Anda di halaman 1dari 238

Stability of Dosage Forms

Disusun Oleh:
Masukin Kelompoknya ya, kemarin saya salah,
harusnya dari m. Rizki sampe wulanda
makasih
Preformulation and
Formulation Stability Studies
Preformulasi

Preformulasiadalahtahappertama
pengembangansediaanobatyangrasional

Definisi:suatuinvestigasisifatfisikdan
kimiaobatdanobat-eksipien
Tujuan:
Mengumpulkaninformasiygbergunabagi
formulatoruntukmengembangkansediaan
obatyangstabildanbioavailabelsehingga
dapatdiproduksi

Hal yang harus diperhatikan
dalam preformulasi
Kelarutan disolusi
LuasUkuran
,bentukdanluas
permukaanpartikel
Partition coefficient
Ionization constant
(pKa)
lSolid state
properties such as
crystal
forms/polymorphs,
water sorption

Metode untuk Mendeteksi
Degradasi Kimia dan Fisika

Stability indicating methods( SIM ) adalah metode kuantitatif /
analisis berdasarkan
pada sifat struktural dan kimia masing-masing bahan aktif
produk obat
dan membedakan masing-masing bahan aktif dari degradasi
produk sehingga kadar bahan aktif dapat diukur secara akurat
Tujuan utama dari metode SIM adalah untuk memantau hasil
studi stabilitas suatu obat
dalam rangka menjamin keamanan, khasiat dan mutu.
3 tahap untuk pengembangan SIM
Penetuan batas LOQ dan LOD untuk
kemampuan mengukur potensi produk dari
degradasi dan kotoran obat
penentuan degradasi pada suhu tinggi,
kelembaban, hidrolisi dll (understressing)
1.Karakteristik sampel
yang terdegradasi
untuk pengujian
metode selektivitas

Kromatografi cair adalah teknik yang paling tepat untuk
mengembangkan / memvalidasi SIM .
Penggunaan tambahan detektor dioda - array dan
spektrometer massa , memberikan hasil terbaik.
Tujuannya adalah untuk memanipulasi selektivitas dengan
mengubah komposisi fase gerak , panjang gelombang
deteksi dan pH
2. metode
pengembangan (
memanipulasi dan
mengevaluasi
selektivitas / spesifisitas
Accuracy, Precision (repeatability and
intermediate precision), Specificity,
Detection and Quantitation Limits,
Robustness, Linearity and Range.
3: validasi metode

penentuan jumlah degradasi
adalah evaluasi metode Batas
Deteksi (LOD) dan Batas
Kuantifikasi (LOQ. Batas-batas
ini harus terkait erat dengan
Pelaporan, Identifikasi dan
Kualifikasi produk degradasi,
sebagai dinyatakan dalam ICH
Q3B (R2) (EMEA, 2006).
Ambang ini ditentukan baik
sebagai persentase
zat obat atau produk degradasi
total asupan harian (TDI)
Thermal Analysis
Thermal Analysis

Skrining
formulasi
Differential scanning
calorimetry (DSC)
Differential thermal
analysis (DTA)
Differential
thermogravimetry
(DTG)
Ketiga metode tersebut sangat berguna dalam
skrining formulasi, karena perubahan
kalorimetrik dan perubahan berat dapat
disebabkan oleh bahan kimia dan degradasi
fisik dari bahan-bahan farmasetika dapat
segera dideteksi.
Misalnya, DSC digunakan dalam studi
preformulasi zat obat yang memiliki kelarutan
yang rendah dalam air, yaitu -pentil-3-(2-
quinolinylmethoxy) benzenemethanol
(REV5901).
Penerapan DSC studi preformulation dari
REV5901. DSC termogram diperoleh
untuk REV5901 basa bebas (1)
menunjukkan tidak ada perubahan yang
signifikan dengan perubahan kondisi
atmosfer. DSC thermograms direkam
untuk garam hidroklorida anhidrat pada
pan terbuka tanpa membersihkan dengan
N2 (2), dalam pan tertutup dengan
Crimping (3), dan dalam pan tertutup
rapat (4) dan untuk garam hidroklorida
monohidrat pada pan terbuka tanpa
membersihkan dengan N2 (5), pada pan
terbuka dengan membersihkan dengan
N2 (6), dalam pan ditutup dengan
Crimping (7) dan dalam pan tertutup rapat
(8).
A) Dehidrasi, (B) endotermik mencair.
(Direproduksi dari Ref. 617 dengan izin.)
Seperti ditunjukkan dalam Gambar diatas, basa
bebas menunjukkan suatu puncak endotermik
akibat pencairan yang diamati pada posisi yang
sama terlepas dari penyimpanan dan kondisi
pengukuran. Di sisi lain, hidroklorida anhidrat
dan monohydrate bentuk garam menunjukkan
hasil yang berbeda tergantung pada kondisi
pengukuran. Didapati hasil basa bebas memiliki
bentuk fisik yang lebih stabil daripada garam
klorida, basa bebas yang dipilih untuk formulasi
Mikrokalorimetri
Kinetika degradasi dapat dipelajari melalui
isotermal kalorimetri yang dilakukan pada
temperatur konstan
Mikrokalorimeter dapat digunakan untuk
mendeteksi jumlah dari degradasi
temperatur yang tersedia hingga jumlah
terkecil melalui konduktivitas sensitif termal


Grafik tersebut merupakan plot logaritma
dari perubahan suhu selama proses
hidrolisis dari aspirin pada PH 1,1 dan suhu
45C
Pada grafik tersebut aliran panas dari proses
hidrolisis aspirin dalam larutan asam
berkurang sesuai dengan prinsip kinetika
reaksi pertama yang menunjukan bahwa
degradasi dapat diukur menggunakan
mikrokalorimetri
Grafik tersebut merupakan pH-rate profiles
untuk degradasi dari ampisilin yang diukur
menggunakan mikrokalorimetri dan titrasi
iodimetri pada suhu 37C
Pada pengukuran first-order rate
degradasi ampisilin dalam larutan encer
menggunakan mikrokalormetri
menunjukan bahwa pH-rate profiles yang
dihasilkan sama dengan hasil yang
diperoleh menggunakan titrasi iodimetri

Microcalorimeters mampu mengukur jumlah
yang sangat kecil dari aliran panas.

Tingkat konstan pada suhu kamar ditentukan
cepat dengan microcalorimetry, sedangkan
penentuannya dengan HPLC akan
memerlukan pengujian stabilitas jangka
panjang selama beberapa bulan.
Dalam kasus ini, tidak ada perubahan dalam
energi aktivasi, menunjukkan bahwa laju
degradasi pada suhu kamar dapat
diperkirakan dengan ekstrapolasi data
dipercepat.
degradasi solid-state yang diberikan di atas , teknik ini dapat memberikan hasil
yang salah untuk Degra -rekomendasi disertai dengan aliran panas sedikit .
Sebuah batasan tambahan bahwa teknik ini tidak spesifik dan memberikan
sedikit informasi tentang mekanisme molekuler dari degradasi . Selain degradasi
kimia , microcalorimetry telah diterapkan untuk mendeteksi perubahan fisik zat
obat dan eksipien . Sebuah contoh adalah perubahan hidrasi lactose
Diffuse Reflectance
Spectroscopy
Diffuse Reflectance
Spectroscopy (DRS)
Diffuse Reflectance Spectroscopy (DRS)
yaitu spectroscopy yang dapat mendeteksi
interaksi pada keadaan solid antara
berbagai zat obat seperti oxytetracycline
dan berbagai eksipien seperti magnesium
trisilicate.
Sebagai contoh dapat dilihat spektrum
DRS dari campuran oksida isoniazid-
magnesium pada Gambar 157.
Diffuse Reflectance
Spectroscopy (DRS)
Dapat kita lihat pada spektrum diatas terdapat penurunan
reflectance r dengan meningkatnya konsentrasi
isoniazid.
Diffuse Reflectance
Spectroscopy (DRS)

Persamaan
Kubelka-Munk
Fungsi remisi dapat
dihitung dengan
persamaan Kubelka-
Munk . Dapat terlihat
dari grafik 158
bahwa fungsi remisi
dari isoniazid/MgO
berbanding lurus
dengan konsentrasi
isoniazid/MgO
Diffuse Reflectance
Spectroscopy (DRS)
Sehingga dengan demikian degradasi pada
keadaan solid dapat dilihat secara kuantitatif
dengan DRS.
Adapun kesulitan yang terjadi yaitu ketika
dilakukan pada panjang gelombang pendek,
menimbulkan gangguan spektral dari produk
degradasi.
Di sisi lain, adanya warna pada sediaan dapat
mengubah spektrum pada panjang gelombang
yang relatif panjang sehingga memungkinkan
untuk analisis kuantitatif dengan DRS.
Diffuse Reflectance
Spectroscopy (DRS)
Sebagai contoh yaitu adanya warna pada campuran
asam askorbat-laktosa menunjukkan bahwa fungsi
remisi berbanding lurus dengan rasio warna pada
sampel serbuk dan tablet. Mengindikasikan bahwa
analisis kuantitatif dapat dilakukan.
Diffuse Reflectance
Spectroscopy (DRS)
kemiringan linier (slope) bergantung pada
kerapatan sampel, menunjukkan bahwa
pengukuran pada keadaan konstan itu
diperlukan.
DRS sangat berguna untuk mendeteksi
perubahan yang terjadi pada permukaan
yang padat (solid).
Berdasarkan yang telah dijelaskan
sebelumnya bahwa DRS berguna
untuk mendeteksi perubahan yang
terjadi pada permukaan yang padat
dan dengan adanya warna pada
sediaan padat dapat memungkinkan
untuk analisis kuantitatif , terbukti
pada jurnal ini yang menyatakan
dapat mendeteksi adanya kromofor
yang ada pada kulit yaitu melanin dan
hemoglobin secara kuantitatif.
Sehingga dapat mendeteksi jika
terjadi hiperpigmentasi atau
hipopigmentasi. Hal penting lainnya
juga dapat mengetahui apabila terjadi
inflamasi, eritema dan gumpalan
berdasarkan dari jumlah hemoglobin.

