Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sebagian dari limbah B3 yang telah diolah atau tidak dapat diolah dengan teknologi
yang tersedia harus berakhir pada pembuangan (disposal). Limbah bahan berbahaya dan
beracun (B3) tidak dapat begitu saja ditimbun, dibakar atau dibuang ke lingkungan, karena
mengandung bahan yang dapat membahayakan manusia dan makhluk hidup lain. Karenanya,
penimbunan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) harus dilakukan secara tepat, baik
tempat, tata cara maupun persyaratannya. Walaupun limbah B3 yang akan ditimbun tersebut
sudah diolah (secara fisika, kimia, biologi) sebelumnya, tetapi limbah B3 tersebut masih
dapat berpotensi mencemari lingkungan dari timbulan lindinya. Untuk mencegah
pencemaran dari timbulan lindi, maka limbah B3 tersebut harus ditimbun pada lokasi yang
memenuhi persyaratan. Penimbunan hasil dari pengolahan limbah B3 merupakan tahap akhir
dari pengelolaan limbah B3 di tempat yang diperuntukkan khusus sebagai tempat
penimbunan limbah B3 dengan desain tertentu yang mempunyai sistem pengumpulan dan
pemindahan timbulan lindi dan mengolahnya memenuhi kriteria limbah cair yang ditetapkan
sebelum dibuang ke lingkungan. Tempat pembuangan akhir yang banyak digunakan untuk
limbah B3 ialah landfill (lahan urug) dan disposal well (sumur pembuangan). Di Indonesia,
peraturan secara rinci mengenai pembangunan lahan urug telah diatur oleh Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) melalui Kep-04/BAPEDAL/09/1995.
Tujuan dari penimbunan limbah B3 di tempat penimbunan (landfill) adalah untuk
menampung dan mengisolasi limbah B3 yang sudah tidak dimanfaatkan lagi dan menjamin
perlindungan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan dalam jangka panjang. Selain itu
lokasi bekas (pasca) pengolahan dan penimbunan limbah B3 pun harus ditangani dengan
baik untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan makalah ini antara lain untuk :
1. Menjabarkan teknologi dan metoda yang digunakan pada pembuangan akhir limbah
B3.
2. Mengkaji ketentuan menurut peraturan yang berlaku di Indonesia.
3. Memperdalam tentang sistem yang sering dipakai di Indonesia, yaitu secure landfill

1.3 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :
1. Ada berapa macam teknologi yang dapat digunakan untuk pembuangan akhir limbah
B3?


2. Ketentuan dan peraturan apa saja yang berlaku di Indonesia?
3. Bagaimanakah sistem secure landfill yang diterapkan di Indonesia?

BAB II
PEMBAHASAN

Secure Landfill tipe 1

. Liner tunggal
Liner tunggal apabila liner yang digunakan hanya satu lapis, misalnya geosynthetic
clay liner atau geomembrane.
2. Komposit liner.
Gabungan antara geomembrane dengan clay liner. Lebih efektif untuk membatasi
migrasi leachate

Landfill kategori I (Secure Landfill Double Liner) adalah landfill yang mempunyai 2 lapisan
geomembran dan terdiri dari 8 lapisan, sedangkan landfill kategori III (Landfill Clay Liner) adalah
landfill dengan lapisan tanah liat dan terdiri dari 6 lapisan. Landfill yang dirancang di dalam alat
simulasi terdiri dari 6 lapisan dengan bahan pengikat kapur dan semen.

2.1 Timbulan Limbah Medis
Dalam rangka mengembangkan strategi pengelolaan limbah medis yang tepat,
sangatlah penting untuk memiliki informasi yang akurat terhadap jumlah timbulan limbah
medis. Jumlah timbulan limbah medis tergantung pada beberapa faktor seperti besarnya
fasilitas kesehatan, jumlah tempat tidur terhuni rumah sakit, program pemisahan limbah
medis, lokasi rumah sakit, jenis fasilitas kesehatan, dan jenis layanan yang diberikan.
Hasil survei menunjukkan bahwa 33% rumah sakit menghasilkan kurang dari 100 kg
limbah medis setiap hari, 47% rumah sakit menghasilkan antara 100 dan 200 kg limbah
medis per hari, dan 20% rumah sakit menghasilkan lebih dari 200 kg limbah medis per hari.
Menurut survei ini, tingkat rata-rata timbulan limbah medis yang dihasilkan di 15 rumah sakit
berkisar antara 0,5 dan 0,8 kg/tempat tidur/hari dengan berat rata-rata 0,68 kg/tempat
tidur/hari. Hasil survei ini dibandingkan dengan jumlah timbulan yang diperoleh dari
penelitian lain di berbagai kota di Cina, maupun di berbagai negara. Dalam penelitian yang
dilakukan di provinsi Jilin di Cina, jumlah rata-rata timbulan limbah medis adalah sekitar 0,5


