel KA tersebut dijadikan tempat
mangkal becak, sehingga bila ada kereta yang
akan lewat maka terjadi kericuhan di situ ketika
para penarik becak beramai-ramai memindahkan
besaknya dari tengah rel. Selain itu, V/C Ratio di
jalan Dupak ini dapat mencapai angka 0,94 pada
jam sibuk siang dan 0,93 pada jam sibuk sore.
4. Kalibutuh (ruas 1-3)
Kondisi jalan dan lingkungan pada ruas 1-3 ini
sangat potensial untuk memicu terjadinya
kecelakaan. Peruntukan yang sebenarnya dari
jalan Kalibutuh ini adalah jalan arteri primer,
yang melayani perjalanan jarak jauh, kecepatan
rata-rata tinggi, dan muatan kendaraan besar.
Namun jalan yang mempunyai lebar badan jalan
asli 16 meter ini justru digunakan untuk pasar
yang menghabiskan separuh badan jalan. Padahal
ini adalah jalan 2 arah. Selain itu, trotoar dan bahu
jalan sudah tidak berfungsi lagi, melainkan habis
dipakai untuk kios-kios pasar yang cukup
mengganggu kebebasan pandang. Marka jalan
juga sudah tidak nampak lagi. Walaupun
kondisinya seperti itu, nampaknya juga tidak
dilakukan pembatasan jenis kendaraan yang
lewat. Kendaraan-kendaraan besar juga masih
tetap lewat di jalan ini. Semua jenis kendaraan
melakukan aktivitas pada jalan ini dengan
beragam kecepatan dan berat, bercampur dengan
para pejalan kaki dan pedagang pasar. Ditambah
lagi pada jam sibuk siang V/C Ratio di jalan ini
mencapai 1,37 dan 1,40 pada jam sibuk sore.
5. Kalianyar (ruas 1)
Berdasarkan hasil pemodelan, kondisi rawan pada
ruas 1 jalan Kalianyar ini hanya terjadi pada jam
sibuk siang, dimana V/C Rationya mencapai 0,89.
Hal lain yang mempengaruhi kerawanan
kecelakaan (yang membedakannya dengan ruas
yang lain) adalah ketiadaan fasilitas
penyeberangan jalan pada ruas 1 ini, padahal
kondisi fisik jalan dan lingkungannya sama
dengan ruas yang lain. Hal ini dapat dimengerti
mengingat daerah ini adalah komplek pertokoan
yang sangat ramai dengan aktivitas tepi jalan yag
cukup tinggi.
6. Kapasan (ruas 2-5)
Ada dua hal yang mampu memicu kerawanan
kecelakaan pada ruas jalan ini. Yang pertama
adalah karena ketiadaan median, padahal jalan ini
mempunyai pola arus 2 arah dan penggunaan
lahan di kanan-kiri jalan adalah komplek
pertokoan yang ramai. Selain itu pada ruas jalan
ini banyak terdapat jalan masuk yang bebas
dimasuki dari arah mana saja, dan kendaraan yang
keluar dari jalan-jalan tersebut juga bebas menuju
ke arah mana saja. Dengan ketiadaan median dan
kondisi seperti itu, semua kendaraan bisa dengan
bebas melakukan perputaran arah dan berbelok ke
arah mana saja. Hal ini tentu dapat menimbulkan
gangguan tersendiri pada kegiatan lalu lintas.
Yang kedua adalah karena pada ruas jalan ini
terdapat pasar. Walaupun pasar ini memiliki
bangunan tersendiri dan tidak mengambil ruang
pada badan jalan, namun aktivitasnya yang tinggi
dengan kondisi pengguna jalan yang sangat
beragam tentu dapat memicu kondisi rawan
kecelakaan.
7. Kapasari (ruas 1-6)
Sama halnya dengan jalan Kalibutuh, setengah
dari panjang jalan Kapasari ini juga dipergunakan
untuk pasar. Pasar tersebut sebenarnya juga sudah
mempunyai lahan sendiri, namun para

