Anda di halaman 1dari 2

1.

Kurikulum 2013: Waktu Sekolah SD Tambah 10 Jam


Pengurangan jumlah mata pelajaran dalam kurikulum SD maupun SMP 2013 bukannya
mengurangi waktu belajar siswa di sekolah. Justru lama pelajaran akan bertambah rata-rata
empat jam sampai enam jam.

Siswa SD nanti belajar di sekolahnya kurang lebih 36 jam per pekan. Bertambah sepuluh jam
dari saat ini yang hanya 26 jam per pekan. Siswa SMP yang selama ini belajar 32 jam di sekolah
kini belajar 38 jam per pekan. Adapun siswa SMA relatif sama dan tak ada perubahan signifikan.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M. Nuh mengatakan masih membuka masukan
atas kurikulum barunya. Itulah tujuan uji publik baik melalui sosialisasi seperti ini maupun
saran yang kita tampung di website kami," kata M. Nuh dalamSosialisasi dan Uji Publik
Kurikulum 2013 dihadapan puluhan Kepala Dinas Pendidikan se Jawa Timur dan Lembaga
Penjamin Mutu Pendidikan di Hotel Garden Palace Hotel, Surabaya.

Berdasarkan kurikulum baru, siswa SMP akan mendapat sepuluh mata pelajaran dari semula 12
mata pelajaran. Mata pelajaran muatan lokal dan pengembangan diri akan melebur dalam seni
budaya dan prakarya.

Adapun siswa SD yang semula mendapat 10 mata pelajaran berkurang menjadi enam mata
pelajaran, yakni matematika, bahasa Indonesia, pendidikan agama, pendidikan jasmani dan
kesehatan, pendidikan pancasila dan kewarganegaraan, dan kesenian. IPA dan IPS menjadi
tematik di pelajaran lainnya.
Pro : Setuju dengan penambahan mata pelajaran dan jam pelajaran siswa
Kontra : Tidak setuju dengan penambahan mata pelajaran dan jam pelajaran siswa
2. Kewirausahaan Perlu Diajarkan di Sekolah
Materi kewirausahaan perlu ditanamkan di kurikulum pendidikan Indonesia. Menurut Dekan
Sampoerna School of Education, Paulina Pannen, saat ini pendidikan wirausahaan hanya
berhenti dalam pembuatan modul pembelajaran dan pengembangan usaha. Sedangkan yang
menjadi inti dari jiwa wirausaha, seperti membentuk manusia kreatif dan inovatif, justru tidak
tersentuh.

"Inilah yang menyebabkan wirausaha di Indonesia tidak berkembang," kata Paulina ketika di
temui seusai pembukaan National Educators Conference 2012 di Jakarta, Selasa, 11 Desember
2012. Padahal, kata guru besar ini, semangat wirausaha ini merupakan bagian dari pembangunan
karakter pendidikan yang harus terus dikembangkan.

Menurut Head of Human Development Unit of World Bank, Mae Chu Chang, pendidikan di
Indonesia hampir tidak mendorong siswa untuk mengembangkan potensi mereka. Pendidikan di
Indonesia cenderung mencegah siswa berani untuk mengambil risiko dan tidak menoleransi
kegagalan. Inilah yang menyebabkan keuntungan wiraswasta tidak dikenal oleh para siswa.

Pengusaha Sandiaga Uno mengatakan, kewirausahaan harusnya sudah diterapkan sejak dini,
misalnya melalui kurikulum pendidikan. Ia berharap, dengan ini, Indonesia bisa bersaing dengan
negara lain. "Kita harus bertransformasi dari jago kandang menjadi nomor satu di dunia," kata
Sandi, panggilan Sandiaga Uno.

Dosen IPB sekaligus pendiri sekolah karakter Indonesia Heritage Foundation, Ratna Megawangi,
mengatakan, sekolah dan guru bertugas membangun karakter anak. "Menumbuhkan semangat
kreatif, jangan malah membuat murid suka mengkopi guru," tutur Ratna. Perlu diajarkan juga,
kata Ratna, murid bersaing tanpa menjatuhkan teman-temannya.

Melihat hal ini, dekan Paulina menuturkan, Sampoerna School bersama World Bank dan Mien
R. Uno Foundation menggelar konferensi bagi para pendidik di Indonesia yang bertajuk
"Membangun Semangat Kewirausahaan di Indonesia". Tujuannya, memberikan panduan dan
pemahaman lebih mendalam terkait pentingnya membangun wirausaha sejak dini.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah wiraswasta di Indonesia pada tahun 2012
mencapai 1,56 persen dari jumlah penduduk Indonesia, atau 3,75 orang. Berdasarkan teori David
McLelland, seorang sosiolog pembangunan, sebuah negara dapat dikatakan makmur bila jumlah
pengusahanya mencapai 2 persen dari jumlah penduduk.
Pro : Materi kewirausahaan perlu ditanamkan di kurikulum pendidikan Indonesia.
Kontra : Materi kewirausahaan tidak perlu ditanamkan di kurikulum pendidikan Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai