Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Konsep full day school (sekolah sehari penuh) merupakan konsep


kegiatan belajar-mengajar di sekolah direncanakan akan berlangsung
selama 12 jam dan dua kali libur dalam seminggu (sabtu dan minggu).
Alasan penerapannya adalah bahwa konsep full day school akan
membangun karakter siswa agar tidak menjadi liar seperti tawuran atau
penyimpangan lainnya ketika berada di luar sekolah karena orang tua
masih belum pulang kerja. Juga dengan alasan agar orang tua yang
sedang bekerja tidak perlu repot-repot memikirkan anak mereka dan
mengawasi tepat waktu. Di satu sisi memang konsep ini menguntungkan
para orang tua yang sibuk bekerja sampai sehari penuh. Namun disisi lain
perlu diingat bahwa tidak semua orang tua, terutama kaum ibu di
Indonesia bekerja di sektor formal dari pagi sampai sore.
Banyak para pakar menilai alasan kondisi keluarga yang bekerja
tidaklah logis karena masing-masing keluarga memiliki kondisi yang
berbeda. Oleh karenanya, tidak bisa digeneralisasikan bahwa sekolah full
day school bisa menyelesaikan masalah secara komprehensif di seluruh
Indonesia dalam hal pekerjaan atau kesibukan orang tua. Permasalahan
lainnya juga muncul dalam hal ketidakseragaman lingkungan belajar di
seluruh Indonesia. Konsep sekolah full day school mungkin saja cocok
diterapkan di beberapa sekolah perkotaan (urban) dimana tingkat
kesibukan kedua orang tua sangat tinggi. Begitu juga di sekolah
berasrama (boarding school) dimana kegiatan siswa dipantau selama 24
jam dan memiliki fasilitas asrama. Tetapi, konsep sekolah full day school
ini belum layak jika diterapkan di sekolah non-urban dimana kebanyakan
orang tua memiliki jadwal kerja fleksibel, adaptis dan memiliki lebih
banyak waktu bersama anak-anak mereka di rumah. Konsep ini juga tidak

1
cocok diterapkan pada sekolah non-asrama yang tidak memiliki fasilitas
asrama untuk istirahat sejenak atau ganti baju seperti di pesantren.
Kemudian, alasan berikut untuk mengurangi kegiatan tawuran
siswa di luar sekolah juga tidak rasional karena hanya sebagian kecil saja
siswa di Indonesia yang melakukan tawuran. Dari segi geografis, masih
banyak siswa di daerah pedalaman yang harus menempuh jarak ke
sekolah sampai 5-10 kilometer dan mengahabiskan waktu sampai tiga
jam. Tanpa program full day school pun mereka akan sampai di rumah
pada sore hari dan jika full day school dipaksakan, anak-anak ini akan
sampai di rumah pada malam hari, justru ini akan menambah lagi beban
berat bagi mereka. Dalam hal lain, kegiatan siswa selepas pulang sekolah
juga beragam dan tidak bisa dipaksakan seragam. Ada siswa yang
diajarkan orang tuanya berbisnis dengan menjaga toko atau kios,
berkebun di ladang, menangkap ikan di laut, dan mengembala sapi di
sawah. Ada juga yang menghabiskan waktunya untuk bermain dan
berinteraksi bersama teman-teman sebayanya di sekitar rumah. Maka,
penyeragaman konsep full day school tidak akan efektif karena suasana,
sarana-prasarana dan kebutuhannya berbeda apalagi bagi anak-anak
yang rumahnya jauh dari sekolah di daerah pelosok.
Selain belum cocok diterapkan di sekolah non-urban dan non-
asrama, model full day school ini juga belum efektif diimplementasikan di
sekolah negeri. Terutama sekolah yang masih terbelakang dalam masalah
fasilitas seperti komputer, internet, ruangan ber-AC, toilet bersih, lapangan
olahraga, dan sarana bermain, ditambah lingkungan sekolah yang tidak
nyaman, panas, dan berdebu. Bayangkan saja jika kondisi sedemikian
rupa, tanpa program full day school sekalipun akan membuat peserta didik
stress dan cepat-cepat ingin pulang. Belum lagi dengan siswa yang lapar
di sore hari karena uang jajan sudah habis di waktu pagi. Dalam hal ini,
orang tua harus menyediakan uang jajan lebih dan cukup sampai sore
hari agar anaknya tidak kelaparan. Tentu keadaan seperti ini sangat tidak
cocok untuk keluarga kelas menengah ke bawah, kecuali pihak sekolah