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya, 14 15 September 2005
MBA - 142
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV
Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa
pedagangnya meluas ke badan jalan yang
menghabiskan hampir separuh dari badan jalan.
Padahal jalan ini adalah jalan 2 arah. Khusus ruas
6, selain badan jalannya digunakan untuk luberan
pasar, juga berbatasan langsung dengan
perlintasan kereta api lebih dari satu jalur rel,
yang tentunya lebih berbahaya daripada hanya
satu jalur rel. Hal ini tentu menambah kondisi
rawan kecelakaan, apalagi jalan ini tidak
mempunyai median. Kondisi yang memperparah
adalah V/C Rationya. Pada jam sibuk pagi
mencapai 0,98, pada jam sibuk siang 0,87, dan
sore hari 0,86.
8. Kedungsari (ruas 2)
Permasalahan yang tampak menyolok pada ruas
jalan ini adalah adanya persimpangan sebidang 3
kaki tanpa pengendalian, baik kanalisasi maupun
lampu lalu lintas, bahkan rambu peringatan pun
tidak ada. Pada persimpangan tersebut semua
kendaraan dari semua kaki simpang dapat
berbelok ke arah mana saja dengan bebas. Selain
itu, sebagai daerah pertokoan yang cukup ramai
aktivitasnya, juga tidak didukung dengan fasilitas
penyeberangan jalan, apalagi pada persimpangan
jalan.
9. Pasar Kembang (ruas 1-2)
Sesuai dengan namanya, jalan Pasar Kembang ini
didominasi oleh penggunaan lahan pasar.
Walaupun pasar ini memiliki bangunan tersendiri
dan tidak mengambil ruang pada badan jalan,
namun aktivitasnya yang tinggi dengan kondisi
pengguna jalan yang sangat beragam tentu dapat
memicu kondisi rawan kecelakaan. Ditambah lagi
letak pasar tepat berada di area persimpangan.
Selain itu, pada bagian jalan yang padat oleh
aktivitas pejalan kaki ini tidak dilengkapi dengan
fasilitas penyeberangan jalan. Dan seperti halnya
kebanyakan ruas jalan di Surabaya, V/C Ratio
terhitung tinggi pada jam sibuk siang dan jam
sibuk sore, yakni 0,80 pada siang hari dan 0,93
pada sore hari.
10. Pasar Turi (semua ruas)
Pada jalan Pasar Turi ruas 1 terdapat sebuah pasar
dengan bangunan yang cukup besar dan sangat
ramai. Kondisi lingkungan dan lalu lintasnya
menunjukkan aktivitas yang tinggi dengan kondisi
pengguna jalan yang sangat beragam. Hal yang
memicu kondisi rawan kecelakaan adalah tidak
bebasnya ruang pada bahu jalan dan badan jalan
untuk kegiatan lalu lintas. Di satu sisi, sepanjang
ruas jalan digunakan untuk parkir becak,
sedangkan di sisi satunya sepanjang ruas jalan
digunakan untuk parkir mikrolet. Trotoar juga
sudah tidak berfungsi baik karena digunakan
untuk pedagang kaki lima dan warung-warung
tenda. Kondisi ini masih diperparah oleh antrian
kendaraan yang akan masuk pasar, menimbulkan
kemacetan dan kesemrawutan. Berkurangnya
kapasitas jalan ini tidak seimbang dengan jumlah
antrian kendaraan yang melintas, sehingga V/C
Rationya pun mencapai 0,83 pada jam sibuk siang
dan 1,04 pada jam sibuk sore. Sementara itu pada
ruas 2, penggunaan lahannya bukan lagi pasar
tetapi aktivitasnya masih tinggi, hal ini
dikarenakan penggunaan lahannya berupa
pertokoan dan di sepanjang ruas jalan tersebut
digunakan untuk parkir kendaraan yang
berkepentingan dengan pasar. Selain itu, kondisi
fisik ruas jalan ini sendiri juga tidak memenuhi
kriteria rancangan jalan yang benar, dimana tidak
ada marka jalan, trotoar, median, fasilitas
penyeberangan, bahu jalan tidak bebas, dan lebar
badan jalan sendiri hanya 6 meter. Dengan
kondisi seperti itu, ruas jalan ini tergolong rawan
sepanjang hari, dari pagi sampai malam,
walaupun volume kendaraan yang melintasinya
tidak terlalu besar.
11. Raya Darmo (semua ruas)
Sepanjang jalan Raya Darmo ini memiliki
karakteristik fisik jalan dan lingkungan yang
sama, sehingga tingkat kerawanan kecelakaannya
pun sama di semua ruasnya. Beberapa hal yang
dapat memicu kondisi rawan di jalan ini antara
lain : kecepatan rata-rata yang cukup tinggi,
ketiadaan bahu jalan, dan V/C Rationya. Sebagai
jalan arteri sekunder, wajar bila kecepatan rata-
rata di jalan ini cukup tinggi. Sebagaimana
diketahui, semakin tinggi kecepatan kendaraan,
kemungkinan mengalami kecelakaan juga
semakin besar. Dengan kondisi seperti itu,
keberadaan bahu jalan menjadi penting, sebab
mengingat di sepanjang jalan itu juga terdapat
beberapa jalan masuk, maka kendaraan yang akan
membelok keluar dari jalan utama dan yang akan
masuk ke jalan utama tentu membutuhkan ruang
yang cukup aman (seperti bahu jalan) untuk
memperlambat kecepatannya. J alan dengan
kecepatan tinggi seperti ini pada dasarnya
diperlukan untuk menggerakkan volume lalu
lintas yang besar, sehingga tidak aneh jika V/C
Ratio di jalan ini juga tinggi hampir sepanjang
hari, yaitu 0,98 pada jam sibuk pagi, 0,85 pada
jam sibuk siang, dan 1,02 pada jam sibuk sore.
Hal ini juga tidak terlepas dari penggunaan lahan
di kanan-kiri jalan yang merupakan lahan