kg/tempat tidur/hari (Shen et al., 2003). Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Abdulla et al.
(2008) menunjukkan bahwa rata-rata timbulan yang diperoleh adalah 0,83 kg/tempat
tidur/hari hari di Yordania utara. Birpinar et al. (2008) meneliti 192 rumah sakit di Turki dan
melaporkan jumlah timbulan rata-rata 0,63 kg/tempat tidur/hari. Mato dan Kassenga (1997)
melaporkan jumlah timbulan rata-rata 1,5-3,9 kg/tempat tidur/hari. Pada akhirnya, Tsakona et
al. (2007) melaporkan rata-rata timbulan di Yunani sekitar 1,9 kg/tempat tidur/hari. Menurut
sebuah ringkasan oleh Diaz et al. (2008), total limbah pelayanan kesehatan yang dihasilkan di
rumah sakit yang dipilih di negara berkembang bervariasi dari 0,016-3,23 kg/tempat
tidur/hari, dan persentase limbah infeksius dalam aliran total limbah pelayanan kesehatan di
negara berkembang adalah sekitar 63% (dari 0,01 sampai 0,65 kg/tempat tidur/hari).
Pada akhir tahun 2006 di Nanjing, jumlah tempat tidur rumah sakit adalah 20.100 dan
tempat tidur terhuni rata-rata adalah 75,59%. Dengan demikian, total limbah medis di
Nanjing diperkirakan sekitar 3771 ton pada tahun 2006, mengingat bahwa jumlah rata-rata
timbulan adalah 0,68 kg/bed day untuk 365 hari kerja. Data yang ada dibandingkan dengan
data nilai berat limbah medis yang dilayani oleh pembuangan akhir pada tahun 2006. Terlihat
bahwa kesepakatan utama mengenai pembuangan limbah medis kebanyakan tidak ditaati
sehingga pembuangan limbah medis belum terlaksana dengan baik. Menurut survei ini, ada
dua masalah utama dengan manajemen timbulan limbah medis:
Meskipun jumlah limbah medis yang dihasilkan untuk setiap rumah sakit dipantau oleh
Environmental Protection Agency (EPA), berdasarkan Peraturan Pengelolaan Limbah
Medis 380, berat limbah medis yang ada hanya dihitung berdasarkan divisi-divisi yang
ada dalam rumah sakit tersebut. Dengan demikian, lebih mudah bagi rumah sakit untuk
mengabaikan faktor statistik lain dari limbah medis berdasarkan sumber, jenis, dan waktu.
Sehubungan dengan survei yang telah dilakukan, beberapa rumah sakit ternyata tidak
membangun suatu pola pengelolaan kerja yang efektif dalam pengumpulan data timbulan
limbah medis. Di samping itu, kurangnya petugas yang terlatih dan bertanggung jawab
dalam pengumpulan limbah medis juga menjadi masalah yang serius.

2.2 Pemisahan dan Pengumpulan
Berdasarkan Peraturan 380, limbah medis telah dibagi menjadi lima kategori:
1. Limbah berupa benda tajam,
2. Limbah infeksius,
3. Limbah jaringan tubuh,


4. Limbah kimia,
5. dan Limbah obat-obatan
Tabel 2.2 Klasifikasi Limbah Medis

Sumber : China Ministry of Health, 2003
Limbah medis perlu dipisahkan dalam proses pengumpulannyadengan menggunakan
tas yang berwarna dan wadah (plastik, logam atau kertas) seperti yang dinyatakan dalam
peraturan saat ini. Survei menunjukkan bahwa 73% rumah sakit menggunakan sistem
pewadahan terpisah untuk mengumpulkan limbah medisnya, sementara 27% rumah sakit
belum melaksanakan sistem pewadahan secara terpisah untuk limbah medisnya. Praktik-
praktik pewadahan limbah medis secara terpisah telah banyak diterapkan. Limbah Infeksius
ditempatkan dalam kantong kuning; limbah jaringan tubuh dikumpulkan dalam tas hitam;
limbah benda tajam dikumpulkan dalam wadah plastik; dan obat-obatan sitotoksik / sitostatik
dikumpulkan dalam kemasan aslinya.
Praktik pewadahan secara terpisah di beberapa Rumah Sakit di Nanjing mirip dengan
praktik pengelolaan limbah medis sebagaimana dijelaskan dalam literatur (Tsakona et al.,
2007). 80% dari keseluruham rumah sakit yang ada telah cukup terlatih dalam praktik
pewadahan secara terpisah, sementara 20% lainnya masih tidak. Dari pengamatan ini,
beberapa praktik yang bermasalah dapat diidentifikasi sebagai berikut:
Pekerja yang menangani limbah medis tanpa peralatan pelindung diri sangat
bertolak belakang dengan kewajiban suatu perusahaan yang mewajibkan para
pekerjanya menggunakan peralatan pelindung ketika melakukan pengumpulan