2
bersedia menyediakan bekal makan siang gratis atau jajanan untuk siswa
sampai sore hari. Selain lingkungan sekolah yang menyenangkan,
kehadiran guru kreatif dan interaktif juga sangatlah penting. Namun
sangat sedikit guru dan lingkungan sekolah yang mampu memotivasi
siswa agar betah di sekolah.
Contoh kecilnya saja jika ada pengumuman rapat guru, para siswa
akan sangat senang karena tidak ada kegiatan belajar-mengajar.
Fenomena ini menunjukkan bahwa kegiatan belajar-mengajar di sekolah
belum menyenangkan dan dirindukan peserta didik. Selain menjadi beban
baru bagi peserta didik, tentu konsep full day school ini juga akan
membawa beban baru bagi guru-guru dimana tugas mereka seharian
bukan hanya di sekolah saja tetapi juga di rumah bersama keluarga.
Meskipun demikian, konsep sekolah full day school ini tidak seluruhnya
salah jika didesain dan diformulasikan dengan baik dan tidak buru-buru.
Oleh karenanya, perlu adanya kajian mendalam guna mempersiapkan
konsep yang matang agar tidak menimbulkan polemik di masyarakat.
Dalam merumuskan konsep ini kementerian harus menerima dan
mempertimbagkan masukan dari berbagai pihak. Jikapun nanti
diterapkan, seyogianya harus diimplemantasikan secara bertahap dan
tidak langsung merata ke seluruh sekolah di Indonesia. Stakeholder harus
memerhatikan dan menyesuaikan dengan kebutuhan siswa yang
beragam, kondisi geografis dan kearifan lokal setiap daerah. Sekolah juga
harus menyediakan berbagai kegiatan ekstrakurikuler yang bisa dipilih
sesuka siswa dan harus representatif. Lingkungan sekolah yang ramah
anak, nyaman dan menyenangkan juga harus diperhatikan dalam
menjalankan kebijakan baru ini. Dalam hal kesibukan orang tua bekerja,
kementerian juga harus memetakan daerah mana saja yang tingkat
kesibukan kedua orang tua tinggi sehingga cocok untuk diterapkan full
day school. Meskipun demikian, penerapan konsep full day school tidak
boleh menjauhkan hubungan antara anak-orang tua baik secara kuantitas
ataupun kualitas waktu. Seyogianya, orang tua juga tidak boleh lepas

3
tangan dan menyerahkan segala tanggung jawab kepada sekolah, jika ini
terjadi, maka fungsi sekolah full day school tak lebih sekedar sebagai
tempat penitipan anak. Dalam hal ini, ada beberapa sekolah swasta yang
sukses menerapkan konsep sekolah full day school dengan melibatkan
orang tua dalam kegiatan belajar tambahan. Sekolah ini telah
membuktikan bahwa konsep full day school tidak mengenyampingkan
peran orang tua terhadap anak di sekolah. Dengan adanya peran orang
tua di sekolah, justru akan terbentuk komunikasi yang baik antara orang
tua-guru. Kolaborasi seperti ini juga akan melahirkan anak didik yang
berkualitas secara intelektual, emosianal dan spiritual.
Meskipun konsep sekolah full day school dilaksanakan, pemerintah
harus tetap mendorong peran keluarga atau partisipasi orang tua dalam
pendidikan anak. Bagaimanapun juga orang tua adalah sekolah dan guru
pertama anak yang memiliki peran sangat signifikan sebagai penentu
kesuksesan mereka terutama melalui keteladanan.