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya, 14 15 September 2005
MBA - 143
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV
Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa
komersial, yang terdiri atas perkantoran, institusi,
dan rumah sakit.
12. Raya Diponegoro (ruas 1-3,5-6,9)
Pada ruas 1-3, faktor yang dapat memicu kondisi
rawan adalah ketiadaan fasilitas penyeberangan
jalan yang memadai. Padahal jalan Raya
Diponegoro ini adalah jalan arteri primer,
dominasi penggunaan lahannya adalah pertokoan
dengan aktivitas tinggi, dan lebar badan jalan
mencapai 24 meter, sehingga semestinya pejalan
kaki diberi fasilitas yang mempermudah
pergerakannya, terutama untuk menyeberang jalan
dengan aman. Pada ruas 9, kondisi rawan dipicu
oleh adanya pasar yang tepat berada di area
persimpangan dan belokan/tikungan, dimana tentu
saja aktivitasnya cukup tinggi dengan kondisi
pengguna jalan yang sangat beragam. Faktor lain
yang tak kalah penting dalam memicu kondisi
rawan kecelakaan pada ruas 1-3,5-6, dan 9 ini
adalah V/C Ratio. Pada jam sibuk siang mencapai
0,85 dan meningkat menjadi 0,86 pada jam sibuk
sore.
13. Semarang (ruas 2-6)
Kondisi fisik jalan dan lingkungan di jalan
Semarang ini memang dapat memicu terjadinya
kecelakaan. Lebar badan jalan hanya 8 meter pada
ruas 2-6 ini, sehingga tidak memungkinan adanya
median. Banyaknya jalan masuk yang bebas
dimasuki dari arah mana saja dan kendaraan yang
keluar dari jalan-jalan tersebut juga bebas menuju
ke arah mana saja, sehingga dapat menimbulkan
gangguan tersendiri pada kegiatan lalu lintas.
Banyaknya belokan bersudut >90
o
tanpa rambu
peringatan. Di sepanjang ruas 2-6 ini sama sekali
tidak ada fasilitas penyeberangan jalan dan juga
tidak ada rambu lalu lintas satupun. Kondisi
demikian sangat tidak ideal pada jalan Semarang
yang merupakan daerah pertokoan dan industri
kerajinan yang ramai dengan aktivitas tinggi dan
pengguna jalan yang sangat beragam ini.
14. Tegalsari (ruas 1)
Ruas 1 jalan Tegalsari ini berbatasan langsung
dengan ruas 2 jalan Kedungsari, sehingga
permasalahan yang ada juga sama, yaitu adanya
persimpangan sebidang 3 kaki tanpa
pengendalian, baik kanalisasi maupun lampu lalu
lintas, bahkan rambu peringatan pun tidak ada.
Pada persimpangan tersebut semua kendaraan dari
semua kaki simpang dapat berbelok ke arah mana
saja dengan bebas.
Setelah melihat karakteristik faktor pendorong
terjadinya kecelakaan pada ruas-ruas jalan yang
rawan kecelakaan tersebut di atas, maka dapat
diambil kesimpulan mengenai pola penyebaran
daerah rawan kecelakaan, yang akan dijabarkan
sebagai berikut :
Ruas jalan yang masuk ke dalam klas rawan
kecelakaan dominasi penggunaan lahannya
adalah lahan komersial, yakni berupa lahan
usaha, jasa, dan industri, yang meliputi
pertokoan, pasar, perkantoran, institusi, pabrik,
dan pergudangan. Penggunaan lahan komersial
tersebut mempunyai aktivitas tinggi dengan
kondisi pengguna jalan yang sangat beragam.
Semua jenis kendaraan melakukan aktivitas
pada jalan dengan beragam kecepatan dan
berat, ditambah lagi dengan adanya pejalan
kaki yang semakin memperumit kondisi lalu
lintas bila tidak disertai dengan pengadaan
fasilitas yang memadai, baik bagi pejalan kaki
maupun kendaraan.
Dilihat dari fungsi jalannya, 10 dari 14 jalan
yang rawan kecelakaan merupakan jalan arteri,
baik itu arteri primer dan sekunder. Sedangkan
4 yang lain adalah jalan kolektor sekunder.
Dengan demikian, peristiwa kecelakaan lebih
potensial terjadi di jalan arteri daripada
kolektor. Hal ini didasari oleh beberapa sebab
berikut :
- Sesuai dengan peruntukannya, jalan arteri
memiliki fungsi dasar untuk menggerakkan
volume lalu lintas yang tinggi secara efisien,
sehingga dibutuhkan kecepatan yang sedang
sampai tinggi untuk hal itu. J alan arteri
melayani angkutan utama dengan ciri
perjalanan jarak jauh dan kecepatan rata-rata
tinggi (Undang-Undang No.13 Tahun 1980
tentang J alan). Padahal semakin tinggi
kecepatan kendaraan, kemungkinan
mengalami kecelakaan juga semakin besar.
- J alan kolektor diperuntukkan untuk
menyediakan akses bagi lahan di sekitarnya,
atau dengan kata lain memberikan
kemudahan untuk penetrasi ke dalam lahan.
J alan kolektor melayani angkutan dengan
perjalanan jarak sedang dan kecepatan rata-
rata sedang (Undang-Undang No.13 Tahun
1980 tentang J alan). Dengan demikian, dilihat
dari faktor kecepatan kendaraan,
kemungkinan mengalami kecelakaan tidak
begitu besar.
Kondisi kemampuan ruas jalan dalam melayani
volume lalu lintas (V/C Ratio) pada jalan-jalan
yang rawan kecelakaan umumnya berada pada
level D hingga F (V/C Ratio >0,70), dimana
arus lalu lintas tidak stabil akibat volume lalu