limbah medis. Selain itu, pelatihan mengenai praktik-praktik pemisahan limbah
medis yang sesuai dan bahaya potensial yang terkait dengan prosedur seperti
penanganan tanpa perlindungan, harus disediakan untuk semua orang yang
terlibat dalam proses pengelolaan limbah (Tsakona et al., 2007).
Walaupun sistem kode warna atau label wadah/tas limbah telah digunakan di
beberapa rumah sakit, tetapi tidak semua rumah sakit secara ketat mengikuti
sistem yang dikeluarkan oleh Standar Nasional HJ 421-2008 tentang perauturan
kode warna. Karena ketiadaan pelabelan, sangat sulit bagi masyarakat dan
pekerja untuk mengidentifikasi sumber dan jenis limbah medis.
Limbah infeksius dicampur dengan sampah karena kurang cukupnya pemisahan,
sementara dalam kasus lain, sampah dikumpulkan dengan limbah medis. Praktik
ini dapat meningkatkan biaya untuk membuang limbah medis dan risiko yang
ditimbulkan untuk kesehatan masyarakat dan lingkungan.



2.3 Penyimpanan
Setelah limbah medis dipisahkan dan dikumpulkan, para pegawai rumah sakit harus
memindahkannya dari lokasi sementara ke lokasi penyimpanan di Nanjing, sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Lokasi penyimpanan sementara, wadah penampung, dan aturan
penyimpanan mempunyai dampak langsung terhadap lingkungan dan resiko kesehata di
rumah sakit, yang dimana limbah harus tersanitasi dengan benar dan terjamin dari akses luar
kecuali petugas yang berwenang (Pruess et al., 1999).
Berdasarkan hasil survey, 93,3% rumah sakit mempunyai lokasi penyimpanan
sementara. Situasi ini lebih baik dibandingkan dengan beberapa kota lain. Da Silva et al.
(2005) melaporkan bahwa di daerah selatan Brazil, sekitar 85% rumah sakit mempunyai
lokasi penyimpanan sementara di luar rumah sakit khusus untuk sampah medis. Birpinar et al
(2008) melaporkan bahwa di Istanbul 63% rumah sakit mempunyai tempat penyimpanan
sementara.
Dari keseluruhan rumah sakit dalam kajian yang dilakukan peneliti, 75% diantaranya
tempat penyimpanan sementaranya telah tersanitasi dengan baik (Askarian et al., 2004). Pada
kajian ini hanya 53,3% dari rumah sakit yang menggunakan wadah penampung standar, dan
hanya 33% dari rumah sakit yang mempunyai logo khusus pada lokasi penyimpanannya.


Namun berdasarkan observasi yang dilakukan, beberapa masalah yang ditemukan
pada kegiatan penyimpanan adalah sebagai berikut:
Pada beberapa kasus, lokasi dari tempat penyimpanan sementara tidak memuaskan
dan letaknya dekat dengan pembuangan limbah rumah tangga. Pada satu kasus,
sampah medis bahkan ditempatkan bersama dengan limbah rumah tangga.
Kegiatan penyimpanan yang tidak benar pada beberapa rumah sakit. Meskipun rumah
sakit-rumah sakit ini telah menggunakan wadah seperti kantong plastik berwarna biru,
pada banyak kasus ditemui bahwa kantong kuning berisi limbah medis diletakkan
langsung di atas tanah pada lokasi penyimpanan. Tindakan ini beresiko terhadap
lingkungan maupun petugas.
Pada beberapa kasus tidak ada tanggung jawab secara personal terhadap lokasi
penyimpanan sehingga siapapun dapat mengambil limbah medis dari rumah sakit-
rumah sakit ini.
Petugas biasanya tidak menggunakan peralatan pelindung yang diperlukan sehingga
dapat meningkatkan resiko gangguan kesehatan.
Pada beberapa rumah sakit, lokasi penyimpanan tidak dibersihkan setelah limbah
medis dibawa ke tempat pembuangan.

2.4 Pelatihan dan Pendidikan
Pelatihan yang tepat harus dilakukan kepadan karyawan rumah sakit untuk
mengembangkan kesadaran akan kesehatan dan keselamatan lingkungan kerja (Mohee,
2005). Jika pemahaman tentang metode pembuangan limbah medis meningkat, maka
pengelolaan limbah medis akan semakin baik. Setiap rumah sakit dalam kasus ini ditugaskan
untuk mengambil tanggung jawab dalam pengelolaan limbah, sementara di Iran hanya 46.7%
rumah sakit saja yang bertanggung jawab atas pengelolaan limbah medis (Askarian et al.,
2004). Berdasarkan rumah sakit yang telah disurvei, 93,3% memberikan pelatihan untuk staf
di beberapa titik, sementara hanya 20% dari rumah sakit yang memberikan pendidikan dan
pelatihan berkelanjutan. Survei menunjukkan bahwa pelatihan program mengenai
pengelolaan limbah medis untuk dokter, perawat dan teknisi yang dibatasi di Nanjing.
Birpinar et al. (2008) melaporkan bahwa, di Istanbul, 98% dari rumah sakit mengatur
perlatihan untuk personil dan pelayanan kesehatan dalam pengelolaan limbah medis untuk
dokter, perawat, dan teknisi.