Factorial Analysis
Pendahuluan
Dalam studi formulasi, semua faktor yang
mempengaruhi stabilitas produk harus
dipertimbangkan. Karena stabilitas obat-obatan
umumnya dipengaruhi oleh banyak faktor dan
kompleks.
Analisis kuantitatif dari peran masing-masing
faktor akan melibatkan seri yang sangat besar
dan kompleks dalam percobaannya.
Pengaruh masing-masing faktor individu harus
diuji di bawah kondisi di mana semua faktor lain
dipertahankan konstan.
Factorial Analysis on stability of
the pharmaceutical product
Temperature,
Ionic strength,
Buffer concentrations,
Excipients,
Light,
Humidity,
and other factors on complex
formation

Perbandingan Stabilitas Injeksi Kering Meropenem Repacking
Dengan Pengendalian Terhadap Kelembaban, Suhu dan Udara
Antara Produk Inovator dan Paten X Selama Penyimpanan

Untuk penetuan shelf life
yaitu batas waktu dimana
obat masih memenuhi
persyaratan dan masih
layak digunakan maka
digunakan parameter
t90. Pada penelitian ini
diperoleh shelf life injeksi
kering meropenem
repacking dengan
pengendalian untuk
produk inovator selama
13 hari dan untuk paten
X selama 10 hari
Kesimpulan :
Dengan adanya subtituen Klor pada asam O-(4-
Klorobenzoil) salisilat kestabilan lebih baik, dibuktikan
dengan pemberian pH 11 asam O-(4-Klorobenzoil)
lebih lambat terdegradasi jika dibandingkan dengan
aspirin.
Kesimpulan
Metode Miscellaneous
NMR dan inframerah (IR) spektroskopi dapat
digunakan untuk menyelidiki stabilitas kimia
zat obat.
Penentuan tingkat hidrolisis ester seperti
atropin oleh NMR, analisis dekat-IR non
destructive pada tablet aspirin, dan
penentuan tingkat hidrolisis diltiazem oleh
polarimetry.
Metode yang tidak biasa, seperti
pengukuran sifat dielektrik bentuk sediaan
seperti gelatin dan metilselulosa mikrokapsul
(Gambar 160), telah digunakan untuk
mendeteksi perubahan fisik.
Gambar 160 . Perubahan konstanta dielektrik gelatin ( a)
dan metilselulosa mikrokapsul ( b ) selama pemanasan di
45 C. (Direproduksi dari Ref . 650.)
Perubahan ini yang kemudian dikaitkan
dengan perubahan tingkat pelepasan obat
dari bentuk-bentuk sediaan. Pengukuran
chemiluminescence yang lemah juga telah
diterapkan pada studi stabilitas.
Dalam skrining formulasi bentuk sediaan
padat, kompatibilitas kimia terkadang
dievaluasi dengan menggunakan suspensi.
Walaupun informasi ini mungkin sulit untuk
berhubungan dengan stabilitas bentuk
sediaan, mungkin memberikan beberapa
informasi awal pada stabilitas komponen
formulasi.

Perubahan Fungsional pada Bentuk
Sediaan dengan Waktu Penyimpanan.
Perubahan fungsional pada sediaan obat
dipengaruhi oleh :
1) Sifat fisik obat
2) Bahan pengisi
3) Bahan pelapis
4) Interaksi kompleks dalam sediaan obat
Perubahan Fungsional dapat diukur dengan
laju disolusi secara in vitro.

Perubahan Kekuatan
Mekanik
Perubahan kekuatan mekanik terjadi pada
sediaan tablet dan kaplet.
Kekuatan mekanik tablet adalah kekuatan
yang diperlukan untuk memecahkan tablet
atau degradasi fisik tablet.
Kekuatan mekanik tablet farmasi sering
dinilai sebagai in-process kontrol selama
manufaktur dan sebagai sarana untuk
mengetahui sifat dari bahan baku. ( Davies
dan Newton , 1996) .

Contoh Penurunan
Kekuatan Mekanik
Adsorpsi kelembaban oleh tablet dalam kemasan blister meningkat dengan
meningkatnya kelembaban, dan mengakibatkan kekuatan mekanik menurun.
Bentuk cetakan tablet mempengaruhi kekuatan mekanik dari tablet
yang. Cetakan tablet bulat dengan ukuran 3.0 mm, tabletnya memiliki
kekuatan mekaniknya rendah dibanding dengan tablet berbentuk
persegi dan heksagonal
Perubahan Disolusi Obat dari
Tablet dan Kapsul
Disolusi suatu zat aktif obat dari sediaannya (tablet dan
kapsul) adalah karakteristik yang penting.
Karakteristik disolusi telah dikenal adanya perubahan pada
penyimpanan. Contoh laju disolusi tablet carbamazepin
menurun, ketika disimpan pada suhu ruang.
Perubahan laju disolusi obat dapat mengubah bioavailabilitas
obat.
Carbamazepin
Merek dagang: Bamgetol, Cetazep, Lepigo, Lepsitol, Tegretol, Teril
Indikasi: Epilepsi, epilepsi umum primer atau sekunder dari kejang
dengan komponen tonik-klonik, Neuralgia trigeminal, dan Neuralgia
glosofaringeal.
Kontraindikasi: dikontraindikasikan untuk pasien yang hipersensitivitas
terhadap carbamazepine, antidepressant trisiklik, depresi sumsum
tulang belakang, dalam terapi dengan inhibitor MAO selama 14 hari,
kehamilan.
Tablet, tablet kunyah, Tablet lepas kontrol, kapsul salut selaput , dan
sirup.
Grafik penurunan laju disolusi
carbamazepin selama penyimpanan

Pada percobaan disolusi secara in vitro tidak selalu ada perubahan
bioavailabilitas. Hanya untuk kasus tertentu ketika disolusi secara in vitro
memiliki korelasi dengan disolusi secara in vivo.
Contoh obat yang tidak mengalami penurunan BA walaupun laju
disolusinya menurun selama penyimpanan adalah kapsul gelatin lunak
mengandung digoxin dan polietilen glikol 400 dan kapsul etodolac .
Kapsul nitrofurantoin mengalami penurunan laju disolusi secara in vitro
dan penurunan absorpsi selama penyimpanan secara in vivo.
Effect of Formulation on
Changes in Dissolution
Disolusi
Disolusi obat adalah suatu
proses pelarutan senyawa aktif
dari bentuk sediaan padat ke
dalam media pelarut. Pelarut
suatu zat aktif sangat penting
artinya bagi ketersediaan suatu
obat sangat tergantung dari
kemampuan zat tersebut
melarut ke dalam media pelarut
sebelum diserap ke dalam
tubuh. Sediaan obat yang harus
diuji disolusinya adalah bentuk
padat atau semi padat, seperti
kapsul, tablet atau salep
(Gennaro, 1990).

OBAT SOLIDA
(Tablet/ Kapsul /
Kaplet)
Disolusi dapat mempengaruhi
kadar obat didalam plasma.
Kestabilan Karakteristik
Disolusi saat Penyimpanan
K
e
s
t
a
b
i
l
a
n

k
a
r
a
k
t
e
r
i
s
t
i
k

d
i
s
o
l
u
s
i

s
a
a
t

P
e
n
y
i
m
p
a
n
a
n

Komponen formula
Eksipien
(Desintegrator,
Binder,Pengisi, etc)
Kondisi Penyimpanan
Suhu
Humidity
etc
1.Efek Excipent: binder

Kesimpulan:
Laju disolusi tablet nitrofurantoin yang ditambahan carbomer dg jumlah
banyak , berkurang selama masa penyimpanan pada kelebapan
tinggi,ditandai dengan berkurangnya biovaibilitas.

Studi mengenai formulasi tablet nitrofurantoin dengan membedakan persentasi
Carbopol 934 sebagai pengikat(Binder).
Formula A :
50 mg nitrofurantoin dg 0.625 mg Carbopol 934
Formula B:
50 mg nitrofurantoin dg 1.25 mg Carbopol 934

Hasil:
1. Saat selesai dicetak , kedua formulasi bioekivalen dg kapsul nitrofurantoin
50 mg
2. Pada 1tahun penyimpanan:
1. Formula B : terjadi penurunan BA
2. Formula A : tetap Bioekivalen dengan kapsul

tabletz
Nitrofurantoin
Antibiotik saluran kemih
derivat furan. Obat ini
biasa digunakan untuk
infeksi saluran kemih
baik pada wanita hamil
ataupun tidak hamil.
Nama dagang:
Kantibac, Martifur


Jika dosis efektif
antibiotik tidak terpenuhi ,
resistensi bakteri dapat
terjadi, sehingga
pengobatan sulit
dilakukan
Nitrofurantoin
Antibiotik saluran
kemih derivat furan.
Obat ini biasa
digunakan untuk
infeksi saluran kemih
baik pada wanita
hamil ataupun tidak
hamil.
Nama dagang:
Kantibac, Martifur


Kadar dalam darah di area MEC MTC
= Obat efektif
Kadar dalam darah di dibawah MEC =
Obat tidak efektif
dosis efektif
antibiotik
tidak
terpenuhi
dosis tidak
tepat
irrasional
penggunaan
antibiotik
resistensi
bakteri
pengobatan
sulit
dilakukan
Tablet fenobarbital yang mengandung gelatin
sebagai binder , menunjukkan tanda penurunan laju
disolusi pada penyimpanan pada 98%RH.
Contoh lain:
2. Efek Excipient :
Desintegrator
Suatu obat dapat terintegrasi dengan
bantuan desintegrator melalui dua
proses yang berurutan , yaitu water
uptake and swelling force generation.

Pada studi ini , didapatkan hasil:
Asam alginat, desintegrator tablet ,
menunjukkan penurunan swelling
force generation setelah
penyimpanan pada berbagai kondisi
, yang mengindikasikan
kemungkinan penurunan disolusi
tablet
3. Efek Excipient: Pengisi
Perubahan laju disolusi capsul phenytoin sodium setelah penyimpanan ,
berdasarkan pengisi yang digunakan menunjukkan :
1. Laju disolusi meningkat saat adanya penambahan calcium sulfate pada
formulasi .
2. Laju disolusi menurun saat adanya penambahan laktosa saat formulasi
Fenitoin : golongan antiepilepsi.
Indikasi:
Fenitoin diindikasikan untuk mengontrol keadaan kejang tonik-klonik (grand mal) dan serangan
psikomotor
Efek samping terhadap SSP:
manifestasi paling sering yang berhubungan dengan terapi fenitoin dengan SSP biasanya
tergantung dosis. Efek samping ini berupa nistagmus, ataksia, banyak bicara, koordinasi
menurun dan konfusi mental, pusing, susah tidur, gelisah, kejang motorik dan sakit kepala.