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya, 14 15 September 2005
MBA - 144
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV
Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa
lintas hampir berada atau di bawah kapasitas,
sehingga terjadi hambatan-hambatan yang
besar. Kondisi seperti ini biasanya terjadi pada
jam sibuk pagi, dan terus meningkat pada jam
sibuk siang, dan mencapai puncaknya pada jam
sibuk sore, dimana sekali lagi periode jam
sibuk ini bervariasi antar ruas jalan.
J ika terdapat perlintasan kereta api sebidang
pada suatu ruas jalan, maka kemungkinan besar
ruas jalan tersebut berada pada kondisi rawan
kecelakaan, terutama bila kondisi fisik jalan
dan lingkungan yang berada pada wilayah
perlintasan KA tersebut tidak ideal, seperti
kondisi permukaan jalan yang jelek serta
penggunaan lahan komersial yang para
pengguna jalannya seolah mengesampingkan
keberadaan perlintasan KA yang sangat rawan
tersebut.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan proses dan hasil penelitian yang telah
diperoleh, maka dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil dari model spasial tingkat kerawanan
kecelakaan lalu lintas dengan penggunakan
parameter kondisi jalan dan lingkungan serta
memperhitungkan time interval (periode jam
sibuk) memberikan hasil yang baik. Hal ini
ditunjukkan dengan adanya kesesuaian antara
hasil permodelan dengan data kejadian
kecelakaan dari kepolisian, dimana jalan-jalan
dengan klas rawan kecelakaan ternyata
mempunyai frekuensi terjadinya kecelakaan
atau angka kecelakaan yang tinggi pula.
2. Hasil pemodelan disajikan ke dalam peta
tingkat kerawanan kecelakaan yang dibedakan
atas empat periode waktu, yaitu pagi (pukul
06.00-10.00), siang (pukul 10.00-14.00), sore
(pukul 14.00-18.00), dan malam (pukul 18.00-
22.00), dengan hasil sebagai berikut :
a. Pagi tidak rawan =5 ruas; agak rawan =
280 ruas; rawan =31 ruas
b. Siang tidak rawan =2 ruas; agak rawan =
265 ruas; rawan =49 ruas
c. Sore agak rawan =257 ruas; rawan =59
ruas
d. Malam tidak rawan =5 ruas; agak rawan =
291 ruas; rawan =20 ruas
Dengan demikian, potensi terjadinya kecelakaan
paling tinggi adalah pada jam sibuk sore (pukul
14.00-18.00).
3. Secara keseluruhan, jalan-jalan yang masuk ke
dalam klas rawan kecelakaan adalah : jalan
Alun-alun Contong, Demak, Dupak, Kalibutuh,
Kalianyar, Kapasan, Kapasari, Kedungsari,
Pasar Kembang, Pasar Turi, Raya Darmo, Raya
Diponegoro, Semarang, dan Tegalsari.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Kejadian Kecelakaan Lalu Lintas di
Kota Surabaya Tahun 2002-2004. Unit
Kecelakaan Satuan Lalu Lintas Polwiltabes
Surabaya. Surabaya.

Anonim, 2003. Surabaya Dalam Angka Tahun
2003, Badan Pusat Statistik Kota Surabaya.
Surabaya.

Abubakar, dkk, 2000. Menuju Lalu Lintas dan
Angkutan J alan yang Tertib, Direktorat J enderal
Perhubungan Darat. J akarta.

Dewanti, 1996. Peta Daerah Rawan Kecelakaan di
Yogyakarta (Black Spot Map of Yogyakarta
Area), Laporan Penelitian, Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Direktorat Bina J alan Kota, 1997. Manual
Kapasitas J alan Indonesia, J akarta: Direktorat
Bina J alan Kota Direktorat Bina Marga.

Hobbs, 1979. Perencanaan dan Teknik Lalu
Lintas, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

Malkhamah, Siti, 1994. Survei, Lampu Lalu
Lintas, dan Pengantar Manajemen Lalu Lintas,
Yogyakarta: Biro Penerbit KMTS Fakultas
Teknik Universitas Gadjah Mada.

Suharyadi, 2002. Pemetaan kepadatan bangunan
daerah perkotaan Yogyakarta berdasarkan citra
Landsat TM. Yogyakarta: Jurusan Kartografi dan
Penginderaan Jauh Fakultas Geografi UGM.

Warpani, Suwardjoko P., 2001. Keselamatan Lalu
Lintas, Denpasar: Simposium ke-4 FSTPT
Udayana Bali.

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya, 14 15 September 2005
MBA - 145

Anda mungkin juga menyukai