Pekerja pembersihan dan teknisi tidak menerima pelatihan tentang bagaimana
menangani limbah medis untuk menghindari risiko yang terjadi. Mekanisme pelatihan dan
pendidikan di beberapa rumah sakit belum dikembangkan. Terbukti dengan, kurangnya
organisasi yang efektif dalam mengendalikan dan mengevaluasi pelaksanaan program
pendidikan serta pelatihan untuk manajemen limbah medis. Bahkan, beberapa staf rumah
sakit tidak memiliki pemahaman yang tepat dari manajemen limbah medis meskipun terlatih
dan dididik beberapa kali setahun

2.5 Pengangkutan
Meningkatnya jumlah rumah sakit di kota Nanjing mengakibatkan peningkatan
timbulan limbah medis yang dihasilkan. Kurangnya kesadaran masyarakat akan pembuangan
limbah medis dan timbulan limbah yang semakin meningkat mendorong kementrian
kesehatan di China mengeluarkan sebuah peraturan yang saat ini dikenal dengan nama
Penanganan limbah medis Act 380. Berdasarkan peraturan inilah pemerintah kota Nanjing
membangun sistem pembungan terpusat untuk limbah medisnya. Namun, pemerintah
Nanjing juga mewajibkan setiap rumah sakit untuk bertanggungjawab atas limbah medis
yang dihasilkan dengan memiliki tempat pengolahan dan pengangkutan limbah sendiri (on-
site management). Sistem on-site management yang saat ini sedang diterapkan oleh lebih dari
70 % rumah sakit di Nanjing adalah incenerator.
Limbah medis yang telah dikumpulkan oleh masing- masing rumah sakit kemudian
diangkut menuju TPA oleh truk khusus dimana truktruk khusus ini dikelola oleh perusahaan
yang bergerak di bidang pembuangan. Perusahaanperusahaan ini juga memiliki tanggung
jawab atas pembuangan akhir dari limbah medis yang diangkut. Truktruk pengangkut ini
harus melewati rute khusus untuk menuju TPA. Tidak hanya truk, namun pengangkutan
limbah medis di dalam rumah sakit juga harus melewati koridor dan lift tertentu dari gudang
perantara menuju gudang akhir yang terletak di ruang bawah tanah rumah sakit. Hal ini
dilakukan bertujuan untuk mencegah dan meminimisasi penyebaran penyakit akibat limbah
infeksius yang ditimbulkan. Pengangkutan limbah medis di Nanjing dilakukan sekali setiap
1-2 hari dengan mempertimbangkan jarak transportasi dan jumlah limbah medis yang
diangkut. Pengangkutan setiap dua hari sekali ini berdasarkan analisis bahwa limbah
infeksius dapat bertahan hingga 24 jam di musim panas dan dapat bertahan hingga 48 jam di
musim dingin.
Permasalahan pengangkutan yang kerap terjadi adalah :


1. Kurangnya pemantauan dan pengontrolan terhadap truk truk pengangkut. Dalam
beberapa kasus, tidak sedikit limbah medis tidak terangkut alias terlewati dan limbah
medis yang sudah berada di dalam truk pengangkut tumpah ke jalan
2. Supir dan truk yang digunakan tidak dengan tegas mematuhi Standar Peraturan 380
dan belum mendapat lisensi
3. Dalam banyak kasus, limbah medis diangkut dengab metode yang tidak tepat. Seperti
supir atau pekerja menangani wadah limbah medis secara manual tanpa perlindungan
4. Wadah logistik tidak sepenuhnya digunakan dalam prosedur pengangkutan yang
dapat meningkatkan risiko pencemaran terhadap manusia dan lingkungan
5. Limbah medis sering diangkut bersamaan dengan limbah industri. Hal ini cukup
berbahaya, karena limbah medis ada yang meiliki karakteristik tertentu dan tidak bisa
begitu saja dicampur dengan bahan lain.
6. Jadwal pengangkutan yang tidak menentu, hal ini menyababkan masalah baru yakni
menumpuknya limbah medis di rumah sakit yang dapat berakibat penyebaran
penyakit