4
SISTEM PENDIDIKAN FULL DAY SCHOOL

A. Defenisi Full Day School


Menurut etimologi, kata full day school berasal dari Bahasa Inggris,
terdiri dari kata full mengandung arti penuh, dan day artinya hari,
dan school artinya sekolah. Jadi, arti dari full day school adalah sekolah
sepanjang hari.
Dilihat dari makna dan pelaksanaannya, full day school sebagian
waktunya digunakan untuk program pelajaran yang suasananya informal,
tidak kaku, menyenangkan bagi siswa dan membutuhkan kreatifitas dan
inovasi dari guru. Dalam hal ini, Salim (2009: 227) berpendapat bahwa
berdasarkan hasil penelitian bahwa belajar efektif bagi anak itu hanya 3-4
jam sehari (dalam suasana formal) dan 7-8 jam sehari (dalam suasana
informal).
Metode pembelajaran full day school tidak melulu dilakukan di
dalam kelas, namun siswa diberi kebebasan untuk memilih tempat belajar.
Artinya siswa bisa belajar dimana saja seperti halaman, perpustakaan,
laboratorium dan lain-lain.

B. Tujuan Pembelajaran Full Day School


Sebagaimana yang diketahui, diberbagai media massa yang
seringkali memuat pemberitaan tentang berbagai penyimpangan yang
banyak dilakukan remaja sekarang. Hal inilah yang memotivasi para
orangtua untuk mencari sekolah formal sekaligus mampu memberikan
kegiatan-kegiatan positif pada anak mereka. Dengan mengikuti full day
school, orangtua dapat mencegah dan menetralisir kemungkinan dari
kegiatan-kegiatan anak yang menjurus pada kegiatan yang negatif.
Banyak alasan full day school menjadi pilihan, antara lain :

5
1) Meningkatnya jumlah orangtua tunggal dan banyaknya aktifitas
orangtua yang kurang memberikan perhatian pada anaknya, terutama
yang berhubungan dengan aktifitas anak setelah pulang sekolah.
2) Perubahan sosial budaya yang terjadi di masyarakat, dari masyarakat
agraris menuju ke masyarakat industri. Perubahan tersebut jelas
berpengaruh pada pola pikir dan cara pandang masyarakat.
3) Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi begitu cepat sehingga jika
tidak dicermati, maka kita akan menjadi korban, terutama korban
teknologi komunikasi.
Dari kondisi seperti itu, akhirnya para praktisi pendidikan berpikir
keras untuk merumuskan suatu paradigma baru dalam dunia pendidikan.
Untuk memaksimalkan waktu luang anak-anak agar lebih berguna, maka
diterapkan sistem full day school dengan tujuan membentuk akhlak dan
akidah dalam menanamkan nilai-nilai positif serta memberikan dasar yang
kuat dalam belajar di segala aspek.
Beberapa nilai plus diterapkan sistem full day school bagi sekolah
yang berbasis formal dan informal antara lain. Pertama, anak mendapat
pendidikan umum antisipasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.
Kedua, anak memperoleh pendidikan keagamaan secara layak dan
proporsional. Ketiga, anak mendapatkan pendidikan kepribadian yang
bersifat antisipatif terhadap perkembangan sosial budaya yang ditandai
dengan derasnya arus informasi dan globalisasi yang membutuhkan nilai
saring. Keempat, potensi anak tersalurkan melalui kegiatan-kegiatan
ekstrakulikuler dan kelima perkembangan bakat, minat dan kecerdasan
anak terantisipasi sejak dini melalui pantauan program bimbingan dan
konseling.
Selain beberapa keunggulan tersebut, full day school juga memiliki
kelebihan yang membuat para orangtua tidak khawatir terhadap
keberadaan putra-putrinya, antara lain: pengaruh negatif kegiatan anak di
luar sekolah dapat dikurangi seminimal mungkin karena waktu pendidikan
anak di sekolah lebih lama, terencana dan terarah, suami-istri yang

