Anda di halaman 1dari 11

selaku Mendikbud baru menggagas sistem belajar full day school untuk tingkat SD dan SMP.

Ide ini diterapkan dengan tujuan agar siswa mendapat pendidikan karakter dan pengetahuan umum

di sekolah. Sesuai dengan pesan dari Presiden Jokowi bahwa kondisi ideal pendidikan di Indonesia

adalah ketika dua aspek pendidikan bagi siswa terpenuhi. Untuk jenjang SD, 80 persen pendidikan

karakter dan 20 persen untuk pengetahuan umum. Sedangkan SMP, bobot pendidikan karakter

adalah 60 persen dan 40 persen untuk pengetahuan umum. So far, gagasan ini direspon baik oleh

Jokowi maupun Jusuf Kalla.

Semakin berkembangnya dunia, pendidikan saat ini mulai beramai-ramai meningkatkan

kualitas sumber daya siswa dengan berbagai cara. Hal ini berangkat dari banyaknya "tuntutan" untuk

menjadi manusia yang kaya ilmu serta diseimbangkan dengan skill yang mumpuni. Salah satu

strateginya adalah dengan konsep sekolah yang mengundang pro dan kontra dari berbagai pihak ini.

Kalau menurutmu sendiri bagaimana, RG Squad? Eits, sebelum bereaksi apa-apa, baca dulu yuk

seluk-beluk ide ini muncul.

full day school

#1. Menurut mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini, maksud dari full

day school adalah pemberian jam tambahan. Namun, pada jam tambahan ini siswa tidak akan

dihadapkan dengan mata pelajaran yang membosankan. Kegiatan yang dilakukan seusai jam belajar-

mengajar di kelas selesai adalah ekstrakurikuler (ekskul). Dari kegiatan ekskul ini, diharapkan dapat

melatih 18 karakter, beberapa di antaranya jujur, toleransi, displin, hingga cinta tanah air.

"Usai belajar setengah hari, hendaknya para peserta didik (siswa) tidak langsung pulang ke

rumah, tetapi dapat mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang menyenangkan dan membentuk

karakter, kepribadian, serta mengembangkan potensi mereka," kata Muhadjir. Dengan demikian,

kemungkinan siswa ikut arus pergaulan negatif akan sangat kecil karena berada di bawah
pengawasan sekolah. Misalnya, penyalahgunaan narkoba, tawuran, pergaulan bebas, dan

sebagainya.

#2. Pertimbangan lainnya adalah faktor hubungan antara orangtua dan anak. Biasanya siswa

sudah bisa pulang pukul 1. Tidak dipungkiri, di daerah perkotaan, umumnya para orangtua bekerja

hingga pukul 5 sore. "Antara jam 1 sampai jam 5 kita nggak tahu siapa yang bertanggung jawab

pada anak, karena sekolah juga sudah melepas, sementara keluarga belum ada," pungkas beliau

menambahkan.

Kalau siswa tetap berada di sekolah, mereka bisa sambil menyelesaikan tugas sekolah

sampai orangtuanya menjemput sepulang kerja. Setelahnya, siswa bisa pulang bersama orangtua,

dan selanjutnya aman di bawah pengawasan orangtua.

#3. Program ini dianggap dapat membantu guru untuk mendapatkan durasi jam mengajar

sebanyak 24 jam/minggu. Ini merupakan salah satu syarat untuk lolos proses sertifikasi guru. "Guru

yang mencari tambahan jam belajar di sekolah nanti akan mendapatkan tambahan jam itu dari

program ini," tambahnya.

Kalau pada akhirnya diterapkan, dalam sepekan sekolah akan libur dua hari, yakni Sabtu dan

Minggu. Sehingga, ini akan memberikan kesempatan bagi siswa bisa berkumpul lebih lama dengan

keluarga. "Peran orangtua juga tetap penting. Di hari Sabtu dapat menjadi waktu keluarga. Dengan

begitu, komunikasi antara orangtua dan anak tetap terjaga dan ikatan emosional juga tetap terjaga,"

ujar Muhadjir.