Merupakan Obat SSP:
Dosis harus disesuaikan dengan keadaan penderita dan
konsentrasi plasma harus dimonitor.
4. Efek Lingkungan :
Humidity

Studi Penguruh Humidity
terhadap penurunan laju
disolusi , dilakukan terhadap
sediaan calcium p-
aminosalicylic acid (PAS-Ca)
dalam bentuk serbuk , granul
dan tablet.
Perubahan karakteristik kimia ,
waktu hancur , dan %disolusi
diamati setelah pemaparan two
relative humidities (RH 32.9%
and RH 92.9%) at 23.

Hasil menunjukan
Penyimpanan calcium 4-
aminositlicylate tablets pada
humidity tinggi memperlambat
waktu hancur dan menurunkan
laju disolusi.

Accelerated stability study of
sustained-release nifedipine
tablets prepared with Gelucire,
Int. J . Pharm. 80, 151-159 (1992).
C. Remunan, M. J. Bretal, A.
Nunez, and J. L. V. Jato,
Tablet SR nifedipin wax based
menunjukkan perubahan dalam pelepasan
nya setelah penyimpanan, karena adanya
pembentukan nifedipine microcrystals
perubahan struktural pada wax vehicle .
Solid dispersions of griseofulvin
dibuat dengan polyethylene glycol 3000
(PEG 3000) menunjukkan penurunan laju
disolusi griseofulvin setelah penyimpanan.,
yang dikarenakan kristalisasi PEG 3000.
Perubahan waktu pelepasan obat ini
dicegah dwngN penambahan surfaktan
sodium dodecyl sulfate oada formulasi .
The effect of storage on drug
dissolution from solid dispersions
and the influence of cooling rate and
incorporation of surfactant,
Int. J. Pharm. 90, 105-118 (1993).
E. S. Saers, C. Nystrom, and M. Alden,
Physicochemical aspects of drug
release. XVI. a
Solid dispersions of
griseofulvin yang dibuat dengan
polyethylene glycol 3000 (PEG
3000) menunjukkan penurunan laju
disolusi griseofulvin setelah
penyimpanan., yang dikarenakan
kristalisasi PEG 3000. Perubahan
waktu pelepasan obat ini dicegah
dengan penambahan surfaktan
sodium dodecyl sulfate oada
formulasi .

Contoh lain:
J. Herman, N. Visavarungroj, and J. P. Remon,
Instability of drug release from anhydrous
theophylline.microcrystalline
cellulose formulations, Int. J. Pharm. 55, 143-
146 (1989).
M. Landin, R. Martinez-Pacheco, J. L. Gomez-
Amoza, C. Souto, A. Concheiro, and R. C. Rowe,

M. Landin, R. Martinez-Pacheco, J. L. Gomez-
Amoza, C. Souto, A. Concheiro, and R. C.
Rowe,
Influence of microcrystalline cellulose
source and batch variation on the tabletting
behaviour and stability of prednisone
formulations, Int. J. Pharm. 91, 143-149
(1993).
Adanya penurunan laju disolusi selama penyimpanan
pada high humidity pada pellet teofilin dan tablet
prednison yang mengandung microcrystalline cellulose
Contoh lain:
pelepasan obat dari dosis obat
yang dilapisi

Stabilitas karakteristik pelepasan obat dari tablet dilapisi film dan
pelet dipengaruhi oleh stabilitas film. Ini seharusnya menjadi
masalah terutama ketika suatu lapisan memberikan kontribusi
signifikan terhadap tingkat laju dalam proses pelepasannya.
Stabilitas lapisan film yang dibuat dari dispersi polimer berair
dipengaruhi oleh proses pengobatan . Pelepasan obat dari tablet
enterik berlapis dan berlapis gula lebih rentan terhadap efek
kelembaban daripada yang dari tablet salut film. Sebagai contoh,
penyimpanan tablet salut gula mengubah waktu hancur,
menyebabkan penambahan atau penurunan laju pelepasan,
lapisan tablet enterik aspirin menunjukan penurunan laju disolusi
selama penyimpanan pada 33 C dan 60% RH, seperti
ditunjukkan pada Gambar. Penurunan serupa dalam laju disolusi
dilaporkan untuk tablet gula berlapis klorpromazin .
Meskipun pelepasan obat dari tablet salut film
umumnya lebih stabil daripada yang dari tablet enterik
berlapis dan berlapis gula, tingkat pelepasan dapat
berubah tergantung pada kondisi penyimpanan.
Misalnya, klorpromazin tablet salut film menunjukan
perubahan dalam pelepasan obat pada kondisi suhu
antara 30 C dan ruang temperatur. Penyimpanan
butiran tablet aspirin mikroenkapsulasi disediakan
dengan polimer berbasis polyacrylate.polymethacrylate
mengakibatkan pelepasan obat menurun dengan
waktu penyimpanan, efek silang berasal dari polimer
yang menyebabkan waktu hancur berkepanjangan.
gambar 166. Perubahan laju disolusi kalsium asam 4-Aminosalisilat setelah
penyimpanan. Kurva mewakili tingkat pelarutan sebelum disimpan setelah
penyimpanan selama 8 (), 16 dan 24 hari pada 23 C dan 32,9% RH, dan
setelah penyimpanan selama 8, 16 dan 24 hari pada 23 C dan 92,9% RH.
(Direproduksi dari Ref. dengan izin.)
Perubahan pada Cangkang Kapsul
terhadap waktu dan kondisi
penyimpanan
Cara penyimpanan kapsul
Cangkang kapsul keras, masih mengandung
air dengan kadar 10-15% (FI ed.IV ) dan 12-
16% dari literatur lain
Bila disimpan ditempat yang lembab,
cangkang kapsul akan menjadi lunak dan
lengket satu sama lain
Sebaliknya bila ditempat yang terlalu kering,
kapsul kehilangan kandungan airnya
sehingga rapuh dan mudah pecah

Kapsul sebaiknya disimpan didalam tempat
atau ruangan yang:
1. tidak terlalu lembab/dingin/kering
2. terbuat dari botol gelas/plastik, tertutup
rapat dan diberi bahan pengering (silika gel)
3. terbuat dalam alumunium foil dalam blister
atau strip


Hal yang harus diperhatikan
Kelembaban dan Lama
waktu penyimpanan
Reaksi cangkang dengan
isi
Interaksi pewarna
cangkang dengan cahaya
Penyimpanan dua kapsul kloramfenikol pada kelembaban
tinggi memperlama waktu hancur dan penurunan laju pelepasan
obat, seperti ditunjukkan pada gambar diatas.
Kapsul memenuhi syarat FI bila waktu hancurnya tidak
lebih dari 15 menit
Lama waktu penyimpanan
Sebuah hasil penelitian menunjukkan bahwa pelepasan
fero sulfat semakin kecil setelah penyimpanan 3 bulan.
Penurunan pelepasan tersebut disebabkan
teroksidasinya fero sulfat menjadi feri sulfat. Perubahan
fero sulfat menjadi feri sulfat ditunjukkan dengan
perubahan warna fero sulfat dari biru kehijauan menjadi
kuning kecoklatan pada suhu kamar (28C, RH 70%) dan
menjadi coklat kehitaman pada suhu 40C, RH 75%
dan pelepasan fero sulfat pada suhu 40C, RH 75% lebih
lambat dibandingkan pelepasan fero sulfat pada suhu
kamar (28C, RH 70%).
Dari contoh penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
penyimpanan selama 3 bulan berpengaruh terhadap
pelepasan fero sulfat dari cangkang kapsul alginat.


Pelepasan obat dari kapsul dapat
berubah karena reaksi dari cangkang
kapsul dengan isi
1. Serbuk yg mudah mencair seperti KI dan NaI, akan
merusak diniding kapsul. Karena bahan obat bersifat
higroskopis (menyerap air) dapat diatasi dengan penambahan
bahan yg inert seperti amilum/laktosa
2. Campuran bahan-bahan obat yg bertitik lebur rendah
seperti campuran kamfora dan salol. Diatasi dengan
memasukan masing-masing bahan dalam kapsul kecil,
kemudian kedua bahan tersebut dimasukkan kedalam kapsul
besar.
3. Minyak lemak dapat dimasukan langsung . Namun minyak
yang mudah menguap seperti kreosot dan alkohol akan
merusak dinding kapsul. Sehingga harus diencerkan terlebih
dahulu dengan minyak lemak hingga kadarnya 40% sebelum
dimasukkan ke dalam kapsul.

Interaksi pewarna dalam cangkang, terutama di
bawah cahaya, bisa mengubah laju pelepasan
obat dari capsules
Tujuan dari penambahan bahan pewarna pada cangkang kapsul
adalah untuk memperbaiki penampilan dari kapsul tersebut. Misal
Ponceau 4R atau yang lebih dikenal dengan nama Stawberry red
adalah pewarna makanan yang banyak dijumpai di pasaran.
Untuk melihat pengaruh penambahan pewarna Ponceau 4R pada
stabilitas fisik cangkang kapsul alginat, maka dilakukan pengujian
sifat-sifat fisik kapsul mula-mula tanpa penyimpanan dengan
pengujian kadar uap air, kerapuhan, waktu hancur, permeabilitas
uap air dan uji kerapuhan cangkang kapsul dengan berbagai kadar
uap air dan juga dilakukan pengujian stabilitas fisik pada
penyimpanan selama 3 bulan meliputi pengamatan warna, uji kadar
uap air, uji kerapuhan, dan uji waktu hancur pada suhu 25 C, RH
605% dan 40C, RH 755%.


Dari sebuah contoh penelitian menunjukan bahwa penambahan
pewarna ponceau 4R mempengaruhi sifat-sifat fisik dari
cangkang kapsul alginat.
Pada pengujian permeasi uap air didapat bahwa laju permeasi
kapsul alginat-ponceau 4R lebih tinggi dibanding kapsul alginat.
Pada pengujian stabilitas fisik pada penyimpanan suhu kamar
(selama 3 bulan) didapat bahwa tidak terjadi perubahan warna
karena ponceau 4R stabil pada suhu kamar, sedangkan pada
stabilitas penyimpanan suhu 40 C (selama 3 bulan) terjadi
perubahan warna merah menjadi merah kecoklatan, ini
disebabkan warna merah dari ponceau 4R hanya stabil pada
suhu kamar dan tidak stabil pada suhu tinggi.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa penambahan
ponceau 4R mempengaruhi sifat-sifat fisik cangkang kapsul
algina

Prediction of changes in
dissolution
Prediction of changes in dissolution

Berubungan dengan seberapa besar pengaruh
penyimpanan obat terhadap laju disolusi suatu
sediaan.
Penyimpanan obat terkait dengan umur simpan obat,
yang berisi informasi tentang ketahanan suatu
produk selama penyimpanan (daya awet).
Umur simpan sangat penting karena terkait dengan
keamanan suatu produk untuk memberikan jaminan
mutu pada saat produk sampai ke tangan konsumen.
Perubahan dalam laju pelepasan suatu obat
selama penyimpanan sangat sulit diprediksi
dengan menggunakan persamaan kinetik,
disebabkan karena mekanisme yang beragam.
Tetapi tidak semua sulit dilakukan, terdapat
beberapa penelitian yang telah dilakukan
secara empiris yang menggambarkan
perubahan tersebut.
Contoh

Kesimpulan..
Prediction of changes in dissolution dapat
digunakan untuk merencanakan perbaikan
dalam hal formulasi dalam mempertahankan
kualitas atau mutu dari produk obat dan
memperbaiki strategi penyimpanan sehingga
diperoleh produk obat yang berkualitas baik.

PERUBAHAN WAKTU LELEH
PADA SUPPOSITORIA
Supositoria dirancang untuk mencair setelah
pemberian rektal, dan proses ini sangat penting
untuk pelepasan bahan aktif
Secara rektal supositoria digunakan untuk
distribusi sistemik, karena dapat diserap oleh
mukosa dalam rektum. Aksi kerja awal dapat
diperoleh secara cepat, karena obat diabsorpsi
melalui mukosa rektal langsung masuk
kedalam sirkulasi darah, serta terhindar dari
pengrusakan obat dari enzim didalam saluran
gastro-intestinal dan perubahan obat secara
biokimia didalam hepar.
Supositoria, yang dipakai secara rektal mengandung
zat aktif yang tersebarkan (terdispersi) di dalam
lemak yang berupa padatan pada suhu kamar tetapi
meleleh pada suhu sekitar 35C, sedikit di bawah
suhu badan. Jadi setelah disisipkan ke dalam rektum
sediaan padat ini akan meleleh dan melepaskan zat
aktifnya yang selanjutnya terserap dalam aliran
darah.
Pengerasan supositoria dari hasil penyimpanan
menyebabkan waktu yang diperlukan supositoria
untuk mencair berlangsung lama, hal ini dapat
menyebabkan efektivitas suatu produk supositoria
menurun

UJI KISARAN LELEH
Untuk mengetahui waktu leleh supositoria
terhadap pengaruh penyimpanan maka
dilakukan uji kisaran leleh terlebih dahulu
Uji kisaran leleh disebut juga uji kisaran
meleleh makro, dan uji ini merupakan suatu
ukuran waktu yang diperlukan supositoria
untuk meleleh sempurna bila dicelupkan
dalam penangas air dengan temperatur yang
tetap (37C).
Sebaliknya uji kisaran meleleh mikro adalah
kisaran leleh yang diukur dalam pipa kapiler
hanya untuk basis lemak. Alat yang biasa
digunakan untuk mengukur kisaran leleh
sempurna dari supositoria adalah suatu Alat
disentigrasi Tablet USP. Supositoria
dicelupkan seluruhnyadalam penangas air
yang konstan dan waktu yang diperlukan
supositoria untuk meleleh sempurna atau
menyebar dalam air sekitarnya diukur.
Pola pelepasan obat secara in vitro diukur
dengan menggunakan alat kisaran leleh yang
sama. Jika volume air yang mengelilingi
supositoria diketahui, maka dengan mengukur
alikuot air untuk massa obat yang dikandung
pada berbagai interval dalam periode
meleleh, suatu kurva waktu terhadap
kandungan obat (pola pengelepasan obat in
vitro) dapat digambar


Gambar.1. Perubahan waktu leleh pada suppositria
terhadap pengaruh waktu penyimpanan pada suhu 20C
Pada produk 1 menghasilkan perpanjangan waktu pencairan pada menit ke-20 dan terus meningkat
pada menit selanjutnya. Pada produk 2 waktu leleh ke-10 menit mengalami perpanjangan waktu
pencairan yang tidak terlalu melonjak dan cenderung tidak stabil.

Efek pengerasan meningkat dengan
meningkatnya suhu penyimpanan hingga
25C namun menurun pada suhu yang lebih
tinggi karena terjadi pencairan dari basis
supositoria (gambar 2)
Dengan demikian, dalam kasus ini,
pengujian pada suhu tinggi yang dipercepat
tidak akan berguna.
Gambar.2. Pengaruh
suhu penyimpanan
terhadap waktu leleh
supositoria setelah
penyimpanan 6 bulan.
Pada suhu penyimpanan 4C,
10C, 20C terjadi
peningkatan perubahan waktu
leleh tetapi pada suhu
penyimpanan lebih dari 20C
perubahan waktu leleh
menurun.
Banyak basis supositoria yang terdiri dari berbagai acylglycerols. Yang perlu diperhatikan untuk
basis suppositoria adalah asal dan komposisi kimia, Jarak lebur/leleh, titik pemadatan, bilangan
penyabunan (saponifikasi), bilangan iodida, bilangan air (jumlah air yang dapat diserap dalam
100g lemak), Bilangan asam (Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy, 568-569)
Pengerasan supositoria dianggap hasil dari berbagai fasa transisi, kristalisasi, dan reaksi
transesterifikasi lipid tersebut.
DSC thermograms dari semisintetik, hard base triglyceride ditunjukkan pada Gambar. 3
menunjukkan bahwa fase transisi polymorphc terjadi selama penyimpanan.
Perubahan sifat leleh selama penyimpanan juga dilaporkan untuk effervescent supositoria bahkan
bila disimpan pada 25 C, Sehingga menunjukkan bahwa produk
Gambar.3. Kurva DSC
menunjukkan transisi
fase polimorfik dari
trigliserida pada
penyimpanan.
(a) Sebelum disimpan penurunan endhoterm terjadi pada suhu 32,4C (b)
setelah 6 bulan penyimpanan pada suhu 25 C terjadi penurunan
endhoterm ketika suhu 32,8C dan terjadi penurunan endhoterm yang
sangat tajam ketika suhu mencapai 37,9C. maka dapat disimpulkan
bahhwa transisi polimorfik dipengaruhi oleh suhu dan waktu penyimpanan
semakin lama waktu penyimpananan dan makin tingginya suhu maka
penurunan endhoterm akan semakin turun






Gambar.4. Perubahan titik
yang berjatuhan pada
supositoria setelah
penyimpanan pada 15 C.

Perubahan titik yang berjatuhan (suhu yang diperlukan untuk supositoria mencair dan jatuh dari
grease cup office) pada supositoria setelah penyimpanan pada 15C. pada suhu 35C peningkatan
waktu leleh tidak terlalu melonjak sehinga waktu penyimpanan supositoria lebih lama. Tetapi pada
suhu 38C waktu leleh supositoria meningkat dan waktu penyimpanan singkat

J urnal Formulation and Evaluation of Tramadol
hydrochloride Rectal Suppositories
(Saleem.et al, 2008)


conclusion
USP tablet desintegration yang digunakan untuk mengukur jarak lebur
PEG dan cocoa butter suppositories. Waktu yang dibutuhkan untuk
seluruh supositoria mencair diukur ketika direndam dalam water bath
dipertahankan pada suhu konstan 37 0,5.
Kemudahan penyisipan supositoria dievaluasi pada kelinci. Hasilnya
direpresentasikan sebagai buruk (--), lumayan baik (+), baik (+ +) untuk
kemudahan penyisipan.
Uji melting range tidak dilakukan terhadap suppusitoria berbasis agar
karena tidak mengandung bahan lemak atau lilin
Dalam supositoria PEG, waktu kisaran macromelting meningkat (dari
15 sampai 32 ), karena jumlahPEG 4000 dan 6000 meningkat.
Pada cocoa butter suppositories, waktu kisaran leleh ditingkatkan (dari
9 sampai 15 ) dengan meningkatkan jumlah bees wax. Supositoria
harus memiliki kekakuan yang tepat untuk memfasilitasi penyisipan
dalam rektum
conclusion
Semua PEG dan cocoa butter suppositories memiliki
kekakuan yang baik dan mudah dimasukkan ke
dalam rektum kelinci. Dalam supositoria agar,
penambahan 10% propilen glikol meningkatkan
kemudahan penyisipan.
In vitro waktu pencairan adalah waktu yang
diperlukan untuk supositoria untuk mencairkan di
bawah tekanan yang sama dengan di rektum.
Pengujian dilakukan untuk PEG dan cocoa butter
supositoria. Dalam supositoria PEG waktu pencairan
dan suhu meningkat karena jumlah PEG 4000 dan
PEG 6000 meningkat. Dalam cocoa butter
suppositories, waktu pencairan dan suhu meningkat
karena jumlah bees wax meningkat.
Changes in Drug Release Rate
from Polymeric Matrix Dosage
Forms, Including Microspheres
Polimer
Polimer atau kadang-kadang disebut sebagai
makromolekul, adalah molekul besar yang dibangun oleh
pengulangan kesatuan kimia yang kecil dan sederhana.
Fungsi utama polimer adalah untuk mengangkut obat-
obatan ke lokasi aksi. Obat dilindungi dari berinteraksi
dengan molekul lain yang bisa menyebabkan perubahan
dalam struktur kimia dari bahan aktif menyebabkan ia
kehilangan efek terapinya. Selain itu, polimer menghindari
interaksi obat dengan makromolekul seperti protein, yang
dapat menyerap bahan aktif mencegah kedatangannya di
tempat aksi.
Mikrosfer
Mikrosfer merupakan partikel berbentuk bola berukuran
mikron, terbuat dari bahankeramik, kaca, atau polimer
sebagai pengungkung gas, larutan, ataupun padatan
dalambentuk senyawa oganik maupun anorganik.
Keunikan atau kelebihan yang dimiliki mikrosfer antara lain
karena ukurannya sangat kecil (lebih kecil dariukuran sel
darah) sehingga dapat diberikan langsung secara oral atau
melalui jaringan darahlangsung menuju pusat sakit.
Keunggulan lain mikrosfer adalah sifat pelepasan obatnya
dalam tubuh terjadi secarabertahap sehingga cocok untuk
membawa obat-obat yang dibutuhkan dalam tubuh
dalam jumlah yang tetap dan terus-menerus seperti
hormon.
Matriks polimer bentuk dosis ditujukan untuk
pelepasan terkontrol namun dapat mengalami
perubahan laju pelepasan obat pada saat
penyimpanan.
Contoh, poli (d, asam l-laktat) mikrosfer yang
menyebabkan penyusutan dan penurunan tingkat
pelepasan fenobarbital setelah disimpan 6 bulan pada
suhu 37 C.
Berbagai sifat fisik dari matriks seperti temperatur
transisi kaca (Tg) dan bentuk kristal pada polimer
dapat mempengaruhi pelepasan obat dari sediaan
bentuk matriks polimer. Perubahan sifat ini tejadi
selama penyimpanan sehingga dapat menyebabkan
perubahan dalam tingkat pelepasan obat.

Perubahan Laju Pelepasan Obat
Temperatur Transisi Gelas
(Tg)
Transisi gelas adalah suatu kisaran temperatur
yang bersifat sempit, dimana di bawah temperatur
tersebut polimer bersifat glassy, dan di atas
temperatur tersebut polimer bersifat rubbery.
Temperatur transisi gelas merupakan salah satu
sifat polimer. Apakah polimer bersifat glassy atau
rubbery sangat tergantung pada temperatur
apakah di atas atau di bawah temperatur transisi
gelas. Dengan kata lain, masing-masing polimer
akan mempunyai temperatur transisi gelas yang
karakteristik.
Peningkatan Tg pada poli ( d , l - laktida - co
- glycolide ) mikrosfer diamati selama
penyimpanan pada 40 C.
Nilai Tg pada mikrosfer biodegradable juga
dapat menurun sebagai hasil dekomposisi
polimer selama penyimpanan . Menurunnya
nilai Tg poli ( l - laktida ) mikrosfer karena
berat molekul dari polimer juga menurun
sehingga menyebabkan peningkatan laju
pelepasan obat dari microsfer.

Perubahan dalam keadaan kristal matriks
polimer selama penyimpanan dapat
mengakibatkan perubahan dalam pelepasan
obat dari mikrosfer . Amorf poli ( l - laktida )
mikrosfer yang mengandung progesteron
dipamerkan laju pelepasan meningkat
setelah penyimpanan karena kristalisasi
polimer
Penyimpanan pada suhu di atas Tg akan meningkat kristalisasi,
ditunjukkan oleh puncak eksoterm berkurang dalam termogram
DSC selama penyimpanan, dibandingkan dengan sampel segar
(sebelum penyimpanan).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa
distribusi obat dalam mikrosfer berubah
dengan kristalisasi, mengakibatkan
peningkatan laju pelepasan obat.
Peningkatan kristalisasi mungkin terjadi
bahkan pada suhu di bawah Tg yaitu saat
kelembaban meningkat, sehingga
menurunkan Tg polimer melalui hidrolisis.

Alginat merupakan polimer -D mannuronic dan -L
guluronic yang diperoleh dari alga coklat (Phaeophyceae)
(Mainarti, 2011)



(Sitorus, 2013)

(Yuliani, 2012)
Kebocoran obat dari Liposom
Liposom
Liposom adalah gelembung kecil
(vesikel), terbuat dari bahan yang
sama sebagai membran sel.
Liposom berguna sebagai
pengangkut nutrisi dan obat-
obatan farmasi.
Liposom dapat diisi dengan
obat-obatan, dan digunakan
untuk memberikan obat untuk
kanker dan penyakit lainnya.
Membran biasanya terbuat dari
fosfolipid, yang merupakan
molekul yang memiliki kelompok
kepala dan kelompok ekor.
Terbentuk secara spontan ketika
fosfolipid dihidrasi dengan
sejumlah air.
Liposom
Liposom mulai
dikembangkan oleh
Bangham pada tahun
1965 sebagai sistem
penghantaran obat,
sejak itu mulai
banyak penelitian
tentang liposom yang
digunakan untuk
drug targeted, karena
sistem ini mudah
dimodifikasi .
Sistem penghantaran
obat kanker dengan
sistem liposom
bertarget merupakan
obyek utama dalam
penelitian liposom
karena melalui
sistem sistemik tidak
hanya bekerja di sel
kanker tapi bekerja di
sel lainnya.
Teknologi berbasis Liposom
dan Contoh Obatnya
Ambisone, Myocet, Daunoxome, dan
Daunorubicin.
Liposom
Konvensional
PEGylated liposomal doxorubicin
(DOXIL/Caelyx).
Stealth
Liposom
antibodi, peptida, glikoprotein,
oligopeptida, polisakarida, asam folat,
growth factor, karbohidrat dan reseptor.
Targeted
Liposom
Kebocoran obat dari Liposom
Selama penyimpanan , liposom mungkin
mengalami ketidakstabilan fisik, yang
menyebabkan kebocoran obat di dalam
intraliposomal .
Selain itu, degradasi kimia komponen
membran lipid yang dihasilkan dari reaksi
oksidasi dan hidrolisis juga mengubah laju
pelepasan obat dari liposom .
Sebagai contoh, hidrolisis fosfolipid
meningkatkan permeabilitas membran
liposom , mengakibatkan peningkatan
kebocoran .
Kebocoran obat dari liposom pada saat penyimpanan
tergantung pada struktur liposomal dan komponen
membran , seperti ditunjukkan pada Gambar berikut :
= LW (PC / PS / CH 07:04:05)
= LUV (MC / PS / CH 07:04:05)
= MLV (PC / PS / CH 07:04:05).
LW = vesikel besar uni lamelar
PC = 1,2 dipalmitoil-sn-glisero-3-
fosfokolin monohydrate
PS = dipalmitoil-DL--fosfatidil-
Lserine,
CH =kolesterol
MC = 1,2-dimyristoyl-sn-glisero-3 -
fosfokolin monohydrate
MLV =vesikel multi lamellar
Gambar 181. Pengaruh komponen membran pada kebocoran 5-
fluorouracil dari liposom selama penyimpanan pada suhu 4 C.
Fluorouracil (5-FU atau
f5U)
Dijual dengan merek Adrucil, Carac,
Efudix, Efudex and Fluoroplex)
merupakan obat dari analog pyrimidine yang
digunakan untuk perawatan kanker
Masuk dalam kelompok obat-obatan yang
disebut antimetabolit asam folat
Multilameral dan
Unilameral
Optimalisasi komponen membran dan eksipien
untuk mengurangi kebocoran obat selama
penyimpanan telah dilakukan .
Liposom yang terbuat dari lesitin kuning telur memperlihatkan
kebocoran obat setelah penyimpanan
namun , efek ini berkurang pada penyimpanan dengan suhu
rendah dalam suasana bebas oksigen atau dengan menambahkan
antioksidan seperti - tokoferol dalam formulasi.
Kebocoran Obat dalam kolagen yang mengandung larutan
berkurang , menunjukkan bahwa kolagen menghasilkan penurunan
permeabilitas liposom melalui efek antioksidan (Gambar 182 ).
Gambar 182.
kebocoran 5 (6)-
carboxyfluorescein
dari liposom selama
inkubasi pada 20
C selama 70 jam
dalam kolagen yang
mengandung solusi
sebagai fungsi
konsentrasi kolagen.
Konsentrasi lipid:
0,0.04%; 0,4%.
Carboxyfluorescein
dua pewarna fluorescent dengan eksitasi dan
emisi pada panjang gelombang 492/517 nm,
masing-masing.
umumnya digunakan sebagai agen pelacak.
Pewarna adalah membran-impermeant dan
dapat dimuat ke dalam sel dengan injeksi
dapat dimasukkan ke dalam liposom, dan
memungkinkan untuk pelacakan liposom ketika
mereka melalui tubuh.
Selain itu, carboxyfluorescein telah digunakan
untuk melacak bagian sel
Agregasi liposom saat penyimpanan juga
tergantung pada komponen membran .
Liposom yang termasuk taurin sebagai zat
isotonik terlarut merupakan yang paling
stabil dalam kandungan optimal
benzalkonium chloride.
Kekuatan energi Repulsive antara partikel
dijelaskan oleh Deryaguin Verwey Overbeek
Theory untuk menjelaskan stabilisasi .

Aggregation in Emulsions
Emulsi
Emulsi merupakan jenis koloid dengan fase
terdispersinya berupa fase cair dengan medium
pendispersinya bisa berupa zat padat, cair, ataupun gas.
Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat
yang tidak dapat bercampur, biasanya terdiri dari minyak
dan air, dimana cairan yang satu terdispersi menjadi butir-
butir kecil dalam cairan yang lain. Dispersi ini tidak stabil,
butir butir ini bergabung ( koalesen ) dan membentuk dua
lapisan yaitu air dan minyak yang terpisah yang dibantu
oleh zat pengemulsi ( emulgator ) yang merupakan
komponen yang paling penting untuk memperoleh emulsi
yang stabil (Anief, 2000).
Kebanyakan emulsi yang berlaku dalam farmasi
mempunyai partikel terdispersi dengan diameter dalam
range 0,1-100 mm.

Tipe Emulsi
1. Emulsi Tipe O/W
Emulsi yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar ke dalam air
dimana air sebagai fase eksternal dan minyak sebagai fase
internal.
2. Emulsi Tipe W/O
Emulsi yang terdiri dari butiran air yang tersebar ke dalam minyak
dimana minyak sebagai fase eksternal dan air sebagai fase
internal.
beberpa faktor yang
mempengaruhi kestabilan emulsi
1. Tegangan antarmuka rendah
2. Kekuatan mekanik dan elastisitas lapisan
antarmuka
3. Tolakkan listrik double layer
4. Relativitas fase pendispersi kecil
5. Viskositas

Bentuk ketidakstabilan
emulsi
Flokulasi: dikarenakan emulgator
kurang, lapisan pelindung tidak
menutupi semua bagian globul
sehingga 2 globul bersatu membentuk
aggregat.
Koalescens: dikarenakan hilangnya
lapisan film dan globul semakin besar
dan bersatu.
Creaming: dikarenakan adanya
pengaruh gravitasi sehingga terjadi
pemekatan di permukaan dan di
dasar. (reversibel)
Inversi fasa: dikarenakan adanya
perubahan viskositas atau dapat
dipengaruhi oleh suhu
Breaking/demulsifikasi: pecah akibat
hilangnya lapisan film karena
pengaruh suhu. (irreversibel)
Agregasi
Agregasi biasanya diikuti dengan
pemisahan emulsi yang relatif cepat menjadi
fase yang kaya akan butiran dan yang miskin
akan tetesan. Secara normal kerapatan
minyak lebih rendah daripada kerapatan air,
sehingga jika tetesan minyak dan agregat
tetesan meningkat, terbentuk krim. Makin
besar agregasi, makin besar ukuran tetesan
dan makin besar pula kecepatan
pembentukan krim
Emulgator
Emulgator adalah bahan aktif permukaan
yang menurunkan tegangan antar muka
antara minyak dan air dan mengelilingi tetesan
terdispersi dengan membentuk lapisan yang
kuat untuk mencegah koalesensi dan
pemisahan fase terdispersi.
Sifat-sifat Emulgator Yang
diinginkan
Beberapa sifat yang dipertimbangkan dari bahan
pengemulsi :
a. Harus efektif pada permukaan dan mengurangi
tegangan antar muka sampai di bawah 10
dyne
/
cm
.
b. Harus diabsorbsi cepat di sekitar tetesan terdispersi
sebagai lapisan kental mengadheren yang dapat
mencegah koalesensi
c. Memberikan tetesan-tetesan yang potensialnya
listriknya cukup sehingga terjadi saling tolak-menolak
d. Harus meningkatkan viskositas emulsi
e. Harus efektif pada konsentrasi rendah
f. Tidak ada bahan pengemulsi yang memenuhi syarat
sifat-sifat ini pada tingkat yang sama, nyatanya tidak
semua emulgator yang baik perlu memiliki sifat di atas.