6
keduanya harus bekerja tidak akan khawatir tentang kualitas pendidikan
dan kepribadian putra-putrinya karena anak-anaknya dididik oleh tenaga
pendidik yang terlatih dan profesional, adanya perpustakaan di sekolah
yang representatif dengan suasana nyaman dan enjoy sangat membantu
peningkatan prestasi belajar anak, siswa mendapatkan pelajaran dan
bimbingan ibadah praktis.

C. Latar Belakang Munculnya Full Day School


Munculnya sistem pendidikan full day school di Indonesia diawali
dengan menjamurnya istilah sekolah unggulan sekitar tahun 1990-an,
yang banyak dipelopori oleh sekolah-sekolah swasta termasuk sekolah-
sekolah yang berlabel keagamaan. Dalam pengertian yang ideal, sekolah
unggul adalah sekolah yang fokus pada kualitas proses pembelajaran,
bukan pada kualitas input siswanya. Kualitas proses pembelajaran
bergantung pada sistem pembelajarannya. Namun faktanya sekolah
unggulan biasanya ditandai dengan biaya yang mahal, fasilitas yang
lengkap dan serba mewah, elit, lain daripada yang lain, serta tenaga-
tenaga pengajar yang professional walaupun keadaan ini sebenarnya
tidak menjamin kualitas pendidikan yang dihasilkan.
Term unggulan ini yang kemudian dikembangkan oleh para
pengelola di sekolah-sekolah menjadi bentuk yang lebih beragam dan
menjadi trade mark, diantaranya adalah full day school. Program full day
school yang biasanya diterapkan mulai pukul 06.45-15.00 WIB membuat
anak banyak menghabiskan waktunya dilingkungan sekolah bersama
teman-temannya. Selain waktu yang lebih banyak, biasanya sekolah
dengan sistem ini tidak terlepas dari biaya yang dikeluarkan perbulannya
bagi setiap orang tua yang memasukkan anaknya di sekolah full day,
karena biasanya sekolah yang menerapkan full day school biayanya jauh
lebih mahal dari sekolah yang masuk biasa. Hal tersebut disebabkan
karena kualitas dan kuantitas yang dimiliki sekolah dengan sistem full day
school jauh lebih lengkap dan lebih baik.

7
Meskipun memiliki rentang waktu yang lebih panjang yaitu dari pagi
sampai sore, sistem ini masih bisa diterapkan di Indonesia dan tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada.
Sebagaimana dijelaskan dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang
Standar Isi bahwa setiap jenjang pendidikan telah ditentukan alokasi jam
pelajarannya. Dalam full day school ini waktu yang ada tidaklah melulu
dipakai untuk menerima materi pelajaran namun sebagaian waktunya
dipakai untuk pengayaan dan kegiatan ekstrakurikuler.

D. Faktor Penunjang Full day school


Setiap sistem pembelajaran tentu memiliki kelebihan (faktor
penunjang) dan kelemahan (faktor penghambat) dalam penerapannya, tak
terkecuali sistem full day school. Adapun faktor penunjang dari
pelaksanaan sistem ini adalah setiap sekolah memiliki tujuan yang ingin
dicapai, tentunya pada tingkat kelembagaan. Untuk menuju kearah
tersebut, diperlukan berbagai kelengkapan dalam berbagai bentuk dan
jenisnya. Salah satunya adalah sistem yang akan digunakan didalam
sebuah lembaga tersebut.
Diantara faktor-faktor pendukung itu diantaranya adalah kurikulum.
Pada dasarnya kurikulum merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan
pendidikan. Kesuksesan suatu pendidikan dapat dilihat dari kurikulum
yang digunakan oleh sekolah. Faktor pendukung berikutnya adalah
manajemen pendidikan. Manajemen sangat penting dalam suatu
organisasi. Tanpa manajemen yang baik, maka sesuatu yang akan kita
gapai tidak akan pernah tercapau dengan baik karena kelembagaan akan
berjalan dengan baik, jika dikelola dengan baik.
Faktor pendukung yang ketiga adalah sarana dan prasarana.
Sarana pembelajaran merupakan sesuatu yang secara tidak langsung
berhubungan dengan proses belajar setiap hari tetapi mempengaruhi
kondisi belajar. Prasarana sangat berkaitan dengan materi yang dibahas
dan alat yang digunakan. Sekolah yang menerapkan full day school,

8
diharapkan mampu memenuhi sarana penunjang kegiatan pembelajaran
yang relevan dengan kebutuhan siswa.
Faktor pendukung yang terakhir dan yang paling penting dalam
pendidikan dalam SDM. Dalm penerapan full day school, guru dituntut
untuk selalu memperkaya pengetahuan dan keterampilan serta harus
memperkaya diri dengan metode-metode pembelajaran yang sekiranya
tidak membuat siswa bosan karena full day school adalah sekolah yang
menuntut siswanya seharian penuh berada di sekolah.
Faktor lain yang signifikan untuk diperhatikan adalah masalah
pendanaan. Dana memainkan peran dalam pendidikan. Keuangan
merupakan masalah yang cukup mendasar di sekolah karena dana
secara tidak langsung mempengaruhi kualitas sekolah terutama yang
berkaitan dengan sarana dan prasarana serta sumber belajar yang lain.

E. Faktor Penghambat Full Day School


Faktor penghambat merupakan hal yang selalu ada dalam proses
pendidikan, tidak terkecuali pada penerapan full day school. Faktor yang
menghambat penerapan sistem full day school diantaranya :
Pertama, keterbatasan sarana dan prasarana. Sarana dan
prasarana merupakan bagian dari pendidikan yang vital untuk menunjang
keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu perlu adanya pengelolaan
sarana dan prasarana yang baik untuk dapat dapat mewujudkan
keberhasilan pendidikan. Banyak hambatan yang dihadapi sekolah dalam
meningkatkan mutunya karena keterbatasan sarana dan prasarananya.
Keterbatasan sarana dan prasarana dapat menghambat kemajuan
sekolah.
Kedua, guru yang tidak profesional. Guru merupakan bagian
penting dalam proses belajar mengajar. Keberlangsungan kegiatan belajar
mengajar sangat dipengaruhi oleh profesionalitas guru. Akan tetapi pada
kenyataannya guru mengahadapi dua hal yang dapat menurunkan
profesionalitas guru. Pertama, berkaitan dengan faktor dari dalam diri

9
guru, meliputi pengetahuan, keterampilan, disiplin, upaya pribadi, dan
kerukunan kerja. Kedua berkaitan dengan faktor dari luar yaitu berkaitan
dengan pekerjaan, meliputi manajemen dan cara kerja yang baik,
penghematan biaya dan ketepatan waktu. Kedua faktor tersebut dapat
menjadi hambatan bagi pengembangan sekolah.

F. Keunggulan dan Kelemahan Sistem Full Day School


Setiap sistem tidak mungkin ada yang sempurna, tentu memiliki
keunggulan dan kekurangan termasuk sistem full day school. Diantara
keunggulan sistem ini adalah :
1) Anak anak akan mendapatkan metode pembelajaran yang bervariasi
dan lain daripada sekolah dengan program reguler.
2) Orang tua tidak akan takut anak akan terkena pengaruh negatif karena
untuk masuk ke sekolah tersebut biasanya dilakukan tes untuk
menyaring anak-anak dengan kriteria khusus (IQ yang memadai,
kepribadian yang baik dan motivasi belajar yang tinggi)
3) Sistem full day school memiliki kuantitas waktu yang lebih panjang
daripada sekolah biasa.
4) Guru dituntut lebih aktif dalam mengolah suasana belajar agar siswa
tidak cepat bosan.
5) Meningkatkan gengsi orang tua yang memiliki orientasi terhadap hal-
hal yang sifatnya prestisius.
6) Orang tua akan mempercayakan penuh anaknya ada sekolah saat ia
berangkat ke kantor hingga ia pulang dari kantor
Sedangkan kelemahan dari sistem ini adalah:
1) Siswa akan cepat bosan dengan lingkungan sekolah
2) Siswa lebih cepat stress
3) Mengurangi kegiatan siswa dalam bersosialisasi dengan tetangga dan
keluarga
4) Kurangnya waktu bermain

10
5) Anak-anak akan banyak kehilangan waktu dirumah dan belajar tentang
hidup bersama keluarganya.

G. Pengembangan Institusional Pendidikan full day school


Penerapan full day school adalah salah satu inovasi baru dalam
sistem pembelajaran. Konsep dan pengembangan inovasi ini adalah untuk
meningkatkan mutu pendidikan karena mutu pendidikan di Indonesia
sekarang ini dipertanyakan. Maka berbagai cara dan metode
dikembangkan. Penerapan full day school ini juga untuk mengembangkan
kreatifitas yang mencakup tiga ranah yaitu kognitif, afektif dan
psikomotorik. Dengan diberlakukannya sistem full day school, guru bisa
langsung mengawasi siswa dan menilai kemampuan dibidang
edukatifnya. Selain itu sistem ini juga dapat mengakrabkan guru dengan
murid-muridnya.
Pembelajaran yang dilakukan pada full day school diharapkan
membuat waktu anak banyak terlibat dalam kelas yang bermuara pada
produktifitas yang tinggi dan siswa juga menunjukkan sikap yang
lebih positif dan terhindar dari penyimpangan-penyimpangan karena
keseharian berada di dalam sekolah dan dalam pengawasan guru. Selain
itu anak jelas akan mendapatkan metode pembelajaran yang bervariasi
dan lain daripada sekolah dengan program reguler, orang tua tidak akan
merasa khawatir, karena anak-anak akan berada seharian di sekolah yang
artinya sebagian besar waktu anak adalah untuk belajar, orang tua tidak
akan takut anak akan terkena pengaruh negatif.
Dalam penerapannya, sistem full day school harus memperhatikan
juga jenjang dan jenis pendidikan selain kesiapan fasilitas, kesiapan
seluruh komponen sekolah dan kesiapan program-program pendidikan
agar tujuan dari diadakannya sistem ini dapat tercapai.
Seperti yang kita ketahui bahwa di Indonesia jenjang formal bagi
SD/MI diperuntukkan bagi usia 7-12 tahun, SMP/MTs diperuntukkan bagi
anak usia 13-15 tahun dan SMA/MA diperuntukkan bagi anak usia 15-18