Agar program ini dapat berjalan lancar harus didukung dengan suasa lingkungan sekolah

yang menyenangkan. Jadi, penerapannya adalah belajar formal sampai setengah hari, selebihnya

diisi kegiatan ekstrakurikuler.


Namun, rencana ini juga menuai berbagai respon, baik pro maupun kontra. Sebagian pihak

yang kurang setuju berargumen bahwa tingkat konsentrasi setiap anak berbeda-beda. Bisa

dikatakan, jenjang SD masih tergolong anak-anak yang mudah bosan. Selain itu, jika dilihat dari segi

fisik juga kurang baik untuk kesehatan. Siswa masih butuh istirahat yang cukup di rumah agar

konsentrasi juga lebih maksimal.

Lalu, dari segi sosial dan geografis, daerah pelosok nampaknya belum cocok menjalankan

konsep sekolah ini. Kebanyakan orangtua siswa bermata pencaharian sebagai petani, nelayan,

buruh, dan sebagainya. Nah, orangtua pun membutuhkan anaknya untuk membantu mereka

menyelesaikan pekerjaan sepulang sekolah. Misalnya bercocok tanam, menjahit, dan sebagainya.

Membantu ini juga merupakan bagian dari pembentukan karakter dan meningkatkan kemampuan

anak di rumah. Berbeda dengan orangtua di perkotaan yang sebagian besar adalah pekerja

kantoran. Kemungkinan jarang bertemu dan berinteraksi dengan anak secara langsung akibat

kesibukan sangat besar.

Salah satu contohnya adalah Purwakarta. Bupati setempat memiliki peraturan pendidikan

berkarakter yang telah diintegrasikan dengan peraturan Desa Berbudaya. Oleh karena itu, pelajaran

siswa di sekolah harus diaplikasikan oleh siswa di lingkungan tempat tinggal masing-masing. Jika ada

orangtua yang tidak mendorong anak mereka untuk mengikuti peraturan ini, maka diberikan sanksi,

lho! Pemerintah daerah akan mencabut subsidi kesehatan dan pendidikan mereka. Wah, ketat juga

ya peraturannya!

Kak Seto sebagai Ketua Dewan Pembina Komnas Anak turut mengemukakan pendapatnya.

"Saya mendukung rencana tersebut selama tidak memasung hak anak, seperti hak bermain, hak

beristirahat, dan hak berekreasi. Sebab, pada prinsipnya, sekolah harus ramah anak demi yang
terbaik buat mereka," ujar pria yang khas dengan tatanan rambut dan kacamatanya itu. Menurut

Kak Seto, sistem seperti ini tidak bisa dipaksakan untuk semua sekolah di seluruh Indonesia. Di

beberapa sekolah yang telah menerapkan hal tersebut, banyak anak didik yang stres karena cara

pengemasannya tidak ramah.

Selain itu, banyak juga yang meresahkan kesejahteraan guru swasta di Indonesia. Gaji masih

jauh di bawah upah minimum. Bahkan karena hal tersebut, banyak yang bekerja sambilan demi

memenuhi kebutuhan hidup. Selain itu, juga mengejar jam pelajaran ke sekolah-sekolah lain. Kalau

full day school, otomatis guru juga ada di sekolah secara penuh. Berarti, harus ada perhatian khusus

juga nih terkait penggajian untuk guru swasta.

Well, konsep ini juga bergantung pada sarana dan prasarana pendukung ya. Seperti fasilitas

sekolah dan regulasi lain yang bisa jadi pengokoh. Coba bayangkan kamu harus berlama-lama di

sekolah yang fasilitasnya kurang memadai. Bukan karakter yang akan berkembang, namun jenuh

bahkan stres yang didapat. Kebijakan ini harus bertahap, serta melibatkan seluruh pihak.