2.6 Pembuangan Limbah medis
Pembuangan terpusat limbah medis telah diimplementasikan di Nanjing sejak tahun
1997. Menurut Peraturan 380, rumah sakit tidak diizinkan untuk membuang limbah medis
mereka sendiri. Tiga perusahaan pembuangan swasta, Jiangbei, Huifeng dan Jingzhijie,
bertanggung jawab untuk pembuangan limbah medis yang ditimbulkan dari rumah sakit di
Nanjing. Environmental Protection Agency bertanggung jawab untuk memantau pembuangan
semua limbah medis. Dari survei yang dilakukan oleh peneliti jurnal, limbah medis yang
ditimbulkan dari semua rumah sakit yang dipilih diangkut ke fasilitas pembuangan terpusat.
Biaya pembuangan limbah medis adalah sekitar 580 US $ / ton, sementara di Yordania Utara
biaya bulanan pembuangan adalah antara 70 dan US $ 1.330 / bulan (Abdulla et al.,2008).
Ada beberapa metode pembuangan limbah medis, seperti insenerasi, sterilisasi uap
(atau sanitasi), sanitasi microwave, desinfeksi kimia, desinfeksi panas kering dan desinfeksi
dengan uap super panas (Jang et al., 2006). Hanya teknologi insenerasi yang telah
dilaksanakan oleh tiga perusahaan pembuangan di Nanjing. Dengan peraturan perlindungan
lingkungan yang ketat dan hukum, teknologi insenerasi telah menerima beberapa kritik dari
masyarakat dan peneliti dalam beberapa tahun terakhir. Kelemahan-kelemahan teknologi


tersebut telah dibahas dalam banyak studi (Jang et al, 2006. Lee et al, 2004, Diaz et al, 2005).
Insenerator limbah medis dapat menghasilkan berbagai polutan beracun seperti karbon
monoksida, debu partikel dan hidrogen klorida, memiliki biaya operasional dan pemeliharaan
cukup tinggi serta memerlukan pembuangan abu. Di sisi lain, insenerasi menguntungkan
terutama dari sisi mereduksi volume limbah. Teknologi insenerasi juga dapat terletak dekat
dengan daerah pelayanan yang menyebabkan pengeluaran biaya lebih efektif daripada
metode lain di mana sampah harus diangkut dari jarak yang jauh sampah pada pembuangan
akhir. Teknologi insenerasi dapat beroperasi 24 jam/hari dan juga dapat beroperasi di semua
jenis cuaca, tidak seperti metode lain dimana cuaca buruk dapat memematikan operasi. Tidak
seperti tempat pembuangan limbah konvensional, insenerator tidak mengambil lahan
berukuran besar yang membuatnya menjadi pilihan yang baik untuk kota-kota kecil. Bau dan
hewan pengerat yang hadir dalam metode lain tidak pula menjadi masalah ketika
menggunakan insinerasi sebagai metode pembuangan limbah.
Berdasarkan survei dari peneliti jurnal, beberapa permasalahan yang diidentifikasi dari tahap
pembuangan limbah medis, antara lain:
Pilihan pembuangan limbah medis yang terbatas dan insenerator skala kecil telah
digunakan sebagai solusi terakhir. Insenerator menghasilkan berbagai polutan
berbahaya, termasuk debu partikulat, merkuri, dioksin dan furan.
Setiap perusahaan menginsinerasi sekitar 2 ton limbah medis setiap hari. Karena
kuantitas rendah, tidak ada skala ekonomi dan biaya pembuangan tinggi.
Emisi dari insenerator limbah medis dan pembuangan abu tidak dipantau ketat dalam
survei ini.
Setiap perusahaan bertanggung jawab untuk pembuangan di beberapa wilayah di
Nanjing. Dengan demikian, pengumpulan limbah medis dari berbagai rumah sakit
sering tidak sesuai dengan Peraturan 380.
Praktek penyimpanan limbah medis perlu perbaikan, dan pencemaran sekunder dapat
terjadi di fasilitas pembuangan.
Dalam beberapa kasus, pekerja yang bertanggung jawab atas insenerator limbah
medis tidak memiliki pelatihan yang diperlukan dan pengetahuan yang berkaitan.
Mekanisme biaya pembuangan belum dikembangkan berdasarkan pada ekonomi
pasar. Biaya pembuangan yang lebih tinggi sering mendorong beberapa rumah sakit
untuk membuang limbah medis itu sendiri.


Perusahaan-perusahaan pembuangan kadang membuang limbah medis bersama
dengan limbah perkotaan dengan cara insinerasi.

2.7 Kesadaran Masyarakat tentang Pengelolaan Limbah Medis
Mengacu pada Peraturan 380 tentang Manajemen Pembuangan Akhir Limbah Medis,
rumah sakit tidak lagi diijinkan untuk membuang limbah medisnya secara individual. Tiga
tempat yang dianggap memenuhi kriteria sebagai tempat pembuangan limbah medis adalah
Jiangbei, Huifeng, dan Jingzhijie. Environmental Protection Agency (EPA) adalah pihak
yang bertanggung jawab atas penanganan masalah medis ini. EPA melakukan monitoring
terhadap respon masyarakat mengenai penanganan limbah medis, tujuh pertanyaan
disampaikan dalam kuisioner dan respon masyarakat yang didapatkan tersaji pada tabel 2.1



Tabel 2.1 Kuesioner Respon Pasien dalam Pengelolaan Limbah Medis di Nanjing
Pertanyaan Jawaban
1. Apakah anda mengetahui tentang
sampah medis dan kategorinya ?
Sangat jelas(1%) ; Jelas (20%) ; Rata-rata
(33%) ; Tidak jelas (46%)
2. Termasuk dalam resiko apakah limbah
medis itu?
Limbah beresiko tinggi (49%) ; Limbah
beresiko sedang (46%) ; Limbah dengan
resiko kecil (1%); Limbah tanpa resiko
apapun (0%) ; Tidak jelas (4%)
3. Fasilitas dengan tipikal seperti apa
yang sesuai untuk tempat pembuangan
akhir bagi limbah medis di Nanjing?
Fasilitas yang sesuai dengan limbah medis
(72%) ; Insenerator limbah padat (12%);
Depo pengumpulan limbah padat (5%) ;
Tidak tahu (11%)
4. Diperuntukkan kepada siapakah dana
yang dikeluarkan untuk pengelolaan
limbah medis?

Untuk pengadaan kontainer sampah (18%);
Monitoring fasilitas yang ada (31%) ; Biaya
transportasi (31%) ; Biaya pemrosesan akhir
(40%)


5. Apakah anda puas dengan pelayanan
limbah medis di Nanjing?
Sangat puas (1%) ; Puas(9%) ; Cukup(53%) ;
Tidak puas (27%) ; Sangat tidak puas (10%)
6. Menurut anda, siapakah byang
seharusnya membayar pengelolaan
limbah medis ?
Pasien (24%) ; Pemerintah Daerah (39%) ;
Perusahaan Lokal (17%) ; Rumah Sakit
(20%)
7. Apakah pengelolaan limbah medis
menjadi factor penting untuk anda
dalam memilih rumah sakit?
Sangat penting (2%) ; Penting (35%) ;
Cukup penting (40%) ; Tidak penting (22%)
; Sangat tidak penting (1%)
Sumber : Yong, Zhang et.al, 2009
Dari hasil kuisioner yang didapatkan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Pemahaman masyarakat mengenai prosedur penanganan limbah medis sangat minim.
Hasil survei menunjukkan bahwa orang-orang yang berada di bawah usia 40 tahun
memiliki tingkat pemahaman yang lebih baik karena faktor pendidikan mereka
Responden terlihat belum mampu membedakan antara limbah medis, limbah daur
ulang, sampah asli, dan bagaimana cara penanganan dan pembuangan sampah-
sampah tersebut
Dalam menetapkan mekanisme operasional pengelolaan limbah medis, 24%
responden bersedia membayar untuk setiap limbah medis yang mereka hasilkan
Hanya 23% responden yang menganggap bahwa penanganan limbah medis ini tidak
terlalu penting sebagai faktor untuk memilih jenis pelayanan di rumah sakit.
Responden mengusulkan agar pihak rumah sakit meningkatkan lagi sistem
pengelolaan limbah medis mereka yang nantinya akan sekaligus menaikkan
kredibilitas rumah sakit mereka
Mayoritas responden kurang puas terhadap pengelolaan limbah medis di kota
Nanjing, China


























BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Jumlah rumah sakit swasta dan pemerintah di Nanjing akan terus meningkat. Hal ini
menyebabkan peningkatan jumlah total limbah medis yang dihasilkan dari berbagai rumah
sakit. Meskipun Kementerian Kesehatan bersama dengan Administrasi Perlindungan
Lingkungan Negara telah mengembangkan peraturan yang bertujuan untuk memastikan
penanganan yang tepat dan pengolahan limbah medis, masih diperlukan peraturan praktik
yang terpadu dengan pilihan manajemen limbah medis. Saat ini praktikk pengelolaan limbah
medis di Nanjing harus dievaluasi dari sudut pandang manajemen terpadu. Sebagai
kesimpulan, temuan utama dari studi ini diidentifikasi sebagai berikut:
Tingkat timbulan limbah medis berkisar 0,5-0,8 kg/tempat tidur/hari dengan rata-rata
tertimbang 0,68 kg/tempat tidur/hari. Pengumpulan terpisah dari berbagai jenis limbah medis
ini telah dilakukan dengan baik di 73% dari keseluruhan rumah sakit, tetapi 20% rumah sakit
lainnya masih menggunakan pegawai yang belum terkualifikasi untuk pengumpulan limbah
medis. Pelindung tindakan, sistem kode warna pelaksanaan, pengelolaan limbah minimisasi,