Macam-macam Emulgator
1. Bahan pengemulsi sintetik
a. Anionik pada sub bagian ini ialah sulfaktan bermuatan (-)
Contoh : Na, K dan garam-garam ammonium dari asam oleat
dan laurat yang larut dalam air dan baik sebagai bahan
pengemulsi tipe o/w. Bahan pengemulsi ini rasanya tidak
menyenangkan dan mengiritasi saluran pencernaan
b. Kationik. Aktivitas permukaan pada kelompok ini bermuatan (+).
Komponen ini bertindak sebagai bakterisid dan juga
menghasilkan emulsi antiinfeksi sepertimpada lotion kulit dan
krem
c. Non ionic. Merupakan surfaktan tidak berpisah ditempat tersebar
luas digunakan sebagai bahan pengemulsi ketika kerja
keseimbangan molekul antara hidrofik dan lipofilik
2. Emulgator alam
Banyak emulgator alam (tumbuhan, hewan). Bahan alam yang
diperkirakan hanyalah gelatin, kritin dan kolesterol.
Perubahan ukuran tetesan emulsi
berdasarkan waktu pada suhu 4C

Serangkaian total pencampuran nutrisi parenteral
menunjukkan bahwa terjadi perubahan ukuran tetesan selama
penyimpanan, yang terdeteksi oleh Coulter counter dan
pengukuran diffractometry Laser. Peningkatan suhu
penyimpanan 25-40 C menyebabkan penurunan stabilitas
emulsi clofibride untuk pemberian oral , sedangkan penyimpanan
pada 4 C menyebabkan fase pemisahan cepat karena terjadi
penurunan kelarutan.
Dalam studi ini, stabilitas fisik emulsi dalam kondisi stres
dievaluasi dengan cara ultrasentrifugasi (25.500 x g lebih dari 1
jam), pengulangan siklus freeze-thaw (16 jam pembekuan pada
-18 C dan 8 jam pencairan pada suhu 25 C), dan getaran kuat
(150 stroke / menit pada 25 C selama 48 jam).


Aliran zat cair (rheology) pada
formulasi lotion dengan adanya
waktu
Ket:
a. yield value
b. dynamic yield
value
c. Plastic viscosity
d. d. thixotropic area
Photomicrographs dilakukan dengan
elektron scanning suhu rendah khusus
microscope726 untuk menilai inversi fasa dari
formulasi krim selama penyimpanan jangka
panjang.
Penuaan rheologic formulasi lotion diwakili
sebagai fungsi waktu menggunakan persamaan
berikut :
P = atb
P = parameter rheologic,
a dan b = konstanta.

Aggregation in oil-in-water emulsions.
Effects of dioctyl sodium sulfosuccinate
concentration

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh W. I. Higuchi, Ryuzo
Okada, A. P. Lemberger (2006), menyatakan bahwa pada konsentrasi
dioctyl sodium sulfosuccinate (AOT) rendah ( 0.1%) dapat
menyebabkan emulsi yang teragregasi menjadi terdeagregasi.

Adsorpsi Uap Air
Hubungan antara kelembaban dan
kandungan uap air dikenal sebagai adsorpsi
uap air
Masing-masing produk mempunyai
kandungan uap air yang berbeda karena
perbedaan interaksi antara air dengan
komponen padat.
Adsorpsi Uap air dengan bentuk sediaan
padat tidak hanya dapat mengakibatkan
peningkatan degradasi obat kimia tetapi juga
perubahan stabilitas fungsional bentuk
sediaan.

Klasifikasi Adsorpsi Uap
Air

Perubahan Warna
Meskipun perubahan warna bentuk sediaan
mungkin hasil dari degradasi kimia, mekanisme
biasanya tidak jelas. Dengan demikian,
perubahan warna umumnya dianggap fisik
degradasi (degradasi penampilan).
Temperatur dan kadar uap air yang relatif tinggi
selama proses pengolahan dan penyimpanan
yang berkepanjangan merupakan salah satu
faktor utama yang menyebabkan terjadinya
reaksi perubahan warna
contoh
Ogura dkk (1998) mengisi cangkang kapsul
gelatin dan HPMC dengan asam askorbat dan
membungkusnya dalam botol polietilen tanpa
desikan dan menyimpannya pada suhu 40
C/RH 75% selama 2 bulan. Cangkang kapsul
gelatin menjadi berwarna coklat, sedangkan
cangkang kapsul HPMC tidak mengalami
perubahan warna. Hal ini menandakan bahwa
perubahan warna yang terjadi merupakan
reaksi antara asam askorbat dan cangkang
kapsul gelatin (dikenal dengan reaksi Maillard)
Reaksi Maillard merupakan suatu reaksi
kimia pengcoklatan non-enzimatik antara
gula pereduksi dengan protein atau asam
amino. Tergantung pada jenis bahan dan
jalannya reaksi, perubahan warna yang
terjadi bisa dari kuning lemah sampai coklat
gelap. Banyak faktor yang mempengaruhi
reaksi Maillard, seperti temperatur, aktivitas
air, pH, kadar uap air dan komposisi kimia
suatu bahan
Efek dari kemasan terhadap
stabilitas produk obat
Kemasan memainkan peran penting dalam
penjagaan kualitas sedian obat.
Ketahanan dari bahan kemasan terhadap
kelembaban dan cahaya dapat mempengaruhi
stabilitas obat dan bentuk sediaannya.
Keutamaan dari pengemasa, selain dalam
bentuk estetika, juga untuk melindungi sediaan
dari kelembaban dan oksigen yang ada di
udara, cahaya, terutama jika sediaan
diperuntukkan penyimpanan jangka panjang.
Perlindungan dari cahaya dapat dilakukan
dengan menggunakan kemasan primer
(kemasan yang langsung kontak dengan
sediaan) dan dilapisi dengan kemasan
sekunder yang dibuat dari bahan tahan
cahaya.

Penetrasi Uap Air
Adsorpsi uap air dari tablet yang dikemas
dalam lapisan polypropylene diketahui telah
diuji dalam suhu penyimpanan dan
perbedaan tekanan uap air ditunjukkan pada
gambar 188.

Gambar di samping
menjelaskan prediksi dari
penyerapan uap air pada
tablet dalam lapisan
polypropylene (25 C
dan 75% RH)
semakin sedikit jumlah
tablet dalam lapisan,
penyerapan uap airnya
semakin sedikit

Degradasi fisika dan kimia dari bentuk
sediaan yang dikemas akibat penyerapan
uap air, dapat diprediksi dari permeabilitas
kelembaban kemasan.
Desiccants sering digunakan untuk
menghilangkan kelembaban pada kemasan
yang tidak tahan lembab.
Adosrpsi dan Absorpsi OBAT oleh
Wadah/kemasan
ADSORPSI & ABSORPSI
Adsoprsi : Penempelan zat/senyawa di
lapisan permukaan

Absorpsi : Menyerapnya atau masuknya zat
ke dalam permukaan
Penyebab
Penyebab terjadinya adsorpsi dan absorpsi
suatu zat ke permukaan kemasan akibat
1) Tekanan uap dari kemasan
2) Cahaya
3) Panas
4) pH
5) Kelembaban
6) Jenis kemasan :plastik, kaca (dapat
menurunkan adsorpsi obat ke dalam
kemasan)
7) Penutupan karet juga dikenal untuk menyerap
bahan, termasuk obat-obatan. Penyerapan
pengawet seperti chlorocresol ke dalam
penutupan karet injeksi formulasi telah diteliti
secara ekstensif. Permeabilitas air pada
penutupan karet yang digunakan dalam vial
injeksi dianggap sebagai parameter penting
dalam menilai penutupan, tapi prediksi
kuantitatif permeabilitas air melalui karet
penutupan sulit karena koefisien difusi air
tergantung pada kelembaban relatif.

INTERAKSI BAHAN PENGEMAS-ISI
(1)
Tidak ada sistem wadah-tutup yang inert secara
total.

Reaksi yang mungkin terjadi:
1. Sorpsi (adsorpsi, absorpsi, desorpsi, resorpsi)
2. Migrasi : Leaching (komponen bahan pengemas
berpindah dari sistem wadah-tutup ke dalam
formulasi produk pada kondisi normal selama
umur produk) dan extractables
3. Permeasi
Proses:
Adsorpsi
oleh permukaan yang kontak karena permukaan
tidak jenuh

Absorpsi
ke dalam sistem kemasan primer secara difusi

Desorpsi
ke permukaan dan/atau kembali ke dalam produk

Cara mengetahui?
Hitung jumlah zat terlarut yang dipindahkan pada awal dan
setelah uji/setelah terjadi kesetimbangan
Data diolah secara matematis dengan persamaan-
persamaan sbb:
Persamaan Freundlich:
q = k
f
.C
eq
i/n

Log q = logk
f
+ (1/n) log C
eq

q: zat terlarut dalam produk yang diserap oleh bahan plastik
kf: konstanta ikatan Freundlich
n: konstanta empiris yang ditentukan dari intercep dan resiprokal dari
slope yang diplot log q vs log Ceq
Ceq: konsentrasi zat terlarut dalam produk

Nilai kf dapat untuk memperkirakan kecenderungan absorpsi.
Semakin tinggi nilai kf, semakin besar kecenderungan zat terlarut
diserap oleh plastik
Persamaan linear sederhana:
q = Kapp x Ceq
Kapp: koefisien partisi

Persamaan Langmuir:
1/q = 1/Sl + 1/klxSl x 1/Ceq
kl: ratio kecepatan adsorpsi dengan kecepatan desorpsi
Sl: nilai kejenuhan

Persamaan difusi: Hk. Fick I:
q = DA. dt (dc/dx)dt
A: luas permukaan
dt: perubahan waktu
dc/dx: beda konsentrasi pada jarak x
D: koefisien difusi
Faktor yang mempengaruhi sorpsi:
Efek konsentrasi
Koefisien partisi (ukuran dari afinitas relatif dari
solute terhadap fase organik. Solute dengan
koefisien partisi tinggi sorpsi cepat)
pH larutan (obat yang tidak terion (lipofilik)
sangat mudah disorpsi oleh plastik. Beberapa
obat yang bersifat buffer lebih mudah
diabsorpsi)
Efek temperatur (pada suhu tinggi kecepatan
difusi bertambah)
Lanjutan faktor yg mempengaruhi sorpsi
Efek bahan tambahan rumit (bila polaritas dari fase
air menurun karena ditambahkannya solven, maka
afinitas obat untuk fase air bertambah. Sehingga ketika
koefisien partisi menurun, maka jumlah yang tersorpsi
berkurang. Contoh: penambahan 30% propylenglycol
dalam formula maka adsorpsi paraben, benzalkonium
klorid dan benzetonium klorid akan menurun)
Struktur dari sorben polimer (obat hanya bisa
penetrasi melalui bagian yang amorph dan tidak dapat
menembus ikatan. Plastik yang telah dicrosslink
sorpsi berkurang)
Struktur sorbat (sangat bervariasi harus dilakukan
uji)

Beberapa contoh interaksi obat dan plastik:
Insulin akan diadsorpsi oleh permukaan gelas secara
reversible terutama pada pH netral. Dengan adanya
glukosa maka adsorpsi akan lebih tinggi dibanding
dengan adanya salin. Adanya albumin atau sejenis
gelatin (polygelin) akan menurunkan adsorpsi; dalam
2 hari: PVC 80%; gelas 15%
Nitrogliserin lebih baik menggunakan botol gelas dan
siring gelas
Diazepam: selama 24 jam dalam gelas kehilangan
80% dan dalam PVC kehilangan 60%
Migrasi adalah proses terjadinya perpindahan
suatu zat dari kemasan pangan ke dalam pangan
Batas migrasi adalah jumlah maksimum yang
diizinkan dari suatu zat yang bermigrasi.
.

Interaksi Isi-Pengemas (2)
LEACHING - EXTRACTABLES
Leaching:
zat yang bermigrasi dari sistem wadah-tutup ke
dalam obat atau produk biologis pada kondisi normal
atau selama uji stabilitas

Extractables:
zat yang terekstraksi dari sistem wadah-tutup ke
dalam obat atau produk biologis pada kondisi
dipaksakan (dengan solven, suhu tinggi dalam
otoklaf)

Studi terdahulu menunjukkan adanya ekstrak:
nitrosamin dari karet, tinta dan perekat dari
label, vanilin dari karton, vinil monomer dari
plastik.
Bahan-bahan yang extractables atau leachables
dapat terjadi pada lebih dari satu komponen
sistem wadah-tutup, misal kalsium dapat berasal
dari resin plastik dan dari elastomer.
Mengapa penting?
Dapat meningkatkan toksisitas produk obat
Dapat mengganggu penetapan kadar obat
Dapat bereaksi dengan satu atau lebih komponen
obat ( mis: perubahan pH, presipitasi)
Pengujian:
Sesuai USP <381> elastomer; <661> plastik;
<87>dan <88> biological reactivity test untuk
plastik dan elastomer

Tidak ada prosedur tunggal untuk
menangani extractable/leachable, semua
bergantung pada banyak faktor, a.l.:
Cara penggunaan
Lamanya penggunaan

Menentukan extractables dan leachable dari
sistem wadah-tutup:
Tinjau ulang komposisi komponen bahan pengemas
terutama aditif pada plastik dan karet
Identifikasi extractables/leachables yang potensial
dengan bantuan pabrik pemasok
Lakukan uji dengan pelarut yang sesuai dengan
produk obatnya tentukan jumlah
Bandingkan hasil dengan informasi dari pemasok
Lakukan tinjauan terhadap keamanan produk
(konsentrasi, cara penggunaan, aturan pakai,dll)
Tentukan dan lakukan validasi terhadap metode
analisis dengan adanya produk obat.
Lakukan uji stabilitas
Example
Proses penyerapan tablet nitrogliserin
ke dalam PVC karena adanya tekanan
uap dari nitrogliserin
Menujukkan laju kinetik orde 1
Example
Larutan infus biasa
nya dikemas dengan
PVC.
Parameter yang dilihat
adalah Log Sn (nomor
penyerapan) dan Log
P (koefisien partisi
octanol-air)

Faktor penting pada pemilihan
pengemas
1. Sifat mekanik (wadah kaku/fleksibel)
2. Sifat optik (pd zat peka cahaya)
3. Kemantapan thd suhu dan tekanan
4. Sifat fisika bhn yg diisikan
5. Sifat fisiko-kimia material pengemas
6. Ukuran dan luas kontak antara bhn yg diisikan dg pengemas
7. Lama kontak
8. Suhu
9. Permeabilitas (dipengaruhi: konsentrasi, suhu, bhn pengemas,
bhn pembentu pengemas, sinar terionisasi, tebal lapisan
pengemas)
10. Adsorpsi (dipengaruhi: struktur material pengemas,
konsentrasi, pH larutan, suhu)
11. Reaktivitas penuaan
12. Kemampuan sterilisasi
Tebal mikro org., gas, air tdk melintas
Hrs dpt disterilkan dlm keadaan kosong/isi
Tdk membebaskan bhn asing dan
mengadsorpsi isi
Inert thd bahan yg diiisikan
Elastisitas sesuai
Murah
Syarat-syarat plastik untuk
pengemas farmasi
Extrapolation from Real-Time
Data
Shelf life (umur simpan ) adalah jangka
waktu penyimpanan pada kondisi tertentu di
mana produk obat masih memenuhi
spesifikasi yang ditetapkan perusahaan.
Studi waktu nyata(real time) dilakukan
dengan menyimpan produk pada kondisi
normalnya pada jangka waktu yang lebih
lama dibandingkan perkiraan umur
simpannnya.

Produk akan diperiksa secara teratur pada
interval tertentu untuk menentukan kapan
produk tersebut mengalami kerusakan
Persamaan woolfe digunakan untuk
memperkirakan shelf life produk dari data
yang ada sesuai dengan suhu dan kondisi
yang sama seperti yang diharapkan pada
produk akhir.

Waktu di mana tejadi penyimpangan kandungan obat
dari spesifikasinya diperkirakan dengan ekstrapolasi
waktu degradasi pada kondisi suhu / spesifik. Ketika
lamanya waktu kandungan obat (C) diwakili oleh
t adalah t rata-rata , C adalah C rata-rata , dan b adalah konstan
Interval waktu ketika kandungan obat
menyimpang dari spesifikasi, ditentukan oleh
analisis regresi dimana n adalah waktu yang
terdapat didata


dimana t adalah salah satu nilai T Student
dengan derajat kebebasan dengan n-2.


Ketika batas rendah spesifikasi kadar adalah 90%,
lamanya umur simpan sesuai dengan t L pada C dari
90%.

Jika V besar atau b kecil, shelf life tidak dapat
diperkirakan karena nilai g harus tidak kurang dari
1. Karena interval kepercayaan menjadi sempit,
perkiraan yang lebih tepat untuk lamanya shelf life
dapat diperoleh dengan ekstrapolasi kurva regresi
ditentukan dari sejumlah besar titik waktu dalam
data di t lebih besar.


Persamaan Carstensen digunakan untuk
menghitung batas kepercayaan C pada t
tertentu



Kurva konsentrasi obat terhadap waktu pada konsentrasi 95%
confident interval. Diasumsikan mengalami degradasi orde nol
dari 2% / tahun. Kesalahan diasumsikan sampai mencapai 2%
nilai standar deviasi .. -----,Batas 95% dihitung dari data yang
diwakili oleh lingkaran terbuka; ,Batas signifikan 95%
dihitung dari semua data termasuk data diwakili oleh segiitiga
terbuka.
Shelf-Life Estimation from
Temperature-Accelerated Studies
Studi umur simpan akselerasi dilakukan dengan
memperkirakan umur simpan tanpa mencoba
waktu penyimpanan secara penuh.

Hal ini terutama dilakukan pada produk dengan
masa penyimpanan yang panjang.

Faktor
akselerasi seperti suhu digunakan pada produk
untuk mencoba mempercepat tingkat
kerusakan.

Data yang didapatkan dari studi ini akan
dimasukkan ke dalam model prediksi
matematika untuk memperkirakan tingkat
kerusakan dan pertumbuhan bakteri,
Dalam metode akselerasi, shelf life pada
suhu penyimpanan T1 diperkirakan dari shelf
life pada suhu tinggi T2 sesuai dengan


Shelf life disebut sebagai t90 (T1) ketika batas
spesifikasi bawah dalam konten adalah 90%.
Shelf life menunjukkan hubungan log-linear
terhadap 1 / T dalam rentang suhu tertentu
ketika energi aktivasi konstan
Kondisi terakhir biasanya hanya bertemu
ketika mekanisme degradasi adalah sama di
berbagai suhu eksposur. Misalnya, shelf life 6
bulan pada 40 C sesuai dengan shelf life 3
tahun pada 25 C ketika energi aktivasi 22,1
kkal / mol.

Desain eksperimen untuk
pengujian suhu dipercepat
diusulkan pada tahun 1960 oleh Tootill,
Kennon, Lordi, dan Scott
Grafik untuk memperkirakan kadaluarsa
suatu produk dengan cara pengujian
meninggikan suhu pada 41,5 dan 60 C
dapat mengetahui degradasi suatu obat
selama kadaluarsanya, (diusulkan oleh Lordi
dan Scott).
Hal ini mempengaruhi stabilitas obat.

pada suhu 25; 41,5; dan 60 C, t90 (25), t90
(41,5), dan t90 (60) dinyatakan dengan


Garis vertikal merupakan t90 (60) sebagai
fungsi dari t90 (25) pada t90 (41,5) ada di
kanan sumbu y.
Perpotongan garis horizontal mewakili t90
(41,5), padat garis vertikal mewakili t90 (60)
sesuai dengan t90 (25). Dengan demikian,
t90 (25) dapat diperkirakan dari t90 (41,5)
dan t90C (60).
Mempengaruhi energi aktivasi


Kelebihan
Kadaluarsa
diperkirakan
dengan
analisis regresi
dan variannya
menggunakan
komputer.
pembentukan
produk
degradasi
dapat diukur
dengan presisi
lebih tinggi.
Dapatr
menggunakan
data untuk
tingkat
produksi
degradan,
meningkatkan
estimasi dari
kadaluarsa.
digunakan
untuk
menghitung t90
(60) dan t90
(41,5) persen
dari sisa obat,
F, pada waktu t
untuk reaksi
orde pertama.
Kekurangan
penerapan terbatas
pada kisaran suhu di
mana Ea dapat
dianggap sebagai
konstan.

Experimental Design of
Accelerated Testing
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui
waktu paruh dari suatu sediaan yang belum
lama berada di pasaran
Prinsip yang digunakan adalah reaksi
Arhennius dimana reaksi akan dipercepat
berdasarkan adanya pengaruh dari suhu
Sebagai contoh, pada 55 C, 6,5 minggu
setara dengan 1 tahun on-the-rak, dan pada 55
C, dua tahun akan setara dengan 13,0
minggu dan lima tahun akan menjadi 32,5
minggu.

Berdasarkan Lordi dan Scott accelerated
testing sebaiknya digunakan pada 3 suhu
yaitu25, 41.5, dan60C atau akan didapat
data t90(25), t90(41,5), and t90(60),
Sehingga dari ketiga suhu tersebut akan
didapatkan persamaan :
Pada persamaan Lordi dan Scott hanya
pada rentang temperatur tertentu yang
menganggap Ea ( energi aktivasi ) bersifat
konstan

Contoh penggunaa
Accelarated Testing
Salah satu contoh penggunaan Accelarated
Testing ada pada jurnal : A Comparative
Real Time Study of Stability of Cream and
Ointment Formulations of Clobetasol
Propionate in Drug Stores of Bangladesh
dimana menguji kestabilan suatu krim dan
salep dari Clobetasol propionat di daerah
Bangladesh.
Pengujian dilakukan dengan 3 cara yaitu
cara waktu langsung, dipercepat (
accelerated testing ) dan mikroba
Kondisi waktu langsung :

Hasil dari pengujian tersebut adalah :





4.4.2.2
Estimation of Shelf Life Using Accelerated-Test Datu at a
Single Level of
Temperature
Secara teoritis memungkinkan untuk
mengestimasi shelf-life suatu produk dari
suatu pengukuran degradasi obat pada satu
waktu dan suhu jika besarnya energi aktivasi
diketahui
Ketika suatu obat mempunyai shelf-life T90
disimpan pada temperature (T) selama
waktu (t) tertentu, kemungkinan persen
degradasi dan shelf-life dapat ditentukan
dengan suatu persamaan

kemungkinan persen degradasi dapat
ditentukan dengan x pada persamaan 4.10,
sementara kemungkinan shelf-life nya
sendiri dapat ditentukan dengan persamaan
4.11

Estimation of Shelf Life under
Temperature-Fluctuating
Conditions
Laju degradasi pada suhu yang berubah-ubah lebih tinggi dibanding
pada suhu konstan
Perbedaan ini tergantung pada pola perubahan dan energi aktivasi
untuk reaksi degradasi
Sebagai contoh, laju degradasi dari reaksi dibawah suatu siklus
suhu diperlihatkan dengan kurva sinus dengan suhu rata-rata 20
o
C
dan range 10
o
C (Fig 199) dimana laju degradasinya 1,08 kali lebih
besar dibanding pada suhu konstan 20
o
C (untuk reaksi dengan Ea
20 kcal/mol).
Konsep temperatur kinetik rata-rata (Tk) telah diperkenalkan oleh
Haynes untuk memprediksi stabilitas penyimpanan farmasetik
dibawah kondisi temperatur yang berubah-ubah selama 1 tahun.
Tk diwakili oleh persamaan 4.12 menggunakan suhu rata-rata tiap
bulan dari januari ke desember (T1-T12) dan cocok dengan suhu
yang sebenarnya dimana produk akan mengalami degradasi pada
laju yang sama dengan produk yang terpapar pola perubahan suhu

Tabel 12 menunjukkan nilai Tk untuk beberapa
kota sebagai fungsi nilai Ea


Rasio kinetik ()
Dengan analisis sama seperti
yang digunakan oleh
persamaan Haynes, tetapi
menggunakan tambahan
temperatur referensi.

Alternativ untuk Tk

dapat digunakan untuk
mewakili efek perubahan
temperatur .

The shelf life of some antibiotic
preparations stored under tropical
conditions.

Abstract
Accelerated storage tests have been carried out to predict the shelf life
of several commercial preparations stored directly under temperate and
tropical climatic conditions. Two brands each of sulphathiazole tablets,
tetracycline hydrochloride capsules and chloramphenicol capsules were
studied over a period of three months. Shelf lives ranging from 6.2. to
29.7 months were predicted for temperate storage conditions (20
degree C/31% R.H.), whilst these periods were reduced giving values
from 3.8 to 13.9 months for tropical conditions of 30 degree C/31% R.H
and from 2.5 to 9.2. months when stored at 30 degree C/75% R.H. A
decrease in the rate of drug dissolution was also observed for
preparations stored directly under conditions of elevated temperature
and humidity. The results indicate the need for stringent control over
storage conditions for antibiotic preparations in tropical climates to
ensure adequate drug stability and dissolution characteristics.


http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/870910
shelf-life berhubungan dengan kualitas produk
(quality),
expiration date berhubungan dengan
keamanan produk (safety).
Untuk makanan misalnya, jika tanggal yang
tertera adalah best before, artinya setelah
tanggal yang tertera, makanan tersebut masih
aman untuk dikonsumsi, hanya kualitasnya
yang menurun.
Sedangkan use by dan expiration date
adalah batasan akhir makanan tersebut aman
dikonsumsi atau tidak.
DAFTAR PUSTAKA
Avis, Kenneth A., Herbert A. Lieberman and Leon Lachman, Pharmaceutical Dosage Forms:
Parenteral Medications, Vol 3, 2
nd
edition, Marcel Dekker Inc., 1993
Containing Carbopol 934, Drug Dev. Ind. Pharm. 13, 1315-1327 (1987).
Available online at : http://informahealthcare.com/doi/abs/10.31
09/03639048709068378
Gennaro, A. R., et all., (1990). Remingtos Pharmaceutical Sciensces. Edisi 18
th
,
Marck Publishing Company, Easton, Pensylvania, 591.
J. T. Rubino, L. M. Halterlein, and J. Blanchard, The effects of aging on the dissolution of
phenytoin sodium capsule formulations, Int. J . Pharm. 26, 165-174 (1985).
J. L. Vila-Jato, A. Concheriro, and B. Seijo, Effect of Aging on the
Bioavailability of Nitrofurantoin Tablets
K. Thoma and P. Semo,Temperaturabhangigkeit der Schmelzzeitverlangerung von
Hartfettsuppositorien5.Mitt. uber pharmazeutische Probleme bei Suppositorien, Pharm. Ind.
44, 1074-1080 (1982).
K. Thoma and P. Semo, Beziehungen zwischen der Schmelzzeitzunahme von Suppositorien
und den Eigensschaften der Hartfettgrundmasse 6.Mitt. uber pharmazeutische Probleme bei
Suppositorien, Pharm.ind 45 192-196 (1982).
K. Thoma and P. Serno, Thermoanalytischer Nachweis der Polymorphie der
Suppositoriengrundlage Hartfett 8.Mitt. uber pharmazeutische Probleme bei Suppositorien,
Pharm. Ind. 45,990-994 (1983).
Lachman,Leon.1994.Teori dan Praktek Farmasi Industri edisi III, Jakarta: UI Press
Daftar Pustaka
M. A. Saleem,
*
M. Taher, S. Sanaullah, M. Najmuddin, Javed Ali,
1
S. Humaira, and S. Roshan.2008, Journal
Formulation and Evaluation of Tramadol hydrochloride Rectal Suppositories. Available online at
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3038291/ (November 13,2013)
M. Iijima, T. Hakata, S. Kimura, T. Okabe, Y. Uchino, H. Sato, K. Sugibayashi, and Y. Morimoto, Stability
evaluation of effervescent suppositories [in Japanese], Yakuzaigaku 53, 102-108 (1993).
Mainarti, Ekasari. 2011. Pengaruh Penyimpanan dan Viskositas terhadap Stabilitas Natrium Diklofenak dari
Cangkang Kapsul Alginat. Medan : Universitas Sumatera Utara
Paul, A.K, Kundu, S.K, Ahsan, S. Jamal, F. Ahmad, R. Nahar, N. Ahmad, I. Jahan, R. Rahmatullah, M. 2010. A
Comparative Real Time Study of Stability of Cream and Ointment Formulations of Clobetasol Propionate in Drug
Stores of Bangladesh. Advances in Natural and Applied Sciences, 4(2): 198-204, 2010
Piyush B. Shuh, S. Bandopadhyay and Jayesh R. Bellare, Polymer Degradation and Stability, 47, 1995, 165-173.
P. V. Marshall, D. G. Pope, and J. T. Carstensen, Methods for the assessment of the stability of
tablet disintegrants, J. Pharm. Sci. 80, 899-903 (1991).
Sitorus, Natalia. 2013. Pengaruh Penyimpanan Terhadap Pelepasan Fero Sulfat Dari Cangkang Kapsul Alginat.
Medan : Universitas Sumatera Utara
Wang, YJ.,Yie W.Chien, Sterile Pharmaceutical Packaging: Compatibility and Stability, Parenteral Drug
Association Inc, Technical Report No.5, 1984.
Yoshioka, S and S. Valentino J. 2002. Stability of Drugs and Dosage Forms. New York :
Kluwer Academic Publisher. P. 155-157
Yuliani, Andi. 2012. Preparasi dan Karakterisasi Mikrosfer Kitosan Suksinat Tersambung Silang Natrium Sitrat.
Depok : Universitas Indonesia
Zonios, G., B. Julie and K. Nikiforos. 2001. Skin Melanin, Hemoglobin, and Light Scattering
Properties can be Quantitatively Assessed In Vivo Using Diffuse Reflectance Spectroscopy.
The Society for Investigate Dermatology, Inc. 117: 1452


Thank You

Anda mungkin juga menyukai