Sebelumnya, sudah ada beberapa negara yang menerapkan full day school. Justru konsep ini

diusung oleh negara-negara maju lho, smart buddies! Ada Singapura, Korea Selatan, Cina, Jepang,

Taiwan, Inggris, Amerika Serikat, Prancis, Spanyol, dan Jerman.

Melihat respon masyarakat, Muhadjir menanggapi dengan positif. Justru hal ini

membuktikan bahwa masyarakat bersikap kritis. Hingga kini, ide full day school ini masih dalam

proses pengkajian. Juga, disosialisasikan di berbagai sekolah, mulai pusat hingga ke daerah-daerah

sambil melihat respon masyarakat. Sekali lagi, ini baru gagasan yang dilemparkan ke masyarakat.

Masukan dari masyarakat juga akan menyempurnakan program pendidikan yang akan beliau
canangkan. Jika nanti ditemukan lebih banyak kelemahan, maka program ini tidak akan dijalankan.

Mungkin jika dikemas dengan tepat dan ramah anak, konsep ini dapat berjalan dengan baik. Sarana

menunjang, tenaga pendidik yang berkualitas dan sejahtera, serta tidak menyamaratakan seluruh

jenjang dan geografis. Kemudian, kemajuan teknologi pendidikan pun dapat memaksimalkan fungsi

untuk memajukan sekolah ke depannya. Kombinasi antara fasilitas dan sistem pendidikan dapat

menjalankan peran dan fungsinya secara efektif. Dengan demikian, label full day tidak sebatas pada

namanya saja. Namun dibuktikan dengan proses pendidikan yang dikelola sesuai tujuan dan amanah

undang-undang.

Jadi, bagaimana pendapatmu? Yay or nay? (TN)


ull day school adalah sistem KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) yang
dicanangkan oleh Kemendikbud RI pada tahun 2017 silam. Dari sisi arti
harfiahnya, full day school berarti sekolah satu hari penuh. Definisi inilah
yang masih sering disalahpahami oleh khalayak ramai.

Meski “pinjam nama” full day, kegiatan belajar mengajar dari sistem ini
tidak berlangsung nonstop dari pagi hingga malam. Pada
rilis Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 dijelaskan bahwa full day
school artinya hari sekolah harus berlangsung 8 jam per hari dari Senin
sampai Jumat mulai pukul 06.45-15.30 WIB, dengan durasi istirahat
setiap dua jam sekali. Durasi KBM ini juga sesuai dengan
kurikulum tahun 2013.

Meski demikian, menurut Ari Santoso, Kepala Biro Komunikasi dan


Layanan Masyarakat (BKLM) Kemendikbud, sistem sekolah seharian
tidak diimplementasikan merata di seluruh sekolah. Pemerintah
membebaskan untuk setiap sekolah memulai sendiri penerapan
program KBM ini.

Sekolah juga bisa melakukan sistem sekolah full day school ini secara
bertahap, tidak harus langsung. Tidak lupa juga harus disesuaikan
dengan kemampuan, fasilitas, dan sumber daya manusia di masing-
masing sekolah.

Apa tujuannya?
Sistem full day school dibuat untuk meningkatkan mutu pendidikan
dengan cara menunjang proses KBM secara lebih menyeluruh
serta menjangkau setiap aspek dari perkembangan akademis siswa.

Meningat siswa akan menghabiskan waktu yang lebih banyak di


sekolah, mereka diharapkan tidak hanya akan mendapatkan proporsi
pendalaman teori yang lebih banyak tapi juga lewat aplikasi ilmu secara
nyata.

Pemerintah mengharapkan bahwa aktivitas sekolah seharian penuh


seperti ini dapat menghadirkan cara belajar yang menyenangkan,
interaktif, dan praktis. Sekolah bukan hanya tempat tatap muka sambil
duduk belajar saja.

Jadi selain kegiatan belajar mengajar di kelas, peserta didik juga akan
mendapatkan waktu kegiatan ekstrakurikuler yang dapat mendukung
keterampilan emosional, psikologis, serta sosialnya. Contohnya, ekskul
mengaji (jika di sekolah islam), pramuka, palang merah, atau jenis
ekskul lainnya terkait minat seni dan olahraga.