11
tahun. Jika dilihat dari life skill maka setiap jenjang memiliki orientasi yang
berbeda sehingga sudah seharusnya sekolah yang menerapkan
sistem full day school memerhatikan perbedaan tersebut, dimana anak-
anak usia SD tentu porsi bermainnya lebih banyak daripada anak usia
SMA. Jangan sampai sistem ini merusak masa bermain mereka, masa
dimana mereka harus berinteraksi dengan sesama, orang tua dan
berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
Pada dasarnya sistem pembelajaran full day school bukanlah hal
yang baru. Sistem ini telah lama diterapkan dalam tradisi pesantren
melalui sistem asrama atau pondok, meskipun dalam bentuknya yang
sangat sederhana. Bahkan jika ditarik kebelakang, sistem asrama telah
dipraktikkan sejak masa pengaruh Hindu-Budha pra-Islam. Sistem asrama
dalam tradisi pesantren sangat kaya dengan pendidikan utuh dan integral
yang tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan formal lainnya.
Terkait dengan itu Azizy (2000: 43) menilai: Dalam lembaga
pendidikan pada umumnya sering dikecewakan lantaran hanya mampu
mewujudkan segi kognitif, sementara sangat lemah dan terkadang nihil
segi afektif dan psikomotoriknya. Di pesantren ketiga bidang tersebut akan
selalu dapat dipraktikkan dengan modal sistem 24 jam tadi. Justru sangat
mengutamakan pengamalan, oleh karena suatu ilmu tanpa ada
pengamalan dicap sebagai yang tak bermanfaat.
Dengan diilhami oleh kelebihan sistem pondok dalam tradisi
pesantren, sejumlah sekolah mulai melakukan inovasi persekolahan
melalui perintisan full day school yang dalam hal-hal tertentu sangat mirip
dengan pesantren dengan sejumlah modifikasi. Dengan demikian,
konsep full day school merupakan modernisasi, bahkan modifikasi dari
tradisi pesantren, yang dalam batas tertentu pesantren kurang menyadari
substansi pola kependidikan yang diaplikasikannya karena sudah menjadi
sebuah tradisi yang melekat secara inhern dalam proses transformasi
keilmuanya.

12
SIMPULAN

Full day school adalah sekolah sepanjang hari atau proses belajar
mengajar yang dilakukan mulai pukul 06.45-15.00. sehingga sekolah
dapat mengatur jadwal pelajaran dengan leluasa, disesuaikan dengan
bobot mata pelajaran dan ditambah dengan pendalaman materi. Dari
makna dan pelaksanaannya, full day school sebagian waktunya
digunakan untuk program pelajaran yang suasananya informal, tidak kaku,
menyenangkan bagi siswa dan membutuhkan kreatifitas dan inovasi dari
guru.
Sistem pembelajaran full day school bukanlah hal yang baru.
Sistem ini telah lama diterapkan dalam tradisi pesantren melalui sistem
asrama atau pondok, meskipun dalam bentuknya yang sangat
sederhana. Bahkan jika ditarik kebelakang, sistem asrama telah
dipraktikkan sejak masa pengaruh Hindu-Budha pra-Islam.
Dengan sistem ini diharapkan anak didik memiliki produktifitas yang
tinggi sehingga mampu meminimalisir hal-hal negatif yang dimungkinkan
dilakukan oleh anak sebagai dampak dari pergaulannya dengan
lingkungannya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Azizy, A. Qadri. Islam dan Permasalahan Sosial: Mencari Jalan Keluar.


Yogyakarta: LkiS. 2000.
Baharuddin. Pendidikan dan Psikologi Perkembangan. Jogjakarta:Ar-Ruzz
Media. 2009.
Basuki, Salim. Full Day School harus Proporsional Sesuai dangan jenis
waktu dan jenjang sekolah dalam Baharudin. Pendidikan dan
Psikologi perkembangan. Jogjakarta: Ar-Ruuz Media. 2009.
E. Mulyasa. Kepala Sekolah Profesional dalam Konteks Menyukseskan
MBS dan KBK. Bandung: PT. Ramaja Rosdakarya. 2003.
Echols, Jhon M. & Hassan Shadily. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta:
Gramedia. t. th.
Hasan, Nor. Full day School (Model Alternatif Pembelajaran bahasa
Asing). Jurnal pendidikan. Tadris. Vol 1. No 1. 2006.
Muhaimin. Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.
tt.
Nawawi, Hadari. Administrasi Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung. 1985.
Sismanto. Awal Munculnya Sekolah Unggulan. Artikel. 2013.
http://penatintamerah.blogspot.com/2013/01/pendidikan-berbasis-full-day-
school.html, diakses pada tanggal 01 Mei 2013.

14

Anda mungkin juga menyukai