dan efektif praktek daur ulang masih tidak cukup dalam menangani beberapa kasus. 93,3%
dari rumah sakit memiliki tempat penyimpanan sementara. Beberapa penyimpanan praktek
yang tidak benar-benar dilakukan sesuai dengan persyaratan peraturan. 93,3% dari rumah
sakit yang disurvei telah memberikan pelatihan untuk staf, sementara hanya 20% dari rumah
sakit memiliki pelatihan yang berkelanjutan dan pendidikan.
Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya pelatihan yang memadai dan program
pendidikan untuk semua staf rumah sakit serta mekanisme pelatihan dan pendidikan di
beberapa rumah sakit yang belum dikembangkan. Pembuangan terpusat limbah medis telah
diterapkan di Nanjing berbasis teknologi insinerasi. Biaya pembuangan limbah medis adalah
sekitar 580 US$/ton. Penyimpanan manajemen, pelatihan pekerja mekanisme pembuangan
akhir limbah medis dan pemantauan emisi masih mencukupi. Survei responden menunjukkan
berbagai tingkat pemahaman untuk kategori limbah medis, risiko, biaya dan metode
pembuangan, yaitu kurangnya pemahaman akan risiko dan manajemen oleh banyak
responden, namun 77% dari responden berpikir bahwa pengelolaan limbah medis merupakan
faktor penting ketika memilih layanan rumah sakit.

3.2 Solusi
Untuk mengatasi kendala yang terjadi, beberapa solusi disajikan untuk berbagai aspek
pengelolaan limbah medis, antara lain :
Timbulan Limbah Medis
o Membuat kerangka pengelolaan untuk minimisasi limbah medis (Mohee, 2005).
o Berat, jenis, sumber, dan karakteristik limbah medis yang dihasilkan harus dipantau
berdasarkan data yang ada
o Adanya tindakan untuk mengelola siklus hidup dari setiap jenis obat di rumah sakit,
yang terdiri dari pembelian, penggunaan, pengumpulan, pemilahan, transportasi dan
pembuangan akhir.
Pemilahan dan Pengumpulan
o Pelatihan yang tepat harus diberikan kepada semua pihak yang terlibat dalam proses
pengelolaan limbah terkait dengan praktik pemilahan yang tepat dan potensi bahaya
yang diakibatkan oleh ketidaktepatan prosedur seperti penanganan tanpa tindakan
pengamanan (Tsakona et al., 2007).
o Sistem kode warna atau label kontainer limbah/kantong sesuai dengan persyaratan
standar nasional HJ 421-2008 harus digunakan secara konsisten.


Penyimpanan
o Pengawasan ketat di tempat penyimpanan sementara harus diterapkan. Hanya
pengendali limbah medis yang diizinkan untuk memasuki daerah ini.
o Lokasi yang tepat dari tempat penyimpanan sementara harus diterapkan, yaitu, jauh
dari area fungsional lainnya
o Adanya ketegasan untuk menjaga kebersihan tempat penyimpanan.
o Ketersediaan kontainer yang berkualitas baik
Aplikasi sistem Informasi
o Sistem informasi rumah sakit perlu ditingkatkan.
o Adanya kebutuhan untuk meningkatkan teknologi RFID diimplementasikan di rumah
sakit.
Pelatihan dan Pendidikan
o Program pelatihan dan pendidikan untuk semua karyawan harus dilakukan, pelatihan
pegawai baru dan petugas kebersihan harus ditegaskan.
o Efektivitas program pelatihan dan pendidikan harus dievaluasi secara berkala.
Transportasi
o Terwujudnya sistem on-line harus diterapkan untuk memantau rute transportasi
limbah medis.
o Jadwal tetap untuk transportasi harus ditentukan untuk kompleksitas dari manajemen
limbah medis.
o Ketersediaan kontainer yang berkualitas baik
Pembuangan
o Dalam rangka menciptakan manfaat lingkungan, maka perlu bagi kota Nanjing untuk
memperbarui fasilitas pembuangan dan teknologi pembuangan limbah medis.
Teknologi pembuangan dengan alternatif baru yang lebih ramah lingkungan harus
diimplementasikan (Diaz et al., 2005).
o Mekanisme pasar harus diperkenalkan untuk menyeimbangkan kepentingan yang
bertentangan antara rumah sakit, pemerintah, perusahaan pembuangan dan pasien,
karena biaya pembuangan langsung ditentukan oleh Badan Perlindungan Lingkungan.
o Pelatihan profesional tenaga kerja perlu ditingkatkan, terutama mengenai bagaimana
menangani abu sisa pembakaran insenerator.
o Beberapa operator canggih untuk pembuangan limbah medis harus diperkenalkan dari
kota-kota lain atau luar negeri untuk menciptakan persaingan pasar Nanjing, misalnya


Teknologi Insenerator Maxpell dari Indonesia. Teknologi Insenerator Maxpell adalah
sebuah alat penghancur limbah berupa tungku pembakaran yang didesain secara
sempurna dalam sistem pembakaran dengan menggunakan berbagai media bahan
bakar yang dikembangkan baik dari sisi teknologi maupun kapasitas. Beberapa
keunggulan Teknologi Insenerator Maxpell tersebut adalah:
Tidak membutuhkan tempat luas
Dapat membakar sampah kering hingga sampah basah
Daya musnah sistem pembakaran mencapai suhu diatas 1000 C
Bekerja efektif dan irit bahan bakar
Tingkat dari pencemaran rendah. Dalam operasional dibeberapa tempat di
Indonesia, asap hasil pembakaran yang keluar dari cerobong hampir tidak
kelihatan dan tidak mengeluarkan bau yang menganggu
Suhu pembuangan udara panas pada cerobong asap terkendali secara konstan
Suhu dinding luar tetap dingin sama dengan suhu udara luar
Perawatan yang mudah dan terjangkau
Abu sisa pembakaran dapat diolah menjadi berbagai produk bahan bangunan
Keunggulan teknologi Maxpell berbeda dengan teknologi lainnya, teknologi lain
biasanya hanya dapat melakukan penghancuran sampah kering dengan tungku
pembakaran, tetapi teknologi Maxpell menggunakan teknologi khusus yang
didesain untuk mengelola dan sekaligus menghancurkan hampir seluruh limbah
pada medis atau non medis secara maksimal. Siklus atau proses pengolahan
limbah medis atau non medis Maxpell dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 3.1 Siklus Pengolahan Limbah Medis/Non Medis Maxpell



Sumber : www.maxpelltechnology.com, 2008
Keunggulan lain teknologi Maxpell adalah dengan diterapkannya Teknologi
Ramah Lingkungan pada insenerator Maxpell. Teknologi ini berbeda dengan
teknologi pembakaran sampah konvensional, pada tungku Maxpell limbah
ditempatkan dalam ruangan yang kedap, lalu di injeksikan dengan bahan bakar yang
sudah dicampur oksigen dan terbakar dengan suhu yang tinggi, asap hasil pembakaran
diimbas dengan molekul air sehingga asap yang keluar menjadi hidrokarbon yang
akan terbakar habis pada secondary chamber. Dengan demikian asap akan bersih dan
ramah lingkungan. Namun sebelum teknologi ini diperkenalkan di Nanjing, kiranya
produsen Indonesia wajib untuk melakukan sertifikasi produk sehingga dapat
mencegah TBT (Technical Barriers to Trade).
o Abu dan polusi udara yang dihasilkan dari pembakaran limbah medis, seperti HCI,
CO, Hg, Cd, dan SO
2
harus diukur.
o Kesehatan dan keselamatan pekerja di fasilitas pembuangan harus dilindungi dengan
menggunakan pakaian pelindung yang tepat dan dengan mengikuti pedoman
keselamatan.
o Sistem pemantauan harus ditingkatkan dengan memasang sistem pengendalian
pencemaran udara.





















DAFTAR PUSTAKA

Abdulla; Fayez; Qdais; Hani,A; Rabi dan Atallah. 2008. Site investigation on medical waste
management practices in northern Jordan. Waste management 28, pp. 450458.
Askarian, Mehrdad, Vakili, Mahmood, Kabir, dan Gholamhosein. 2004. Results of a medical
waste survey in private hospitals in Fars province, Iran. Waste Management 24, pp. 347
352.


Birpinar Mehmet Emin, Mehmet Sinan Bilgili. 2009. Medical waste management in Turkey:
A case study of Istanbul. Waste Management 29, 445448.
Diaz, L.F., Eggerth, L.L., Enkhtsetseg, Sh., Savage, G.M. 2008. Characteristics of healthcare
wastes. Waste Management 28, pp. 12191226.
Holland, Perry, 1999. The Effectiveness of Incineration. CE540 Research Paper
Mato, R.R. dan Kassenga, G.R. 1997. A study problems of management of medical solid
wastes in Dar Es Salaam and their remedial measures. Resources, Conservation and
Recycling 21, pp. 116.
Mohee, R. 2005. Medical wastes characterization in healthcare institutions in Mauritius.
Waste Management 25, pp. 575581.
Shen, Bao-hong, Wang, Xiu-chuan, Li, Jing-shun, Zhang, Yu-hua. 2003. Current situation
and disposing countermeasure of medical waste in Jilin province. China Environmental
Management 22 (4), pp. 3536. 38. (in Chinese).
Technology, Maxpell. 2008. Incinerator Medis Alat Pengolahan Sampah Klinik/ Puskesmas/
Rumah Sakit, (Online), (http://www.maxpelltechnology.com/incineratormedis.php,
diakses 17 Maret 2013)
Tsakona, M., Anagnostopoulou, E., Gidarakos, E. 2007. Medical waste management and
toxicity evaluation: a case study. Waste management 27, pp. 912920.
Yong, Zhang. 2009. Medical Waste Management in China : A Case Study of Nanjing.
Elseiver, Waste Management 29 (2009) pp. 13761382

Anda mungkin juga menyukai