Pemerintah juga menganjurkan kegiatan belajar mengajar diisi dengan


kegiatan menyenangkan lain yang berhubungan dengan pendidikan.
Misalnya seperti karyawisata ke museum untuk belajar budaya bangsa,
menghadiri pertunjukan seni budaya, sampai menonton atau terlibat
dalam kompetisi sportif.

Selain itu, sistem sekolah satu hari penuh dicanangkan untuk mencegah
dan menetralisir kemungkinan siswa terlibat dalam kegiatan-kegiatan
nonakademis yang menjerumus pada hal negatif.

Manfaat bersekolah pakai


sistem full day school
1. Siswa memahami materi pelajaran lebih dalam

Belajar satu hari penuh artinya setiap materi ajaran akan dikupas secara
lebih mendetil dan menyeluruh.

Jika yang tadinya satu mata pelajaran hanya berlangsung 1-1,5 jam
dalam sehari, full day school memungkinkan adanya penambahan jam
pelajaran sampai 2,5 jam sehari.

Hal ini dirasa Kemendikbud akan menguntungkan bagi peserta didik


karena mereka bisa mendapatkan waktu yang lebih banyak untuk
memahami materi tersebut. Terutama pada mata pelajaran eksak
seperti matematika, fisika, kimia, atau pun bahasa asing.

Para guru juga bisa punya waktu lebih untuk membuka sesi tanya jawab
dengan siswanya demi memastikan semua betul-betul memahami
materi pelajaran.
2. Orangtua tidak perlu cemas

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, salah satu tujuan sekolah satu
hari penuh adalah untuk menjamin anak-anak terhindar dari kegiatan-
kegiatan di luar sekolah yang berbau negatif. Terlebih tidak semua
orangtua punya waktu untuk mengawasi anaknya sehabis pulang
sekolah.
Setelah jam sekolah usai, kemungkinan anak akan tetap menghabiskan
waktunya untuk ikut ekskul di lingkungan sekolah dan juga tetap di
bawah pengawasan guru sehingga ortu tak perlu cemas lagi anaknya
keluyuran sampai malam.
3. Anak bisa berakhir pekan dengan orangtua

Saat anak dan orangtua sama-sama sibuk belajar dan bekerja, di akhir
pekan bakal menjadi hari yang ditunggu-tunggu.

Dengan full day school, jadwal KBM dipadatkan untuk 5 hari saja
(Senin-Jumat) sehingga sekolah tidak perlu lagi mewajibkan siswa
masuk sekolah pada hari Sabtu.

Menurut Ari Santoso, anak bisa bisa menjadikan hari Sabtu dan Minggu
sebagai hari khusus bersama keluarga.

Tapi, ini konsekuensinya


sistem full day school
1. Anak tidak makan dan tidur teratur

Di luar belajar, makan dan tidur adalah kebutuhan utama anak yang
tidak bisa diganggu gugat.

Tidur memperkuat proses otak menyimpan informasi baru sebagai


memori jangka panjang sehingga semua materi yang mereka pelajari di
sekolah tadi dapat mudah mereka ingat kembali di waktu akan datang.
Sementara itu, makan menyediakan energi bagi otak untuk bekerja
menyerap, mengolah, dan menyimpan informasi.

Ironisnya, sistem sekolah seharian penuh dirasa menomorsekiankan


dua kebutuhan utama anak ini. Waktu masuk sekolah yang
kepagian (umumnya mulai 06.30 pagi) riskan membuat anak mau tidak
mau jadi melewatkan sarapan, atau hanya makan seadanya. Akhirnya
mereka jadi tidak memiliki cadangan energi yang cukup untuk
memproses materi pelajaran di sekolah. Terlebih, tidak semua sekolah
memiliki fasilitas katering makan siang atau kantin dengan pilihan
makanan padat gizi dan bervariasi sehingga anak cenderung tetap jajan
sembarangan.
Di sisi lain, sekolah sampai sore artinya siswa jadi kehilangan waktu
berharga untuk istirahat dan tidur. Tidak sedikit pula siswa sekolah yang
lanjut mengikuti les atau bimbel di tempat lain setelah pulang sekolah
sampai malam hari. Anak pun jadi tidak punya waktu untuk tidur malam
yang cukup, padahal esok harinya harus kembali bangun pagi-pagi buta
untuk berangkat sekolah.
2. Anak lebih gampang sakit

Jadwal tidur dan makan yang berantakan berbahaya untuk mental dan
fisik anak ke depannya. Anak sekolah yang kurang tidur terbukti
cenderung tidak menonjol dalam bidang akademis. Mereka juga lebih
mungkin untuk tertidur di kelas selama pelajaran berlangsung.

Kurang makan dan tidur juga meningkatkan risiko anak lebih gampang
sakit maag atau flu sehingga tidak bisa masuk sekolah, sampai risiko
masalah kesehatan serius seperti kolesterol tinggi dan obesitas.
3. Anak rentan stress

Capek belajar sama halnya dengan capek bekerja bagi orang dewasa.
Seluruh tenaga habis dikerahkan untuk bisa memahami “serbuan”
informasi baru tanpa henti. Anak juga dipaksa untuk menjalani rutinitas
panjang ditambah beban PR dan ulangan tiap beberapa bulan, sampai
adanya ancaman tidak bisa naik kelas apabila mereka tidak
mendapatkan nilai bagus.

Terlebih anak juga jadi mendapatkan waktu istirahat dan bermain yang
minim karena diharuskan mengikuti berbagai kegiatan tambahan di luar
sekolah, termasuk ekskul dan les bimbel.

Hal ini lambat laun akan membuat otak kewalahan dan sangat kelelahan
sehingga membuat anak rentan stres. Stres buruk dampaknya untuk
anak. Sudah banyak studi ilmiah yang melaporkan bahwa anak sekolah
yang tidur kurang dari enam jam per malam dilaporkan tiga kali lebih
mungkin untuk menderita depresi.

Gangguan psikologis seperti ini dalam jangka panjang dapat


meningkatkan risiko masalah perilaku anak di sekolah, seperti
membolos dan coba-coba narkoba atau miras, sampai pemikiran atau
upaya bunuh diri.
4. Belum jaminan prestasi akademis pasti meningkat

Gagasan full day school berpatokan dari teori yang menyatakan


bahwa waktu belajar yang paling optimal buat anak adalah 3-4 jam
sehari dalam suasana formal dan 7-8 jam sehari dalam suasana
informal.

Meski begitu, data lapangan yang ada justru menyatakan


sebaliknya. Durasi KBM di sekolah-sekolah Indonesia termasuk yang
paling panjang di dunia, bahkan setelah dibandingkan dengan negara
lain yang terobsesi dengan pendidikan seperti Singapura atau
Jepang. Di Singapura misalnya, lama durasi 1 mata pelajaran rata-rata
hanya 45 menit per sesi sementara di Indonesia bisa sampai 90-120
menit.

Kenyataannya, durasi sekolah yang lama belum tentu mencerminkan


hasil akademis yang sejalan lurus sama baiknya. Nilai rata-rata yang
ditunjukkan pelajar Indonesia setelah belajar nonstop 8 jam lebih tetap
lebih rendah daripada pelajar Singapura yang notabene hanya belajar 5
jam.

Jadi harus bagaimana?


Kelebihan dan kekurangan di atas bisa menjadi pertimbangan Anda
dalam memilih sekolah untuk anak Anda. Mungkin Anda bisa membantu
mencarikan sekolah full day yang sekaligus mencakup kegiatan
ekstrakurikuler seru sehingga anak masih dapat berkembang dengan
bermain dan melakukan hobinya sekaligus mengurangi stres saat
belajar.

Baca Juga:

Anda mungkin juga menyukai